I. Identitas Pasien
1. Nama : Tn. R
2. Umur : 30 Tahun
3. JenisKelamin : Laki-laki
4. Alamat : Ds. Korobokan Sari
5. Pekerjaan : Wiraswasta
6. Agama : Hindu
7. Status : Belum menikah
8. Tanggal masuk Rs : 19 Agustus 2017
II. Anamnesis
1. Keluhan Utama :
Kulit melepuh
2. Riwayat penyakit sekarang :
Pasien laki-laki umur 30 tahun masuk ke RS Anutapura dengan
keluhan kulit melepuh sejak 8 hari sebelum masuk RS. Awalnya muncul
bintik bintik merah di wajah kemudian menyebar keseluruh tubuh, bintik
merah tersebut makin lama makin membesar dan bersisi cairan dan pecah
dengan mengeluarkan cairan berwarna jernih. kemudian bintik yang sudah
pecah menjadi luka yang terasa nyeri dan berubah menjadi warna hitam.
Selain itu, keluarga pasien mengatakan, pasien juga mengeluh mata merah,
luka pada mulut, bibir pecah-pecah, terdapat luka di beberapa bagian
tubuh lainnya, dan terasa nyeri bila menggerakkan anggota tubuhnya.
Keluarga pasien juga mengatakan sebelum timbul bintik merah pasien
mengkomsusmsi obat-obatan dari rs madani yaitu obat karbamazepine
selama 3 hari.
3. Riwayat penyakit terdahulu :
Pasien sudah 3 kali masuk RS Madani dengan keluhan gangguan jiwa
sejak tahun 2016.
Riwayat Diabetes (-)
Riwayah Hipertensi (-)
Riwayat alergi disangkal
4. Riwayat pengobatan :
Pasien rutin mengkonsumsi obat dari RS Madani
5. Riwayat penyakit keluarga :
1
Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan yang sama dengan
pasien.
III.Pemeriksaan Fisik
Status Generalis :
1. Keadaan Umum : Sakit sedang
2. Kesadaran : Kompos mentis
3. Status gizi : Normal
4. Tanda Vital :
a. Tekanan darah : 120/80 mmHg
b. Nadi : 76 x/menit
c. Suhu : 36,7C
d. Pernapasan : 19 x/ menit
5. Kepala
a. Sklera : Ikterik (-)
b. Konjungtiva : Anemis (-), Conjungtivitis (+)
c. Bibir : Sianosis (-)
6. Thoraks : Tidak dilakukan pemeriksaan
7. Abdomen : Tidak dilakukan pemeriksaan
8. Kelenjar limfe : Tidak dilakukan pemeriksaan
V. Status Dermatologi
Lokasi : Regio Facialis, thoraks anterior dan posterior,
abdomnen, ekstremitas superior dan inferior.
Ukuran : Miliar-plakat
Efloresensi :Tampak kelainan kulit berupa eritema, vesikel, bula
dan erosi disetai ulkus pada bokong
2
VI. Laboratorium
Darah Rutin
Glukosa
Funsi Hati
SGOT 91 () 0 - 35 U/L
Fungsi ginjal
Elektrolit
3
VII. Resume
Pasien Tn. R umur 30 tahun masuk ke RS Anutapura dengan
keluhan kulit erosi sejak 8 hari sebelum masuk RS. Awalnya muncul
eritema di facialis dan menyebar ke seluruh tubuh, eritema menjadi
vesikel, bulla makin lama pecah dan menjadi erosi dan ulkus terasa nyeri
dan berubah menjadi krusta kehitaman. Selain itu, keluarga pasien
mengatakan, pasien juga mengeluh konjungtivitis, odinofagia, stomatitis,
bibir pecah-pecah, anoreksia, terdapat ulkus di beberapa bagian tubuh
lainnya, dan pasien mengeluh myalgia. Keluarga pasien juga mengatakan
sebelum eritema pasien mengkomsusmsi obat-obatan dari RS Madani
yaitu karbamazepin selama 3 hari.
Pada pemeriksaan fisik untuk status generalis kesadaran pasien
compos mentis, tekanan darah (120/80), nadi (76 x/ menit) ,suhu (36,7oC),
pernapasan (19x/menit). Untuk status dermatologi didapatkan kelainan
kulit di bagian mata terdapat eritema, pada bagian bibir didapatkan krusta,
dan pada bagian tubuh lainnya terdapat skuama tebal disertai eritema,
erosi, dan ulkus.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan WBC (6,2 x 103/mm3),
RBC (4,95 x 106/mm3), HGB (12,8 g/dL), HCT (38,4 %), PLT (177 x
103/mm3), GDS (125 mg/dl), SGOT (91 U/L), SGPT (75 U/L) HbsAG
(Non Reaktif), ANTI HCV (Non Reaktif), Ureum (33 mg/dl), Creatinin
(0,85 mg/dl), Kalium (3,63 mmol/L), Natrium (143,96 mmol/L), Clorida
(87,89 mmol/L).
4
IVFD RL 24 tpm
Inj. Dexamettasone 5 mg/8 j/ iv
Inj. Gentamicin 8 mg/8 j/ iv
Cetirizine 10 mg ( 1 dd 1)
Topikal
XI. Prognosis
Dubia ad bonam
XII. Follow up
S Erosi pada bagian wajah, bula pada bagian dada, vesikel pada bagian ekstremitas
atas, eritema pada bagian ekstremitas bawah dan ulkus pada bagian bokong
O Tanda vital
TD 110/80
Nadi 81x/menit
Suhu 36,8oC
Pernapasan 19x/menit
Status Dermatologi
Generalisata : vesikel, bulla dan erosi
Hasil Laboratorium
-
P Non-Medikamentosa
Kompres NACL 0,9% (untuk luka di bibir dan genetalia)
Perbaiki keadaan umum pasien
Medikamentosa
Sistemik
- IVFD RL 24 tpm
- Inj. Dexamettasone 5 mg/8 j/ iv
- Inj. Gentamicin 8 mg/12 j/ iv
- Ranitidin amp/12/iv
5
- Cetirizine 10 mg ( 1 dd 1)
Topikal
Dokumentasi
6
Tgl 22 Agustus 2017 (HARI KEDUA)
S Erosi pada bagian wajah, dada, dan punggung,eritema pada bagian ekstremitas
atas dan bawah dan ulkus pada bagian bokong
O Tanda vital
7
TD 120/70
Nadi 78x/menit
Suhu 37,0oC
Pernapasan 20x/menit
Status Dermatologi
Generalisata : eritema, erosi dan ulkus
Hasil Laboratorium
-
P Non-Medikamentosa
Kompres NACL 0,9% (untuk luka di bibir dan genetalia)
Perbaiki keadaan umum pasien
Medikamentosa
Sistemik
- IVFD RL 24 tpm
- Inj. Dexamettasone 5 mg/8 j/ iv
- Inj. Gentamicin 8 mg/12 j/ iv
- Ranitidin 1 amp/12j/iv
- Cetirizine 10 mg ( 1 dd 1)
Topikal
Dokumentasi
8
9
Tgl 23 Agustus 2017 (HARI KETIGA)
S Erosi dan eritema pada bagian wajah, dada, ekstremitas atas dan bawah serta
ulkus pada bagian bokong
O Tanda vital
TD 110/80
Nadi 81x/menit
Suhu 36,8oC
Pernapasan 19x/menit
Status Dermatologi
Generalisata : erosi, eritema
Hasil Laboratorium
-
P Non-Medikamentosa
Kompres NACL 0,9% (untuk luka)
Perbaiki keadaan umum pasien
Medikamentosa
Sistemik
- IVFD RL 24 tpm
10
- Inj. Dexamettasone 5 mg/8 j/ iv
- Inj. Gentamicin 8 mg/12 j/ iv
- Ranitidin amp/12 j/iv
- Cetirizine 10 mg ( 1 dd 1)
Topikal
Dokumentasi
11
12
Tgl 24 Agustus 2017 (HARI KEEMPAT)
S Erosi dan eritema pada bagian wajah, dada, ekstremitas atas dan bawah serta
ulkus pada bagian bokong
O Tanda vital
TD 120/80
Nadi 82x/menit
Suhu 36,3oC
Pernapasan 22x/menit
Status Dermatologi
Generalisata : erosi, eritema
Hasil Laboratorium
-
P Non-Medikamentosa
Kompres NACL 0,9% (untuk luka)
Perbaiki keadaan umum pasien
Medikamentosa
Sistemik
- IVFD RL 24 tpm
- Inj. Dexamettasone 5 mg/12 j/ iv
- Inj. Gentamicin 8 mg/12 j/ iv
- Ranitidin amp/12 j/iv
- Cetirizine 10 mg ( 1 dd 1)
Topikal
13
- Fulson cr untuk luka
- Kenalog oralbase untuk luka di bibir
Dokumentasi
14
X. Diskusi
melepuh sejak 8 hari sebelum masuk RS. Awalnya muncul bintik bintik merah
berisi cairan di wajah kemudian menyebar keseluruh tubuh dan pecah dengan
mengeluarkan cairan berwarna jernih. kemudian bintik yang sudah pecah menjadi
luka yang terasa nyeri. Selain itu, keluarga pasien mengatakan, pasien juga
mengeluh mata merah, luka pada mulut, bibir pecah-pecah hingga berwarna
15
hitam, terdapat luka di beberapa bagian tubuh lainnya, dan terasa nyeri bila
difus; dada, perut, punggung, ekstremitas atas dan bawah terdapat eritema,
vesikel, bula dan erosi regio universal, ulkus bentuk lonjong, ukuran numular,
dari anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien didiagnosa Sindrom Steven Johnson.
Hal ini sesuai dengan teori dimana Sindrom Steven Johnson adalah suatu
sindroma (kumpulan gejala) yang mengenai kulit, selaput lendir di orificium dan
mata dengan keadaan umum yang bervariasi dari ringan sampai berat. Penyakit ini
bersifat akut dan pada bentuk yang berat dapat menyebabkan kematian, Oleh
karena itu penyakit ini merupakan salah satu kegawat daruratan penyakit kulit.
16
Gambar 1.epidemiologi penyakit Sindrom Steven Johnson1
Pasien Tn. R berjenis kelamin laki-lakidan saat ini berumur 30 tahun, hal
ini sesuai dengan teori yaitu tingkat insiden terjadinya Sindrom Steven-Johnson
meningkat sesuai dengan pertambahan umur terutama usia mendekati dan diatas
40 tahun. Rasio terkena untuk laki-laki sama dengan perempuan. Angka mortalitas
untuk penyakit ini 5-12% pertahun dan yang mempunyai factor resiko tinggi
17
Gambar 2. Obat-obatan yang menyebabkan Sindrom Steven Johnson.1
Darurat dengan gejala kulit melepuh, mata merah, luka di bibir dan dan luka di
bokong dan kaki. Gejala ini muncul diperkirakan setelah mengkonsusmsi obat
karbamazepin. Hal ini sesuai dengan teori yaitu, penyakit Sindrom Steven
resiko paling sering memicu penyakit ini timbul dan gejala dari kasus diatas
sesuai dengan teori yaitu (1) lesi pada kutaneus adalah adanya eritematous, dusky
red, macula purpura, bentuk ireguler, lesi atipikal dengan warna ditengah yang
hitam, ada lesi nekrotik, skuama dan eritem difus. (2) lesi pada ekstra kutaneus
adalah adanya demam tinggi dan lemas. (3) lesi pada membrane mukosa adalah
erupsi kulit, eritema dan nyeri pada lokasi erupsi di bibir, mata, dan genitalia. Dan
ada fotofobia, konjungtivitis. Pada bibir nyeri hemoragik ditempat erosi dan ada
seperti : karbamazepin1,2,3
18
Gambar 3. Gejala yang terjadi pada Sindrom Steven Johnson.1
Pada saat pasien dan keluarga di anamnesis awalnya merasa timbul bentol-
bentol di kulit yang besarnya seperti gigitan nyamuk yang kemudian pecah dan
muncul gejala seperti yang diatas. Pasien dan keluarga menyatakan tidak
mempunyai riwayat alergi obat apapun dan pasien baru pertama kali
mengkonsumsi obat karbamazepin, Hal diatas sesuai dengan teori yaitu Meskipun
belum diketahui secara pasti, beberapa penelitian telah menunjukkan hasil yang
disangka akibat reaksi hipersensitivitas tipe IV. Pada fase awal timbulnya lesi,
terjadi reaksi sitotoksik yang diperantarai oleh sel (cell mediated cytotoxicity)
kulit yang terkena. Limfosit tersebut mempunyai aktivitas seperti NK sel pada
awal lesi. Sedangkan pada fase lanjut cenderung didominasi oleh aktivitas
19
sel sehingga mampu menghancurkan sel melalui perforin dan granzyme B. Saat
ini diketahui terdapat ekspansi oligoklonal limfosit CD8+ spesifik yang hanya
sitokin penting seperti interleukin 6, TNF- dan Fas ligand (Fas-L) juga
ditemukan pada lesi kulit penderita SSJ. Viard dkk menyatakan bahwa apoptosis
membran dan dapat dihambat oleh human imunoglobulin konsentrai tinggi yang
mengganggu interaksi antara Fas dan Fas-L. TNF- kemungkinan juga berperan
karena ditemukan pada lesi epidermis, cairan bulla dan sel-sel mononuklear dan
Faktor genetik juga berperan penting, hal ini dapat diamati pada orang
Cina suku Han yang mempunyai HLA-B1502 dengan kejadian SSJ akibat
periksaan laboratorium dimana langkah awal yang harus diperhatikan pada pasien
SSJ di ruang emergensi adalah evaluasi respiratory rate dan oksigenasi. Setiap
ada perubahan yang signifikan sebaiknya dicek ulang dengan pemeriksaan analisa
20
gas darah. Konsentrasi Natrium Bikarbonat kurang dari 20 mEq/L menunjukkan
prognosis yang buruk. Hal ini biasanya disebabkan oleh alkalosis respiratorik
akibat terlibatnya saluran pernafasan. Namun pada pasien ini tidak dilakukan
pemeriksaan gas darah sejak paien masuk rumah sakit sampai pasien pulang.6
hipoproteinemia. Pada pasien ini telah dilakukan pemeriksaan elektrolit dan yang
terganggu hanya Clorida namun hal ini tidak begitu bermakna. Namun sayangnya
tidak dilakukan pemeriksaan protein total dan albumin-globulin sehingga ada atau
kadar ureum darah juga merupakan tanda beratnya penyakit. Namun pada pasien
ini tidak ada peningkatan kadar ureum darah. Gambaran darah tepi biasanya
didapatkan anemia, lekositosis ringan dan trombositopenia namun pada pasien ini
tidak didapatkan. Limfopenia CD4+ transien hampir selalu ditemukan, dan ini
enzim-enzim hepar dan amilase namun ini tidak mempengaruhi prognosis, dan
pada pasien ini didapatkan peningkatan kadar SGOT dan SGPT. Hiperglikemia
sering ditemukan akibat status hiperkatabolik dan resistensi insulin perifer. Kadar
gula darah lebih dari 252 mg/dL merupakan salah satu penanda beratnya penyakit
tapi pada pasien ini tidak didapatkan hiperglikemia karena pada pemeriksaan GDS
setiap kasus SSJ untuk menegakkan diagnosis meskipun secara klinis sudah cukup
21
mencurigakan. Pada tahap awal munculnya lesi kulit ditandai oleh gambaran
A B
sel limfosit dan makrofag. Diantara populasi sel T tersebut banyak ditemukan
reaksi imunologis yang diperantarai sel (cell mediated cytotoxicity). Sel eosinofil
menunjukkan hasil negatif. Sayangnya pada pasien ini tidak dilakukan biopsi kulit
22
Nekrolisis epidermis (NE) adalah sindrom reaksi mukokutan akut ditandai
dengan nekrosis dan pengelupasan epidermis yang luas dan dapat menyebabkan
kematian. Lesi awal berupa makula eritematosa terutama pada trunkus dan
< 10%, overlap SSJ/nekrolisis epidermal toksik (NET)10-30% dan NET >30%. 8
lebih berat dari pada sindrom Stevens-Johnson. Gejala kulit yang terpenting dan
khas adalah epidermolisis yang menyeluruh, dapat disertai kelainan pada selaput
lendir di orifisium dan mata. Kondisi ini ditandai dengan konjungtivitis purulen
yang parah, stomatitis dengan nekrosis mukosa yang luas, dan makula purpura.5,9
Syndrome, penyakit ini biasanya adalah reaksi obat. Kedua bentuk penyakit dapat
mematikan serta sangat menyakitkan dan menyedihkan. NET dapat diinduksi oleh
antiepileptic, adalah pemicu paling sering dari NET, meskipun begitu etiologi
Dalam banyak kasus tidak ada penyebab dikenal untuk TEN, meskipun obat
adalah penyebab utama dari penyakit kulit. Kondisi ini bisa sangat serius, dan
dapat menyebabkan ketidaknyamanan dan rasa sakit, dan dalam beberapa kasus
23
infeksi yang dapat tertular melalui penyakit ini dapat mengakibatkan kematian
pasien. Setiap kelompok usia dapat terkena oleh nekrolisis epidermal toksik.
Namun, biasanya terlihat pada pasien yang lebih tua daripada yang lebih muda,
dan ini adalah karena pasien yang lebih tua cenderung untuk minum obat lebih,
dan karena itu lebih mungkin untuk menemukan obat yang mereka memiliki
reaksi. Ada juga kelompok lain yang lebih rentan ketika datang untuk tertular
nekrolisis epidermal toksik. Ini termasuk mereka dengan AIDS, yang memiliki
mulai secara akut dengan gejala prodromal. Pasien tampak sakit berat dengan
dengan eritema generalisata kemudian timbul banyak vesikel dan bula, dapat pula
disertai purpura. Lesi pada kulit dan disertai lesi pada bibir dan selaput lender
berwarna merah hitam pada bibir. Kelainan semacam itu dapat pula terjadi di
orifisium genitalia eksterna. Juga dapat disertai kelainan pada mata seperti pada
SSJ.
menyebabkan tanda Nikolsky positif pada kulit yang eritomatosa, yaitu jika kulit
ditekan dan digeser, maka kulit akan terkelupas. Epidermolisis mudah dilihat pada
24
tempat yang sering terkena tekanan, yakni pada punggung dan bokong karena
alergi obat, maka yang paling penting adalah penghentian pengobatan yang
yang dicurigai sambil melihat obat yang diminum sebelumnya atau resep yang
25
meskipun agak kurang bermakna pada obat-obat yang mempunyai waktu paruh
yang lama. Pada pasien ini, sebaiknya hentikan pemberian obat carbamazepin dan
dikonsultasikan kembali kepada dokter Kesehatan Jiwa agar dapat diberikan obat
dari area luka, inisiasi nutrisi oral dengan NGT, antikoagulasi, pencegahan stress
komplikasi yang timbul. Perhatian dan ketelitian ditujukan pada kelainan mata,
traktus respiratorius, balans elektrolit, nutrisi, infeksi dan nyeri. Biakan kulit,
dengan luasnya lesi dan membran mukosa yang diserang. Monitoring ketat
aureus dan pseudomonas aeruginosa. Pemberian nutrisi dengan kalori dan protein
tinggi lewat NGT pada penderita dengan gangguan mukosa akibat lesi atau karena
hipotermia, oliguri, keadaan klinis memburuk. Eksudasi masif dari daerah lesi
26
erosi, sehingga pemberian antibiotik harus lebih tinggi dosisnya karena sebagian
Manajemen Sistemik
fisik. Jika trakea dan bronkus terlibat, maka diperlukan intubasi dan ventilasi
mekanik. Nutrisi enteral awal dan berlanjut menurunkan resiko stress ulcer,
diskontinuitas jalur vena. Level fosfor harus diperiksa dan diperbaiki, jika perlu.
anibiotik profilaksis. Kateter diganti dan dikultur secara teratur. Sampel bakteri
dari lesi kulit dilakukan pada hari pertama dan setiap 48 jam. Indikasi terapi
antibiotik termasuk adanya peningkatan jumlah bakteri kultur dari lesi kulit
dengan strain tunggal, adanya penurunan suhu dan kemunduran kondisi pasien.
mengurangi kehilangan kalori melalui kulit dan akibat menggigil dan stress.
perdarahan kulit, hal ini biasanya terbatas pada jumlah dan tidak membutuhkan
27
transfusi. Antasid mengurangi insidensi perdarahan lambung. Dukungan emosi
dan psikiatri harus dilakukan. Transquilizers seperti diazepam dan morfin dapat
Manajemen Topikal
Nikolski positif, secara potensial terbentuk oleh setiap trauma sembuh lebih cepat
dimana masih terdapat epidermis pada lokasi luka dibandingkan dengan epidermis
nitrat atau 0.05% chlorhexidine) digunakan untuk mengecat, bilas atau oleskan
atau hidrogel. Dalam hal ini pasien diberikan Fuson Cream (asam fucidad) untuk
badan dan Kenalog oral base untuk mukosa dalam hal ini bibir.7
oleh ophthalmologist. Tetes mata, saline fisiologis atau antbiotik bila dibutuhkan,
dan menyembuhkan defek epitel kornea pada sebagian pasien. Krusta nasal dan
oral diangkat dan mulut diberikan spray dengan antiseptik beberapa kali sehari.7
28
Pengobatan Adjuvan
Hingga saat ini belum ada obat spesifik yang terbukti efektif. Dasar
pengobatan SSJ tetap pengobatan suportif di unit luka bakar serta pemberian
Antihistamin
Antihistamin digunakan untuk mengatasi gejala pruritus/gatal, bisa
(Benadril), dan cetirizin. Pada pasien ini diberikan anti histamin generasi 2
penggunaan kortikosteroid masih kontroversi, akan tetapi pada kasus ini tetap
meregulasi respon imun melalui down regulation ekspresi gen sitokin. Mereka
tapering off 1-3 minggu. Bila tidak ada perbaikan dalam 3-5 hari, maka
29
sebaiknya pemberian kortikosteroid dihentikan. Lesi mulut diberi kenalog in
orabase. Pada pasien ini diberikan Dexamethasone amp (5mg)/8 jam untuk 3
hari pertama kemudian di tappering down menjadi per 12 jam pada hari ke 4
lalu pada hari ke lima menjadi per 24 jam. Hal ini sesuai dengan teori yang
Fas IgG yang akan menempel pada reseptor FasL, sehingga akan menghalangi
hari.7
Plasmaferesis
(atau bank plasma) dan kemudian diinfuskan kembali. Tujuannya adalah untuk
30
meningkat sampai 77-100%. Namun pada pasien ini belum dilakukan karena
masih butuh pemeriksaan laboratorium lebih lanjut misalnya dalam hal ini
KOMPLIKASI
Sindroma Steven Johnson sering menimbulkan komplikasi pada mata
sembab, demam atau malahan hipotermia dan yang terberat adalah sepsis hingga
Berdasarkan teori, komplikasi yang sangat sering ditemukan pada penyakit ini
diantaranya konjungtivitis akut, edema kelopak mata, eritema dan sekret purulen,
PROGNOSIS
Pada kasus yang tidak berat, prognosisnya baik, dan penyembuhan terjadi
dalam waktu 2-3 minggu. Kematian berkisar antara 5-15% pada kasus berat
Prognosis lebih berat bila terjadi purpura yang lebih luas. Kematian biasanya
serta sepsis.1 Pada pasien ini prognosisnya baik. Hal ini dapat dilihat dari
penyembuhan yang dialami dalam waktu kurang dari 2 minggu dan komplikasi
31
DAFTAR PUSTAKA
32
5. Harr T, French LE. Toxic epidermal necrolysis and Stevens-Johnson
syndrome. Orphanet journal of rare diseases. 2010 Dec 16;5(1):39.
6. Magbri A, Seth H. Drug Rash with Eosinophilia and Systemic Symptoms
(DRESS) or Stevens-Johnson Syndrome (SJS): Does the Name Matter!.
Journal of Clinical Nephrology and Renal Care. 2017; 3(1).
7. Ho H. Diagnosis and management of Stevens-Johnson syndrome and toxic
epidermal necrolysis. Medical Bulletin. 2008 Oct;13(10).
8. Thaha MA. Sindrom Stevens-Johnson Pada Kehamilan Diterapi Dengan N-
Acetylcystein. Media Dermato-Venereologica Indonesia. 2012;39:24s-28s.
9. Djuanda A, dkk. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 6. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. 2011. p. 3-4, 7-8.
10. Griffiths C, Barker J, Bleiker T, Chalmers R, Creamer D, editors. Rook's
Textbook of Dermatology, 4 Volume Set. John Wiley & Sons; 2016 Feb 29.
33