Disusun oleh :
Cut Shelfi Oktarina H
090710105007
Pembimbing :
Dr. Fouzal Aswad Sp.JP
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat, rahmat
dan hidayah-Nya, penyusunan tugas referat ini telah dapat diselesaikan. Selanjutnya
shalawat dan salam penulis haturkan ke pangkuan Nabi Muhammad SAW yang telah
membimbing umat manusia dari alam kegelapan ke alam yang penuh dengan ilmu
pengetahuan.
Adapun tugas laporan kasus mengenai COR ULMONAL KRONIK ini
diajukan sebagai salah satu tugas dalam menjalani Kepaniteraan Klinik Senior pada
Bagian/SMF kardiologi Fakultas Kedokteran Unsyiah / BLUD RSU dr. Zainoel
Abidin.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Dr.T.Zulfikar Sp.P yang telah
bersedia meluangkan waktu membimbing kami untuk tugas laporan kasus ini. Kami
juga mengucapkan terima kasih kepada para sahabat dan rekan-rekan yang telah
memberikan dorongan moril dan materil sehingga tugas ini dapat selesai pada
waktunya.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN.
Definisi
2.2.
2.3.
Patogenesis .........
2.4.
Diagnosis ............
11
2.5.
Penatalaksanaan ......
15
2.6.
Komplikasi .............
17
2.7.
Prognosa. ........................
13
24
BAB IV KESIMPULAN
41
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Kor pulmonal merupakan suatu keadaan timbulnya hipertrofi dan dilatasi
ventrikel kanan akibat hipertensi pulmonal yang disebabkan oleh penyakit yang
menyerang struktur, fungsi paru, atau pembuluh darah pulmonal yang dapat berlanjut
menjadi gagal jantung kanan.1,2 Menurut World Health Organization (WHO), definisi
kor pulmonal adalah keadaan patologis dengan hipertrofi ventrikel kanan yang
disebabkan oleh kelainan fungsional dan struktur paru. Tidak termasuk kelainan
karena penyakit jantung primer pada jantung kiri dan penyakit jantung kongenital
(bawaan).3 Istilah hipertrofi yang bermakna sebaiknya diganti menjadi perubahan
struktur dan fungsi ventrikel kanan.
Dikarenakan paru berkorelasi dalam sirkuit kardiovaskuler antara ventrikel
kanan dengan bagian kiri jantung, perubahan pada struktur atau fungsi paru akan
mempengaruhi secara selektif jantung kanan. Patofisiologi akhir yang umum yang
menyebabkan kor pulmonal adalah peningkatan dari resistensi aliran darah melalui
sirkulasi paru dan mengarah pada hipertensi arteri pulmonal.4
Kor pulmonal dapat terjadi secara akut maupun kronik. Penyebab kor
pulmonal akut tersering adalah emboli paru masif sedangkan kor pulmonal kronik
sering disebabkan oleh penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Pada kor pulmonal
kronik umumnya terjadi hipertrofi ventrikel kanan sedangkan pada kor-pulmonal akut
terjadi dilatasi ventrikel kanan.1
Insidens yang tepat dari kor pulmonal tidak diketahui karena seringkali terjadi
tanpa dapat dikenali secara klinis. Diperkirakan insidens kor pulmonal adalah 6%
sampai 7% dari seluruh penyakit jantung. 4 Di Inggris terdapat sedikitnya 0,3%
populasi dengan resiko terjadinya kor pulmonal pada populasi usia lebih dari 45
tahun dan sekitar 60.000 populasi telah mengalami hipertensi pulmonal yang
membutuhkan terapi oksigen jangka panjang.5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Kor pulmonal sering disebut sebagai penyakit jantung paru, didefinisikan
sebagai dilatasi dan hipertrofi ventrikel kanan akibat adanya penyakit parenkim
paru atau pembuluh darah paru.1,2
Menurut WHO, definisi kor pulmonal adalah keadaan patologis dengan
ditemukannya hipertrofi ventrikel kanan yang disebabkan oleh kelainan
fungsional dan struktur paru, tidak termasuk kelainan karena penyakit jantung
primer pada jantung kiri dan penyakit jantung kongenital (bawaan).3
Penyakit yang menjadi penyebab utama dari kor pulmonal kronis adalah PPOK,
diperkirakan 80-90% kasus.1
2.3. Patogenesis
Penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan kor pulmonal adalah penyakit
yang secara primer menyerang pembuluh darah paru-paru, seperti emboli paruparu berulang, dan penyakit yang mengganggu aliran darah paru-paru akibat
penyakit pernapasan obstruktif atau restriktif.6
Apapun penyakit awalnya, sebelum timbul kor pulmonal biasanya terjadi
peningkatan resistensi vaskuler paru dan hipertensi pulmonal. Hipertensi
pulmonal pada akhirnya meningkatkan beban kerja dari ventrikel kanan,
sehingga mengakibatkan hipertrofi dan kemudian gagal jantung. Titik kritis dari
rangkaian kejadian ini nampaknya terletak pada peningkatan resistensi vaskuler
paru pada arteri dan arteriola kecil.6
Dua mekanisme dasar yang mengakibatkan peningkatan resistensi vaskuler
paru adalah: (1) vasokontriksi dari pembuluh darah pulmonal akibat adanya
hipoksia dan (2) obstruksi dan/atau obliterasi jaringan vaskular paru-paru.
Hipoksia alveolar (jaringan) memberikan rangsangan yang kuat untuk
menimbulkan vasokontriksi pulmonal daripada hipoksemia. Selain itu, hipoksia
alveolar kronik memudahkan terjadinya hipertrofi otot polos arteriola paru-paru,
sehingga timbul respon yang lebih kuat terhadap hipoksia akut. Asidosis,
hiperkapnia, dan hipoksemia bekerja secara sinergistik dalam menimbulkan
vasokontriksi. Viskositas (kekentalan) darah yang meningkat akibat polisitemia
dan peningkatan curah jantung yang dirangsang oleh hipoksia kronik dan
hiperkapnia, juga ikut meningkatkan tekanan arteri paru.6
Mekanisme kedua yang turut meningkatkan resistensi vaskuler dan
tekanan arteri paru adalah bentuk anatomisnya. Emfisema ditandai oleh
kerusakan bertahap dari struktur alveolar dengan pembentukan bula dan
obliterasi total dari kapiler-kapiler disekitarnya. Hilangnya pembuluh darah
secara permanen menyebabkan berkurangnya anyaman vaskuler. Selain itu, pada
penyakit obstruktif, pembuluh darah paru juga tertekan dari luar karena efek
mekanik dari volume paru yang besar. Tetapi, peranan obstruksi dan obliterasi
anatomik terhadap anyaman vaskuler diperkirakan tidak sepenting vasokontriksi
hipoksik dalam patogenesis kor pulmonal. Kira-kira duapertiga sampai
tigaperempat dari anyaman vaskuler harus mengalami obstruksi atau rusak
sebelum terjadi peningkatan tekanan arteri paru yang bermakna. Asidosis
respiratorik kronik terjadi pada beberapa penyakit pernapasan dan penyakit
obstruktif sebagai akibat hipoventilasi alveolar umum atau akibat kelainan
perfusi-ventilasi.6 Setiap penyakit paru memengaruhi pertukaran gas, mekanisme
ventilasi, atau jaringan vaskular paru dapat mengakibatkan kor pulmonal.4,6,9
Patogenesis kor pulmonal sangat erat kaitannya dengan hipertensi
pulmonal dan tidak bisa dipisahkan satu dengan lainnya. Adanya gangguan pada
parenkim paru, kinerja paru, maupun sistem peredaran darah paru secara akut
maupun kronik dapat menyebabkan terjadinya hipertensi pulmonal.9
Hipertensi pulmonal dapat diartikan sebagai penyakit arteri kecil pada
paru yang ditandai dengan proliferasi vaskuler dan remodeling. Hal ini pada
akhirnya dapat menyebabkan meningkatnya resistensi pembuluh darah paru yang
mengakibatkan terjadinya gagal ventrikel kanan dan kematian. Hipertensi
pulmonal dibagi menjadi primer dan sekunder. Hipertensi pulmonal primer
adalah hipertensi pulmonal yang tidak disebabkan oleh adanya penyakit jantung,
parenkim paru, maupun penyakit sistemik yang melatarbelakanginya. Hipertensi
pulmonal lain selain kriteria tersebut disebut hipertensi pulmonal sekunder.10
Hipertensi pulmonal akibat komplikasi kronis paru (sekunder) didefinisikan
sebagai peningkatan rata-rata tekanan arteri pulmonal (TAP) istirahat, yakni >20
mmHg. Pada hipertensi pulmonal primer angka ini lebih tinggi yakni >25
mmHg. Pada pasien muda (<50 tahun) TAP normalnya berada pada kisaran 1015 mmHg. Dengan bertambahnya usia TAP akan meningkat kurang lebih 1
mmHg setiap 10 tahun. Selain dipengaruhi usia TAP juga dipengaruhi oleh
aktivitas. Semakin berat aktivitas maka TAP akan semakin meningkat. Pada
aktivitas ringan TAP dapat meningkat >30 mmHg. Melihat hal tersebut maka
pemeriksaan TAP harus dilakukan saat pasien dalam keadaan istirahat dan rileks.2
Terdapat tiga faktor yang telah diketahui dalam mekanisme terjadinya
hipertensi pulmonal yang menyebabkan meningkatnya resistensi vaskular.
Ketiganya adalah mekanisme vasokonstriksi, remodeling dinding pembuluh
darah pulmonal, dan trombosis in situ. Ketiga mekanisme ini terjadi akibat
adanya dua faktor yakni gangguan produksi zat-zat vasoaktif seperti, nitric oxide
dan prostacyclin, serta akibat ekspresi berlebihan secara kronis dari mediator
vasokonstriktor seperti, endothelin- 1. Dengan diketahuinya mekanisme tersebut
maka pengobatan terhadap hipertensi pulmonal menjadi lebih terang yakni
dengan pemberian preparat nitric oxide, derivat prostacyclin, antagonis reseptor
endothelin-1, dan inhibitor phosphodiesterase-5.4,10
Fase
Deskripsi
Pada fase ini belum nampak gejala
Fase 1
klinis
yang
jelas,
selain
dan
sejenisnya.
didapatkan
kebiasaan
banyak merokok.
napas
menanjak
ketika
atau
setelah
berjalan
banyak
kelainan
berupa,
kering,
diafragma
mengi.
rendah
dan
Letak
denyut
menunjukkan
berkurangnya
corakan
dan
mendatar,
posisi
nampak
gejala
jantung vertikal.
Pada
fase
hipoksemia
ini
yang
lebih
jelas.
Vasokonstriksi
Hipertensi Pulmonal
kronis
Hipertrofi dan dilatasi ventrikel kanan
Kor pulmonal
2.4. Diagnosis
Diagnosis kor pulmonal dapat ditegakkan jika terbukti terdapat adanya
hipertensi pulmonal akibat dari kelainan fungsi dan atau struktural paru. Untuk
menegakkan diagnosis kor pulmonal secara pasti maka dilakukan prosedur
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang secara tepat. Pada
anamnesis dan pemeriksaan fisik pemeriksa dapat menemukan data-data yang
mendukung ke arah adanya kelainan paru baik secara struktural maupun fungsional.
Adanya hipertensi pulmonal tidak dapat ditegakkan secara pasti dengan hanya
pemeriksaan fisik dan anamnesis tetapi membutuhkan pemeriksaan penunjang.
2.4.1. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
Perlu dilakukan anamnesis yang teliti ada tidaknya penyakit paru yang
mendasari dan jenis kelainan paru seperti batuk kronik yang produktif, sesak
nafas waktu beraktifitas, nafas yang berbunyi, mudah lelah. Pada fase awal
berupa pembesaran ventrikel kanan, tidak menimbulkan keluhan jadi lebih
banyak keluhan akibat penyakit parunya. Keluhan akibat pembesaran ventrikel
kanan baru timbul bila sudah ada gagal jantung kanan misalnya edema dan nyeri
parut kanan atas. Infeksi paru sering mencetuskan gagal jantung, hipersekresi
branchus, edema alveolar, serta bronkospasme yang menurunkan ventilasi paru
lalu timbul gagal jantung kanan.
Dispnea merupakan gejala yang paling umum terjadi, biasanya karena
adanya peningkatan kerja pernapasan akibat adanya perubahan dalam elastisitas
paru-paru (fibrosis penyakit paru) atau adanya over inflasi pada penyakit PPOK).
Nyeri dada atau angina juga dapat terjadi. Hal ini terjadi disebabkan oleh iskemia
pada ventrikel kanan atau teregangnya arteri pulmonalis. Hemoptisis, karena
rupturnya arteri pulmonalis yang sudah mengalami arteroslerotik atau terdilatasi
akibat hipertensi pulmonal juga dapat terjadi. Bisa juga ditemukan variasi gejalagejala neurologis, akibat menurunnya curah jantung dan hipoksemia.12
gelombang
di
sadapan
prekordial
yang
dapat
yang
mendasari
(kecemasan,
hipoksemia,
gangguan
Ekokardiografi
Salah satu pencitraan yang bisa digunakan untuk melakukan
penegakan diagnosis kor pulmonal adalah dengan ekokardiografi. Dari
hasil ekokardiografi dapat ditemukan dimensi ruang ventrikel kanan yang
membesar, tapi struktur dan dimensi ventrikel kiri normal. Pada gambaran
ekokardiografi katup pulmonal, gelombang a hilang, menunjukkan
hipertensi pulmonal. Kadang-kadang dengan pemeriksaan ekokardiografi
susah terlihat katup pulmonal karena accoustic window sempit akibat
penyakit paru.14
baring
sangat
penting
untuk
mencegah
memburuknya
bagaimana
terapi
oksigen
dapat
menigkatkan
2.6. Komplikasi
Komplikasi dari cor pulmonale adalah bisa terjadi syncope, hypoxia, pedal
edema, passive hepatic congestion dan kematian.
2.7. Prognosis
Prognosis kor pulmonal yang disebabkan oleh PPOK lebih baik dari
prognosis kor pulmonal yang disebabkan oleh penyakit paru lain seperti
"restrictive pulmonary disease", dan kelainan pembuluh darah paru. Forrer
mengatakan penderita kor pulmonal masih dapat hidup antara 5 sampai 17 tahun
setelah serangan pertama kegagalan jantung kanan, asalkan mendapat
pengobatan yang baik. Padmavati dkk di India mendapatkan angka antara 14
tahun. Sadouls di Perancis mendapatkan angka 10 sampai 12 tahun.3
BAB III
LAPORAN KASUS
: Ny. Abidah
: 54 tahun
: Lhoong
: Perempuan
: Ibu Rumah Tangga
: Aceh
: 1-05-02-70
Tanggal Masuk
: 2 Mei 2015
Tanggal pemeriksaan
: 4 Mei 2015
3.2 Anamnesis
a. Keluhan Utama
Sesak napass
b. Keluhan Tambahan
:KurangBaik
Kesadaran
: Compos Mentis
Tekanan Darah
: 100/80 mmHg
Nadi
Frekuensi Nafas
: 32 kali/menit
Temperatur
: 36.6C (aksila)
b. Status General
Kulit
Warna
: Sawo matang
Turgor
Ikterus
: (-)
Sianosis
: (-)
Kepala
Bentuk
: Kesan normocephali
Rambut
Mata
Telinga
Hidung
Mulut
Bibir
Gigi Geligi
Lidah
Mukosa
: Kerinngg (+)
Tenggorokan
Faring
: Hiperemis (-)
Leher
Bentuk
: Kesan simetris
: (-), R +2 cmH2O
Axilla
Pembesaran KGB
: (-)
Thorax
Thorax depan dan belakang
1. Inspeksi
Bentuk dan Gerak : Normochest, pergerakan simetris
Tipe Pernafasan
: Thoracoabdominal
Retraksi
:+
2. Palpasi
-
3. Perkusi
-
Sonor (+/+)
Redup (-/-)
4. Auskultasi
-
Vesikuler (+/+)
Wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Abdomen
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Genetalia
Ekstremitas
Ekstremitas
Sianotik
Edema
Ikterik
Gerakan
Tonus otot
Superior
Kanan
Kiri
+
+
Aktif
Aktif
Normotonu Normotonu
Sensibilitas
Atrofi otot
Akral dingin
s
N
-
s
N
-
Inferior
Kanan
Kiri
+
+
Aktif
Aktif
Normotonu Normotonu
s
N
-
1 April2015
s
N
-
Darah Rutin
Hemoglobin
12,4 g/dL
Hematokrit
39 %
Eritrosit
4,6 x 106/mm3
Leukosit
6.4 x 103/mm3
Trombosit
167 x 103U/L
Hitung Jenis:
Eos/Bas/N.Seg/Lim/Mon
2/1/66/20/12 (%)
115
Protein total
6,5
Albumin
3,00
Globulin
4,00
Ginjal
Ureum
Kreatinin
41
0,50
Elektrolit
Natrium (Na)
133
Kalium (K)
03,2
Klorida (CI)
94
:-
Q Patologis : LVH
:-
VES
:-
3.4 Echocardiographi
RA dan RV dilatasi
Trombosis (-)
Fungsi sistolik LV normal (EF 59%)
Fungsi diastol LV
Perikardium normal
Kesimpulan:
RA dan RV dilatasi
Trombosis (-)
Chhronic Cor Pulmonale
PH Moderate
3.5 Resume
Kesimpulan:
Pasien juga mengeluh dada terasa panas terus menerus. Pasien dalam keseharian
mudah lelah, bahkan saat berbicara hanya dapat menyampaikan
dua kata
Chhronic satu
Coratau
Pulmonale
karena terassa capek.
Moderate
Dari pemeriksaan secara umum tampakPH
pasien
dalam keadaan tidak baik,
vital sign respiratory rate Takipneu, tekanan darah 100/80 mmhg, dari pemeriksaan
RA
fisik didapatkan perkusi sonor dan ronki diseluruh lapangan paru, tampak ekstemitas
edema, dari pemeriksaan EKG irama Rytme, HR: 110 x/I, RAD.
3.6 Diagnosis Sementara
1. Cor pulmonale kronik + TB paru kasus kambuh
2. Perikarditis konstriktif
3. Kardiomiopati infiltrative
4. Stenosis pulmonal
5. Gagal jantung kanan akibat infark ventrikel kanan
6. Gagal jantung kanan akibat penyakit jantung bawaan
7. Defek septum ventrikel
3.7 penatalaksanaan
1. O2nasal kanul 3 L/I
2. IVFD RL 20 gtt/i
3. Dorner tab 1x1
4. Digoksin tab 1x1
5. Farsix tab 40mg 1x1
Terapi pulmo
: Dubia ad bonam
Quo ad Functionam
: Dubia ad bonam
BAB IV
DISKUSI KASUS
Manifestasi klinis dari cor pulmunal biasanya tidak spesifik, beberapa gejala
biasanya tidak muncul pada fase awal. Keluhan kelelahan, sesak, denyut jantung yang
cepat dan batuk juga dapat terjadi karena iskemik ventrikel kanan. Beberapa gejala
neurologis dapat timbul akibat menurunnya curah jantung dan hipoksemia Pada
tahap lanjut dapat terjadi kongestif hepar sekunder karena kegagalan ventrikel kanan
menyebabkan anoreksia, rasa tidak nyaman pada perut kanan atas, serta kekuningan
Peningkatan tekanan arteri pulmonalis dapat menyebabkan peningkatan tekanan
tekanan vena periver dan tekanan kapier. Dengan adanya peningkatan gradient
tekanan hidrostatik mengakibatkan terjadinya transudasi cairan yang terakumulasi
menjadi edema perifer. Hal ini sesuai dengann keadaan yang dikeluhkan oleh pasien,
yakni mengalami sesak, jantung berdebar.
Pemeriksaan fisik, pada auskultasi thorax, dapat terdengar wheezing maupun
rhonki mencerminkan penyakit paru yang mendasari terjadinya cor pulmonal, pada
perkusi suara hipersonor menjadi tanda PPOK yang mendasari cor pulmonal, asites
dapat timbul pada kasus yang berat. Menegakkan diagnosis cor pulmonal penting
untuk memperhatikan kemungkinan penyakit tromboemboli dan hipertensi pulmonal
sebagai etiologi, suit dipastikan untuk menegakkan cor pulmonal karena dari
kemampuan menegakkan hipertensi pulmonal dengan pemeriksaan fisik dan hasil
laboratorium tidaklah sensitif, kemajuan terbaru dalam 2-D ECHO memberikan
kemudahan untuk mendeteksi dan mendiagnosa suatu cor pulmonal. Pada hasil
pemeriksaan fisik yang dijumpai pada pasien, yakni pada auskultasi didapatkan
rhonki, galop dan distensi abdomen.
Terapi medis untuk cor pulmonal kronis umumnya
difokuskan pada
DAFTAR PUSTAKA
1. Dienstag, Jules L. Viral Hepatitis. Kasper, Braunwald, Fauci, et all. In
Harrisons : Principles of Internal Medicine : 1822-37. McGraw-Hill,
Medical Publishing Division, 2005.
2. Isselbacher, Kurt. Hepatology. Thomas D Boyer MD, Teresa L Wright
MD, Michael P Manns MD A Textbook of Liver Disease. Fifth Edition.
Saunders Elsevier. Canada. 2006
3. Hanifah Oswari,Tinjauan Multi Aspek Hepatitis B pada Anak Tinjauan
Komprehensif Hepatitis Virus pada Anak. Balai penerbit FKUI, Jakarta,
2000
4. Lina Herlina Soemara, Vaksinasi Hepatitis B Tinjauan Komprehensif
Hepatitis Virus pada Anak. Balai penerbit FKUI, Jakarta, 2000
5. Julfina Bisanto. Hepatitis virus Diagnosis dan Tatalaksana Penyakit
Anak dengan Gejala Kuning. Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUIRSCM. Jakarta. 2007
6. Steffen R (Oktober 2005). "Changing travel-related global epidemiology
of
hepatitis
A".
Am.
J.
Med.
doi:10.1016/j.amjmed.2005.07.016.
118
Suppl
10A:
PMID
46S49S.
16271541.
http://linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/S0002-9343(05)00609-1.
Diakses tanggal 11 Januari 2010
7. http://www.emedicinehealth.com/hepatitis_a/page2_em.htm. Diakses
tanggal 11 Januari 2010
8. Caruntu FA, Benea L (September 2006). "Acute hepatitis C virus
infection: Diagnosis, pathogenesis, treatment". Journal of Gastrointestinal
and Liver Diseases : JGLD 15 (3): 24956. PMID 17013450.
http://www.jgld.ro/32006/32006_7.html. Diakses tanggal 17 Januari 2010.