Anda di halaman 1dari 69

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Anggapan bahwa oksigen merupakan unsur yang paling dibutuhkan
bagi kehidupan manusia agaknya memang benar. Tidak makan atau tidak
minum mungkin masih akan memberikan toleransi yang cukup panjang
hingga sampai kepada keadaan fatal, tetapi sebentar saja manusia tak
mendapat oksigen maka akan langsung fatal akibatnya. Tak hanya untuk
bernafas dan memepertahankan kehidupan, oksigen juga sangat dibutuhkan
untuk metabolisme tubuh. Oksigen manakah bisa menjadi sarana untuk
mengatasi berbagai macam penyakit.
Oksigen pertama kali ditemukan oleh Yoseph Prietsley di Bristol
Inggris tahun 1775 dan dipakai dalam bidang kedokteran oleh Thomas
Beddoes sejak awal tahun 1800. Alvan Barach tahun 1920 mengenalkan
terapi oksigen pasien hipoksemia dan terapi oksigen jangka panjang pasien
penyakit paru obstruktif kronik. Chemiack tahun 1967 melaporkan pemberian
oksigen melalui kanula hidung dengan aliran lambat pasien hiperkapnia dan
memberikan hasil yang baik tanpa retensi CO2.
Oksigen (O2) merupakan komponen gas yang sangat berperan dalam
proses metabolisme tubuh untuk mempertahankan kelangsungan hidup
seluruh sel tubuh secara normal. Oksigen diperoleh dengan cara menghirup
udara bebas dalam setiap kali bernafas. Dengan bernafas setiap sel tubuh
menerima oksigen, dan pada saat yang sama melepaskan produk oksidasinya.
Oksigen yang bersenyawa dengan karbon dan hidrogen dari jaringan
memungkinkan setiap sel melangsungkan proses metabolismenya, oksigen
hasil buangannya dalam bentuk karbondioksida (CO2) dan air (H2O).
Terapi oksigen adalah memasukkan oksigen tambahan dari luar ke paru
melalui saluran pernafasan dengan menggunakan alat sesuai kebutuhan.
( Standar Pelayanan Keperawatan di ICU, Dep.Kes. RI, 2005 ). Terapi
oksigen adalah memberikan aliran gas lebih dari 20 % pada tekanan 1
atmosphir sehingga konsentrasi oksigen meningkat dalam darah dari yang

1
ditemukan dalam atmosfir lingkungan. Pada ketinggian air laut konsentrasi
oksigen dalam ruangan adalah 21 %, ( Brunner & Suddarth,2001 ). Sejalan
dengan hal tersebut diatas menurut Titin, 2007, Terapi oksigen adalah suatu
tindakan untuk meningkatkan tekanan parsial oksigen pada inspirasi, yang
dapat dilakukan dengan cara :
1. Meningkatkan kadar oksigen inspirasi / FiO2 ( Orthobarik )
2. Meningkatkan tekanan oksigen ( Hiperbarik
Dalam makalah ini akan dibahas tentang penanganan pada gangguan
pernapasan dengan macam – macam pemberian oksigen.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, permasalahan yang dibahas
dalam makalah ini sebagai berikut.
1. Bagaimana definisi terapi oksigen ?
2. Bagaimana tujuan pemberian terapi oksigen ?
3. Bagaimana indikasi pemberian terapi oksigen ?
4. Bagaimana kriteria pemberian terapi oksigen ?
5. Bagaimana tindakan pemberian oksigen dengan masker rebreathing
parsial dengan kantong reservoir dan masker non rebreathing dengan
kantong reservoir ?
6. Bagaimana definisi EET ?
7. Bagaimana indikasi dan kontra indikasi EET ?
8. Bagaimana keuntungan dan kerugian pemasangan EET ?
9. Bagimana persiapan intubasi ?
10. Bagaimana cara intubasi ?
11. Bagaimana kstubasi Perioperatif ?
12. Bagaimana komplikasi pada intubasi EET ?
13. Bagaimana definisi ventilator ?
14. Bagaimana fisiologi pernapasan pada ventilator ?
15. Bagaiamana tujuan penggunaan ventilator ?
16. Bagaimana indikasi penggunaan ventilator ?
17. Bagaimana pengklasifikasian dari ventilator ?
18. Bagaimana mode ventilator ?
19. Bagaimana parameter ventilator ?
20. Bagaimana proses penyapihan ?
21. Bagaimana komplikasi ventilasi ?
22. Apa obat obat saluran pernapasan ?
23. Bagaimana penggolongan obat sistem pernapasan ?

C. Tujuan Penulisan
1. Mahasiswa mampu menjelaskan definisi terapi oksigen.

2
2. Mahasiswa mampu menjelaskan tujuan pemberian terapi oksigen.
3. Mahasiswa mampu menjelaskan indikasi pemberian terapi oksigen.
4. Mahasiswa mampu menjelaskan tindakan pemberian oksigen dengan
masker rebreathing parsial dengan kantong reservoir dan masker non
rebreathing dengan kantong reservoir.
5. Mahasiswa mampu menjelaskan definisi EET ?
6. Mahasiswa mampu menjelaskan indikasi dan kontra indikasi EET ?
7. Mahasiswa mampu menjelaskan keuntungan dan kerugian pemasangan
EET ?
8. Mahasiswa mampu menjelaskan persiapan intubasi ?
9. Mahasiswa mampu menjelaskan cara intubasi ?
10. Mahasiswa mamapu menjelaskan komplikasi pada intubasi EET ?
11. Mahasiswa mampu menjelaskan definisi ventilator ?
12. Mahasiswa mampu menjelaskan fisiologi pernapasan pada ventilator ?
13. Mahasiswa mampu menjelaskan tujuan penggunaan ventilator ?
14. Mahasiswa mampu menjelaskan Bagaimana indikasi penggunaan
ventilator ?
15. Mahasiswa mampu menjelaskan Bagaimana pengklasifikasian dari
ventilator ?
16. Mahasiswa mampu menjelaskan Bagaimana mode ventilator ?
17. Mahasiswa mampu menjelaskan Bagaimana parameter ventilator ?
18. Mahasiswa mampu menjelaskan Bagaimana proses penyapihan ?
19. Mahasiswa mampu menjelaskan Bagaimana komplikasi ventilasi ?
20. Mahasiswa mampu menjelaskan Apa obat obat saluran pernapasan ?
21. Mahasiswa mampu menjelaskan penggolongan obat sistem pernapasan ?

D. Manfaat Penulisan
Berdasarkan tujuan diatas, maka penulisan makalah ini diharapkan dapat
bermanfaat, sebagai berikut:
1. Manfaat Umum
Memberikan sumbangan pemikiran untuk memperkaya wawasan dan
pengetahuan tentang materi.
2. Manfaat Khusus
a. Bagi pembaca
Makalah ini diharapkan dapat mempermudah pembaca dalam
memahami materi yang di sajikan. Selain itu pembaca makalah ini
diharapkan mampu menerima semua materi yang disampaikan.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. DEFINISI TERAPI OKSIGEN


Terapi oksigen adalah pemberian oksigen dengan konsentrasi yang lebih
tinggi dari yang ditemukan dalam atmosfir lingkungan. Pada ketinggian air
laut konsentrasi oksigen dalam ruangan adalah 21 %, (Brunner &
Suddarth,2009)
Sejalan dengan hal tersebut diatas menurut Titin, 2007, Terapi oksigen
adalah suatu tindakan untuk meningkatkan tekanan parsial oksigen pada
inspirasi, yang dapat dilakukan dengan cara:
1. Meningkatkan kadar oksigen inspirasi / FiO2 (Orthobarik )
2. Meningkatkan tekanan oksigen (Hiperbarik)
Oksigen adalah salah satu komponen gas dan unsur vital dalam proses
metabolisme untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel-sel
tubuh (Tarwoto dan Wartonah, 2006). Oksigen adalah kebutuhan dasar

4
manusia yang digunakan untuk kelangsungan metabolisme sel tubuh,
mempertahankan, dan aktivitas berbagai organ atau sel ( Carpenito, Lynda
Juall 2012). Kebutuhan oksigenasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang
digunakan untuk kelangsungan metabolisme sel tubuh mempertahankan hidup
dan aktivitas berbagai organ atau sel. Seseorang biasanya mengalami masalah
oksigenasi disebabkan oleh:
1. Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas adalah Suatu keadaan ketika
seorang individu mengalami suatu ancaman yang nyata atau potensial pada
status pernapasan sehubungan dengan ketidakmampuan untuk batuk secara
efektif.( Carpenito,Lynda Juall 2012).
2. Ketidakefektifan Pola Pernapasan adalah keadaan ketika seorang individu
mengalami kehilangan ventilasi yang aktual atau potensial yang
berhubungan dengan perubahan pola pernapasan. (Carpenito, Lynda Juall
2012).
3. Gangguan Pertukaran Gas adalah keadaan ketika seorang individu
mengalami penurunan jalannya gas (oksigen dan karbondioksida ) yang
aktual (atau dapat mengalami potensial) antara alveoli paru – paru dan
sistem vaskular. (Carpenito, Lynda Juall 2012).

B. TUJUAN PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN


1. Meningkatkan konsentrasi O2 pada darah arteri sehingga masuk ke
jaringan untuk memfasilitasi metabolisme aerob
2. Mempertahankan PaO2 > 60 mmHg atau SaO2 > 90 % untuk :
- Mencegah dan mengatasi hipoksemia / hipoksia serta
mmempertahankan oksigenasi jaringan yang adekuat.
- Menurunkan kerja nafas dan miokard.
- Menilai fungsi pertukaran gas

JENIS ALAT KONSENTRASI ALIRAN


OKSIGEN OKSIGEN

Nasal kanula 24-32% 2-4 LPM

5
Simple Face Mask 35-60% 6-8 LPM

Partial Rebreather 35-80% 8-12 LPM

Non Rebrether 50-95/100% 8-12 LPM

Venturi 24-50% 4-10 LPM

Bag-Valve-Mask
(Ambubag)

Tanpa oksigen 21% (udara)

Dengan oksigen 40-60% 8-10 LPM

Dengan reservoir 100% 8-10 LPM

C. INDIKASI PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN


a. Pasien hipoksia
Hipoksia hipoksik merupakan masalah pada individu normal pada daerah
ketinggian serta merupakan penyulit pada pneumonia dan berbagai
penyakit sistim pernafasan lainnya.

6
Gejala dan tanda hipoksia hipoksik:
1. Pengaruh penurunan tekanan barometer
Penurunan PCO2 darah arteri yang terjadi akan menimbulkan
alkalosis respiratorik.
2. Gejala hipoksia saat bernafas oksigen
Di ketinggian 19.200 m, tekanan barometer adalah 47 mmHg, dan
pada atau lebih rendah dari tekanan ini cairan tubuh akan mendidih
pada suhu tubuh. Setiap orang yang terpajan pada tekanan yang
rendah akan lebih dahulu meninggal saat hipoksia, sebelum
gelembung uap air panas dari dalam tubuh menimbulkankematian.
3. Gejala hipoksia saat bernafas udara biasa
Gejala mental seperti irritabilitas, muncul pada ketinggian sekitar
3700 m. Pada ketinggian 5500 m, gejala hipoksia berat, dan diatas
6100 m, umumnya seseorang hilang kesadaran.
4. Efek lambat akibat ketinggian
Keadaan ini ditandai dengan sakit kepala, iritabilias, insomnia, sesak
nafas, serta mual dan muntah.
5. Aklimatisasi
Respon awal pernafasan terhadap ketinggian relatif ringan, karena
alkalosis cenderung melawanefek perangsangan oleh hipoksia.
Timbulnya asidosis laktat dalam otak akan menyebabkan penurunan
pH LCSdan meningkatkan respon terhadap hipoksia.
b. Oksigenasi kurang sedangkan paru normal
c. Oksigenasi cukup sedangkan paru tidak normal
d. Oksigenasi cukup, paru normal, sedangkan sirkulasi tidak normal.
e. Pasien yang membutuhkan pemberian oksigen konsentrasi tinggi.
f. Pasien dengan tekanan partial karbondioksida ( PaCO2 ) rendah.
Contoh :
- Pasien dengan kadar O2 arteri rendah dari hasil AGD
- Pasien dengan peningkatan kerja napas dimana tubuh terjadi
hipoksemia ditandai dengan PaO2 dan SpO2 menurun. Pasien yang
teridentifikasi hipoksemia contohnya syok dan keracunan CO.

7
- Pasien dengan peningkatan kerja miokard, dimana jantung berusaha
untuk mengatasi gangguan O2 melalui peningkatan laju pompa jantung
yang adekuat.
- Beberapa trauma
Terapi ini diberikan dengan orang yang mempunyai gejala :
- Sianosis - Keracunan
- Hipovolemi - Asidosis
- Perdarahan - Selama dan sesudah pembedahan
- Anemia berat - Klien dengan keadaan tidak sadar

D. Kriteria Pemberian Terapi Oksigen


1. Pemberian oksigen secara berkesinambungan (terus menerus), Diberikan
apabila hasil analisis gas darah pada saat istirahat, didapat nilai:
 PaO2 kurang dari 55 mmHg atau saturasi kurang dari 88%.
 PaO2 antara 56-59 mmHg atau saturasi 89% disertai kor pulmonale,
polisitemia (hematokrit >56%).
2. Pemberian secara berselang
Diberikan apabila hasil analisis gas darah saat latihan didapat nilai:
 Pada saat latihan PaO2 55 mmHg atau saturasi 88%
 Pada saat tidur PaO255 mmHg atau saturasi 88% disertai komplikasi
seperti hipertensi pulmoner.somnolen dan aritmia.
Pasien dengan keadaan klinik tidak stabil yang mendapat terapi oksigen
perlu dievaluasi gas darah (AGD) serta terapi untuk menentukan perlu
tidaknya terapi oksigen jangka panjang.

E. Tindakan Pemberian Oksigen

8
1. Masker Rebreathing Parsial dengan Kantong Reservoir
a. Pengertian
Masker rebreathing adalah masker wajah yang terdapat sebuah
kantung reservoir dan maskernya tanpa klep. Kantong reservoir
oksigen yang terhubung memungkinkan klien mengambil nafas
kembali sekitar sepertiga dari udara yang dihembuskan bersamaan
dengan oksigen. Masker rebreathing mengalirkan oksigen dengan
kecepatan aliran O2 8-12 liter/menit dan konsentrasi O2 60-80 %.

b. Indikasi
1) Klien hipoksia dengan dispneu, apneu, dan sianosis

9
2) Perfusi jaringan adekuat
c. Kontraindikasi
Pada klien PPOK yang membutuhkan konsentrasi oksigen <60%.
d. Prinsip
1) Mengalirkan oksigen dengan konsentrasi 60%-80%
2) Volume aliran 8-12 liter/menit
3) Terdapat kantung reservoir untuk meningkatkan FiO2
e. Alat dan Bahan
1) Set oksigen (tabung O2, O2, flowmeter, humidifier)
2) Water steril
3) Plester non iritan
4) Antiseptik (jika diperlukan)
5) Masker rebreathing
6) Sarung tangan bersih
f. Prosedur
1) Mengucapkan salam terapeutik kepada pasien
Rasional : etik saat bertemu klien
2) Melakukan validasi
Rasional : untuk menghindari kesalahan asuhan keperawatan pada
klien
3) Menjelaskan prosedur yang akan dilakukan kepada pasien
Rasional: menghindari ansietas pada pasien
4) Mencuci tangan
Rasional: Menurunkan transfer mikroorganisme. Meningkatkan
efisiensi
5) Menggunakan sarung tangan bersih
Rasional : Menurunkan transfer mikroorganisme. Meningkatkan
efisiensi
6) Mempersiapkan peralatan
Rasional: mempercepat penanganan agar efektif
7) Mengkaji adanya tanda dan gejala klinis dan sekret pada jalan
napas

10
Rasional: mengetahui kondisi fisik pasien
8) Menyambungkan masker ke selang dan ke sumber oksigen
Rasional: mengalirkan oksigen pada masker
9) Memberikan aliran oksigen sesuai dengan kecepatan aliran pada
progam medis dan memastikan bahwa berfungsi dengan baik.
Rasional: mencegah terjadinya kesalahan asuhan keperawatan
sehingga melukai klien. Memberikan aliran oksigen sesuai dengan
kebutuhan klien
10) Selang tidak tertekuk dan sambungan paten.
Rasional: jika selang tertekuk akan menghambat jalan oksigen
bantuan
11) Ada gelembung udara pada humidifier.
Rasional: gelembung merupakan supply oksigen
12) Terasa oksigen keluar dari masker.
Rasional: apabila oksigen tidak keluar, akan membuat klien
semakin susah bernapas
13) Memastikan kantong reservoir tidak terlipat atau mengempis total
saat inspirasi
Rasional: untuk memaksimalkan pemberian oksigen
14) Mengarahkan masker ke wajah klien dan pasang dari hidung ke
bawah (sesuaikan dengan kontur wajah klien).
Rasional: memberikan bantuan oksigen pada klien dengan
pemasanga yang nyaman
15) Melingkarkan pita elastik ke kepala pasien agar nyaman dan tidak
sempit
Rasional: menghindari lepasnya masker
16) Memeriksa masker, aliran oksigen setiap 2 jam atau lebih cepat,
tergantung kondisi dan keadaan umum pasien
Rasional: menjaga aliran oksigen agar tetap stabil sesuai kebutuhan
klien
17) Mempertahankan batas air pada botol humidifier setiap waktu.

11
Rasional: untuk memaksimalkan pertukaran gas yang terjadi dalam
humidifier
18) Memeriksa jumlah kecepatan aliran oksigen
Rasional: menjaga kestabilan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh
klien
19) Mengkaji membran mukosa hidung dari adanya iritasi dan memberi
jelly untuk melembapkan membran mukosa jika diperlukan.
Rasional: menghindari adanya iritasi yang diakibatkan pemasangan
nasal kanul dan kekeringan karena dorongan oksigen
20) Mencuci tangan.
Rasional: menjaga kebersihan dan menghindari infeksi nosokomial
21) Mengevaluasi respon pasien
Rasional: menghindari tindakan yang mengakibatkan klien merasa
sakit dan cemas akan tindakan selanjutnya
22) Mencatat hasil tindakan yang telah dilakukan dan hasilnya
Rasional: sebagai pendokumentasian dan alat pemantau
perkembangan kondisi fisik klien
g. Evaluasi
1) Observasi kondisi hidung mulut dan perawatan lubang hidung
atau iritasi nasofaringeal.
2) Kaji respon klien setelah pemberian oksigen (pola pernapasan
dan kecepatan)
3) Pastikan pasien tidak makan minum atau batuk dan menyeka
(bisa terjadi aspirasi bila pasien muntah, serta perlu segel
pengikat)
4) Kondisi hipoksia dapat teratasi.
5) Frekuensi pernapasan 14-20 kali per menit.
6) Observasi adanya iritasi pada kulit disekitar masker
h. Keuntungan
Konsentrasi oksigen lebih tinggi dari sungkup muka sederhana,
tidak mengeringkan selaput lendir.
i. Kerugian

12
Tidak dapat memberikan oksigen konsentrasi rendah, kantong
oksigen bisa terlipat atau terputar atau mengempes, apabila ini terjadi
dan aliran yang rendah dapat menyebabkan pasien akan menghirup
sejumlah besar karbondioksida. Pasien tidak memungkinkan makan
minum atau batuk dan menyekap, bisa terjadi aspirasi bila pasien
muntah, serta perlu segel pengikat.
Caranya :

1) Membebaskan jalan nafas dengan menghisap sekresi


2) Atur posisi pasien
3) Menghubungkan selang oksigen pada humidifier
4) Membuka regulator untuk menentukan tekanan oksigen sesuai
dengan kebutuhan.
5) Mengatur aliran oksigen sesuai kebutuhan.
6) Isi O2 kedalam kantong dengan cara menutup lubang antara
kantong dengan sungkup minimal 2/3 bagian kantong reservoir.
Sesuai dengan aliran O2 kantong akan terisi waktu ekspirasi dan
hampir kuncup waktu inspirasi (mencegah kantong terlipat,
menjaga kepatenan sungkup, mencegah penumpukan CO2 yang
terlalu banyak).
7) Mengikat tali masker O2 dibelakang kepala melewati bagian
atas telinga.(menjaga kepatenan sungkup, mencegah iritasi
mata)
8) Memasang kapas kering pada daerah yang tertekan sungkup dan
tali pengikat (untuk mencegah iritasi kulit).
9) Muka pasien dibersihkan tiap 2 jam.(observasi terhadap
iritasi,muntah,aspirasi akibat terapi, dan menjaga kenyamanan
pasien).
10) Sungkup dibersihkan/diganti tiap 8 jam (menjaga kepatenan
alat, mencegah infeksi, meningkatkan kenyamanan).

2. Masker Non Rebreathing dengan Kantong Reservoir

13
a. Pengertian

Masker nonrebreathing mengalirkan oksigen dengan konsentrasi


tertinggi Pemberian Oksigen Melalui Masker nonrebreathing mencapai
99% dengan cara selain intubasi atau ventilasi mekanis, pada volume
aliran 10 sampai 12 L permenit. Katup satu arah pada masker dan antara
kantung resevoir dan masker, mencegah udara ruangan dan udara yang
dihembuskan klien masuk kedalam kantung sehingga hanya oksigen
didalam kantung yang dihirup. Untuk mencegah terbentuknya karbon
dioksida, kantung nonrebreathing tidak boleh mengempis secara total
selama inspirasi. Jika terjadi, perawat dapat memperbaiki masalah ini
dengan meninggikan volume aliran oksigen (Korzier, et al, 2010)

b. Prinsip
1) Mengalirkan oksigen dengan konsentrasi mencapai 99%
2) Volume aliran 10-12 liter/menit
3) Terdapat kantung reservoir untuk meningkatkan FiO2 dan dua katup
untuk menampung oksigen
c. Indikasi
1) Pada klien gagal jantung yang tidak sadar dan membutuhkan
oksigen >70%
2) Klien menunjukkan tanda-tanda shock, dipsneu, cyanosis, apneu
d. Kontraindikasi

14
Pada klien PPOK (Paru-Paru Obstruksi Kronik) dan mengalami
muntah-muntah.
e. Persiapan alat
1) Masker wajah nonrebreathing, sesuai kebutuhann dan ukuran
pasien
2) Selang oksigen
3) Humidifier
4) Water steril
5) Tabung oksigen dengan flowmeter
6) Pita atau tali elastic

f. Prosedur
1) Periksa progam terapi medic
Rasional : untuk kelancaran program, dan keamanan pasien
2) Ucapkan salam therapeutic
Rasional : menciptakan hubungan yang baik antara perawat dengan
pasien
3) Lakukan evaluasi/validasi
Rasional : untuk keamanan pasien, kenyamanan pasien dan
kelancaran program
4) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
Rasional : pasien mengerti tindakan apa saja yang akan dilakukan
oleh perawat
5) Cuci tangan
Rasional : mencegah terjadinya infeksi nosokomial dan
menghilangkan mikroorganisme yang ada di tangan
6) Persiapkan alat
Rasional : agar peralatan yang akan dibutuhkan tidak ada yang
kurang, dan untuk memperlancar proses tindakan perawatan
7) Kaji adanya tanda dan gejala klinis dan secret pada jalan napas
Rasional : untuk memperlancar jalan napas pada saat oksigen
dimasukkan.

15
8) Sambungkan masker keselang dan ke sumber oksigen
Rasional : untuk mengalirkan oksigen dari tabung oksigen ke
pasien.
9) Berikan aliran oksigen sesuai dengan kecepatan aliran pada progam
medis dan pastikan berfungsi dengan baik.
a) Selang tidak tertekuk dan sambungan paten.
b) Ada gelembung udara pada humidifier.
c) Terasa oksigen keluar dari masker.
Rasional : untuk memastikan bahwa oksigen telah benar-benar
mengalir dengan sempurna dan agar tidak terjadi sumbatan
10) Arahkan masker ke wajah klien dan pasang dari hidung ke bawah
(sesuaikan dengan kontur wajah klien).
Rasional : agar konsentrasi oksigen bisa masuk dengan sempurna
ke jalan napas pasien, karena jika masker terlalu besar oksigen
akan keluar pada celah masker.
11) Fiksasi pengikat elastik ke sikat kepala klien sehingga masker
nyaman dan tidak sempit.
Rasional : untuk kenyamanan pasien
12) Berikan aliran oksigen sesuai dengan kecepatan aliran
Rasional : untuk memastikan kebutuhan oksigen yang diperlukan
oleh pasien.
13) Periksa masker, aliran oksigen setiap 2 jam atau lebih cepat,
tergantung kondisi dan keadaan umum pasien
Rasional: memastikan bahwa oksigen benar-benar masuk ke jalan
napas pasien dan tidak terjadi sumbatan
14) Usahakan kantung reservoir tidak mengempis total ketika klien
melakukan inspirasi
Rasional : untuk menghindari terbentuknya karbon dioksida
15) Pertahankan batas air pada botol humidifier setiap waktu
Rasional: mencegah masuknya udara ke dalam tabung yang bisa
menyebabkan kolaps paru

16
16) Periksa jumlah kecepatan aliran oksigen dan program terapi setiap
8 jam
Rasional: untuk mengecek kelancaran program terapi, dan
mengecek perubahan yang terjadi pada pasien
17) Kaji membran mukosa hidung dari adanya iritasi dan beri jelly
untuk melembapkan membrane mukosa jika diperlukan
Rasional : agar menghindari terjadinya iritasi pada membrane
mukosa hidung dan kenyamanan pasien
18) Cuci tangan
Rasional : mencegah terjadinya infeksi nosokomial dan
menghilangkan mikroorganisme yang ada di tangan
19) Evaluasi respon pasien
Rasional : untuk mengetahui hasil dari tindakan keperawatan.
20) Catat hasil tindakan yang telah dilakukan dan hasilnya
Rasional : untuk data obyektif dan laporan.

g. Evaluasi
1) Observasi kondisi hidung mulut dan perawatan lubang hidung atau
iritasi nasofaringeal.
2) Kaji respon klien setelah pemberian oksigen (pola pernapasan dan
kecepatan)
3) Pastikan pasien tidak makan minum atau batuk dan menyeka (bisa
terjadi aspirasi bila pasien muntah, serta perlu segel pengikat)
4) Kondisi hipoksia dapat teratasi.
5) Frekuensi pernapasan 14-20%.
6) Observasi adanya iritasi pada kulit disekitar masker

h. Keuntungan
Konsentrasi oksigen yang diperoleh dapat mencapi 90%, tidak
mengeringkan selaput lendir.
i. Kerugian

17
Tidak dapat memberikan oksigen konsentrasi rendah. Kantong oksigen
bisa terlipat atau terputar, menyekap, perlu segel pengikat, dan tidak
memungkinkan makan, minum atau batuk, bisa terjadi aspirasi bila
pasien muntah terutama pada pasien tidak sadar dan anak-anak. Cara
memasang :
1) Membebaskan jalan nafas dengan menghisap sekresi (k/p).

2) Atur posisi pasien

3) Membuka regulator untuk menentukan tekanan oksigen sesuai


dengan kebutuhan.(menjaga kelembaban udara, mencegah iritasi
mukosa jalan nafas dan mulut).

4) Mengatur aliran oksigen sesuai kebutuhan , terapi oksigen dengan


sungkup non rebreathing mempunyai efektifitas aliran 6-7
liter/menit dengan konsentrasi O2 (FiO2) 55-90 % (menjaga
kepatenan sungkup, menjamin ketepatan dosis).

5) Isi O2 kedalam kantong dengan cara menutup lubang antara


kantong dengan sungkup minimal 2/3 bagian kantong reservoir.
(mencegah kantong terlipat, terputar).

6) Mengikat tali non rebreathing mask dibelakang kepala melewati


bagian atas telinga. (mencegah kebocoran sungkup).

7) Memasang kapas kering pada daerah yang tertekan sungkup dan


tali pengikat (untuk mencegah iritasi kulit).

8) Muka pasien dibersihkan tiap 2 jam. (observasi terhadap


iritasi,muntah,aspirasi akibat terapi, dan menjaga kenyamanan
pasien).

9) Sungkup dibersihkan/diganti tiap 8 jam (menjaga kepatenan alat,


mencegah infeksi, meningkatkan kenyamanan).

F. PENGERTIAN ETT (ENDOTRAKEAL TUBE)

18
Intubasi endotrakeal adalah tindakan memasukkan pipa trakea ke dalam
trakea melalui rima glottidis dengan mengembangkan cuff, sehingga ujung
distalnya berada kira-kira dipertengahan trakea antara pita suara dan
bifurkasio trakea.sehingga jalan nafas menjadi bebas dan nafas menjadi
mudah dibantu atau dikendalikan. Intubasi endotrakeal dapat dilakukan
dengan memasukkan pipa dari hidung, mulut atau trakeal stoma bagi pasien
yang tidak dapat mempertahankan sendiri jalan nafas yang adekuat (pasien
koma, yang menderita obstruksi jalan nafas), untuk ventilasi mekanis, dan
untuk pengisapan sekresi dari bronkial.Intubasi endotrakeal dapat dilakukan
dengan memasukkan pipa dari hidung, mulut atau trakeal stoma. .

Perawatan Endotracheal tube adalah perawatan rutin yang membutuhkan


perawatan posisi dari selang yang benar dan memelihara hygiene dengan baik
pada pasien yang terpasang endotracheal tube.

G. INDIKASI DAN KONTRA INDIKASI


Indikasi intubasi endotrakeal yaitu mengontrol jalan napas,
menyediakan saluran udara yang bebas hambatan untuk ventilasi dalam
jangka panjang, meminimalkan risiko aspirasi, menyelenggarakan proteksi
terhadap pasien dengan keadaan gawat atau pasien dengan refleks akibat
sumbatan yang terjadi, ventilasi yang tidak adekuat, ventilasi dengan
thoracoabdominal pada saat pembedahan, menjamin fleksibilitas posisi,
memberikan jarak anestesi dari kepala, memungkinkan berbagai posisi
(misalnya,tengkurap, duduk, lateral, kepala ke bawah), menjaga darah dan
sekresi keluar dari trakea selama operasi saluran napas, Perawatan kritis :
mempertahankan saluran napas yang adekuat, melindungi terhadap aspirasi
paru, kebutuhan untuk mengontrol dan mengeluarkan sekret pulmonal.

Berikut beberapa Indikasi tambahan yaitu :

a. Proteksi jalan nafas


1) Hilangnya refleks pernafasan ( cedera cerebrovascular, kelebihan
dosis obat)

19
2) Obstruksi jalan nafas besar ( epiglotitis, corpus alienum, paralisis pita
suara) baik secara anatomis maupun fungsional.
3) Perdarahan faring ( luka tusuk, luka tembak pada leher)
4) Tindakan profilaksis ( pasien yang tidak sadar untuk pemindahan ke
rumah sakit lain atau pada keadaan di mana potensial terjadi
kegawatan nafas dalam proses transportasi pasien)
b. Optimalisasi jalan nafas
1) saluran untuk pelaksanaan pulmanary toilet darurat (sebagai contoh :
penghisapan atau bronchoscopy untuk aspirasi akut atau pun trakheitis
bakterialis berat)
2) tindakan untuk memberikan tekanan positif dan kontinu yang tinggi
pada jalan nafas ( respiratory distress syndrome pada orang dewasa dan
penyakit membran hyalin)( Dibutuhkan tekanan inspirasi yang tinggi
atau PEEP).
c. Ventilasi mekanik.
Ventilasi mekanik pada kegagalan respirasi yang dikarenakan

1) Pulmonar : penyakit asama, penyakit paru obstruktif kronik, emboli


paru, pneumonia. (”Work of breathing”berlebihan)-
2) Penyakit jantung atau edema pulmoner-
3) Neurologi: berkurangnya dorongan respirasi (Gangguan kontrol
pernafasan dari susunan saraf pusat)-
4) Mekanik: disfungsi paru-paru pada flail-chest ataupada penyakit
neuromuskuler
5) Hiperventilasi therapeutik untuk pasien – pasien dengan peningkatan
tekanan intrakranial.

Kontraindikasi intubasi endotrakeal adalah : trauma servikal yang


memerlukan keadaan imobilisasi tulang vertebra servical, sehingga
sangat sulit untuk dilakukan intubasi

H. KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN PEMASANGAN ETT


a. Keuntungan pemasangan ETT
1) Intubasi ET akan membantu saluran nafas yang bagus selama
salurannya masih terbuka.
2) Akan menurunkan normal anatomic dead space (75 ml) menjadi 25 ml.

20
3) Ventilasi dapat diukur dan dikontrol tanpa mempengaruhi lambung dan
usus.
4) Akan mengurangi kemungkinan aspirasi sekresi, darah, jaringan dan
muntah secara drastis.
5) Ventilasi dapat diukur dan dikontrol walau pada posisi lateral telungkup
atau lainnya.
6) Respirasi dapat dikontrol selama pemberian obat pelumpuh otot.
7) Mempermudah dilakukan suction pada paru
8) Anestesiolog dan alat-alat anestesi dapat diletakan jauh dari daerah
operasi jika dilakukan operasi kepala atau leher.

b. Kerugian pemasangan intubasi ETT


Intubasi ET akan menambah resistensi terhadap pernafasan. Untuk
menjaga resistensi sekecil mungkin dapat digunakan ET dengan diameter
yang sesuai.

Trauma terhadap bibir, lidah, hidung, tenggorokan dan laring dapat saja
terjadi, mengakibatkan suara serak, sakit dan disfagia.Aberasi nukosa
dapat diakibatkan oleh suatu operasi empisema yang luas. Bila terjadi
perforasi dari membran padadecussatio dari otot krikofaringeal akan dapat
mengakibatkan mediastinitis.

I. Persiapan intubasi
Persiapan untuk intubasi termasuk mempersiapkan alat‐alat dan
memposisikan pasien.ETT sebaiknya dipilih yang sesuai. Pengisian cuff
ETT sebaiknya di tes terlebih dahulu dengan spuit 10 milliliter. Jika
menggunakan stylet sebaiknya dimasukkan ke ETT.Berhasilnya intubasi
sangat tergantung dari posisi pasien, kepala pasien harus sejajar dengan
pinggang anestesiologis atau lebih tinggi untuk mencegah ketegangan
pinggang selama laringoskopi.Persiapan untuk induksi dan intubasi juga
melibatkan preoksigenasi rutin. Preoksigenasi dengan nafas yang dalam
dengan oksigen 100 %.5 Persiapan alat untuk intubasi antara lain :

a. Scope

21
Yang dimaksud scope di sini adalah stetoskop dan
laringoskop.Stestoskop untuk mendengarkan suara paru dan jantung
serta laringoskop untuk melihat laring secara langsung sehingga bisa
memasukkan pipa trake dengan baik dan benar. Secara garis besar,
dikenal dua macam laringoskop:

1) Bilah/daun/blade lurus (Miller, Magill) untuk bayi-anak-dewasa.


2) Bilah lengkung (Macintosh) untuk anak besar-dewasa.
Pilih bilah sesuai dengan usia pasien. Yang perlu diperhatikan lagi
adalah lampu pada laringoskop harus cukup terang sehingga laring jelas
terlihat. Gambar Laringoscope

b. Tube
Yang dimaksud tubes adalah pipa trakea. Pada tindakan anestesia, pipa
trakea mengantar gas anestetik langsung ke dalam trakea dan biasanya
dibuat dari bahan standar polivinil klorida.Ukuran diameter pipa trakea
dalam ukuran milimeter.Bentuk penampang pipa trakea untuk bayi,
anak kecil, dan dewasa berbeda. Untuk bayi dan anak kecil di bawah
usia lima tahun, bentuk penampang melintang trakea hampir bulat,
sedangkan untuk dewasa seperti huruf D. Oleh karena itu pada bayi dan
anak di bawah lima tahun tidak menggunakan kaf (cuff) sedangkan
untuk anak besar-dewasa menggunakan kaf supaya tidak bocor. Alasan
lain adalah penggunaan kaf pada bayi-anak kecil dapat membuat trauma
selaput lendir trakea dan postintubation croup.

22
Pipa trakea dapat dimasukkan melalui mulut (orotracheal tube) atau
melalui hidung (nasotracheal tube).Nasotracheal tube umumnya
digunakan bila penggunaan orotracheal tube tidak memungkinkan,
mislanya karena terbatasnyapembukaan mulut atau dapat
menghalangi akses bedah. Namun penggunaan nasotracheal tube
dikontraindikasikan pada pasien dengan farkturbasis kranii.

Ukuran pipa trakea yang tampak pada tabel di


bawah ini.

Usia Diameter (mm) Skala French Jarak Sampai


Bibir

Prematur 2,0-2,5 10 10 cm
Neonatus 2,5-3,5 12 11cm
1-6 bulan 3,0-4,0 14 11 cm
½-1 tahun 3,0-3,5 16 12 cm
1-4 tahun 4,0-4,5 18 13 cm
4-6 tahun 4,5-,50 20 14 cm
6-8 tahun 5,0-5,5* 22 15-16 cm
8-10 tahun 5,5-6,0* 24 16-17 cm
10-12
tahun 6,0-6,5* 26 17-18 cm
12-14
tahun 6,5-7,0 28-30 18-22 cm
Dewasa
wanita 6,5-8,5 28-30 20-24 cm
Dewasa
pria 7,5-10 32-34 20-24 cm

*Tersedia dengan atau tanpa kaf

23
Tabel Pipa Trakea dan peruntukannya (Endotracheal Tube (Breathing
Tube))

Cara memilih pipa trakea untuk bayi dan anak kecil:

Diameter dalam pipa trakea (mm) = 4,0 + ¼ umur


(tahun)

Panjang pipa orotrakeal (cm) = 12 + ½ umur


(tahun)

Panjang pipa nasotrakeal (cm) = 12 + ½ umur


(tahun)

Pipa endotrakea adalah suatu alat yang dapat mengisolasi jalan


nafas,mempertahankan patensi, mencegah aspirasi serta mempermudah
ventilasi,oksigenasi dan pengisapan.

Gambar Pipa endotrakeal

Pipa endotrakea terbuat dari material silicon PVC (Polyvinyl


Chloride)yang bebas lateks, dilengkapi dengan 15mm konektor
standar.Termosensitif untuk melindungi jaringan mukosa dan
memungkinkan pertukaran gas, serta struktur radioopak yang

24
memungkinkan perkiraan lokasi pipa secara tepat.Pada tabung didapatkan
ukuran dengan jarak setiap 1cm untuk memastikan kedalaman pipa.

Anatomi laring dan rima glotis harus dikenal lebih dulu.Besar pipa
trakea disesuaikan dengan besarnya trakea.Besar trakea tergantung pada
umur.Pipa endotrakea yang baik untuk seorang pasien adalah yang terbesar
yang masih dapat melalui rima glotis tanpa trauma.Pada anak dibawah
umur 8 tahun trakea berbentuk corong, karena ada penyempitan di daerah
subglotis (makin kecil makin sempit).Oleh karena itu pipa endaotrakeal
yang dipakai pada anak, terutama adalah pipa tanpa balon (cuff).Bila
dipakai pipa tanpa balon hendaknya dipasang kasa yang ditempatkan di
faring di sekeliling pipa tersebut untuk mencegah aspirasi untuk fiksasi
dan agar tidak terjadi kebocoran udara inspirasi.Bila intubasi secara
langsung (memakai laringoskop dan melihat rima glotis) tidak berhasil,
intubasi dilakukan secara tidak langsung (tanpa melihat trakea)yang juga
disebut intubasi tanpa lihat (blind). Cara lain adalah dengan menggunakan
laringoskop serat optic.

Untuk orang dewasa dan anak diatas 6 tahun dianjurkan untuk memakai
pipa dengan balon lunak volume besar tekanan rendah, untuk anak kecil
dan bayi pipa tanpa balon lebih baik.Balon sempit volume kecil tekanan
tinggi hendaknya tidak dipakai karena dapat menyebabkan nekrosis
mukosa trakea. Pengembangan balon yang terlalu besar dapat dihindari
dengan memonitor tekanan dalam balon (yang pada balon lunak besar
sama dengan tekanan dinding trakea dan jalan nafas) atau dengan memakai
balon tekanan terbatas. Pipa hendaknya dibuat dari plastik yang tidak
iritasif.

Ukuran penggunaan bervariasi bergantung pada usia pasien. Untuk


bayi dan anak kecil pemilihan diameter dalam pipa (mm) = 4 + ¼ umur
(tahun).Pemakaian pipa endotrakea sesudah 7 sampai 10 hari hendaknya
dipertimbangkan trakeostomi, bahkan pada beberapa kasus lebih dini. Pada
hari ke-4 timbul kolonisasi bakteri yang dapat menyebabkan kondritis
bahkan stenosis subglotis.

25
Kerusakan pada laringotrakea telah jauh berkurang dengan adanya
perbaikan balon dan pipa.Jadi trakeostomi pada pasien koma dapat ditunda
jika ekstubasi diperkirakan dapat dilakukan dalam waktu 1-2 minggu.
Akan tetapi pasien sadar tertentu memerlukan ventilasi intratrakea jangka
panjang mungkin merasa lebih nyaman dan diberi kemungkinan untuk
mampu berbicara jika trakeotomi dilakukan lebih dini

Size PLAIN Size CUFFED


2,5 mm 4,5 mm
3,0 mm 5,0 mm
3,5 mm 5,5 mm
4,0 mm 6,0 mm
4,5 mm 6,5 mm
5,0 mm 7,0 mm
5,5 mm 7,5 mm

Tabel Ukuran Pipa Endotrakeal

c. Airway
Airway yang dimaksud adalah alat untuk menjaga terbukanya jalan
napasyaitu pipa mulut-faring (Guedel, orotracheal airway) atau pipa
hidung-faring(naso-tracheal airway). Pipa ini berfungsi untuk menahan
lidah saat pasien tidaksadar agar lidah tidak menyumbat jalan napas.

26
d. Tape
Tape yang dimaksud adalah plester untuk fiksasi pipa supaya
tidakterdorong atau tercabut.

e. Introducer
Introducer yang dimaksud adalah mandrin atau stilet dari kawat yang
dibungkus plastik (kabel) yang mudah dibengkokkan untuk pemandu
supaya pipatrakea mudah dimasukkan.

Gambar Stylet

f. Connector
Connector yang dimaksud adalah penyambung antara pipa dengan
bagvalve mask ataupun peralatan anesthesia.

g. Suction
Suction yang dimaksud adalah penyedot lender, ludah dan cairan
lainnya.

27
Gambar Alat-alat Intubasi EndotrakealSumber : Longnecker et al., 2008

J. CARA INTUBASI
a. Pada Orang Dewasa
Mulut pasien dibuka dengan tangan kanan dan gagang laringoskop
dipegang dengan tangan kiri. Daun laringoskop dimasukkan dari sudut
kanan dan lapangan pandang akan terbuka. Daun laringoskop didorong
ke dalam ronggamulut. Gagang diangkat ke atas dengan lengan kiri dan
akan terlihat uvula, faring serta epiglotis.

Ekstensi kepala dipertahankan dengan tangan kanan.Epiglotis


diangkat sehingga tampak aritenoid dan pita suara yang tampak
keputihan berbentuk huruf V. Tracheal tube diambil dengan tangan
kanan dan ujungnya dimasukkan melewati pita suara sampai balon pipa
tepat melewati pita suara. Bila perlu, sebelum memasukkan pipa
asisten diminta untuk menekan laring ke posterior sehingga pita suara
akan dapat tampak dengan jelas. Bila mengganggu, stylet dapat
dicabut.Ventilasi atau oksigenasi diberikan dengan tangan kanan
memompa balon dan tangan kiri memfiksasi.Balon pipa dikembangkan
dan daun laringoskop dikeluarkan selanjutnya pipa difiksasi dengan
plester.

Dada dipastikan mengembang saat diberikan ventilasi. Sewaktu


ventilasi, dilakukan auskultasi dada dengan steteskop, diharapkan suara
nafas kanan dan kiri sama. Bila dada ditekan terasa ada aliran udara di
pipa endotrakeal. Bila terjadi intubasi endotrakeal yang terlalu dalam
akan terdapat tanda‐tanda berupa suara nafas kanan berbeda dengan
suara nafas kiri, kadang‐kadang timbul suara wheezing, sekret lebih
banyak dan tahanan jalan nafas terasa lebih berat. Jika ada ventilasi ke
satu sisi seperti ini, pipa ditarik sedikit sampai ventilasi kedua paru
sama. Sedangkan bila terjadi intubasi ke daerah esofagus maka daerah

28
epigastrium atau gaster akan mengembang, terdengar suara saat
ventilasi (dengan stetoskop), kadang‐kadang keluar cairan lambung,
dan makin lama pasien akan nampak semakin membiru. Untuk hal
tersebut pipa dicabut dan intubasi dilakukan kembali setelah diberikan
oksigenasi yang cukup.

Gambar Auskultasi Suara Napas Setelah Dilakukan Intubasi

Intubasi yang gagal tidak harus dilakukan berulang-ulang


dengan cara yang sama. Perubahan harus dilakukan untuk
meningkatkan kemungkinan keberhasilan, seperti reposisi pasien,
mengurangi ukuran tabung, menambahkan stylet, memilih pisau
yang berbeda, mencoba jalur lewat hidung, atau meminta bantuan
dari ahli anestesi lain. Jika pasien juga sulit untuk ventilasi dengan
masker, bentuk alternatif manajemen saluran napas lain (misalnya,
LMA,Combitube, cricothyrotomy dengan jet ventilasi, trakeostomi)
harus segera dilakukan.

b. Pada Bayi

29
1. Memilih dan menyiapkan pipa ET.
Pipa ET sekali pakai ( disposable) ukuran disesuaikan dengan berat
badan bayi.

Tabel 2. Perbandingan berat badan bayi dengan kuran pipa ET yang


dibutuhkan (mm)

Berat (gr)
Ukuran pipa ET
< 1000 2,5

1000 – 2000 3,0

2001 – 3000 3,5

> 3000 4,0

Pipa ET dipotong secara diagonal pada angka 13,


sambungkan dengan sambungan yang sesuai.Agar pipa lebih kaku
dan mudah dilegkungkan, masukkan stilet yang ujungnya tidak
melebihi panjang pipa ET.

1. Menyiapkan laringoskop
a. Pilih laringoskop dengan lidah / daun lurus, no. 1 ( cukup
bulan) dan 0 ( kurang bulan).
b. Pasang daun laringoskop pada pegangannya.
c. Hidupkan lampu laringoskop, periksa lampu dan batere-nya
2. Menyiapkan perlengkapan lain Alat dan kateter penghisap no 10
F.
Balon dan sungkup , sumber oksigen 100 %, stetoskop, plester.

3. Posisi bayi
Kepala sedikit ekstensi / tengadah

30
Untuk anak di atas 2 tahun, posisi optimal dapat dicapai dengan
meletakkan ganjal pada kepala anak, kemudian melakukan
sniffing position. Pada bayi hal ini tidak perlu dilakukan karena
oksiput bayi yang prominen . Pada trauma leher , intubasi harus
dilakukan dalam posisi netral.

Gambar 6. A. Sudut antara oral (O), faringeal (P) dan trakea (T)
pada anak berusia 2 tahun bila anak terbaring datar. B. Dengan
meletakkan ganjal pada oksiput, sumbu p dan t menjadi hampir
segaris. C. Dengan mengekstensikan sendi atlanto-oksipital,
ketiga sumbu hampir segaris.

4. Menyiapkan pemasukan laringoskop.


a. Penolong berdiri di sisi atas kepala bayi.
b. Nyalakan lampu laringoskop
c. Pegang laringoskop dengan ibu jari dan ketiga jari tangan
kiri ( normal atau pun kidal ), arahkan daun laringoskop ke
sisi berlawanan dengan penolong.
d. Pegang kepala bayi dengan tangan kanan.
5. Memasukkan daun laringoskop
a. masukkan daun laringoskop antara palatum dan lidah
b. ujung daun laringoskop dimasukkan menyusuri lidah secara
perlahan ke pangkal lidah sampai vallecula ( lekuk antara
pangkal lidah dan epiglotis)

31
6. Melihat glottis
a. angkat daun laringoskop dengan cara mengangkat seluruh
laringoskop ke arah batang laringoskop menunjuk, lidah
akan terjulur sedikit sehingga terlihat faring.
b. Menentukan letak dan posisi daun laringsokop :
Tabel 3. Tanda penunjuk tampilan laring melalui
laringoskop apabila terpasang dengan benar, kurang dalam,
dan terlalu dalam

Letak Tanda penunjuk

Benar Glottis tampak di sebelah atas dengan muara di


Bawah

Kurang
dalam Lidah terlihat menutupi daun

Terlalu
dalam Terlihat dinding esofagus

Lebih ke
kiri Di belakang faring terlihat sebagian trakea di
Samping

Gambar 7. Tampilan liang glottis melalui


laringoskop

32
c. Penekanan di daerah laring akan memperlihatkan glottis,
dengan menggunakan jari ke -4 dan ke-5 tangan kiri . atau
dilakukan asisten dengan telunjuk

7. Batasan waku 20 detik


Tindakan dibatasi 20 detik untuk mencegah hipoksia. Sambil
menunggu, bayi diberikan VTP dengan oksigen 100 %.

8. Memasukkan pipa ET
a. Glottis dan pita suara harus terlihat.
b. Pipa ET dipegang dengan tangan kanan, dimasukkan dari
sebelah kanan mulut.
c. Tetap melihat glottis, dimasukkan waktu pita suara terbuka.
Jika dalam 20 detik pita suara belum terbuka, hentikan,
sementara lakukan VTP.
d. Masukkan pipa ET di antara pita suara, sampai sebatas garis
tanda pita suara, ujung pipa pada pertengahan pita suara dan
karina.Hindari mengenai pita suara, dapat mengakibatkan
spasme.
9. Mengeluarkan laringoskop.
a. Pipa ET dipegang dengan tangan kanan, bertumpu pada
muka bayi, tekan Bibir.
b. Laringoskop dikeluarkan dengan tangan kiri tanpa
mengganggu atau menggeser pipa ET.
c. Cabut stilet dari pipa ET
10. Memastikan letak pipa ET
a. Sambil memegang pipa ET pada bibir, pasang sambungan
pipa ke balon resusitasi dan lakukan ventilasi sambil
mengamati dada dan perut bayi.
b. Jika letak ET benar akan terlihat :
1) dada mengembang
2) perut tidak mengembung

33
c. Mendengarkan suara nafas dengan menggunakan stetoskop
di dada atas kiri dan kanan.
Jika letak ET benar :

1) udara masuk ke kedua sisi dada


2) suara nafas kiri = kanan
11. Letak pipa ET
a. Pipa ET tepat di tengah trakea :
1) kedua sisi dada mengembang sewaktu melakukan
ventilasi
2) suara nafas terdengar sama di kedua sisi dada
3) tidak terdengar suara di lambung
4) perut tidak kembung
b. pipa Et terletak di bronkus
1) suara nafas hanya terdengar di salah satu sisi paru
2) suara nafas terdengar tidak sama keras
3) tidak terdengar suara di lambung
- perut tidak kembung
c. pipa ET terletak di esofagus

- tidak terdengar suara nafas di kedua dada atas


- terdengar suara udara masuk lambung
- perut tampak gembung

Tindakan :

Cabut pipa ET , beri VTP degnan balon dan sungkup, ulangi


intubasi pipa ET.

12. Fiksasi pipa ET


Perhatikan tanda cm pada pipa ET setinggi batas bibir atas.

Tanda ini digunakan untuk :

- mengetahui apakah pipa ET berubah letaknya

34
- jarak pipa ET ke bibir menentukan dalamnya pipa
Fiksasi pipa ET ke wajah bayi dengan plester

K. EKSTUBASI PERIOPERATIF
Setelah operasi berakhir, pasien memasuki prosedur pemulihan yaitu
pengembalian fungsi respirasi pasien dari nafas kendali menjadi nafas
spontan.Sesaat setelah obat bius dihentikan segeralah berikan oksigen 100%
disertai penilaian apakan pemulihan nafas spontan telah terjadi dan apakah
ada hambatan nafas yang mungkin menjadi komplikasi. Bila dijumpai
hambatan nafas, tentukaan apakah hambatan pada central atau perifer.Teknik
ekstubasi pasien dengan membuat pasien sadar betul atau pilihan lainnya
pasien tidak sadar (tidur dalam), jangan lakukan dalam keadaan setengah
sadar ditakutkan adanya vagal refleks. Bila ekstubasi pasien sadar, segera
hentikan obat-obat anastesi hipnotik maka pasien berangsu-angsur akan sadar.
Evaluasi tanda-tanda kesadaran pasien mulai dari gerakan motorik otot-otot
tangan, gerak dinding dada, bahkan sampai kemampuan membuka mata
spontan.Yakinkan pasien sudah bernafas spontan dengan jalan nafas yang
lapang dan saat inspirasi maksimal.Pada ekstubasi pasien tidak sadar
diperlukan dosis pelumpuh otot dalam jumlah yang cukup banyak, dan
setelahnya pasien menggunakan alat untuk memastikan jalan nafas tetap
lapang berupa pipa orofaring atau nasofaring dan disertai pula dengan
tripleairway manuver standar.

Syarat-syarat ekstubasi :

a. Vital capacity 6 – 8 ml/kg BB.


b. Tekanan inspirasi diatas 20 cm H2O.
c. PaO2 diatas 80 mm Hg.
d. Kardiovaskuler dan metabolic stabil.
Tidak ada efek sisa dari obat pelemas otot.

Reflek jalan napas sudah kembali dan penderita sudah sadar penuh.

L. KOMPLIKASI

35
Tatalaksana jalan napas merupakan aspek yang fundamental pada praktik
anestesi dan perawatan emergensi. Intubasi endotrakeal termasuk tatalaksana
yang cepat, sederhana, aman dan teknik nonbedah yang dapat mencapai
semua tujuan dari tatalaksana jalan napas yang diinginkan, misalnya menjaga
jalan napas tetap paten, menjaga paru-paru dari aspirasi, membuat ventilasi
yang cukup selama dilakukan ventilasi mekanik, dan sebagainya.

Faktor-faktor predisposisi terjadinya komplikasi pada intubasi


endotrakealdapatdibagi menjadi :

Faktor pasien

1. Komplikasi sering terjadi pada bayi, anak dan wanita dewasa karena
memiliki laring dan trakea yang kecil serta cenderung terjadinya edema
pada jalan napas.
2. Pasien yang memiliki jalan napas yang sulit cenderung mengalami trauma.
3. Pasien dengan variasi kongenital seperti penyakit kronik yang didapat
menimbulkan kesulitan saat dilakukan intubasi atau cenderung
mendapatkan trauma fisik atau fisiologis selama intubasi.
4. Komplikasi sering terjadi saat situasi emergensi.

Faktor yang berhubungan dengan anestesia

1. Ilmu pengetahuan, teknik keterampilan dan kemampuan menangani


situasi krisis yang dimiliki anestesiologis memiliki peranan penting
terjadinya komplikasi selama tatalaksana jalan napas.
2. Intubasi yang terburu-buru tanpa evaluasi jalan napas atau persiapan
pasien dan peralatan yang adekuat dapat menimbulkan kegagalan dalam
intubasi.
Faktor yang berhubungan dengan peralatan

1. Bentuk standar dari endotracheal tube (ETT) akan memberikan tekanan


yang maksimal pada bagian posterior laring. Oleh sebab itu, kerusakan
yang terjadi pada bagian tersebut tergantung dari ukuran tube dan durasi
pemakaian tube tersebut.

36
2. Pemakaian stilet dan bougie merupakan faktor predisposisi terjadinya
trauma.
3. Bahan tambahan berupa plastik dapat menimbulkan iritasi jaringan.
4. Sterilisasi tube plastik dengan etilen oksida dapat menghasilkan bahan
toksik berupa etilen glikol jika waktu pengeringan inadekuat.
5. Tekanan yang tinggi pada kaf dapat menimbulkan cedera atau kaf
dengan tekanan yang rendah dapat pula menimbulkan cedera jika
ditempatkan di bagian yang tidak tepat.
Kesulitan menjaga jalan napas dan kegagalan intubasi mencakup
kesulitan ventilasi dengan sungkup, kesulitan saat menggunakan laringoskopi,
kesulitan melakukan intubasi dan kegagalan intubasi. Situasi yang paling
ditakuti adalah tidak dapat dilakukannya ventilasi maupun intubasi pada
pasien apnoe karenaproses anestesi. Kegagalan dalam oksigenasi dapat
menyebabkan kematian atauhipoksia otak.

Krikotirotomi (bukan trakeostomi) merupakan metode yang


dipilih ketika dalam keadaan emergensi seperti pada kasus cannot-
ventilation-cannot-intubation (CVCI).

Tabel Komplikasi pada ETT

Komplikasi pada ETT

Saat Intubasi Saat ETT Sudah Digunakan

Kegagalan intubasi Tension pneumotoraks

Cedera korda spinalis dan kolumna


vertebralis Aspirasi pulmoner

Oklusi arteri sentral pada retina dan


kebutaan Obstruksi jalan napas

37
Abrasi kornea Diskoneksi

Trauma pada bibir, gigi, lidah dan


hidung Tube trakeal

Refleks autonom yang berbahaya Pemakaian yang tidak nyaman

Hipertensi, takikardia, bradikardia dan


aritmia Peletakan yang lemah

Peningkatan tekanan intrakranial dan ETT yang tertelan


Intraocular

Laringospasme

Bronkospasme

Trauma laring

Avulsi, fraktur dan dislokasi arytenoids

Perforasi jalan napas

Trauma nasal, retrofaringeal, faringeal,


uvula,
laringeal, trakea, esofageal dan bronkus

Intubasi esophageal

Intubasi bronchial

Selama Ekstubasi Setelah Intubasi

Kesulitan ekstubasi Suara mendengkur

Kesulitan melepas kaf Edema laring

Terjadi sutura ETT ke trakea atau


bronkus Suara serak

Edema laring Cedera saraf

Aspirasi oral atau isi gaster Ulkus pada permukaan laring

Granuloma laring

38
Jaringan granulasi pada glotis dan subglotis

Sinekiae laring

Paralisis dan aspirasi korda vokal

Membran laringotrakeal

SOP PENGGUNAAN ETT (ENDOTRACHEAL TUBE)

TATA CARA PEMASANGAN, PEMELIHARAAN,


PELEPASAN

DAN PENCATATAN ENDOTRACHEAL TUBE

No. Dokumen No. Revisi Halaman

1/5
RSIA BUNDA
SEJAHTERA

39
Tanggalterbit Ditetapkan,

STANDAR Direktur RSIA Bunda Sejahtera


PROSEDUR
OPERASIONAL

(SPO)

dr. Susan

SIP: 446.1/0063/I/1407-Dinkes/2014

Endo Tracheal Tube/ ETT adalah pipa endotrachel sebagai


bantuan pernafasan kepada pasien yang mengalami gagal
nafas akut dan kronis.Tatacara pemasangan, pemeliharaan,
penggantian dan pencatatan EndoTracheal Tube adalah
PENGERTIAN
tatacara yang dilakukan terhadap pasien yang akan dilakukan
tindakan pipaendo tracheal mulai daripemasangan,
pemeliharaan,penggantian dan pencatatan atau
pendokumentasian

1. Membebaskan Jalan Nafas


TUJUAN 2. Mempertahankan pernafasan yang adekuat pada
kegagalan nafas

1. Pemasangan ETT hanya dilakukan atas indikasi


KEBIJAKAN 2. Pemasangan dilakukan oleh minimal perawat yang
kompeten
3. Sebelum dilakukan pemasangan harus dibuat inform
consent dan sesuai dengan prosedur yang telah
ditetapkan
PROSEDUR

A. Obat telah diserahkan kepada pasien.


Langkah-langkah

1. Pasien diberi penjelasan tentang tujuan dan tindakan


yang akan dilakukan

40
2. Pasien diatur terlentang dengan kepala hiper ekstensi
3. Penandatanganan inform concent
4. Petugas melakukan kebersihan tangan
5. Petugas menggunakan APD ( topi, masker,
handscoond, apron, google, sepatu)

TATA CARA PEMASANGAN, PEMELIHARAAN,


PELEPASAN

DAN PENCATATAN ENDOTRACHEAL TUBE

No. Dokumen No. Revisi Halaman

RSIA BUNDA
2/5
SEJAHTERA

Tanggalterbit Ditetapkan,

STANDAR Direktur RSIA Bunda Sejahtera


PROSEDUR
OPERASIONAL

(SPO)

dr. Susan

SIP: 446.1/0063/I/1407-Dinkes/2014

PROSEDUR 6. Memasang monitor EKG


7. Memberi obat relaksan dan sedative sesuai program
pengobatan
8. Memonitor saturasi oksigen, memberikan oksigen
100%
melalui masker oksigen

9. Menghisap sekresi sebelum dan selama tindakan


intubasi berlangsung
10. Dokter melakukan intubasi

41
11. Mengisi cuff pipa endotrachea tube setelah dokter
melakukan intubasi
12. Melakukan pengecekan ketepatan posisi endotrachea
tube dengan cara auskultasi
13. Melakukan fiksasi ETT diantara bibir atasdan hidung
14. Melakukan fiksasi ETT di pipi kiri dan kanan
15. Petugas melepas APD
16. Petugas melakukan kebersihan tangan
B. Perawatan
1. Petugas melakukan kebersihan tangan
2. Petugas mengenakan APD ( sarung tangan)
3. Fiksasi pipa endotrache tube :
a. Fiksasi dengan plester setelah intubasi
b. Pastikan fiksasi baikdengan memastikan bahwa
Plester melekat baik pada sekitar endotrachea
tube

TATA CARA PEMASANGAN, PEMELIHARAAN,


PELEPASAN

DAN PENCATATAN ENDOTRACHEAL TUBE

No. Dokumen No. Revisi Halaman

3/5
RSIA BUNDA
SEJAHTERA

Ditetapkan,

STANDAR Tanggalterbit Direktur RSIA Bunda Sejahtera


PROSEDUR
OPERASIONAL

(SPO)

dr. Susan

SIP: 446.1/0063/I/1407-Dinkes/2014

42
c. Pastikan fiksasi endotrachea pada panjang pipa
yang tepat beberapa kali secara teratur setiap
harinya atau saat curiga tercabut atau terdorong
4. Pemeriksaan terhadap cuffendotrachea
a. Tes volumetric (jumlah udara yang cukup yang
dimasukan ke cuff pipa endotrachea sampai tidak
terjadi kebocoran + 1 ml) segera dilakukan
setelah dilakukan pemasangan pipa endotrachea
dan diulangi secara rutin beberapa hari sekali,
terutama bila dijumpai kebocoran manual
PROSEDUR hiperinflasi
b. Memastikan tidak ada kebocoran dengan
auskultasi didaerah tracheaselama ventilasi
normal
c. Tekanan cuff diukur dengan manometer
5. Bila dijumpai kebocoran menetap di pipa
endotrachea segera lakukan visualisasi langsung
dengan laringoskop, meskipun fiksasi terlihat pada
panjang pipa endotrachea yang benar untuk
memastikan benar ada dan tidaknya masalah
6. Suctioning pipa endotrache bila dijumpai banyak
secret di jalan nafas
7. Humidifikasi yang adekuat
8. Petugas melepas APD

TATA CARA PEMASANGAN, PEMELIHARAAN,


PELEPASAN

DAN PENCATATAN ENDOTRACHEAL TUBE

43
No. Dokumen No. Revisi Halaman

RSIA BUNDA
SEJAHTERA
4/5

Ditetapkan,

Tanggalterbit Direktur RSIA Bunda Sejahtera


STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL

(SPO) dr. Susan

SIP: 446.1/0063/I/1407-Dinkes/2014

PROSEDUR 9. Petugas melakukan kebersihan tangan


C. Ekstubasi
1. Petugas melakukan kebersihan tangan
2. Petugas mengenakan APD
3. Setting ventilator betujuan mendorong secret keatas
balon pipa endotrachea kearah mulut agar dapat
dihisap
4. Menghisap secret melalui pipa endotrachea
( suctioning)
5. Menghisap secret pada mulut dan hidung
6. Mengmnpiskan balon endotrache dengan
menggunakan cuffnometer
7. Melepaskan fiksasi cuff endotrachea, sementara
proses suctioning terus berjalan
8. Pipa endotrachea dilepas, sementara selang
penghisap lendir didalam pipa untuk menghisap sisa-
sisa lendir saat pipa ditarik
9. Kemudian berikan terapi oksigen yang adekuat
melalui masker oksigen
10. Petugas melepas APD
11. Petugas melakukan kebersihan tangan
D. Pencatatan/Dokumentasi

44
1. Catat tanggal dan waktu pemasangan ETT dilokasi
yang dapat dilihat dengan jelas
2. Lakukan pencatatan pada lembarcatatan terintegras

TATA CARA PEMASANGAN, PEMELIHARAAN,


PELEPASAN

DAN PENCATATAN ENDOTRACHEAL TUBE

No. Dokumen No. Revisi Halaman


RSIA BUNDA
SEJAHTERA
5/5

Tanggalterbit Ditetapkan,

STANDAR Direktur RSIA Bunda Sejahtera


PROSEDUR
OPERASIONAL

(SPO)

dr. Susan

SIP: 446.1/0063/I/1407-Dinkes/2014

PROSEDUR NB :

1. Pemasangan ETT setiap minggu


2. Letakan punggung tangan diatas mulut untuk menilai
cuff terisi udara atau mendengar suara kebocoran
3. Usakan tekanan cuff ETT tidak lebih dari 30 cmH2O
4. Kempiskan cuff ETT selama berkala, minimal 4jam

45
selama 10 detik untuk mempertahankan sirkulasi
daerah trachea
5. Ganti ubah letak ETT setiap pergantian fiksasi
Pasca Tindakan Pemasangan ETT

1. Observasi tanda vital seperti nadi, frekuensi


pernafasan, tekanan darah, warna kulit, ekspansi dada
dan saturasi oksigen untuk 2-3 jam pertama
2. Periksa analisa gas darah setelah 30 menit sampa 1 jam
pasca pemasangan
3. Anjurkan dan motivasi pasien untuk melakukan batuk
adekuat, chest Physioteraphy, nebulizer dan suctioning
secara efektif

1. Instalasi Rawat Inap


UNIT TERKAIT 2. Instalasi Gawat Darurat
3. Sub Instal Watsif

M. DEFINISI VENTILATOR
Ventilator merupakan alat pernapasan bertekanan negative atau positif
yang dapat mempertahankan ventilasi pemberian oksigen dalam waktu
yang lama (Brunner and Suddarth, 2001). Ventilasi mekanik adalah suatu
alat bantu mekanik yang berfungsi memberikan bantuan nafas pasien
dengan cara memberikan tekanan udara positif pada paru-paru melalui
jalan nafas buatanadalah suatu alat yang digunakan untuk membantu
sebagian atau seluruh proses ventilasi untuk mempertahankan oksigenasi
( Brunner dan Suddarth, 2002). Ventilasi mekanik adalah alat bantu
nafas yang memberikan bantuan nafas dengan cara membantu sebagian
atau mengambil alih semua fungsi pernafasan guna untuk
mampertahankan hidup (Manjoer, 2005).

N. FISIOLOGI PERNAPASAN PADA VENTILATOR


Pada pernafasan spontan inspirasi terjadi karena diafragma dan
otot –otot interkostalis, rongga dada mengembang karena terjadi
tekanan negatif sehingga aliran udara masuk ke paru-paru sedangkan
fase ekspirasi berjalan secara pasif, pada pernafasan ventilasi mekanik
mengirimkan udara dengan memompa ke paru-paru pasien sehingga
tekanan selama inspirasi adalah positif dan menyebabkan tekanan intra

46
thorakal meningkat pada akhir inspirasi tekanan dalam rongga thorak
paling positif (Sheen, 2009).

O. TUJUAN
Penggunaan ventilator bertujuan untuk:
1. Memperbaiki ventilasi paru
2. Memberikan kekuatan mekanis pada sistem paru untuk mempertahankan
ventilasi yang fisiologis
3. Membantu otot nafas yang lelah/lemah
4. Mengurangi kerja miokard dengan jalan mengurangi kerja nafas (Brunner
and Suddarth, 2002)

P. INDIKASI
Ventilator diberikan kepada seseorang yang memiliki (Tanjung, 2003):
1. Gangguan ventilasi
 Disfungsi otot pernapasan
 Penyakit neuromuscular (miestania gravis, polymelitis)
 Sumbatan jalan napas
 Gangguan kendali napas
 Gagal napas akut disertai asidosis respiratorik
2. Gangguan oksigen
 Hipoksemia yang teah dapat terapi oksigen maksimal namun tidak ada
perbaikan
3. Secara fisiologis memenuhi kriteria
 RR > 35x/menit
 Tidal volume <5ml/kgBB
 Kapasitas vital <10ml/kg/BB
 Tekanan inspirasi maksimal <25 cm H2O
 PO2 <60 mmHg dengan FiO2 21%
 PO2 <70 mmHg dengan FiO2 40%
 PO2<100 mmHg dengan FiO2 100%
 PaCO2 > 55 mmHg
 Minute volume (MV) <3 liter/menit atau >20 liter per menit
 Penggunaan otot tambahan pernapasan
4. Indikasi lain
 Pemberian sedasi berat
 Menurunkan kebutuhan oksigen baik secara sistematik atau miokard
 Menurunkan TIK dan mencegah TIK

Q. KLASIFIKASI
Ventilator diklasifikasikan berdasarkan cara alat tersebut mendukung
ventilasi, yaitu :
1. Ventilator tekanan negative

47
Ventilator mengeluarkan tekanan negative pada dada eksternal dengan
mengurangi tekanan intratoraks selama inspirasi memungkinkan udara
mengalir ke dalam paru-paru sehingga memenuhi volumenya. Pada jenis
ini digunakan terutama pada gagal napas kronik yang berhubungan dengan
kondisi neurovascular seperti polymyelitis, distrofi muscular, sklerosisi
lateral amiotrifik dan miastenia gravis. Penggunaan tidak sesuai untuk
pasien yang tidak stabil atau pasien yang kondisinya membutuhkan
perubahan ventilasi sering
2. Ventilator tekanan positif
Ventilator tekanan positif menggembungkan paru-paru dengan
mengeluarkan tekanan positif pada jalan nafas dengan demikian
mendorong alveoli untuk mengembang selama inspirasi. Pada ventilator
jenis ini diperlukan intubasi endotrakheal atau trakkeostomi. Ventilatr ini
secara luas digunakan pada klien dengan penyakit paru primer. Jenis ini
ada 3, yaitu:

a. Time Cycled
Ventilator yang mengakhiri atau mengendalikan inspirasi setelah waktu
ditentukan. Bantuan yang diberikan berdasarkan waktu. Biasa digunakan
pada neonates dan bayi
b. Volume Cycled
Ventilator yang mengalirkan volume udara pada setiap inspirasi yang telah
ditentukan. Jika volume preset telah dikirimkan pada klien, siklus
ventilator mati dan ekhalasi terjadi secara pasif. Merupakan jenis yang
paling banyak digunakan
c. Pressure Cycled
Ventilator yang mengakhiri inspirasi ketika tekanan preset telah tercapai.
Dengan kata lain siklus ventilator hidup menghantarkan aliran udara
sampai tekanan tertentu yang telah ditetapkan seluruhnya tercapai dan
kemudian siklus mati. (Brunner and Suddarth, 2002)

R. MODE VENTILATOR
a. Mode Control
Pada mode ventilator ini kontrol mesin secara terus menerus membantu
pernafasan pasien. Ini diberikan pada pasien yang pernafasannya masih

48
sangat jelek, lemah sekali atau bahkan apnea. Pada mode ini ventilator
mengontrol pasien, pernafasan diberikan ke pasien pada frekwensi dan
volume yang telah ditentukan pada ventilator, tanpa menghiraukan
upaya pasien untuk mengawali inspirasi. Bila pasien sadar, mode ini
dapat menimbulkan ansietas tinggi dan ketidaknyamanan dan bila
pasien berusaha nafas sendiri bisa terjadi fighting (tabrakan antara
udara inspirasi dan ekspirasi), tekanan dalam paru meningkat dan bisa
berakibat alveoli pecah dan terjadi pneumothorax. Contoh mode control
ini adalah: CR (Controlled Respiration), CMV (Controlled Mandatory
Ventilation), IPPV (Intermitten Positive Pressure Ventilation)

b. Mode IMV / SIMV (Intermitten Mandatory Ventilation/Sincronized


Intermitten Mandatory Ventilation)
Padamode ventilator ini memberikan bantuan nafas secara selang
seling dengan nafas pasien itu sendiri. Pada mode IMV pernafasan
mandatory diberikan pada frekwensi yang di set tanpa menghiraukan
apakah pasien pada saat inspirasi atau ekspirasi sehingga bisa terjadi
fighting dengan segala akibatnya. Oleh karena itu pada ventilator
generasi terakhir mode IMVnya disinkronisasi (SIMV). Sehingga
pernafasan mandatory diberikan sinkron dengan picuan pasien. Mode
IMV/SIMV diberikan pada pasien yang sudah bisa nafas spontan tetapi
belum normal sehingga masih memerlukan bantuan.

c. Mode ASB / PS : (Assisted Spontaneus Breathing / Pressure Suport)


Mode ini diberikan pada pasien yang sudah bisa nafas spontan atau
pasien yang masih bisa bernafas tetapi tidal volumnenya tidak cukup
karena nafasnya dangkal. Pada mode ini pasien harus mempunyai
kendali untuk bernafas. Bila pasien tidak mampu untuk memicu trigger
maka udara pernafasan tidak diberikan.

d. CPAP (Continous Positive Air Pressure)


Pada mode ventilator ini mesin hanya memberikan tekanan positif dan
diberikan pada pasien yang sudah bisa bernafas dengan adekuat.Tujuan

49
pemberian mode ini adalah untuk mencegah atelektasis dan melatih
otot-otot pernafasan sebelum pasien dilepas dari ventilator.

e. PEEP (Positive End Expiratory Pressure)


Diguankan untuk mempertahankan tekanan jalan nafas pada akhir
ekspirasi sehingga meningkatkan pertukaran gas di dalam alveoli.
Pemakaian PEEP dianjurkan adalah 5-15 cm H2O (Brunner and
Suddarth, 2002)

S. Parameter Ventilator
1. FiO2 (Fraksi oksigen inspirasi)
FiO2 adalah jumlah kandungan oksigen dalam udara inspirasi yang
diberikan oleh ventilator ke pasien. Konsentrasinya berkisar 21-100%.
Settingan FiO2 pada awal pemasangan ventilator direkomendasikan
sebesar 100%. Untuk memenuhi kebutuhan FiO2 yang sebenarnya, 15
menit pertama setelah pemasangan ventilator dilakukan pemeriksaan
analisa gas darah. Berdasarkan pemeriksaan AGD tersebut maka dapat
dilakukan penghitungan FiO2 yang tepat bagi pasien. Pemberian FiO2
sebaiknya diberikan serendah mungkim tetapi pemberian PaO2 yang
adekuat. Prinsipnya adalah mendapatkan PaO2 yang lebih besar dari
60mmHg
2. Volume tidal
Volume tidal adalah jumlah udara yang keluar masuk setiap kali
pernafasan. Normalnya adalah 8-12 cc/kgBB tergantung dari compliance,
resistance, dan jenis kelainan paru. Pasien dengan paru normal mampu
mentolerir volume tidal 10-15 cc/kgBB, sedangkan untuk pasien PPOK
cukup dengan 5-8 cc/kgBB.
3. Frekuensi pernapasan
Frekwensi napas adalah jumlah pernapasan yang dilakukan ventilator
dalam satu menit. Setting normal pada pasien dewasa adalah 10-20 x/mnt.
Parameter alarm RR diseting diatas dan dibawah nilai RR yang diset.
Misalnya set RR sebesar 10x/menit, maka setingan alarm sebaliknya
diatas 12x/menit dan dibawah 8x/menit. Sehingga cepat mendeteksi
terjadinya hiperventilasi atau hipoventilasi.
4. Perbandingan inspirasi dan ekspirasi (I:E Ratio)
Rumus Rasio inspirasi : Ekspirasi

50
Waktu inspirasi + waktu istirahat
Waktu ekspirasi

Keterangan :

a. Waktu inspirasi merupakan waktu yang diperlukan untuk


memberikan volume tidal atau mempertahankan tekanan.
b. Waktu istirahat merupakan periode diantara waktu inspirasi dengan
ekspirasi
c. Waktu ekspirasi merupakan waktu yang dibutuhkan untuk
mengeluarkan udara pernapasan
Rasio inspirasi : ekspirasi biasanya disetiing 1:2 yang merupakan nilai
normal fisiologis inspirasi dan ekspirasi. Akan tetapi terkadang
diperlukan fase inspirasi yang sama atau lebih lama dibandingkan
ekspirasi untuk menaikan PaO2.

5. Batas tekanan (Pressure Limit)


Pengaturan pada parameter ini bertujuan untuk membatasi tekanan yang
diberikan dalam mencapai volume tida;. Pressure limit diberikan 10-15
cm H2O diatas tekanan yang dikeluarkan oleh pasien
6. Sensitivitas
Sensitifity berfungsi untuk menentukan seberapa besar usaha yang
diperlukan pasien dalam memulai inspirasi dai ventilator. Pressure
sensitivity memiliki nilai sensivitas antara 2 sampai -2 cmH2O,
sedangkan untuk flow sensitivity adalah antara 2-20 L/menit. Semakin
tinggi nilai pressure sentivity maka semakin mudah seseorang melakukan
pernapasan. Kondisi ini biasanya digunakan pada pasien yang diharapkan
untuk memulai bernapas spontan, dimana sensitivitas ventilator disetting
-2 cmH2O. Sebaliknya semakin rendah pressure sensitivity maka semakin
susah atau berat pasien untuk bernapas spontan. Settingan ini biasanya
diterapkan pada pasien yang tidak diharapkan untuk bernapas spontan.
7. Alarm
Alarm ventilator bekerja atau berbunyi verarti mengindikasikan terjadinya
suatu masalah. Mekanisme kerja alarm pada ventilator antara lain:
a. Oksigen
Alarm akan berbunyi jika FiO2 menyimpang dari settingan awal

51
Penyebab Penatalaksanaan

Settingan FiO2 diubah-ubah Mengubah settingan FiO2 sesuai


dan tidak sesuai dengan nilai
dengan nilai yang diharapkan
yang diharapkan

Analyzer oksigen error Mengkalibrasikan analyzer

Gangguan pada sumber oksigen Mengkoreksi gangguan yang terjadi

b. Pressure
 High pressure limit
High pressure limit biasanya disetting 10 cmHg diatas PIP
pasien rata-rata. Alarm akan berbunyi jika tekanan meningkat
dimanapun selama masih di sirkuit ventilator.

Penyebab Penatalaksanaan

Peningkatan hambatan aliran Luruskan selang nafas ventilator.


gas Auskultasi suara nafas dan berikan
bronkodilator jika diperlukan

Penurunan compliance paru Turunkan flow rate/VT/gunakan


control mode

Pasien melawan ventilator Disconnect dari ventilator, lakukan


(fighting) bagging
Jika respiratory distress tidak ada,
maka masalahnya ada pada
ventilator.
Jika ada usaha nafas dari pasien,
gunakan SIMV

 Low inspiratory pressure


Biasanya disetting 5-10 cmHg dibawah PIP. Alarm akan
berbunyi jika tekanan di sistem lebih rendah dari settingan

Penyebab Penatalaksanaan

Gangguan pada pasien dengan Koreksi kebocoran atau saluran


ventilator yang lepas

52
 Low O2 pressure
Alarm akan aktif jika tekanan sumber udara tidak adekuat

Penyebab Penatalaksanaan

Kehilangan sumber Cek sambungan dengan sumber


udara/kehilangan tekanan dalam udara. Jika karena turunnya
sumber udara tekanan ventilator tidak berfungsi,
lakukan ventilasi secara manual

 Low PEEP/CPAP
Parameter alarm PEEP/CPAP biasanya diatur 3-5cmHg
dibawah settingan PEEP/CPAP yang digunakan

Penyebab Penatalaksanaan

Kerusakan pada sirkuit Evaluasi dan koreksi sumber


ventilator kerusakan

c. Volume
 Rendahnya volume tidal ekspirasi atau minute volume
venyilation
Penyebab Penatalaksanaan

Tidak tersambungnya Kebocoran bisa bersumber dari


ventilator sistem dengan pasien mulut atau koreksi sirkuit.
Tanda dan gejala pada pasien:
(cth: alat terlepas dari pasien)
 Hipoksemia dan hiperkabnia
Terjadi kebocoran
 Kebocoran bisa juga karena
malposisi alat pada jalan napas,
udara dapat ditambahkan pada
cuff
 Jika kebocoran tidak dapat
diperbaiki dalam waktu singkat,
maka reset kembali parameter
alarm (VT) untuk
mengkompensasi volume yang
hilang

53
Pasien dalam penggunaan Kaji penyebab penurunan
ventilator dengan PC mode, compliance paru atau penurunan
pasien dengan penurunan resistensi jalan nafas
Kaji tanda dan gejala kelelahan otot
compliance, penurunan
nafas pada pasien : RR, pola napas
resistensi atau kelelahan
irregular, penggunaan otot-otot
aksesoris pernapasan
Meningkatkan tekanan inpirasi
untuk mendapatkan VT yang cukup,
meningkatkan jumlah nafas bantuan,
atau mengubah mode ventilator
menjadi volume cycled mode

Mencapai tekanan batas atas Gangguan disebabkan karena


tekanan tertinggi karena tingginya tekanan inspirasi
ventilator membuang sisa VT

Sensor dalam kondisi basah, Keringkan sensor dan susun kembali


menyebabkan tidak akuratnya
pengukuran volume ekspirasi

Tidak cukupnya aliran gas Awasi/kaji adanya waktu inpirasi


yang memanjang dengan
mengontrol I:E ratio. Kemudian
perbaiki dengan meningkatkan
aliran udra (flow rate)

 Tingginya volume tidal ekspirasi atau minute volume


venyilation
Penyebab Penatalaksanaan

Meningkatkan RR atau tidal Cari alasan/penyebab pasien


volume mengalami peningkatan volume
ekspirasi:kecemasan, nyeri,
hipoksemia, asidosis metabolic yang
dikarenakan menurunnya perfusi

54
jaringan, kehilangan HCO3 melalui
abdominal drain
Cari penyebab kecemasan,
penyebab hipoksemia, control nyeri

Pengaturan ventilator yang M,engatur kembali settingan VT


tidak sesuai dan RR atau alarm parameter pada
ventilator

Adanya kebisingan yang Keluarkan cairan dari selang


berlebihan (misal adanya air ventilator sesegera mungkin
pada selang) dapat
menyebabkan kesalahan dalam
interpretasi.

d. Apnea
Alarm akan diaktifkan atau berbunyi jika tidak ada ekshalasi

Penyebab Penatalaksanaan

Tidak terdeteksinya usaha nafas Kaji pernapasan pasien.


Jika pasien tidak bernafas, lepas
spontan dari pasien
ventilator dang anti dengan bantuan
nafas manual (bagging). Jika nadi
tidak teraba, cai bantuan dan
lakukan RJP

Lepasnya sambungan sensor Periksa sambungan sensor dan


ekshalasi hubungkan kembali dengan
ventilator

e. I:E ratio
Alarm I:E ratio akan berbunyi jika I:E ratio mencapai 1:3 atau
dibawah 1:1,5.

Penyebab Penatalaksanaan

Tidak sesuainya volume tidal, Cek kesiapan VT, peak inspiratory

55
peak inspiratory flow rate dan flow rate, dan RR control
Jika VT dan RR settingnya sudah
respiratory rate control
sesuai, atur peak inspiratory flow
rate untuk mencapai I:E ratio
normal

f. Gangguan mesin ventilator


Penyebab Penatalaksanaan

Lepasnya sambungan kabel ke Cek sambungan listrik


sumber listrik

Rusaknya tekanan udara dan Cek sumber tekanan udara dan


oksigen oksigen dan cek sambungan

Disfungsunya microproccesor Disconnect ventilator dan berikan


bantuan ventilasi secara manual

(Brunner and Suddarth, 2002 ; Tanjung, 2003)

T. PENYAPIHAN (WEANING)
Penyapihan adalah proses untuk melepaskan bantuan ventilasi mekanik
yang dilakukan secara bertahap

Syarat-syarat penyapihan

1. Proses penyakit yang menyebabkan pemasangan ventilator sudah dapat


dikurangi/diatasi
2. Pasien dalam keadaan sadar
3. Hemodinamika stabil dan normal
4. Pada pemberian PEEP tidak lebih dari 5 cm H2O atau pada FiO2 50%
dapat mempertahankan PaO2 ≥60mmHg
5. PaCO2<45mmHg
6. Volume tidal 10-15cc/KgBB
7. Kapasitas vital paru > 10cc/Kg/BB atau 2 kali lebih besar dari volume tidal
8. Volume semenit < 10 L/menit

56
9. Tekanan maksimum inspirasi <20 H2O
10. Laju pernapasan kurang dari 25 kali/menit
11. Secara psikologis pasien sudah siap

Metode penyapihan

1. Metode T.Piece
Teknik penyapihan dengan menggunakan suatu alat yang bentuknya
seperti huruf T. pemberian oksigen harus lebih tinggi 10% dari oksigen
saat penggunaan ventilator. Pasien dinyatakan siap diekstubasi jika
penggunaan T. Piece lebih banyak dari penggunaan ventilator.
Keuntungannya adalah proses penyapihan lebih cepat
2. Metode SIMV
Metode dengan cara mengurangi bantuan ventilasi dengan caa
mengurangi frekuensi pernapasan yang diberikan oleh mesin. Dengan
menggunakan metode ini pasien dapat metih otot-otot pernapasan, lebih
aman dan pasien tidak merasakan ketakutan, tetapi kerugiannya
berlangsung lambat
3. Metode PSV
Dengan cara mengurangi jumlah tekanan yang diberikan ventilator

Prosedur Penyapihan

1. Memberitahukan pasien tentang rencana weaning, cara, perasaan tak enak


pada awal weaning. Lakukan support mental pada pasien terutama yang
sudah menggunakan ventilator dalam waktu lama
2. Meminimalkan obat-obat sedasi
3. Melakukan pada pagi hari atau siang hari dimana masih banyak staff ICU
dan kondisi pasien stabil
4. Membersihkan jalan nafas, memposisikan pasien senyaman mungkin
5. Gunakan T piece atau CPAP dengan FiO2 sesuai semuala
6. Melakukan monitoring keluhan subjektif, nadi, RR, irama jantung, kerja
nafas, dan saturasi O2
7. Mengawasi analisa gas darah 30 menit setelah prosedur
8. Melakukan dokumentasi yang meliputi teknik weaning, respon pasien, dan
lamanya weaning

U. KOMPLIKASI

57
Ada beberapa komplikasi ventilasi mekanik, antara lain (Sheen, 2009).

a. Risiko yang berhubungan dengan intubasi endotrakea, termasuk


kesulitan intubasi, sumbatan pipa endotrakea oleh sekret.
b. Intubasi endotrakea jangka panjang dapat menyebabkan kerusakan
laring terutama pita suara dan trakea. Umumnya setelah 14 hari
dilakukan trakeostomi.
c. Gas ventilasi dapat menyebabkan efek mengeringkan jalan napas
dan retensi sekret dan mengganggu proses batuk sehingga dapat
menimbulkan infeksi paru-paru.
d. Masalah-masalah yang berhubungan dengan pemberian sedasi dan
anestesi yang memiliki efek depresi jantung, gangguan
pengosongan lambung, penurunan mobilitas dan memperlama proses
pemulihan.
e. Gangguan hemodinamik terutama pada penggunaan tekanan tinggi
yang dapat mengurangi venous return, curah jantung dan tekanan
darah sehingga mengurangi aliran darah ke saluran pencernaan dan
ginjal.
f. Barotrauma dan volutrauma

SOP PEMANSANGAN VENTILATOR

PEMASANGAN VENTILATOR DAN


PERAWATANNYA

STANDAR PROSEDUR No. Dokumen No. Revisi Halaman


OPERASIONAL
2/2

PENGERTIAN Memberikan bantuan pernafasan dengan menggunakan


alat bantu pernafasan

TUJUAN
1. Memberikan kekuatan mekanisme pada sytem
pernafasan untuk mempertahankan ventilasi yang

58
fisiologis
2. Manipulasi air way pressure dan corak ventilasi
untuk memperbaiki efisiensi dan oksigenasi
3. Mengurangi kerja miocard dengan cara mengurangi
kerja nafas
PERSIAPAN 1. Main unit ventilator
2. Set tubing ventilator
3. Humidifier
4. Test lung
5. Aquadest steril
6. Ambu bag
7. Emergency Trolley

PROSEDUR 1. Setting alat-alat ventilator


a. Petugas I : Pakai sarung tangan steril
b. Petugas II : Buka alat ventilator steril yang
diperlukan (tubing, humidifier dll)
c. Bilas alat-alat dengan aquadest steril
d. Setting alat sesuai ventilator yang digunakan
e. Isi humidifier dengan aquadest steril sampai
batas normal
f. Pasang selang O2 atau hubungkan dengan
tabung O2 / sentral O2
g. Cek ventilator dengan alat paru-paru buatan
h. Pasang conector
2. Atur ventilator sebelum dipasang pada pasien
a. Pilih Mode of Ventilation pada controlled
ventilation saat pemasangan pertama kali
b. Atur menit volume sebanyak 100-125
ml/kgBB/menit atau tidal volume 10-12 kali
/ menit
c. Atur I : E rasio sesuai dengan perintah
dokter dengan mengatur inspiratory time,
pause time dan expiratory time
d. Putar mixer sehingga didapatkan
konsentrasi O2 100% (FIO2 = 1,2)
e. Putar PEEP pada positif 5 cm H2O
f. Pasang batas atas tekanan sekitar 10 cm
H2O diatas tekanan jalan nafas pasien.
Alarm ini berguna untuk mencegah tekanan
yang berlebihan pada jalan nafas yang dapat
menyebabkan terjadinya pneumotoraks
g. Pasang trigger sensitivity pada -2 sampai -3

59
cm H2O agar pasien dapat menambah
sendiri kebutuhan nafasnya bila
memerlukan
h. Atur humidifier sehingga didapatkan suhu
antara 32-34 C
i. Atur batas bawah dan batas atas alarm
volume ekspirasi kurang lebih 10-20 %
dibawah atau diatas ekspirasi minute
volume pasien
3. Rapikan alat-alat dan pasien
4. Cuci tangan.
5. Dokumentasi
I. UNIT TERKAIT 1. Instalasi Gawat Darurat
2. Instalasi Pelayanan Intensif Terpadu

V. OBAT SALURAN PERNAPASAN


1. Antihistaminika

Semua antihistamin memberikan manfaat potensial pada terapi


alergi nasal, rhinitis alergik. Sifat antikolinergik pada kebanyakan
antihistamiin menyebabkan mulut kering dan pengurangan sekresi,
membuat zat ini berguna untuk mengobati rhinitis yang ditimbulkan oleh
flu. Antihistamin juga mengurangi rasa gatal pada hidung yang
menyebabkan penderita bersin banyak obat-obat flu yang dapat dibeli
bebas mengandung antihistamin, yang dapat menimbulkan rasa
mengantuk. Contoh obat antihistamin :

Nama Obat Dosis

Anti histamin

Difenhidramin D : PO : 25-50 mg, setiap 4-6 jam

( Benadryl ) D : PO, IM, IV : 5 mg/kg/h dalam 4 dosis terbagi,


tidak lebih dari 300 mg/hari

D : IM:IV: 10-50 mg dosis tunggal


Kloerfenilame
n maleat D: PO : 2-4 mg, setiap 4-6 jam

60
A: 6-12 thn: 2 mg, setiap 4-6 jam

A: 2-6 thn: PO, 1 mg, setiap 4-6 jam

Fenotiasin

(aksi
antihistamin)
D: PO: IM: 12,5-25 mg, setiap 4-6 jam
Prometazine
D: PO: 2,5 mg (4 x sehari)
Timeprazine
A: 3-12 thn: O: 2,5 (3x sehari)

Turunan
piperazine
D: PO: 25-100 mg
(aksi
antihistamin) A: (<6thn):>

hydroxyzine

Keterangan:

D: Dewasa, A: anak-anak, PO: per oral, IM: intramuscular, IV:


intravena

2. Mukolitik

Mukolitik bekerja sebagai deterjen dengan mencairkan dan


mengencerkan secret mukosayang kental sehingga dapat dikeluarkan. Efek
samping yang paling sering terjadi adalah mual dan muntah, maka
penderita tukak lambung perlu waspada. Wanita hamil dan selama laktasi
boleh menggunakan obat ini. Contoh obat : ambroxol dan bromheksin.

Dosis :

61
a. Ambroksol
1) Dewasa dan anak-anak >12 thn, sehari 3 x 30 mg untuk 2-3
hari pertama. Kemudian sehari 3 x 15 mg.
2) Anak-anak 5-12 thn, sehari 2-3 x 15 mg
3) Anak 2-5 thn, sehari 3 x 7,5 mg (2,5 ml sirop)
b. Bromheksin
1) Dewasa, oral 3-4 dd 8-16 mg (klorida)
2) Anak-anak 3 dd 1,6-8 mg.

3. Inhalasi

Inhalasi adalah suatu cara penggunaan adrenergika dan


kortikosteroida yang memberikan beberapa keuntungan dibandingkan
pengobatan per oral. Efeknya lebih cepat, dosisnya jauh lebih rendah dan
tidak diresorpsi ke dalam darah sehingga resiko efek sampingnya ringan
sekali. Dalam sediaaninhalasi, obat dihisap sebagai aerosol (nebuhaler)
atau sebagai serbuk halusv (turbuhaler).

Inhalasi dilakukan 3-4 kali sehari 2 semprotan, sebaiknya pada


saat-saat tertentu, seperti sebelum atau sesudah mengelularkan ternaga,
setelah bersentuhan dengan zat-zat yang merangsang (asap rokok, kabut,
alergan, dan saat sesak napas). Contoh obat :Minyak angin,
Metaproterenol.

Dosis : isoproterenol atau isuprel: 10-20 mg setiap 6-8 jam (dewasa), 5-


10 mg setiap 6-8 jam.

4. Kromoglikat

Kromoglikat sangat efektif sebagai obat pencegah serangan asma


dan bronchitis yang bersifat alergis, serta konjungtivitis atau rhinitis
alergica dan alergi akibat bahan makanan. Efek samping berupa
rangsangan lokal pada selaput lender tenggorok dan trachea, dengan gejala
perasaan kering, batuk-batuk, kadang-kadang kejang bronchi dan serangan
asma selewat. Wanita hamil dapat menggunakan obat ini.

62
Contoh obat :

Natrium kromoglikat dipakai untuk pengobatan, pencegahan pada asma


bronchial dan tidak dipakai untuk serangan asma akut. Metode
pemberiannya adalah secara inhalasi dan obat ini dapat dipakai bersama
dengan adrenergic beta dan derivate santin. Obai ini tidak boleh dihentikan
secara mendadak karena dapat menimbulkan serangan asma.,

5. Kortikosteroid

Kortikosteroid berkhasiat meniadakan efek mediator, seperti


peradangan dan gatal-gatal. Penggunaannya terutama bermanfaat pada
serangan asma akibat infeksi virus, selian itu juga pada infeksi bakteri
untuk melawan reaksi peradangan. Untuk mengurangi hiperreaktivitas
bronchi, zat-zat ini dapat diberikan per inhalasi atau peroral. Penggunaan
oral untuk jangka waktu lama hendaknya dihindari, karena menekan
fungsi anak ginjal dan dapat mengakibatkan osteoporosis.Contoh obat :
hidrokortison, deksamethason, beklometason, budesonid.

6. Antiasma dan Bronkodilator

Contoh Obat : teofilin

Terdapat bersama kofein pada daun teh dan memiliki sejumlah khasiat
antara lain spamolitis terhadap otot polos khususnya pada bronchi,
menstimuli jantung dan mendilatasinya serta menstimulasi SSP dan
pernapasan. Reabsorpsi nya di usus tidak teratur. Efek sampingnya yang
terpenting berupa mual dan muntah baik pada penggunaan oral maupun
parienteral. Pada overdosis terjadi efek sentral (sukar tidur, tremor, dan
kompulsi) serta gangguan pernapasan juga efek kardiovaskuler.

Dosis : 3-4 dd 125-250 mg microfine (retard)

Teofilin dapat diberikan dengan cara injeksi dalam bentuk


aminofilin, suatu campuran teofilin dengan etilendiamin.Stimulan
adrenoseptor, contoh obat salbutamol, terbutalin sulfat, efedrin
hidroklorida.

63
7. Obat-obat batuk

Antitussiva digunakan untuk pengobatan batuk sebagai gejala dan dapat di


bagi dalam sejumlah kelompok dengan mekanisme kerja yang sangat
beraneka ragam, yaitu :

a. Zat pelunak batuk (emolliensia, L . mollis = lunak ), yang


memperlunak rangsangan batuk, melumas tenggorokan agar tidak
kering, dan melunakkan mukosa yang teriritasi. Banyak digunakan
syrup (thyme dan althea), zat-zat lender (infus carrageen)
b. Ekspoktoransia (L . ex = keluar, pectus = dada) : minyak terbang,
gualakol, radix ipeca (dalam tablet / pelvis doveri) dan ammonium
klorida (dalam obat batuk hitam) zat-zat ini memperbanyak produksi
dahak ( yang encer). Sehingga mempermudah pengeluarannya dengan
batuk.
c. Mukolotika : asetilsistein, mesna, bromheksin, dan ambroksol, zat-zat
ini berdaya merombak dan melarutkan dahak ( L . mucus = lender,
lysis = melarutkan), sehingga viskositasnya dikunrangi dan
pengeluarannya dipermudah.
d. Zat pereda : kodein, naskapin, dekstometorfan, dan pentoksiverin
(tucklase), obat-obat dengan kerja sentral ini ampuh sekali pada batuk
kering yang mengelitik.
e. Antihistaminika : prometazin, oksomomazin, difenhidramin, dan
alklorfeniaramin. Obat ini dapat menekan perasaan mengelitik di
tenggorokan.
f. Anastetika local : pentoksiverin. Obat ini menghambat penerusan
rangsangan batuk ke pusat batuk.

Penggolongan lain dari antitussiva menurut titik kerjanya, yaitu :

a. Zat-zat sentral SSP

Menekan rangsangan batuk di pusat batuk (modula), dan mungkin juga


bekerja terhadap pusat saraf lebih tinggi (di otak) dengan efek
menenangkan.

1) Zat adiktif : doveri , kodein, hidrokodon dan normetadon.


2) Zat nonadiktif : noskopin, dekstrometorfan, pentosiverin.

64
b. Zat-zat perifer di luar SSP

Emollionsia, ekspektoransia, mukolitika, anestetika local dan zat-zat


pereda.

W. PENGGOLONGAN OBAT SISTEM PERNAFASAN

1. Antitusif
Antitusif bekerja menghentikan batuk secara langsung dengan
menekan refleks batuk pada sistem saraf pusat di otak. Dengan demikian
tidak sesuai digunakan pada kasus batuk yang disertai dengan dahak
kental, sebab justru akan menyebabkan dahak sulit dikeluarkan.

2. Ekspektoran
Golongan ini tidak menekan refleks batuk, melainkan bekerja
dengan mengencerkan dahak sehingga lebih mudah mudah dikeluarkan.
Dengan demikian tidak rasional jika digunakan pada kasus batuk kering,
sebab hanya akan membebani tubuh dengan efek samping. Obat golongan
ini harus digunakan secara hati-hati pada penderita tukak lambung

3. Antihistamin
Golongan kedua ini merupakan kelompok CTM (chlor-trimeton)
dan kawan-kawan. Di kemasan obat, ia lebih sering tampil bergaya dengan
nama panjangnya, klorfeniramin maleat. Ketiganya setali tiga uang.

Histamin sendiri merupakan substansi yang diproduksi oleh tubuh


sebagai mekanisme alami untuk mempertahankan diri atas adanya benda
asing. Adanya histamin ini menyebabkan hidung kita berair dan terasa
gatal, yang biasanya dikuti oleh bersin-bersin.

Selain berfungsi melawan alergi, antihistamin juga punya aktivitas


menekan refleks batuk, terutama difenhidramin dan doksilamin.
Sayangnya, obat golongan ini bisa menyebabkan Anda mengantuk pada
saat rapat.

4. Dekongestan

65
Di antara beberapa jenis dekongestan, PPA (phenyl propanolamine)
merupakan obat yang paling banyak diributkan setelah Ditjen POM
(Sekarang Badan POM) menarik obat-obat flu yang mengandung PPA
lebih dari 15 mg. Di Amerika Serikat, obat ini selain dipakai di dalam obat
flu dan batuk, juga digunakan sebagai obat penekan nafsu makan yang
dijual bebas.

Dalam dosis tinggi, PPA bisa meningkatkan tekanan darah. Jika


digunakan terus-menerus, dapat memicu serangan stroke. Untuk mencegah
efek buruk inilah, Dirjen POM membuat kebijakan membatasi PPA di
dalam obat flu dan obat batuk, maksimal 15 mg per takaran.

66
DAFTAR PUSTAKA

Adams L George, boies L, dkk. Boies Buku Ajar Penyakit THT edisi 6 .
Penerbit BukuKedokteran EGC. Jakarta 1997

Asih, Ni Luh Gede Yasmin, 2003, Keperawatan Medical bedah,Klien Dengan


Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta:EGC

Astutiningrum. 2013. Laporan Pendahuluan Ventilator. (online). Available :


https://www.scribd.com/doc/131220085/Laporan-Pendahuluan-Ventilator-
Fixx# (diakses pada tanggal 02 Oktober 2017 pukul 21.05 WITA)

Azhar. 2016. SOP Pemasangan Ventilator. (online). Available :


https://www.scribd.com/doc/304926303/Spo-Pemasangan-Ventilator#
(diakses tanggal 02 Oktober 2017 pukul 21.20 WITA)

Brunner & Suddarth. 2002. Brunner & Suddarth’s textbook of medical surgical
nursing, 8th ed. (Agung Waluyo et. al., Penerjemah). Philadelphia: Lippincott

Carpenito L.J, 2000, Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8, Jakarta : EGC.

Dorland,Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 29,


Jakarta:EGC,1765.

Jaya Antara, Ngurah. 2013. Farmakologi Obat Saluran Pernapasan. (Online)


Available : https://ngurahjayaantara.blogspot.co.id/2013/12/farmakologi-
obat-saluran-pernapasan.html diakses pada tanggal 2 oktober 2017 pukul
17.30 Wita

Latief, Said A, Kartini A. Suryadi dan M. Ruswan Dachlan. 2001. Petunjuk


Praktis Anestesiologi. Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FK-UI:
Jakarta.

67
Longnecker D, Brwon D, Newman M, Zapol W. Anesthesiology. USA. The
McGraw-Hill Companies. 2008

Pasca Anestesia, dalam Petunjuk Praktis Anestesiologi, Edisi kedua, BagianA


nestesiologi dan Terapi Intensif, FKUI, Jakarta, 2002, Hal :253-256.

Potter & Perry, 2002, Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, dan
Praktik Volume 2, Edisi 4, Jakarta: EGC

Suzanne C. Smeltzer & Brenda G. Bare, 2001, Buku Ajar Keperawatan


Medikal Bedah Brunner & Suddarth, Edisi 8, Jakarta : EGC

BAB III
PENUTUP

68
A. Kesimpulan
Terapi oksigen adalah pemberian oksigen dengan konsentrasi yang lebih
tinggi dari yang ditemukan dalam atmosfir lingkungan. Pada ketinggian air
laut konsentrasi oksigen dalam ruangan adalah 21 %, (Brunner &
Suddarth,2009). Tujuan pemberian terapi oksigen yaitu untuk meningkatkan
konsentrasi O2 pada darah arteri sehingga masuk ke jaringan untuk
memfasilitasi metabolisme aerob dan mempertahankan PaO2 > 60 mmHg
atau SaO2 > 90 % . indikasi pemberian terapi oksigen adalah pasien hipoksia,
oksigenasi kurang sedangkan paru normal, oksigenasi cukup sedangkan paru
tidak normal, oksigenasi cukup, paru normal, sedangkan sirkulasi tidak
normal, pasien yang membutuhkan pemberian oksigen konsentrasi tinggi.,
pasien dengan tekanan partial karbondioksida ( PaCO2 ) rendah. Kriteria
pemberian terapi oksigen yaitu pemberian oksigen secara berkesinambungan
(terus menerus), diberikan apabila hasil analisis gas darah pada saat istirahat,
Pemberian secara berselang. Masker rebreathing adalah masker wajah yang
terdapat sebuah kantung reservoir dan maskernya tanpa klep. Kantong
reservoir oksigen yang terhubung memungkinkan klien mengambil nafas
kembali sekitar sepertiga dari udara yang dihembuskan bersamaan dengan
oksigen. Masker rebreathing mengalirkan oksigen dengan kecepatan aliran
O2 8-12 liter/menit dan konsentrasi O2 60-80 %. Masker nonrebreathing
mengalirkan oksigen dengan konsentrasi tertinggi Pemberian Oksigen
Melalui Masker nonrebreathing mencapai 99% dengan cara selain intubasi
atau ventilasi mekanis, pada volume aliran 10 sampai 12 L permenit.

B. Saran
Mahasiswa diharapkan mampu menggunakan keterampilan berfikir
kritisnya di dalam menyususn sebuah laporan, dimana semua
komponenenya harus sesuai dengan laporan yang berlaku.

69

Anda mungkin juga menyukai