Anda di halaman 1dari 32

Laporan kasus

COR PULMONAL KRONIK

Disusun oleh :
Cut Shelfi Oktarina H
090710105007

Pembimbing :
Dr. Fouzal Aswad Sp.JP

BAGIAN/SMF ILMU KARDIOLOGI


F A K U L T A S K E D O K T E R A N UNIVERSITAS SYIAH KUALA
RUMAH SAKIT UMUM DR. ZAINOEL ABIDIN
BANDA ACEH
2015

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat, rahmat
dan hidayah-Nya, penyusunan tugas referat ini telah dapat diselesaikan. Selanjutnya
shalawat dan salam penulis haturkan ke pangkuan Nabi Muhammad SAW yang telah
membimbing umat manusia dari alam kegelapan ke alam yang penuh dengan ilmu
pengetahuan.
Adapun tugas laporan kasus mengenai COR ULMONAL KRONIK ini
diajukan sebagai salah satu tugas dalam menjalani Kepaniteraan Klinik Senior pada
Bagian/SMF kardiologi Fakultas Kedokteran Unsyiah / BLUD RSU dr. Zainoel
Abidin.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Dr.T.Zulfikar Sp.P yang telah
bersedia meluangkan waktu membimbing kami untuk tugas laporan kasus ini. Kami
juga mengucapkan terima kasih kepada para sahabat dan rekan-rekan yang telah
memberikan dorongan moril dan materil sehingga tugas ini dapat selesai pada
waktunya.

Banda Aceh, mei 2015


Wassalam,
Penyusun

Penulis

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA . 3


2.1.

Definisi

2.2.

Etiologi dan epidemiologi ..........

2.3.

Patogenesis .........

2.4.

Diagnosis ............

11

2.5.

Penatalaksanaan ......

15

2.6.

Komplikasi .............

17

2.7.

Prognosa. ........................

13

BAB III LAPORAN KASUS .

24

BAB IV KESIMPULAN

41

DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN
Kor pulmonal merupakan suatu keadaan timbulnya hipertrofi dan dilatasi
ventrikel kanan akibat hipertensi pulmonal yang disebabkan oleh penyakit yang
menyerang struktur, fungsi paru, atau pembuluh darah pulmonal yang dapat berlanjut
menjadi gagal jantung kanan.1,2 Menurut World Health Organization (WHO), definisi
kor pulmonal adalah keadaan patologis dengan hipertrofi ventrikel kanan yang
disebabkan oleh kelainan fungsional dan struktur paru. Tidak termasuk kelainan
karena penyakit jantung primer pada jantung kiri dan penyakit jantung kongenital
(bawaan).3 Istilah hipertrofi yang bermakna sebaiknya diganti menjadi perubahan
struktur dan fungsi ventrikel kanan.
Dikarenakan paru berkorelasi dalam sirkuit kardiovaskuler antara ventrikel
kanan dengan bagian kiri jantung, perubahan pada struktur atau fungsi paru akan
mempengaruhi secara selektif jantung kanan. Patofisiologi akhir yang umum yang
menyebabkan kor pulmonal adalah peningkatan dari resistensi aliran darah melalui
sirkulasi paru dan mengarah pada hipertensi arteri pulmonal.4
Kor pulmonal dapat terjadi secara akut maupun kronik. Penyebab kor
pulmonal akut tersering adalah emboli paru masif sedangkan kor pulmonal kronik
sering disebabkan oleh penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Pada kor pulmonal
kronik umumnya terjadi hipertrofi ventrikel kanan sedangkan pada kor-pulmonal akut
terjadi dilatasi ventrikel kanan.1
Insidens yang tepat dari kor pulmonal tidak diketahui karena seringkali terjadi
tanpa dapat dikenali secara klinis. Diperkirakan insidens kor pulmonal adalah 6%
sampai 7% dari seluruh penyakit jantung. 4 Di Inggris terdapat sedikitnya 0,3%
populasi dengan resiko terjadinya kor pulmonal pada populasi usia lebih dari 45
tahun dan sekitar 60.000 populasi telah mengalami hipertensi pulmonal yang
membutuhkan terapi oksigen jangka panjang.5

Penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan kor pulmonal adalah penyakit


yang secara primer menyerang pembuluh darah paru dan penyakit yang mengganggu
aliran darah paru.6 Berdasarkan penelitian lain di Ethiopia, menemukan penyebab
terbanyak kor pulmonal berturut-turut adalah asma bronkial, tuberkulosis paru,
bronkitis kronik, emfisema, penyakit interstisial paru, bronkiektasis, obesitas, dan
kifoskoliosis. Menurut penelitian sekitar 80-90% pasien kor pulmonal mempunyai
PPOK dan 25 % pasien dengan PPOK akan berkembang menjadi kor pulmonal.5
Kor pulmonal terjadi ketika hipertensi pulmonal menimbulkan tekanan
berlebihan pada ventrikel kanan. Tekanan yang berlebihan ini meningkatkan kerja
ventrikel kanan yang menyebabkan hipertrofi otot jantung yang normalnya
berdinding tipis, yang akhirnya dapat menyebabkan disfungsi ventrikel dan berlanjut
kepada gagal jantung.3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Kor pulmonal sering disebut sebagai penyakit jantung paru, didefinisikan
sebagai dilatasi dan hipertrofi ventrikel kanan akibat adanya penyakit parenkim
paru atau pembuluh darah paru.1,2
Menurut WHO, definisi kor pulmonal adalah keadaan patologis dengan
ditemukannya hipertrofi ventrikel kanan yang disebabkan oleh kelainan
fungsional dan struktur paru, tidak termasuk kelainan karena penyakit jantung
primer pada jantung kiri dan penyakit jantung kongenital (bawaan).3

Menurut Braunwahl, kor pulmonal adalah keadaan patologis akibat


hipertrofi atau dilatasi ventrikel kanan yang disebabkan oleh hipertensi pulmonal.
Penyebabnya antara lain penyakit parenkim paru, kelainan vaskuler paru, dan
gangguan fungsi paru karena kelainan thoraks, tidak termasuk kelainan vaskuler
paru yang disebabkan kelainan ventrikel kiri, penyakit jantung bawaan, penyakit
jantung iskemik, dan infark miokard akut.7

2.2. Etiologi dan Epidemiologi


Kor pulmonal terjadi akibat adanya perubahan akut atau kronis pada
pembuluh darah

paru dan atau parenkim paru yang dapat menyebabkan

terjadinya hipertensi pulmonal.8


Prevalensi pasti kor pulmonal sulit dipastikan karena dua alasan. Pertama, tidak
semua kasus penyakit paru kronis menjadi kor pulmonal, dan kedua, kemampuan
kita untuk mendiagnosa hipertensi pulmonal dan kor pulmonal dengan
pemeriksaan fisik dan hasil laboratorium tidaklah sensitif. Namun, kemajuan
terbaru dalam 2-D echo/Doppler memberikan kemudahan untuk mendeteksi dan
mendiagnosis suatu kor pulmonal.2 Diperkirakan prevalensi kor pulmonal adalah
6% sampai 7% dari seluruh penyakit jantung berdasarkan hasil penyelidikan
yang memakai kriteria ketebalan dinding ventrikel post mortem.6
Penyakit yang mendasari terjadinya kor pulmonal dapat digolongkan
menjadi 4 kelompok :
1. Penyakit pembuluh darah paru.
2. Penekanan pada arteri pulmonal oleh tumor mediastinum, aneurisma,
granuloma atau fibrosis.
3. Penyakit neuro muskular dan dinding dada.
4. Penyakit yang mengenai aliran udara paru, alveoli, termasuk Penyakit Paru
Obstruktif Kronis (PPOK), penyakit paru interstisial dan gangguan
pernafasaan saat tidur.

Penyakit yang menjadi penyebab utama dari kor pulmonal kronis adalah PPOK,
diperkirakan 80-90% kasus.1
2.3. Patogenesis
Penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan kor pulmonal adalah penyakit
yang secara primer menyerang pembuluh darah paru-paru, seperti emboli paruparu berulang, dan penyakit yang mengganggu aliran darah paru-paru akibat
penyakit pernapasan obstruktif atau restriktif.6
Apapun penyakit awalnya, sebelum timbul kor pulmonal biasanya terjadi
peningkatan resistensi vaskuler paru dan hipertensi pulmonal. Hipertensi
pulmonal pada akhirnya meningkatkan beban kerja dari ventrikel kanan,
sehingga mengakibatkan hipertrofi dan kemudian gagal jantung. Titik kritis dari
rangkaian kejadian ini nampaknya terletak pada peningkatan resistensi vaskuler
paru pada arteri dan arteriola kecil.6
Dua mekanisme dasar yang mengakibatkan peningkatan resistensi vaskuler
paru adalah: (1) vasokontriksi dari pembuluh darah pulmonal akibat adanya
hipoksia dan (2) obstruksi dan/atau obliterasi jaringan vaskular paru-paru.
Hipoksia alveolar (jaringan) memberikan rangsangan yang kuat untuk
menimbulkan vasokontriksi pulmonal daripada hipoksemia. Selain itu, hipoksia
alveolar kronik memudahkan terjadinya hipertrofi otot polos arteriola paru-paru,
sehingga timbul respon yang lebih kuat terhadap hipoksia akut. Asidosis,
hiperkapnia, dan hipoksemia bekerja secara sinergistik dalam menimbulkan
vasokontriksi. Viskositas (kekentalan) darah yang meningkat akibat polisitemia
dan peningkatan curah jantung yang dirangsang oleh hipoksia kronik dan
hiperkapnia, juga ikut meningkatkan tekanan arteri paru.6
Mekanisme kedua yang turut meningkatkan resistensi vaskuler dan
tekanan arteri paru adalah bentuk anatomisnya. Emfisema ditandai oleh
kerusakan bertahap dari struktur alveolar dengan pembentukan bula dan
obliterasi total dari kapiler-kapiler disekitarnya. Hilangnya pembuluh darah
secara permanen menyebabkan berkurangnya anyaman vaskuler. Selain itu, pada

penyakit obstruktif, pembuluh darah paru juga tertekan dari luar karena efek
mekanik dari volume paru yang besar. Tetapi, peranan obstruksi dan obliterasi
anatomik terhadap anyaman vaskuler diperkirakan tidak sepenting vasokontriksi
hipoksik dalam patogenesis kor pulmonal. Kira-kira duapertiga sampai
tigaperempat dari anyaman vaskuler harus mengalami obstruksi atau rusak
sebelum terjadi peningkatan tekanan arteri paru yang bermakna. Asidosis
respiratorik kronik terjadi pada beberapa penyakit pernapasan dan penyakit
obstruktif sebagai akibat hipoventilasi alveolar umum atau akibat kelainan
perfusi-ventilasi.6 Setiap penyakit paru memengaruhi pertukaran gas, mekanisme
ventilasi, atau jaringan vaskular paru dapat mengakibatkan kor pulmonal.4,6,9
Patogenesis kor pulmonal sangat erat kaitannya dengan hipertensi
pulmonal dan tidak bisa dipisahkan satu dengan lainnya. Adanya gangguan pada
parenkim paru, kinerja paru, maupun sistem peredaran darah paru secara akut
maupun kronik dapat menyebabkan terjadinya hipertensi pulmonal.9
Hipertensi pulmonal dapat diartikan sebagai penyakit arteri kecil pada
paru yang ditandai dengan proliferasi vaskuler dan remodeling. Hal ini pada
akhirnya dapat menyebabkan meningkatnya resistensi pembuluh darah paru yang
mengakibatkan terjadinya gagal ventrikel kanan dan kematian. Hipertensi
pulmonal dibagi menjadi primer dan sekunder. Hipertensi pulmonal primer
adalah hipertensi pulmonal yang tidak disebabkan oleh adanya penyakit jantung,
parenkim paru, maupun penyakit sistemik yang melatarbelakanginya. Hipertensi
pulmonal lain selain kriteria tersebut disebut hipertensi pulmonal sekunder.10
Hipertensi pulmonal akibat komplikasi kronis paru (sekunder) didefinisikan
sebagai peningkatan rata-rata tekanan arteri pulmonal (TAP) istirahat, yakni >20
mmHg. Pada hipertensi pulmonal primer angka ini lebih tinggi yakni >25
mmHg. Pada pasien muda (<50 tahun) TAP normalnya berada pada kisaran 1015 mmHg. Dengan bertambahnya usia TAP akan meningkat kurang lebih 1
mmHg setiap 10 tahun. Selain dipengaruhi usia TAP juga dipengaruhi oleh
aktivitas. Semakin berat aktivitas maka TAP akan semakin meningkat. Pada

aktivitas ringan TAP dapat meningkat >30 mmHg. Melihat hal tersebut maka
pemeriksaan TAP harus dilakukan saat pasien dalam keadaan istirahat dan rileks.2
Terdapat tiga faktor yang telah diketahui dalam mekanisme terjadinya
hipertensi pulmonal yang menyebabkan meningkatnya resistensi vaskular.
Ketiganya adalah mekanisme vasokonstriksi, remodeling dinding pembuluh
darah pulmonal, dan trombosis in situ. Ketiga mekanisme ini terjadi akibat
adanya dua faktor yakni gangguan produksi zat-zat vasoaktif seperti, nitric oxide
dan prostacyclin, serta akibat ekspresi berlebihan secara kronis dari mediator
vasokonstriktor seperti, endothelin- 1. Dengan diketahuinya mekanisme tersebut
maka pengobatan terhadap hipertensi pulmonal menjadi lebih terang yakni
dengan pemberian preparat nitric oxide, derivat prostacyclin, antagonis reseptor
endothelin-1, dan inhibitor phosphodiesterase-5.4,10

Hipertensi pulmonal menyebabkan meningkatnya kinerja ventrikel kanan


dan dapat mengakibatkan dilatasi atau hipertropi bilik kanan jantung. Timbulnya
keadaan ini diperberat dengan adanya polisitemia akibat hipoksia jaringan,
hipervolemia akibat adanya retensi air dan natrium, serta meningkatnya cardiac
output. Ketika jantung kanan tidak lagi dapat melakukan adaptasi dan
kompensasi maka akhirnya timbul kegagalan jantung kanan yang ditandai
dengan adanya edema perifer. Jangka waktu terjadinya hipertropi atau dilatasi
ventrikel kanan maupun gagal jantung kanan pada masing-masing orang
berbeda-beda.4,6
Berdasarkan perjalanan penyakitnya, kor pulmonal dibagi menjadi 5 fase
(tabel 1).11

Tabel 1. Fase perjalanan penyakit kor pulmonal

Fase

Deskripsi
Pada fase ini belum nampak gejala

Fase 1

klinis

yang

jelas,

selain

ditemukannya gejala awal penyakit


paru obstruktif kronis (PPOK),
bronkitis kronis, tuberkulosis paru,
bronkiektasis

dan

sejenisnya.

Anamnesa pada pasien 50 tahun


biasanya

didapatkan

kebiasaan

banyak merokok.

Pada fase ini mulai ditemukan


tanda-tanda berkurangnya ventilasi
paru. Gejalanya antara lain, batuk
lama yang berdahak (terutama
bronkiektasis), sesak napas, mengi,
sesak
Fase 2

napas

menanjak

ketika

atau

setelah

berjalan
banyak

bicara. Sedangkan sianosis masih


belum nampak. Pemeriksaan fisik
ditemukan

kelainan

berupa,

hipersonor, suara napas berkurang,


ekspirasi memanjang, ronki basah
dan

kering,

diafragma

mengi.

rendah

dan

Letak
denyut

jantung lebih redup. Pemeriksaan


radiologi

menunjukkan

berkurangnya

corakan

bronkovaskular, letak diafragma


rendah

dan

mendatar,

posisi

nampak

gejala

jantung vertikal.

Pada

fase

hipoksemia

ini

yang

lebih

jelas.

Untuk mempermudah pemahaman mengenai patogenesis kor pulmonal,


disediakan ringkasan pada gambar 1.

Penyakit paru kronis

Kerusakan paru & semakin terdesaknya pembuluh darah


Asidosis
oleh paru
danyang
hiperkapnia
mengembang
Hipoksia alveolar
Polisitemia dan hiper

Berkurangnya vascular bed paru

Vasokonstriksi

Hipertensi Pulmonal
kronis
Hipertrofi dan dilatasi ventrikel kanan

Kor pulmonal

Gambar 1. Patogenesis Kor Pulmonal

2.4. Diagnosis
Diagnosis kor pulmonal dapat ditegakkan jika terbukti terdapat adanya
hipertensi pulmonal akibat dari kelainan fungsi dan atau struktural paru. Untuk
menegakkan diagnosis kor pulmonal secara pasti maka dilakukan prosedur
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang secara tepat. Pada
anamnesis dan pemeriksaan fisik pemeriksa dapat menemukan data-data yang
mendukung ke arah adanya kelainan paru baik secara struktural maupun fungsional.
Adanya hipertensi pulmonal tidak dapat ditegakkan secara pasti dengan hanya
pemeriksaan fisik dan anamnesis tetapi membutuhkan pemeriksaan penunjang.
2.4.1. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
Perlu dilakukan anamnesis yang teliti ada tidaknya penyakit paru yang
mendasari dan jenis kelainan paru seperti batuk kronik yang produktif, sesak
nafas waktu beraktifitas, nafas yang berbunyi, mudah lelah. Pada fase awal
berupa pembesaran ventrikel kanan, tidak menimbulkan keluhan jadi lebih
banyak keluhan akibat penyakit parunya. Keluhan akibat pembesaran ventrikel
kanan baru timbul bila sudah ada gagal jantung kanan misalnya edema dan nyeri
parut kanan atas. Infeksi paru sering mencetuskan gagal jantung, hipersekresi
branchus, edema alveolar, serta bronkospasme yang menurunkan ventilasi paru
lalu timbul gagal jantung kanan.
Dispnea merupakan gejala yang paling umum terjadi, biasanya karena
adanya peningkatan kerja pernapasan akibat adanya perubahan dalam elastisitas
paru-paru (fibrosis penyakit paru) atau adanya over inflasi pada penyakit PPOK).
Nyeri dada atau angina juga dapat terjadi. Hal ini terjadi disebabkan oleh iskemia
pada ventrikel kanan atau teregangnya arteri pulmonalis. Hemoptisis, karena
rupturnya arteri pulmonalis yang sudah mengalami arteroslerotik atau terdilatasi
akibat hipertensi pulmonal juga dapat terjadi. Bisa juga ditemukan variasi gejalagejala neurologis, akibat menurunnya curah jantung dan hipoksemia.12

Selanjutnya pada pemeriksaan fisik, kita bisa mendapatkan keadaan


sianosis, suara P2 yang mengeras, ventrikel kanan dapat teraba di parasternal
kanan. Terdapatnya murmur pada daerah pulmonal dan triskuspid dan terabanya
ventrikel kanan merupakan tanda yang lebih lanjut. Bila sudah terjadi fase
dekompensasi, maka gallop (S3) mulai terdengar dan selain itu juga dapat
ditemukan murmur akibat insufisiensi trikuspid. Dilatasi vena jugularis,
hepatomegali, splenomegali, asites dan efusi pleura merupakan tanda-tanda
terjadinya overload pada ventrikel kanan.2

2.4.2. Pemeriksaan Penunjang


Radiologi
Etiologi kor pulmonal kronis amat banyak dan semua etiologi itu
akan menyebabkan berbagai gambaran parenkim dan pleura yang mungkin
dapat menunjukkan penyakit primernya. Gambaran radiologi hipertensi
pulmonal adalah dilatasi arteri pulmonalis utama dan cabang-cabangnya,
meruncing ke perifer, dan lapang paru perifer tampak relatif oligemia. Pada
hipertensi pulmonal, diameter arteri pulmonalis kanan >16mm dan
diameter arteri pulmonalis kiri >18mm pada 93% penderita. Hipertrofi
ventrikel kanan terlihat pada rontgen thoraks PA sebagai pembesaran batas
kanan jantung, pergeseran kearah lateral batas jantung kiri dan
pembesaran bayangan jantung ke anterior, ke daerah retrosternal pada foto
dada lateral.3

Gambar 2. Foto thoraks anteroposterior dan lateral kor pulmonal


Elektrokardiogram
Gambaran abnormal kor pulmonal pada pemeriksaan EKG dapat
berupa:
a. Deviasi sumbu ke kanan. Sumbu gelombang p + 900 atau lebih.
b. Terdapat pola S1 S2 S3
c. Rasio amplitude R/S di V1 lebih besar dari sadapan 1
d. Rasio amplitude R/S di V6 lebih kecil dari sadapan 1
e. Terdapat pola p pulmonal di sadapan 2,3, dan aVF
f. Terdapat pola S1 Q3 T3 dan right bundle branch block komplet atau
inkomplet.
g. Terdapat gelombang T terbalik, mendatar, atau bifasik pada sadapan
prekordial.
h. Gelombang QRS dengan voltase lebih rendah terutama pada PPOK
karena adanya hiperinflasi.
i. Hipertrofi ventrikel kanan yang sudah lanjut dapat memberikan
gambaran

gelombang

di

sadapan

membingungkan dengan infark miokard.

prekordial

yang

dapat

j. Kadang dijumpai kelainan irama jantung mulai dari depolarisasi


prematur atrium terisolasi hingga supraventrikuler takikardi, termasuk
takikardi atrial paroksismal, takikardi atrial multifokal, fibrilasi atrium,
dan atrial flutter. Disritmia ini dapat dicetuskan karena keadaan
penyakit

yang

mendasari

(kecemasan,

hipoksemia,

gangguan

keseimbangan asam- basa, gangguan elektrolit, serta penggunaan


bronkodilator berlebihan).13

Gambar 3. Elektrokardiografi Kor Pulmonal

Ekokardiografi
Salah satu pencitraan yang bisa digunakan untuk melakukan
penegakan diagnosis kor pulmonal adalah dengan ekokardiografi. Dari
hasil ekokardiografi dapat ditemukan dimensi ruang ventrikel kanan yang
membesar, tapi struktur dan dimensi ventrikel kiri normal. Pada gambaran
ekokardiografi katup pulmonal, gelombang a hilang, menunjukkan
hipertensi pulmonal. Kadang-kadang dengan pemeriksaan ekokardiografi
susah terlihat katup pulmonal karena accoustic window sempit akibat
penyakit paru.14

Gambar 4. Ekokardiografi Kor Pulmonal (Dilatasi atrium dan ventrikel kanan)


2.5. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan kor pulmonal dari aspek jantung bertujuan untuk
menurunkan hipertensi pulmonal, mengobati gagal jantung kanan, meningkatkan
kelangsungan hidup, dan mengobati penyakit dasar dan komplikasinya.1
Tirah Baring dan Pembatasan Garam
Tirah

baring

sangat

penting

untuk

mencegah

memburuknya

hipoksemia, yang nantinya akan lebih menaikkan lagi tekanan arteri


pulmonalis. Garam perlu dibatasi tetapi tidak secara berlebihan karena
klorida serum yang rendah akan menghalangi usaha untuk menurunkan
hiperkapnia.12
Terapi Oksigen
Mekanisme

bagaimana

terapi

oksigen

dapat

menigkatkan

kelangsungan hidup belum diketahui pasti, namun ada 2 hipotesis: (1)


terapi oksigen mengurangi vasokontriksi dan menurunkan resistensi
vaskuler paru yang kemudian meningkatkan isi sekuncup ventrikel kanan,
(2) terapi oksigen meningkatkan kadar oksigen arteri dan meningkatkan
hantaran oksigen ke jantung, otak, dan organ vital lainnya.

Pemakaian oksigen secara kontinyu selama 12 jam (National


Institute of Health, USA); 15 jam (British Medical Research Counsil) ,
dan 24 jam (NIH) meningkatkan kelangsungan hidup dibanding kan
dengan pasien tanpa terapi oksigen.
Indikasi terapi oksigen adalah PaO2 55 mmHg atau SaO2 88%,
PaO2 55-59 mmHg, dan disertai salah satu dari tanda seperti, edema yang
disebabkan gagal jantung kanan, P pulmonal pada EKG, dan eritrositosis
hematokrit > 56%.1
Diuretika
Diuretika diberikan untuk mengurangi tanda-tanda gagal jantung
kanan. Namun harus dingat, pemberian diuretika yang berlebihan dapat
menimbulkan alkalosis metabolik yang bisa memicu peningkatan
hiperkapnia. Disamping itu, dengan terapi diuretika dapat terjadi
kekurangan cairan yang mengakibatkan preload ventrikel kanan dan
curah jantung menurun.1,3,8
Vasodilator
Pemakaian vasodilator seperti nitrat, hidralazin, antagonis kalsium,
agonis alfa adrenergik, ACE-I, dan postaglandin belum direkomendasikan
pemakaiannya secara rutin. Vasodilator dapat menurunkan tekanan
pulmonal pada kor pulmonal kronik, meskipun efisiensinya lebih baik
pada hipertensi pulmonal yang primer.1
Digitalis
Digitalis hnya digunakan pada pasien kor pulmonal bila disertai
gagal jantung kiri. Digitalis tidak terbukti meningkatkan fungsi ventrikel
kanan pada pasien kor pulmonal dengan fungsi ventrikel normal, hanya
pada pasien kor pulmonal dengan fungsi ventrikel kiri yang menurun,
digoksin bisa meningkatkan fungsi ventrikel kanan. Pada pemberian
digitalis perlu diwaspadai resiko aritmia.1,3
Antikoagulan

Diberikan untuk menurunkan resiko terjadinya tromboemboli akibat


disfungsi dan pembesaran ventrikel kanan dan adanya faktor imobilisasi
pada pasien.1

2.6. Komplikasi
Komplikasi dari cor pulmonale adalah bisa terjadi syncope, hypoxia, pedal
edema, passive hepatic congestion dan kematian.

2.7. Prognosis
Prognosis kor pulmonal yang disebabkan oleh PPOK lebih baik dari
prognosis kor pulmonal yang disebabkan oleh penyakit paru lain seperti
"restrictive pulmonary disease", dan kelainan pembuluh darah paru. Forrer
mengatakan penderita kor pulmonal masih dapat hidup antara 5 sampai 17 tahun
setelah serangan pertama kegagalan jantung kanan, asalkan mendapat
pengobatan yang baik. Padmavati dkk di India mendapatkan angka antara 14
tahun. Sadouls di Perancis mendapatkan angka 10 sampai 12 tahun.3

BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien


Nama
Usia
Alamat
Jenis kelamin
Pekerjaan
Suku
No. RM

: Ny. Abidah
: 54 tahun
: Lhoong
: Perempuan
: Ibu Rumah Tangga
: Aceh
: 1-05-02-70

Tanggal Masuk

: 2 Mei 2015

Tanggal pemeriksaan

: 4 Mei 2015

3.2 Anamnesis
a. Keluhan Utama

Sesak napass

b. Keluhan Tambahan

Batuk, perut kembung

c. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang dengan keluhan sesak napas sejak 3 bulan SMRS dan memberat
sejak 1 minggu ini. Sesak tidak dipengaruhi oleh aktivitas, dan tidak berkurang
dengan istirahat. Pasien mengeluh mudah lelah, bahkan saat berbicara pasien hanya
sanggup menyampaikan satu atau dua kata karena merasa lelah. Pasien juga
mengeluhkan kaki bengkak dan perut kembung. Pasien juga mengalami batuk lebih
dari dua minggu juga, berdahak (+), darah (-), demam (+) terutama pada malam hari,
pasien pernah mengkonsumsi OAT dan sempat putus obat 2 tahun yang lalu, sekarang
mulai mengkonsumsi OAT .
d. Riwayat Penyakit Dahulu
pasien memiliki riwayat TB paru sejak kurang lebih 6 tahun yang lalu.
e. Riwayat Penyakit Keluarga

Suami pasien mempunyai riwayat Hipertensi (+), DM (-)


f. Riwayat penggunaan obat
pasien mengkonsumsi OAT sejak tahun 2009 dan putus berobat.
g. Riwayat Kebiasaan Sosial
pasien bekerja sebagai petani.
3.3 Pemeriksaan Fisik
a. Status Present
Keadaan Umum

:KurangBaik

Kesadaran

: Compos Mentis

Tekanan Darah

: 100/80 mmHg

Nadi

: 113 kali/menit, reguler

Frekuensi Nafas

: 32 kali/menit

Temperatur

: 36.6C (aksila)

b. Status General
Kulit
Warna

: Sawo matang

Turgor

: Cepat kembali (kurang dari 3 detik)

Ikterus

: (-)

Sianosis

: (-)

Kepala
Bentuk

: Kesan normocephali

Rambut

: Tersebar rata, sukar dicabut, berwarna hitam

Mata

: Cekung (-), refleks cahaya (+/+), sklera ikterik (-/-),


konj. palpebra inf pucat (+/+)

Telinga

: Sekret (-/-), perdarahan (-/-)

Hidung

: Sekret (-/-), perdarahan (-/-)

Mulut
Bibir

: Pucat (+), sianosis (-)

Gigi Geligi

: Karies (-), gigi tanggal (-)

Lidah

: Beslag (-), tremor (-)

Mukosa

: Kerinngg (+)

Tenggorokan

: Tonsil dalam batas normal

Faring

: Hiperemis (-)

Leher
Bentuk

: Kesan simetris

Kel. Getah Bening : Kesan simetris, pembesaran (-)


Peningkatan TVJ

: (-), R +2 cmH2O

Axilla
Pembesaran KGB

: (-)

Thorax
Thorax depan dan belakang
1. Inspeksi
Bentuk dan Gerak : Normochest, pergerakan simetris
Tipe Pernafasan

: Thoracoabdominal

Retraksi

:+

2. Palpasi
-

Pergerakan dada simetris

Nyeri tekan (-/-)

Suara fremitus taktil kanan = suarafremitus taktil kiri

3. Perkusi
-

Sonor (+/+)

Redup (-/-)

4. Auskultasi
-

Vesikuler (+/+)

Ronkhi (+/+) basah halus minimal

Wheezing (-/-)

Jantung
Inspeksi

: Iktus kordis tidak terlihat

Palpasi

: Iktus kordis teraba di ICS V sekitar satu cm lateral linea


midclavicula anterior sinistra

Perkusi

: Batas jantung atas

: di hemithorax sinistra ICS III

Batas jantung kanan

: di linea parasternalis dektra ICS V

Batas jantung kiri

: di ICS V sekitar satu cm lateral dari

linea axilaris anterior sinistra


Auskultasi

: BJ I > BJ II, regular, bising (-), gallop (+)

Abdomen
Inspeksi

: Simetris, Distensi (+)

Palpasi

: Nyeri tekan (+), undulasi (-), hepar teraba

Perkusi

: Timpani (+), shifting dullness (-), undulasi (-)

Auskultasi

: Peristaltik usus kesan normal

Genetalia

: Tidak dilakukan pemeriksaan

Ekstremitas
Ekstremitas
Sianotik
Edema
Ikterik
Gerakan
Tonus otot

Superior
Kanan
Kiri
+
+
Aktif
Aktif
Normotonu Normotonu

Sensibilitas
Atrofi otot
Akral dingin

s
N
-

s
N
-

Inferior
Kanan
Kiri
+
+
Aktif
Aktif
Normotonu Normotonu
s
N
-

3.4 Pemeriksaan Penunjang


3.4.1 Laboratorium
Jenis Pemeriksaan

1 April2015

s
N
-

Darah Rutin
Hemoglobin

12,4 g/dL

Hematokrit

39 %

Eritrosit

4,6 x 106/mm3

Leukosit

6.4 x 103/mm3

Trombosit

167 x 103U/L

Hitung Jenis:
Eos/Bas/N.Seg/Lim/Mon

2/1/66/20/12 (%)

Glukosa Darah Sewaktu

115

Protein total

6,5

Albumin

3,00

Globulin

4,00

Ginjal
Ureum
Kreatinin

41
0,50

Elektrolit
Natrium (Na)

133

Kalium (K)

03,2

Klorida (CI)

94

3.4.2 Elektrokardiografi (2-5-2015)

HR : 110 kali/menit, reguler


Irama: Sinus
Axis: RAD
Morfologi
Gel P : 0,08 detik
Interval PR : 0,16 detik
Komplek QRS : 0,12 detik
ST Elevasi : ST Depresi : T Inverted

:-

Q Patologis : LVH

:-

VES

:-

Kesimpulan: Sinus takikardi, HR 110 x/I, Right Axis Deviasi.

3.4 Echocardiographi

RA dan RV dilatasi
Trombosis (-)
Fungsi sistolik LV normal (EF 59%)
Fungsi diastol LV
Perikardium normal
Kesimpulan:

RA dan RV dilatasi
Trombosis (-)
Chhronic Cor Pulmonale
PH Moderate
3.5 Resume

Fungsi sistolik LV normal (EF


59%)
Fungsi diastol LV

Pasien datang dengan keluhan sesak napas yang


sudah dirasakan normal
sejak 3 bulan
Perikardium
yang lalu dan memberat sejak 1 minggu ini. Sesak tidak dipengaruhi oleh aktivitas.

Kesimpulan:

Pasien juga mengeluh dada terasa panas terus menerus. Pasien dalam keseharian
mudah lelah, bahkan saat berbicara hanya dapat menyampaikan
dua kata
Chhronic satu
Coratau
Pulmonale
karena terassa capek.

Moderate
Dari pemeriksaan secara umum tampakPH
pasien
dalam keadaan tidak baik,
vital sign respiratory rate Takipneu, tekanan darah 100/80 mmhg, dari pemeriksaan

RA

fisik didapatkan perkusi sonor dan ronki diseluruh lapangan paru, tampak ekstemitas
edema, dari pemeriksaan EKG irama Rytme, HR: 110 x/I, RAD.
3.6 Diagnosis Sementara
1. Cor pulmonale kronik + TB paru kasus kambuh
2. Perikarditis konstriktif
3. Kardiomiopati infiltrative
4. Stenosis pulmonal
5. Gagal jantung kanan akibat infark ventrikel kanan
6. Gagal jantung kanan akibat penyakit jantung bawaan
7. Defek septum ventrikel

3.7 penatalaksanaan
1. O2nasal kanul 3 L/I
2. IVFD RL 20 gtt/i
3. Dorner tab 1x1
4. Digoksin tab 1x1
5. Farsix tab 40mg 1x1
Terapi pulmo

6. Inj. Ranitidin 150mg/ 12 jam


7. OAT Rimstar 4FDC 1x3 tab
3.8 PROGNOSIS
Quo ad Vitam

: Dubia ad bonam

Quo ad Functionam

: Dubia ad bonam

Quo ad Sanactionam : Dubia ad bonam

BAB IV
DISKUSI KASUS

Manifestasi klinis dari cor pulmunal biasanya tidak spesifik, beberapa gejala
biasanya tidak muncul pada fase awal. Keluhan kelelahan, sesak, denyut jantung yang
cepat dan batuk juga dapat terjadi karena iskemik ventrikel kanan. Beberapa gejala
neurologis dapat timbul akibat menurunnya curah jantung dan hipoksemia Pada
tahap lanjut dapat terjadi kongestif hepar sekunder karena kegagalan ventrikel kanan
menyebabkan anoreksia, rasa tidak nyaman pada perut kanan atas, serta kekuningan
Peningkatan tekanan arteri pulmonalis dapat menyebabkan peningkatan tekanan
tekanan vena periver dan tekanan kapier. Dengan adanya peningkatan gradient
tekanan hidrostatik mengakibatkan terjadinya transudasi cairan yang terakumulasi
menjadi edema perifer. Hal ini sesuai dengann keadaan yang dikeluhkan oleh pasien,
yakni mengalami sesak, jantung berdebar.
Pemeriksaan fisik, pada auskultasi thorax, dapat terdengar wheezing maupun
rhonki mencerminkan penyakit paru yang mendasari terjadinya cor pulmonal, pada
perkusi suara hipersonor menjadi tanda PPOK yang mendasari cor pulmonal, asites
dapat timbul pada kasus yang berat. Menegakkan diagnosis cor pulmonal penting
untuk memperhatikan kemungkinan penyakit tromboemboli dan hipertensi pulmonal
sebagai etiologi, suit dipastikan untuk menegakkan cor pulmonal karena dari
kemampuan menegakkan hipertensi pulmonal dengan pemeriksaan fisik dan hasil
laboratorium tidaklah sensitif, kemajuan terbaru dalam 2-D ECHO memberikan
kemudahan untuk mendeteksi dan mendiagnosa suatu cor pulmonal. Pada hasil
pemeriksaan fisik yang dijumpai pada pasien, yakni pada auskultasi didapatkan
rhonki, galop dan distensi abdomen.
Terapi medis untuk cor pulmonal kronis umumnya

difokuskan pada

pengobatan penyakit paru yang mendasarinya dan meningkatkan oksigenasi serta


fungsi ventrikel kanan dengan meningkatkan kontraktilitas ventrikel kanan dan

mengurangi vasokontriksi pulmonal Terapi oksigen, diuretic, vasodilator dan


antikoagulasi merupakan modalitas berbeda yang dapat digunakan pada terapi jangka
panjang cor pulmonale kronik. Terapi oksigen sangat penting pada pasien dengan
penyakit paru kronik yang mendasarinya. Terapi oksigen dapat mengurangi
vasokonstriksi pulmonal akibat hipoksia yang kemudian dapat meningkatkan curah
jantung, meredakan hipoksemia jaringan dan meningkatkan perfusi ginjal, hal ini
sesuai dengan terapi yang diberikan pada pasien, yakni doner, farsix dan digoxsin

DAFTAR PUSTAKA
1. Dienstag, Jules L. Viral Hepatitis. Kasper, Braunwald, Fauci, et all. In
Harrisons : Principles of Internal Medicine : 1822-37. McGraw-Hill,
Medical Publishing Division, 2005.
2. Isselbacher, Kurt. Hepatology. Thomas D Boyer MD, Teresa L Wright
MD, Michael P Manns MD A Textbook of Liver Disease. Fifth Edition.
Saunders Elsevier. Canada. 2006
3. Hanifah Oswari,Tinjauan Multi Aspek Hepatitis B pada Anak Tinjauan
Komprehensif Hepatitis Virus pada Anak. Balai penerbit FKUI, Jakarta,
2000
4. Lina Herlina Soemara, Vaksinasi Hepatitis B Tinjauan Komprehensif
Hepatitis Virus pada Anak. Balai penerbit FKUI, Jakarta, 2000
5. Julfina Bisanto. Hepatitis virus Diagnosis dan Tatalaksana Penyakit
Anak dengan Gejala Kuning. Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUIRSCM. Jakarta. 2007
6. Steffen R (Oktober 2005). "Changing travel-related global epidemiology
of

hepatitis

A".

Am.

J.

Med.

doi:10.1016/j.amjmed.2005.07.016.

118

Suppl

10A:

PMID

46S49S.
16271541.

http://linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/S0002-9343(05)00609-1.
Diakses tanggal 11 Januari 2010
7. http://www.emedicinehealth.com/hepatitis_a/page2_em.htm. Diakses
tanggal 11 Januari 2010
8. Caruntu FA, Benea L (September 2006). "Acute hepatitis C virus
infection: Diagnosis, pathogenesis, treatment". Journal of Gastrointestinal
and Liver Diseases : JGLD 15 (3): 24956. PMID 17013450.
http://www.jgld.ro/32006/32006_7.html. Diakses tanggal 17 Januari 2010.

Anda mungkin juga menyukai