Anda di halaman 1dari 8

I Ketut Arnawa, et. al.

, Majalah Aplikasi Ipteks Ngayah, 1(1), 2010, 89-96 89

PEMANFAATAN LIMBAH KULIT BUAH KOPI ARABIKA DALAM


UPAYA PENINGKATAN KEUNTUNGAN UKM (USAHA KECIL DAN
MENENGAH) DAN PELESTARIAN LINGKUNGAN 1

I Ketut Arnawa 2 , Ni Gst.Ag.Gd. Eka Martiningsih 2 , I Made Budiasa 2


I Gede Sukarna 2
1
Program Ipteks Bagi Produk Ekspor
2
Fakultas Pertanian Universitas Mahasaraswati Denpasar,
Jl. Kamboja 11 A Denpasar

Ringkasan Eksekutif
Di Kecamatan Kintamani Kabupaten Bangli ada beberapa subak abian dan
koperasi tani yang anggotanya sebagai petani kopi arabika sekaligus melakukan
penanganan pengolahan pasca panen olah basah (wet process). Hasil wawancara
dengan kelihan (ketua) subak abian Bakti Yasa, Ketua Koperasi Tani Perkebunan
Mulih Sari, dan eksportir kopi yang ada bahwa, permasalahan yang dihadapi
UKM pada saat ini adalah bagaimana mempercepat proses pengolahan dan cara
penanganan limbah. Berkaitan dengan penanganan limbah yang belum ditangani
dengan baik, akan berpengaruh terhadap peningkatan volume ekspor. Karena
beberapa pembeli (importir) tertentu penanganan limbah merupakan salah
persyaratan yang harus dipenuhi oleh UKM. Tujuan dari program ini adalah
memberikan pembinaan kepada UKM mitra dalam mempercepat proses
pengolahan dan menangani limbah untuk peningkatan volume ekspor,
peningkatan keutungan, dan upaya pelestarian lingkungan. Metode yang
diterapkan adalah memberikan pelatihan kepada UKM mitra. Penentuan
UKM menggunakan metode purposive sampling, yaitu Subak Abian Bakt i
Yasa dan Subak Abiah Muluh Sari dengan dasar pertimbangan keduanya
orentasi produksi untuk ekspor. Setiap UKM dipilih 20 petani untuk diberi
pelatihan. Sebelum dan sesudah pelatihan diberikan pre- test dan post-test.
Hasil kegiatan dapat meningkatkan kapasitas pengupasan kulit buah dari 0,5 ton
per jam menjadi 2 ton per jam dan pemanfaatan limbah dalam satu periode
pengolahan, telah mampu meningkatkan keuntungan 4,5 % -7,5 % per tahun dan
total omzet meningkat 19,67 % - 40,34 %
Kata-kata kunci: kopi, penanganan limbah, keuntungan

Executive Summary
In Kintamani District, the Regency of Bangli, there are some traditional
farmer organizations (Subak and koperasi) which all of them actively on Arabica
Coffee cultivation and doing wet processes post harvest production. According to
interview conducted with the head of Subak Bakti Yasa, the leader of Mulih Sari
Cooperation, and the existing exporters stated that the main problems faced by
the small and medium enterprises (UKM) in the regency are how to accelerate
processing and how to manage the waste of the coffee production processes. The
waste management is one of important aspect would be implemented, because it
will influent to the volume of product export. Recently the waste treatment is one
90 I Ketut Arnawa, et. al., Majalah Aplikasi Ipteks Ngayah, 1(1), 2010, 89-96

of requirements for exporting product. The aims of this program are encouraging
small enterprises in this area in the waste treatment program due to improve the
export volume. Furthermore if the quality of product were enhanced, the coffee
farmers would gain more benefit even maintaining the environment sustainability.
This program using purposive sampling, and 40 participants from the small
enterprises (Bhakti Yasa and Mulih Sari) were trained in waste management
process. In the end of the program the participants were assessed by pre test and
post test. Finally after the training activities, the capacity of pulping process were
rose 0,5 ton to 2 ton per hours. The utilizing of whist product also give 4.5 % to
7.5 % beneficial impact per years and the rising of the coffee selling from 19.67
% to 40.34 % totally.
Keywords: coffee, waste management, benefit

A. PENDAHULUAN
Kabupaten Bangli termasuk salah satu penghasil utama kopi, dimana kopi
menjadi komoditas yang mendominasi dari sektor perkebunan, namun ekspor
kopi dari Kabupaten Bangli masih rendah yaitu rata-rata 54,88% dari ekspor kopi
Bali dengan nilai ekspor mencapai US$ 10,996.93 pada tahun 2005, US$
11,809.62 pada tahun 2006, dan ekspor pada bulan Januari tahun 2007 mencapai
US$ 848.17. Kecamatan Kintamani di Kabupaten Bangli merupakan salah satu
daerah yang cocok untuk pertumbuhan tanaman kopi. Daerah ini memiliki
ketinggian 900 s/d 1.600 m dari permukaan laut (dpl) yang merupakan syarat
tumbuh optimum untuk tanaman kopi. Total luas perkebunan di Kintamani 8.949
ha, dari luasan tersebut 5.656 ha diantaranya merupakan lahan pertanaman kopi,
dan sisanya 2.498 ha cengkeh, 425 ha kelapa, dan 82 ha kakao (Dinas Pertanian,
Perkebunan dan Perhutanan, 2006).
Kopi yang diusahakan petani di Kintamani adalah kopi arabika yang
merupakan sumber pendapatan penting bagi petani. Potensi mutu citarasa kopi
arabika dari Kintamani cukup baik dan ukuran bijinya besar-besar. Sebagian telah
berhasil di-pasarkan ke segmen spesialty, demikian pula sebagian besar petani
telah melaksanakan praktek budidaya yang baik, tetapi cara pengolahan pasca
panen sebagain besar secara kering sehinga mutunya kurang baik.
Kopi arabika Kintamani berpeluang untuk mendapatkan perlindungan
Indikasi Geografis (IG) dengan dasar pertimbangan antara lain; bermutu baik,
masyarakat berhasrat untuk menjaganya, dikenal sebagai geography coffee,
memiliki sejarah yang unik, agrosistem yang cocok untuk kopi arabika dan sistem
pertaniannya homogen, ketinggian > 1.000 m dpl, petani telah memiliki
kelembagaan yang kuat (subak abian), menajemen pertanaman khas dan relatif
homogen yang didasarkan pada pengetahuan tradisional, merupakan produk
penyegar yang sangat dipengaruhi oleh alam dan budaya setempat, nama Bali
sangat dikenal di sektor pariwisata khususnya sebagai sumber barang-barang unik
(Surif, 2006).
Perlindungan IG diakui secara internasional berdasarkan perjanjian TRIPS
yang merupakan salah satu lampiran dalam akta pendirian WTO. IG merupakan
indikasi yang dapat menerangkan dengan jelas bahwa suatu produk berasal dari
suatu kawasan atau wilayah tertentu suatu negara, memiliki kualitas baik,
I Ketut Arnawa, et. al., Majalah Aplikasi Ipteks Ngayah, 1(1), 2010, 89-96 91

reputasi (ketenaran) dan atau sifat-sifat lainnya yang secara mendasar (esensial)
terkait erat dengan asal geografisnya (Surif, 2006).
Beberapa langkah yang perlu dilakukan untuk pengembangan agribisnis
kopi arabika Kintamani adalah perbaikan mutu kopi biji (penanganan pasca
panen) dan sistem pemasaran agar dapat masuk ke segmen pasar specialty
(gaument, organik, fairtrade), peningkatan produktivitas lahan melalui
peningkatan produktivitas tanaman kopi, diversifikasi tanaman, diversifikasi
dengan ternak, pengembangan industri hilir dan memberikan perlindungan hukum
(HKI) terhadap produk khas daerah dalam hal ini kopi arabika Kintamani.
Sampai saat ini subak abian/Koperasi tani tersebut di atas memasarkan
kopi hasil olahannya lewat PT. Indo Cafco dan PT. TAM dan selanjutnya kedua
perusahaan ini mengekspor ke beberapa negara Timur Tengah, Jepang, Australia,
Denmark, Belanda, USA, Korea dan Taiwan lewat Surabaya sehingga tidak
tercatat pada Dinas Perdagangan dan Perindustrian Bali.
Sebagai bahan baku pengolahan adalah kopi glondong merah yang
sebagian besar bersumber dari petani anggota subak. Kendala yang dihadapi
dalam orientasi ekspor adalah kemampuan subak abian/Koperasi tani belum
optimal dalam memproduksi kopi baik secara kualitas maupun kuantitas.
Berkaitan dengan kualitas yang menjadi permasalahan adalah teknik pengolahan
basah (wet Process) dan keterbatasan baik keterampilan maupun alat/mesin yang
dimiliki. Kendala yang berkaitan dengan teknik pengupasan kulit buah meskipun
telah menggunakan teknologi mesin pulper pinalense, kapasitas mesin relatif
rendah yaitu 0,5 ton per jam, oleh karena itu perlu diupayakan untuk
meningkatkan kapasitasnya..
Potensi limbah kulit buah dengan proses olah basah (wet process) sangat
besar, karena secara fisik limbah kulit buah kopi sekitar 48 % dari total berat
buah kopi gelondong basah. Pada tahun 2010 UKM mitra Subak abian Bakti
Yasa, mampu mengolah kopi gelondong basah 215 ton, berarti potensi limbah
mencapai 103,2 ton dan Koperasi Tani Perkebunan Mulih Sari, kopi gelondong
basah yang diolah mencapai 395,4 ton, berarti potensi limbah mencapai 189 ton,
sehingga potensi limbah tersebut perlu dimanfaatkan baik untuk menambah
keuntungan UKM juga untuk menjaga pelestarian lingkungan, karena limbah
yang tidak ditangani dengan baik akan dapat menimbulkan pencemaran
lingkungan dan menurunkan volume ekspor, karena beberapa pembeli
mensyaratkan penanganan limbah dalam pembelianya.
Berkaitan dengan proses olah basah, kendala yang dijumpai adalah
kapasitas pengupasan kulit buah yang relatif rendah dan potensi limbah kulit buah
belum mampu ditangani dengan baik. Tujuan dari program ini adalah pembinaan
terhadap UKM mitra dalam mengatasi kendala kapasitas pengupasan kulit buah
dan pemanfaatan limbah kulit buah dalam upaya peningkatan volume ekspor,
keuntungan UKM dan pelestarian lingkungan.

B. SUMBER INSPIRASI
Kendala yang dihadapi mitra yang terkait dengan masalah pemanfaatan
limbah kulit buah dalam upaya peningkatan volume ekspor, peningkatan
keuntungan UKM dan pelestarian lingkungan antara lain: (1) Aspek peralatan
produksi, meliputi : membantu UKM mendapatkan peralatan untuk mempercepat
92 I Ketut Arnawa, et. al., Majalah Aplikasi Ipteks Ngayah, 1(1), 2010, 89-96

proses pengolahan kopi (wet process) dan latihan menggunakannya; (2)


Pembinaan teknik penanganan limbah, pembinaan penanganan limbah kopi
sangat perlu diberikan, karena limbah yang tidak ditangani dengan baik akan
dapat menimbulkan pencemaran lingkungan.

C. METODE
Metode yang diterapkan adalah memberikan pelatihan Ipteks kepada
UKM mitra. Penentuan UKM menggunakan metode purposive sampling,
yaitu Subak Abian Bakti Yasa dan Subak Abiah Muluh Sari dengan dasar
pertimbangan keduanya orentasi produksi untuk ekspor. Setiap UKM dipilih
20 petani untuk diberi pelatihan, berupa teori yang dilaksanakan di dalam
kelas dan dilanjutkan dengan praktek di lapangan. Untuk mengetahui
efektivitas pelatihan, sebelum dan sesudah pelatihan diberikan pre- test dan
post-test.

D. KARYA UTAMA
Pada tahun kedua program ini menghasilkan karya utama berupa (1)
peningkatan kapasitas peralatan mesin pengupasan kulit buah (pulper), pengadaan
mesin sortasi, dan mesin sangrai (2) pemanfaatan limbah kulit buah untuk
peningkatan keuntungan UKM dan pelestarian lingkungan.

E. ULASAN KARYA
1. Aspek Peralatan Produksi
Pada kegiatan ini membantu UKM mendapatkan peralatan untuk
mempercepat proses pengolahan kopi (wet process) dan latihan menggunakannya.
Selama ini UKM telah menggunakan mesin pulper pinalense untuk pengupasan
kulit buah, namun demikian karena mesin sudah digunakan cukup lama, beberapa
komponen dari mesin ini sudah tidak berfungsi secara optimal, karena cara
penggunaan yang kurang baik (human error), atau kemasukan benda asing, hasil
wawancara dengan ketua UKM mengatakan bahwa mesin tersebut pernah
kemasukan paku, gunting pangkas, sehingga bouble plat komponen utama dari
mesin pulper tersebut banyak yang rontok. Bouble plat adalah alat utama untuk
pengelupas kulit buah, alat ini sangat selektif dalam memilih kulit buah yang
dikelupas, yaitu hanya kulit buah kopi yang berasal dari kopi gelondong merah
saja yang terkelupas, sedangkan yang berasal dari kopi bukan gelondong merah
(kopi yang masih hijau/muda) akan luput dari alat ini. Karena bouble plat tidak
berfungsi secara optimal, maka kapasitas produksi mesin pulper pinalense saat ini
rendah, yaitu hanya mencapai 0,5 ton per jam, sehingga diperlukan
perbaikan/penggantian bouble plat pada mesin pulper pinalense untuk dapat
meningkatkan kapasitas produksinya. Pengadaan boble plat dipesan dari negara
Brasil, sebelumnya sudah dicoba untuk memperolehnya di Surabaya dan Malang,
tetapi tidak ada yang cocok, dan hal ini dapat dipahami karena pulper pinalense
dimpor dari Brasil. Dengan penggantian buoble plat ini kapasitas mesin dapat
ditingkatkan mencapai 2 ton per jam.
Pada kegiatan ini UKM Mulih Sari juga dibantu peralatan mesin sortasi,
mesin yang ada sebelumnya tidak berfungsi optimal dan UKM memilih
melakukan sortasi secara manual, dengan pengadaan mesin sortasi yang
I Ketut Arnawa, et. al., Majalah Aplikasi Ipteks Ngayah, 1(1), 2010, 89-96 93

kemampuan kapasitas produksinya mencapai 1 ton per jam, dengan lubang


ayakan telah disesuaikan dengan grade kopi yang dinginkan, sehingga
peningkatan volume ekspor UKM akan mudah dapat direalisasikan. Sedangkan
untuk UKM Bakti Yasa dibantu dalam pengadaan mesin Sangrai, mesin
sebelumnya mempunyai kendala dalam pengadaan bahan bakar yaitu solar yang
kadang-kadang sulit diperoleh, oleh karena itu pada kegiatan ini UKM dibantu
dengan mesin sangrai dengan bahan bakar Gas yang mudah diperoleh di lokasi
kegiatan. Hal ini sejalan dengan kebijakan pemerintah dalam kompersi bahan
bakar minyak tanah dengan bahan bakar Gas, sehingga bahan bakar gas relatif
mudah diperoleh.
Total kenaikan volume ekspor dari pengadaan peralatan tersebut di atas
mencapai 19,67 % - 40,34 %. UKM Mulih Sari mampu menaikan volume ekspor
senilai Rp 189.741.860,00 yaitu dari kegiatan tahun pertama volume ekspor
senilai Rp 980.000.000,00meningkat pada tahun kedua menjadi Rp.
1.140.000.000,00 dan pada UKM Bakti Yasa mampu meningkatkan volume
ekspor senilai Rp 281.695.194,00 yaitu dari tahun pertama kegiatan nilai volume
ekspor Rp. 698.304.806,00 meningkat menjadi Rp. 950.258.140,00.

Gambar 1 : Bouble plat dan Mesin Pulper Pinalense

2. Aspek Proses Produksi


Pemanfaatan limbah kulit buah untuk peningkatan keuntungan UKM dan
pelestarian lingkungan. Pembinaan penanganan limbah kopi sangat perlu
diberikan, karena limbah yang tidak ditangani dengan baik akan dapat
menimbulkan pencemaran lingkungan. Dengan melihat potensi yang cukup besar
dari limbah kulit buah kopi cara olah basah (wet prosses) sehingga diperlukan
teknologi untuk memanfaatkannya. Selama ini limbah di lokasi kegiatan terbuang
begitu saja, limbah tersebut kalau dimanfaatkan langsung sebagai pakan ternak
memiliki beberapa kelemahan antarara lain; kandungan gizi terutama proteinnya
relatif rendah, kandungan serat kasar relatif tinggi, mengandung senyawa yang
dapat menghambat pertumbuhan ternak dan kandungan airnya tinggi sehingga
mudah rusak.
Untuk mengatasi hal tersebut dapat dilakukan dengan proses pengolahan,
sehingga mutu gizinya dapat ditingkatkan disamping juga daya simpannya dapat
diperpanjang. Dalam proses pengolahan diperlukan beberapa tahapan yaitu:
fermentasi, pengeringan, penggilingan, pengemasan dan penyimpanan. Proses
fermentasi dilakukan untuk menghasilkan mutu gizi limbah dan menekan kadar
senyawa yang dapat menghambat pencernaan pada ternak. Hasil penelitian
Guntoro dkk. (2004) menemukan fermentasi dengan Aspergillus niger dapat
94 I Ketut Arnawa, et. al., Majalah Aplikasi Ipteks Ngayah, 1(1), 2010, 89-96

meningkatkan kandungan protein limbah kopi dari 7,9% menjadi 12,41% dan
dapat digunakan sebagai pakan ternak yang bermutu. Sehingga limbah kulit buah
kopi tersebut seluruhnya dapat dimanfaatkan untuk mengganti dedak sebagai
komponen penting dalam ransum ternak, baik ternak (sapi, kambing, kerbau)
maupun ternak non ruminansia (ayam, itik, dan babi).
Sebelum digunakan Aspergillus niger terlebih dahulu perlu diaktivasi
dengan menggunakan air bersih yang steril, ditambah gula pasir, Urea dan NPK.
Untuk membuat larutan 10 liter Aspergillus niger diperlukan 10 liter air, 100 gr
gula pasir, 100 gr Urea, 50 gr NPK dan 100 gr Aspergillus niger. Semua bahan
tersebut dilarutkan di dalam ember yang bersih dan diaduk, selanjutnya dilakukan
proses aerasi dengan aerator selama 24 36 jam. Limbah kulit buah kopi yang
telah siap difermentasi ditaburkan pada permukaan media setebal 5 10 cm,
selanjutnya disiram dengan larutan Aspergillus niger, dengan cara yang sama
dapat dilakukan beberapa tumpukan kulit buah diatasnya. Penyiraman dapat
dilakukan dengan gembor atau sprayer. Tumpukan limbah tersebut kemudian
ditutup dengan menggunakan karung goni atau palstik yang bersih selama 4 5
hari.
Selanjutnya dilakukan proses pengeringan. Pengeringan dapat dilakukan di
bawah sinar matahari atau dengan menggunakan alat (dryer) dengan tujuan untuk
menghentikan proses fermentasi. Disamping itu pengeringan juga bertujuan untuk
mempermudah proses penggilingan serta memperpanjang daya simpan.
Pengeringan dilakukan hingga kadar airnya mencapai 12 14 % yang ditandai
dengan perubahan tekstur yang mengeras dan warna menjadi kehitaman.
Penggilingan dilakukan untuk memperoleh olahan limbah yang bentuknya lebih
lembut (seperti tepung) sehingga mudah untuk dimakan dan dicerna oleh ternak.
Penggilingan secara efisien bisa dilakukan dengan menggunakan alat atau mesin
penggiling, dalam proses penggilingan dapat diatur bentuk dan ukuran tepung
yang dikehendaki. Untuk pakan ternak ruminansia (sapi, kambing) bisa agak
kasar, sedangkan untuk babi dan ayam sebaiknya bentuknya lebih lembut. Tepung
hasil olahan limbah dapat langsung diberkan pada ternak, dapat pula disimpan
dalam waktu yang cukup lama (6-10 bulan). Agar tepung limbah tidak cepat
rusak dan mutunya dapat dipertahankan, dalam penyimpanan tepung perlu
dikemas. Pengemasan dapat dilakukan menggunakan wadah kantong plastik yang
ditutup rapat sehingga tidak kemasukan serangga atau mikr iorginsme
pengganggu.
Pelatihan pemanfaatan limbah kulit buah kopi dilakukan dalam dua tahap
yaitu, dalam bentuk penyuluhan di dalam kelas dan kemudian dilanjutkan dengan
praktek langsung di lapangan. Untuk mengukur efektivitas penyuluhan
dilaksanakan pre-test dan post-test. Hasil kegiatan menunjukkan ada peningkatan
pengetahuan petani tentang pemanfaatan limbah buah kopi, kategori tahu
meningkat 15 % dari 20% menjadi 35 %, kategori cukup tahu meningkat 17%
dari 48 % menjadi 65 % dan kategori tidak tahu menurun dari 37 % menjadi 0%.
Hal ini menunjukan sebenarnya pengetahuan petani tentang pemanfaatan limbah
buah kopi untuk meningkatkan keuntungan UKM cukup baik yaitu, 65 %
termasuk dalam kategori cukup tahu, namun demikian praktek pembuatan pakan
ternak dari limbah kulit buah kopi masih mengalami kendala karena kesulitan
dalam proses pengeringan ini mungkin karena dampak dari perubahan iklim
I Ketut Arnawa, et. al., Majalah Aplikasi Ipteks Ngayah, 1(1), 2010, 89-96 95

sehingga musim hujan relatif panjang dan tidak menentu. Pemanfaatan limbah
kulit buah untuk pakan ternak, telah mampu memberikan tambahan keuntungan
bagi UKM mencapai 4,5 % - 7,5 %. Tambahan keuntungan dari pemanfaatan
limbah kulit buah kopi pada UKM Mulih Sari mencapai Rp. 8.538.300,- dan pada
UKM Bakti Yasa mencapai Rp. 5.841.770,- per periode pengolahan

Gambar 2: Limbah Kulit Buah Kopi

Gambar 3 : Pakan Ternak dari Limbah Kulit Buah Kopi

F. KESIMPULAN
Hasil kegiatan utama pada tahun kedua terdiri dari dua aspek yaitu; aspek
peralatan produksi, dan aspek proses produksi hasil kegiatan telah mampu
menambah keuntungan UKM 4,5 % - 7,5 % meningkatkan volume omzet 19,67
% - 40,34 % per tahun, penambahan investasi 10% dan perluasan pemasaran di
tingkat regional dan di tingkat internasional yaitu ke negara Korea

G. DAMPAK DAN MANFAAT KEGIATAN


Dengan optimalnya kapasitas mesin dan meningkatnya kemampuan UKM
dalam menggunakannya untuk mempercepat proses produksi seperti: mesin
pulper pinalense, untuk pengupasan kulit buah, mesin sortasi, untuk menentukan
mutu hasil (grade) maka UKM akan dapat memenuhi permintaan ekspor kopi
specialty grade 1-2. Hal ini akan memacu UKM untuk meningkatkan produksinya
96 I Ketut Arnawa, et. al., Majalah Aplikasi Ipteks Ngayah, 1(1), 2010, 89-96

karena harganya yang lebih tinggi dari harga yang diterima sebelumnya. Dan
mesin sangrai untuk proses pengolahan kopi bubuk untuk meningkatkan omzet
permintaan pasar lokal. Meningkatnya kemampuan UKM dalam memanfaatkan
limbah produksi untuk pakan ternak dapat menambah keuntungan dan
keberlanjutan dalam proses produksi, karena limbah yang tidak ditangani dengan
baik dapat menimbulkan pencemaran lingkungan, kerusakan pada tanaman,
karena proses pengolahan dilakukan pada areal budidaya.

H. DAFTAR PUSTAKA
(1) Departemen Pertanian, 2002. Pedoman Teknologi Pengolahan Kopi.
Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan Direktorat
Jendral Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian.
Departemen Pertanian Jakarta.
(2) Dinas Perdagangan dan Perindustrian Bali, 2007. Realisasi Ekspor
Daerah Bali, Denpasar.
(3) Dinas Pertanian, Perkebunan dan Perhutanan Bangli, 2007. Luas Areal
dan Produksi Komoditi Perkebunan. Bangli.
(4) Guntoro Suprio, Made Rai Yasa, Rubiyo, Nyoman Suyasa, Maria
Sumartini, Desak Made Rai Puspa, Made Londra, Sriyanto, 2004.
Laporan Akhir Pengkajian Pengembangan Sistem Usaha Agribisnis
Ternak Kambing. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian ali, Denpasar.
(5) Retnandi dan Moeljrto Tjokrowinoto, 1991. Kopi. Kajian Sosial
Ekonomi, Aditya Media, Yogyakarta
(6) Rubiyo, Luh Kartini, I G A Mas Sari Agung, 2005. Pengaruh Dosis
Pupuk Kandang dan Lama Fermentasi terhadap Mutu Fisik dan
Citarasa Kopi Arabika Varietas S795 di Bali. Jurnal Pengkajian dan
Pengembangan Teknologi Pertanian, Volume 8 Nomor 2, Juli 2005.
(7) Spillance, James, 1990. Komoditi Kopi Peranannya dalam
Perekonomian Indonesia, Kanisius, Yogyakarta.
(8) Sri Najiyati dan Danarti, 1988. Budidaya Kopi dan Penanganan Lepas
Panen, Swadaya Jakarta.
(9) Surif, 2006. Sosialisasi Persiapan Perlindungan Indikasi Geografi (IG)
Kopi Arabika. Kerjasama Dinas Perkebunan Propinsi Bali dengan Pusat
Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia

I. PERSANTUNAN
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih
kepada (1) Direktur DP2M Dikti atas pembinaan dan dana yang telah
diberikan, (2) Ketua LP2M Universitas Mahasaraswati Denpasar atas
kesempatan dan bimbingannya, (3) Ketua Subak Abian Bhakti Yasa dan
Ketua Koperasi Mulih Sari atas kerjasamanya.

Anda mungkin juga menyukai