Anda di halaman 1dari 19

MIKOSIS SUPERFISIAL

Mikosis superfisial ialah penyakit jamur yang mengenai lapisan permukaan kulit,
yaitu stratum korneum, rambut dan kuku. Mikosis superfisial dibagi dalam dua
kelompok : 1) yang disebabkan oleh jamur bukan golongan dermatofita, yaitu
tinea versikolor, otomikosis, piedra hitam, piedra putih, onikoniikosis dan tinea
nigra palmaris, dan 2) yang disebabkan oleh jamur golongan dermatofita dan
disebut dermatofitosis.

Kelainan yang ditimbulkan berupa bercak yang warnanya berbeda dengan warna
kulit, berbatas tegas dan disertai rasa gatal atau tidak memberi gejala. Pada
penyakit yang menahun, terutama bila terdapat infeksi sekunder oleh kuman,
batas dan warna mungkin tidak jelas lagi.

Diagnosis dibuat dengan mengambil kerokan kulit yang diperiksa secara


langsung dengan membuat sediaan KOH dan yang dibiak pada agar Sabouraud
dekstrosa.

Pengobatan tergantung dari penyebabnya.

MIKOSIS SUPERFISIAL BUKAN DERMATOFITOSIS


(NON-DERMATOFITOSIS)
Pitiriasis versikolor
Sejarah

Pitiriasis versikolor atau panu sudah lama dikenal, tetapi penyebabnya baru pada
tahun 1846 dan 1847 dibuktikan oleh Eichstedt dan Sluyter. Pada tahun 1889
Baillon memberi nama Malassezia furfur pada jamur penyebab penyakit ini.

Penyebab

Pitiriasis versikolor atau panu disebabkan oleh Malassezia furfur (Pityrosporum


furfur). Jamur ini mudah ditemukan pada kulit penderita.

Distribusi geografik

Pitiriasis versikolor didapatkan di seluruh dunia.

Morfologi

Malassezia furfur sukar dibiak. Pada kulit penderita jamur tampak sebagai spora
bulat dan hifa pendek.
Patologi dan gejala klinis

Manusia mendapatkan infeksi bila hifa atau spora jamur penyebab melekat pada
kulit. Lesi dimulai dengan bercak kecil tipis yang kemudian menjadi banyak dan
menyebar, disertai adanya sisik, Kelainan kulit pada penderita panu tampak jelas,
sebab pada orang kulit berwarna panu ini merupakan bercak dengan
hipopigmentasi, sedangkan pada orang kulit putih, sebagai bercak dengan
hiperpigmentasi. Dengan demikian warna kelainan kulit ini dapat bermacam-
macam (versikolor). Kelainan kulit tersebut terutama pada tubuh bagian atas
(leher, muka, lengan, dada, perut, dan lain-lain), berupa bercak-bercak yang
bulat-bulat kecil (numular), atau bahkan lebar seperu plakat pada panu yang
sudah menahun. Biasanya tidak ada keluhan, ada rasa gatal bila berkeringat;
ada perasaan malu yang beralasan kosmetik.

Bila kulit panu disinari dengan sinar ultra violet, maka tampak fluoresens, hijau
kebiru-biruan. Reaksi ini disebut Wood's light positif.

Diagnosis

Diagnosis panu cukup dengan pemeriksaan langsung bahan kerokan kulit yang
ada kelainan. Pada sediaan langsung dengan larutan KOH 10%, jamur tampak
sebagai spora berkelompok dan hifa pendek yang juga berkelompok.

Pemeriksaan dengan sinar ultraviolet dapat juga dipakai untuk membantu


diagnosis.

Pengobatan

Pada kelainan yang kecil, dapat diberikan pengobatan lokal, dengan preparat
salisil (tinktur salisil spiritus), preparat derivat imidazol (salep mikonazol,
isokonazol, salep klotrimazol, ekonazol) dan tolnaftat bentuk tinktur atau salep.
Bila kelainan meliputi hampir seluruh tubuh, obat oral yang sistemik yaitu
ketokonazol memberikan hasil baik. Agar pengobatan berhasil baik, infeksi ulang
harus dicegah, misalnya dengan merebus baju agar semua spora jamur mati.

Epidemiologi

Penyakit ini ditemukan di seluruh dunia (kosmopolit), terutama di daerah beriklim


panas. Di Indonesia, penyakit panu merupakan mikosis superfisial yang
frekuensinya tinggi. Penularan panu terjadi bila ada kontak dengan jamur
penyebab. Oleh karena itu, faktor kebersihan pribadi sangat penting. Tetapi pada
kenyataannya, ada orang yang mudah kena infeksi dan ada yang tidak. Rupanya
selain faktor kebersihan pribadi, masih ada faktor-faktor lain yang mempengaruhi
terjadinya infeksi.
Otomikosis
Penyebab

Otomikosis adalah penyakit jamur pada liang telinga yang disebabkan oleh
berbagai jamur, yang terbanyak ialah Aspergillus, Penicillium, Mucor, Rhizopus
dan Candida.

Distribusi geografik

Otomikosis terdapat di seluruh dunia.

Morfologi

Jamur penyebab otomikosis merupakan jamur kontaminan yang terdapat di


udara bebas. Aspergillus dan Penicillium membentuk spora aseksual yang
tersusun seperti rantai yang disebut konidia (aleuriospora). Konidia ini dibentuk
pada suatu ujung hifa khusus yang disebut konidiofora. Spora aseksual yang
dibentuk oleh Mucor dan Rhizopus, ialah sporangiospora yang letaknya di dalam
suatu gelembung sporangium. Rhizopus mempunyai rizoid (akar semu),
sedangkan Mucor tidak. Semua jamur ini membentuk koloni filamen pada biakan.
Jamur Candida terdiri atas sel-sel ragi yang kadang-kadang bertunas
(blastospora), dan hifa-hifa semu (yaitu hifa yang terbentuk dari rantaian
blastospora) yang memanjang dan menyempit pada sekatnya. Jamur ini
membentuk koloni "seperti ragi" pada biakan.

Patologi dan gejala klinis

Mikosis superfisial ini mengenai kulit liang telinga dan dapat bersifat akut atau
menahun, biasanya unilateral, tetapi dapat juga bilateral. Liang telinga
merupakan tempat yang baik sekali untuk tumbuhnya jamur, karena suasananya
lembab. Apalagi keadaannya yang terbuka, memudahkan jamur-jamur
kontaminan yang ada di udara bebas masuk ke dalam. Keluhan penderita ialah
rasa gatal dan "rasa penuh" di dalam telinga. Rasa penuh di dalam telinga
tersebut timbul karena jamur-jamur kontaminan tumbuhnya sangat cepat,
sehingga dapat menutup liang telinga. Kadang-kadang pendengaran dapat
terganggu. Pada otomikosis yang sudah menahun, sisik-sisik yang mengandung
jamur dapat meliputi seluruh kulit di sekitar liang telinga sebelah luar. Kadang-
kadang dapat terjadi infeksi sekunder dengan rasa gatal dan nyeri.

Diagnosis

Bahan yang dipakai untuk pemeriksaan ialah serumen yang diambil dengan
kapas usap steril, atau kulit liang telinga.
Diagnosis otomikosis ialah dengan menemukan hifa atau spora jamur penyebab
pada kotoran telinga atau kerokan kulit liang telinga, dengan cara pemeriksaan
langsung sediaan KOH 10%.

Untuk identifikasi jamur penyebabnya, bahan klinis perlu dibiak pada agar
Sabouraud lalu diperiksa morfologi koloni-koloni yang tumbuh pada biakan.

Pengobatan

Pengobatan otomikosis yang terutama ialah mengeluarkan kotoran liang telinga


dan kemudian menjaga kebersihan liang telinga tersebut. Bila perlu dapat
diberikan obat lokal anti jamur ke dalam liang telinga penderita, setelah dilakukan
irigasi untuk membersihkan serumen dan kotoran lain.

Epidemiologi

Penyakit ini ditemukan di seluruh dunia (kosmopolit), terutama di daerah yang


panas dan lembab, misalnya Indonesia. Kebiasaan mengorek-ngorek telinga
mempermudah terjadinya infeksi. Serumen telinga ada yang basah dan ada yang
kering, jamur mudah tumbuh pada serumen yang basah. Oleh karena itu telinga
dengan serumen basah perlu mendapat perhatian.

Piedra
Kata "piedra" berarti batu. Piedra ialah infeksi jamur pada rambut, berupa
benjolan yang melekat erat pada rambut, berwarna hitam atau putih kekuningan.
Ada dua macam piedra yaitu piedra hitam dan piedra putih.

Piedra hitam

Penyebab

Piedra hitam ialah infeksi jamur pada rambut yang disebabkan oleh jamur
Piedraia hortai.

Distribusi geografik

Penyakit ini ditemukan di daerah tropik, termasuk Indonesia.

Morfologi

Jamur ini tergolong kelas ASCOMYCETES dan membentuk spora seksual.


Dalam sediaan KOH, pada rambut dengan benjolan hitam terlihat daerah-daerah
lebih jernih, berbentuk bulat atau lonjong, yaitu askus yang berisi 2 - 8
askospora. Askospora berbentuk lonjong memanjang agak melengkung dengan
ujung-ujungnya meruncing.

Piedraia hortai, termasuk jamur Dematiaceae. Pada sediaan langsung dari koloni
yang padat ini terlihat hifa hitam berseptum. Dalam koloni yang padat tersebut
juga dibentuk askus yang berisi askospora.

Patologi dan gejala klinis

Infeksi terjadi karena rambut kontak dengan spora penyebab. Piedra adalah
penyakit yang mengenai rambut, terutama rambut kepala. Kelainan berupa
benjolan yang sangat keras berwarna coklat kehitaman. Benjolan pada piedra
sulit dilepaskan, bila dipaksa juga, maka rambut akan patah.

Penyakit ini tidak menimbulkan keluhan, selain bahwa rambut mudah patah bila
disisir. Karena adanya benjolan-benjolan ini, maka terdengar bunyi bila penderita
menyisir rambutnya.

Diagnosis

Diagnosis piedra hitam ialah dengan memeriksa benjolan pada rambut.

Pada pemeriksaan langsung dengan larutan KOH 10% tampak jamur merupakan
anyaman padat dari hifa yang berwarna tengguli. Di dalam anyaman jamur ini,
tampak bagian-bagian yang jernih, yaitu askus-askus yang masing-masing
mengandung 2-8 askospora.

Pengobatan

Pengobatan piedra ialah dengan memotong rambut yang terkena infeksi atau
mencuci kepala setiap hari dengan larutan sublimat 1/2000 atau shampo yang
mengandung antimikotik.

Epidemiologi

Penyakit ini terdapat di berbagai daerah tropik di dunia, di antaranya di


Indonesia. Penularan penyakit ini mudah terjadi melalui sisir dan alat-alat potong
rambut lainnya, misalnya di salon, pemangkas rambut yang kurang menjaga
kebersihan alat-alat tersebut, dan kebiasaan pinjam meminjam sisir.

Piedra putih

Penyebab

Piedra putih adalah infeksi jamur pada rambut yang disebabkan oleh
Trichosporon beigelii. Piedra putih ditemukan pada rambut ketiak dan pubis,
jarang mengenai rambut kepala.
Distribusi geografik

Penyakit ini jarang ditemukan, terdapat di daerah beriklim sedang.

Morfologi

Jamur penyebab piedra putih mempunyai hifa yang tidak berwarna, termasuk
MONILIACEAE.

Berbeda dengan piedra hitam, benjolan pada piedra putih terlihat lebih
memanjang pada rambut dan tidak padat. Benjolan mudah dilepas dari rambut
Tidak terlihat askus dalam massa jamur. Berbeda dengan Trichomycosis axillaris
dalam benjolan hifa berukuran 2-4 mikron dan terlihat artrospora dan
artrokonidia.

Patologi dan gejala klinis

Pada piedra putih, kelainan rambut tampak sebagai benjolan yang berwarna
putih kekuningan. Selain pada rambut kepala, dapat juga menyebabkan kelainan
pada rambut kumis dan rambut janggut.

Diagnosis

Diagnosis piedra putih ialah dengan memeriksa benjolan yang ada pada rambut.
Pada pemeriksaan langsung dengan larutan KOH 10%, tampak anyaman hifa
yang padat, tidak berwarna atau berwarna putih kekuningan.

Pengobatan

Pengobatan penyakit ini yaitu dengan memotong rambut yang terkena infeksi
atau mencuci daerah dengan rambut yang terkena setiap hari dengan larutan
sublimat 1/2000 atau shampo yang mengandung ketokonazol.

Epidemiologi

Penyakit ini terdapat di berbagai daerah dingin di dunia, belum pernah ditemukan
di Indonesia. Kebersihan dijaga untuk mencegah penularan.

Onikomikosis
Penyebab

Onikomikosis disebabkan oleh berbagai macam jamur, terutama disebabkan oleh


Candida dan dermatofita. Kadang-kadang dapat pula disebabkan oleh Fusarium,
Cephalosporium, Scopulariopsis, Aspergillus, dan lain-lain. Penyakit jamur pada
kuku yang disebabkan oleh dermatofita, disebut tinea unguium (unguium = kuku).
Distribusi geografik

Penyakit ini tersebar di seluruh dunia.

Morfologi

Candida adalah jamur yang mempunyai sel ragi (blastospora) dan hifa semu
(pseudohypha). Dermatofita adalah jamur berkoloni filamen dengan konidianya
yang khas untuk masing-masing spesies. Jamur lainnya adalah jamur
kontaminan dengan morfologinya masing-masing.

Patologi dan gejala klinis

Infeksi jamur ini dapat mengenai satu kuku atau lebih. Kuku yang menderita
onikomikosis mempunyai permukaan tidak rata, tidak mengkilat. Selain itu kuku
yang terkena menjadi rapuh atau mengeras. Kelainan ini dapat dimulai dari
bagian proksimal atau dari bagian distal kuku. Bila penyebabnya Candida, sering
disertai dengan paronikia (yaitu radang jaringan di sekitar kuku).

Diagnosis

Bahan yang diperiksa adalah kerokan kuku. Pada pemeriksaan langsung dengan
larutan KOH 10%, tampak jamur sebagai hifa atau spora. Untuk menentukan
spesies jamur penyebabnya, dilakukan biakan pada agar Sabouraud (+
antibiotik) dan kemudian diperiksa koloni yang tumbuh.

Pengobatan

Penyakit ini membutuhkan pengobatan yang lama. biasanya selama beberapa


bulan, karena pergantian kuku ini memerlukan waktu kurang lebih 6 bulan.

Pengobatan onikomikosis sebaiknya dilakukan dengan obat yang berbentuk


cairan, agar obat dapat masuk ke sela-sela rongga kuku yang rapuh. Caranya
yaitu dengan mengoleskan tinktur anti jamur (misalnya larutan derivat azol) pada
kuku yang sakit selama beberapa bulan, sampai kuku yang baru yang bebas
jamur, tumbuh sempurna seluruhnya. Untuk mempercepat penyembuhan,
sebaiknya kuku yang sakit digunting pendek.

Pengobatan lain ialah dengan derivat azol yang diberikan secara oral.
Ketokonazol dapat diberikan 1 x 400 mg/hari, itrakonazol diberikan 1 x 400 mg
dan flukonazol 1 x 100 mg untuk penderita dengan berat badan 60 kg atau lebih.
Untuk mencegah efek samping dianjurkan pemberian selama 7 -10 hari berturut-
turut tiap bulan.

Epidemiologi

Penyakit ini ditemukan di seluruh dunia, juga di Indonesia. Kadang-kadang


seorang penderita onikomikosis juga sedang menderita mikosis di bagian lain
dari tubuhnya. Bila penyebabnya jamur yang sama, mungkin mikosis tersebut
menjadi sumber infeksi bagi onikomikosisnya yang ditularkan pada kuku setelah
menggaruk.

Tinea nigra palmaris/plantaris


Penyebab

Penyebab penyakit jamur ini adalah Cladosporium wernecki atau Cladosporium


mansoni.

Distribusi geografik

Tinea nigra palmaris banyak ditemukan di Amerika Selatan dan Tengah, di Eropa
dan di Asia juga pernah ditemukan, tetapi di Indonesia sangat jarang

Morfologi

Jamur ini termasuk Dematiaceae yang membentuk koloni berwarna coklat hitam.
Pada biakan tumbuh koloni berwarna hitam dan padat. Sediaan langsung koloni
ini menunjukkan hifa berseptum dan berwarna coklat/hitam.

Patologi dan gejala klinis

Penyakit ini mengenai stratum korneum telapak tangan atau kaki dan
menimbulkan bercak-bercak yang berwarna tengguli hitam, kadang-kadang

tampak bersisik. Keluhan penderita ialah dari segi kosmetik, karena bercak
tersebut memberi kesan "kotor" pada tangan atau kaki, dan kadang-kadang juga
terasa gatal.

Diagnosis

Bahan yang diperiksa ialah kerokan kulit di tempat kelainan. Pada pemeriksaan
langsung dengan larutan KOH 10%, jamur tersebut tampak sebagai kelompok
hifa dan kelompok spora yang berwarna hitam atau hijau tua.

Pengobatan

Karena jarang ditemukan, maka belum banyak pengalaman pengobatan, dapat


dicoba dengan itrakonazol seperti pada onikomikosis.

Epidemiologi

Di Indonesia, penyakit ini sangat jarang ditemukan, walaupun jamur


penyebabnya ada.
MIKOSIS SUPERFISIAL DERMATOFITOSIS
(MIKOSIS CUTANEOUS)
Sinonim : tinea, ringworm, herpes sirsinata, kurap. Dermatofitosis ialah mikosis
superfisialis pada jaringan yang mengandung zat tanduk (keratin), yakni kuku,
rambut dan stratum korneum pada kulit, yang disebabkan oleh golongan jamur
dermatofita.

Sejarah

Dermatofitosis telah dikenal sejak zaman Yunani kuno. Orang Yunani


menamakannya "herpes" oleh karena bentuk kelainan merupakan lingkaran yang
makin lama makin besar (ring). Orang Romawi menghubungkan kelainan ini
dengan larva cacing, dan menamakannya "tinea". Perpaduan antara herpes
(ring) dan tinea (worm) dalam bahasa Inggris melahirkan istilah ring worm.

Sabouraud mempelajari dermatofitosis pada tahun 1890 dan kemmudian menulis


buku berjudul "Les Teigne" (1910) yang memuat seluruh hasil-hasil Penelitiannya
mengenai dermatofitosis selama 20 tahun. Pada tahun 1933 Emmons
mengelompokkan penyebab dermatofitosis dalam tiga genus, yaitu Trichophyton,
Microsporum dan Epidermophyton.

Penyebab

Dermatofitosis disebabkan oleh golongan jamur dermatofita. Dermatofita


merupakan golongan jamur yang mempunyai sifat dapat mencernakan keratin.
Berdasarkan sifat morfologi, dermatofita dikelompokkan dalam 3 genus -
Trichophyton, Microsporum dan Epidermophyton. Pada pembiakan, bentuk-
bentuk ini menjadi koloni-koloni dan konidia khas yang kemudian dapat dibagi
menjadi spesies. Spora seksual dari beberapa spesies telah ditemukan. Semua
dermatofita dengan stadium seksual yang dapat dilihat merupakan genus tunggal
Arthroderma. Enam spesies penyebab utama dermatofitosis di Indonesia ialah
Trichophyton rubrum, Trichophyton mentagrophytes, Microsporum canis,
Microsporum gypseum, Trichophyton concentricum dan Epidermophyton
floccosum. Dermatofita lain tersebar luas di seluruh dunia, tetapi beberapa
spesies memperlihatkan insiden tertinggi di daerah tertentu daripada di daerah
lain (misalnya Trichophyton schoenleinii di Laut Tengah, Trichophyton rubrum di
daerah iklim tropik). Banyak hewan setempat dan hewan lain terinfeksi oleh
dermatofita dan menularkannya ke manusia (misalnya Microsporum canis dari
kucing dan anjing).

Morfologi & Identifikasi


Jamur golongan dermatofita membentuk koloni filamen pada biakan agar
Sabouraud pada suhu kamar. Walaupun semua spesies membentuk koloni
filamen, tetapi masing-masing mempunyai sifat koloni, hifa dan spora yang
berbeda. Pembentukan konidia dapat diselidiki dengan cara biakan pada kaca
objek.

A. Trichophyton. Mikrokonidia adalah bentuk spora yang paling banyak.


Makrokonidia yang berdinding halus, berbentuk pensil dengan ujung-ujung yang
tumpul, biasanya jarang terdapat dan semua dermatofita dapat membentuk hifa
spiral. Tiap-tiap spesies berbeda dalam morfologi koloni dan pigmentasi.
Pembentukan konidia dapat juga berbeda, bergantung pada spesies yang
diamati. Perbenihan tempat jamur tumbuh sangat mempengaruhi sifat-sifat ini.
Penggunaan berbagai jenis perbenihan kadang-kadang diperlukan untuk
membedakan spesies.

Dalam biakan, koloni Trichophyton mentagrophytes berkisar dari granuler sampai


seperti serbuk, dan biasanya menunjukkan banyak gugus mikrokonidia subsferis
yang menyerupai sekelompok buah anggur pada cabang-cabang terminalnya.
Beberapa strain yang menyerupai kapas hanya membentuk mikrokonidia
berbentuk tetesan air mata yang jarang di sepanjang sisi hifa. Makrokonidianya
juga berbentuk pensil. Sering terdapat hifa yang menyerupai kumparan.

T rubrum biasanya mempunyai banyak mikrokonidia berbentuk letesan air mata


berbentuk lonjong di sepanjang sisi-sisi hifa; terdapat pada beberapa strain
mikrokonidia; terletak pada konidiofora yang pendek, dan tersusun secara satu
persatu pada sisi hifa (en thyrse) atau berkelompok (en grappe). Makrokonidia
dari T.rubrum berbentuk sebagai pensil dan terdiri atas beberapa sel. Koloni
sering menghasilkan warna merah pada sisi yang sebaliknya Mikrokonidia yang
lebih besar dari Trichophyton tonsurans biasanya banyak, membelah, dan
mungkin dihasilkan pada cabang-cabang pendek. Koloni biasanya seperti
serbuk.

B. Microsporum. Makrokonidia adalah bentuk konidia yang paling banyak.


Konidia ini besar, berdinding kasar, multiseluler, dan berbentuk kumparan, dan
terbentuk pada ujung-ujung hifa. Mikrokonidia tidak dipakai sebagai cara
membedakan spesies. Spesies Microsporum biasanya menyebabkan infeksi kulit
dan rambut, tetapi jarang menyebabkan infeksi kuku.

M canis membentuk banyak makrokonidia yang terdiri atas 8-15 sel, berdinding
tebal yang seringkah mempunyai ujung-ujung yang melengkung atau kail berduri,
berbentuk kumparan yang berujung runcing, berdinding tebal. Pigmen kuning-
jingga biasanya terbentuk pada sisi berlawanan dari koloni. Rambut yang
teterinfeksi memberi fluoresensi hijau muda di bawah sinar Wood. Mikrokonidia
M.canis berbentuk lonjong dan tidak khas.
Microsporum gypseum mempunyai banyak makrokonidia yang terdiri atas empat
sampai enam sel, berdinding lebih tipis dalam koloni yang berwarna kecoklat-
coklatan, berbentuk lonjong.

Microsporum audouini jarang membentuk konidia dalam koloni, tetapi


klamidospora yang berdinding tebal mungkin banyak ditemukan. Jamur ini sukar
tumbuh pada butir-butir padi yang steril, sedangkan spesies Microsporum lainnya
menunjukkan pertumbuhan yang cepat. Rambut yang terinfeksi akan
berfluoresensi.

C. Epidermophyton floccosum. Pada genus monotipik ini, hanya terbentuk


makrokonidia berbentuk tongkat, terdiri atas satu sampai lima sel, pada koloni
yang berwarna kuning kehijauan, yang dengan mudah bermutasi menjadi bentuk
pertumbuhan berlebihan berwarna putih sekali. Jamur ini menyerang kulit dan
kuku, tetapi tidak pernah menyerang rambut. Bentuk hifanya lebar.
Makrokonidianya berbentuk gada, berdinding tebal dan terdiri atas 2 - 4 sel.
Beberapa makrokonidia ini tersusun pada satu konidiofora. Dan mikrokonidia
biasanya tidak ditemukan.

Struktur Antigen

Trikofitin, suatu ekstrak kasar dari dermatofita, menimbulkan respons positif mirip
tuberkulin pada sebagian besar orang dewasa. Peptida galaktomanan
merupakan komponen reaktifnya. Bagian karbohidrat dihubungkan dengan
respons segera, sedangkan peptidanya dikaitkan dengan respons lambat dan
diduga berhubungan juga dengan imunitas. Penderita tanpa reaksi tipe lambat
atau dengan reaksi tipe segera lebih peka terhadap dermatofitosis kronis.
Resistensi terhadap infeksi, sebagian maupun lokal, dapat diperoleh setelah
infeksi primer. Resistensi ini berbeda-beda tingkatan dan lamanya bergantung
pada inang, tempat, dan spesies jamur yang menyebabkan infeksi.

Patologi dan gejala klinis

Genus Tricophyton dan Microsporum menimbulkan kelainan pada kulit, rambut


dan kuku, mempunyai bafiyak spesies, di antaranya T.rubrum, Tmentagrophytes,
Tconcentricum, T.tonsurans, T. violaceum, Tschoenleini, T.ferrugineum dan
T.verrucosum, M.canis, M.gypseum dan M.audouini.

Genus Epidermophyton menimbulkan kelainan pada kulit dan kuku. Genus ini
hanya mempunyai satu spesies ialah E.floccosum. Masing-masing spesies jamur
mempunyai pilihan (afinitas) terhadap hospes tertentu.

Jamur zoofilik terutama menghinggapi binatang dan kadang-kadang menginfeksi


manusia, misalnya M.canis pada anjing, kucing dan T.verrucosum pada sapi.
Jamur antropofilik terutama menghinggapi manusia, misalnya M.audouini dan
T.rubrum. Jamur geofilik adalah jamur yang hidup di tanah, misalnya M.gypseum.

Gejala dermatofitosis terjadi karena jamur mengadakan kolonisasi pada kulit,


kuku atau rambut. Gambaran klinis bervariasi bergantung pada lokasi kelainan,
respons imun selular penderita terhadap penyebab, serta jenis spesies Spesies
jamur antropofilik umumnya menyebabkan kelainan yang tenang tanpa
peradangan, menahun; sedangkan infeksi spesies zoofilik dan geofilik pada
manusia memberikan gambaran lebih akut dengan peradangan.

Conant dkk., membagi dermatofitosis berdasarkan lokalisasi kelainan pada


badan, yaitu: tinea kapitis, tinea korporis, tinea favosa, tinea imbrikata, tinea
kruris, tinea pedis, tinea unguium, dan tinea barbae. Alasannya ialah
dermatofitosis yang ditimbulkan oleh ketiga jenis genus tersebut menimbulkan
gambaran klinis yang sama.

Pada umumnya dermatofitosis pada kulit mempunyai morfologi yang khas, yaitu
kelainan berbentuk lingkaran yang berbatas tegas oleh vesikel-vesikel kecil,
dengan dasar kelainan berwarna kemerahan dan tertutup dengan sisik-sisik.
Jamurnya terdapat di sisik-sisik tersebut dan di dinding vesikel. Keluhan
penderita ialah gatal terutama bila berkeringat.

Dermatofita dan banyak jamur lain dapat menimbulkan reaksi alergi yang disebut
reaksi -id. Dermatofita menimbulkan dermatofitid yaitu berbentuk vesikel-vesikel
yang biasanya timbul di telapak jari tangan dan kaki. Reaksi tersebut juga dapat
timbul di bagian tubuh lain. Vesikel-vesikel tidak mengandung jamur dan disertai
rasa gatal. Bila kemudian terjadi infeksi oleh kuman, maka vesikel berubah
menjadi pustula yang disertai rasa sakit.

Diagnosis Laboratorium

A. Bahan: Bahan terdiri atas kerokan kulit dan kuku serta rambut yang
dikumpulkan dari daerah yang terserang. Rambut yang terserang Microsporum
memberikan fluoresensi di bawah lampu Wood dalam ruangan gelap.

B. Pemeriksaan Mikroskopik: Bahan diletakkan pada kaca objek, diberi satu


tetes kalium hidroksida 10-20%, ditutup dengan kaca penutup, diperiksa pada
Saat itu dan diperiksa kembali setelah 20 menit. Pada kulit atau kuku, tampak
hifa yang bercabang atau cabang-cabang artrospora. Pada rambut, spesies
Microsporum membentuk selubung padat yang terdiri atas spora dalam bentuk
mosaik di sekeliling rambut; spesies Trichophyton membentuk spora-spora kasar
yang sejajar di luar (ektotrix) atau di dalam (endotrix) batang rambut.

C. Biakan: Semua identifikasi akhir dari dermatofita didasarkan pada biakan.


Bahan diinokulasi pada agar miring Sabouraud, yang berisi sikloheksimida dan
kloramfenikol untuk menekan pertumbuhan jamur dan bakteri, dieramkan selama
1-3 minggu pada suhu kamar, dan bila perlu diperiksa lebih lanjut dalam biakan
kaca objek. Penentuan spesies dibuat berdasarkan morfologi koloni,
pemeriksaan mikroskopik, dan pada beberapa kasus dengan tes biokimiawi.

Pengobatan

Pengobatan terdiri atas pembuangan tuntas struktur epitel yang terinfeksi dan
yang mati serta pemberian bahan kimia antijamur secara topikal. Biasanya
kelainan berbatas tegas sehingga dapat diobati dengan obat setempat, yaitu
dengan larutan spiritus atau salep yang mengandung bahan fongistatik (fungisid)
dan keratinolitik, misalnya sulfur dan asam salisilat. Obat setempat yang baru
ialah yang mengandung derivat azol, misalnya mikonazol. klotrimazol,
ketokonazol, bifonazol, dan lain-lain. naftihn, terb.nafin. siklopiroksolamin dan
amorolfin.

Bila penyakit menahun, batas kelainan menjadi tidak tegas terutama bila terdapat
infeksi sekunder oleh kuman karena garukan.

Obat oral dapat diberikan bersama untuk mempercepat dan menjangkau seluruh
jamur. Obat oral pertama ialah griseofulvin dan kemudian disusul oleh derivat
azol, misalnya ketokonazol dan itrakonazol. Pengobatan dapat diberikan tiap hari
atau dengan cara pulse dosing dengan dosis ketokonazol 1 x 200 - 400 mg/hari
dan itrakonazol dengan dosis 1 x 100 - 200 mg/hari. Pulse dosing misalnya
diberikan sekali seminggu. Kepastian jarak pengobatan masih perlu ditentukan.

Pengobatan berlebihan dapat menyebabkan dermatofitid. Harus dilakukan


usaha-usaha untuk mencegah infeksi. Bila daerah serangan luas, pembelian
griseofulvin secara oral selama 1 -4 minggu terbukti efektif. Infeksi kuku
memerlukan pengobatan griseofulvin selama beberapa bulan dan kadang-
kadang dilakukan pembedahan pembuangan kuku. Sering terjadi kekambuhan
infeksi kuku.

A. Infeksi Kulit Kepala : Pada infeksi kulit kepaIa, rambut dapat dicabut dengan
tangan, dijepit, atau diepilasi. Griseofulvin, dapat diberikan selama 1-2 minggu.
Sering keramas dan pemakaian krim mikonazol atau obat antijamur lainnya
efektif bila digunakan selama beberapa minggu.

B. Infeksi pada Tubuh : Gunakan krim mikonazol; krim asam undesilenat, asam
salisilat, atau asam benzoat.

C. Infeksi pada Kaki:

1. Fase akutRendam dalam kalium permanganat 1:5000 sampai peradangan


akut mereda; kemudian berikan bahan kimia antijamur seperti dijelaskan diatas.
2. Fase menahunBerikan bahan kimia antijamur sebagai krim waktu malam
(sebagai bedak waktu siang) seperti dijelaskan di atas. Kadar yang lebih tinggi
mungkin dapat ditoleransi.

Prognosis

Prognosis penyakit ini baik.

Epidemiologi

Dermatofitosis cukup banyak ditemukan di Indonesia, baik pada pria maupun


pada wanita. Sumber infeksi diduga berasal dari orang-orang di sekitar penderita,
tanah (debu), dan binatang peliharaan. Kebersihan lingkungan dan pribadi
penting untuk mencegah infeksi. Infeksi berasal dari kontak kulit atau rambut
yang tidak terinfeksi dengan kulit kepala atau potongan rambut yang terinfeksi.
Hifa kemudian tumbuh ke dalam stratum korneum. Kasus-kasus sporadis infeksi
kurap diperoleh dari kucing atau anjing (M canis). Epidemi tinea kapitis dapat
terjadi karena penggunaan gunung tukang cukur secara bersama, pemindahan
rambut yang terinfeksi melalui penyangga kepala pada tempat duduk, dan kontak
dari orang ke orang. Pengendalian diarahkan pada kebersihan, sterilisasi alat-
alat (menggunakan minyak mineral yang panas), pengobatan efektif pada kasus-
kasus, dan mengurangi kontak dengan bahan-bahan yang terinfeksi.

Penyakit kaki atlet hanya ditemukan pada orang yang menggunakan sepatu.
Infeksi menyebar melalui penggunaan pancuran dan ruang ganti pakaian umum,
dimana kulit yang terinfeksi dan terkelupas berperan sebagai sumber infeksi.
Tidak ada tindakan pengendalian yang benar-benar efektif selain dari higiene
yang tepat dan penggunaan bedak untuk mempertahankan agar ruang antar jari-
jari kaki tetap kering. Pada banyak orang, kaki atlet menahun bersifat
asimtomatis dan hanya menjadi aktif pada keadaan panas atau basah yang
berlebihan atau pemakaian alas kaki yang tidak sesuai. Sepatu dengan ujung
terbuka atau sandal umumnya paling baik untuk dipakai.

Tinea kapitis
Penyebab

Penyebabnya ialah berbagai spesies dari Microsporum dan Trichophyton.


Distribusi geografik

Penyakit terdapat baik di daerah tropik maupun di daerah subtropik, juga


ditemukan di Indonesia.

Patologi dan gejala klinis

Kelainan ini mengenai kulit dan rambut kepala dan lebih banyak terdapat pada
anak. Kelainan kulit mungkin berat atau ringan, tergantung dari penyebabnya.
Terdapat 3 bentuk klinis tinea kapitis :

1. Bentuk kerion : merupakan kelainan yang bersifat akut disertai peradangan


dan pembentukan pustula. Rambut yang terinfeksi tidak mengkilat lagi, mudah
rontok dan tidak nyeri bila dicabut. Hal ini mengakibatkan terjadinya alopesia
(botak). Umumnya disebabkan oleh infeksi jamur zoofilik atau geofilik. Rambut
yang diperiksa terdapat infeksi ektotriks, yakni jamur tampak sebagai spora di
dalam dan terutama di luar rambut.

2. Bentuk grey patch: kelainan ini juga disebabkan oleh infeksi ektotriks spesies-
spesies lain dari Trichophyton dan Microsporum. Pada infeksi ini ada rasa
gatal, alopesia yang bersisik tanpa peradangan, rambut tidak mengkilat lagi
dan patah di atas permukaan kulit. Pada tinea kapitis yang disebabkan oleh
M.canis dan M.gypseum, tampak fluoresensi hijau kekuningan, bila disinari
dengan sinar ultraviolet (Wood's light) yang berarti reaksi positif yang khas;
sedangkan M.audouini, T.schoenleini dan T.tonsurans bereaksi positif tidak
khas (tidak hijau kekuningan). Spesies jamur lainnya memberikan reaksi
Wood's light negatif.

3. Bentuk black dot: pada kulit kepala tampak bintik-bintik hitam karena rambut
patah pada folikel. Infeksi jamur bersifat endotriks, spora terdapat di dalai
rambut dan memberikan hasil negatif pada pemeriksaan dengan Wood's light
Kelainan ini disebabkan oleh T.tonsurans, T. violaceum dan T.schoenleini dan
jarang ditemukan di Indonesia.

Infeksi Microsporum terjadi pada anak-anak dan biasanya sembuh secara


spontan menjelang pubertas. Infeksi Trichophyton yang tidak diobati dapat
menetap sampai dewasa. Infeksi dimulai pada kulit kepala, selanjutnya
dermatofita tumbuh ke bawah mengikuti dinding keratin folikel rambut. Infeksi
pada rambut berlangsung tepat di atas akar rambut. Jamur terus tumbuh ke
bawah pada batang rambut yang tumbuh ke atas. Spesies Microsporum
terutama tumbuh sebadai selubung sekitar rambut (ektotrix), sedangkan spesies
Trichophyton bentuk pertumbuhannya bermacam-macam. Sebagian memasuki
batang rambut (endotrix). membuat rambut mudah patah di dalam atau pada
permukaan folikel rambut (black dot ringworm "). Pada infeksi oleh spesies-
spesies lain, rambut patah sedikit di atas kulit kepala, meninggalkan potongan
rambut yang pendek pada bagian kepala yang botak, biasanya berbentuk bulat.
Mungkin terlihat kemerahan, edema, bersisik, dan membentuk vesikel. Pada
beberapa penderita, peradangan yang nyata yang dinamakan kerion dapat
mengelilingi daerah infeksi dan malah dapat menyerupai infeksi piogenik. T
schoenleinii membentuk kerak yang menyerupai cangkir (skutula) di sekitar
folikel-folikel yang terinfeksi.

Tinea korporis
Penyebab

Penyebabnya ialah spesies dari Trichophyton, Microsporum dan


E.floccosum.

Distribusi geografik

Penyakit terdapat terutama di daerah tropik, banyak terdapat di Indonesia.

Patologi dan gejala klinis

Kelainan mengenai kulit badan, lengan dan tungkai. Pada stadium akut
gambaran klinis khas. Bila telah menahun batas sering tidak jelas dan dapat
terlihat infeksi sekunder oleh kuman karena garukan.

Tinea imbricata
Penyebab

Penyakit ini disebabkan oleh satu spesies saja yaitu T.concentricum. Penyakit ini
juga dikenal sebagai tokelau dan Dajakse schurft.

Distribusi geografik

Penyakit banyak terdapat di daerah tropik dan terdapat endemis di beberapa


daerah di Indonesia (Jawa, Kalimantan, Irian Jaya, dan lain-lain).

Patologi dan gejala klinis

Kelainan dapat meliputi seluruh hadan kecuali kepala yang berambut, telapak
tangan dan kaki. Kelainan berupa sisik kasar yang terbentuk secara konsentris,
dan sisik itu terlepas di bagian dalam lingkaran sehingga terlihat seperti susunan
genteng. Pada stadium lanjut banyak timbul pusat-pusat susunan sisik konsentris
tersebut sehingga kemudian tidak terlihat lagi susunan sisik konsentris, tetapi
sisik kasar yang tidak beraturan melapisi kulit.
Tinea favosa
Penyebab

Penyebab terutama ialah T.schoenleinii kadang-kadang juga T.violaceum dan


M.gypseum.

Distribusi geograflk

Penyakit terdapat terutama di Polandia, Rusia, Mesir, Balkan dan negeri-negeri


sekitar Laut Tengah. Jarang ditemukan di Indonesia.

Patologi dan gejala klinis

Kelainan terdapat pada kulit kepala dan dapat menyebar ke tubuh dan kuku,
menimbulkan bau yang khas, disebut mousy odor. Kelainan berupa scutula
dibentuk oleh sisik-sisik yang tersusun seperti kerucut. Di bagian kepala dapat
menyebabkan pitak yang menetap (alopesia permanen). Bila tidak cepat diobati,
kelainan dapat menyebabkan pitak.

Tinea kruris
Penyebab

Penyebab penyakit ialah spesies dari Trichophyton, Microsporum dan


E.floccosum.

Distribusi geograflk

Penyakit terdapat baik di daerah tropik maupun di daerah dingin. Banyak


ditemukan di Indonesia.

Patologi dan gejala klinis

Kelainan mengenai kulit di daerah inguinal, paha bagian dalam dan perineum.
Dermatofitosis ini menyerang kulit tubuh yang tidak berambut, dan sering
menimbulkan lesi-lesi anuler kurap, dengan bagian tengah yang bersih bersisik
dikelilingi oleh pinggir merah yang meninggi yang sering mengandung vesikel.
Isolat yang paling sering adalah E floccosum, T rubrum, dan T mentagrophytes

Dermatofita hanya tumbuh dalam jaringan keratin yang mati. Hasil metabolisme
jamur berdifusi melalui lapisan malpigi, menyebabkan oritema, pembentukan
vesikel, dan pruritus. Peranan aktivitas antibodi hingga sekarang tidak diketahui.
Waktu hifa menjadi tua dan memisahkan diri menjadi artrospora, sel-sel yang
mengandung artrospora mengelupas, sehingga pada beberapa kasus terdapat
bagian tengah yang bersih pada lesi kurap. Hifa tumbuh dengan aktif ke arah
pinggir "cincin" stratum korneum yang belum terserang. Pertumbuhan yang terus
berlangsung ke dalam stratum korneum yang baru terbentuk pada permukaan
telapak kaki dan tangan yang lebih tebal menyebabkan infeksi ini menetap pada
tempat tempat tersebut.

Tinea pedis
Penyebab

Semua genus dermatofita meskipun lebih sering disebabkan oleh Trichophyton.

Distribusi geografik

Penyakit terdapat baik di daerah tropik maupun daerah lainnya. Banyak terdapat
di Indonesia.

Patologi dan gejala klinis

Kelainan mengenai kulit di antara jari-jari kaki, terutama antara jari ke 3 -4 dan ke
4 - 5, telapak kaki dan bagian lateral kaki. Mula-mula terdapat rasa gatal di
antara jari-jari kaki dan berkembang menjadi vesikel-vesikel kecil yang pecah
dan mengeluarkan cairan encer. Kulit antara jari-jari kaki mengalami maserasi
dan mengelupas, kemudian tampak celah yang mudah mengalami infeksi
sekunder oleh bakteri. Bila terjadi infeksi sekunder oleh kuman dapat timbul
pustula , limfangitis, limfedenitis dan rasa nyeri. Bila infeksi jamur menjadi kronis,
kulit yang mengelupas dan pecah merupakan manifestasi ulama. Infeksi kuku
(tinea unguium, onikomikosis) menyertai tinea pedis yang telah lama. Kuku
menjadi kuning, rapuh, tebal, atau hancur. Karena tekanan dan kelembaban
maka gambaran klinis khas dermatofitosis tidak terlihat.

Faktor predisposisi berupa kaki yang selalu basah, baik oleh air (tukang cuci),
maupun oleh keringat (sepatu tertutup dan memakai kaos kaki). Sering terjadi
maserasi kulit yang terkena.
Selama menderita dermatofitosis, individu itu dapat menjadi hipersensitif
terhadap unsur-unsur atau produk-produk jamur dan cepat timbul manifestasi
alergi, dinamakan dermatofitid (biasanya vesikei-vesikel) yang tumbuh di tempat
lain (paling sering pada tangan). Tes kulit trikofitin jelas positif pada orang sepeti
ini.

Tinea barbae
Penyebab

Penyakit ini terutama disebabkan oleh berbagai spesies jamur yang zoofilik,
misalnya T.verrucosum.

Distribusi geograflk

Penyakit ini belum pernah ditemukan di Indonesia.

Patologi dan gejala klinis

Kelainan pada kulit disertai folikulitis (radang pada folikel rambut) terdapat di
daerah dagu dan dapat menyebar. Bila disebabkan oleh jamur zoofilik, kelainan
ini dapat menyebabkan semua rambut yang terkena penyakit menjadi rontok.
Penyakit ini dapat sembuh tanpa pengobatan.

Tinea unguium
Penyebab

Kelainan ini disebabkan oleh jamur dermatofita biasanya E.floccosum dan


genus Trichophyton. Pernah dilaporkan genus Microsporum menginfeksi kuku.

Distribusi geografik

Penyakit ini terdapat di seluruh dunia, juga di Indonesia.

Patologi dan gejala klinis

Kelainan hanya mengenai satu kuku atau lebih. Permukaan kuku tidak rata. Kuku
menjadi rapuh atau keras, dan kuku yang terkena dapat terkikis. Penyembuhan
penyakit ini memerlukan waktu beberapa bulan sampai satu tahun.

Anda mungkin juga menyukai