PENELITIAN AGRIBISNIS
DOSEN : DR. IR. PALMARUDI MAPPIGAU. SU
FINAL TEST
OLEH :
Jawaban :
1. a) Filsafat Ilmu Barat mengandalkan pemikiran yang lahir dari tradisi
rasional dan sekuler Yunani dan Roma. Karena itu Barat tidak dapat
merumuskan visinya mengenai kebenaran dan realitas berdasarkan
pengetahuan yang diwahyukan. Pengetahuan Barat lahir dari spekulasi-
spekulasi metafisis para pemikir yang menganut faham evolusi kehidupan
dan penjelasan psikoanalitik tentang kodrat manusia yang kemudian
menghasilkan desakralisasi pengetahuan. Melalui pandangan yang
melalui desakralisasi itulah kemudian, Barat benar-benar memotong
pengetahuan dari akarnya sehingga kehilangan wawasan tentang yang
sakral. Akibat dari kecendrungan ini, yang pertama-tama mendapat
pengaruh ialah pemikiran itu sendiri. Filsafat pada akhirnya hanya
dipandang sebagai produk rasio semata-mata. Yang lebih lanjut timbul
dari padanya ialah pandangan yang mekanistik mengenai realitas serta
pandangan dunia yang tidak memberi tempat bagi nilai-nilai kerohanian.
Secara sederhana, dapat dikatakan bahwa Barat memandang filsafat
adalah segala upaya (berfikir filsafati) untuk menemukan kebenaran
berdasarkan fikiran atau akal belaka, mereka kemudian memperjelas
pengertiannya dengan mengatakan bahwa kebenaran tersebut dicapai
bukan menggunakan wahyu atau ajaran agama, sebab jawaban
berdasarkan wahyu atau ajaran agama bukan jawaban berdasarkan
fikiran atau akal belaka. Karena itu mereka membedakan antara
kebenaran filasafat dengan kebenaran wahyu atau agama. Cara pandang
yang seperti inilah yang disebut sekularistik. Pola fikir sekularistik inilah
yang merupakan akar kesalahan konsep filsafat yang dibangun oleh Barat.
Kekeliruan ilmu barat pada aliran ontologi yaitu ilmu barat tidak
mengetahui letak kesalahannya, ilmu barat hanya terus menerus
mencari kebenaran tanpa mengetahui letak kesalahannya. Ilmu barat
tidak tahu mencari arah yang lain, yaitu arah yang benar. Merupakan hal
yang fundamental dalam cara pemikiran barat. Barat sangat
mengandalkan diri pada akal. Mereka mengatakan bahwa akal itu adalah
yang benar dan tidak ada yang lebih benar daripada akal itu. Maka bila
ternyata akal mereka itu telah membawa pada sesuatu yang ternyata
keliru, maka mereka menjadi kalang kabut. Ini mereka sebut skeptisisme,
yang skeptisisme mereka itu benar, tapi mereka hanya tahu bahwa itu
salah dan kalang kabut untuk sampai kepada yang benar. Mereka menjadi
mandeg, tak tahu lagi apa yang harus dikerjakan. Mereka percaya kepada
empirisme dan positivisme, namun tetap dengan skeptisisme dan dengan
itu saja maka mereka tidak bisa sampai kepada yang benar. Mengapa
demikian? Karena yang benar itu satu, sedangkan yang tidak benar itu
banyaknya tidak terhingga. Maka untuk sampai kepada yang benar kita
harus menempuh kesalahan yang banyaknya itu tidak terhingga. Padahal
di setiap kebenaran yang ada di sunia pasti terdapat kesalahan karena
kebenaran yang mutlak hanya Tuhanlah yang memilikinya.
b) Pandangan teori adab-karsa terhadap kekeliruan filsafat ilmu barat
tersebut adalah bahwa metodologi barat yang berlandaskan pada
paradigma positivisme memiliki banyak kelemahan. Ilmu barat berasumsi
bahwa kebenaran empirikal bersifat relatif. Padahal ilmu itu bersifat
mutlak karena diciptakan oleh Tuhan bersama alam dan manusia. Jika
dibandingkan dalam hal DIRI, ANTAR-DIRI dan KEDUANYA maka sangat
berbeda ibarat bumi dan langit. Awalnya adalah DIRI kemudian naik ke
ANTAR-DIRI dan akhirnya berpijak pada KEDUANYA. Pada KEDUANYA
inilah ilmu Barat sekuler tiba pada 3-R (Resah, Renggut*), Rusak),
sedangkan ilmu Tauhidillah akhirnya sampai pada kesejahteraan hidup di
dunia maupun di akhirat. Ilmu Barat sekuler menghasilkan jiwa yang
resah, yang selalu tdak puas, karena kesemuanya itu dilandaskan pada
pelampiasan hawa-nafsu (Freedom in Feeling of Insecurity/ Adab Buruk,
Karsa Kuat). Sebaliknya ilmu Tauhidillah (Freedom in Submissiveness/
Adab Kuat, Karsa Kuat) menghasilkan jiwa yang tenang, yang puas,
tercapainya masyarakat yang adil-makmur, lahir-batin, dunia-akhirat
karena berlandaskan pada pengekangan hawa-nafsu (parabolis). Oleh
karena itu jika dalam ilmu barat (empirical science) digunakan asumsi
ilmu akan mengoreksi sendiri terhadap kesalahan dan penyimpangan (self
corection), maka dalam metode ilmu mutlak atau Sains Tauhidullah.
Menurut Herman Soewardi ilmu tidak mengoreksi tapi divalidasi dengan
panduan atau kebenaran mutlak. Artinya dengan validasi kalau kita
menemukan sesuatu yang baru carilah rujukannya dalam kitab suci
sehingga kebenaran relatif dapat didekatkan dengan kebenaran mutlak
(netral-normal). Intinya diperlukan metode yang tidak saja berbasis
proses (relistis-pragmatis) tetapi juga idealis atau kebenaran normal sains
yang berasal dari Tuhan.
2. a. Teori ialah spekulasi yang mencoba menerangkan alam-alam (kebendaan
atau keperilakuan manusia) dan berlandaskan padanya meramalkan.
Karena mereka mulai dengan apa yang mereka sebut self-evident
propositions yaitu ketentuan-ketentuan yang mereka anggap benar, maka
tidak perlu dibuktikan lagi tentang kebenarannya. Sebenarnya self-eviden
propositions itu bisa benar dan bisa pula salah. Maka bila premis-premis
itu benar, benar pula deduksi dari padanya dan sebaliknya bila salah,
salah pula deduksi dari padannya. Ilmu barat sekuler menyangka bahwa
spekulasi ini akhirnnya, dengan lebih banyaknnya data-data, akan sampai
pada kebanaran. Namun dalam kenyataannya, fakta-fakta yang benar itu
selalu diperoleh secara serendipity atau secara kebetulan dan tidak
disengaja (not sought for) teori erat berkaitan dengan pola piker. Di
dalam ilmu-ilmu alamiah dan didalam ilmu-ilmu sosial kita selalu melihat
adanya berbagi pola pikir atau teori itu merupakan spekulasi untuk
menerangkan dan meramalkan alami empiri dan semua pola pikir atau
teori itu hanya bertalian dengan sekelumit saja dengan alam realita yang
diciptakan Tuhan.
b. Teori itu tidak netral, dalam arti kata ia memilih sebagian dan
meninggalkan yang lain. Didalam ilmu alam kita mengenal pola pikir
Newtonian (yang disebut mono-inertial system), Quantum mecanics
(hubungan antara elektron dan proton, seperti antar-diri dalam ilmu-
ilmu sosial) dan expanding universe (hubungan antar-diri pada benda-
benda angkasa, ukuran besar). Sesama pola pikir itu tidak selalu konsisten
dengan yang lain, terlebih-lebih antara pola pikir diri (seperti Newtonian),
dengan pola pokir antar-diri (seperti mekanika kuantum), pola pikir
biologi (organ termasuk pola pikir antar-diri, ialah bahwa sifat-sifat suatu
diri sebenarnya mencerminkan hubungan dengan diri lain. Demikian pula
pada ilmu-ilmu sosial, kita mendapati banyak pola pikir. Sejak dulu
terdapat pertentangan antara pola pikir deterministik lingkungan dan
pola pikir ideal. Yang pertama mencakup pola pikir kemungkinan
lingkungan dan pola pikir lingkungan spesial (Toynbee, Challenge and
response). Yang kedua adalah pola pikir Weber (The Protestant ethic and
the spirit of capitalism) yang kemudian disempurnakan oleh McClelland
dengan mekanisme terbentuknya achieving personality.
c. Karakteristik penting dari suatu teori akta sosial (obyektif, alamiah),
definisi sosial (subjektif meaning), dan perilaku sosial (social behaviorism,
objektif-akurat).
3. a. Posisi teori dalam kuantitif adalah menjadi faktor sangat penting dalam
proses penelitian itu sendiri. Teori digunakan untuk menuntun peneliti
menemukan masalah, menemukan hipotesis, menemukan konsep-
konsep, menemukan metodologi dan menemukan alat analisis data.
Selain itu, teori juga digunakan untuk mengidentifikasi hubungan antar
variabel. Penelitian kuantitatif meyederhanakan kompleksitas gejala
dengan mereduksi ke dalam ukuran yang dapat ditangani dan diukur.
Ukuran dari gejala yang ditangani dan diukur itu dikenal sebagai variabel.
Dalam penelitian kuantitatif variabel dan hubungannya nampak dari
rumusan masalahnya. Variabel adalah hal pokok yang dipersoalkan dalam
penelitian kuantitatif. Seluruh kegiatan penelitian, termasuk dalam
pengembangan teori, akan memusatkan pengkajiannya terhadap
variable. Oleh karenanya, teori yang dikembangkan dalam penelitian
kuantitatif adalah mengenai variabel dan hubungannya. Teori akan
memandu ke arah pengumpulan data variabel dan perumusan dugaan
sementara jawaban atas pertanyaan penelitian yang merupakan
hubungan variabel. Dalam penelitian kuantitatif, teori dikembangkan
sebagai usaha mencari jawaban pertanyaan penelitian dengan
mengembangkan teori yang akan menghasilkan dua hal. Pertama, teori
memberikan pemahaman terhadap variabel-variabel yang dirumuskan
dalam pertanyaan penelitian. Pemahaman terhadap variabel-variabel
diperluka sebagai panduan untuk mengumpulkan data. Data-data tentang
variabel kemudian akan digunakan untuk melakukan pembuktian secara
empirik atas kebenaran dari hipotetik teori. Kedua, pengembangan teori
diperlukan untuk memperoleh panduan dalam pengujian dengan
mengajukan hipotesa yang kebenarannya tenatif dan berlaku pada
tingkat teoritik. Kebenaran sementara yang diajukan dalam pernyataan
hipotesis itu kemudian akan diuji meggunakan data yang dikumpulkan
secara empiris.
b. Proposisi adalah hubungan yang logis antara antara dua konsep atau
lebih dalam bentuk kalimat pernyataan. Misalnya proses migrasi tenaga
kerja ditentukan oleh perbedaan upah. Ada dua macam proposisi yaitu:
- Aksioma atau postulat, yaitu proposisi yang kebenarannya tidak perlu
dipertanyakan lagi. Sehingga tidak perlu diuji dengan sebuah penelitian.
- Teorema, proposisi yang dideduksikan dari aksioma, aksioma banyak
digunakan dalam ilmu-ilmu eksakta sedangkan dalam ilmu sosial aksioma
sangat jarang. Sedangkan yang menjadi perhatian peneliti adalah
teorema inti.
- Self-eviden propositions merupakan ketentuan-ketentuan yang mereka
anggap benar, maka tidak perlu dibuktikan lagi tentang kebenarannya.
Sebenarnya self-eviden propositions itu bisa benar dan bisa pula salah.
Maka bila premis-premis itu benar, benar pula deduksi dari padannya dan
sebaliknya, bila salah, salah pula deduksi dari padannya.
4. Bagian-bagian metode ilmiah dalam metodologi penelitian sampai ke
penyusunan hipotesis merupakan proses deducto hipotetiko, yaitu
bagaimana kita menyusun hipotesis secara deduktif dari teori-teori
sebelumnya, yang disusun dalam kerangka pemikiran. Teori-teori tersebut
adalah sebagai premis (alasan) kita yang membuat pernyataan khusus dalam
bentuk hipotesis. Sedangkan Proses hipotetiko-verifikatif menunjukkan
langkah-langkah atau bagian-bagian pembuktian hipotesis (verifikasi) dengan
mengumpulkan fakta-fakta dan menarik kesimpulan umum berdasarkan
fakta-fakta empiris tersebut. Jadi proses kedua ini merupakan proses berfikir
induktif.
5. Masalah dalam penelitian itu terdiri dari 6 (enam) tipe, yaitu :
a. Deskripsi Khusus (Tipe Masalah 1)
Nama penulisnya : Heather Wyatt-Nichol and Samuel Brown
Judul penelitian : Social Class and Socioeconomic Status: Relevance and
Inclusion in MPA-MPP Programs
Nama jurnal : Journal of Public Affairs Education, JPAE
17(2), 187208
Eksemplar Rumusan
1. Masalah Penelitian Pelebaran kesenjangan antara kaya dan miskin
kontribusi untuk pemisahan ekonomi antar wilayah
dan lingkungan dan memiliki dampak langsung pada
pelayanan publik.
2. Maksud Penelitian Ekonomi AS telah mengalami kemerosotan ekonomi
yang parah dalam beberapa tahun terakhir, jelas
dalam jutaan penyitaan rumah, PHK, dan retire-
menurun portofolio pemerintah. Ini "Resesi Besar"
memiliki dampak langsung pada sektor publik karena
pemerintah negara bagian dan lokal dipaksa untuk
memotong anggaran untuk berbagai layanan karena
pendapatan menurun. Paradoksnya, itu adalah
selama masa penurunan ekonomi dan penghematan
fiskal bahwa permintaan untuk layanan publik
meningkat. Selain krisis ekonomi, telah terjadi
penurunan bertahap dari kelas-kelas dalam
penurunan mobilitas, meningkatkan ketimpangan
pendapatan, dan segregasi ekonomi tengah Sebagai
diskusi tentang keadilan sosial telah didominasi oleh
ras dan gender, kelas sosial dan mobilitas menurun
memiliki terpinggirkan di premier dan utama jurnal
administrasi publik.
3. Tujuan Penelitian Untuk menunjukkan relevansi kelas sosial dan status
sosial ekonomi di bidang administrasi publik
4. Kegunaan Penelitian Untuk menghilangkan masalah kelas sosial dan
status sosial ekonomi dalam administrasi publik
dengan menggunakan program yang memiliki
memiliki potensi untuk menciptakan blind spot di
antara administrator publik dan analis kebijakan.