Anda di halaman 1dari 14

2.

Pengertian Zakat
Secara etimologi zakat berasal dari - - yang berarti suci atau bersih.74
Sedangkan zakat mal menurut para Ulama Imam Madzhab adalah:
a. Menurut Madzhab Imam Syafii
Zakat itu ialah harta tertentu dikeluarkan dari suatu harta tertentu dengan cara
tertentu pula.
b. Menurut Madzhab Imam Hanafi
Zakat mal adalah ialah pemberian harta karena Allah, agar dimiliki orang fakir
yang beragama Islam selain dari bani Hasyim atau bekas budaknya, dengan
ketentuan manfaat dan harta harus terputus dari pemiliknya yang asli dengan cara
apapun.
c. Menurut Madzhab Imam Maliki
Zakat itu ialah mengeluarkan bahagian tertentu dari harta tertentu pula, yang telah
mencapai satu nisab pula, diberikan kepada orang yang berhak menerimanya,
yakni apabila harta itu merupakan milik penuh si pemberi, dan telah berulang
tahun bagi selain barang tambang dan hasil pertanian.
d. Menurut Madzhab Imam Hambali
Zakat ialah hak yang wajib dikeluarkan dari suatu harta.1
Sedang secara terminologi pengertian zakat didefinisikan sebagai berikut:
b. Dalam ensiklopedi al-Quran dinyatakan bahwa:
Menurut istilah hukum Islam zakat itu maksudnya mengeluarkan
sebagian harta diberikan kepada yang berhak menerimanya, supaya harta yang
ditinggal menjadi harta yang bersih dan orang yang mempunyai harta menjadi
suci jiwa dan tingkah lakunya. 2
c. Menurut Sayyid Sabiq dalam buku Fiqih Sunnah dinyatakan bahwa: Zakat
adalah nama atau sebutan dan sesuatu hak Allah Taala yang dikeluarkan
seseorang kepada fakir miskin. Dinamakan zakat, karena didalamnya terkandung
harapan untuk memperoleh berkah, membersihkan jiwa dan memupuknya dengan
berbagai kebajikan.3

1 Dr. Syauqi Ismailsyahhatih, Penerapan Zakat dalam Dunia Modern, Alih bahasa: Anshori
Umar Sitanggal, Pustaka Dian dan Antar Kota, Jakarta, 1987, hlm 17-19.
2 Fahruddin HS., Ensiklopedi Islam, Buku II, Rinneka Cipta, Jakarta, 1992, hlm 618.
3 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, Jilid III, Alih Bahasa: Mahyuddin Syaf, PT. Al-Maarif, Bandung,
1996, hlm. 5.
Dari beberapa pendapat di atas, penulis dapat menarik kesimpulan bahwa
zakat adalah memberikan sebagian harta tertentu oleh orang yang telah memenuhi
syarat-syaratnya, kepada orang-orang tertentu.
Dengan demikian pengertian ibadah zakat adalah memberikan sebagian
harta tertentu oleh orang yang telah memenuhi syarat-syaratnya, kepada orang-
orang tertentu dengan hanya mengharap keridloan Allah SWT.

B. Tahapan Perintah dan Pelaksanaan Zakat


Allah SWT adalah pemilik seluruh alam raya dan segala isinya, termasuk
pemilik harta benda. Seseorang yang beruntung memperolehnya pada hakekatnya
hanya menerima titipan sebagai amanat untuk disalurkan dan dibelanjakan sesuai
dengan kehendak pemilik-Nya, yaitu Allah SWT.
Nas al-Quran tentang zakat diturunkan dalam dua periode (tahapan),
yaitu periode Mekah sebanyak delapan ayat, diantaranya terdapat dalam surat
73/al-Muzammil ayat 20, surat 98/al-Bayyinah ayat 5. Selebihnya ayat tentang
zakat diturunkan dalam periode Madinah. Ayat-ayat tentang zakat tersebut
terdapat dalam berbagai surat antara lain terdapat dalam surat 2/al-Baqarah ayat
43, surat 5/al-Maidah ayat 12.4
Perintah zakat yang diturunkan pada periode Mekah, sebagaiman
terdapat dalam kedua ayat tersebut di atas baru merupakan anjuran untuk berbuat
baik kepada fakir miskin dan orang-orang yang membutuhkan bantuan.
Sedangkan yang diturunkan pada periode Madinah, perintah tersebut telah telah
menjadi kewajiban mutlak (ilzami).
Kewajiban zakat sangat penting dalam Islam. Menunaikannya tidak
hanya diserahkan kepada kesadaran pribadi yang akan menyerahkan, tetapi
pemimpin masyarakat diperintahkan untuk memungutnya, dan jika mereka
enggan mengeluarkannya, maka yang bertugas berhak mengambilnya secara
paksa. Sebagaimana yang terjadi pada masa pemerintahan Abu Bakar Ash Shiddiq
ra. Kewajiban mengeluarkan zakat bukan hanya menjadi kewajiban yang
ditaklifkan kepada umat sebelumnya. Ia adalah rukun dari setiap agama samawi.

4 Dr. Abdurrachman Qadir, MA, Zakat Dalam dimensi Mahdhah dan Sosial, PT Raja Grafindo,
Jakarta, 1998, halaman 44.
Adapun tahapan perintah dan pelaksanaan zakat dapat diuraikan sebagai
berikut:
1. Pada masa Rasulullah SAW
Pelaksanaan zakat didasarkan pada firman Allah SWT dalam Surat at-
Taubah ayat 60:

Artinya : Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-


orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk
(memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan
orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang
diwajibkan Allah; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (Q.S. At-
Taubah : 60)
Ibadah zakat terdiri atas dua konsep, yaitu konsep teoritik dan operasional.
Pada konsep operasional secara umum telah digariskan dalam al-Quran antara
lain termaktub dalam surat at-Taubah ayat 103.



Artinya: Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
mensucikan dan mentazkiyahkan mereka, dan berdoalah untuk mereka,
sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka, dan Allah
Maha Mendengar lagi Maha mengetahui. (Q.S. At-Taubah : 103)
Demikian pula petunjuk yang telah dicontohkan oleh Nabi sendiri serta
para Khulafa al-Rasyidin.
Ibadah zakat tidak sekedar amal karitatif (kedermawanan), tetapi ia suatu
kewajiban otoritatif (ijbari). Oleh karena itu pelaksanaan zakat tidak seperti
ibadah-ibadah lainnya seperti shalat, puasa dan haji yang telah dibakukan dengan
nas yang penerapannya dipertanggungjawabkan kepada masing-masing. Ibadah
zakat dipertanggungjawabkan kepada pemerintah, karena dalam pengamalannya
lebih berat dibanding ibadah-ibadah lain.
Syariat zakat pada masa Rasul SAW baru diterapkan secara efektif pada
tahun kedua hijriyah. Ketika itu Nabi SAW telah mengemban dua fungsi, yaitu
sebagai Rasullah dan Pemimpin Umat. Zakat juga mempunyai dua fungsi, yaitu
ibadah bagi muzakki (pemberi zakat) dan sumber utama pendapatan negara.
Dalam pengelolaannya Nabi sendiri turun tangan memberikan contoh dan
petunjuk operasionalnya.5
Tentang prosedur pengumpulan dan pendistribusiannya, untuk daerah di
luar kota Madinah, Nabi mengutus petugas untuk mengumpulkan dan
menyalurkan zakat. Di antara petugas itu adalah Muaz Ibn Jabal untuk memungut
dan mendistribusikan zakat dari dan untuk penduduk Yaman.
Para petugas yang ditunjuk oleh Nabi itu dibekali dengan petunjuk-
petunjuk teknis opersional dan bimbingan serta peringatan keras dan ancaman
sanksi agar dalam pelaksanaan dan pengelolaan zakat benar-benar dapat berjalan
dengan sebaik-baiknya.
2. Pada masa Khalifah Abu Bakar (11-13 H/632-634 M)
Khalifah Abu Bakar melanjutkan tugas Nabi, terutama tugas-tugas
pemerintahan (Khilafah) khususnya dalam mengembangkan ajaran agama Islam,
termasuk menegakkan syariat zakat yang telah ditetapkan sebagai sendi (rukun)
Islam yang penting dan strategis.
Khalifah Abu Bakar memandang masalah ini sangat serius, karena fungsi
zakat sebagai pajak dan sumber utama pendapatan negara. Pada masa Nabi masih
hidup zakat berjalan dengan baik dan lancar, sehingga tugas-tugas Nabi, baik
sebagai Rasul maupun sebagai Pemimpin negara dan masyarakat dapat berjalan
lancar karena dukungan keuangan dari berbagai sumber pendapatan, terutama dari
sektor zakat.
Dalam pelaksanaan dan pengelolaan zakat, Khalifah Abu Bakar langsung
turun tangan dan mengangkat beberapa petugas (amil zakat) di seluruh wilayah
kekuasaan Islam waktu itu, sehingga pemungutan dan penyaluran harta zakat
berjalan dengan baik.
3. Pada masa Khalifah Umar Ibn Al-Khattab (13-25 H/634-644 M)

5 Dr. Abdurrachman Qadir, MA, Op. Cit., hlm. 88-90.


Pemungutan dan pengelolaan zakat pada masa Khalifah Umar Ibn al-
Khattab ini makin diintensifkan sehingga penerimaan harta zakat makin
meningkat, karena semakin banyak jumlah para wajib zakat dengan pertambahan
dan perkembangan ummat Islam di pelbagai wilayah yang ditaklukkan.
Perhatian Khalifah Umar terhadap pelaksanaan zakat sangat besar. Untuk
itu ia selalu mengontrol para petugas amil zakat dan mengawasi keamanan gudang
penyimpanan harta zakat, khususnya harta-harta zahirah (terlihat). Untuk itu
beliau tidak segan-segan mengeluarkan ancaman akan menindak tegas petugas
yang lalai atau menyalahgunakan harta zakat.
Program pengentasan kemiskinan dengan menempuh praktek zakat itu
ternyata membawa hasil yang gemilang. Bahkan masyarakatnya tidak ada lagi
yang mau menerima zakat lantaran penduduknya telah hidup berkecukupan
semua.6
Meskipun penerimaan harta zakat melimpah ruah, karena semakin
luasnya wilayah Islam, namun kehidupan ekonomi Khalifah tetap sederhana
seperti sebelum ia menjabat sebagai Khalifah.
4. Pada masa Khalifah Usman Ibn Affan (24-36 H/644-656 M)
Dalam periode ini, penerimaan zakat makin meningkat lagi, sehingga
gudang Baitulmal penuh dengan harta zakat. Untuk itu Khalifah sekali-kali,
memberi wewenang kepada para wajib zakat untuk atas nama Khalifah
menyerahkan sendiri zakatnya langsung kepada yang berhak.
Bagi Khalifah, urusan zakat ini demikian penting, untuk itu beliau
mengangkat pejabat yang khusus menanganinya yaitu Zaid Ibn Tsabit, sekaligus
mengangkatnya mengurus lembaga keuangan negara (Baitulmal).
Pelaksanaan pemungutan dan pendistribusian zakat makin lancar dan
meningkat. Harta zakat yang terkumpul segera terbagi-bagi kepada yang berhak
menerimanya, sehingga hampir tidak terdapat sisa harta zakat yang tersimpan
dalam Baitulmal.
5. Pada masa Khalifah Ali Ibn Abi Thalib (36-41 H/656-661 M)
Ali Ibn Abi Thalib dibaiat menjadi khalifah setelah lima hari
terbunuhnya Khalifah Usman Ibn Affan. Sejak awal pemerintahanya, ia
mengahaapi persoalan yang sangat kompleks, yaitu masalah politik dan

6 Drs. Nipan Abdul Halim, Mengapa Zakat Disyariatkan, M2S, Bandung, 2001, halaman 38-39.
perpecahan dalam masyarakat sebagai akibat terjadinya pembunuhan atas diri
Khalifah Utsman.
Meskipun dalam situasi politik yang goncang itu, Ali Ibn Abi Thalib
tetap mencurahkan perhatian yang besar mengenai permasalahan zakat yang
merupakan urat nadi kehidupan pemerintahan dan agama; bahkan pada suatu
ketika ia sendiri yang turun tangan mendistribusikan zakat kepada orang-orang
yang berhak menerimanya. Dalam penerapan dan pelaksanaan zakat, Ali In Abi
Thalib telah mengikuti kebijakan khalifah-khalifah pendahulunya. Harta zakat yag
sudah terkumpul beliau perintahkan kepada petugas supaya segera membagikan
kepada mereka yang berhak dan sangat membutuhkannya dan jangan sampai
terjadi pertumpukan harta zakat dalam Baitulmal.7
6. Pada masa Umar Ibn Abdul Aziz

Dalam periode Daulah Bani Umayyah yang berlangsung selama hampir


selama sembilan puluh tahun (41-127 H), tampil salah seorang khlaifahnya yang
terkenal yaitu Umar Ibn Abdul Aziz (99-101 H). Dia terkenal karena kebijakan
dan keadilan serta keberhasilannya dalam memajukan dan mensejahterakan
masyarakat, termasuk berhasil dalam penanganan zakat sehingga dana zakat
melimpah ruah dalam Baitulmal sampai menimbulkan kesulitan bagi petugas amil
zakat mencari golongan fakir miskin yang membutuhkan zakat tersebut.
Pola kepemimpinan dan sistem yang diterapkannya banyak mencontoh
para Khalifah al-Rasyidin sebelumnya. Khalifah mempunyai perhatian yang besar
terhadap petugas zakat, sewaktu-waktu beliau sendiri turun tangan membagi-
bagikan harta zakat kepada mereka yang berhak menerimanya, bahkan
mengantarkannya ke tempat mereka masing-masing.
Pada masa Khalifah Umar Ibn Abdul Aziz, sistem dan manajemen zakat
sudah mulai maju dan profesional. Jenis ragam harta dan kekayaan yang
dikenakan zakat sudah bertambah banyak. Yusuf al Qordhawi, menuturkan bahwa
Khalifah Umar Ibn Abdul Aziz adalah orang pertama yang mewajibkan atas zakat
harta kekayaan yang diperoleh dari penghasilan usaha atau hasil jasa yang baik,
termasuk gaji, honorarium, penghasilan berbagai profesi, dan berbagai maal al

7 Dr. Abdurrachman Qadir, MA., Op Cit., halaman 94.


Mustafa lainnya.
C. Macam-Macam Zakat
Secara garis besar, jenis atau macam zakat wajib ada dua, yaitu:
a. Zakat Maal (zakat harta) yang meliputi : Emas, Perak, tumbuh-tumbuhan ( buah
dan biji-bijian), dan barang perniagaan, binatang ternak, barang tambang dan
barang temuan (harta karun).
b. Zakat nafs (zakat jiwa), disebut juga dengan dengan zakat fitrah, yaitu zakat yang
diberikan berkenaan dengan selesainya mengerjakan puasa yang difardhukan
(puasa ramadhan) sebanyak satu sok (4 kati atau 2,5 Kg) makanan pokok.8
D. Fungsi Zakat
Bukanlah tujuan Islam, dengan aturan zakatnya untuk
mengumpulkan harta dan memenuhi kas saja, dan bukan pula sekedar untuk
menolong orang yang lemah dan yang mempunyai kebutuhan serta menolong
mereka dari kejatuhannya saja, akan tetapi tujuan zakat yang utama adalah agar
manusia lebih tinggi nilainya daari pada harta, sehingga ia menjadi tuannya harta
bukan menjadi budaknya. Karenanya, maka kepentingan tujuan zakat bagi
pemberi sama dengan kepentingannya bagi penerima.
Al-Quran telah membuat ibarat tentang tujuan zakat, dihubungkan
dengan orang-orang kaya yang diambil dari padanya zakat, yaitu disimpulkan
pada dua kalimat yang terdiri dari beberapa huruf, akan tetapi keduanya
mengandung aspek yang banyak dari rahasia-rahasia zakat dan tujuan-tujuannya
yang agung. Dua kalimat tersebut adalah tathir/membersihkan dan
tazkiyah/mensucikan yang keduanya terdapat dalam firman Allah: Ambillah
olehmu dari harta mereka sedekah yang membersihkan dan mensucikan mereka.
Keduanya meliputi segala bentuk pembersihan dan pensucian, baik material
maupun sepiritual, bagi pribadi orang kaya dan jiwanya atau bagi harta dan
kekayaannya.
Jadi secara garis besar, zakat baik secara pemungutan maupun
penggunannya adalah bertujuan untuk merealisasikan fungsi-fungsi sosial,
ekonomi dan fungsi psikologis, selain untuk bertujuan ibadah kepada Allah.

8 Tengku Muhammad Hasbi Ash-Shiddiqy, Pedoman Zakat, PT. Pustaka Rizki Putra,
Semarang, 1996, halaman 7.
Karena yang diharapkan oleh orang yang menunaikan zakat adalah pahala dari sisi
Allah SWT baik di dunia maupun di akhirat. Firman Allah dalam Q.S. Ar-Rum:
39.

( :).
Artinya : Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk
mencapai keridhoan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang
yang melipat gandakan (pahalanya). (QS. Ar-Ruum: 39)

a. Fungsi sosial
Dengan pelaksanaan yang baik dan sungguh-sungguh sesuai dengan
ketentuan Allah dalam al-Quran, maka fungsi social zakat adalah sebagai berikut:
1. Zakat berfungsi sebagai suatu sarana jaminan sosial dan persatuan masyarakat
dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokok individu, memberantas
kemelaratan dan menyia-nyiakan sesama orang Islam.
2. Sebagai pelunak hati dan alat penyebaran Islam. Ini terlihat pada pemberian zakat
salah satunya diberikan kepada muallaf yang dibujuk hatinya agar tetap teguh
dalam ke-Islaman.
3. Zakat merupakan suatu sarana untuk memperbesar volume harta yang disediakan
buat memberi jaminan sosial dalam hutang piutang dan merupakan payung
pelindung bagi orang-orang yang terjerat dalam hutang. Ini tampak pada
diberikannya zakat kepada ghorimin (orang yang berhutang).9
b. Fungsi Ekonomi
Zakat dilihat dari segi ekonomi adalah merangsang si pemilik harta kepada amal
perbuatan untuk mengganti apa yang telah diambil dari mereka. Ini terutama jelas
sekali pada zakat mata uang. Di mana Islam melarang menumpuknya,
menahannya dari peredaran dan pengembangan. Firman Allah SWT:

Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak serta tidak menafkahkannya
pada jalan Allah, maka beritahukanlah pada mereka (bahwa mereka akan
mendapat) siksa yang pedih. (Q.S At-Taubah:
34)
9 Dr. Syauqi Ismail Syahhatin, Op.Cit., halaman 93.
Tentu tidaklah cukup dengan sekedar ancaman yang berat ini. Akan
tetapi Islam mengumumkan perang dalam praktek terhadap usaha penumpukan
dan membuat garis yang tegas dan bijaksana untuk mengeluarkan uang dari kas
dan simpanan, hal ini tercermin ketika Islam mewajibkan setengah dari kekayaan
uang, apakah diusahakan, diasalkan dan dikembangkan sehingga tidak habis
dimakan waktu. Secara rinci fungsi ekonomi dari zakat dapat dijabarkan sebagai
berikut.

1. Pelaksanaan zakat erat hubungannya dengan suatu ekonomi karena ia mendorong


kehidupan ekoniomi hingga tercipta padanya pengaruh-pengaruh agar orang-
orang dapat menunaikan zakat.
2. Dalam sistem perekonomian Islam uang itu tidak akan mempunyai kebaikan dan
laba yang halal bila ia dibiarkan saja tanpa dioprasikan, tetapi ia harus terpotong
oleh zakat manakala masih mencapai satu nisab dan khaulnya sedangkan Islam
mengharamkan riba. Karena itulah ekonomi Islam yang berlandaskan pada
pengarahan zakat akan memberi dorongan terhadap terwujudnya pertumbuhan
ekonomi yang pesat.
3. Pada umumnya harta yang wajib dizakatkan adalah mempunyai sifat berkembang
atau sudah menjadi harta simpanan, dan zakat dikeluarkan dari hasil
pertumbuhannya, bukan dari modalnya. Dengan demikian harta itu akan tetap
sehat, masyarakatpun sehat dan ekonomi nasionalpun sehat, berkat harta itu
berkembang dengan pesat dan seproduktif mungkin.10
c. Fungsi psikologis
Kewajiban membayar zakat merupakan konsep Islam dalam pengentasan
kemiskinan, solidaritas dan kepedulian sosial. Dengan demikian konflik
psikososial berupa kesenjangan dan kecemburuan sosial dapat dicegah. Zakat
tidak lain juga merupakan latihan bagi seorang muslim untuk membelaskasihi
orang-orang miskin dan mengulurkan tangan dan bantuan kepada mereka guna
memenuhi kebutuhan mereka. Selain itu zakat juga menguatkan pada diri seorang
muslim perasaan partisipasi intuitif dengan kaum miskin, membangkitkan
perasaan tanggung jawab atas diri mereka. Lebih jauh lagi zakat mengajari

10 Dr. Syauqi Ismail Syahhatih, Op. Cit., halaman 99-104.


seseorang muslim untuk mencintai orang lain dan membebaskannya dari egoisme,
cinta diri, kekikiran dan ketamakan.11
Fungsi zakat secara umum menurut Sudarsono, dalam bukunya
Sepuluh Aspek Agama Islam, adalah sebagai berikut:
1. Mendidik diri agar bersifat mulia dan pemurah dengan membiasakan
membayarkan amanah kepada orang yang berhak dan berkepentingan, juga
membersihkan diri dari bersifat kikir dan akhlak yang tercela.
2. Membiarkan pertolongan kepada orang yang lemah dan orang yang susah agar dia
dapat menunaikan kewajibannya terhadap Allah dan terhadap makhluk Allah
(masyarakat).
3. Ucapan rasa syukur dan terima kasih atas nikmat yang diberikan oleh Allah
kepadanya.
4. Menjaga niat jahat yang dilakukan oleh si miskin dan yang susah.
5. Mempererat hubungan kasih sayang antara si miskin dan si kaya.12

E. Tujuan Zakat

Yusuf al-Qardawi membagi tiga tujuan zakat, yaitu: dari pihak para wajib
zakat (muzakki), pihak penerima zakat (ashnaf delapan) dan dari kepentingan
masyarakat.
Tujuan zakat bagi pihak muzaki (pemberi zakat), antara lain;
1. Zakat dapat mensucikan jiwa dari sifat kikir.
Zakat yang dikeluarkan si muslim semata karena menurut perintah Allah
dan mencari keridhoan-Nya, akan mensucikan dari semua kotoran dosa secara
umum dan terutama kotornya dari sifat kikir.
2. Zakat mendidik berinfak dan memberi
Sebagaimana halnya zakat mesucikan jiwa muslim dari sifat kikir, iapun
mendidik agar muslim memiliki rasa ingin memberi menyerahkan dan berinfak.
Hal ini karena suka memberi merupakan sifat dan ahklak yang utama.
3. Zakat merupakan manifestasi sukur atas nikmat Allah

11 Dr. M. Usman Najati, Al-Quran dan Ilmu Jiwa, Pustaka, Bandung, 1985, halaman
12Drs. Sudarsono, SH., Sepuluh Aspek Agama Islam, Rineka Cipta, Jakarta, 1984, halaman 86-
87.
Zakat akan membangkitkan bagi orang yang mengeluarkannya makna
sukur kepada Allah, pengakuan akan keutamaan dan kebaikannya. Sebagaima
yang dikemukakan oleh al-Ghozali: Sesungguhnya Allah SWT senantiasa
memberikan nikamt kepada hmba-Nya, baik yang berhubungan dengan diri
maupun hartanya. 13
4. Zakat mengobati hati dari cinta dunia

Zakat merupakan suatu peringatan terhadap hati akan kewajiban kepada tuhannya
dan kepada akhirat dan merupakan obat, agar hati jangan tenggelam kepada
kecintaan akan harta, dan kepada dunia secara berlebih-lebihan
5. Zakat mengembangkan kekayaan batin
Diantara tujuan pensucian jiwa yang dibuktikan oleh zakat adalah tumbuh dan
berkembangnya kekayaan batin dan perasaan optimisme.
6. Zakat menarik rasa simpati/cinta
zakat mengikat antara orang kaya dan masyarakatnya dengan ikatan yang kuat,
penuh dengan kecintaan, persaudaraan dan tolong menolong.
Sedangkan tujuan zakat bagi penerima zakat (ashnaf delapan), antara
lain:
1. Zakat membebaskan si penerima dari kebutuhan terutama kebutuhan primer
sehari-hari.
Islam telah menjadikan pemenuhan kebutuhan materi, sebagai salah satu
unsur yang penting dalam merealisasikan kehidupan bahagia.
2. Zakat menghilangkan sifat dengki dan benci.
Tersucikannya hati mereka dari rasa kedengkian dan kebencian yang
sering meliputi hati mereka melihat orang kaya yang bakhil. Selanjutnya akan
muncul didalam jiwa mereka rasa simpati hormat serta rasa tanggung jawab untuk
ikut mengamankan dan mendoakan keselamatan dan pengembangan harta orang-
orang kaya yang pemurah.
Adapun tujuan zakat dilihat dari kepentingan kehidupan sosial antara lain :

1. Zakat bernilai ekonomik.

13 Dr. Yusuf Qardawi, Hukum Zakat, Penerbit Litera AntarNusa dan Mizan, Bandung, 1996,
halaman 848-873.
Tujuan zakat dilihat dari segi ekonomi adalah merangsang si pemilik harta kepada
amal perbuatan untuk mengganti apa yang telah diambil dari mereka. Ini terutama
jelas sekali pada zakat mata uang, di mana Islam melarang menumpuknya,
menahannya dari peredaran dan pengembangan.
2. Merealisasikan fungsi harta sebagai alat perjuangan menegakan nama Allah
(fisabilillah).
3. Mewujudkan keadilan sosial ekonomi masyarakat pada umumnya.

Lebih luas lagi pendapat Wahbah yang dikutip oleh Abdurrahman Qadir
dalam bukunya Zakat (Dalam Dimensi Sosial Dan Mahdah), menguraikan tujuan
zakat bagi kepentingan masyarakat, sebagai berikut

1. Menggalang jiwa dan semangat saling menunjang dan solidaritas sosial


dikalangan masyarakat Islam.
2. Merapatkan dan mendekatakan jarak dan kesenjangan sosial ekonomi dalam
masyarakat.
3. Menanggulangi pembiayaan yang mungkin timbul akibat berbagai bencana seperti
bencana alam dan sebagainya.
4. Menutup biaya-biaya yang timbul akibat terjadinya konflik, persengketaan dan
berbagai bentuk kekacauan dalam masyarakat.
5. Menyediakan suatu dana taktis dan khusus untuk penanggulangan biaya hidup
bagi para gelandangan, para penganggur dan para tuna sosial lainnya, termasuk
dana untuk membantu orang-orang yang hendak menikah tetapi
tidak memiliki dana untuk itu.14
Dari beberapa pendapat di atas dapat penulis simpulkan bahwa tujuan
zakat adalah bagi si pemberi mensucikan jiwa dari sifat kikir, mendidik berinfak
dan memberi, manifestasi sukur atas nikmat Allah, mengobati hati dari cinta
dunia, mengembangkan kekayaan batin.
Sedangkan bagi sipenerima adalah Zakat membebaskan si penerima dari
kebutuhan terutama kebutuhan primer sehari-hari, menghilangkan sifat dengki dan
benci; dan bagi masyarakat adalah Zakat bernilai ekonomik, merealisasikan fungsi

14 Dr. Abdurrahman Qadir, MA., Op.Cit, halaman 76.


harta sebagai alat perjuangan menegakan nama Allah (fisabilillah), mewujudkan
keadilan sosial ekonomi masyarakat pada umumnya.

F. Hikmah Zakat
Dalam ajaran Islam tiap-tiap perintah untuk melakukan ibadah
mengandung hikmah dan rahasia yang sangat berguna bagi pelaku ibadah
tersebut, termasuk ibadah zakat. Sesuai dengan ibadah, zakat yang secara
etimologis bermakna bersih, tumbuh, dan baik, maka ibadah ini akan memberi
keuntungan bagi pelakunya, meskipun secara matematik dan kuantitatif akan
berakibat mengurangi jumlah harta kekayaan.
Dengan mengetahui hikmah suatu kewajiban atau larangan, akan
diperoleh jawaban yang memuaskan dan logis, yaitu mengapa hal itu diwajibkan
atau dilarang oleh Tuhan. Hikmah zakat ditujukan untuk kedua belah pihak, yaitu
pihak wajib zakat (muzakki) dan pihak penerima zakat (mustahiq), yaitu:
1. Untuk menjaga agar jangan mudah timbul kejahatan-kejahatan dari si miskin.
2. Membantu simiskin dan silemah supaya ia dapat melaksanakan kewajiban-
kewajiban dijalan Allah SWT.
3. Menghilangakn sifat-sifat kikir serta akhlak jelek hanya mementingkan diri
sendiri.
4. Menanamkan rasa kasih sayang antara sesama anggota masyarakat.
5. Mengembangkan jati diri dan fitrah manusia sebagai makhluk sosial.
DAFTAR PUSTAKA

Ismailsyahhatih, Syauqi, 1987. Penerapan Zakat dalam Dunia Modern, Alih


bahasa: Anshori Umar Sitanggal, Jakarta : Pustaka Dian dan Antar Kota
Fahruddin HS, 1992. Ensiklopedi Islam, Buku II, Jakarta : Rinneka Cipta
Sabiq, Sayyid 1996. Fiqih Sunnah, Jilid III, Alih Bahasa: Mahyuddin Syaf,
Bandung : PT. Al-Maarif.
Qadir, Abdurrachman. 1998. Zakat Dalam dimensi Mahdhah dan Sosial,
Jakarta : PT Raja Grafindo.
Abdul Halim, Nipan 2001. Mengapa Zakat Disyariatkan, Bandung : M2S.
Ash-Shiddiqy, Tengku Muhammad Hasbi. 1996. Pedoman Zakat, Semarang :
PT. Pustaka Rizki Putra.
Najati, M. Usman 1985. Al-Quran dan Ilmu Jiwa, Bandung : Pustaka.
Sudarsono, SH., 1984. Sepuluh Aspek Agama Islam, Jakarta : Rineka Cipta.
Qardawi, Yusuf. 1996. Hukum Zakat, Bandung : Penerbit Litera AntarNusa
dan Mizan.

Anda mungkin juga menyukai