Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Diabetes Mellitus (DM) yang umum dikenal sebagai kencing manis adalah penyakit
yang ditandai dengan hiperglikemia ( peningkatan kadar gula darah ) yang terus menerus dan
bervariasi, terutama setelah makan.1

Jumlah penderita diabetes melitus menurut data WHO ( World Health Organization),
Indonesia menempati urutan ke-4 didunia. Diabetes Melitus merupakan salah satu contoh
penyakit degeneratif yang akhir-akhir ini menjadi perbincangan hangat berbagai kalangan
dan bukan lagi menjadi konsumsi para dokter (Badawi,2009)2

Secara epidemiologi, diperkirakan bahwa pada tahun 2030 prevalensi DM di


Indonesia mencapai 21,3 juta orang. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun2007,
diperoleh bahwa proporsi penyebab kematian akibat Dm pada kelompok usia 45-54 tahun
didaerah perkotaan menduduki renking ke-2 yaitu 14,7%. Dan daerah pedesaan, DM
menduduki ranking ke-6 yaitu 5,8%.3

Diabetes Melitus (DM) merupakan salah satu faktor resiko tersering pada pasien
tuberkulosis (TB) paru, saat ini , prevalensi terjadinya TB paru meningkat seiring dengan
peningkatan prevalensi pasien DM. Patofisiologi yang terjadi pada pasien DM turut
mempengaruhi patogenesis terjadinya TB paru dimana pada pasien DM terjadi efek pada
fungsi sel-sel imun. Frekuensi TB meningkat seiring dengan peningkatan prevalensi DM.
Frekuensi Dm pada pasien TB dilaporkan10-15% dan prevalensi penyakit infeksi ini 2-5 kali
lebih tinggi pada pasien diabetes dibandingkan dengan kontrol yang non-diabetes. Menurut
penelitian yang dilakukan oleh Alisjahbana et al di Indonesia pada tahun 2001-2005, DM
lebih banyak ditemukan pada pasien baru TB paru dibandingkan dengan non-TB. 2

1.2 Tujuan

Tingginya insidensi terjadinya TB paru dengan peningkatan prevalensi pasien


Tuberkulosis paru di Indonesia, khususnya di RSUD kota Langsa mendorong kami untuk
mengangkat Tuberkulosis Paru sebagai tema laporan kasus.

1
BAB II

LAPORAN KASUS
IDENTITAS

Nama : Husman Said

Umur : 58 tahun

Jenis Kelamin : laki-laki

Status Perkawinan : Menikah

Agama : Islam

Pekerjaan : Wiraswasta

Alamat : Perlak

Suku : Aceh

Tanggal Masuk : 28 februari 2014, pukul : 23.50 WIB

ANAMNESA

Keluhan utama : Lemas

Telaah :

Pasien datang ke RSUD Langsa dengan keluhan lemas sejak beberapa hari ini, dada
terasa panas, perut mulas, pasien juga mengeluhkan kedua tangan dan kakinya kebas-kebas di
ujung-ujung jari, pasien sering merasa lapar, dan pasien juga mengeluhkan sering terbangun
saat tidur malam untuk buang air kecil, serta pasien juga mengatakan ia jadi sering haus,
kemudian pasien juga mengeluhkan batuk yang tidak berdahak.

RPO :-

RPT : Diabetes melitus 2 tahun

Anemnesa Organ

Jantung : Tidak ada kelainan Tulang : Tidak ada kelainan

Sirkulasi : Tidak ada kelainan Otot : Tidak ada kelainan

Saluran Pernafasan : ada kelainan Darah : Tidak ada kelainan

2
Ginjal dan Saluran kencing : Tidak ada kelainan Endokrin : Tidak ada kelainan

Saluran Cerna : Tidak ada kelainan Genitalia : Tidak ada kelainan

Hati dan Saluran Empedu : Tidak ada kelainan Pancaindra : Tidak ada kelainan

Sendi : Tidak ada kelainan Psikis : Tidak ada kelainan

Keadaan Umum

STATUS PRESENT KEADAAN PENYAKIT

Sensorium : Compos Mentis Anemia : (-) Edema : (-)

Tekanan Darah : 100 / 60 mmHg Ikterus : (-) Eritema : (-)

Temperatur : 36,5 c Sianosis : (-) Turgor : (-)

Pernafasan : 20 x/m Dispnoe : (+) Sikap Tidur paksa : (-)

Nadi : 80 x/m

KEADAAN GIZI

BB : 67 kg TB : 165 cm

RBW : ( 67/165-100 ) x 100 % = 103 % (Normal)

PEMERIKSAAN FISIK

Kepala Leher

Inspeksi Inspeksi

Rambut : Tidak ada kelainan Struma : Tidak ada

Wajah : Tidak ada kelainan Kelenjar limfe :Tidak ada kelainan

Alis mata : Tidak ada kelainan Posisi trakea : medial

Bulu mata : Tidak ada kelainan Sakit/nyeri tekan : (-)

Mata : Tidak ada kelainan TVJ : Normal

Hidung : Tidak ada kelainan

Bibir : Tidak ada kelainan

Lidah :Tidak ada kelainan

3
Thorax

Thorax depan Thorax belakang

Inspeksi Inspeksi

Bentuk : fusiformis Bentuk : fusiformis

Ketinggalan bernafas : (-) Ketinggalan bernafas : (-)

Venektasi : (-) Venektasi : (-)

Palpasi Palpasi

Paru depan Paru belakang

Nyeri tekan : (-) Nyeri tekan : (-)

Fremitus : kanan = kiri Fremitus : kanan = kiri

Jantung

Ictus cordis : Teraba pada ICS V line midclavicular sinistra 1 jari kelateral

Perkusi

Paru
Suara paru : Sonor
Relatif : ICS V dextra
Absolut : ICS VI dextra
Jantung
Batas jantung atas : ICS II linea parasternalis sinistra
Batas jantung kiri : ICS V medial linea midclavicularis sinistra
Batas jantung kanan : linea parasternalis dextra

Auskultasi paru

Suara pernafasan : vesikuler (+) melemah

Suara tambahan : Ronkhi kering (+)

Auskultasi jantung

Suara katup

M1 M2 A2 A1 P2 P1 A2 > P2

4
ABDOMEN GENETALIA

Inspeksi Inspeksi

Bengkak : (-) Luka : (-)

Venektasi : (-) Nanah : (-)

Palpasi

Hepar : Tidak teraba

Lien : Tidak teraba

Perkusi

Nyeri ketok : (-)

Auskultasi

Peristaltik Usus : (+)

EKSTREMITAS

Extremitas atas Extremitas bawah

Edema : (-) Edema : (-)

Merah : (-) Pucat : (-)

Gangguan fungsi motorik : (-) Gangguan Fungsi motorik : (+)

Rumple leed test: (-)

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Laboratorium

Hasil Pemeriksaan Hematologi dan Urin

Tanggal Pemeriksaan Hasil Normal


Hematologi
28-02-2014 KGD Sewaktu 516 mg% 110-170 mg%
28-02-2014 KGD Sewaktu 486 mg% 110-170 mg%
28-03-2014 Hb 12,6 g/dl 14-18g/dl
Ht 34,2% 40-48 %
Leukosit 11.900/mm3 5000-10.000/mm3

5
Trombosit 349.000/mm3 200.000-
500.000/mm3
Pemeriksaan Urin Warna Kuning jernih
PH 6.5
Protein (-)
Blurubin (-)
Reduksi ( +++)
Urobilinogen (-)
Leukosit 0-1 /LBP
Eritrosit 10-20 /LBP
Epitel sel 2-4 /LBP
Ca Oxalat (0-1)/LBP
Silinder (-)/LBP

DIAGNOSIS BANDING

- Diabetes Melitus type 2 + Tuberkulosis Paru


- Diabetes Melitus type 2 + Peneumonia
- Diabetes Melitus type 2 + PPOK
-

DIAGNOSIS KLINIS : Diabetes Melitus type 2 + Tuberkulosis Paru

PENATALAKSANAAN

Nonfarmakologis :

- Latihan jasmani
- Pengaturan diet
- Penyuluhan

Farmakologis :

- IVFD RL 20 gtt/i
- Injeksi Cefotaxime 1 gr/12 jam
- Novorapid 10-10-8
- Lansoprazole 30 mg 2x1
- Paracetamol 500mg 3x1

Anjuran :

- Darah rutin
- Urin rutin
- RFT
- Profil lipid
- Foto thorax antero posterior/lateral
6
- Sputum BTA

PERKEMBANGAN SELAMA RAWAT INAP

Tanggal S O A P
1-02-2014 - lemas (+) TD:110/70 DM type IVFD RL 20 gtt/i
- riwayat DM (+) mmHg 2 + TB Injeksi Cefotaxime 1
2 tahun lalu HR : 78 x/m paru+ gr/12 jam
RR : 20 x/m Neuropati Novorapid 10-10-8
T : 36,5 c Lansoprazole 30 mg
2x1
Paracetamol 500mg 3x1

03-03-2014 - lemas (+) TD:110/60 DM type IVFD Nacl 0,9% 20


- BAK(+) sering mmHg 2 + TB gtt/i
-kedua kaki HR : 72 x/m paru+ Injeksi Cefotaxime 1
berdenyut RR : 22 x/m Neuropati gr/12 jam
T : 36,5 c Parasetamol 500mg 3x1
INH 300 mg 1x1
Rifamfisin 450 mg 1x1
Pirazinamid 50 mg 3x1
Etambutol 250 mg1xII
Gabapentin 300mg 1x1
04-03-2014 Sering BAK TD:110/70 DM type IVFD Nacl 0,9% 20
Tidak bisa tidur mmHg 2 + TB gtt/i
HR : 72 x/m paru+ Injeksi Cefotaxime 1
RR : 22 x/m Neuropati gr/12 jam
T : 36,5 c Parasetamol 500mg 3x1
INH 300 mg 1x1
Rifamfisin 450 mg 1x1
Pirazinamid 50 mg 3x1
Etambutol 250 mg1xII
Gabapentin 300mg 1x1
05-03-2014 Pusing (+) TD:110/60 DM type IVFD Nacl 0,9% 20
Kebas ujung jari mmHg 2 + TB gtt/i
Tangan dan kaki HR :80 x/m paru+ Injeksi Cefotaxime 1
RR : 18 x/m Neuropati gr/12 jam
T : 36,5 c Parasetamol 500mg 3x1
INH 300 mg 1x1
Rifamfisin 450 mg 1x1
Pirazinamid 50 mg 3x1
Etambutol 250 mg1xII
Gabapentin 300mg 1x1

7
06-03-2014 Lemas (+) TD:120/70 DM type IVFD Nacl 0,9% 20
Kebas-kebas ujung mmHg 2 + TB gtt/i
jari tangan dan HR :80 x/m paru+ Injeksi Cefotaxime 1
kaki RR : 18 x/m Neuropati gr/12 jam
T : 36,2 c Parasetamol 500mg 3x1
INH 300 mg 1x1
Rifamfisin 450 mg 1x1
Pirazinamid 50 mg 3x1
Etambutol 250 mg1xII
Gabapentin 300mg 1x1
07-03-2014 BAK sering, TD:110/70 DM type IVFD Nacl 0,9% 20
malam hari 4 kali mmHg 2 + TB gtt/i
mengaggu tidur HR :80 x/m paru+ Injeksi Cefotaxime 1
Lemas (+) RR : 20 x/m Neuropati gr/12 jam
T : 36,1 c Parasetamol 500mg 3x1
INH 300 mg 1x1
Rifamfisin 450 mg 1x1
Pirazinamid 50 mg 3x1
Etambutol 250 mg1xII
Gabapentin 300mg 1x1
08-03-2014 Pasien tidak mau TD:100/70 DM type IVFD Nacl 0,9% 20
dipasang infus mmHg 2 + TB gtt/i
HR :80 x/m paru+ Injeksi Cefotaxime 1
RR : 18 x/m Neuropati gr/12 jam
T : 36,3c Parasetamol 500mg 3x1
INH 300 mg 1x1
Rifamfisin 450 mg 1x1
Pirazinamid 50 mg 3x1
Etambutol 250 mg1xII
Gabapentin 300mg 1x1
09-03-2014 TD:110/60 DM type IVFD Nacl 0,9% 20
mmHg 2 + TB gtt/i
HR :80 x/m paru+ Injeksi Cefotaxime 1
RR : 18 x/m Neuropati gr/12 jam
T : 37 c Parasetamol 500mg 3x1
INH 300 mg 1x1
Rifamfisin 450 mg 1x1
Pirazinamid 50 mg 3x1
Etambutol 250 mg1xII
Gabapentin 300mg 1x1
10-03-2014 Sering buang air TD:110/70 DM type Novorapid 14-14-12
kecil mmHg 2 + TB INH 300 mg 1x1
HR :80 x/m paru+ Rifamfisin 450 mg 1x1
RR : 18 x/m Neuropati Pirazinamid 50 mg 3x1
T : 36,5 c Etambutol 250 mg1xII
Gabapentin 300mg 1x1

8
11-03-2014 Kebas-kebas pada TD:110/70 DM type Novorapid 14-14-12
kaki mmHg 2 + TB INH 300 mg 1x1
HR :80 x/m paru+ Rifamfisin 450 mg 1x1
RR : 18 x/m Neuropati Pirazinamid 50 mg 3x1
T : 36,5 c Etambutol 250 mg1xII
Gabapentin 300mg 1x1

12-03-2014 Kebas-kebas pada TD:110/70 DM type Novorapid 14-14-12


kaki mmHg 2 + TB INH 300 mg 1x1
HR :80 x/m paru+ Rifamfisin 450 mg 1x1
RR : 18 x/m Neuropati Pirazinamid 50 mg 3x1
T : 36,5 c Etambutol 250 mg1xII
Gabapentin 300mg 1x1

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1. Diabetes Melitus
3.1.1 Definisi Diabetes Melilltus
WHO menyatakan Diabetes mellitus adalah keadaan hiperglikemia kronis yang
disebabkan oleh faktor lingkungan dan keturunan secara bersama-sama, mempunyai
karakteristik hyperglikemia kronis tidak dapat disembuhkan tetapi dapat dikontrol dan
menurut American Diabetes Association (ADA) Diabetes mellitus merupakan penyakit
metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,
kerja insulin atau kedua-duanya.

3.1.2 Prevalensi Diabetes Melistus


WHO memperkirakan prevalensi global diabetes melistus tipe 2 akan meningkat dari
171 orang pada 2000 menjadi 366 juta tahun 2030. WHO memperkirakan Indonesia
mendududki rangking ke-4 dunia dalam hal jumlah penderita setelah Cina, India, dan
Amerika Serikat. Pada tahun 2000, jumlah penderita diabetes mellistus tipe 2 mencapai 8,4
juta dan diperkirakan pada tahun 2030 jumlah penderita diabetes Indonesia akan bejumlah
21,3 juta. Tetapi hanya 50% dari penderita diabetes di Indonesia menyadari bahwa mereka
menderita diabetes dan hanya 30% dari penderita melakukan pemeriksaan secara teratur.
Peningkatan insiden diabetes di Indonesia tentu diikuti dengan meningkatnya peningkatan
komplikasi kronis diabetes mellitus.mellitus maka kemungkinan anak-anaknya menderita
diabetes mellitus lebih besar. Virus hepatitis B yang menyerang hati dan merusak pankreas
sehingga sel beta yang memproduksi insulin menjadi rusak. Selain itu peradangan pada sel
beta dapat menyebabkan sel tidak dapat memproduksi insulin.
9
3.1.3 Klasifikasi Diabetes Melitus
American Diabetes Assosiation mengklasifikasikan diabetes mellitus menjadi :
1. Diabetes mellitus tipe 1
Dibagi dalam 2 subtipe yaitu autoimun, akibat disfungsi autoimun dengan kerusakan
sel-sel beta dan idiopatik tanpa bukti autoimun dan tidak diketahui sumbernya.
2. Diabetes mellitus tipe 2
Bervariasi mulai yang predominan resisten insulin disertai defisinsi insulin relatif
sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama resisten insulin.
Diabetes mellitus Gestasional

3.1.4 Faktor Resiko Diabetes Meliltus


Factor-faktor resiko terjadinya Diabetes Mellitus tipe 2 menurut ADA,2007 dengan
modifikasi terdiri atas :
a. Faktor Resiko M ayor
a) Riwayat keluarga
b) Obesitas
c) Kurang aktifitas fisik
d) Ras/ Etnik
e) Hipertensi
f) Kolesterol dan HDL tidak terkontrol
g) Riwayat DM saat kehamilan
h) Sindrom poli kistik
b. Faktor Resiko Lainya
a) Factor nutrisi
b) Konsumsi alcohol
c) Stridor
d) Stres
e) Perokok
f) Jenis kelamin
g) Konsumsi kopi dan kafein
h) Paritas

3.1.5 Patofisiologi Diabetes Melitus

10
Menurut Brunner & Sudddart (2002) patofisiologi terjadinya penyakit diabetes
mellitus tergantung kepada tipe diabetes yaitu :
1. Diabetes Tipe I
Terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel pankreas telah
dihancurkan oleh proses autoimun. Glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat
disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan
hiperglikemia postprandial (sesudah makan). Jika konsentrasi glukosa dalam darah
cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring
keluar akibatnya glukosa tersebut diekskresikan dalam urin (glukosuria). Ekskresi ini
akan disertai oleh pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan, keadaan ini
dinamakan diuresis osmotik. Pasien mengalami peningkatan dalam berkemih
(poliuria) dan rasa haus (polidipsi).

2. Diabetes Tipe II
Resistensi insulin menyebabkan kemampuan insulin menurunkan kadar gula darah
menjadi tumpul. Akibatnya pankreas harus mensekresi insulin lebih banyak untuk
mengatasi kadar gula darah. Pada tahap awal ini, kemungkinan individu tersebut akan
mengalami gangguan toleransi glukosa, tetapi belum memenuhi kriteria sebagai
penyandang diabetes mellitus. Kondisi resistensi insulin akan berlanjut dan semakin
bertambah berat, sementara pankreas tidak mampu lagi terus menerus meningkatkan
kemampuan sekresi insulin yang cukup untuk mengontrol gula darah. Peningkatan
produksi glukosa hati, penurunan pemakaian glukosa oleh otot dan lemak berperan
atas terjadinya hiperglikemia kronik saat puasa dan setelah makan. Akhirnya sekresi
insulin oleh beta sel pankreas akan menurun dan kenaikan kadar gula darah semakin
bertambah berat.
3. Diabetes Gestasional
Terjadi pada wanita yang tidak menderita diabetes sebelum kehamilannya.
Hiperglikemia terjadi selama kehamilan akibat sekresi hormone-hormon plasenta.
Sesudah melahirkan bayi, kadar glukosa darah pada wanita yang menderita diabetes
gestasional akan kembali normal.

3.1.6 Gejala Klinis Diabetes Melistus


Gejala dan tanda-tanda DM dapat di golongkan menjadi gejala akut dan gejala
kronik.
a. Gejala Akut Penyakit Diabetes Mellitus

11
Gejala penyakit diabetes dari satu penderita ke penderita lain bervariasi bahkan
mungkin tidak menunjukan apa pu sampai saat tertentu.
1. Pada permulaan gejala yang di tunjukkan meliputi serba banyak ( Poli)
1. Banyak Makan.
2. Banyak minum.
3. Banyak kencing.
b. Bila keadaan tersebut tidak segera diobati, akan timubul gejal :
a. Banyak minum
b. Banyak kencing
c. Nafsu makan mulai berkurang/berat badan turun dengan cepat
d. Mudah lelah
e. Bila tidak lekas diobati, akan timbul rasa mual, bahkan pendrita akan jatuh ke
koma yang disebut koma diabetik

3.1.7 Diagnosis Diabetes Melilltus


Diagnosis diabetes dipastikan bila terdapat keluhan khas diabetes ( poliuria,
polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya )
disertai dengan satu nilai pemeriksaan glukosa darah tidak normal ( glukosa darah sewaktu
200 mg/dl atau glukosa darah puasa 126 mg/dl ). Selain itu terdapat keluhan has yang tidak
lengkap atau terdapat keluhan tidak khas ( lemah, kesemutan, gatal, mata kabur, disfungsi
ereksi, pruritus vulvae) disertai dengan dua nilai pemeriksaan glukosa darah tidak normal (
glukosa darah sewaktu 200 mg/dl atau glukosa darah puasa 126 mg/dl yang diperiksa
pada hari yang berbeda. Sedangkan untuk tujuan pemantauan hasil pengobatan dapat
dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan glukometer.

3.1.8 Penatalaksanaan Diabetes Melilltus


Penatalaksanaa nya berupa :
1. Penyuluhan
2. Diet
3. Latihan Jasmani
Prinsip olah raga pada pasien diabetes sama saja dengan prinsip olah raga secara umum,
Yaitu memenuhi hal berikut ini (F.I.T.T) :
a. Frekuensi : Jumblah olah raga perminggu sebaiknya dilakukan secara teratur.
b. Intensita : Ringan dan sedang yaitu 60% - 70 % MHR.
c. Time : 30- 60 menit.
d. Tipe ; olahraga endurance untuk meningkatkan kemempuan kardioexpirasi.
12
4. Farmakoterapi

1. Ko
mplikasi kronis
diabetes mellitus

3.1.9
Komplikasi
Diabetes Melitus1.2

3.2 Tuberkulosis Paru


3.2.1 Definisi TB Paru
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB
(Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga
mengenai organ tubuh lainnya.3

3.2.2 Prevalensi TB Paru


WHO melaporkan adanya 3 juta orang mati akibat TB paru setiap tahun dan
diperkirakan 5000 orang setiap harinya. Tiap tahun ada 9 juta penderita TB paru baru dari

13
25% kasus kematian dan kesakitan. Masyarakat yang menderita TB paru adalah orang-orang
pada usia produktif yaitu dari 15 sampai 54 tahun (Depkes RI,2008). Prevalensi TB paru
20% lebih tinggi pada lakilakidibandingkan perempuan, tiga kali lebih tinggi dipedesaan
dibandingkan perkotaan dan empat kalilebih tinggi pada pendidikan rendah
dibandingkanpendidikan tinggi. Di Sulawesi utara, penderita TB paru pada tahun 2009 yaitu
423 dan meningkat pada tahun 2010 yaitu 466 penderita.Case Detection RateTB paru di
Indonesia per juni 2012 terdapat sekitar 60,81% kasus TB paru di Sulawesi Utara dan angka
ini menunjukkan kasus paling tertinggi di seluruh provinsi di Indonesia menurut Kemenkes
RI 2012. 4
Prevalensi TB meningkat seiring dengan peningkatan prevalensi DM. Frekuensi DM
pada pasien TB dilaporkan sekitar 10-15% dan prevalensi penyakit infeksi ini 2-5 kali lebih
tinggi pada pasien diabetes dibandingkan dengan kontrol yang non-diabetes.4,6 Dalam studi
terbaru di Taiwan disebutkan bahwa diabetes merupakan komorbid dasar tersering pada
pasien TB yang telah dikonfirmasi dengan kultur, terjadi pada sekitar 21,5% pasien.7
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Alisjahbana et al8 di Indonesia pada tahun 2001-
2005, DM lebih banyak ditemukan pada pasien baru TB paru dibandingkan dengan non TB.3

3.2.3 Patofisiologi TB Paru


Penularan TB umumnya terjadi melalui droplet, yang dikeluarkan dengan cara batuk,
bersin, atau percikan ludah orang terinfeksi TB paru. Droplet ini dapat bertahan di udara
dalam waktu beberapa jam. Diameter droplet yang sangat kecil (<5-10 m) menyebabkan
droplet tersebut dapat mencapai jalan napas terminal jika terhirup dan membentuk sarang
pneumonia, yang dikenal sebagai sarang primer atau afek primer. Kemungkinan penyebab
meningkatnya insiden tuberculosis paru pada pengidap diabetes dapat berupa defek pada
fungsi sel-sel imun dan mekanisme pertahanan pejamu.3
Mekanisme yang mendasari terjadinya hal tersebut masih belum dapat dipahami
hingga saat ini, meskipun telah terdapat sejumlah hipotesis mengenai peran sitokin sebagai
suatu molekul yang penting dalam mekanisme pertahanan manusia terhadap TB. Selain itu,
ditemukan juga aktivitas bakterisidal leukosit yang berkurang pada pasien DM, terutama pada
mereka yang memiliki kontrol gula darah yang buruk.2 Meningkatnya risiko TB pada pasien
DM diperkirakan disebabkan oleh defek pada makrofag alveolar atau limfosit T. Wang et
al.11 mengemukakan adanya peningkatan jumlah makrofag alveolar matur (makrofag
alveolar hipodens) pada pasien TB paru aktif. Namun, tidak ditemukan perbedaan jumlah
limfosit T yang signifikan antara pasien TB dengan DM dan pasien TB saja.3
Proporsi makrofag alveolar matur yang lebih rendah pada pasien TB yang disertai
DM, seperti yang ditemukan dalam penelitian ini, dianggap bertanggungjawab terhadap lebih
14
hebatnya perluasan TB dan jumlah bakteri dalam sputum pasien TB dengan DM. Pada
percobaan eksperimental yang dilakukan Stalenhoef et al.11 pada plasma darah manusia
didapatkan bahwa tidak ada perbedaan produksi sitokin antara pasien TB dengan atau tanpa
DM. 3
Jika pasien dengan DM tipe 2 dibandingkan dengan kontrol yang sehat, produksi IFN-
g spesifik M. tuberculosis sama saja, tetapi produksi IFN-g yang non-spesifik berkurang
secara signifikan pada kelompok DM. Diduga bahwa berkurangnya IFN-g yang non-spesifik
tersebut menunjukkan adanya defek pada respon imun alamiah yang berperan pada
meningkatnya risiko pasien DM untuk mengalami TB aktif. Meskipun demikian, mekanisme
yang mendasari terjadinya hal tersebut masih perlu ditelusuri lebih lanjut.3

3.2.4 Faktor Risiko TB Paru 4

Gambar. Factor resiko paenderita tuberculosa

15
Gambar. Bentuk patologi penderita TB Paru

3.2.5 Klasifikasi TB Paru


Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien tuberculosis memerlukan suatu
definisi kasus yang meliputi empat hal , yaitu:4
1. Lokasi atau organ tubuh yang sakit: paru atau ekstra paru;
2. Bakteriologi (hasil pemeriksaan dahak secara mikroskopis): BTA positif atau BTA negatif;
3. Tingkat keparahan penyakit: ringan atau berat.
4. Riwayat pengobatan TB sebelumnya: baru atau sudah pernah diobati

A. Klasifikasi berdasarkan ORGAN tubuh yang terkena:


1) Tuberkulosis paru
Adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim) paru. tidak termasuk
pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.
2) Tuberkulosis ekstra paru
Adalah tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya
pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar limfe, tulang,
persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.
B. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan DAHAK mikroskopis, yaitu pada
TB Paru:
1) Tuberkulosis paru BTA positif
a) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.
b) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada menunjukkan
gambaran tuberkulosis.
c) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif.
16
d) 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS pada
pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah
pemberian antibiotika non OAT.
2) Tuberkulosis paru BTA negatif
Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif. Kriteria
diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:
a) Minimal 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif
b) Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis
c) Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
d) Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan
1) Kasus Baru
Adalah pasien yang BELUM PERNAH diobati dengan OAT atau sudah pernah
menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
2) Kasus Kambuh (Relaps)
Adalah pasien TB yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan
tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap,
didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur).
3) Kasus Putus Berobat (Default/Drop Out/DO)
Adalah pasien TB yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih
dengan BTA positif.
4) Kasus Gagal (Failure)
Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali
menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
5) Kasus Pindahan (Transfer In)
Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain untuk
melanjutkan pengobatannya.
6) Kasus lain
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam kelompok
ini termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA
positif setelah selesai pengobatan ulangan.

3.2.6 Gejala Klinis TB Paru


Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus yang
timbul sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak terlalu khas terutama
pada kasus baru, sehingga cukup sulit untuk menegakkan diagnosa secara klinik.3

17
Gejala sistemik/umum:
1. Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah)
2. Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan
malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam
seperti influenza dan bersifat hilang timbul
3. Penurunan nafsu makan dan berat badan
4. Perasaan tidak enak (malaise), lemah.

Gejala khusus:
1. Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian
bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening
yang membesar, akan menimbulkan suara mengi, suara nafas melemah yang
disertai sesak.
2. Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan
keluhan sakit dada.

3. Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada suatu
saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada muara ini
akan keluar cairan nanah.
4. Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut sebagai
meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi, adanya penurunan
kesadaran dan kejang-kejang.

Pada pasien anak yang tidak menimbulkan gejala, TBC dapat terdeteksi kalau
diketahui adanya kontak dengan pasien TBC dewasa. Kira-kira 30-50% anak yang kontak
dengan penderita TBC paru dewasa memberikan hasil uji tuberkulin positif. Pada anak usia 3
bulan 5 tahun yang tinggal serumah dengan penderita TBC paru dewasa dengan BTA
positif, dilaporkan 30% terinfeksi berdasarkan pemeriksaan serologi/darah.

3.2.7 Diagnosis Tuberkulosis Paru


Apabila dicurigai seseorang tertular penyakit TBC, maka beberapa hal yang perlu
dilakukan untuk menegakkan diagnosis adalah:4
a. Anamnesa baik terhadap pasien maupun keluarganya.
b. Pemeriksaan fisik.
c. Pemeriksaan laboratorium (darah, dahak, cairan otak).
d. Pemeriksaan patologi anatomi (PA).
18
e. Rontgen dada (thorax photo).
f. Uji tuberkulin.
Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih.
Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak
nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam
hari tanpa kegiatan fisik,demam meriang lebih dari satu bulan. Gejala-gejala tersebut diatas
dapat dijumpai pula pada penyakit paru selain TB, seperti bronkiektasis, bronkitis kronis,
asma, kanker paru, dan lain-lain. Mengingat prevalensi TB paru di Indonesia saat ini masih
tinggi, maka setiap orang yang datang ke UPK dengan gejala tersebut diatas, dianggap
sebagai seorang tersangka (suspek) pasien TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara
mikroskopis langsung pada pasien remaja dan dewasa, serta skoring pada pasien anak.4

Gambar . Alur diagnosis TB Paru

2.7 Penatalaksanaan TB Paru


Pada masa belum diterapkannya terapi insulin, sebagian besar pasien DM akan
meninggal karena TB paru bila mereka berhasil bertahan dari koma diabetes. Setelah
diperkenalkanterapi insulin pada tahun 1922, TB masih tetap menjadi ancaman yang serius
dan mematikan pada pasien DM. Namun, dengan pengobatan anti-TB yang efektif,
prognosisnya akan jauh lebih baik. Prinsip pengobatan TB paru pada pasien DM serupa
dengan yang bukan pasien DM, dengan syarat kadar gula darah terkontrol. 3
Prinsip pengobatan dengan obat anti tuberkulosis (OAT) dibagi menjadi dua fase,
yaitu fase intensif yang berlangsung selama 2-3 bulan dan dilanjutkan dengan fase lanjutan
selama 4-6 bulan. Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam memberikan
19
pengobatan TB paru pada pasien DM, salah satunya adalah kontrol kadar gula darah dan efek
samping OAT. Obat lini pertama yang biasa digunakan adalah isoniazid, rifampisin,
pirazinamid, etambuto,dan streptomicin.3,13,15 Dosis harian isoniazid ialah 4-6 mg/kg berat
badan (BB)/ hari dengan dosis maksimal 300 mg. Efek samping ringan dapat berupa gejala-
gejala pada saraf tepi, kesemutan, rasa terbakar di kaki, dan nyeri otot. Keadaan ini terkait
dengan terjadinya defisiensi piridoxin (Vit B6) sehingga dapat dikurangi dengan pemberian
piridoksin dengan dosis 10 mg/ hari atau dengan vitamin B kompleks. Kelainan akibat
defisiensi piridoksin dapat berupa sindrom pellagra. 3
Efek samping berat yang dapat terjadi berupa hepatitis imbas obat yang t timbul pada
kurang lebih 0,5% pasien. Bila terjadi hepatitis imbas obat atau ikterik, OAT yang bersifat
hepatotoksik (isoniazid, rifampisin, dan pirazinamid) dihentikan dan pengobatan TB
dilanjutkan sesuai pedoman pengobatan TB pada keadaan khusus.3,13 Obat lini pertama
selanjutnya adalah rifampisin dengan dosis hariannya 8-12 mg/kg BB/hari dan dosis
maksimal 600 mg. Efek samping ringan yang didapat berupa sindrom flu (misalnya demam,
menggigil, nyeri tulang), sindrom perut (sakit perut, mual, tidak nafsu makan, muntah, diare),
dan sindrom kulit (gatal-gatal). 3
Efek samping berat rifampisin dapat berupa hepatitis imbas obat, sesak nafas, dan
bila terjadi salah satu gejala sepeti purpura, anemia hemolitik, syok, gagal ginjal, maka
pengobatan dengan rifampisin harus segera dihentikan dan tidak diberikan lagi walaupun
gejala telah menghilang. Rifampisin dapat menyebabkan warna merah pada urin, keringat, air
mata, air liur. Hal itu terjadi karena metabolit obat dan hal ini tidak berbahaya. boleh
diberikan pada wanita hamil sebab dapat merusak saraf pendengaran janin.3,13 Obat-obat ini
dapat diberikan dalam bentuk terpisah ataupun dalam bentuk kombinasi dosis tetap (Fixed
Dose Combination/FDC), kecuali streptomisin. 3
Jenis kombinasi dan lama pengobatan TB paru tergantung dari kasus TB paru yang
diderita pasien dan disesuaikan dengan kategori pengobatan TB.3 Berbagai bukti yang ada
saat ini menunjukkan bahwa efikasi rifampisin tergantung pada paparan terhadap obat dan
konsentrasi maksimum obat yang dapat dicapai. Menurut Nijland,13 kadar plasma rifampisin
pada pasien TB dengan DM hanya 50% dari kadar rifampisin pasien TB tanpa DM. Keadaan
yang perlu diperhatikan ialah pemberian rifampisin pada pasien DM yang menggunakan obat
oral antidiabetes, khususnya sulfonilurea karena dapat mengurangi efektivitas obat tersebut
dengan cara meningkatkan metabolisme sulfonilurea. Sehingga pada pasien DM, pemberian
sulfonilurea harus dengan dosis yang ditingkatkan. 3
Sementara itu, pirazinamid sebagai antituberkulosis dapat diberikan dengan dosis
harian: 20-30 mg/kg BB/hari. Efek samping utama obat ini ialah hepatitis imbas obat. Dapat
pula terjadi nyeri akibat serangan arthritis gout yang disebabkan oleh penimbunan asam urat.
20
Bila hal ini terjadi maka perlu dimonitor karena bila kadar asam urat terlalu tinggi mungkin
obat perlu diganti. Dapat juga terjadi demam, mual, kemerahan dan reaksi kulit yang
lain.3,13 Etambutol diberikan pada pasien TB dengan dosis harian 15-20 mg/kg BB/hari.
Antituberkulosis ini dapat menyebabkan gangguan penglihatan berupa berkurangnya
ketajaman, serta buta warna hijau dan merah. 3
Gangguan penglihatan akan kembali normal beberapa minggu setelah obat
dihentikan. Penggunaan etambutol pada pasien DM harus hati-hati karena efek sampingnya
terhadap mata, padahal pasien DM sering mengalami komplikasi penyakit berupa kelainan
pada mata. 3.13 Streptomisin sebagai antituberkulosis diberikan pada dosis harian 15-18
mg/kg BB/hari dan dengan dosis maksimal: 1000 mg. Efek samping utama adalah kerusakan
nervus VIII yang berkaitan dengan keseimbangan dan pendengaran. Gejalanya adalah telinga
mendenging, vertigo, dan kehilangan keseimbangan. 3
Keadaan ini dapat dipulihkan bila obat segera dihentikan atau dosisnya dikurangi 25
mg dari dosis total yang diberikan. Jika pengobatan streptomisin diteruskan maka kerusakan
alat keseimbangan makin parah dan akan menetap (kehilangan keseimbangan dan tuli). Efek
samping ringan lainnya yang dapat terjadi demam, sakit kepala, muntah, eritema pada kulit,
dan kesemutan sekitar mulut. 3
Streptomisin dapat menembus sawar plasenta sehingga tidakBegitu pula pasien TB
dengan DM, konsentrasi plasma maksimal rifampisin di atas target (8 mg/L) hanya
ditemukan pada 6% pasien, sedangkan pada yang bukan DM ditemukan pada 47% pasien.
Hal ini mungkin dapat menjelaskan respon pengobatan yang lebih rendah pada pasien TB
dengan DM. Namun, studi tambahan lain yang menjelaskan respon pengetahun lebih rendah
pada TB dengan DM ini tetap diperlukan. Untuk mengontrol kadar gula darah dilakukan
pengobatan sesuai standar pengobatan DM yang dimulai dengan terapi gizi medis dan latihan
jasmani selama beberapa waktu. Bila kadar glukosa darah belum mencapai sasaran,
dilakukan intervensi farmakologis dengan obat oral anti diabetes dan atau dengan suntikan
insulin. 3

21
BAB IV
PEMBAHASAAN
Pembahasan teori dan kasus
Teori Kasus
Manifestasi klinis DM : Manifestasi klinis DM:
Akut Pasien mengeluhkan ujung jari tangan
- Banyak makan (poliphagia) dan kaki kebas dan seperti ditusuk-
- Banyak minum (polidipsi) tusuk jarum
- Banyak kencing (poliuri) Sering buang air kecil
Kronik Manifestasi klinis TB paru
- Nafsu makan mulai berkurang, Pasien mengeluhkan batuk selama
berat badan turun dengan sebulan terakhir ini batuk bercampur
cepat ( turun 5-10 kg dalam darah .
waktu 2-4 minggu) Demam sering naik turun selama
- Kesemutan sebulan ini.
- Kulit terasa panas, atau seperti Pada malam hari pasien sering
tertusu-tusuk jaum menggigil dan kadang berkeringat
- Mata kabur tengah malam .
Manifestasi klinis TB paru Badan terasa malas ,kurang nafsu
Gejala utama pasien TB paru adalah batuk makan ,dan sering sakit kepala.
berdahak selama 2-3 minggu atau lebih.
Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan
yaitu dahak bercampur darah, batuk darah,
sesak nafas, badan lemas, nafsu makan

22
menurun, berat badan menurun, malaise,
berkeringat malam hari tanpa kegiatan
fisik,demam meriang lebih dari satu bulan.
Pemeriksaan Glukosa Darah Pemeriksaan Glukosa Darah
KGDS 200 mg/dL Hasil pemeriksaan KGDS pasien
KGDP 126 mg/dL didapatkan KGDS yang pertama 516
mg/dL dan yang kedua 486 mg/dL

Pembahasan kasus berdasarkan keluhan pasien


Pasien mengeluhkan makan dan mium banyak namun berat badan tidak bertambah
dan justru mengalami penurunan berat badan bukan penambahan berat badan. Hal ini
disebabkan karena glukosa jika masuk kedalam tubuh akan dirubah menjadi gikogen dengan
bantuan insulin dan disimpan didalam hati sebagai cadangan energi. Pada penderita diabetes,
glukosa glukossa tidak dapat masuk kedalam sel target dan berubah menjadi glikogen untuk
disimpan didalam hati sebagai cadangan energi karena, insulin yang dihasilkan pancreas tidak
dapat bekerja atau insulin dapat bekerja tetapi lambat. Oleh karena itu tidak ada intake
glukosa yang masuk sehingga penderita DM merasa cepat lapar ( pasien jadi lebih banyak
makan) dan lemas.
Pasien sering mengeluhkan terjadi peningkatan intensitas berkemih. Hal ini
disebabkan karena pada penderita DM, akbiat insulin yang tidak mampu mengubah glukosa
menjadi glikogen, kadar glukosa dalam darah menjadi tinggi. Keadaan ini akan menyebabkan
hiperfiltrasi pada ginjal sehingga kecepatan filtrasi ginjal juga meningkat. Akibatnya glukosa
dan natrium yang diserap ginjal menjadi berlebihan sehingga urine yang dihasilkan banyak
dan membuat penderita menjadi sering berkemih.
Pasien juga mengeluhkan sering haus sehingga sering minum dalam jumlah yang
banyak. Hal ini disebabkan karena proses filtrasi pada ginjal normal merupakan proses difusi
yaitu filtrasi zat dari tekanan yang rendah ke tekanan yang tinggi. Pada penderita DM,
glukosa darar yang tinggi menyebabkan kepekatan glukosa dalam pembuluh darah sehingga
proses filtrasi ginjal berubah menjadi osmosis ( filtrasi zat dari tekanan yang tinggi ke
tekanan yang rendah). Akibatnya air yang ada di pembuluh darah diambil oleh ginjal
sehingga pembuluh darah menjadi kekurangan air yang menyebabkan penderita cepat haus.
Pada pasien mengeluhkan ujung-ujung jari tangan dan kaki kebas dan juga terasa
seperti ditusuk-tusuk jarum. Hal ini terjadi karena pada pasien sudah terjadi komplikasi pada
saraf berupa polineuropati dan lebih spesifik mengenai saraf sensoris.
23
Pasien mengeluhkan batuk berdahak bercampur darah selama satu bulan lebih ini
dikarenakan infasi bakteri pada jaringan paru sehingga menyebabkan perdarahan pada
jaringan tersebut yang akan menimbulkan reaksi batuk yang disertai oleh darah.
Pasien sering berkeringat tengah malam serta mengigil, ini dikarenakan aktifitas dari
Mycobacterium Tuberculosis yang lebih aktif pada malam hari. Gejala-gejala Ini
menunjukan gejala dari penyakit TB paru yang dapat didiagnosa secara pasti dengan
pemeriksaan BTA.

BAB V
KESIMPULAN
Telah dilaporkan pasien DM tipe II dengan TB Paru kasus baru setelah dilakukan
pemberian terapi berupa insulin dan penggunaan OAT lini 1 didapatkan adanya perubahan
berupa penurunan kadar gula darah yang signifikan dan keluhan TB Paru mulai berkurang,
akan tetapi untuk menilai hasil pengobatan TB Paru harus dilakukan rotgen thorak ulang
yaitu pada minggu kelima terapi pengobatannya.

24
DAFTAR PUSTAKA
1. Purnamasari Dyah ,2009 DIAGNOSIS DAN KLASIFIKASI DIABETES
MELLITUS. BUKU AJAR ILMU PENYAKIT DALAM JILID III.EDISI
V.JAKARTA; PUSAT DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM
FKUI.HALAMAN 1880-1883
2. Soegondo Sidartawan,2009 FARMAKOTERAPI PADA PENGENDALIAN
GLIKEMIA DIABETES MELLITUS TIPE II. BUKU AJAR ILMU PENYAKIT
DALAM JILID III.EDISI V.JAKARTA; PUSAT DEPARTEMEN ILMU
PENYAKIT DALAM FKUI.HALAMAN 1885-1890
3. http://Alius Cahyadi. Tuberkulosis Paru pada Pasien Diabetes Mellitus . Venty
Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Atma
Jaya/Rumah Sakit Atma Jaya, Jakarta.Diakses pada tanggal 16 maret 2014
4. PEDOMAN NASIONAL PENANGGULANGA TUBERCULOSIS .EDISI
2.DEPARTEMEN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA.2006 .JAKARTA

25

Anda mungkin juga menyukai