Anda di halaman 1dari 17

TINJAUAN PUSTAKA

1. ANATOMI SINUS PARANASAL

Gambar 1. Anatomi sinus paranasal

Ada delapan sinus paranasal, 4 buah pada masing-masing sisi hidung; sinus
frontal kanan dan kiri, sinus etmoid kanan dan kiri (anterior dan posterior), sinus
maksila kanan dan kiri (antrum highmore), dan sinus sphenoid kanan dan kiri.
Semua sinus ini dilapisi oleh mukosa yang merupakan lanjutan mukosa hidung;
berisi udara dan semua bermuara di rongga hidung melalui ostiumnya masing-
masing. Secara klinis sinus paranasal dibagi menjadi dua kelompok, anterior dan
posterior. Kelompok anterior bermuara di bawah konka media, pada atau di dekat
infundibulum, terdiri dari sinus frontal, sinus maksila, dan sel-sel anterior sinus
etmoid. Kelompok posterior bermuara di berbagai tempat di atas konka media,

1
terdiri dari sel-sel posterior sinus etmoid dan sinus sphenoid. Garis perlekatan
konka media pada dinding lateral hidung merupakan batas antara kedua
kelompok. Proctor berpendapat bahwa salah satu fungsi penting dari sinus
paranasal adalah sebagai sumber lender yang segar dan tak terkontaminasi yang
dialirkan ke mukosa hidung.2

Sinus Frontal
Sinus ini berhubungan dengan meatus medius melalui duktus nasofrontal, yang
berjalan ke bawah dan belakang dengan bermuara pada atau dekat infundibulum
bagian atas. Kadang-kadang kanalis frontonasal ini bermuara langsung di meatus
medius. Dinding depan sinus frontal hampir selalu diploik, terutama di bagian luar
atau sudut infero-lateral dan pada sulkus superior tempat pertemuan dinding
anterior dan posterior.2

Sel-sel Etmoid
Sel-sel atau labirin etmoid terletak di kiri kanan kavum nasi, kira-kira sebelah
lateral di setengah atau sepertiga atas hidung dan di sebelah medial orbita. Tulang
etmoid mempunyai bidang horizontal dan bidang vertical yang saling tegak lurus.
Bagian superior bidang yang vertical disebut dengan Krista Gali dan bagian
inferior nya disebut dengan lamina perpendikularis os. etmoid, yang merupakan
bagian dari septum. Bidang horizontalnya terdiri dari bagian medial, yang tipis
dan berlubang-lubang yaitu lamina kribrosa, dan bagian lateral, yang lebih tebal
dan merupakan atap sel-sel etmoid. Lamina kribrosa tidak ditutupi oleh sel-sel
etmoid akan tetapi terbuka lebar pada atap hidung. Lubang-lubang ini dapat
menjadi jalan untuk infeksi ke selaput otak. Dinding luar sinus etmoid adalah os
planum, atau lamina papirasea os etmoid dan os lakrimalis.2

Sinus Maksila
Sinus maksila atau antrum highmore, merupakan sinus paranasal yang terbesar,
berbentuk pyramid irregular dengan dasarnya menghadap ke fossa nasalis dan
puncaknya kea rah apeks prosesus zygomatikus os maksila. Dinsing medial atau
dasar antrum dibenyuk oleh lamina vertikalis os palatum, prosesus uncinatus os
etmoid, prosesus maksilaris konka inferior dan sebagian kecil os lakrimalis.
2
Dinding atas memisahkan rongga sinus dengan orbita. Dinding posterior inferior
atau dasarnya biasanya paling tebal dan dibentuk oleh bagian alveolar os maksila
atas dan bagian luar palatum durum. Dinding anterior berbatasan dengan fossa
kanina. Antrum mempunyai hubungan dengan infundibulum di meatus medius
melalui lubang kecil yaitu ostium maksila yang terdapat di bagian anterior atas
dinding medial sinus.

Sinus Spenoid
Sepasang sinus ini dipisahkan satu sama lain oleh septum tulang yang tipis, yang
letaknya jarang tepat di tengah, sehingga salah satu sinus akan lebih besar dari
sinus yang lainnya. Masing-masing sinus sphenoid berhubungan dengan meatus
superior melalui celah kecil menuju ke resesus sphenoetmoidalis.

Fungsi sinus paranasal:


1. Sebagai pengatur kondisi udara/ air conditioning.
2. Sebagai penahan suhu/ thermal insulator.
3. Membantu keseimbangan kepala.
4. Membantu resonansi suara.
5. Sebagai peredam perubahn tekanan udara.
6. Membantu produksi mukus.

SINUSITIS
Definisi

Etiologi dan Faktor Predisposisi


Beberapa faktor etiologi dan predisposisi antara lain ISPA akibat virus,
bermacam rhinitis terutama rhinitis alergi, rhinitis hormonal pada wanita hamil,
polip hidung, kelainan anatomi seperti deviasi septum atau hipertrofi konka,
sumbatan kompleks ostio-meatal (KOM), infeksi tonsil, infeksi gigi, kelainan
imunologik, diskinesia silia seperti pada sindroma Kartagener.1
Pada anak, hipertrofi adenoid merupakan faktor penting penyebab sinusitis
sehingga perlu dilakukan adenoidektomi untuk menghilangkan sumbatan dan
menyembuhakan rinosinusitisnya. Hipertrofi adenoid dapat didiagnosis dengan
3
foto polos leher posisi lateral. Faktor lain yang juga berpengaruh adalah
lingkungan berpolusi, udara dingin dan kering serta kebiasaan merokok. Keadaan
ini lama-lama menyebabkan perubahan mukosa dan merussak silia.

Klasifikasi dan Mikrobiologi


Konsensus Internasional tahun 1995 membagi rhinosinusitis hanya akut
dengan batas sampai 8 minggu dan kronik jika lebih dari 8 minggu. Consensus
tahun 2004 membagi menjadi akut dengan batas sampai 4 minggu, subakut antara
4 minggu sampai 3 bulan dan kronik jika lebih dari 3 bulan. Sinusitis kronik
dengan penyebab rhinogenik umumnya merupakan lanjutan dari sinusitis akut
yang tidak terobati secara adekuat. Pada dinusiotis kronik adanya factor
predisposisi harus dicari dan diobati secara tuntas.
Menurut berbagai penelitian, bakteri utama yang ditemukan pada sinusitis akut
adalah Streptococcus pneumonia (30-50%). Hemophylus influenza (20-40%) dan
moraxella catarrhalis (4%). Pada anak, m. catarrhalis lebih banyak ditemukan
20%. Pada sinusitis kronik, factor predisposisi lebih berperan, tetapi umumnya
bakteri yang ada lebih condong kea rah bakteri negative gram dan anaerob.

Patofisiologi
Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium dan lancarnya klirens
mukosiliar (mucociliary clearance) di dalam KOM. Mukus juga mengandung
substansi antimikrobial dan zat-zat yang berfungsi sebagai mekanisme pertahanan
tubuh terhadap kuman yang masuk bersama udara pernafasan.
Organ-organ yang membenuk KOM letaknya berdekatan dan apabila terjadi
edema, mukosa yang berhadapan akan saling bertemu sehingga silia tidak dapat
bergerak dan ostium tersumbat. Akibatnya terjadi tekanan negatif di dalam rongga
sinus yang menyebabkan terjadinya transudasi, mula-mula serous. Kondisi ini
bisa dianggap sebagai sinusitis non-bacterial dan biasanya sembuh dalam
beberapa hari tanpa pengobatan.
Bila kondisi ini menetap, sekrat yang terkumpul dalam sinus merupakan media
yang baik untuk tumbuhnya dan multiplikasi bakteri. Secret menjadi purulen.
Keadaan ini disebut sebagai rinosinusitis akut bacterial dan memerlukan terapi
antibiotik.
4
Jika terapi tidak berhasil (misalnya karena ada faktor predisposisi), inflamasi
berlanjut, terjadi hipoksia dan bakteri anaerob berkembang. Mukosa makin
membengkak dan ini merupakan rantai siklus yang terus berputar sampai akhirnya
perubahan mukosa menjadi kronik yaitu hipertrofi, polipoid atau pembentukan
polip dan kista. Pada keadaan ini mungkin diperlukan tindakan operasi.

Manifestasi Klinis
Keluhan utama rhinosinusitis akut ialah hidung tersumbat disertai nyeri/ rasa
tekanan pada muka dan ingus purulen, yang seringkali turun ke tenggorok (post
nasal drip). Dapat disertai gejala sistemik seperti demam dan lesu. Keluhan nyeri/
rasa tekanan di daerah sinus yang terkena merupakan ciri khas sinusitis akut, serta
kadang-kadang nyeri juga terasa di tempat lain (reverred pain). Nyeri pipi
menandakan sinusitis maksilla, nyeri diantara/ dibelakang kedua bola mata
menandakan sinusitis etmoid, nyeri di dahi/ seluruh kepala menandakan sinusitis
frontal. Pada sinusitis splenoid, nyeri dirasakan di vertex, oksipital, belakang bola
mata dan daerah mastoid. Pada sinusitis maksilla kadang-kadang ada nyeri alih ke
gigi dan telinga. 1
Gejala lain adalah sakit kepala, hipoosmia/ anosmia, halitosis, post nasal drip
yang menyebabkan batuk dan sesak pada anak. Keluhan sinusitis kronik tidak
khas sehingga sulit didiagnosis. Kadang-kadang hanya satu/ dua dari gejala-gejala
di bawah ini yaitu sakit kepala kronik, post nasal drip, batuk kronik, gangguan
tenggorokan, gangguan telinga akibat sumbatan kronik muara tuba eustachius,
gangguan paru seperti bronchitis (sino-bronkitis), bronkiektasis dan yang penting
adalah serangan asma yang meningkat dan sulit diobati. Pada anak, mukopus yang
tertelan dapat menyebabkan gastroenteritis.

Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan fisik dengan rinoskopi anterior dan
posterior, pemeriksaan naso-endoskopi sangat dianjurkan untuk diagnosis yang
lebih tepat dan dini. Tanda khas ialah adanya pus di meatus medius (pada sinusitis
maksila dan etmoid anterior dan frontal) atau di meatus superior (pada sinusitis
etmoid posterior dan sfenoid).
5
Pada rinosinusitis akut, mukosa edema dan hiperemis. Pada anak sering ada
pembengkakan dan kemerahan di daerah kantus medius. Pemeriksaan penunjang
yang penting adalah foto polos atau CT scan. Foto polos posisi waters, PA dan
lateral, umumnya hanya mampu menilai kondisi sinus-sinus besar seperti sinus
maksila dan frontal. Kelainan akan terlihat perselubungan, bartas udara-cairan (air
fluid level) atau penebalan mukosa.
Pemeriksaan mikrobiologik dan tes resistensi dilakukan dengan mengambil
sekret dari meatus medius/ superior,untuk mendapatkan antibiotik yang tepat
guna. Lebih baik lagi bila diambil sekret yang keluar dari sinus maksila.
Sinuskopi dilakukan dengan pungsi menembus dinding medial sinus maksila
melalui meatus inferior, dengan alat endoskop bias kondisi sinus maksila yang
sebenarnya, selanjutnya dapat dilakukan irigasi sinus untuk terapi.

Pemeriksaan fisik.

Inspeksi
Yang diperhatikan adalah adanya pembengkakkan pada muka. Pembengkakkan
di pipi sampai kelopak mata bawah yang bewarna kemerah-merahan mungkin
menunjukkan adanya sinusitis maksilla akut. Pembengkakkan di kelopak mata
atas mungkin menunjukkan sinusitis frontal akut. Sinusitis etmoid akut jarang
menunjukkan pembengkakkan diluar kecuali jika sudah terbentuk abses.1

Palpasi
Nyeri tekan pada pipi dan nyeri ketuk di gigi menunjukkan adanya sinusitis
maksilla. Pada sinusitis fronbtal terdapat nyeri tekan di dasar sinus frontal, yaitu
pada bagian medial atap orbita. Sinusitis etmoid menyebabkan rasa nyeri tekan di
daerah kantus medius.

Transiluminasi
Mempunyai manfaat yang terbatas, hanya dapat dipakai untuk meriksa sinus
maksilla dan frontal, bila pemeriksaan radiologi tidak tersedia. Bila pada
pemeriksaan transiluminasi tampak gelap di daerah infra orbita maka mungkin
antrumterisi oleh pus ataumukosa antrum menebal atau terdapat neoplasma di
6
dalam antrum. Bila terdapat kista yang besar di dalam sinus maksilla akan tampak
terang pada pemeriksaan transiluminasi sedangkan pada foto rontgen tampak
adanyan perselubungan berbatas tegas di dalam sinus maksilla.

Diagnosis Banding

Penatalaksanaan
Prinsip pengobatan ialah membuka sumbatan di Kompleks Ostium Meatal
sehingga drenase dan ventilasi sinus-sinus pulih secara alami. Adapun terapi yang
diberikan adalah sebagai berikut:

A. Antibiotik
Antibiotic yang digunakan adalah golongan penisilin seperti amoksisilin. Jika
diperkirakan kuman telah resisten atau memproduksi beta laktamase maka dapat
diberikan amoksisilin-klavulanat atau jenis sefalosporin generasi ke-2. Antibiotic
diberikan selama 10 14 hari meskipun gejala klinis sudah hilang. Pada sinusitis
kronik diberikan antibiotic yang sesuai untuk kuman gram negative dan anaerob.

B. Dekongestan
Dekongestan diberikan untuk membuka sumbatan ostium sinus dan
menghilangkan pembengkakan mukosa. Selain dekongestan oral dan topical,
terapi lain dapat diberikan, seperti analgetik, mukolitik, steroid oral atau topical,
pencucian rongga hidung dengan NaCl atau pemanasan (diatermi).

C. Antihistamin
Antihistamin tidak rutin diberikan, karena sifat antikolinergiknya dapat
menyebabkan secret jadi lebih kental. Bila ada alergi berat sebaiknya diberikan
antihistamin generasi ke-2.

D. Imunoterapi
Imunoterapi dapat dipertimbangkan jika pasien menderita kelainan alergi yang
berat.

7
E. Irigasi sinus maksila (proetz displacement therapy)
F. Tindakan operasi
Bedah sinus endoskopi fungsional (BSEF/FESS) merupakan operasi terkini untuk
sinusitis kronik ytang memerlukan operasi. Tindakan ini telah mengantikan
hamper semua jenis bedah sinus terdahulu karena memberikan hasil yang lebih
memuaskan dan tindakan lebih ringan dan tidak radikal. Indikasinya berupa :1
Sinusitis kronik yang tidak membaik setelah terapi adekuat.
Sinusitis kronik disertai kista atau kelainan yang irreversible
Polip ekstensif, adanya komplikasi sinusitis serta sinusitis jamur.

Komplikasi
Komplikasi sinusitis telah menurun secara nyata sejak ditemukannya
antibiotik. Komplikasi berat biasanya terjadi pada sinusitis akut atau pada sinusitis
kronik dengan eksaserbasi akut, berupa komplikasi orbita atau intracranial.

1. Kelainan orbita
Disebabkan oleh kelainan sinus paranasal yang berdekatan dengan mata atau
orbita. Yang paling sering ialah sinusitis etmoid, kemudian sinusitis frontal dan
maksila. Penyebaran infeksi terjadi melalui tromboflebitis dan perkontinuitatum.
Kelainan yang dapat timbul ialah edema palpebra, selulitis orbita, abses
periosteal, abses subperiostal, abses orbita, dan selanjutnya dapat terjadi
thrombosis sinus kavernosus.

2. Kelainan intrakranial
Dapat berupa meningitis, abses ekstradural atau subdural, abses otak, dan
thrombosis sinus kavernosus.

Komplikasi juga dapat terjadi pada sinusitis kronis, berupa:


1. Osteomielitis dan abses subperiostal.
Paling sering timbul akibat sinusitis frontal dan biasanya ditemukan pada anak-
anak. Pada osteomielitis sinusmaksila dapat timbul fistula oroantral atau fistula
pada pipi.

8
2. Kelainan paru.
Bronchitis kronik dan bronkiektasis yaitu adanya kelainan sinus paranasal
disertai dengan kelainan paru. Ini disebut dengan sinobronkitis. Selain itu dapat
juga menyebabkan kambuhnya asma bronchial yang sukar dihilangkan sebelum
sinusitisnya disembuhkan.

Prognosis

PEMERIKSAAN RADIOLOGI PADA SINUSITIS


Pemeriksaan radiologis untuk mendapatkan informasi dan untuk
mengevaluasi sinus paranasal adalah:

1.Pemeriksaan foto kepala dengan berbagai posisi yang khas

2.Pemeriksaan tomogram

3.Pemeriksaan CT-Scan

Pada pasien-pasien dengan keluhan klinis khas yang mengarah pada dugaan
adanya sinusitis, antara lain pilek kronik, nyeri kepala, nyeri kepala satu sisi, nafas
berbau, atau kelainan-kelainan lain pada sinus paranasal misalnya mukokel,
pembentukan cairan dalam sinus-sinus, atau tumor, trauma sekitar sinus paranasal,
diperlukan informasi mengenai keadaan sinus tersebut.

Dengan pemeriksaan radiologis tersebut para ahli radiologi dapat


memberikan gambaran anatomi atau variasi anatomi, kelainan-kelainan patologis
pada sinus paranasal dan struktur tulang sekitarnya, sehingga dapat memberikan
diagnosis yang lebih dini.

1. Pemeriksaan Foto Kepala

Pemeriksaan foto kepala untuk mengevaluasi sinus paranasal terdiri atas


berbagaimacam posisi, antara lain:

a. Foto kepala posisi anterior-posterior (AP atau posisi Caldwell)

b. Foto kepala lateral

9
c. Foto kepala posisi Waters

d. Foto kepala posisi Submentoverteks

e. Foto Rhese

f. Foto basis kranii dengan sudut optimal

g. Foto proyeksi Towne

Pemeriksaan foto polos kepala adalah pemeriksaan yang paling baik dan paling
utama untuk mengevaluasi sinus paranasal. Karena banyaknya unsur-unsur tulang
dan jaringan lunak yang tumpang tindih pada daerah sinus paranasal, kelainan
jaringan lunak, erosi tulang kadang sulit di evaluasi. Pemeriksaan ini dari sudut
biaya cukup ekonomis dan pasien hanya mendapat radiasi yang minimal.

Semua pemeriksaan harus dilakukan dengan proteksi radiasi yang baik, arah
sinar yang cukup teliti dan digunakan fokal spot yang kecil. Posisi pasien yang
paling baik adalah posisi duduk. Apabila dilakukan pada posisi tiduran, paling
tidak posisi Waters dilakukan pada posisi duduk. Diusahakan untuk memperoleh
hasil yang dapat mengevaluasi adanya air fluid level dalam sinus-sinus. Apabila
pasien tidak dapat duduk, dianjurkan untuk melakukan foto lateral dengan film
diletakkan pada posisi kontralateral dengan sinar X horizontal.

Pemeriksaan kepala untuk mengevaluasi sinus paranasal terdiri atas berbagai


macam posisi, antara lain:

a. Foto kepala posisi anterior-posterior (posisi Caldwell)

Foto ini diambil pada posisi kepala menghadap kaset, bidang midsagital kepala
tegak lurus pada film. Posisi ini didapat dengan meletakkan hidung dan dahi
diatas meja sedemikian rupa sehingga garis orbito-meatal (yang menghubungkan
kantus lateralis mata dengan batas superior kanalis auditorius eksterna) tegak
lurus terhadap film. Sudut sinar rontgen adalah 15 derajat kraniokaudal dengan
titik keluarnya nasion. Foto Rontgen ini digunakan untuk melihat kelainan
pada bagian depan maksila dan mandibula, gambaran sinus frontalis, sinus
ethmoidalis, serta tulang hidung.

10
!

Gambar 1. Posisi Caldwell

b. Foto kepala lateral

Foto lateral kepala dilakukan dengan kaset terletah sebelah lateral dengan
sentrasi diluar kantus mata, sehingga dinding posterior dan dasar sinus maksila
berhimpit satu sama lain. Foto Rontgen ini digunakan untuk melihat keadaan
sekitar lateral tulang muka, diagnosa fraktur dan keadaan patologis tulang
tengkorak dan muka.

Gambar 2. Posisi lateral

c. Foto kepala posisi Waters

11
Posisi ini yang paling sering digunakan. Pada foto waters, secara ideal piramid
tulang petrosum diproyeksikan pada dasar sinus maksilaris. Maksud dari posisi ini
adalah untuk memproyeksikan tulang petrosus supaya terletak dibawah antrum
maksila sehingga kedua sinus maksilaris dapat dievaluasi seluruhnya. Hal ini
didapatkan dengan menengadahkan kepala pasien sedemikian rupa sehingga
dagu menyentuh permukaan meja. Bidang yang melalui kantus medial mata dan
tragus membentuk sudut lebih kurang 37 derajat dengan film. Foto waters
umumnya dilakukan pada keadaan mulut tertutup. Pada posisi mulut terbuka akan
dapat menilai daerah dinding posterior sinus sphenoid dengan baik. Foto Rontgen
ini digunakan untuk melihat sinus maksilaris, sinus ethmoidalis, sinus
frontalis, rongga orbita, sutura zigomatiko frontalis, dan rongga nasal.

Gambar 3. Posisi Waters

12
Gambar 3a. Posisi Waters mulut terbuka Gambar 3b. Posisi waters mulut tertutup

d. Foto kepala posisi Submentoverteks

Posisi submentoverteks diambil dengan meletakkan film pada vertex, kepala


pasien menengadah sehingga garis infraorbito meatal sejajar dengan film. Sentrasi
tegak lurus kaset dalam bidang midsagital melalui sella tursika ke arah vertex.
Banyak variasi-variasi sudut sentrasi pada posisi submentoverteks, agar supaya
mendapatkan gambaran yang baik pada beberapa bagian basis kranii, khususnya
sinus frontalis dan dinding posterior sinus maksilaris. Foto ini bisa digunakan
untuk melihat dasar tengkorak, posisi kondilus, sinus sphenoidalis, lengkung
mandibula, dinding lateral sinus maksila, dan arcus zigomatikus.

Gambar 4. Posisi Submentovertikal

e. Posisi Rhese

Posisi rhese atau oblik dapat mengevaluasi bagian posterior sinus etmoid,
kanalis optikus dan lantai dasar orbita sisi lain.

13
Gambar 4. Posisi rhese

f. Foto proyeksi Towne

Posisi towne diambil denga berbagai variasi sudut angulasi antara 30-60 ke
arah garis orbitomeatal. Sentrasi dari depan kira-kira 8 cm di atas glabela dari foto
polos kepala dalam bidang midsagital. Proyeksi ini adalah posisi yang paling baik
untuk menganalisis dinding posterior sinus maksilaris, fisura orbita inferior,
kondilus mandibularis, dan arkus zigomatikus posterior. Foto Rontgen ini
digunakan untuk pasien yang kondilusnya mengalami perpindahan tempat dan
juga dapat digunakan untuk melihat dinding postero lateral pada maksila.

Gambar 7. Posisi Towne

14
2. Pemeriksaan Tomogram.

Pemeriksaan tomogram pada sinus paranasal biasanya digunakan


multidirection tomogram. Sejak digunakannya CT-Scan, pemeriksaan tomogram
penggunaannya agak tergeser. Tetapi pada fraktur daerah sinus paranasal,
pemeriksaan tomogram merupakan suatu tehnik yang terbaik untuk menyajikan
fraktur-fraktur tersebut dibandingkan dengan pemeriksaan aksial dan coronal CT-
Scan. Pemeriksaan tomogram biasanya dilakukan pada kepala dengan posisi AP
atau Waters.

3. Pemeriksaan Komputer Tomografi CT-Scan

Pemeriksaan CT-Scan sekarang merupakan pemeriksaan yang sangat unggul


untuk mempelajari sinus paranasal, karena dapat menganalisis dengan baik
tulang-tulang secara rinci dan bentuk-bentuk jaringan lunak. Irisan aksial
merupakan standar pemeriksaan paling baik yang dilakukan dalam bidang inferior
orbitomeatal (IOM), dengan irisan setebal 5 mm, dimulai dari sinus maksilaris
sampai sinus frontalis. Pemeriksaan ini dapat menganalisis perluasan penyakit
dari gigigeligi, sinus-sinus dan palatum, terrmasuk ekstensi intrakranial dari sinus
frontalis.

Gambar 8a. CT-scan potongan koronal


15
!

Gambar 8b. CT-scan potongan aksial

Irisan melalui bidang IOM dapat menyajikan anatomi paranasalis dengan baik
dan gampang dibandingkan dengan atlas standar cross section. Dapat juga
mempelajari nervus optikus dan mengevaluasi orbita. Bidang IOM berjalan sejajar
dengan paltum durum, sebagian dasar orbita, sebagian besar dasr fossa kranialis
anterior (dasar sinus nasalis, sinus-sinus etmoidalis, dan orbita). Dalam hal ini
gampang sekali membandingkan sisi kanan dan sisi kiri. Pada irisan ini dapat
memperlihatkan volum, penyakit/kelainan jaringan lunak diantara tulang-tulang
atau erosi yang kecil.

16
DAFTAR PUSTAKA

Greenfield, George B, MD, 1973, A Manual of Radiographic Positioning,


Chicago: University of Health Sciences/The Chicago Medical School.
Iskandar, N. et al. Buku Ajar Telinga Hidung Tenggorokan Ed 7. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. 2010.
Lloyd GA., et al. Diagnostic Imaging Of The Nose And Paranasal Sinuses.
cited from : < https://ncbi.nlm.nih.gov/m/pubmed/2754313/> on Aug 16th 2017.
14:59 WIB.
Morgan, M.A. Skull : Caldwell View. Radiopaedia. 2005.
Okeyumi, K.S. et al. Radiology Imaging In The Management of Sinusitis.
American Family Physician. 15 November 2010; 66(10):1882-1887.
Oldnall, N.J. Radiography of The Skull . Tameside General Hospital. 1998.

17

Anda mungkin juga menyukai