PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anggapan bahwa oksigen merupakan unsur yang paling dibutuhkan
bagi kehidupan manusia agaknya memang benar. Tidak makan atau tidak
minum mungkin masih akan memberikan toleransi yang cukup panjang
hingga sampai kepada keadaan fatal, tetapi sebentar saja manusia tak
mendapat oksigen maka akan langsung fatal akibatnya. Tak hanya untuk
bernafas dan memepertahankan kehidupan, oksigen juga sangat dibutuhkan
untuk metabolisme tubuh. Oksigen manakah bisa menjadi sarana untuk
mengatasi berbagai macam penyakit.
Oksigen pertama kali ditemukan oleh Yoseph Prietsley di Bristol
Inggris tahun 1775 dan dipakai dalam bidang kedokteran oleh Thomas
Beddoes sejak awal tahun 1800. Alvan Barach tahun 1920 mengenalkan
terapi oksigen pasien hipoksemia dan terapi oksigen jangka panjang pasien
penyakit paru obstruktif kronik. Chemiack tahun 1967 melaporkan pemberian
oksigen melalui kanula hidung dengan aliran lambat pasien hiperkapnia dan
memberikan hasil yang baik tanpa retensi CO2.
Oksigen (O2) merupakan komponen gas yang sangat berperan dalam
proses metabolisme tubuh untuk mempertahankan kelangsungan hidup
seluruh sel tubuh secara normal. Oksigen diperoleh dengan cara menghirup
udara bebas dalam setiap kali bernafas. Dengan bernafas setiap sel tubuh
menerima oksigen, dan pada saat yang sama melepaskan produk oksidasinya.
Oksigen yang bersenyawa dengan karbon dan hidrogen dari jaringan
memungkinkan setiap sel melangsungkan proses metabolismenya, oksigen
hasil buangannya dalam bentuk karbondioksida (CO2) dan air (H2O).
Terapi oksigen adalah memasukkan oksigen tambahan dari luar ke paru
melalui saluran pernafasan dengan menggunakan alat sesuai kebutuhan.
( Standar Pelayanan Keperawatan di ICU, Dep.Kes. RI, 2005 ). Terapi
oksigen adalah memberikan aliran gas lebih dari 20 % pada tekanan 1
atmosphir sehingga konsentrasi oksigen meningkat dalam darah dari yang
1
ditemukan dalam atmosfir lingkungan. Pada ketinggian air laut konsentrasi
oksigen dalam ruangan adalah 21 %, ( Brunner & Suddarth,2001 ). Sejalan
dengan hal tersebut diatas menurut Titin, 2007, Terapi oksigen adalah suatu
tindakan untuk meningkatkan tekanan parsial oksigen pada inspirasi, yang
dapat dilakukan dengan cara :
1. Meningkatkan kadar oksigen inspirasi / FiO2 ( Orthobarik )
2. Meningkatkan tekanan oksigen ( Hiperbarik
Dalam makalah ini akan dibahas tentang penanganan pada gangguan
pernapasan dengan macam macam pemberian oksigen.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, permasalahan yang dibahas
dalam makalah ini sebagai berikut.
1. Bagaimana definisi terapi oksigen ?
2. Bagaimana tujuan pemberian terapi oksigen ?
3. Bagaimana indikasi pemberian terapi oksigen ?
4. Bagaimana kriteria pemberian terapi oksigen ?
5. Bagaimana tindakan pemberian oksigen dengan masker rebreathing
parsial dengan kantong reservoir dan masker non rebreathing dengan
kantong reservoir ?
6. Bagaimana definisi EET ?
7. Bagaimana indikasi dan kontra indikasi EET ?
8. Bagaimana keuntungan dan kerugian pemasangan EET ?
9. Bagimana persiapan intubasi ?
10. Bagaimana cara intubasi ?
11. Bagaimana kstubasi Perioperatif ?
12. Bagaimana komplikasi pada intubasi EET ?
13. Bagaimana definisi ventilator ?
14. Bagaimana fisiologi pernapasan pada ventilator ?
15. Bagaiamana tujuan penggunaan ventilator ?
16. Bagaimana indikasi penggunaan ventilator ?
17. Bagaimana pengklasifikasian dari ventilator ?
18. Bagaimana mode ventilator ?
19. Bagaimana parameter ventilator ?
20. Bagaimana proses penyapihan ?
21. Bagaimana komplikasi ventilasi ?
22. Apa obat obat saluran pernapasan ?
23. Bagaimana penggolongan obat sistem pernapasan ?
C. Tujuan Penulisan
1. Mahasiswa mampu menjelaskan definisi terapi oksigen.
2
2. Mahasiswa mampu menjelaskan tujuan pemberian terapi oksigen.
3. Mahasiswa mampu menjelaskan indikasi pemberian terapi oksigen.
4. Mahasiswa mampu menjelaskan tindakan pemberian oksigen dengan
masker rebreathing parsial dengan kantong reservoir dan masker non
rebreathing dengan kantong reservoir.
5. Mahasiswa mampu menjelaskan definisi EET ?
6. Mahasiswa mampu menjelaskan indikasi dan kontra indikasi EET ?
7. Mahasiswa mampu menjelaskan keuntungan dan kerugian pemasangan
EET ?
8. Mahasiswa mampu menjelaskan persiapan intubasi ?
9. Mahasiswa mampu menjelaskan cara intubasi ?
10. Mahasiswa mamapu menjelaskan komplikasi pada intubasi EET ?
11. Mahasiswa mampu menjelaskan definisi ventilator ?
12. Mahasiswa mampu menjelaskan fisiologi pernapasan pada ventilator ?
13. Mahasiswa mampu menjelaskan tujuan penggunaan ventilator ?
14. Mahasiswa mampu menjelaskan Bagaimana indikasi penggunaan
ventilator ?
15. Mahasiswa mampu menjelaskan Bagaimana pengklasifikasian dari
ventilator ?
16. Mahasiswa mampu menjelaskan Bagaimana mode ventilator ?
17. Mahasiswa mampu menjelaskan Bagaimana parameter ventilator ?
18. Mahasiswa mampu menjelaskan Bagaimana proses penyapihan ?
19. Mahasiswa mampu menjelaskan Bagaimana komplikasi ventilasi ?
20. Mahasiswa mampu menjelaskan Apa obat obat saluran pernapasan ?
21. Mahasiswa mampu menjelaskan penggolongan obat sistem pernapasan ?
D. Manfaat Penulisan
Berdasarkan tujuan diatas, maka penulisan makalah ini diharapkan dapat
bermanfaat, sebagai berikut:
1. Manfaat Umum
Memberikan sumbangan pemikiran untuk memperkaya wawasan dan
pengetahuan tentang materi.
2. Manfaat Khusus
a. Bagi pembaca
Makalah ini diharapkan dapat mempermudah pembaca dalam
memahami materi yang di sajikan. Selain itu pembaca makalah ini
diharapkan mampu menerima semua materi yang disampaikan.
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
manusia yang digunakan untuk kelangsungan metabolisme sel tubuh,
mempertahankan, dan aktivitas berbagai organ atau sel ( Carpenito, Lynda
Juall 2012). Kebutuhan oksigenasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang
digunakan untuk kelangsungan metabolisme sel tubuh mempertahankan hidup
dan aktivitas berbagai organ atau sel. Seseorang biasanya mengalami masalah
oksigenasi disebabkan oleh:
1. Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas adalah Suatu keadaan ketika
seorang individu mengalami suatu ancaman yang nyata atau potensial pada
status pernapasan sehubungan dengan ketidakmampuan untuk batuk secara
efektif.( Carpenito,Lynda Juall 2012).
2. Ketidakefektifan Pola Pernapasan adalah keadaan ketika seorang individu
mengalami kehilangan ventilasi yang aktual atau potensial yang
berhubungan dengan perubahan pola pernapasan. (Carpenito, Lynda Juall
2012).
3. Gangguan Pertukaran Gas adalah keadaan ketika seorang individu
mengalami penurunan jalannya gas (oksigen dan karbondioksida ) yang
aktual (atau dapat mengalami potensial) antara alveoli paru paru dan
sistem vaskular. (Carpenito, Lynda Juall 2012).
5
Simple Face Mask 35-60% 6-8 LPM
Bag-Valve-Mask
(Ambubag)
6
Gejala dan tanda hipoksia hipoksik:
1. Pengaruh penurunan tekanan barometer
Penurunan PCO2 darah arteri yang terjadi akan menimbulkan
alkalosis respiratorik.
2. Gejala hipoksia saat bernafas oksigen
Di ketinggian 19.200 m, tekanan barometer adalah 47 mmHg, dan
pada atau lebih rendah dari tekanan ini cairan tubuh akan mendidih
pada suhu tubuh. Setiap orang yang terpajan pada tekanan yang
rendah akan lebih dahulu meninggal saat hipoksia, sebelum
gelembung uap air panas dari dalam tubuh menimbulkankematian.
3. Gejala hipoksia saat bernafas udara biasa
Gejala mental seperti irritabilitas, muncul pada ketinggian sekitar
3700 m. Pada ketinggian 5500 m, gejala hipoksia berat, dan diatas
6100 m, umumnya seseorang hilang kesadaran.
4. Efek lambat akibat ketinggian
Keadaan ini ditandai dengan sakit kepala, iritabilias, insomnia, sesak
nafas, serta mual dan muntah.
5. Aklimatisasi
Respon awal pernafasan terhadap ketinggian relatif ringan, karena
alkalosis cenderung melawanefek perangsangan oleh hipoksia.
Timbulnya asidosis laktat dalam otak akan menyebabkan penurunan
pH LCSdan meningkatkan respon terhadap hipoksia.
b. Oksigenasi kurang sedangkan paru normal
c. Oksigenasi cukup sedangkan paru tidak normal
d. Oksigenasi cukup, paru normal, sedangkan sirkulasi tidak normal.
e. Pasien yang membutuhkan pemberian oksigen konsentrasi tinggi.
f. Pasien dengan tekanan partial karbondioksida ( PaCO2 ) rendah.
Contoh :
- Pasien dengan kadar O2 arteri rendah dari hasil AGD
- Pasien dengan peningkatan kerja napas dimana tubuh terjadi
hipoksemia ditandai dengan PaO2 dan SpO2 menurun. Pasien yang
teridentifikasi hipoksemia contohnya syok dan keracunan CO.
7
- Pasien dengan peningkatan kerja miokard, dimana jantung berusaha
untuk mengatasi gangguan O2 melalui peningkatan laju pompa jantung
yang adekuat.
- Beberapa trauma
Terapi ini diberikan dengan orang yang mempunyai gejala :
- Sianosis - Keracunan
- Hipovolemi - Asidosis
- Perdarahan - Selama dan sesudah pembedahan
- Anemia berat - Klien dengan keadaan tidak sadar
8
1. Masker Rebreathing Parsial dengan Kantong Reservoir
a. Pengertian
Masker rebreathing adalah masker wajah yang terdapat sebuah
kantung reservoir dan maskernya tanpa klep. Kantong reservoir
oksigen yang terhubung memungkinkan klien mengambil nafas
kembali sekitar sepertiga dari udara yang dihembuskan bersamaan
dengan oksigen. Masker rebreathing mengalirkan oksigen dengan
kecepatan aliran O2 8-12 liter/menit dan konsentrasi O2 60-80 %.
b. Indikasi
1) Klien hipoksia dengan dispneu, apneu, dan sianosis
9
2) Perfusi jaringan adekuat
c. Kontraindikasi
Pada klien PPOK yang membutuhkan konsentrasi oksigen <60%.
d. Prinsip
1) Mengalirkan oksigen dengan konsentrasi 60%-80%
2) Volume aliran 8-12 liter/menit
3) Terdapat kantung reservoir untuk meningkatkan FiO2
e. Alat dan Bahan
1) Set oksigen (tabung O2, O2, flowmeter, humidifier)
2) Water steril
3) Plester non iritan
4) Antiseptik (jika diperlukan)
5) Masker rebreathing
6) Sarung tangan bersih
f. Prosedur
1) Mengucapkan salam terapeutik kepada pasien
Rasional : etik saat bertemu klien
2) Melakukan validasi
Rasional : untuk menghindari kesalahan asuhan keperawatan pada
klien
3) Menjelaskan prosedur yang akan dilakukan kepada pasien
Rasional: menghindari ansietas pada pasien
4) Mencuci tangan
Rasional: Menurunkan transfer mikroorganisme. Meningkatkan
efisiensi
5) Menggunakan sarung tangan bersih
Rasional : Menurunkan transfer mikroorganisme. Meningkatkan
efisiensi
6) Mempersiapkan peralatan
Rasional: mempercepat penanganan agar efektif
7) Mengkaji adanya tanda dan gejala klinis dan sekret pada jalan
napas
10
Rasional: mengetahui kondisi fisik pasien
8) Menyambungkan masker ke selang dan ke sumber oksigen
Rasional: mengalirkan oksigen pada masker
9) Memberikan aliran oksigen sesuai dengan kecepatan aliran pada
progam medis dan memastikan bahwa berfungsi dengan baik.
Rasional: mencegah terjadinya kesalahan asuhan keperawatan
sehingga melukai klien. Memberikan aliran oksigen sesuai dengan
kebutuhan klien
10) Selang tidak tertekuk dan sambungan paten.
Rasional: jika selang tertekuk akan menghambat jalan oksigen
bantuan
11) Ada gelembung udara pada humidifier.
Rasional: gelembung merupakan supply oksigen
12) Terasa oksigen keluar dari masker.
Rasional: apabila oksigen tidak keluar, akan membuat klien
semakin susah bernapas
13) Memastikan kantong reservoir tidak terlipat atau mengempis total
saat inspirasi
Rasional: untuk memaksimalkan pemberian oksigen
14) Mengarahkan masker ke wajah klien dan pasang dari hidung ke
bawah (sesuaikan dengan kontur wajah klien).
Rasional: memberikan bantuan oksigen pada klien dengan
pemasanga yang nyaman
15) Melingkarkan pita elastik ke kepala pasien agar nyaman dan tidak
sempit
Rasional: menghindari lepasnya masker
16) Memeriksa masker, aliran oksigen setiap 2 jam atau lebih cepat,
tergantung kondisi dan keadaan umum pasien
Rasional: menjaga aliran oksigen agar tetap stabil sesuai kebutuhan
klien
17) Mempertahankan batas air pada botol humidifier setiap waktu.
11
Rasional: untuk memaksimalkan pertukaran gas yang terjadi dalam
humidifier
18) Memeriksa jumlah kecepatan aliran oksigen
Rasional: menjaga kestabilan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh
klien
19) Mengkaji membran mukosa hidung dari adanya iritasi dan memberi
jelly untuk melembapkan membran mukosa jika diperlukan.
Rasional: menghindari adanya iritasi yang diakibatkan pemasangan
nasal kanul dan kekeringan karena dorongan oksigen
20) Mencuci tangan.
Rasional: menjaga kebersihan dan menghindari infeksi nosokomial
21) Mengevaluasi respon pasien
Rasional: menghindari tindakan yang mengakibatkan klien merasa
sakit dan cemas akan tindakan selanjutnya
22) Mencatat hasil tindakan yang telah dilakukan dan hasilnya
Rasional: sebagai pendokumentasian dan alat pemantau
perkembangan kondisi fisik klien
g. Evaluasi
1) Observasi kondisi hidung mulut dan perawatan lubang hidung
atau iritasi nasofaringeal.
2) Kaji respon klien setelah pemberian oksigen (pola pernapasan
dan kecepatan)
3) Pastikan pasien tidak makan minum atau batuk dan menyeka
(bisa terjadi aspirasi bila pasien muntah, serta perlu segel
pengikat)
4) Kondisi hipoksia dapat teratasi.
5) Frekuensi pernapasan 14-20 kali per menit.
6) Observasi adanya iritasi pada kulit disekitar masker
h. Keuntungan
Konsentrasi oksigen lebih tinggi dari sungkup muka sederhana,
tidak mengeringkan selaput lendir.
i. Kerugian
12
Tidak dapat memberikan oksigen konsentrasi rendah, kantong
oksigen bisa terlipat atau terputar atau mengempes, apabila ini terjadi
dan aliran yang rendah dapat menyebabkan pasien akan menghirup
sejumlah besar karbondioksida. Pasien tidak memungkinkan makan
minum atau batuk dan menyekap, bisa terjadi aspirasi bila pasien
muntah, serta perlu segel pengikat.
Caranya :
13
a. Pengertian
b. Prinsip
1) Mengalirkan oksigen dengan konsentrasi mencapai 99%
2) Volume aliran 10-12 liter/menit
3) Terdapat kantung reservoir untuk meningkatkan FiO2 dan dua katup
untuk menampung oksigen
c. Indikasi
1) Pada klien gagal jantung yang tidak sadar dan membutuhkan
oksigen >70%
2) Klien menunjukkan tanda-tanda shock, dipsneu, cyanosis, apneu
d. Kontraindikasi
14
Pada klien PPOK (Paru-Paru Obstruksi Kronik) dan mengalami
muntah-muntah.
e. Persiapan alat
1) Masker wajah nonrebreathing, sesuai kebutuhann dan ukuran
pasien
2) Selang oksigen
3) Humidifier
4) Water steril
5) Tabung oksigen dengan flowmeter
6) Pita atau tali elastic
f. Prosedur
1) Periksa progam terapi medic
Rasional : untuk kelancaran program, dan keamanan pasien
2) Ucapkan salam therapeutic
Rasional : menciptakan hubungan yang baik antara perawat dengan
pasien
3) Lakukan evaluasi/validasi
Rasional : untuk keamanan pasien, kenyamanan pasien dan
kelancaran program
4) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
Rasional : pasien mengerti tindakan apa saja yang akan dilakukan
oleh perawat
5) Cuci tangan
Rasional : mencegah terjadinya infeksi nosokomial dan
menghilangkan mikroorganisme yang ada di tangan
6) Persiapkan alat
Rasional : agar peralatan yang akan dibutuhkan tidak ada yang
kurang, dan untuk memperlancar proses tindakan perawatan
7) Kaji adanya tanda dan gejala klinis dan secret pada jalan napas
Rasional : untuk memperlancar jalan napas pada saat oksigen
dimasukkan.
15
8) Sambungkan masker keselang dan ke sumber oksigen
Rasional : untuk mengalirkan oksigen dari tabung oksigen ke
pasien.
9) Berikan aliran oksigen sesuai dengan kecepatan aliran pada progam
medis dan pastikan berfungsi dengan baik.
a) Selang tidak tertekuk dan sambungan paten.
b) Ada gelembung udara pada humidifier.
c) Terasa oksigen keluar dari masker.
Rasional : untuk memastikan bahwa oksigen telah benar-benar
mengalir dengan sempurna dan agar tidak terjadi sumbatan
10) Arahkan masker ke wajah klien dan pasang dari hidung ke bawah
(sesuaikan dengan kontur wajah klien).
Rasional : agar konsentrasi oksigen bisa masuk dengan sempurna
ke jalan napas pasien, karena jika masker terlalu besar oksigen
akan keluar pada celah masker.
11) Fiksasi pengikat elastik ke sikat kepala klien sehingga masker
nyaman dan tidak sempit.
Rasional : untuk kenyamanan pasien
12) Berikan aliran oksigen sesuai dengan kecepatan aliran
Rasional : untuk memastikan kebutuhan oksigen yang diperlukan
oleh pasien.
13) Periksa masker, aliran oksigen setiap 2 jam atau lebih cepat,
tergantung kondisi dan keadaan umum pasien
Rasional: memastikan bahwa oksigen benar-benar masuk ke jalan
napas pasien dan tidak terjadi sumbatan
14) Usahakan kantung reservoir tidak mengempis total ketika klien
melakukan inspirasi
Rasional : untuk menghindari terbentuknya karbon dioksida
15) Pertahankan batas air pada botol humidifier setiap waktu
Rasional: mencegah masuknya udara ke dalam tabung yang bisa
menyebabkan kolaps paru
16
16) Periksa jumlah kecepatan aliran oksigen dan program terapi setiap
8 jam
Rasional: untuk mengecek kelancaran program terapi, dan
mengecek perubahan yang terjadi pada pasien
17) Kaji membran mukosa hidung dari adanya iritasi dan beri jelly
untuk melembapkan membrane mukosa jika diperlukan
Rasional : agar menghindari terjadinya iritasi pada membrane
mukosa hidung dan kenyamanan pasien
18) Cuci tangan
Rasional : mencegah terjadinya infeksi nosokomial dan
menghilangkan mikroorganisme yang ada di tangan
19) Evaluasi respon pasien
Rasional : untuk mengetahui hasil dari tindakan keperawatan.
20) Catat hasil tindakan yang telah dilakukan dan hasilnya
Rasional : untuk data obyektif dan laporan.
g. Evaluasi
1) Observasi kondisi hidung mulut dan perawatan lubang hidung atau
iritasi nasofaringeal.
2) Kaji respon klien setelah pemberian oksigen (pola pernapasan dan
kecepatan)
3) Pastikan pasien tidak makan minum atau batuk dan menyeka (bisa
terjadi aspirasi bila pasien muntah, serta perlu segel pengikat)
4) Kondisi hipoksia dapat teratasi.
5) Frekuensi pernapasan 14-20%.
6) Observasi adanya iritasi pada kulit disekitar masker
h. Keuntungan
Konsentrasi oksigen yang diperoleh dapat mencapi 90%, tidak
mengeringkan selaput lendir.
i. Kerugian
17
Tidak dapat memberikan oksigen konsentrasi rendah. Kantong oksigen
bisa terlipat atau terputar, menyekap, perlu segel pengikat, dan tidak
memungkinkan makan, minum atau batuk, bisa terjadi aspirasi bila
pasien muntah terutama pada pasien tidak sadar dan anak-anak. Cara
memasang :
1) Membebaskan jalan nafas dengan menghisap sekresi (k/p).
18
Intubasi endotrakeal adalah tindakan memasukkan pipa trakea ke dalam
trakea melalui rima glottidis dengan mengembangkan cuff, sehingga ujung
distalnya berada kira-kira dipertengahan trakea antara pita suara dan
bifurkasio trakea.sehingga jalan nafas menjadi bebas dan nafas menjadi
mudah dibantu atau dikendalikan. Intubasi endotrakeal dapat dilakukan
dengan memasukkan pipa dari hidung, mulut atau trakeal stoma bagi pasien
yang tidak dapat mempertahankan sendiri jalan nafas yang adekuat (pasien
koma, yang menderita obstruksi jalan nafas), untuk ventilasi mekanis, dan
untuk pengisapan sekresi dari bronkial.Intubasi endotrakeal dapat dilakukan
dengan memasukkan pipa dari hidung, mulut atau trakeal stoma. .
19
2) Obstruksi jalan nafas besar ( epiglotitis, corpus alienum, paralisis pita
suara) baik secara anatomis maupun fungsional.
3) Perdarahan faring ( luka tusuk, luka tembak pada leher)
4) Tindakan profilaksis ( pasien yang tidak sadar untuk pemindahan ke
rumah sakit lain atau pada keadaan di mana potensial terjadi
kegawatan nafas dalam proses transportasi pasien)
b. Optimalisasi jalan nafas
1) saluran untuk pelaksanaan pulmanary toilet darurat (sebagai contoh :
penghisapan atau bronchoscopy untuk aspirasi akut atau pun trakheitis
bakterialis berat)
2) tindakan untuk memberikan tekanan positif dan kontinu yang tinggi
pada jalan nafas ( respiratory distress syndrome pada orang dewasa dan
penyakit membran hyalin)( Dibutuhkan tekanan inspirasi yang tinggi
atau PEEP).
c. Ventilasi mekanik.
Ventilasi mekanik pada kegagalan respirasi yang dikarenakan
20
3) Ventilasi dapat diukur dan dikontrol tanpa mempengaruhi lambung dan
usus.
4) Akan mengurangi kemungkinan aspirasi sekresi, darah, jaringan dan
muntah secara drastis.
5) Ventilasi dapat diukur dan dikontrol walau pada posisi lateral telungkup
atau lainnya.
6) Respirasi dapat dikontrol selama pemberian obat pelumpuh otot.
7) Mempermudah dilakukan suction pada paru
8) Anestesiolog dan alat-alat anestesi dapat diletakan jauh dari daerah
operasi jika dilakukan operasi kepala atau leher.
Trauma terhadap bibir, lidah, hidung, tenggorokan dan laring dapat saja
terjadi, mengakibatkan suara serak, sakit dan disfagia.Aberasi nukosa
dapat diakibatkan oleh suatu operasi empisema yang luas. Bila terjadi
perforasi dari membran padadecussatio dari otot krikofaringeal akan dapat
mengakibatkan mediastinitis.
I. Persiapan intubasi
Persiapan untuk intubasi termasuk mempersiapkan alat‐alat dan
memposisikan pasien.ETT sebaiknya dipilih yang sesuai. Pengisian cuff
ETT sebaiknya di tes terlebih dahulu dengan spuit 10 milliliter. Jika
menggunakan stylet sebaiknya dimasukkan ke ETT.Berhasilnya intubasi
sangat tergantung dari posisi pasien, kepala pasien harus sejajar dengan
pinggang anestesiologis atau lebih tinggi untuk mencegah ketegangan
pinggang selama laringoskopi.Persiapan untuk induksi dan intubasi juga
melibatkan preoksigenasi rutin. Preoksigenasi dengan nafas yang dalam
dengan oksigen 100 %.5 Persiapan alat untuk intubasi antara lain :
a. Scope
21
Yang dimaksud scope di sini adalah stetoskop dan
laringoskop.Stestoskop untuk mendengarkan suara paru dan jantung
serta laringoskop untuk melihat laring secara langsung sehingga bisa
memasukkan pipa trake dengan baik dan benar. Secara garis besar,
dikenal dua macam laringoskop:
b. Tube
Yang dimaksud tubes adalah pipa trakea. Pada tindakan anestesia, pipa
trakea mengantar gas anestetik langsung ke dalam trakea dan biasanya
dibuat dari bahan standar polivinil klorida.Ukuran diameter pipa trakea
dalam ukuran milimeter.Bentuk penampang pipa trakea untuk bayi,
anak kecil, dan dewasa berbeda. Untuk bayi dan anak kecil di bawah
usia lima tahun, bentuk penampang melintang trakea hampir bulat,
sedangkan untuk dewasa seperti huruf D. Oleh karena itu pada bayi dan
anak di bawah lima tahun tidak menggunakan kaf (cuff) sedangkan
untuk anak besar-dewasa menggunakan kaf supaya tidak bocor. Alasan
lain adalah penggunaan kaf pada bayi-anak kecil dapat membuat trauma
selaput lendir trakea dan postintubation croup.
22
Pipa trakea dapat dimasukkan melalui mulut (orotracheal tube) atau
melalui hidung (nasotracheal tube).Nasotracheal tube umumnya
digunakan bila penggunaan orotracheal tube tidak memungkinkan,
mislanya karena terbatasnyapembukaan mulut atau dapat
menghalangi akses bedah. Namun penggunaan nasotracheal tube
dikontraindikasikan pada pasien dengan farkturbasis kranii.
Prematur 2,0-2,5 10 10 cm
Neonatus 2,5-3,5 12 11cm
1-6 bulan 3,0-4,0 14 11 cm
½-1 tahun 3,0-3,5 16 12 cm
1-4 tahun 4,0-4,5 18 13 cm
4-6 tahun 4,5-,50 20 14 cm
6-8 tahun 5,0-5,5* 22 15-16 cm
8-10 tahun 5,5-6,0* 24 16-17 cm
10-12
tahun 6,0-6,5* 26 17-18 cm
12-14
tahun 6,5-7,0 28-30 18-22 cm
Dewasa
wanita 6,5-8,5 28-30 20-24 cm
Dewasa
pria 7,5-10 32-34 20-24 cm
23
Tabel Pipa Trakea dan peruntukannya (Endotracheal Tube (Breathing
Tube))
24
memungkinkan perkiraan lokasi pipa secara tepat.Pada tabung didapatkan
ukuran dengan jarak setiap 1cm untuk memastikan kedalaman pipa.
Anatomi laring dan rima glotis harus dikenal lebih dulu.Besar pipa
trakea disesuaikan dengan besarnya trakea.Besar trakea tergantung pada
umur.Pipa endotrakea yang baik untuk seorang pasien adalah yang terbesar
yang masih dapat melalui rima glotis tanpa trauma.Pada anak dibawah
umur 8 tahun trakea berbentuk corong, karena ada penyempitan di daerah
subglotis (makin kecil makin sempit).Oleh karena itu pipa endaotrakeal
yang dipakai pada anak, terutama adalah pipa tanpa balon (cuff).Bila
dipakai pipa tanpa balon hendaknya dipasang kasa yang ditempatkan di
faring di sekeliling pipa tersebut untuk mencegah aspirasi untuk fiksasi
dan agar tidak terjadi kebocoran udara inspirasi.Bila intubasi secara
langsung (memakai laringoskop dan melihat rima glotis) tidak berhasil,
intubasi dilakukan secara tidak langsung (tanpa melihat trakea)yang juga
disebut intubasi tanpa lihat (blind). Cara lain adalah dengan menggunakan
laringoskop serat optic.
Untuk orang dewasa dan anak diatas 6 tahun dianjurkan untuk memakai
pipa dengan balon lunak volume besar tekanan rendah, untuk anak kecil
dan bayi pipa tanpa balon lebih baik.Balon sempit volume kecil tekanan
tinggi hendaknya tidak dipakai karena dapat menyebabkan nekrosis
mukosa trakea. Pengembangan balon yang terlalu besar dapat dihindari
dengan memonitor tekanan dalam balon (yang pada balon lunak besar
sama dengan tekanan dinding trakea dan jalan nafas) atau dengan memakai
balon tekanan terbatas. Pipa hendaknya dibuat dari plastik yang tidak
iritasif.
25
Kerusakan pada laringotrakea telah jauh berkurang dengan adanya
perbaikan balon dan pipa.Jadi trakeostomi pada pasien koma dapat ditunda
jika ekstubasi diperkirakan dapat dilakukan dalam waktu 1-2 minggu.
Akan tetapi pasien sadar tertentu memerlukan ventilasi intratrakea jangka
panjang mungkin merasa lebih nyaman dan diberi kemungkinan untuk
mampu berbicara jika trakeotomi dilakukan lebih dini
c. Airway
Airway yang dimaksud adalah alat untuk menjaga terbukanya jalan
napasyaitu pipa mulut-faring (Guedel, orotracheal airway) atau pipa
hidung-faring(naso-tracheal airway). Pipa ini berfungsi untuk menahan
lidah saat pasien tidaksadar agar lidah tidak menyumbat jalan napas.
26
d. Tape
Tape yang dimaksud adalah plester untuk fiksasi pipa supaya
tidakterdorong atau tercabut.
e. Introducer
Introducer yang dimaksud adalah mandrin atau stilet dari kawat yang
dibungkus plastik (kabel) yang mudah dibengkokkan untuk pemandu
supaya pipatrakea mudah dimasukkan.
Gambar Stylet
f. Connector
Connector yang dimaksud adalah penyambung antara pipa dengan
bagvalve mask ataupun peralatan anesthesia.
g. Suction
Suction yang dimaksud adalah penyedot lender, ludah dan cairan
lainnya.
27
Gambar Alat-alat Intubasi EndotrakealSumber : Longnecker et al., 2008
J. CARA INTUBASI
a. Pada Orang Dewasa
Mulut pasien dibuka dengan tangan kanan dan gagang laringoskop
dipegang dengan tangan kiri. Daun laringoskop dimasukkan dari sudut
kanan dan lapangan pandang akan terbuka. Daun laringoskop didorong
ke dalam ronggamulut. Gagang diangkat ke atas dengan lengan kiri dan
akan terlihat uvula, faring serta epiglotis.
28
epigastrium atau gaster akan mengembang, terdengar suara saat
ventilasi (dengan stetoskop), kadang‐kadang keluar cairan lambung,
dan makin lama pasien akan nampak semakin membiru. Untuk hal
tersebut pipa dicabut dan intubasi dilakukan kembali setelah diberikan
oksigenasi yang cukup.
b. Pada Bayi
29
1. Memilih dan menyiapkan pipa ET.
Pipa ET sekali pakai ( disposable) ukuran disesuaikan dengan berat
badan bayi.
Berat (gr)
Ukuran pipa ET
< 1000 2,5
1. Menyiapkan laringoskop
a. Pilih laringoskop dengan lidah / daun lurus, no. 1 ( cukup
bulan) dan 0 ( kurang bulan).
b. Pasang daun laringoskop pada pegangannya.
c. Hidupkan lampu laringoskop, periksa lampu dan batere-nya
2. Menyiapkan perlengkapan lain Alat dan kateter penghisap no 10
F.
Balon dan sungkup , sumber oksigen 100 %, stetoskop, plester.
3. Posisi bayi
Kepala sedikit ekstensi / tengadah
30
Untuk anak di atas 2 tahun, posisi optimal dapat dicapai dengan
meletakkan ganjal pada kepala anak, kemudian melakukan
sniffing position. Pada bayi hal ini tidak perlu dilakukan karena
oksiput bayi yang prominen . Pada trauma leher , intubasi harus
dilakukan dalam posisi netral.
Gambar 6. A. Sudut antara oral (O), faringeal (P) dan trakea (T)
pada anak berusia 2 tahun bila anak terbaring datar. B. Dengan
meletakkan ganjal pada oksiput, sumbu p dan t menjadi hampir
segaris. C. Dengan mengekstensikan sendi atlanto-oksipital,
ketiga sumbu hampir segaris.
31
6. Melihat glottis
a. angkat daun laringoskop dengan cara mengangkat seluruh
laringoskop ke arah batang laringoskop menunjuk, lidah
akan terjulur sedikit sehingga terlihat faring.
b. Menentukan letak dan posisi daun laringsokop :
Tabel 3. Tanda penunjuk tampilan laring melalui
laringoskop apabila terpasang dengan benar, kurang dalam,
dan terlalu dalam
Kurang
dalam Lidah terlihat menutupi daun
Terlalu
dalam Terlihat dinding esofagus
Lebih ke
kiri Di belakang faring terlihat sebagian trakea di
Samping
32
c. Penekanan di daerah laring akan memperlihatkan glottis,
dengan menggunakan jari ke -4 dan ke-5 tangan kiri . atau
dilakukan asisten dengan telunjuk
8. Memasukkan pipa ET
a. Glottis dan pita suara harus terlihat.
b. Pipa ET dipegang dengan tangan kanan, dimasukkan dari
sebelah kanan mulut.
c. Tetap melihat glottis, dimasukkan waktu pita suara terbuka.
Jika dalam 20 detik pita suara belum terbuka, hentikan,
sementara lakukan VTP.
d. Masukkan pipa ET di antara pita suara, sampai sebatas garis
tanda pita suara, ujung pipa pada pertengahan pita suara dan
karina.Hindari mengenai pita suara, dapat mengakibatkan
spasme.
9. Mengeluarkan laringoskop.
a. Pipa ET dipegang dengan tangan kanan, bertumpu pada
muka bayi, tekan Bibir.
b. Laringoskop dikeluarkan dengan tangan kiri tanpa
mengganggu atau menggeser pipa ET.
c. Cabut stilet dari pipa ET
10. Memastikan letak pipa ET
a. Sambil memegang pipa ET pada bibir, pasang sambungan
pipa ke balon resusitasi dan lakukan ventilasi sambil
mengamati dada dan perut bayi.
b. Jika letak ET benar akan terlihat :
1) dada mengembang
2) perut tidak mengembung
33
c. Mendengarkan suara nafas dengan menggunakan stetoskop
di dada atas kiri dan kanan.
Jika letak ET benar :
Tindakan :
34
- jarak pipa ET ke bibir menentukan dalamnya pipa
Fiksasi pipa ET ke wajah bayi dengan plester
K. EKSTUBASI PERIOPERATIF
Setelah operasi berakhir, pasien memasuki prosedur pemulihan yaitu
pengembalian fungsi respirasi pasien dari nafas kendali menjadi nafas
spontan.Sesaat setelah obat bius dihentikan segeralah berikan oksigen 100%
disertai penilaian apakan pemulihan nafas spontan telah terjadi dan apakah
ada hambatan nafas yang mungkin menjadi komplikasi. Bila dijumpai
hambatan nafas, tentukaan apakah hambatan pada central atau perifer.Teknik
ekstubasi pasien dengan membuat pasien sadar betul atau pilihan lainnya
pasien tidak sadar (tidur dalam), jangan lakukan dalam keadaan setengah
sadar ditakutkan adanya vagal refleks. Bila ekstubasi pasien sadar, segera
hentikan obat-obat anastesi hipnotik maka pasien berangsu-angsur akan sadar.
Evaluasi tanda-tanda kesadaran pasien mulai dari gerakan motorik otot-otot
tangan, gerak dinding dada, bahkan sampai kemampuan membuka mata
spontan.Yakinkan pasien sudah bernafas spontan dengan jalan nafas yang
lapang dan saat inspirasi maksimal.Pada ekstubasi pasien tidak sadar
diperlukan dosis pelumpuh otot dalam jumlah yang cukup banyak, dan
setelahnya pasien menggunakan alat untuk memastikan jalan nafas tetap
lapang berupa pipa orofaring atau nasofaring dan disertai pula dengan
tripleairway manuver standar.
Syarat-syarat ekstubasi :
Reflek jalan napas sudah kembali dan penderita sudah sadar penuh.
L. KOMPLIKASI
35
Tatalaksana jalan napas merupakan aspek yang fundamental pada praktik
anestesi dan perawatan emergensi. Intubasi endotrakeal termasuk tatalaksana
yang cepat, sederhana, aman dan teknik nonbedah yang dapat mencapai
semua tujuan dari tatalaksana jalan napas yang diinginkan, misalnya menjaga
jalan napas tetap paten, menjaga paru-paru dari aspirasi, membuat ventilasi
yang cukup selama dilakukan ventilasi mekanik, dan sebagainya.
Faktor pasien
1. Komplikasi sering terjadi pada bayi, anak dan wanita dewasa karena
memiliki laring dan trakea yang kecil serta cenderung terjadinya edema
pada jalan napas.
2. Pasien yang memiliki jalan napas yang sulit cenderung mengalami trauma.
3. Pasien dengan variasi kongenital seperti penyakit kronik yang didapat
menimbulkan kesulitan saat dilakukan intubasi atau cenderung
mendapatkan trauma fisik atau fisiologis selama intubasi.
4. Komplikasi sering terjadi saat situasi emergensi.
36
2. Pemakaian stilet dan bougie merupakan faktor predisposisi terjadinya
trauma.
3. Bahan tambahan berupa plastik dapat menimbulkan iritasi jaringan.
4. Sterilisasi tube plastik dengan etilen oksida dapat menghasilkan bahan
toksik berupa etilen glikol jika waktu pengeringan inadekuat.
5. Tekanan yang tinggi pada kaf dapat menimbulkan cedera atau kaf
dengan tekanan yang rendah dapat pula menimbulkan cedera jika
ditempatkan di bagian yang tidak tepat.
Kesulitan menjaga jalan napas dan kegagalan intubasi mencakup
kesulitan ventilasi dengan sungkup, kesulitan saat menggunakan laringoskopi,
kesulitan melakukan intubasi dan kegagalan intubasi. Situasi yang paling
ditakuti adalah tidak dapat dilakukannya ventilasi maupun intubasi pada
pasien apnoe karenaproses anestesi. Kegagalan dalam oksigenasi dapat
menyebabkan kematian atauhipoksia otak.
37
Abrasi kornea Diskoneksi
Laringospasme
Bronkospasme
Trauma laring
Intubasi esophageal
Intubasi bronchial
Granuloma laring
38
Jaringan granulasi pada glotis dan subglotis
Sinekiae laring
Membran laringotrakeal
1/5
RSIA BUNDA
SEJAHTERA
39
Tanggalterbit Ditetapkan,
(SPO)
dr. Susan
SIP: 446.1/0063/I/1407-Dinkes/2014
40
2. Pasien diatur terlentang dengan kepala hiper ekstensi
3. Penandatanganan inform concent
4. Petugas melakukan kebersihan tangan
5. Petugas menggunakan APD ( topi, masker,
handscoond, apron, google, sepatu)
RSIA BUNDA
2/5
SEJAHTERA
Tanggalterbit Ditetapkan,
(SPO)
dr. Susan
SIP: 446.1/0063/I/1407-Dinkes/2014
41
11. Mengisi cuff pipa endotrachea tube setelah dokter
melakukan intubasi
12. Melakukan pengecekan ketepatan posisi endotrachea
tube dengan cara auskultasi
13. Melakukan fiksasi ETT diantara bibir atasdan hidung
14. Melakukan fiksasi ETT di pipi kiri dan kanan
15. Petugas melepas APD
16. Petugas melakukan kebersihan tangan
B. Perawatan
1. Petugas melakukan kebersihan tangan
2. Petugas mengenakan APD ( sarung tangan)
3. Fiksasi pipa endotrache tube :
a. Fiksasi dengan plester setelah intubasi
b. Pastikan fiksasi baikdengan memastikan bahwa
Plester melekat baik pada sekitar endotrachea
tube
3/5
RSIA BUNDA
SEJAHTERA
Ditetapkan,
(SPO)
dr. Susan
SIP: 446.1/0063/I/1407-Dinkes/2014
42
c. Pastikan fiksasi endotrachea pada panjang pipa
yang tepat beberapa kali secara teratur setiap
harinya atau saat curiga tercabut atau terdorong
4. Pemeriksaan terhadap cuffendotrachea
a. Tes volumetric (jumlah udara yang cukup yang
dimasukan ke cuff pipa endotrachea sampai tidak
terjadi kebocoran + 1 ml) segera dilakukan
setelah dilakukan pemasangan pipa endotrachea
dan diulangi secara rutin beberapa hari sekali,
terutama bila dijumpai kebocoran manual
PROSEDUR hiperinflasi
b. Memastikan tidak ada kebocoran dengan
auskultasi didaerah tracheaselama ventilasi
normal
c. Tekanan cuff diukur dengan manometer
5. Bila dijumpai kebocoran menetap di pipa
endotrachea segera lakukan visualisasi langsung
dengan laringoskop, meskipun fiksasi terlihat pada
panjang pipa endotrachea yang benar untuk
memastikan benar ada dan tidaknya masalah
6. Suctioning pipa endotrache bila dijumpai banyak
secret di jalan nafas
7. Humidifikasi yang adekuat
8. Petugas melepas APD
43
No. Dokumen No. Revisi Halaman
RSIA BUNDA
SEJAHTERA
4/5
Ditetapkan,
SIP: 446.1/0063/I/1407-Dinkes/2014
44
1. Catat tanggal dan waktu pemasangan ETT dilokasi
yang dapat dilihat dengan jelas
2. Lakukan pencatatan pada lembarcatatan terintegras
Tanggalterbit Ditetapkan,
(SPO)
dr. Susan
SIP: 446.1/0063/I/1407-Dinkes/2014
PROSEDUR NB :
45
selama 10 detik untuk mempertahankan sirkulasi
daerah trachea
5. Ganti ubah letak ETT setiap pergantian fiksasi
Pasca Tindakan Pemasangan ETT
M. DEFINISI VENTILATOR
Ventilator merupakan alat pernapasan bertekanan negative atau positif
yang dapat mempertahankan ventilasi pemberian oksigen dalam waktu
yang lama (Brunner and Suddarth, 2001). Ventilasi mekanik adalah suatu
alat bantu mekanik yang berfungsi memberikan bantuan nafas pasien
dengan cara memberikan tekanan udara positif pada paru-paru melalui
jalan nafas buatanadalah suatu alat yang digunakan untuk membantu
sebagian atau seluruh proses ventilasi untuk mempertahankan oksigenasi
( Brunner dan Suddarth, 2002). Ventilasi mekanik adalah alat bantu
nafas yang memberikan bantuan nafas dengan cara membantu sebagian
atau mengambil alih semua fungsi pernafasan guna untuk
mampertahankan hidup (Manjoer, 2005).
46
thorakal meningkat pada akhir inspirasi tekanan dalam rongga thorak
paling positif (Sheen, 2009).
O. TUJUAN
Penggunaan ventilator bertujuan untuk:
1. Memperbaiki ventilasi paru
2. Memberikan kekuatan mekanis pada sistem paru untuk mempertahankan
ventilasi yang fisiologis
3. Membantu otot nafas yang lelah/lemah
4. Mengurangi kerja miokard dengan jalan mengurangi kerja nafas (Brunner
and Suddarth, 2002)
P. INDIKASI
Ventilator diberikan kepada seseorang yang memiliki (Tanjung, 2003):
1. Gangguan ventilasi
Disfungsi otot pernapasan
Penyakit neuromuscular (miestania gravis, polymelitis)
Sumbatan jalan napas
Gangguan kendali napas
Gagal napas akut disertai asidosis respiratorik
2. Gangguan oksigen
Hipoksemia yang teah dapat terapi oksigen maksimal namun tidak ada
perbaikan
3. Secara fisiologis memenuhi kriteria
RR > 35x/menit
Tidal volume <5ml/kgBB
Kapasitas vital <10ml/kg/BB
Tekanan inspirasi maksimal <25 cm H2O
PO2 <60 mmHg dengan FiO2 21%
PO2 <70 mmHg dengan FiO2 40%
PO2<100 mmHg dengan FiO2 100%
PaCO2 > 55 mmHg
Minute volume (MV) <3 liter/menit atau >20 liter per menit
Penggunaan otot tambahan pernapasan
4. Indikasi lain
Pemberian sedasi berat
Menurunkan kebutuhan oksigen baik secara sistematik atau miokard
Menurunkan TIK dan mencegah TIK
Q. KLASIFIKASI
Ventilator diklasifikasikan berdasarkan cara alat tersebut mendukung
ventilasi, yaitu :
1. Ventilator tekanan negative
47
Ventilator mengeluarkan tekanan negative pada dada eksternal dengan
mengurangi tekanan intratoraks selama inspirasi memungkinkan udara
mengalir ke dalam paru-paru sehingga memenuhi volumenya. Pada jenis
ini digunakan terutama pada gagal napas kronik yang berhubungan dengan
kondisi neurovascular seperti polymyelitis, distrofi muscular, sklerosisi
lateral amiotrifik dan miastenia gravis. Penggunaan tidak sesuai untuk
pasien yang tidak stabil atau pasien yang kondisinya membutuhkan
perubahan ventilasi sering
2. Ventilator tekanan positif
Ventilator tekanan positif menggembungkan paru-paru dengan
mengeluarkan tekanan positif pada jalan nafas dengan demikian
mendorong alveoli untuk mengembang selama inspirasi. Pada ventilator
jenis ini diperlukan intubasi endotrakheal atau trakkeostomi. Ventilatr ini
secara luas digunakan pada klien dengan penyakit paru primer. Jenis ini
ada 3, yaitu:
a. Time Cycled
Ventilator yang mengakhiri atau mengendalikan inspirasi setelah waktu
ditentukan. Bantuan yang diberikan berdasarkan waktu. Biasa digunakan
pada neonates dan bayi
b. Volume Cycled
Ventilator yang mengalirkan volume udara pada setiap inspirasi yang telah
ditentukan. Jika volume preset telah dikirimkan pada klien, siklus
ventilator mati dan ekhalasi terjadi secara pasif. Merupakan jenis yang
paling banyak digunakan
c. Pressure Cycled
Ventilator yang mengakhiri inspirasi ketika tekanan preset telah tercapai.
Dengan kata lain siklus ventilator hidup menghantarkan aliran udara
sampai tekanan tertentu yang telah ditetapkan seluruhnya tercapai dan
kemudian siklus mati. (Brunner and Suddarth, 2002)
R. MODE VENTILATOR
a. Mode Control
Pada mode ventilator ini kontrol mesin secara terus menerus membantu
pernafasan pasien. Ini diberikan pada pasien yang pernafasannya masih
48
sangat jelek, lemah sekali atau bahkan apnea. Pada mode ini ventilator
mengontrol pasien, pernafasan diberikan ke pasien pada frekwensi dan
volume yang telah ditentukan pada ventilator, tanpa menghiraukan
upaya pasien untuk mengawali inspirasi. Bila pasien sadar, mode ini
dapat menimbulkan ansietas tinggi dan ketidaknyamanan dan bila
pasien berusaha nafas sendiri bisa terjadi fighting (tabrakan antara
udara inspirasi dan ekspirasi), tekanan dalam paru meningkat dan bisa
berakibat alveoli pecah dan terjadi pneumothorax. Contoh mode control
ini adalah: CR (Controlled Respiration), CMV (Controlled Mandatory
Ventilation), IPPV (Intermitten Positive Pressure Ventilation)
49
pemberian mode ini adalah untuk mencegah atelektasis dan melatih
otot-otot pernafasan sebelum pasien dilepas dari ventilator.
S. Parameter Ventilator
1. FiO2 (Fraksi oksigen inspirasi)
FiO2 adalah jumlah kandungan oksigen dalam udara inspirasi yang
diberikan oleh ventilator ke pasien. Konsentrasinya berkisar 21-100%.
Settingan FiO2 pada awal pemasangan ventilator direkomendasikan
sebesar 100%. Untuk memenuhi kebutuhan FiO2 yang sebenarnya, 15
menit pertama setelah pemasangan ventilator dilakukan pemeriksaan
analisa gas darah. Berdasarkan pemeriksaan AGD tersebut maka dapat
dilakukan penghitungan FiO2 yang tepat bagi pasien. Pemberian FiO2
sebaiknya diberikan serendah mungkim tetapi pemberian PaO2 yang
adekuat. Prinsipnya adalah mendapatkan PaO2 yang lebih besar dari
60mmHg
2. Volume tidal
Volume tidal adalah jumlah udara yang keluar masuk setiap kali
pernafasan. Normalnya adalah 8-12 cc/kgBB tergantung dari compliance,
resistance, dan jenis kelainan paru. Pasien dengan paru normal mampu
mentolerir volume tidal 10-15 cc/kgBB, sedangkan untuk pasien PPOK
cukup dengan 5-8 cc/kgBB.
3. Frekuensi pernapasan
Frekwensi napas adalah jumlah pernapasan yang dilakukan ventilator
dalam satu menit. Setting normal pada pasien dewasa adalah 10-20 x/mnt.
Parameter alarm RR diseting diatas dan dibawah nilai RR yang diset.
Misalnya set RR sebesar 10x/menit, maka setingan alarm sebaliknya
diatas 12x/menit dan dibawah 8x/menit. Sehingga cepat mendeteksi
terjadinya hiperventilasi atau hipoventilasi.
4. Perbandingan inspirasi dan ekspirasi (I:E Ratio)
Rumus Rasio inspirasi : Ekspirasi
50
Waktu inspirasi + waktu istirahat
Waktu ekspirasi
Keterangan :
51
Penyebab Penatalaksanaan
b. Pressure
High pressure limit
High pressure limit biasanya disetting 10 cmHg diatas PIP
pasien rata-rata. Alarm akan berbunyi jika tekanan meningkat
dimanapun selama masih di sirkuit ventilator.
Penyebab Penatalaksanaan
Penyebab Penatalaksanaan
52
Low O2 pressure
Alarm akan aktif jika tekanan sumber udara tidak adekuat
Penyebab Penatalaksanaan
Low PEEP/CPAP
Parameter alarm PEEP/CPAP biasanya diatur 3-5cmHg
dibawah settingan PEEP/CPAP yang digunakan
Penyebab Penatalaksanaan
c. Volume
Rendahnya volume tidal ekspirasi atau minute volume
venyilation
Penyebab Penatalaksanaan
53
Pasien dalam penggunaan Kaji penyebab penurunan
ventilator dengan PC mode, compliance paru atau penurunan
pasien dengan penurunan resistensi jalan nafas
Kaji tanda dan gejala kelelahan otot
compliance, penurunan
nafas pada pasien : RR, pola napas
resistensi atau kelelahan
irregular, penggunaan otot-otot
aksesoris pernapasan
Meningkatkan tekanan inpirasi
untuk mendapatkan VT yang cukup,
meningkatkan jumlah nafas bantuan,
atau mengubah mode ventilator
menjadi volume cycled mode
54
jaringan, kehilangan HCO3 melalui
abdominal drain
Cari penyebab kecemasan,
penyebab hipoksemia, control nyeri
d. Apnea
Alarm akan diaktifkan atau berbunyi jika tidak ada ekshalasi
Penyebab Penatalaksanaan
e. I:E ratio
Alarm I:E ratio akan berbunyi jika I:E ratio mencapai 1:3 atau
dibawah 1:1,5.
Penyebab Penatalaksanaan
55
peak inspiratory flow rate dan flow rate, dan RR control
Jika VT dan RR settingnya sudah
respiratory rate control
sesuai, atur peak inspiratory flow
rate untuk mencapai I:E ratio
normal
T. PENYAPIHAN (WEANING)
Penyapihan adalah proses untuk melepaskan bantuan ventilasi mekanik
yang dilakukan secara bertahap
Syarat-syarat penyapihan
56
9. Tekanan maksimum inspirasi <20 H2O
10. Laju pernapasan kurang dari 25 kali/menit
11. Secara psikologis pasien sudah siap
Metode penyapihan
1. Metode T.Piece
Teknik penyapihan dengan menggunakan suatu alat yang bentuknya
seperti huruf T. pemberian oksigen harus lebih tinggi 10% dari oksigen
saat penggunaan ventilator. Pasien dinyatakan siap diekstubasi jika
penggunaan T. Piece lebih banyak dari penggunaan ventilator.
Keuntungannya adalah proses penyapihan lebih cepat
2. Metode SIMV
Metode dengan cara mengurangi bantuan ventilasi dengan caa
mengurangi frekuensi pernapasan yang diberikan oleh mesin. Dengan
menggunakan metode ini pasien dapat metih otot-otot pernapasan, lebih
aman dan pasien tidak merasakan ketakutan, tetapi kerugiannya
berlangsung lambat
3. Metode PSV
Dengan cara mengurangi jumlah tekanan yang diberikan ventilator
Prosedur Penyapihan
U. KOMPLIKASI
57
Ada beberapa komplikasi ventilasi mekanik, antara lain (Sheen, 2009).
TUJUAN
1. Memberikan kekuatan mekanisme pada sytem
pernafasan untuk mempertahankan ventilasi yang
58
fisiologis
2. Manipulasi air way pressure dan corak ventilasi
untuk memperbaiki efisiensi dan oksigenasi
3. Mengurangi kerja miocard dengan cara mengurangi
kerja nafas
PERSIAPAN 1. Main unit ventilator
2. Set tubing ventilator
3. Humidifier
4. Test lung
5. Aquadest steril
6. Ambu bag
7. Emergency Trolley
59
cm H2O agar pasien dapat menambah
sendiri kebutuhan nafasnya bila
memerlukan
h. Atur humidifier sehingga didapatkan suhu
antara 32-34 C
i. Atur batas bawah dan batas atas alarm
volume ekspirasi kurang lebih 10-20 %
dibawah atau diatas ekspirasi minute
volume pasien
3. Rapikan alat-alat dan pasien
4. Cuci tangan.
5. Dokumentasi
I. UNIT TERKAIT 1. Instalasi Gawat Darurat
2. Instalasi Pelayanan Intensif Terpadu
Anti histamin
60
A: 6-12 thn: 2 mg, setiap 4-6 jam
Fenotiasin
(aksi
antihistamin)
D: PO: IM: 12,5-25 mg, setiap 4-6 jam
Prometazine
D: PO: 2,5 mg (4 x sehari)
Timeprazine
A: 3-12 thn: O: 2,5 (3x sehari)
Turunan
piperazine
D: PO: 25-100 mg
(aksi
antihistamin) A: (<6thn):>
hydroxyzine
Keterangan:
2. Mukolitik
Dosis :
61
a. Ambroksol
1) Dewasa dan anak-anak >12 thn, sehari 3 x 30 mg untuk 2-3
hari pertama. Kemudian sehari 3 x 15 mg.
2) Anak-anak 5-12 thn, sehari 2-3 x 15 mg
3) Anak 2-5 thn, sehari 3 x 7,5 mg (2,5 ml sirop)
b. Bromheksin
1) Dewasa, oral 3-4 dd 8-16 mg (klorida)
2) Anak-anak 3 dd 1,6-8 mg.
3. Inhalasi
4. Kromoglikat
62
Contoh obat :
5. Kortikosteroid
Terdapat bersama kofein pada daun teh dan memiliki sejumlah khasiat
antara lain spamolitis terhadap otot polos khususnya pada bronchi,
menstimuli jantung dan mendilatasinya serta menstimulasi SSP dan
pernapasan. Reabsorpsi nya di usus tidak teratur. Efek sampingnya yang
terpenting berupa mual dan muntah baik pada penggunaan oral maupun
parienteral. Pada overdosis terjadi efek sentral (sukar tidur, tremor, dan
kompulsi) serta gangguan pernapasan juga efek kardiovaskuler.
63
7. Obat-obat batuk
64
b. Zat-zat perifer di luar SSP
1. Antitusif
Antitusif bekerja menghentikan batuk secara langsung dengan
menekan refleks batuk pada sistem saraf pusat di otak. Dengan demikian
tidak sesuai digunakan pada kasus batuk yang disertai dengan dahak
kental, sebab justru akan menyebabkan dahak sulit dikeluarkan.
2. Ekspektoran
Golongan ini tidak menekan refleks batuk, melainkan bekerja
dengan mengencerkan dahak sehingga lebih mudah mudah dikeluarkan.
Dengan demikian tidak rasional jika digunakan pada kasus batuk kering,
sebab hanya akan membebani tubuh dengan efek samping. Obat golongan
ini harus digunakan secara hati-hati pada penderita tukak lambung
3. Antihistamin
Golongan kedua ini merupakan kelompok CTM (chlor-trimeton)
dan kawan-kawan. Di kemasan obat, ia lebih sering tampil bergaya dengan
nama panjangnya, klorfeniramin maleat. Ketiganya setali tiga uang.
4. Dekongestan
65
Di antara beberapa jenis dekongestan, PPA (phenyl propanolamine)
merupakan obat yang paling banyak diributkan setelah Ditjen POM
(Sekarang Badan POM) menarik obat-obat flu yang mengandung PPA
lebih dari 15 mg. Di Amerika Serikat, obat ini selain dipakai di dalam obat
flu dan batuk, juga digunakan sebagai obat penekan nafsu makan yang
dijual bebas.
66
DAFTAR PUSTAKA
Adams L George, boies L, dkk. Boies Buku Ajar Penyakit THT edisi 6 .
Penerbit BukuKedokteran EGC. Jakarta 1997
Brunner & Suddarth. 2002. Brunner & Suddarths textbook of medical surgical
nursing, 8th ed. (Agung Waluyo et. al., Penerjemah). Philadelphia: Lippincott
Carpenito L.J, 2000, Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8, Jakarta : EGC.
67
Longnecker D, Brwon D, Newman M, Zapol W. Anesthesiology. USA. The
McGraw-Hill Companies. 2008
Potter & Perry, 2002, Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, dan
Praktik Volume 2, Edisi 4, Jakarta: EGC
BAB III
PENUTUP
68
A. Kesimpulan
Terapi oksigen adalah pemberian oksigen dengan konsentrasi yang lebih
tinggi dari yang ditemukan dalam atmosfir lingkungan. Pada ketinggian air
laut konsentrasi oksigen dalam ruangan adalah 21 %, (Brunner &
Suddarth,2009). Tujuan pemberian terapi oksigen yaitu untuk meningkatkan
konsentrasi O2 pada darah arteri sehingga masuk ke jaringan untuk
memfasilitasi metabolisme aerob dan mempertahankan PaO2 > 60 mmHg
atau SaO2 > 90 % . indikasi pemberian terapi oksigen adalah pasien hipoksia,
oksigenasi kurang sedangkan paru normal, oksigenasi cukup sedangkan paru
tidak normal, oksigenasi cukup, paru normal, sedangkan sirkulasi tidak
normal, pasien yang membutuhkan pemberian oksigen konsentrasi tinggi.,
pasien dengan tekanan partial karbondioksida ( PaCO2 ) rendah. Kriteria
pemberian terapi oksigen yaitu pemberian oksigen secara berkesinambungan
(terus menerus), diberikan apabila hasil analisis gas darah pada saat istirahat,
Pemberian secara berselang. Masker rebreathing adalah masker wajah yang
terdapat sebuah kantung reservoir dan maskernya tanpa klep. Kantong
reservoir oksigen yang terhubung memungkinkan klien mengambil nafas
kembali sekitar sepertiga dari udara yang dihembuskan bersamaan dengan
oksigen. Masker rebreathing mengalirkan oksigen dengan kecepatan aliran
O2 8-12 liter/menit dan konsentrasi O2 60-80 %. Masker nonrebreathing
mengalirkan oksigen dengan konsentrasi tertinggi Pemberian Oksigen
Melalui Masker nonrebreathing mencapai 99% dengan cara selain intubasi
atau ventilasi mekanis, pada volume aliran 10 sampai 12 L permenit.
B. Saran
Mahasiswa diharapkan mampu menggunakan keterampilan berfikir
kritisnya di dalam menyususn sebuah laporan, dimana semua
komponenenya harus sesuai dengan laporan yang berlaku.
69