Anda di halaman 1dari 2

"DEKATI HATI SANG PEMBAYAR PAJAK"

"barang siapa mengajak kepada kebaikan, maka hendaknya dengan cara yang baik"

Bukankah pajak itu sesuatu yang baik ? pajak menjadi uluran tangan orang yang diberi rejeki
yang melimpah kepada orang yang belum beruntung. Kemisikinan, hampir menjadikan orang menjadi
lupa kepada kebenaran. Oleh karena itu, untuk mengajak orang kepada kebaikan, maka hendaknya cara
yang digunakan pun dengan sesuatu yang baik pula. Penegakan hukum, peningkatan pemeriksaan, dan
peningkatan punishment dalam pajak penting namun bukan faktor utama yang harus difokuskan, namun
bagaimana harus menanamkan persepsi bahwa pajak itu baik dengan meningkatkan hasil yang
seharusnya diperoleh oleh pembayar pajak atas pajak yang dibayarnya.

Seperti yang dikemukakan oleh James


0,8
Alm et all dalam jurnalnya " Why do people pay
0,7
taxes?" mengungkapkan bahwa kemauan 0,6
Compliance rate

wajib pajak untuk membayar pajak karena 0,5


mereka menghargai kinerja pemerintah atas 0,4
0,3
public goods yang dibangun dari pajak yang
0,2
mereka bayarkan. Hal ini memunculkan
0,1
persepsi wajib pajak bahwa pajak yang mereka 0
bayarkan bukan merupakan sebuah beban, 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Round
namun sebagai investasi atas uang yang telah
mereka keluarkan. Dalam penelitian tersebut p=0 p=0,02 p=0,1

juga diungkapkan bahwa peningkatan


diolah dari jurnal J. alm et al., Why do people pay taxes
kegiatan pemeriksaan atau probabilitas audit
tidak sepenuhnya linier dengan compliance wajib pajak, ketika p=0 atau tidak ada probabilitas untuk
diperiksa sama sekali tidak ada, tingkat kepatuhan dari wajib pajak masih ada dengan rata-rata 20%.
Ketika probabilitas dinaikan menjadi 2% tingkat kepatuhan meningkat signifikan ke 50.2%, namun ketika
probabilitas dinaikan 10% tingkat kepatuhan hanya meningkat ke 67,5%.

Menurut James Alm et all grafik tersebut menunjukkan bahwa wajib pajak cenderung
overweighting terhadap kemungkinan dilakukannya audit pajak. Dalam penelitian tersebut disebutkan
bahwa semisal probabilitas untuk diaudit adalah 0, namun karena ketidaktahuan wajib pajak atas
kecilnya probabilitas untuk diaudit, dan wajib pajak cenderung memiliki ketakutan yang besar
menyebabkan wajib pajak tetap patuh. Keuntungan psikologis inilah yang dapat dimanfaatkan
oleh\otoritas pajak untuk menderek kepatuhan wajib pajak.

James Andreoni et all juga mengemukakan masalah moral dan psikologis dalam jurnalnya "Tax
Compliance". Dalam penelitiannya, selain overweighting atas kemungkinan dilakukannya audit,
kepatuhan wajib pajak juga dipengaruhi oleh social stigma. Para wajib pajak mengungkapkan bahwa
mereka takut dicap sebagai cheater apabila tidak memenuhi kewajiban perpajakannya secara benar.
Namun untuk mengembangkan dan memunculkan budaya malu dan bersalah inilah yang tidak mudah,
dan menjadi tantangan bagi bangsa ini.

Merubah perspective wajib pajak dengan melakukan pendekatan personal menggunakan moral
dan psikologi sebagai alat untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak dapat menjadi pendekatan lain
bagi otoritas pajak. Merubah pola pikir orang memang sangat sulit, namun jika hal ini berhasil dilakukan,
perubahan ini akan menjadi keuntungan jangka panjang dalam hal kepatuhan wajib pajak.

" The best power to change is the force that comes within"

Anda mungkin juga menyukai