Anda di halaman 1dari 57

BAB II

PEMBAHASAN
2.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI SEL DARAH
a. Pengertian
Darah adalah cairan yang terdapat pada semua makhluk hidup (kecuali
tumbuhan) tingkat tinggi yang berfungsi mengirimkan zat-zat dan oksigen yang
dibutuhkan oleh jaringan tubuh, mengangkut bahan-bahan kimia hasil metabolisme,
dan juga sebagai pertahanan tubuh terhadap virus atau bakteri. Istilah medis yang
berkaitan dengan darah diawali dengan kata hemo- atau hemato- yang berasal dari
bahasa Yunani haima yang berarti darah. Darah memiliki warna merah yang berasal
dari kandungan oksigen dan karbon dioksida di dalamnya. Adanya oksigen dalam
darah diambil dengan jalan bernafas, dan zat ini sangat berguna pada peristiwa
pembakaran/metabolisme di dalam tubuh.

b. Karakteristik Darah
Darah adalah sejenis jaringan ikat yang sel-selnya (elemen pembentuknya)
tertahan dan berada dalam matriks cairan (plasma). Darah lebih berat dan lebih
kental dari pada air yaitu memiliki berat jenis 1,041-1,067 dengan temperatur 380C
dan PH 7,37-7,45. Warna darah bervariasi dari merah terang sampai merah tua
kebiruan, tergantung pada kadar oksigen yang di bawa sel darah merah. Darah pada
tubuh manusia mengandung 55% plasma darah (cairan darah) dan 45% sel-sel darah
(darah padat). Jumlah darah pada tubuh orang dewasa sebanyak kira-kira 1/13 dari
berat badan atau sekitar 4-5 liter. Jumlah darah tersebut pada setiap orang berbeda-
beda. Tergantung kepada umur, ukuran tubuh, dan berbanding terbalik dengan
jumlah jaringan adiposa pada tubuh.

c. Komponen Darah
1) Plasma Darah
a) Air (90-92 %) : sebagai pelarut, absorbsi dan pelepasan panas
b) Protein ( 3%) :
i. Albumin : dihasilkan di hati berfungsi mempertahankan tekanan
osmotik agar normal (25 mmHg)
ii. Globulin : berfungsi untuk respon imun. Berisi serum darah (Cairan
yang tidak mengandung unsur fibrinogen). Protein dalam serum inilah
yang bertindak sebagai Antibodi terhadap adanya benda asing
(Antigen). Zat antibodi adalah senyawa Gama Globulin. Tiap
antibodi bersifat spesifik terhadap antigen dan reaksinya bermacam-
macam.
- Antibodi yang dapat menggumpalkan antigen : Presipitin.
- Antibodi yang dapat menguraikan antigen : Lisin.
- Antibodi yang dapat menawarkan racun : Antitoksin.
iii. Fibrinogen ; berfungsi untuk pembekuan darah.
c) Mineral 0,9% (natrium klorida, natrium bikarbonat, garam fosfat,
magnesium, kalsium dan zat besi)
d) Bahan Organik 0,1% (glukosa, lemak, asam urat, kreatinin, kolesterol,
gliserin dan asam amino)
e) Zat hasil produksi sel, meliputi :
- Hormone
- Enzim
- Antibody
f) Zat hasil sisa metabolisme, meliputi :
- Urea
- asam ureat
g) Gas-gas pelepasan, meliputi :
- O2
- CO2
- N2

2) Sel Darah

Leukosit

Eritrosit
Tromboasist
Gambar : Sel Darah Manusia

a. Eritrosit
Merupakan bagian utama dari sel
darah. Berupa cakram kecil bikonkaf, cekung
pada kedua sisinya, sehingga dilihat dari
samping nampak seperti dua buah bulan sabit
yang saling bertolak belakang.
Pembentukan sel darah merah. Sel darah
merah dibentuk di dalam sumsum tulang, terutama dari tulang pendek, pipih dan
tak beraturan, dari jaringan kanselus pada ujung tulang pipa dan dari sumsum
dalam batang iga-iga dan dari sternum. Di dalam sumsum tulang terdapat banyak
sel pluripoten hemopoietik stem yang dapat membentuk berbagai jenis sel darah.
Sel-sel ini akan terus menerus direproduksikan selama hidup manusia, walaupun
jumlahnya akan semakin berkurang sesuai dengan bertambahnya usia.
Sel darah merah berdiameter 8 mikron, dan mempunyai ukuran ketebalan
sebagai berikut: pada bagian yang paling tebal, tebalnya 2 mikron, sedangkan
pada bagian tengah tebalnya 1 mikron atau kurang. Volume rata-rata sel darah
merah adalah sebesar 83 mikron kubik. Dalam setiap millimeter kubik darah
terdapat 5.000.000 sel darah. Strukturnya terdiri atas pembungkus luar atau
stroma, berisi massa hemoglobin.
Hemoglobin merupakan protein kompleks terdiri atas protein, globin dan
pigmen hem (mengandung besi). Jadi besi penting untuk Hb. Kebutuhan besi pria
dan wanita berbeda karena pria hanya kehilangan 1 mg besi/hari sedangkan
wanita kehilangan sampai 20 mg besi selama menstruasi normal. Hemoglobin
dirombak kemudian dijadikan pigmen Bilirubin (pigmen empedu).
Rata-rata panjang hidup darah merah kira-kira 115 hari. Sel menjadi
usang, dan dihancurkan dalam sistema retikulo-endotelia, terutama dalam limpa
dan hati. Globin dari hemoglobin dipecah menjadi asam amino untuk digunakan
sebagai protein dalm jaringan-jaringan dan zat besi dalam hem dari hemoglobin
dikeluarkan untuk digunakan dalam pembentukan sel darah merah lagi. Sisa hem
dari hemoglobin diubah menjadi bilirubin (pigmen kuning) dan biliverdin yaitu
yang berwarna kehijau-hijauan yang dapat dilihat pada perubahan warna
hemoglobin yang rusak pada luka memar.
Konsentrasi sel-sel darah merah di dalam darah pada pria normal jumlah
rata-rata sel-sel darah merah per millimeter kubik adalah 5.200.000 dan pada
wanita normal jumlahnya 4.700.000 . Jumlah sel-sel darah merah ini bervariasi
pada kedua jenis kelamin, perbedaan umur, ketinggian tempat seseorang.
Fungsi sel darah merah antara lain :
1) Sel darah merah berfungsi mengedarkan O2 ke seluruh tubuh. Sel darah
merah akan mengikat oksigen dari paruparu untuk diedarkan ke
seluruh jaringan tubuh dan mengikat karbon dioksida dari jaringan
tubuh untuk dikeluarkan melalui paruparu. Pengikatan oksigen dan
karbon dioksida ini dikerjakan oleh hemoglobin yang telah bersenyawa
dengan oksigen yang disebut oksihemoglobin (Hb + oksigen 4 Hb-
oksigen) jadi oksigen diangkut dari seluruh tubuh sebagai
oksihemoglobin yang nantinya setelah tiba di jaringan akan dilepaskan:
Hb-oksigen Hb + oksigen, dan seterusnya. Hb tadi akan bersenyawa
dengan karbon dioksida dan disebut karbon dioksida hemoglobin (Hb +
karbon dioksida Hb-karbon dioksida) yang mana karbon dioksida
tersebut akan dikeluarkan di paru-paru.
2) Berfungsi dalam penentuan golongan darah.
3) Eritrosit juga berperan dalam sistem kekebalan tubuh. Ketika sel darah
merah mengalami proses lisis oleh patogen atau bakteri, maka
hemoglobin di dalam sel darah merah akan melepaskan radikal bebas
yang akan menghancurkan dinding dan membran sel patogen, serta
membunuhnya.
4) Eritrosit juga melepaskan senyawa S-nitrosothiol saat hemoglobin
terdeoksigenasi, yang juga berfungsi untuk melebarkan pembuluh
darah dan melancarkan arus darah supaya darah menuju ke daerah
tubuh yang kekurangan oksigen.

b. Leukosit

Rupanya bening dan tidak berwarna, bentuknya lebih besar dari sel darah
merah, tetapi jumlahnya lebih kecil. Jumlah sel pada orang dewasa berkisar antara
6000 9000 sel/cc darah. Jumlah sel tersebut bergantung dari bibit
penyakit/benda asing yang masuk tubuh. Peningkatan jumlah leukosit merupakan
petunjuk adanya infeksi. Lekopeni (berkurangnya jumlah leukosit sampai di
bawah 6000 sel/cc darah), Lekositosis (Bertambahnya jumlah leukosit melebihi
normal di atas 9000 sel/cc darah).

Pembetukan sel darah putih. Sel-sel darah putih dibentuk di dalam sumsum
tulang, terutama granulosit akan disimpan di dalam sumsum sampai mereka
diperlukan di dalam sistem sirkulasi. Kemudian bila kebutuhannya meningkat,
maka bermacam-macam faktor yang akan meneyebabkan granulosit tersebut
dilepaskan. Dalam keadaan normal granulosit yang bersikulasi di dalam seluruh
aliran darah kira-kira tiga kali daripada jumlah granulosit yang disimpan dalam
sumsum. Jumlah ini sesuai dengan persediaan granulosit selama 6 hari. .
Fungsi sel darah putih antara lain :
a) Mengepung daerah yang terkena infeksi atau cedera
b) Menangkap organisme hidup dan menghancurkannya
c) Menyingkirkan bahan lain seperti kotoran-kotoran, serpihan kayu, benang
jahitan (catgut), dll dengan cara yang sama.
Sebagai tambahan granulosit memiliki enzim yang dapat memecah
protein, yang memungkinkan merusak jaringan tubuh, menghancurkan dan
membuangnya. Dengan ini jaringan yang sakit atau terluka dapat dibuang dan
dimungkinkan sembuh.
Sebagai hasil kerja fagositik dari sel darah putih, peradangan dapat
dihentikan sama sekali. Bila kegiatannya tidak dapat berhasil dengan sempurna,
maka dapat terbentuk nanah. Nanah berisi jenazah dari kawan dan lawan.
Fagosit yang terbunuh dalam perjuangannya melawan kuman yang menyerbu
masuk disebut sel nanah.
Jenis Leukosit:
1) Granulosit : Lekosit yang di dalam sitoplasmanya memiliki butir-butir
kasar (granula). Berasal dari sel induk di sumsum tulang merah dari
mieloblas menjadi mielosit sebelum berdiferensiasi menjadi salah satunya
Jenisnya adalah eosinofil, basofil dan netrofil.
i. Netrofil : (ada dua jenis sel yaitu netrofil batang dan netrofil
segmen). Disebut juga sebagai sel-sel PMN (Poly Morpho
Nuclear). Berfungsi sebagai fagosit. fungsi utamanya melindungi
terhadap benda asing yang masuk tubuh khususnya kuman dan
melenyapkan bahan limbah. Sel-sel ini tertarik ketempat infeksi
ke tempat infeksi oleh substansi kimia yang dilepaskan oleh sel-
sel cedera
ii. Eosinofil : mengandung granola berwama merah (warna eosin)
disebut juga asidofil. Berfungsi pada reaksi alergi (terutama
infeksi cacing). Banyak diantaranya bermigrasi keluar pembuluh
darah menuju daerah tubuh yang terpapar misalnya jaringan ikat
dibawah kulit, membran mukosa saluran nafas dan cerna, pelapis
vagina dan rahim. Fungsi eosinofil melindungi tubuh terhadap
bahan asing (parasit).
iii. Basofil : mengandung granula berwarna biru (warna basa).
Berfungsi pada reaksi alergi. Sel ini menggetahkan histamin, yang
menimbulkan vasodilatasi dan meningkatkan permeabilitas
dinding kapiler. Hal ini mempermudah fagosit dan substansi
protektif lain spt zat anti, tiba dicelah jaringan bersama sel mast
mengumpul didaerah radang yang menyembuh.

2) Agranulosit : Lekosit yang sitoplasmanya tidak memiliki granola.


Jenisnya adalah limfosit dan monosit.
i. Monosit : sel mononuklir besar asal sumsum tulang merah.
Beredar di dalam darah, berfungsi terutama di jaringan sesudah
berkembang menjadi makrofag. Keduanya menghasilkan
interleukin 1 yang bekerja pada hipotalamus, menaikkan suhu
badan pada infeksi dengan kuman, merangsang pembentukan
globulin oleh hati dan meningkatkan produksi limfosit T aktif.
ii. Limposit : ada dua jenis limposit
- Limposit-T, diaktifkan oleh timosin dalam kel timus
- Limposit-B, diaktifkan dalam jaringan limpoid.

c. Trombosit
Pembentukan trombosit terjadi di sumsum tulang. Trombosit merupakan
keping darah, asalnya dari sel megakariosit dalam sumsum tulang merah. Jumlah
normalnya berkisar antara 200.000 350.000 per mm3 darah. Fungsinya yaitu
memegang peranan penting dalam pembekuan darah. Jika banyaknya kurang dari
normal, maka apabila terdapat luka dan darah tidak segera membeku sehingga
timbul pendarahan yang terus menerus. Trombosit lebih dari 300.000 disebut
trombositosis. Trombosit yang kurang dari 200.000 disebut trombositopenia. Di
dalam plasma darah terdapat suatu zat yang turut membantu terjadinya peristiwa
pembekuan darah, yaitu Ca2+ dan fibrinogen. Fibrinogen mulai bekerja apabila
tubuh mendapat luka.
Di dalam trombosit terdapat banyak sekali faktor pembeku (Hemostasis)
antara lain adalah Faktor VIII (Anti Haemophilic Factor) : Jika seseorang secara
genetis trombositnya tidak mengandung faktor tersebut, maka orang tersebut
menderita Hemofili. Pada penyakit demam berdarah, jumlahnya sangat menurun
(dikatakan trombositopeni) dan pasien cenderung berdarah dibawah kulit
(purpura) atau di selaput lendir.
Interval waktu dari diferensiasi stem sel sampai dihasilkan trombosit
sekitar 7-10 hari dan dalam keadaan normal angka trombosit menunjukkan
150.000-400.000/L. Volume trombosit berkurang saat matang dalam sirkulasi
karena trombosit muda dapat memakan waktu 24-36 jam dalam limfa setelah
dibebaskan dari sumsum tulang dan sampai sepertiga pengeluaran trombosit
sumsum tulang dapat dijerat pada satu waktu dalam limfa normal.

d. Proses Pembekuan Darah


Mekanisme homeostatis dan pembekuan darah melibatkan suatu rangkaian
proses yang cepat yaitu
Vasokonstriksi
Jika pembuluh darah terpotong, trombosit pada sisi yang rusak melepas serotonin
dan tromboksan A (prostaglandin), yang menyebabkan otot polos dinding
pembuluh darah berkonstriksi. Hal ini pada awalnya akan mengurangi darah yang
hilang.
Plug Trombosit
Trombosit membengkak, menjadi lengket, dan menempel pada serabut kolagen
dinding pembuluh darah yang rusak, membentuk plug trombosit. Trombosit
melepas ADP untuk mengaktivasi trombosit lain, sehingga mengakibatkan
agregasi trombosit untuk memperkuat plug. Jika kerusakan pembuluh darah
sedikit, maka plug trombosit mampu menghentikan perdarahan. Jika
kerusakannya besar, maka plug trombosit dapat mengurangi perdarahan, sampai
proses pembekuan terbentuk.

Gambar : Proses Pembekuan Darah


Dari uraian tersebut, secara ringkas dapat disimpulkan bahwa untuk proses
pembekuan darah diperlukan trombokinase, Ca++, vitamin K, protrombin. Jika
salah satu komponen tidak ada, proses pembekuan darah akan terhambat. Hemofilia
merupakan penyakit bawaan, yaitu seseorang tidak mampu menghasilkan zat
antihemofili, sehingga darahnya sukar membeku jika terjadi luka. Penyakit itu
merupakan warisan yang diturunkan dari kedua orang tua.

e. Fungsi Darah
1) Termoregulasi (pengatur suhu tubuh)
2) Homeostasis (mengatur keseimbangan zat, pH regulator)
3) Fungsi transportasi
- Mengangkut oksigen dari paru-paru untuk diedarkan keseluruh jaringan tubuh
dan mengangkut karbon dioksida dari jaringan untuk dikeluarkan melalui paru-
paru.
- Mengambil zat-zat makanan dari usus halus untuk diedarkan dan dibagikan ke
seluruh jaringan atau alat tubuh.
- Mengangkut hormon dari kelenjar endokrin
- Mengangkat atau mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna bagi tubuh untuk
dikeluarkan melalui ginjal dan kulit.
4) Fungsi pertahanan tubuh (imuno). Sebagai pertahanan tubuh terhadap serangan
penyakit dan racun dalam tubuh dengan perantaraan leukosit dan antibody atau
zatzat anti racun.
5) Menutup luka. Kulit merupakan penghalang masuknya beberapa macam bakteri
kedalam tubuh yang dilengkapi dengan cairan berupa lendir dan zat-zat kimia.
Jika kulit rusak,misalnya luka atau lecet, kemungkinan bakteri dapat masuk. Sel
darah putih keluar dari kapiler untuk melawan bakteri yang masuk. Kalau sel
darah putih tidak dapat bertahan maka sel darah putih akan mati bersama dengan
jaringan yang berada di sekitarnya dan menimbulkan bengkak serta membentuk
nanah.
2.2 KELAINAN-KELAINAN PADA SEL DARAH

a. Sel darah merah:


Kapasitas darah mengangkut O2 tidak selalu dapat dipertahankan untuk
memenuhi kebutuhan jaringan. Terdapat kelainan-kelainan pada eritrosit yang
harus diketahui, antara lain : anemia dan polisitemia.

1. ANEMIA
Etiologi Anemia.
1. Berdasarkan ukuran sel darah merah ( Varney H,2006.;h.624)

a) Anemia mikrositik (penurunan ukuran sel darah merah)

- Kekurangan zat besi


- Talasemia (tidak efektifnya eritropoiesis dan meningkatnya hemolisis yang
mengakibatkan tidak ade kuatnya kandungan hemoglobin)
- Ganguan hemoglobin E (jenis hemoglobin genetik yang banyak di temukan
di Asia Tenggara)
- Keracuanan timah Penyakit kronis (infeksi, tumor)

b) Anemia normositik (ukuran sel darah merah normal)


- Sel darah merah yang hilang atau rusak meningkat. Kehilangan sel darah
merah akut.
- Gangguan hemolisis darah
(a) Penyakit sel sabit hemoglobin (sickle cell disease)

(b) Ganggauan C hemoglobin

(c) Sterocitosis banyak di temukan di eropa utara

(d) Kekurangan G6PD (glucose-6-phosphate dehi-drogenase)

(e) Anemia hemolitik (efek samping obat)

(f) Anemia hemolisis autoimun

- Penurunan produksi sel darah merah


(a) Anemia aplastik (gagal sumsum tulang belakang yamg mengancam jiwa)

(b) Penyakit kronis (penyakit hati, gagal ginjal, infeksi, tumor)

- Ekpansi berlebihan volume plasma pada kehamilan dan hidrasi berlebihan

c) Anemia makrositik (peningkatan ukuran sel darah merah)

- Kekurangan vitamin B12


- Kekurangan asam folat
- Hipotiroid
- Kecanduan alkohol
- Penyakit hati dan ginjal kronis

2. Penyebab anemia pada kehamilan (Cunningham G,2005;h.1464)

- Anemia defisiensi besi


- Anemia akibat kehilangan darah akut
- Anemia pada peradangan atau keganasan
- Anemia megaloblastik
- Anemia hemolitik
- Anemia aplastik
- Anemia Hipoplastik

Faktor yang mempengaruhi


1. Rendahnya asupan gizi pada makanan.
Pola makan yang kurang zat penting bagi sel darah merah seperti zat
besi, vitamin B12, dan asam folat dapat meningkatkan resiko anemia.
2. Kondisi saluran cerna
Kondisi saluran cerna dapat mempengaruhi absorbsi nutrisi yang
penting bagi pembentukan sel darah merah sehingga dapat meningkatkan
resiko anemia.Selain itu, pendarahan akibat tukak lambung, tukak
peptik, dan infeksi parasit pada salurancerna juga dapat menyebabkan
anemia.
3. Menstruasi.
Menstruasi dapat meningkatkan resiko anemia akibat kekurangan zat
besi. Kehilangan darah akibat menstruasi memicu pembentukan darah
berlebih.Apabila tidak diikuti dengan peningkatan asupan nutrisi
terutama zat besi, dapat memicu terjadinya anemiadefisiensi zat besi.
4. Kehamilan.
Kehamilan dapat meningkatkan resiko anemia akibat kekurangan zat
besi. Hal inidisebabkan tubuh harus memiliki nutrisi yang cukup untuk
tubuh ibu dan fetus,serta nutrisi untuk pembentukan sel darah
fetus.Apabila tidak dibarengi dengan asupan nutrisi yang cukup
terutama zat besi, dapat menyebabkan anemia.
5. Kondisi kronis seperti kanker, gagal ginjal atau kegagalan hati.
6. Genetik dan Sejarah keluarga
Sejarah keluarga merupakan faktor resiko untuk anemia yang
disebabkan oleh genetik, misalnya sickle-cell anemia, talasemia,
ataufancony anemia.
7. Zat kimia dan obat: beberapa obat dan zat kimia seperti benzena,
penisilin, primaquin, dan sulfasalazin dapat menyebabkan anemia.
8. Infeksi tertentu seperti gangguan pada darah dan autoimun, terkena racun kimia,
dan menggunakan beberapa obat yang berpengaruh pada produksi sel darah
merah dan menyebabkan anemia.
9. Risiko lain adalah diabetes, alkohol dan orang yang menjadi vegetarian ketat
dan kurang asupan zat besi atau vitamin B-12 pada makanannya.
(Noviyanti, 2013)

Proses Terjadinya Anemia


Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum atau
kehilangan sel darah merah secara berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum
dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi tumor atau
kebanyakan akibat penyebab yang tidak diketahui. Sel darah merah dapat hilang
melalui perdarahan atau hemplisis (destruksi), hal ini dapat akibat defek sel darah
merah yang tidak sesuai dengan ketahanan sel darah merah yang menyebabkan
destruksi sel darah merah.
Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam sel fagositik atau
dalam system retikuloendotelial, terutama dalam hati dan limpa. Hasil samping
proses ini adalah bilirubin yang akan memasuki aliran darah. Setiap kenaikan
destruksi sel darah merah (hemolisis) segera direfleksikan dengan peningkatan
bilirubin plasma (konsentrasi normal 1 mg/dl, kadar diatas 1,5 mg/dl
mengakibatkan ikterik pada sclera).
Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam sirkulasi, (pada
kelainan hemplitik) maka hemoglobin akan muncul dalam plasma
(hemoglobinemia). Apabila konsentrasi plasmanya melebihi kapasitas
haptoglobin plasma (protein pengikat untuk hemoglobin bebas) untuk mengikat
semuanya, hemoglobin akan berdifusi dalam glomerulus ginjal dan kedalam urin
(hemoglobinuria) (Fadil, 2005).

Tanda dan Gejala Anemia

Menurut Handayani & Haribowo (2008) tanda-tanda Anemia meliputi:

A. Gejala Umum anemia


Gejala anemia disebut juga sebagai sindrom anemia atau Anemic syndrome.
Gejala umum anemia atau sindrom anemia adalah gejala yang timbul pada semua
jenis Anemia pada kadar hemoglobin yang sudah menurun sedemikian rupa di
bawah titik tertentu. Gejala ini timbul karena anoksia organ target dan
mekanisme kompensasi tubuh terhadap penurunan hemoglobin. Gejala-gejala
tersebut apabila diklasifikasikan menurut organ yang terkena adalah:
a. Sistem Kardiovaskuler: lesu, cepat lelah, palpitasi, takikardi, sesak napas
saat beraktivitas, angina pektoris, dan gagal jantung.
b. Sistem Saraf: sakit kepala, pusing, telinga mendenging, mata berkunang-
kunang, kelemahan otot, iritabilitas, lesu, serta perasaan dingin pada
ekstremitas.
c. Sistem Urogenital: gangguan haid dan libido menurun.
d. Epitel: warna pucat pada kulit dan mukosa, elastisitas kulit menurun, serta
rambut tipis dan halus.

B. Gejala Khas Masing-masing anemia


Gejala khas yang menjadi ciri dari masing-masing jenis anemia adalah
sebagai berikut :
a) Anemia defisiensi besi: disfagia, atrofi papil lidah, stomatitis angularis.
b) Anemia defisisensi asam folat: lidah merah (buffy tongue)
c) Anemia hemolitik: ikterus dan hepatosplenomegali.
d) Anemia aplastik: perdarahan kulit atau mukosa dan tanda-tanda infeksi.

Aspek yang diamati dan hasil pengamatan

jumlah sel darah merah atau jumlah


hemoglobin (protein pembawa
oksigen) dalam sel darah merah
berada di bawah normal

Gambar anemia aplastik

gambar anemia megalobastik

Gambar anemia sel sabit


Pembahasan
Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar Hb dan / atau hitung eritrosit
lebih rendah dari nilai normal. Dikatakan sebagai anemia bila Hb < 14 g/dl
(normal : 14 16 g/dl) dan Ht < 40 % (normal : 40 48 vol %) pada pria atau Hb
< 12 g/dl (normal : 12 14 g/dl) dan Ht < 37% (normal : 37- 43 vol %) pada
wanita (Mnsjoer, 2001).
Anemia didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa eritrosit (red cell
mass) dan atau massa hemoglobin sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya
untuk membawa oksigen dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer (
penurunan oxygen carrying capacity) ( Lubis, 2006).
Anemia merupakan keadaan di mana masa eritrosit dan atau masa
hemoglobin yang beredar tidak memenuhi fungsinya untuk menyediakan oksigen
bagi jaringan tubuh (Handayani & Haribowo, 2008).
Dapat disimpulkan bahwa anemia merupakan suatu keadaan dimana
kadar Hb dan / atau hitung eritrosit lebih rendah dari nilai normal yaitu Hb < 14
g/dl dan Ht < 40 % pada pria atau Hb < 12 g/dl dan Ht < 37% pada wanita
sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam
jumlah yang cukup ke jaringan perifer.
Klasifikasi Anemia
1. Klasifikasi anemia berdasarkan ukuran sel
a. Anemia mikrositik : penyebab utamanya yaitu defisiensi besi dan talasemia
(gangguan Hb).
b. Anemia normositik : contohnya yaitu anemia akibat penyakit kronis seperti
gangguan ginjal.
c. Anemia makrositik : penyebab utama yaitu anemia pernisiosa, anemia akibat
konsumsi alcohol, dan anemia megaloblastik.
(wikipedia, 2014)
2. Klasifikasi Anemia Akibat Gangguan Eritropoiesis
a. Anemia Defisiensi Besi
Tidak cukupnya suplai besi mengakibatkan defek pada sintesis Hb,
mengakibatkan timbulnya sel darah merah yang hipokrom dan mikrositer.
b. Anemia Megaloblastik
Defisiensi folat atau vitamin B12 mengakibatkan gangguan pada sintesis
timidin dan defek pada replikasi DNA, efek yang timbul adalah pembesaran
prekursor sel darah (megaloblas) di sumsum tulang, hematopoiesis yang
tidak efektif, dan pansitopenia.
c. Anemia Aplastik
Sumsum tulang gagal memproduksi sel darah akibat hiposelularitas.
Hiposelularitas ini dapat terjadi akibat paparan racun, radiasi, reaksi terhadap
obat atau virus, dan defek pada perbaikan DNA serta gen.
d. Anemia Mieloptisik
Anemia yang terjadi akibat penggantian sumsum tulang oleh infiltrate sel-sel
tumor, kelainan granuloma, yang menyebabkan pelepasan eritroid pada tahap
awal.
3. Klasifikasi anemia berdasarkan etiologinya yaitu:
a. Anemia pasca pendarahan (Kehilangan darah mendadak, kehilangan darah
menahun).
b. Anemia defisiensi besi.
c. Anemia megaloblastik (defisiensi asam folat dan B12).
d. Anemia hemolitik dan anemia aplastik.

Macam-macam Anemia
1. Pemeriksaan dan pengawasan Hb dapat dilakukan dengan menggunakan alat
ahli. Hasil pemeriksaan Hb dengan sahli dapat digolongkan sebagai berikut:
a. Tidak anemia dengan Hb lebih dari 11gr%
b. Anemia ringan dengan Hb 9-10gr%
c. Anemia sedang dengan Hb 7-8gr%
d. Anemia berat dengan Hb kurang dari 7gr%
2. Berdasarkan klasifikasi WHO kadar hemoglobin pada wanita hamil dapat
dibagi 3 kategori yaitu (Manuaba, 2002):
a) Anemia Ringan : Kadar Hb 9 11 gr%
b) Anemia Sedang : Kadar Hb 7 8 gr%
c) Anemia Berat : Kadar Hb < 7 gr%
2. POLISITEMIA

Penyebab
Berikut ini adalah daftar penyebab atau kondisi yang mendasarinya yang
mungkin dapat menyebabkan polisitemia meliputi:
1. Belum jelas,
2. kelainan molekular yaitu adanya kariotip abnormal di sel induk hematopoisis
kariotip,
3. Tahun 2005 ditemukan mutasi JAK2V617F, yang merupakan hal penting
pada etiopatogenesis Polisitemia Vera.
Faktor yang mempengaruhi
Beberapa faktor dapat meningkatkan risiko lidah polisitemia berkembang:
a. Umur.
Menurut, Paru, dan Darah Institute, National Heart polycythemia lidah
lebih sering terjadi pada orang dewasa yang lebih tua dari 60. Ini jarang
terjadi pada orang muda dari 20.
b. Sex lidah polisitemia
Mempengaruhi laki-laki lebih sering daripada wanita.
c. Sejarah keluarga.
Dalam beberapa kasus, vera polycythemia tampaknya berjalan dalam
keluarga, menunjukkan bahwa faktor genetik lain selain JAK2 dapat
menyebabkan penyakit.

Proses Terjadinya
Mekanisme terjadinya polisitemia vera (PV) disebabkan oleh kelainan
sifat sel tunas (stem cells) pada sumsum tulang. Selain terdapat sel batang normal
pada sumsum tulang terdapat pula sel batang abnormal yang dapat mengganggu
atau menurunkan pertumbuhan dan pematangan sel normal. Bagaimana
perubahan sel tunas normal jadi abnormal masih belum diketahui. Progenitor sel
darah penderita menunjukkan respon yang abnormal terhadap faktor
pertumbuhan. Hasil produksi eritrosit tidak dipengaruhi oleh jumlah eritropoetin.
Kelainan-kelainan tersebut dapat terjadi karena adanya perubahan DNA yang
dikenal dengan mutasi. Mutasi ini terjadi di gen JAK2 (Janus kinase-2) yang
memproduksi protein penting yang berperan dalam produksi darah. Pada keadan
normal, kelangsungan proses eritropoiesis dimulai dengan ikatan antara ligan
eritropoietin (Epo) dengan reseptornya (Epo-R). Setelah terjadi ikatan, terjadi
fosforilasi pada protein JAK. Protein JAK yang teraktivasi dan terfosforilasi,
kemudian memfosforilasi domain reseptor di sitoplasma. Akibatnya, terjadi
aktivasi signal transducers and activators of transcription (STAT). Molekul
STAT masuk ke inti sel (nucleus), lalu mengikat secara spesifik sekuens regulasi
sehingga terjadi aktivasi atau inhibisi proses trasnkripsi dari hematopoietic
growth factor.Pada penderita PV, terjadi mutasi pada JAK2 yaitu pada posisi 617
dimana terjadi pergantian valin menjadi fenilalanin (V617F), dikenal dengan
nama JAK2V617F. Hal ini menyebabkan aksi autoinhibitor JH2 tertekan
sehingga proses aktivasi JAK2 berlangsung tak terkontrol. Oleh karena itu,
proses eritropoiesis dapat berlangsung tanpa atau hanya sedikit hematopoetic
growth factor. Terjadi peningkatan produksi semua macam sel, termasuk sel
darah merah, sel darah putih, dan platelet. Volume dan viskositas darah
meningkat. Penderita cenderung mengalami thrombosis dan pendarahan dan
menyebabkan gangguan mekanisme homeostatis yang disebabkan oleh
peningkatan sel darah merah dan tingginya jumlah platelet. Thrombosis dapat
terjadi di pembuluh darah yang dapat menyebabkan stroke, pembuluh vena, arteri
retinal.
Fungsi platelet penderita PV menjadi tidak normal sehingga dapat menyebabkan
terjadinya pendarahan. Peningkatan pergantian sel dapat menyebabkan
terbentuknya hiperurisemia, peningkatan risiko paru dan batu ginjal.
Tanda dan Gejala
Manifestasi klinis Polisitemia Vera terjadi karena peningkatan jumlah
total eritrosit akan meningkatkan viskositas darah yang kemudian akan
menyebabkan penurunan kecepatan aliran darah sehingga dapat menyebabkan
trombosis dan penurunan laju transport oksigen. Kedua hal tersebut akan
mengakibatkan terganggunya oksigenasi jaringan. Berbagai gejala dapat timbul
karena terganggunya oksigenasi organ yaitu berupa:
1. Hiperviskositas:
Peningkatan jumlah total eritrosit akan meningkatkan viskositas darah yang
kemudian akan menyebabkan :
Penurunan kecepatan aliran darah (shear rate), lebih jauh lagi akan
menimbulkan eritrostasis sebagai akibat penggumpalan eritrosit.
Penurunan laju transport oksigen
Kedua hal tersebut akan mengakibatkan terganggunya oksigenasi jaringan.
Berbagai gejala dapat timbul karena terganggunya oksigenasi organ sasaran
(iskemia/infark) seperti di otak, mata, telinga, jantung, paru, dan
ekstremitas.

2. Penurunan shear rate:


Penurunan shear rate akan menimbulkan gangguan fungsi hemostasis
primer yaitu agregasi trombosit pada endotel. Hal tersebut akan
mengakibatkan timbulnya perdarahan walaupun jumlah trombosit >
450.000/mm3. Perdarahan terjadi pada 10 - 30 % kasus Polisitemia Vera,
manifestasinya dapat berupa epistaksis, ekimosis dan perdarahan
gastrointestinal.

3. Trombositosis (hitung trombosit > 400.000/mm3):


Trombositosis dapat menimbulkan trombosis. Pada Polisitemia Vera tidak
ada korelasi trombositosis dengan trombosis.

4. Basofilia:
Lima puluh persen kasus Polisitemia Vera datang dengan gatal (pruritus) di
seluruh tubuh terutama setelah mandi air panas, dan 10% kasus polisitemia
vera datang dengan urtikaria suatu keadaan yang disebabkan oleh
meningkatnya kadar histamin dalam darah sebagai akibat meningkatnya
basofilia. Terjadinya gastritis dan perdarahan lambung terjadi karena
peningkatan kadar histamin.
5. Splenomegali:
Splenomegali tercatat pada sekitar 75% pasien Polisitemia vera.
Splenomegali ini terjadi sebagai akibat sekunder hiperaktivitas hemopoesis
ekstramedular

6. Hepatomegali:
Hepatomegali dijumpai pada kira-kira 40% Polisitemia Vera. Sebagaimana
halnya splenomegali, hepatomegali juga merupakan akibat sekunder
hiperaktivitas hemopoesis ekstramedular.
7. Gout:
Sebagai konsekuensi logis hiperaktivitas hemopoesis dan splenomegali
adalah sekuentrasi sel darah makin cepat dan banyak dengan demikian
produksi asam urat darah akan meningkat. Di sisi lain laju fitrasi
gromerular menurun karena penurunan shear rate. Artritis Gout dijumpai
pada 5-10% kasus polisitemia.

8. Defisiensi vitamin B12 dan asam folat:


Laju siklus sel darah yang tinggi dapat mengakibatkan defisiensi asam folat
dan vitamin B12. Hal ini dijumpai pada 30% kasus Polisitemis Vera
karena penggunaan untuk pembuatan sel darah, sedangkan kapasitas
protein tidak tersaturasi pengikat vitamin B12 (Unsaturated B12 Binding
Capacity) dijumpai meningkat > 75% kasus.

9. Muka kemerah-merahan (Plethora ):


Gambaran pembuluh darah dikulit atau diselaput lendir, konjungtiva
hiperemis sebagai akibat peningkatan massa eritrosit.
10. Keluhan lain yang tidak khas seperti : cepat lelah, sakit kepala, cepat
lupa, vertigo, tinitus, perasaan panas.
11. Manifestasi perdarahan (10-20 %), dapat berupa epistaksis, ekimosis,
perdarahan gastrointestinal menyerupai ulkus peptikum. Perdarahan
terjadi karena peningkatan viskositas darah akan menyebabkan ruptur
spontan pembuluh darah arteri. Pasien Polisitemia Vera yang tidak
diterapi beresiko terjadinya perdarahan waktu operasi atau trauma

Aspek yang diamati dan hasil pengamata


Polisitemia vera, tampak eritrosit dengan jumlah yang melebihi normal
sehingga darah menjadi lebih kental

Pembahasan
Polisitemia adalah suatu keadaan jumlah nilai eritrosit melebihi normal pada
sirkulasi dan ditandai dengan peningkatan hematokrit. Adapun pembagiannya adalah
sebagai berikut :
Polisitemia primer
Disebabkan oleh kelainan mirip tumor pada sumsum tulang tempat eritropoiesis
berlangsung dengan kecepatan yang berlebihan dan tidak terkontrol oleh
mekanisme regulator eritropoietin yang normal (mencapai 11 juta sel/mm3 dan
hematokrit 70 80 % ). Hal ini tidak menguntungkan karena, jumlah sel darah
yang berlebihan meningkatkan viskositas darah, menyebabkan darah mengalir
dengan lambat ynag sebenarnya mengurangi penyampaian O2 ke jaringan.
Polisitemia sekunder
Adalah mekanisme adaptif yang diinduksi oleh eritropoietin untuk meningkatkan
kapasitas darah mengangkut O2 sebagai respon terhadap penurunan
berkepanjangan penyaluran O2 ke jaringan. Keadaan ini timbul secara normal
pada orang yang tinggal di dataran tinggi, pada keadaan lebih sedikit O2 yang
tersedia di atmosfer, atau pada orang yang penyampaian O2 ke jaringannya
terganggu akibat penyakit paru kronik atau gagal jantung.
Polisitemia relatif
Peningkatan hematokrit yang terjadi saat tubuh kehilangan cairan tapi tanpa
kehilangan eritrosit (ex: pada saat diare atau dehidrasi)

3.THALASEMIA

Penyebab
1. Gangguan genetic. Orangtua memiliki sifat carier (heterozygote) penyakit
thalasemia sehingga klien memiliki gen resesif homozygote.
2. Kelainan struktur hemoglobin. Kelainan struktur globin di dalam fraksi
hemoglobin. Sebagai contoh, Hb A (adult, yang normal), berbeda dengan Hb S
(Hb dengan gangguan thalasemia) dimana, valin di Hb A digantikan oeh asam
glutamate di Hb S.
3. Produksi satu atau lebih dari satu jenis rantai polipeptida terganggu.Defesiensi
produksi satu atau lebih dari satu jenis rantai a dan b.
4. Terjadi kerusakan sel darah merah (eritrosit) sehingga umur eritrosit pendek
(kurang dari 100 hari.
5. Deoksigenasi (penurunan tekanan O2). Eritrosit yang mengandung Hb S melewati
sirkulasi lebih lambat apabila dibandingkan dengan eritrosit normal. Hal ini
menyebabkan deoksigenasi (penurunan tekanan O2) lebih lambat yang akhirnya
menyebabkan peningkatan produksi sel sabit.

Faktor yang mempengaruhi


a. Factor genetika atau keturunan
b. Factor penyebab thalasemia akibat cacat dari kandungan

Proses Terjadinya
Patogenesis thalassemia secara umum dimulai dengan adanya mutasi yang
menyebabkan HbF tidak dapat berubah menjadi HbA, adanya ineffective
eritropoiesis, dan anemia hemolitik.Tingginya kadar HbF yang memiliki afinitas O2
yang tinggi tidak dapat melepaskan O2 ke dalam jaringan, sehingga jaringan
mengalami hipoksia.
Tingginya kadar rantai -globin, menyebabkan rantai tersebut membentuk
suatu himpunan yang tak larut dan mengendap di dalam eritrosit. Hal tersebut
merusak selaput sel, mengurangi kelenturannya, dan menyebabkan sel darah merah
yang peka terhadap fagositosis melalui system fagosit mononuclear.
Tidak hanya eritrosit, tetapi juga sebagian besar eritroblas dalam sumsum
dirusak, akibat terdapatnya inklusi (eritropioesis tak efektif). Eritropoiesis tak efektif
dapat menyebabkan adanya hepatospleinomegali, karena eritrosit pecah dalam waktu
yang sangat singkat dan harus digantikan oleh eritrosit yang baru (dimana waktunya
lebih lama), sehingga tempat pembentukan eritrosit (pada tulang-tulang pipa, hati
dan limfe) harus bekerja lebih keras. Hal tersebut menyebabkan adanya
pembengkakan pada tulang (dapat menimbulkan kerapuhan), hati, dan limfe.
Tanda dan Gejala
Gejala klinis thalasemia mayor :
a. Tampak pucat dan lemah karena kebutuhan jaringan akan oksigen tidak
terpenuhi yang disebabkan hemoglobin pada thalasemia (HbF) memiliki
afinitas tinggi terhadap oksigen
b. Facies thalasemia yang disebabkan pembesaran tulang karena hiperplasia
sumsum hebat
c. Hepatosplenomegali yang disebakan oleh penghancuran sel darah merah
berlebihan, hemopoesis ekstramedular, dan kelebihan beban besi.
d. Pemeriksaan radiologis tulang memperlihatkan medula yang lebar, korteks
tipis, dan trabekula kasar. Tulang tengkorak memperlihatkan diploe dan pada
anak besar kadang-kandang terlihat brush appereance.
Gejala klinis Thalasemia minor
a) Penderita yang menderita thalasemia minor, hanya sebagai carrier dan hanya
menunjukkan gejala-gejala yang ringan
b) Orang dengan anemia talasemia minor (paling banyak) ringan (dengan
sedikit menurunkan tingkat hemoglobin dalam darah).
c) Situasi ini dapat sangat erat menyerupai dengan anemia kekurangan zat besi
ringan. Namun, orang dengan talasemia minor memiliki tingkat besi darah
normal (kecuali mereka miliki adalah kekurangan zat besi karena alasan
lain). Tidak ada perawatan yang diperlukan untuk thalassemia minor. Secara
khusus, besi tidak perlu dan tidak disarankan.

Aspek yang diamati dan hasil

Terjadi kerusakan sel darah merah (eritrosit) sehingga umur eritrosit


Pembahasan
Thalasemia adalah sekelompok penyakit keturunan yang merupakan
akibat dari ketidakseimbangan pembuatan salah satu dari keempat rantai asam
amino yang membentuk hemoglobin (komponen darah).
Thalasemia adalah penyakit kelainan darah yang ditandai dengan kondisi
sel darah merah mudah rusak atau umurnya lebih pendek dari sel darah normal
(120 hari).Akibatnya penderita thalasemia akan mengalami gejala anemia
diantaranya pusing, muka pucat, badan sering lemas, sukar tidur, nafsu makan
hilang, dan infeksi berulang.
Thalasemia, menurut pakar hematologi dari Rumah Sakit Leukas Stauros,
Yunani, dr Vasili Berdoukas, m,,erupakan penyakit yang diakibatkan oleh
kerusakan DNA dan penyakit turunan. Penyakit ini muncul karena darah
kekurangan salah satu zat pembentuk hemoglobin sehingga tubuh tidak mampu
memproduksi sel darah merah secara normal.

b. Sel darah putih

1. LEUKIMEA

Penyebab
a) Genetik
Adanya Penyimpangan Kromosom. Insidensi leukemia meningkat pada
penderita kelainan kongenital, diantaranya pada sindroma Down, sindroma Bloom,
Fanconis Anemia, Sindroma Wiskott-Aldrich, Sindroma Ellis van Creveld,
sindroma Kleinfelter, D-Trisomy Sindrome, Sindroma von Reckinghausen, dan
Neurofibromatosis.
Kelainan-kelainan kongenital ini dikaitkan erat dengan adanya perubahan
informasi gen, misalnya pada kromosom 21 atau C-group Trisomy, atau pola
kromosom yang tidak stabil, seperti pada aneuploidy .
1. Saudara kandung
Dilaporkan adanya resiko leukemia akut yang tinggi pada kembar identik dimana
kasus-kasus leukemia akut terjadi pada tahun pertama kelahiran. Hal ini berlaku
juga pada keluarga dengan insidensi l eukemia yang sangat tinggi.
2. Faktor Lingkungan
Beberapa faktor lingkungan di ketahui dapat menyebabkan kerusakan kromosom,
misalnya : radiasi, bahan kimia, dan obat-obatan yang dihubungkan dengan
insiden yang meningkat pada leukemia akut, khususnya ANLL.
b) Virus.
Dalam banyak percobaan telah didapatkan fakta bahwa RNA virus
menyebabkan leukemia pada hewan termasuk primata . Penelitian pada manusia
menemukan adanya RNA dependent DNA polimerase pada sel-sel leukemia tapi
tidak ditemukan pada sel-sel normal dan enzim ini berasal dari virus tipe C yang
merupakan virus RNA yang menyebabkan leukemia pada hewan. Salah satu virus
yang terbukti dapat menyebabkan leukemia pada manusia adalah Human T-Cell
Leukemia . Jenis leukemia yang ditimbulkan adalah Acute T- Cell Leukemia . Virus
ini ditemukan oleh Takatsuki dkk.
c) Bahan Kimia dan Obat-obatan
Paparan kronis dari bahan kimia ( misal : benzen ) dihubungkan dengan
peningkatan insidensi leukemia akut, misalnya pada tukang sepatu yang sering
terpapar benzen. Selain benzen beberapa bahan lain dihubungkan dengan resiko
tinggi dari AML, antara lain : produk produk minyak, cat, ethylene oxide,
herbisida, pestisida, dan ladang elektromagnetik.
Sedangkan dari obat-obatan, obat anti neoplastik ( misalnya : alkilator dan
inhibitor topoisomere II) dapat mengakibatkan penyimpangan kromosom yang
menyebabkan AML. Kloramfenikol, fenilbutazon, dan methoxypsoralen dilaporkan
menyebabkan kegagalan sumsum tulang yang lambat laun menjadi AML.
d) Radiasi
Hubungan yang erat antara radiasi dan leukemia ( ANLL ) ditemukan pada
pasien-pasien anxylosing spondilitis yang mendapat terapi radiasi, dan pada kasus
lain : seperti peningkatan insidensi leukemia pada penduduk Jepang yang selamat
dari ledakan bom atom.
Peningkatan resiko leukemia ditemui juga pada pasien yang mendapat terapi
radiasi, misalnya: pembesaran thymic, para pekerja yang terekspos radiasi dan para
radiologis .
Faktor yang mempengaruhi
Ada sejumlah faktor yang dapat meningkatkan resiko seseorang untuk
terkena beberapa jenis leukemia, sebagian bisa kita upayakan untuk diubah
(dimodifikasi), namun sebagian tidak bisa kita hindari. Faktor resiko penyebab
leukemia meliputi:
Pengobatan kanker sebelumnya.
Orang-orang yang pernah menderita kanker dan menjalani terapi berupa
kemoterapi dan terapi radiasi akan memiliki peningkatan risiko mengembangkan
penyakit leukemia jenis tertentu. Hal ini terjadi karena radiasi dapat
mempengaruhi sel di tingkat DNA, terapi radiasi yang bertujuan untuk
membunuh sel-sel kanker ternyata tidak hanya sel kanker yang terkena tetapi
juga sel-sel sehat bisa terpengaruh dan pada kondisi tertentu (tidak selalu) hal ini
bisa menyebabkan mutasi genetik dan terjadilah leukemia.
Kelainan genetic.
Kelainan genetik tampaknya berkaitan dengan pengembangan leukemia.
Kelainan genetik tertentu, seperti sindrom Down, dikaitkan dengan peningkatan
risiko leukemia. Paparan bahan kimia tertentu. Paparan bahan kimia tertentu,
seperti benzena yang ditemukan dalam bensin dan digunakan oleh industri
kimia juga dalam daftar risiko penyebab leukemia jenis tertentu.
Merokok.
Kita tahu bahwa asap rokok bisa menyebabkan kanker, terutama kanker paru-
paru. Namun ternyata tidak itu saja, merokok juga dapat meningkatkan risiko
leukemia myelogenous akut (AML). Riwayat keluarga leukemia. Jika anggota
keluarga ada yang didiagnosis menderita leukemia, maka ada risiko penyakit
leukmia dalam satu keluarga tersebut.
Jenis kelamin :
Laki-laki lebih berisiko untuk mengembangkan CML, CLL dan AML daripada
wanita. Umur. Risiko leukemia biasanya meningkat dengan usia, kecuali ALL.
Imun rendah. Rendahnya sistem kekebalan tubuh pada seseorang akan
mengakibatkan tubuhnya rentan untuk diserang penyakit, termasuk penyakit
leukemia. Hal ini paling sering terjadi pada orang yang mengonsum obat-obatan
penekan sistem imun ketika menjalani transplantasi organ.
Proses Terjadinya
Bila virus dianggap sebagai penyebabnya (virus onkogenik yang
mempunyai struktur antigen tertentu), maka virus tersebut dengan mudah akan
masuk ke dalam tubuh manusia jika struktur antigennya sesuai dengan struktur
antigen manusia itu (hospes). Bila struktur antigen virus tidak sesuai dengan
struktur antigen individu, maka virus tersebut akan ditolak, seperti pada
penolakan terhadap benda asing lain. Struktur antigen manusia terbentuk oleh
struktur antigen dari berbagai alat, terutama kulit dan selaput lendir yang terletak
dipermukaan tubuh (kulit disebut juga antigen jaringan) atau HL-A (Human
Leucocyte Locus A).
Normalnya tulang marrow diganti dengan tumor malignan, imaturnya sel
blast. Adanya proliferasi sel blast, produksi eritrosit dan platelet terganggu akan
menimbulkan anemia dan trombositopenia. Sistem retikuloendotelial akan
terpengaruh dan menyebabkan gangguan sistem pertahanan tubuh sehingga
mudah mengalami infeksi.
Manifestasi akan tampak pada gambaran gagalnya bone marrow dan
infiltrasi organ, SSP. Gangguan nutrisi dan metabolisme. Depresi sumsum tulang
dan berdampak pada penurunan leukosit, eritrosit, faktor pembekuan dan
peningkatan tekanan jaringan. Adanya infiltrasi pada ekstra medular akan
menyebabkan terjadinya pembesaran hati, limfe dan nodur limfe dan nyeri
persedian (Silvia, 2006).

Tanda dan gejala


A. Manifestasi Klinik (Wijaya, 2013)
1. Gejala yang khas adalah pucat, panas dan perdarahan (perdarahan dan anemia
adalah manifestasi utama).
2. Limfadenopati dan hepatosplenomegali
Hal ini disebabkan karena ekstramedular juga terlibat (sel kanker menyebar
ke seluruh hingga limfe, hati, dan limpa menaikkan produksi sel darah putih).
3. Gejala yang tidak khas ialah sakit sendi atau sakit tulang yang dapat disalah-
tasfirkan sebagai penyakit reumatik.
4. Gangguan pada sistem saraf pusat
Dapat terjadi sakit kepala, muntah, kejang dan gangguan penglihatan.
5. Gejala lain
Leukemia pada alat tubuh seperti lesi purpura pada kulit, efusi pleura, kejang
pada leukimia serebral.
Perdarahan pada leukemia dapat berupa ekimosis, petekie, perdarahan
gastrointestinal.
Manifestasi klinis yang dapat dilihat atau dilaporkan klien atau keluarga
secara langsung :
1.) Pilek tidak sembuh-sembuh
2.) Pusat, lesu, mudah terstimulasi
3.) Demam, anorexia
4.) Berat badan menurun
5.) Ptecie, memar tanpa sebab
6.) Nyeri pada tulang / persendian
7.) Nyeri abdomen (Brunner dan Suddarth, 2005)

Aspek yang diamati dan hasil

Terlihat bahwa sel yang mengalami leukemia memiliki sel darah putih yang
melebihi batas normal.

Pembahasan
Leukemia berasal dari bahasa yunani yaitu leukos (putih) dan haima (darah).
Leukemia adalah jenis kanker yang mempengaruhi sumsum tulang dan jaringan
getah bening. Semua kanker bermula di sel, yang membuat darah dan jaringan
lainnya. Biasanya, sel-sel akan tumbuh dan membelah diri untuk membentuk sel-sel
baru yang dibutuhkan tubuh. Saat sel-sel semakin tua, sel-sel tersebut akan mati dan
sel-sel baru akan menggantikannya.
Tetapi terkadang proses yang teratur ini berjalan menyimpang, sel-sel baru
ini terbentuk meski tubuh tidak membutuhkannya, dan sel-sel lama tidak mati seperti
seharusnya. Kejanggalan ini disebut leukemia, di mana sumsum tulang menghasilkan
sel-sel darah putih secara abnormal yang akhirnya mendesak sel-sel lain.
Pengertian lain menjelaskan, Leukemia adalah neoplasma akut atau kronis
dari sel-sel pembentuk darah dalam sumsum tulang dan limfa. Leukemia mempunyai
sifat khusus yaitu proliferasi. Proliferasi merupakan tidak teratur atau akumulasi sel
darah putih dalam sumsum tulang, menggantikan elemen sumsum tulang normal. Selain terjadi
di dalam sumsum tulang, proliferasi juga terjadi di hati, limpa, dan nodus limfatikus.
Terjadi invasi organ nonhematologis seperti meninges, traktus gastrointestinal,
ginjal, dan kulit.
Leukemia tergolong akut bila ada proliferasi blastosit (sel darah yang masih
muda) dari sumsum tulang. Leukemia akut merupakan keganasan primer sumsum tulang
yang berakibat terdesaknya komponen darah normal oleh komponen darah abnormal (blastosit)
yang disertai dengan penyebaran organ-organ lain.
Leukemia tergolong kronis bila ditemukan ekspansi dan akumulasi dari sel
tua dan sel muda. Selain akut dan kronik, ada juga leukemia kongenital yaitu
leukemia yang ditemukan pada bayi umur 4 minggu atau bayi yang lebih muda.

2.NEUTROPENIA

Penyebab
Neutropenia memiliki banyak penyebab. Penurunan jumlah neutrofil bisa
disebabkan karena berkurangnya pembentukan neutrofil di sumsum tulang atau
karena penghancuran sejumlah besar sel darah putih dalam sirkulasi.
Anemia aplastik menyebabkan neutropenia dan kekurangan jenis sel darah
lainnya.Penyakit keturunan lainnya yang jarang terjadi, seperti agranulositosis
genetik infantil dan neutropenia familial, juga menyebabkan berkurangnya jumla
sel darah putih.
Pada neutropenia siklik (suatu penyakit yang jarang), jumlah neutrofil
turun-naik antara normal dan rendah setiap 21-28 hari.Pada saat jumlah
neutrofilnya sedikit, enderita penyakit ini cenderung mengalami infeksi.
Beberapa penderita kanker, tuberkulosis, mielofibrosis, kekurangan
viatamin B12 dan kekurangan asam folat mengalami neutropenia.
Obat-obat tertentu, terutama yang digunakan untuk mengobati kanker
(kemoterapi), bisa mengganggu kemampuan sumsum tulang dalam membentuk
neutrofil. Pada infeksi bakteri tertentu, beberapa penyakit alergi, beberapa
penyakit autoimun dan beberapa pengobatan; penghancuran neutrofil lebih cepat
daripada pembentukannya.
Pada pembesaran limpa (misalnya pada sindroma Felty, malaria atau
sarkoidosis), bisa terjadi penurunan jumlah neutrofil karena neutrofil
terperangkap dan dihancurkan dalam limpa yang membesar.

Factor Yang mempengaruhi


Usia itu sendiri merupakan faktor risiko umum untuk pengembangan
neutropenia berat atau Demam Neutropenia, dan juga dapat dikaitkan dengan
karakteristik pasien lain yang mempengaruhi risiko itu. Dalam beberapa
penelitian, telah ditemukan bahwa status kinerja yang buruk, sebagai ukuran
kelemahan, merupakan faktor risiko yang signifikan. Dengan demikian, usia
fisiologis pasien daripada usia kronologis, mungkin menjadi prediktor yang lebih
akurat untuk risiko neutropenia (Crawford, 2003).

Proses Terjadinya.
Ketika neutropenia atau demam neutropenia terjadi pasien akan beresiko
infeksi oleh gram positif bakteri, gram negatif bakteri, jamur atau bahkan infeksi
virus . Sekitar 60% dari pasien yang terinfeksi dengan gram positif organisme
yang meliputi staphylococcus Coagulaes-negatif dan Staphylococcus epidermis
dan 30% terinfeksi dengan gram negatif bakteri organisme seperti Escherichia
coli, Klebsiella spp. dan Pseudomonas aeruginosa. Sementara 10% dari pasien
neutropenia demam terinfeksi oleh infeksi jamur seperti Candida dan
Aspergillus. Infeksi jamur dianggap sebagai infeksi sekunder namun juga bisa
menjadi infeksi primer jika neutropenia bertahan selama lebih dari 10 hari. Jadi
dua kultur darah yang dibutuhkan untuk penyelidikan yang satu untuk bakteri
dan yang lainnya untuk jamur. Kultur darah ini harus diambil satu dari kateter
vena sentral dan yang lainnya dari vena perifer. Aspirasi tulang dan biopsi juga
harus diambil untuk memastikan penyebab utama infeksi (Hassan,2010)
.Menurut penelitian Alison (2010) ,Kateter vena sentral merupakan sumber
utama infeksi dalaam aliran darah di populasi pasien yang neutropenia yang
menghadapi demam akibat infeksi .pusat kateter merupakan tempat utama
berlaku kolonisasi dan Sumber infeksi dalam aliran darah. Infeksi dari pusat
catheter seperti central line paling umumnya disebabkan oleh kolonisasi bakteri
di kulit dan mukosa .Invasi bakteri atau mikroorganisme menyebabkan terjadinya
demam disebabkan penurunan jumlah neutrofil dalam darah dan tidak ada sistem
pertahanan imun tubuh yang efektip, jadi zat pirogen exsogen dari bakteria
menyebabkan terjadinya demam lebih mudah .

Tanda dan Gejala


Neutropenia dapat terjadi secara tiba-tiba dalam beberapa jam atau
beberapa hari (neutropenia akut) atau bisa berlangsung selama beberapa bulan
atau beberapa tahun (neutropenia kronik).Neutropenia tidak mempunyai gejala
yang spesifik,sehingga cenderung tidak diperhatikan sampai terjadinya
infeksi.Pada neutropenia akut, bisa terjadi demam dan luka terbuka (ulkus,
borok) yang terasa nyeri di sekitar mulut dan anus.Yang akan diikuti oleh
pneumonia bakteri dan infeksi lainnya. Pada neutropenia kronik, perjalanan
penyakitnya tidak terlalu berat jika jumlah neutrofilnya tidak terlalu rendah.

Aspek yang diamati dan hasil

Gambar sel yang mengalami


neutropnia memiliki sedikit sel
darah putih.
Pembahasan
Neutropenia didefinisikan sebagai penurunan jumlah neutrofil di dalam
sirkulasi. Neutropenia dapat dicirikan sebagai neutropenia ringan dengan
ANC(Absolute Neutrophil Count) dari 1.000-1.500 / mcL (1.0 to 1.5 x 109/L),
neutropenia moderat dengan ANC dari 500-1.000 / L ( 0.5 to 1.0 x 109/L );
atau neutropenia berat dengan ANC < 500 /L. Stratifikasi ini membantu dalam
memprediksi risiko infeksi piogenik dengan pasien neutropenia berat memiliki
peningkatan kerentanan yang signifikan terhadap infeksi yang mengancam jiwa,
pasien yang memiliki neutropenia terkait dengan toksisitas kemoterapi. Jenis
neutropenia dapat dicatat ketika CBC ( Complete Blood Count ) dilakukan
terhadap bayi baru lahir yang sakit, anak demam, anak minum obat kronis, atau
sebagai bagian dari evaluasi rutin. Kondisi turun-temurun yang parah seperti
sindrom Kostmann dan sindrom imunodefisiensi tertentu yang berkaitan dengan
neutropenia jarang, mungkin 1 per 100.000, dan lebih mungkin untuk
menyajikan pada neonatus dan bayi. Sejumlah kondisi neutropenia yang
diturunkan berhubungan dengan anomali kongenital lainnya, seperti displastik
jempol pada anemia Fanconi, albinisme pada sindrom Chediak-Higashi, dan
dwarfisme di rambut tulang rawan atau sindrom Shwachman-Diamond (Segel,
Halterman, 2013).

Kelaianan-kelaianan yang dapat terjadi pada komponen sel darah putih

1. Neutrofil
a.Neutrofilia
Peningkatan jumlah neutrofil dalam darah tepi lebih dari normal, ini bisa
disebabkan :
Infeksi akut contoh : radang paru, pneumonia, meningitis
Infeksi lokal yang disertai dengan produksi dan penimbunan nanah
Intoksikasi, missal pada zat-zat kimia, uremia.
Selain itu ada juga Netrofilia Fisiologik yang disebabkan oleh olah raga yang
berlebihan, stress, ini disebut juga Pseudonetrofilia.

b. Granula toksik
- Merupakan suatu granula azurofilik dijumpai pada infeksi berat, inflamasi
- Granula kasar dijumpai pada anemia aplastik dan myelofibrosis
- Pada netrofil yang tidak mempunyai granula dijumpai pada syndrome
myelodisplasia dan beberapa myeloid leukemia dan jarang ada kelainan bawaan
yang dimanifestasikan dengan PMN yang tidak normal
- Granula ini memberikan reaksi positif pada pulasan peroksidase dan pada
pulasan alkaline fosfatase menunjukkan aktifitas enzim meningkat
- Dibedakan dengan anomali Alder-Reily dengan granula yang sangat besar,
warna merah dan jumlahnya banyak.

c. Vakuolisasi sitoplasma
Pada sediaan hapus yang langsung dibuat terlihat vacuola berukuran kecil , ini
menunjukkan adanya infeksi berat dan ketoasidosis diabetic
d. Hipersegmentasi
Netrofil yang mempunyai 5 6 lobi pada intinya, dimana inti ini dihubungkan
dengan kromatin, dijumpai pada anemia megaloblastik, pergeseran ke kanan
dengan hipersegmentasi terlihat pada anemia, paska pengobatan sitostatika
(methotrexate) dan pasien yang menjalani pengobatan hydroxiurea tampak
hipersegmentasi yang menyolok
e. Dohle bodies
Sisa-sisa ribosom dan retikulosit yang rusak dalam bentuk oval atau bulat,
berwarna biru abu-abu dan biasanya ditemukan pada bagian perifer netrofil,
dijumpai pada infeksi berat, keganasan, anomaly May-Heglin, luka bakar dan
setelah pengobatan dengan kemoterapi
f. Netrofil piknotik
Merupakan sebagian sel netrofil yang mati khususnya bila ada infeksi, juga dapat
timbul pada darah abnormal invitro setelah disimpan selama 11 18 jam bila
disimpan pada suhu 4 0C. Sel ini bentuk bulat, tebal dengan sedikit inti dan
sitoplasma merah jambu gelap
g. Anomali Pelger
Suatu kelainan bawaan yaitu berkurangnya segmentasi pada netrofil dan
kromatin inti menjadi halus
h. Pseudo Pelger
Gambaran inti mirip dengan anomali Pelger dimana netrofil hipogranular dan
intinya tidak teratur, dapat dilihat pada sindroma myelodisplasia, leukemia
myeloid akut. Leukimia myeloid kronik
i. Sindroma Chediak-Higashi
Kelainan herediter yang jarang dijumpai. Pada netrofil dijumpai granula
azurofilik yang berukuran raksasa pada pewarnaan peroksidase
j. Sel Lupus Eritromatosus (sel LE)
Sel fagosit dari netrofil yang mengfagosit massa inti sehingga nampak sebagai
massa yang homogen yang berwarna merah. Sel LE juga ditemukan pada arthritis
rheumatoid, hipersensitif obat-obatan dan penyakit-;enyakit kolagen termasuk
lupus hepatitis.
k. Reaksi leukemoid
Merupakan leukosistosis relative ditandai pergeseran ke kiri ynag nyata, Reaksi
leukemoid dapat ditemukan pada tuberculosis dan pada Sindrom Down, infeksi
bakteri yang hebat, keganasan, hemolisis yang cepat dan luka bakar.

2. Eusinofil
a.Eosinofilia
Eosinofilia berat dapat terjadi Pada infeksi parasit dan apabila jumlahnya
sangat hebat disebut sindrom hipereosinofil. Eosinofil dengan granula abnormal
sering ditemukan pada beberapa tipe leukemia myeloid akut, leukemia myeloid
kronik dan mielodisplasia.
Peningkatan jumlah eosinofil dalam darah tepi, ditemukan pada :
Penyakit alergi (Urticaria, Asthma bronchiale).
Infeksi parasit misal pada : Schistosomiasis, Trichinosis, Cacing tambang)
Sesudah penyinaran
Hodgkins disease, Poli arthritis nodosa,dll
Keganasan, penyakit kulit misal Eksim
3. BASOFILIA

Basofil nampak meningkat pada kelainan mieloproliferatif dan khas pada leukemia
myeloid kronik

Peningkatan jumlah basofil dalam darah, ditemukan pada :


Infeksi oleh virus (Smallpox, Chickenpox)
Kadang-kadang sesudah Spleenektomi, Anemia hemolitik kronis

4. MONOSITOSIS
Jumlah monosit meningkat dijumpai pada infeksi kronik dan inflamasi lainnya
seperti tuberculosis, Chrohns disease, leukemia myeloid kronik, leukemia akut.
Pada leukemia mielomonositik kronik, maturasi monosit meningkat sampai 100 kali
Peningkatan jumlah monosit dalam darah, ditemukan pada :
Infeksi Basil (TBC, Endocarditis sub akut)
Infeksi Protozoa (Malaria, dysentri amoeba kronik)
Hodgkins disease, Artritis Rheumatoid

5. LIMPOSITOSIS

Peningkatan jumlah limposit dalam darah, ditemukan pada :


Infeksi akut (Pertusis, hepatitis, Mononucleusis infeksiosa) dan Infeksi menahun
Pada infant (bayi dan anak-anak)
Radang kronis misal Kolitis Ulseratif
Kelainan metabolic (Hipertiroidisme)
8. LIMFOPENIA
Penurunan jumlah limposit dalam darah tepi, penyebab :
Kematian kortikosteroid misalnya akibat terapi dengan obat Steroid.
Penyakit berat misal : Gagal jantung, gagal ginjal, TBC berat.

9. AGRANULOSITOSIS
Menghilangnya granulosit dalam darah tepi secara mendadak pada seseorang yang
sebelumnya normal. Pada agranulositosis yang umum jumlah leukosit rendah dan
limposit matang merupakan satu-satunya jenis leukosit yang ada dalam darah tepi.
Penyebabnya : Penyakit autoimmune, juga obat contoh obat : Antalgin dan
sulfonamide

10. REAKSI LEUKEMOID


Leukositosis reaktif yang bukan proses keganasan (Benigna) dengan sel-sel leukosit
belum matang dan matang yang memasuki sirkulasi dalam jumlah berlebihan.

11. HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS (HIV) adalah virus yang menyerang


jenis leukosit (limfosit) yang bekerja untuk melawan infeksi. Infeksi virus dapat
menyebabkan AIDS (acquired immunodeficiency syndrome), mengakibatkan tubuh
rentan terhadap infeksi dan penyakit tertentu lainnya. Bayi yang baru lahir dapat
terinfeksi dengan virus dari ibu yang terinfeksi ketika di dalam rahim, saat
persalinan, atau dari menyusui, walaupun infeksi HIV pada janin dan bayi baru lahir
biasanya dicegah dengan pengobatan medis yang tepat ibu selama kehamilan dan
persalinan. Remaja dan orang dewasa bisa mendapatkan HIV dari hubungan seks
dengan orang yang terinfeksi atau dari berbagi jarum terkontaminasi yang digunakan
untuk menyuntikkan obat-obatan atau tinta tato.
12. HIPERTIROIDISME. Hipertiroidisme adalah suatu penyakit dimana terlalu
banyak tiroksin, suatu hormon yang mempercepat metabolisme, diproduksi oleh
kelenjar tiroid Anda. Termasuk gejala penurunan berat badan mendadak, nafsu
makan meningkat, berkeringat, denyut jantung yang cepat, gelisah, kelelahan,
masalah tidur, perubahan usus dan sensitivitas terhadap panas. Hipertiroidisme bisa
disebabkan oleh penyakit Graves, gangguan autoimun, tiroiditis, peradangan pada
kelenjar tiroid atau hyperfunctioning nodul tiroid. Perawatan termasuk obat anti-
tiroid seperti propylthiouracil dan methimazole, yodium radioaktif, beta blocker atau
operasi.

c. Trombosit

1. HEMOFILIA

Penyebab

1.Faktor keturunan atau genetika

Hemofilia merupakan jenis penyakit yang diturunkan dan bersifat


genetik. Itu artinya ketika orang tua anda memiliki bakat hemofilia, maka anda
akan memiliki resiko tinggi mengidap kelainan darah ini sendiri. Jarang sekali
terjadi kasus hemolia pada orang tanpa garis keturunan yang memiliki kelainan
hemofilia ini.

2. Kurangnya zat pembeku darah

Apabila seseorang mengalami hemofilia, namun tidak memilliki garis


keturunan dari kelainan hemofilia, maka kemungkinan penyebab hemofilia ini
karena mengalami defisit atau kekurangan zat pembeku darah.

3.Kurangnya protein yang berperan dalam proses pembekuan darah

Selain zat besi, ada protein pembekuan darah, yang bertugas untuk
membantu mempercepat dan melancarkan pembekuan darah. Protein-protein ini
dilambangkan dengan angka romawi I hingga XIII (faktor 1 hingga faktor 13) ke-
13 faktor ini merupakan faktor-faktor penting dalam berjalannya proses
pembekuan darah pada diri seseorang. Kekurangan salah satu faktor saja dapat
menyebabkan hemofilia dan sulitnya terjadi pembekuan darah.

Faktor yang mempengaruhi

a) Faktor Genetik

Hemofilia atau pennyakit gangguan pembekuan darah memang menurun


dari generasi ke generasi lewat wanita pembawa sifat (carier) dalam keluarganya,
yang bisa secara langsung, bisa tidak. Seperti kita ketahui, di dalam setiap sel
tubuh manusia terdapat 23 pasang kromosom dengan bebagai macam fungsi dan
tugasnya. Kromosom ini menentukan sifat atau ciri organisme, misalnya tinggi,
penampilan, warna rambut, mata dan sebagainya. Sementara, sel kelamin adalah
sepasang kromosom di dalam initi sel yang menentukan jenis kelamin makhluk
tersebut. Seorang pria mempunyai satu kromosom X dan satu kromosom Y,
sedangkan wanita mempunyai dua kromosom X. Pada kasus hemofilia,
kecacatan terdapat pada kromosom X akibat tidak adanya protein faktor VIII dan
IX (dari keseluruhan 13 faktor), yang diperlukan bagi komponen dasar pembeku
darah (fibrin). (Sylvia A.Price &Lloraine M.Wilson., Patofisioogi klinik proses-
proses penyakit vol.1.)

b) faktor komunikasi antar sel

Sel-sel di dalam tubuh manusia juga mempunyai hubungan antara sel satu
dengan sel lain yang dapat saling mempengaruhi. Penelitian menunjukkan,
peristiwa pembekuan darah terjadi akibat bekerjanya sebuah sistem yang sangat
rumit. Terjadi interaksi atau komunikasi antar sel, sehingga hilangnya satu bagian
saja yang membentuk sistem ini, atau kerusakan sekecil apa pun padanya, akan
menjadikan keseluruhan proses tidak berfungsi.. Jalur intrinsik menggunakan
faktor-faktor yang terdapat dalam sistem vaskular atau plasma. Dalam rangkaian
ini, terdapat reaksi air terjun, pengaktifan salah satu prokoagulan akan
mengakibatkan pengaktifan bentuk seterusnya. Faktor XII, XI, dan IX harus
diaktivasi secara berurutan, dan faktor VIII harus dilibatkan sebelum faktor X
dapat diaktivasi. Zat prekalikein dan kiininogen berat molekul tinggi juga ikut
serta dan juga diperlukan ion kalsium. Koagulasi terjadi di sepanjang apa yang
dinamakan jalur bersama. Aktivasi faktor X dapat terjadi sebagai akibat reaksi
jalur ekstrinsik atau intrinsik. Pengalaman klinis menunjukkan bahwa kedua jalur
tersebut berperan dalam hemostasis. Pada penderita hemofilia, dalam plasma
darahnya kekurangan bahkan tidak ada faktor pembekuan darah, yaitu faktor VIII
dan IX. Semakin kecil kadar aktivitas dari faktor tersebut maka, pembentukan
faktor Xa dan seterusnya akan semakin lama. Sehingga pembekuan akan
memakan waktu yang lama juga (terjadi perdarahan yang berlebihan). (Sylvia
A.Price &Lloraine M.Wilson.,2003.)

c) faktor epigenik

Hemofilia A disebabkan kekurangan faktor VIII dan hemofilia B


disebabkan kekurabgab faktor IX. Kerusakan dari faktor VIII dimana tingkat
sirkulasi yang fungsional dari faktor VIII ini tereduksi. Aktifasi reduksi dapat
menurunkan jumlah protein faktor VIII, yang menimbulkan abnormalitas dari
protein. Faktor VIII menjadi kofaktor yang efektif untuk faktor IX yang aktif,
faktor VIII aktif, faktor IX aktif, fosfolipid dan juga kalsium bekerja sama untuk
membentuk fungsional aktifasi faktor X yang kompleks (Xase), sehigga
hilangnya atau kekurangan kedua faktor ini dapat mengakibatkan kehilangan atau
berkurangnya aktifitas faktor X yang aktif dimana berfungsi mengaktifkan
protrombin menjadi trombin, sehingga jiaka trombin mengalami penurunan
pembekuanyang dibentuk mudah pecah dan tidak bertahan mengakibatkan
pendarahan yang berlebihan dan sulit dalam penyembuhan luka. (Sylvia A.Price
&Lloraine M.Wilson,2003)

Proses Terjadinya

Proses kejadian dimulai dari terjadinya cedera pada permukaan jaringan,


kemudian dilanjutkan pada permukaan fosfolipid trombosit yang mengalami
agregasi. Ada proses utama homeostatis pada pembekuan darah :
1. fase konstriksi sementara (respon langsung terjadi cedera)
2. reaksi trombosit yang terdiri dari adhesi, seperti faktor III dari membrane
trombosit juga mempercepat pembekuan darah
3. pengaktifan faktor-faktor pembekuan, seperti faktor III dari membrane
trombosit, juga mempercepat pembekuan darah dengan cara ini, terbentuklah
sumbatan sumbat trombosit yang kemudian diperkuat oleh protein filamentosa
yang dikenal dengan fibrin. (Sylvia A.Price &Lloraine M.Wilson,2003)

Produksi fibrin dimulai dengan perubahan faktor X menjadi Xa (belum


aktif). Rangkaian reaksi pertama memerlukan faktor jaringan (tromboplastin)
yang dilepas endotel pembuluh saat cedera. Faktor jaringan ini tidak terdapat
dalam darah, sehingga disebut faktor ekstrinsik. Sedangkan faktor VIII dan IX
terdapat dalam darah, sehingga disebut jalur intrinsik. (Sylvia A.Price &Lloraine
M.Wilson,2003)
Dalam proses ini, pengaktifan salah satu prokoagulan akan mengakibatkan
pengaktifan bentuk penerusnya. Jalur intrinsik diawali dengan keluarnya plasma
atau kolagen melalui pembuluh yang rusak dan mengenai kulit. Faktor-faktor
koagulasi XII, XI, dan IX harus diaktifkan berurutan. Faktor VIII harus
dilibatkan sebelum faktor X diaktifkan. Namun pada penderita hemofilia faktor
VIII mengalami defisiensi, akibatnya proses pembekuan darah membutuhkan
waktu yang lama untuk melanjutkan ke tahap berikutnya.Kondisi seperti inilah
yang menghambat pengaktifan jalur intrinsik. Secara tidak langsung juga
menghambat jalur bersama, karena faktor X tidak bisa diaktifkan.Pembentukan
fibrin, walaupun dibantu oleh fosfolipid, trombosit tidak berarti tanpa faktor Xa.
Untaian fibrin tidak terbentuk maka dinding pembuluh yang cedera menutup.
Dan perdarahanpun sulit dihentikan, hal ini dapat diuji dengan tingginya
(lamanya) PTT (partial tromboplastin time). (Sylvia A.Price &Lloraine
M.Wilson., 2003)

Tanda dan Gejala

Manifestasi klinis :

1. perdarahan spontan sejak awal masa pertumbuhan (masa infant).


2. lamanya perdarahan spontan dan perdarahan lainnya membutuhkan faktor
pembekuan pengganti.
3. frekuensi perdarahan sering dan terjadi secara tiba-tiba..
Gejala penyakit Hemofilia

1) Apabila terjadi benturan pada tubuh akan mengakibatkan kebiru-biruan


(pendarahan dibawah kulit.
2) Apabila terjadi pendarahan di kulit luar maka pendarahan tidak dapat berhenti.
3) Pendarahan dalam kulit sering terjadi pada persendian seperti siku tangan
maupun lutut kaki sehingga mengakibatkan rasa nyeri yang hebat.
Sendi dan otot yang mengalami pendarahan terlihat bengkak dan nyeri bila
disentuh.(andra. 2007)

Aspek yang diamati

Gambar sel darah dengan hemofilia

Pembahasan

Hemofilia merupakan penyakit kelainan koagulasi yang sering kita


jumpai.Hemofilia adalah gangguan koagulasi herediter akibat terjadinya mutasi
atau cacat genetik pada kromosom X. Kerusakan kromosom ini menyebabkan
penderita kekurangan faktor pembeku darah sehingga mengalami gangguan
pembekuan darah. Dengan kata lain, darah pada penderita hemofilia tidak dapat
membeku dengan sendirinya secara normal. (Dr.Umar zein, 2008)
Hemofilia tak mengenal ras, perbedaan warna kulit ataupun suku bangsa.
Namun mayoritas penderita hemofilia adalah pria karena mereka hanya memiliki
satu kromosom X. Sementara kaum hawa umumnya hanya menjadi pembawa
sifat (carrier). Seorang wanita akan benar-benar mengalami hemofilia jika
ayahnya seorang hemofilia dan ibunya pun pembawa sifat. Akan tetapi kasus ini
sangat jarang terjadi. Meskipun penyakit ini diturunkan, namun ternyata
sebanyak 30 persen tak diketahui penyebabnya. (Dr.Umar zein, 2008). Ada dua
jenis utama Hemofilia , yaitu:

Hemofilia A

Disebut Hemofilia Klasik. Pada hemofilia ini, ditemui adanya defisiensi


atau tidak adanya aktivitas faktor antihemofilia VIII, protein pada darah yang
menyebabkan masalah pada proses pembekuan darah. ( Gugun,2007)

Hemofilia B :

Disebut Christmas Disease. Ditemukan untuk pertama kalinya pada


seorang bernama Steven Christmas yang berasal dari Kanada.pada Christmas
Disease ini, dijumpai defisiensi atau tidak adanya aktivitas faktor IX. (Gugun,
2007)

Penyakit hemofilia diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu :

Hemofilia berat, jika kadar aktivitas faktor kurang dari 1 %.


Hemofilia sedang, jika kadar aktivitas faktor antara 1-5 %.
Hemofilia ringan, jika kadar aktivitas faktor antara 6-30 %.

2. PENYAKIT VON WILLEBRAND

Penyebab

Penyebab utama dari penyakit Von Willebrand adalah kekurangan atau


kelainan pada faktor von Willebrand (FVW), jenis protein yang berfungsi untuk
menggumpalkan trombosit, sehingga darah dapat membeku. Apabila tubuh
kekurangan protein ini, maka pembekuan darah akan membutuhkan waktu yang
lebih lama dan tidak dapat berjalan dengan baik. Sehingga, pasien akan
mengalami pendarahan yang lebih parah dan lebih lama saat cedera.

Tanda dan Gejala

Penderita penyakit ini akan mudah mengalimi pendarahan karena faktor


perekatnya dalam proses pembekuan darah berkurang atau proses penutupan luka
berlangsung lama dikarenakan proses pembekuan darahnya memerlukan waktu
yang lebih lama dibanding orang normal. (Gugun,2007)

Aspek yang diamati

Pembahasan

Penyakit von willebrand adalah suatu penyakit yang diakibatkan oleh


kekurangan atau kelainan pada vaktor von willebrand di dalam darah yang
sifatnya diturunkan. Faktor von willebrand adalah suatu protein yang
mempengaruhi fungsi trombosit. Gen yang membuat VWF bekerja pada dua
jenis sel yaitu :

Sel endotel yaitu yang melapisi pembuluh darah, dan trombosit


Jika tidak terdapat cukup VWF dalam darah, atau tidak bekerja dengan baik,
maka dalam proses pembekuan darah memerlukan waktu lebih lama. Penyakit ini
tidak sama dengan hemofilia dan sering dialami oleh wanita. (Sylvia A.Price
&Lloraine M.Wilson.2003)

3.TROMBOSITOSIS

Penyebab
Menurut Virchow 3 faktor memegang peranan ( trias Virchow)
1. Perubahan pada permukaan endotel pembuluh
2. Perubahan pada aliran darah
3. Perubahan pada konstitusi darah

Proses Terjadinya

Apabila konsentrasi trombosit tinggi, terjadi agregasi spontan pada


trombosit, menyumbat kapiler-kapiler darah yang lembut. Pada proses ini,
dinding kapiler akan rusak yang dapat menimbulkan . pemeriksaan masa
pendarahan dan fungsi trombosit lain pada umumnya dalam batas normal.
(Sylvia A.Price &Lloraine M.Wilson,2003.)

Trombus yang terlepas menjadi embolus, dihanyutkan oleh aliran darah ,


akhirnya tersangkut menyumbat arteri pada tempat yang jauh. Trombus yang
menetap, lama-lama akan mengalami berbagai perubahan. Benda-benda yang
membentuk trombus akan dirobek. Fibrin yang merupakan serabut akan
menghilang sehingga massanya menjadi homegen. Proses yang terjadi pada
trombus disebut organisasi. Dari tepi, tempat trombus melekat pada dinding
pembuluh darah, masuklah fibroblas-fibroblas dan kapiler-kapiler.

Ruang-ruang yang terbentuk akibat lisis, dilapisi oleh sel endotel. Ruang
ini lama-lama melebar dan sambung menyambung merupakan saluran-saluran
yang berisi darah, sehingga trombus ditembus oleh saluran baru yang dapat
mengalirkan darah lagi. Proses ini disebut rekanalisasi. Akhirnya trombus
mengerut sehingga lumen pembuluh darah dapat dialiri darah dan berfungsi lagi.
Suatu trombus juga dapat berkapur, mengalami kalsifikasi. Kalsifikasi
trombus sering ditemukan dalam vena kecil-kecil

Tanda dan gejala


Meningkatnya jumlah trombosit di dalam plasma darah, dapat
menyebabkan pendarahan di mukosa, khususnya di dalam mukosa saluran cerna.,
pendarahan juga terjadi di pembuluh darah vena dan arteri. Fungsi abnormal dari
trombosit dapat menyebabkan pendarahan yang panjang. (Sylvia A.Price
&Lloraine M.Wilson,2003)

Aspek yang diamati

Pembahasan

Peningkatan jumlah trombosit di atas 400.000/mm3. Trombositosis dibagi


menjadi dua yaitu:

1. Trombositosis primer

Terlihat pada gangguan mieloproliferatif seperi plosistemia vena atau


leukemia grunulomasitik kronik dimana bersama kelompok sel lainnya
mengalami poliferasi abnormal sel megakariosit dalam sumsum tulang.

2. Trombositosis sekunder

Terjadi akibat stress atau kerja fisik disertai pengeluaran trombosit dari pool
cadangan ( dari limpa) atau saat terjadinya peningkatan permintaan sumsum
tulang seperti pada pendarahan atau pada anemia hemolitik.
Jumlah trombosit yang meningkat juga ditemukan pada orang yang limpanya
sudah dibuang dengan pembedahan. Limpa adalah tempat penyimpanan dan
penghancuran utama trombosit, splenektomi tanpa disertai penguranga
pembentukan sumsum tulang juga dapat menyebabkan trombositosis. (Sylvia
A.Price &Lloraine M.Wilson.,2003.)

4. TROMBOSITOPENIA

Penyebab

Trombositopenia dapat disebabkan oleh:


1. sumsum tulang menghasilkan sedikit trombosit
misalnya pada penyakit:
Anemia aplastik
Hemoglobinuria nokturnal paroksismal
Leukimia
Pemakaian alkohol yang berlebihan
Anemia Megaloblastik
Kelainan sumsum tulang

2. Trombosit terperangkap dalam limpa yang membesar


Misalnya pada penyakit:
Sirosis disertai spenomegali kongestif
Mielfibrosis
Penyakit Gaucher

3. Trombosit menjadi terlarut


Misalnya pada :
Penggantian darah yang masif atau transfusi ganti ( karena platelet tidak dapat
bertahan di dalam darah yang ditransfusikan )
Pembedahan bypass kardiopulmoner
4. Meningkatnya penggunaan ataau penghancuran trombosit
Misalnya pada penyakit:
Purpura trombositopenik idiopatik (ITP)
Infeksi HIV
Purpura setelah transfusi darah
Obat-obatan ( heparin, kunidin, kuinin, antibiotik yang mengandung sulfa,
beberapa obat diabetes per-oral, garam emas, rifamicin )
Leukimia kronik pada bayi yang baru lahir
Limfoma
Lupus eritematosus sistemik
Purpura trombositopenik trombotik
Sindroma hemolitik-uremik
Sindrama gawat pernapasan dewasa
Infeksi berat disertai septikemia
5. Keadaan-keadaan yang melibatkan pembekuan dalam pembuluh darah (
komplikasi kebidanaan, kanker, keracunan darah (septikemia), akibatbakteri
gram negatif, kerusakan otak traumatik. (Sylvia A.Price &Lloraine
M.Wilson,2003)

Tanda dan Gejala

Pendarahan pada kulit bisa merupakan pertanda awal dari jumlah


trombosit yang berkurang, bintuk-bintik keunguan seringkali muncul di tungkai
bawah dan cedera ringan bisa menyebafbkan memar yang menyebar.
Penyakit ini dapat menyebabkan pendarahaan pada gusi. Di dalam tinja dan air
kemih juga dapat ditemukan darah. Pada penderita wanita, darah pada waktu
menstruasi sangat banyak. Pendarahan sulit berhenti sehingga pembedahan dan
kecelakaan bisa berakibat fatal bagi penderita. Jika jumlah trombosit semakin.
menurun, maka pendarahan akan semakin memburuk. Jumlah trombosit kurang
dari 5.000-10.000/ml bisa menyebabkan hilangnya sejumlah besar darah melalui
saluran pencernaan atau terjadi pendarahan di otak ( meskipun otaknya tidak
mengalami cedera ) yang dapat berakibat sangat fatal bagi kehidupan penderita.
(Sylvia A.Price &Lloraine M.Wilson,2003)

Aspek yang diamati


Pembahasan

Trombositopenia adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh kekurangan


trombosit. Kadar trombosit di dalam plasma darah kurang dari 200.000
permilimeter kubik. Trombosit adalah salah satu protein dalam pembekuan
darah. (Sylvia A.Price &Lloraine M.Wilson,2003)

4.D.I.C

Faktor penyebab
1. Mikroorganisme : bakteri dan jamur
Misalnya : pada syok septikemik.
Bakteri mengiritasi lapisan pembukuh darah (terutama endotoksin) sehingga
mengaktifkan mekanisme pembekuan darah.

2. Luka Bakar
Luka bakar yang terlalu parah dapat menyebabkan banyak sekali sumbatan
pembuluh darah.
3. Leukimia Promielositik
4. Produk produk tumor
5. Cedera remuk
6. Solusio plasenta (Sylvia A.Price &Lloraine M.Wilson,2003)
Proses Terjadinya

Diawali dengan masuknya materi atau aktivasi proakoagulasi ke dalam


sirkulasi darah. Ini dapat ditemukan pada setiap keadaan dimana tromboplastin
jaringan dibebaskan karena terjadi perusakan jaringan yang mengalami
pembekuan-pembekuan ekstrinsil. Karena plasenta banyak mengandung
tromboplastin jaringan, maka salah satu penyebab DIC yang paling sering adalah
solusio plasenta (pelepasan plasenta yang prematur) sehingga menyebabkan
tertahannya hasil hasil konsepsi ( plesenta fetus ) yang menyebabkan nekrosis
dan kerusakan jaringan lebih lanjut.Produk produk tumor, luka bakar, cedera
remuk dan leukimia promielositik semuanya menyebabkan pelepasan
tromboplastin. (Sylvia A.Price &Lloraine M.Wilson., Patofisioogi klinik proses-
proses penyakit vol.1.)

Awal jaras intrinsik juga terjadi bila proakogulan intrinsik kontak dengan
endotel pembuluh yang rusak seperti pada vaskulitis, septic dan syok. Selama
proses pembekuan, trombosit akan beragregasi dan bersama-sama dengan faktor-
faktor pembekuan, sehingga jumlah trombosit berkurang. Hasil trombi fibrin
dapat menyebabkan sumbatan pada mikrovaskular jika jumlahnya banyak, jika
jumlahnya sedikit maka tidak akn menyebabkan sumbatan di mikrovaskular.
(Sylvia A.Price &Lloraine M.Wilson,2003)

Tanda dan Gejala

Manisfestasi klinis yang terjadi pada DIC tergantung dari luas dan
lamanya pembentukan trombofibrin organ-organj yang terlibat ( gijal, jantung,
hipofise, paru-paru, dan mukosa saluran cerna), nekrosis dan pendarahan yang
ditimbulkan. Dampaknya adalah, penderita akan mengalami perdarahan pada
membran mukosa dan jaringan jaringan bagian dalam, pendarahan disekitar
bagian yang cedera, hipotensi ( syok ), oliguri atau anuria, kejang dan koma,
mual dan muntah, diare, nyeri abdomen, nyeri punggung, dispnea dan sianosis.
(Sylvia A.Price &Lloraine M.Wilson,2003)

Pembahasan
Disseminated intravascular coagulation atau pembekuan intravaskuler
tersebar.Pembekuan intravaskuler tersebar (DIC) adalah sindrom multifaset,
sindrom kompleks dimana homeostatik normal dan sistem fisiologik yang
mempertahankan darah agar tetap cair berubah menjadi sistem yang patologik,
sehingga terjadi trombi fibrin yang menyumbat miovaskuler dari tubuh. Keadaan
ini sering timbul akibat banyaknya jaringan yang cedera atau mati yang
melepaskan faktor jaringan dalam jumlah besar kedalam darah, seringkali bekuan
ini ukurannya kecil-kecil tapi banyak dan bekuan ini menyumbat sejumlah besar
darah perifer yang kecil, terutama terjadi pada syok septikemik. (Sylvia A.Price
&Lloraine M.Wilson.,2003).

6.ITP (Idiopathic Thrombocytopenic Purpura)

Penyebab
Hingga kini, penyebab dasar ITP masih belum diketahui. Orang yang
menderita ITP memiliki sistem kekebalan tubuh yang keliru dan akibatnya
menyerang trombosit dan menganggapnya sebagai unsur asing yang berasal dari
luar tubuh. Sistem kekebalan tubuh menghasilkan antibodi yang menempel pada
trombosit. Trombosit menjadi seakan-akan ditandai untuk dihancurkan.
Akibatnya, jumlah trombosit dalam tubuh akan berkurang atau menjadi sangat
rendah.

Jumlah trombosit normal dalam aliran darah melebihi 150.000 trombosit


per mikroliter. Penderita ITP memiliki trombosit di bawah 20.000 per microliter.
Makin rendah jumlah trombosit, risiko terjadi perdarahan akan makin meningkat.
Jika jumlah trombosit sudah berada di bawah 10.000 per mikroliter, maka bisa
terjadi perdarahan dalam meski tidak terdapat luka.

Meski penyebab ITP belum bisa dipastikan, beberapa faktor bisa


meningkatkan risiko terkena ITP. Wanita lebih cenderung terkena ITP daripada
pria. Umumnya anak-anak menderita ITP pasca terinfeksi virus tertentu

Tanda dan gejala

Berikut ini adalah gejala-gejala yang muncul akibat atau ITP.


Memar mudah muncul atau terjadi pada banyak bagian tubuh.
Perdarahan akibat luka yang berlangsung lebih lama.
Perdarahan yang terjadi di bawah kulit dan terlihat seperti bintik-bintik merah-
keunguan yang terjadi pada kaki.
Perdarahan dari hidung atau mimisan.
Darah pada urine atau tinja.
Perdarahan pada gusi, terutama setelah perawatan gigi.
Perdarahan berlebihan saat menstruasi.
Sangat kelelahan.
Terkadang ITP tidak menimbulkan gejala sama sekali, khususnya pada anak-
anak. Ketika anak-anak menderita ITP, sistem kekebalan tubuhnya secara keliru
menghasilkan antibodi terhadap trombosit setelah infeksi virus atau kuman lain.
Kondisi ini adalah reaksi sistem kekebalan tubuh yang bisa terjadi selama beberapa
minggu dan akhirnya menghilang. Namun dalam beberapa kasus, ITP bisa menjadi
kronis atau berkelanjutan.

Aspek yang diamati

Pembahasan

ITP atau Idiopathic thrombocytopenic purpura adalah penyakit kelainan


autoimun yang berdampak kepada trombosit atau platelet. Kondisi ini bisa
menyebabkan seseorang mudah mengalami memar atau berdarah, dan terjadi
secara berlebihan. Perdarahan yang terjadi disebabkan oleh tingkat trombosit
yang rendah. Trombosit adalah sel darah yang membantu dalam penggumpalan
darah untuk mencegah dan menghentikan perdarahan.

Kondisi ini bisa terjadi kepada orang dewasa dan anak-anak. ITP pada
anak-anak biasanya terjadi pasca infeksi virus dan bisa pulih sepenuhnya tanpa
melalui pengobatan atau penanganan khusus. Sedangkan pada orang dewasa, ITP
biasanya merupakan kelainan yang bersifat kronis atau jangka panjang.

d. Plasma

1. MIELOMA MULTIPEL : KANKER SEL PLASMA


Penyebab
Tidak diketahui.

Tanda dan gejala


Nyeri tulang biasanya merupakan gejala awal, tetapi kadang penyakit ini
terdiagnosis setelah penderita mengalami:
- Anemia, karena sel plasma menggeser sel-sel normal yang menghasilkan sel
darah merah di sumsum tulang
- Infeksi bakteri berulang, karena antibodi yang abnormal tidak efektif melawan
infeksi
- Gagal ginjal, karena pecahan antibodi yang abnormal (protein Bence-Jones)
merusak ginjal..

Faktor risiko Multiple Myeloma

Kasus multiple myeloma lebih banyak ditemukan pada laki-laki daripada


perempuan.
Sebagian besar penderita multiple myeloma didiagnosis saat mereka berada di
pertengahan usia 60 tahun. Risiko seseorang mengidap penyakit ini meningkat
seiring bertambahnya usia.
Multiple myeloma lebih berisiko terjadi pada etnis berkulit gelap dibandingkan
yang berkulit putih atau etnis asia.
Pengidap MGUS patut mewaspadai kemungkinan kondisinya berkembang
menjadi multiple myeloma.
Seseorang lebih berisiko terkena multiple myeloma jika ada anggota keluarganya
yang mengidap penyakit ini.

Proses Terjadinya
Multiple myeloma termasuk kasus yang tidak umum dan belum diketahui
dengan pasti penyebabnya. Pertumbuhan sel myeloma normal akan menghasilkan
antibodi normal yang bermanfaat bagi tubuh. Pertumbuhan sel myeloma abnormal
memberikan efek yang sebaliknya. Sel abnormal dapat berlipat ganda dengan cepat,
kemudian menghasilkan antibodi yang merugikan tubuh. Kondisi ini berkaitan juga
dengan kondisi lain yang lebih ringan, yaitu MGUS (monoclonal gammopathy of
undetermined significance).

MGUS adalah kondisi ketika antibodi abnormal atau protein monoklonal atau
protein M, diproduksi oleh sel myeloma, tetapi tidak menyebabkan kerusakan pada
tubuh. Meski demikian, sebagian besar kasus multiple myeloma berawal dari kondisi
MGUS. Dari seratus orang yang mengidap MGUS, satu orang di antaranya
mengidap multiple myeloma.

Aspek yang diamati


Pembahasan
Mieloma Multipel adalah suatu kanker sel plasma dimana sebuah clonedari
sel plasma yang abnormal berkembangbiak, membentuk tumor di sumsum tulang
adn menghasilkan sejumlah besar antibodi yang abnormal, yang terkumpul di
dalam darah atau air kemih.Penyakit ini menyerang pria dan wanita, dan
biasanya ditemukan pada usia diatas 40 tahun.
Tumor sel plasma (plasmasitoma) paling banyak ditemukan di tulang
pangjjjjgul, tulang belakang, tulang rusuk dan tulang tengkorak.
Kadang mereka ditemukan di daerah selain tulang, terutama di paru-paru dan
organ reproduksit.
Sel plasma yang abnormal hampir selalu menghasilkan sejumlah besar
antibodi yang abnormal dan pembentukan antobodi yang normal berkurang.
Sebagai akibatnya, penderita lebih mudah terkena infeksi. Pecahan dari antibodi
yang abnormal seringkali terkumpul di ginjal, menyebabkan kerusakan dan
kadang menyebabkan gagal ginjal.

2.MAKROGLOBULINEMIA

Penyebab
Tidak diketahui
Proses Terjadinya
Pertama, sekresi IgM paraprotein mengarah ke hyperviscosity dan komplikasi
vaskular karena fisik, kimia, dan sifat imunologi dari paraprotein
tersebut.Monoklonal IgM menyebabkan sindrom hyperviscosity, jenis
cryoglobulinemia 1 dan 2, kelainan koagulasi, neuropati sensorimotor perifer,
penyakit agglutinin dingin dan anemia, amiloidosis primer, dan deposisi jaringan
IgM amorf di kulit, saluran pencernaan, ginjal, dan organ lainnya.
Kedua, sel-sel neoplastik lymphoplasmacytic menyusup ke sumsum limpa,
tulang dan kelenjar getah bening.Kurang umumnya, sel-sel ini dapat menyusup ke
hati, paru-paru, saluran pencernaan, ginjal, kulit, mata, dan SSP.

Tanda dan Gejala


Banyak penderita yang tidak menunjukkan gejala.Gejala lainnya adalah:
- perdarahan abnormal dari kulit dan selaput lendir (misalnya lapisan mulut,
hidung dan saluran pencernaan)
- kelelahan
- kelemahan
- sakit kepala
- pusing
- koma.

Aspek yang diamati

Pembahasan
Makroglobulinemia (Makroglobulinemia Waldenstrom) adalah suatu
kelainan dimana sel plasma menghasilkan sejumlah besar makroglobulin
(antibodi yang besar) yang tertimbun di dalam darah.Makroglobulinemia
dihasilkan oleh sekelompok limfosit dan sel plasma yang abnormal dan ganas.
Makroglobulinemia seringkali menyebabkan antibodi abnormal yang membeku
di dalam darah jika didinginkan dibawah suhu tubuh dan akan larut jika
dihangatkan.
DAFTAR PUSTAKA

https://rizqimurtafiah.wordpress.com/2011/09/17/kelainan-kelainan-leukosit/
http://www.sridianti.com/penyakit-sel-darah-putih.html
http://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/leukemia/basics/tests-diagnosis/con-20024914
http://www.medicinenet.com/leukemia/page6.htm#diagnosis
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/106/jtptunimus-gdl-ikamaryani-5251-2-bab2.pdf
http://www.scribd.com/doc/55620042/22/Proses-Pembekuan-Darah
http://skp.unair.ac.id/repository/Guru-
Indonesia/sistemsirkulasidar_ChaidarWarianto_43.pdf
http://www.scribd.com/doc/55620042/2/Fungsi-Darah
http://www.scribd.com/doc/45741677/Anatomi-fisiologi-darah
staff.uny.ac.id/sites/default/files/ANATOMIFISIOLOGI.pdf
Widayati, dkk. 2010. Laporan Praktikum Anatomi Fisiologi Manusia Sediaan Apus
Darah. Jakarta: Jurusan Farmasi Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan
Alam Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka
Hall, Guyton. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. EGC: Jakarta
Sherwood, lauralee. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. EGC: Jakarta
Price, Sylvia A. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. EGC: Jakarta

Anda mungkin juga menyukai