BAB I
STATUS PASIEN
A. Identitas Pasien
Nama : Tn. AW
Usia : 33 tahun
Alamat : Sukoharjo
No RM : 370xxx
Tanggal pemeriksaan : 15 Juni 2017
Jenis Pemeriksaan : X Foto Thoraks AP
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Menurut Whaley & Wong, Bronchopneumonia adalah bronkiolus
terminal yang tersumbat oleh eksudat, kemudian menjadi bagian yang
terkonsolidasi atau membentuk gabungan di dekat lobulus, disebut juga
pneumonia lobaris (PDPI, 2003).
Bronchopneumonia adalah suatu peradangan paru yang biasanya
menyerang di bronkeoli terminal. Bronkeoli terminal tersumbat oleh eksudat
mukopurulen yang membentuk bercak-barcak konsolidasi di lobuli yang
berdekatan. Penyakit ini sering bersifat sekunder, menyertai infeksi saluran
pernafasan atas, demam infeksi yang spesifik dan penyakit yang melemahkan
daya tahan tubuh.
Bronkopneumonia disebut juga pneumonia lobularis adalah peradangan
pada parenkim paru yang melibatkan bronkus/bronkiolus yang berupa
distribusi berbentuk bercak-bercak (patchy distribution). Konsolidasi bercak
berpusat disekitar bronkus yang mengalami peradangan multifokal dan
biasanya bilateral. Konsolidasi pneumonia yang tersebar (patchy) ini biasanya
mengikuti suatu bronkitis atau bronkiolitis (Soeparman, 2004 dan IDAI,
2010).
B. EPIDEMIOLOGI
Insidens penyakit saluran napas menjadi penyebab angka kematian dan
kecacatan yang tinggi di seluruh dunia. Sekitar 80% dari seluruh kasus baru
praktek umum berhubungan dengan infeksi saluran nafas yang terjadi di
masyarakat atau di dalam rumah sakit (Soeparman, 2004).
WHO menyebutkan bahwa penyebab kematian tertinggi akibat penyakit
infeksi di dunia adalah infeksi saluran nafas akut termasuk pneumonia dan
influenza. Insiden penyakit ini pada negara berkembang hampir 30% pada
anak-anak di bawah umur 5 tahun dengan resiko kematian yang tinggi, dan
angka kematian akibat pneumonia di Amerika adalah 10% (Nurlela, 2009).
3
C. ETIOLOGI
Secara umun individu yang terserang bronchopneumonia diakibatkan
oleh adanya penurunan mekanisme pertahanan tubuh terhadap virulensi
organisme patogen. Orang yang normal dan sehat mempunyai mekanisme
pertahanan tubuh terhadap organ pernafasan yang terdiri atas : reflek glotis
dan batuk, adanya lapisan mukus, gerakan silia yang menggerakkan kuman
keluar dari organ, dan sekresi humoral setempat (Sloane, 2004 dan Hidayat,
2006).
Timbulnya bronchopneumonia disebabkan oleh virus, bakteri, jamur,
protozoa, mikobakteri, mikoplasma, dan riketsia. (Tierney, 2002) antara lain:
1. Bakteri : Streptococcus, Staphylococcus, H. Influenzae, Klebsiella.
2. Virus : Legionella pneumoniae
3. Jamur : Aspergillus spesies, Candida albicans
4. Aspirasi makanan, sekresi orofaringeal atau isi lambung ke dalam paru-
paru
5. Terjadi karena kongesti paru yang lama.
Sebab lain dari pneumonia adalah akibat flora normal yang terjadi pada
pasien yang daya tahannya terganggu, atau terjadi aspirasi flora normal yang
terdapat dalam mulut dan karena adanya pneumocystis cranii, Mycoplasma.
(Rab, 2000 dan Tierney, 2002)
D. PATOFISIOLOGI
Bronchopneumonia selalu didahului oleh infeksi saluran nafas bagian
atas yang disebabkan oleh bakteri staphylococcus, Haemophillus influenzae
atau karena aspirasi makanan dan minuman (Betty, 2002)
Dari saluran pernafasan kemudian sebagian kuman tersebut masuk ke
saluran pernafasan bagian bawah dan menyebabkan terjadinya infeksi kuman
di tempat tersebut, sebagian lagi masuk ke pembuluh darah dan menginfeksi
saluran pernafasan dengan gambaran sebagai berikut:
4
1. Infeksi saluran nafas bagian bawah menyebabkan tiga hal, yaitu dilatasi
pembuluh darah alveoli, peningkatan suhu, dan edema antara kapiler dan
alveoli.
2. Ekspansi kuman melalui pembuluh darah kemudian masuk ke dalam
saluran pencernaan dan menginfeksinya mengakibatkan terjadinya
peningkatan flora normal dalam usus, peristaltik meningkat akibat usus
mengalami malabsorbsi dan kemudian terjadilah diare yang beresiko
terhadap gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit (Soeparman, 2004).
E. MANIFESTASI KLINIS
Bronchopneumonia biasanya didahului oleh suatu infeksi di saluran
pernafasan bagian atas selama beberapa hari. Pada tahap awal, penderita
bronchopneumonia mengalami tanda dan gejala yang khas seperti menggigil,
demam, nyeri dada pleuritis, batuk produktif, hidung kemerahan, saat
bernafas menggunakan otot aksesorius dan bisa timbul sianosis (Tierney,
2002). Gejala umum lainnya adalah pasien lebih suka berbaring pada sisi
yang sakit dengan lutut tertekuk karena nyeri dada.
Terdengar adanya krekels di atas paru yang sakit dan terdengar ketika
terjadi konsolidasi (pengisian rongga udara oleh eksudat) (Patel, 2009).
F. PEMERIKSAAN FISIK
Dalam pemeriksaan fisik penderita bronkhopneumoni ditemukan hal-
hal sebagai berikut :
1. Pada setiap nafas terdapat retraksi otot epigastrik, interkostal, suprasternal,
dan pernafasan cuping hidung.
Tanda objektif yang merefleksikan adanya distress pernafasan adalah
retraksi dinding dada; penggunaan otot tambahan yang terlihat dan cuping
hidung; orthopnea; dan pergerakan pernafasan yang berlawanan. Tekanan
intrapleural yang bertambah negatif selama inspirasi melawan resistensi
tinggi jalan nafas menyebabkan retraksi bagian-bgian yang mudah
terpengaruh pada dinding dada, yaitu bagian ikat inter dan sub kostal, dan
fossae supraklavikula dan suprasternal. Kebalikannya, ruang interkostal
5
2. Pemeriksaan bakteriologis
Bahan berasal dari sputum, darah, aspirasi nasotrakeal,
torakosentesis, bronkoskopi, atau biopsy. Untuk tujuan terapi empiris
dilakukan pemeriksaan apus gram, Burri Gin, dan Z Nielsen. Kuman yang
predominan pada sputum yang disertai PMN yang kemungkinan
merupakan penyebab infeksi. Kultur kuman merupakan pemeriksaan
utama pra terapi dan bermanfaat untuk evaluasi terapi selanjutnya. (Betty,
2002)
3. Pemeriksaan Radiologi
Radiografi dada dapat menegaskan diagnosis, membantu dalam
diagnosis banding kuman pathogen dan deteksi penyakit-penyakit yang
berhubungan dengan paru. Pemeriksaan tersebut juga dapat mambantu
mengetahui keparahan dan respon terhadap terapi dari waktu ke waktu.
Kelainan foto rontgen toraks tidak selalu berhubungan dengaan
gambaran klinis. Biasanya dilakukan pemeriksaan rontgen toraks posisi
AP. Foto rontgen toraks AP dan lateral hanya dilakukan pada pasien
dengan tanda dan gejala klinik distres pernapasan seperti takipnea, batuk
dan ronki, dengan atau tanpa suara napas yang melemah.
Secara umum gambaran foto toraks terdiri dari :
a. Infiltrat interstitial, ditandai dengan peningkatan corakan
bronkovaskular, peribronchial cuffing, dan hiperaerasi.
b. Infiltrat alveolar, merupakan konsolidasi paru dengan air bronchogram.
Konsolidasi dapat mengenai satu lobus disebut dengan pneumonia
lobaris, atau terlibat sebagai lesi tunggal yang biasanya cukup besar,
berbentuk sferis, berbatas yang tidak terlalu tegas, dan menyerupai lesi
tumor paru, dikenal sebagai round pneumonia.
Bronkopneumonia, ditandai dengan gambaran difus merata pada
kedua paru, berupa bercak-bercak infiltrat yang dapat meluas hingga
daerah perifer paru, disertai dengan peningkatan corakan peribronkial.
Bayangan bercak ini sering terlihat pada lobus bawah (Peter., 2010).
8
H. PENATALAKSANAAN
1. Penderita rawat jalan
a. Pengobatan suportif :
1) Istirahat di tempat tidur
2) Minum secukupnya untuk mengatasi dehidrasi
11
3) Bila panas tinggi perlu di kompres atau minum obat penurun panas
4) Bila perlu dapat diberikan mukolitik dan ekspektoran
b. Pemberian antibiotic kurang dari 8 jam
2. Penderita rawat inap di ruang rawat biasa
a. Pengobatan suportif / simtomatik
1) Pemberian terapi oksigen
2) Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan elektrolit
3) Pemberian obat simptomatik antara lain antipiretik, mukolitik
b. Pengobatan antibiotic kurang dari 8 jam
3. Pendrita rawat inap di ruang rawat intensif
a. Pengobatan suportif / simptomatik
1) Pemberian terapi oksigen
2) Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan elektroit
3) Pemberian obat simptomatik antara lain antipiretik, mukolitik
b. Pemberian antibiotic harus diberikan kurang dari 8 jam
Tabel 1. Pengobatan pada pasien Bronchopneumonia
IDSA 2009 Canada 2000 ATS 2001
Pasien Makrolid atau 1. Tanpa faktor modifikasi: Tanpa penyakit
rawat doksisiklin Makrolid atau doksisiklin. kardiopulmuner atau faktor
jalan atau 2. Dengan faktor modifikasi: modifikasi.
fluorokuinolon -Makrolid baru. 1. Makrolid atau doksisiklin
-fluorokuinolon respirasi dengan penyakit
-amoksisilin/ klavulanat+ kardiopulmuner atau faktor
makrolid modifikasi
2. B laktam amoksisilin dosis
tinggi, amoksisilin/
klavulanat atau parenteral
seftriakson + makrolid
atau doksisiklin atau
fluorokuinolon respirasi
saja.
Pasien Sefalosporin Fluorokuinolon respirasi atau Dengan penyakit
12
I. KOMPLIKASI
1. Atelektasis adalah pengembangan paru-paru yang tidak sempurna atau
kolaps paru merupakan akibat kurangnya mobilisasi
2. Empisema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam
rongga pleura terdapat di satu tempat atau seluruh rongga pleura.
3. Abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang.
4. Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokardial.
J. PROGNOSIS
Sembuh total bila didiagnosis dini dan ditangani secara adekuat.
Mortalitas lebih tinggi didapatkan pada anak-anak dengan keadaan malnutrisi
energi-protein dan datang terlambat untuk pengobatan (Staf Pengajar Ilmu
Kesehatan Anak FKUI, 2010).
14
BAB III
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Betty, J.T. 2002. Viral Pneumonia & Bacterial Pneumonia. Chest Radiography. USA:
Department of General Surgery College of Medicine University of Kentucky
Muller et al. 2007. Imaging of Pulmonary Infections 1st edition. Lippincott Williams &
Wilkins.; Part Bacterial Pneumonia, page 21-8
Nurlela, B. 2009. Radang Paru Tidak Spesifik. In: Rasad, Sjahriar. Radiologi Diagnostik.
Edisi Kedua Jakarta. Balai Penerbit FK UI.: hal 101
Peter, C. 2010. Foto Thorax normal dan Infeksi Paru. In: Ramadhani, Dian.,
Dwijayanthi, Linda., Dharmawan, Didiek. Mengenali Pola Foto-Foto Diagnostik
(terjemahan dari Patterm Recognation in Diagnostic Imaging).Jakarta: Penerbit
EGC. 2010; hal 28, 33-5\
Reynolds, et al. 2010. Pneumonia in the Immunocompetent patient : Review Article ; The
British Journal of Radiology, 83.998-1009
Sloane, Ethel. 2004. Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula. Jakarta: EGC
Soeparman W.S. 2004. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.hal:
695-705
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak .
Infomedika . Jakarta. 2010; 11:1228-1233.
Tierney, L., dkk. 2002. Diagnosis dan Terapi Kedokteran (Penyakit Dalam).Jakarta:
Salemba Medik
16