Anda di halaman 1dari 21

SINTESIS MASALAH

A. Nyeri Abdomen
- Faktor Risiko
Usia
Usia merupakan faktor penting yang mempengaruhi nyeri, khususnya pada
anak-anak dan lansia. Anak belum bisa mengungkapkan dan
mengekspresikan nyeri, sehingga perawat harus mengkaji respon nyeri
pada anak. Sebagai contoh nyeri perut pada anak-anak lebih sering
disebabkan oleh apendisitis, sedangkan penyakit empedu, usus
diverticulitis, dan infark usus lebih umum terjadi pada bayi (Graff LG,
Robinson D, 2001).
Jenis Kelamin

Jenis kelamin tidak menyebabkan perbedaan signifikan dalam


merespon nyeri, justru lebih dipengaruhi faktor buday, misalnya tidak
pantas kalo laki-laki mengeluh nyeri, wanita boleh mengeluh nyeri.

Pengalaman Masa Lalu


Individu yang mempunyai pengalaman yang multiple dan
berkepanjangan dengan nyeri akan lebih sedikit gelisah dan lebih toleran
terhadap nyeri dibanding dengan orang yang hanya mengalami sedikit
nyeri. Bagi kebanyakan orang, bagaimanapun, hal ini tidak selalu benar.
Sering kali, lebih berpengalaman individu dengan nyeri yang dialami,
makin takut individu tersebut terhadap peristiwa yang menyakitkan yang
akan diakibatkan.

Kegelisahan (Anxiety)

Hubungan antara nyeri dan keelisahan bersifat kompleks. Rasa


gelisah seringkali meningkatkan persepsi nyeri, tetapi nyeri juga dapat
menimbulkan suatu perasaan kegelisahan. Pola bangkitan otonom adalah
sama dalam nyeri dan kegelisahan. Sulit untuk memisahkan suatu
sensasi. Paice (1991) melaporkan suatu bukti bahwa stimulus nyeri
mengaktifkan bagian limbik yang diyanikini mengendalikan emosi
seseorang, khususnya kegelisahan. Sistem limbik dapat memproses
reaksi emosi terhadap nyeri, yakni memperburuk atau menghilangkan
nyeri.
Kultur/Budaya
Keyakinan dan nilai-nilai budaya mempengaruhi cara individu
mengatasi nyeri. Individu mempelajari apa yang diharapkan dan apa
yang diterima oleh kebudayaan mereka. Hal ini meliputi bagaimana
bereaksi terhadap nyeri. Ada perbedaan makna dan sikap dikaitkan
dengan nyeri diberbagai kelompok budaya. Misalnya suatu daerah/suku
menganut kepercayaan bahwa nyeri adalah akibat yang harus diterima
karena mereka melakukan kesalahan, jadi mereka tidak mengeluh jika
ada nyeri.
- Klasifikasi Nyeri Secara Umum
Kejadian nyeri memiliki sifat yang unik pada setiap individual bahkan jika
cedera fisik tersebut identik pada individual lainnya. Adanya takut, marah,
kecemasan, depresi dan kelelahan akan mempengaruhi bagaimana nyeri itu
dirasakan. Subjektifitas nyeri membuat sulitnya mengkategorikan nyeri dan
mengerti mekanisme nyeri itu sendiri. Salah satu pendekatan yang dapat dilakukan
untuk mengklasifikasi nyeri adalah berdasarkan durasi (akut, kronik), patofisiologi
(nosiseptif, nyeri neuropatik) dan etiologi (paska pembedahan, kanker)1,3.
1. Nyeri Akut dan Kronik
Nyeri akut biasanya awitannya tiba-tiba dan umumnya berkaitan dengan
cidera spesifik. Nyeri akut mengindikasikan bahwa kerusakan atau cidera telah
terjadi. Nyeri akut umumnya terjadi kurang dari enam bulan dan biasanya
kurang dari satu bulan. Cidera atau penyakit yang menyebabkan nyeri akut
dapat sembuh secara spontan atau dapat memerlukan pengobatan (Smeltzer &
Bare, 2002).

Nyeri Akut dan Nyeri


Kronik
(Price & Wilson, 2002)
Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap
sepanjang suatu periode waktu. Nyeri ini berlangsung diluar waktu
penyembuhan yang diperkirakan dan sering tidak dapat dikaitkan dengan
penyebab atau cidera spesifik. Nyeri kronis tidak mempunyai awitan yang
dapat ditetapkan dengan tepat dan sering sulit untuk diobati karena biasanya
nyeri ini tidak memberikan respons terhadap pengobatan yang diarahkan pada
penyebabnya. Nyeri kronis sering didefinisikan sebagai nyeri yang
berlangsung selama enam bulan atau lebih (Smeltzer & Bare, 2002). Nyeri
kronis yang terjadi setelah suatu cidera atau proses penyakit diduga terjadi
karena ujung-ujung saraf yang normalnya hanya mentransmisikan stimulus
yang sangat nyeri, mentransmisikan stimulus yang sebelumnya tidak nyeri
sebagai stimulus yang sangat nyeri.

2. Nosiseptif dan Nyeri Neuropatik


Nyeri organik bisa dibagi menjadi nosiseptif dan nyeri neuropatik. Nyeri
nosiseptif adalah nyeri inflamasi yang dihasilkan oleh rangsangan kimia,
mekanik dan suhu yang menyebabkan aktifasi maupun sensitisasi pada
nosiseptor perifer (saraf yang bertanggung jawab terhadap rangsang nyeri).
Nyeri nosiseptif biasanya memberikan respon terhadap analgesik opioid atau
non opioid.
Nyeri neuropatik merupakan nyeri yang ditimbulkan akibat kerusakan
neural pada saraf perifer maupun pada sistem saraf pusat yang meliputi jalur
saraf aferen sentral dan perifer, biasanya digambarkan dengan rasa terbakar
dan menusuk. Pasien yang mengalami nyeri neuropatik sering memberi respon
yang kurang baik terhadap analgesik opioid.
3. Nyeri Viseral
Nyeri viseral biasanya menjalar dan mengarah ke daerah permukaan
tubuh jauh dari tempat nyeri namun berasal dari dermatom yang sama dengan
asal nyeri. Sering kali, nyeri viseral terjadi seperti kontraksi ritmis otot polos.
Nyeri viseral seperti keram sering bersamaan dengan gastroenteritis, penyakit
kantung empedu, obstruksi ureteral, menstruasi, dan distensi uterus pada tahap
pertama persalinan.
Nyeri viseral, seperti nyeri somatik dalam, mencetuskan refleks
kontraksi otot-otot lurik sekitar, yang membuat dinding perut tegang ketika
proses inflamasi terjadi pada peritoneum. Nyeri viseral karena invasi malignan
dari organ lunak dan keras sering digambarkan dengan nyeri difus,
menggrogoti, atau keram jika organ lunak terkena dan nyeri tajam bila organ
padat..
Penyebab nyeri viseral termasuk iskemia, peregangan ligamen, spasme
otot polos, distensi struktur lunak seperti kantung empedu, saluran empedu,
atau ureter. Distensi pada organ lunak terjadi nyeri karena peregangan jaringan
dan mungkin iskemia karena kompresi pembuluh darah sehingga
menyebabkan distensi berlebih dari jaringan.
4. Nyeri Somatik
Nyeri somatik digambarkan dengan nyeri yang tajam, menusuk, mudah
dilokalisasi dan rasa terbakar yang biasanya berasal dari kulit, jaringan
subkutan, membran mukosa, otot skeletal, tendon, tulang dan peritoneum.
Nyeri insisi bedah, tahap kedua persalinan, atau iritasi peritoneal adalah nyeri
somatik. Penyakit yang menyebar pada dinding parietal, yang menyebabkan
rasa nyeri menusuk disampaikan oleh nervus spinalis. Pada bagian ini dinding
parietal menyerupai kulit dimana dipersarafi secara luas oleh nervus spinalis.
Adapun, insisi pada peritoneum parietal sangatlah nyeri, dimana insisi pada
peritoneum viseralis tidak nyeri sama sekali. Berbeda dengan nyeri viseral,
nyeri parietal biasanya terlokalisasi langsung pada daerah yang rusak.
Munculnya jalur nyeri viseral dan parietal menghasilkan lokalisasi dari
nyeri dari viseral pada daerah permukaan tubuh pada waktu yang sama.
Sebagai contoh, rangsang nyeri berasal dari apendiks yang inflamasi melalui
serat serat nyeri pada sistem saraf simpatis ke rantai simpatis lalu ke spinal
cord pada T10 ke T11. Nyeri ini menjalar ke daerah umbilikus dan nyeri
menusuk dan kram sebagai karakternya. Sebagai tambahan, rangsangan nyeri
berasal dari peritoneum parietal dimana inflamasi apendiks menyentuh dinding
abdomen, rangsangan ini melewati nervus spinalis masuk ke spinal cord pada
L1 sampai L2. Nyeri menusuk berlokasi langsung pada permukaan peritoneal
yang teriritasi di kuadran kanan bawah.

- Mekanisme Nyeri
Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan
akibat dari kerusakan jaringan yang aktual atau potensial (Smeltzer & Bare, 2002).
Menurut Potter dan Perry (2006) nyeri merupakan suatu kondisi yang lebih dari
sekedar sensasi tunggal yang disebabkan oleh stimulus tertentu. Nyeri sangat
bersifat subjektif dan sangat bersifat individual. Berdasarkan beberapa pengertian
di atas dapat disimpulkan bahwa nyeri merupakan kondisi yang tidak
menyenangkan yang dialami oleh seseorang sebagai akibat dari kerusakan jaringan
aktual maupun potensial, yang bersifat subjektif dan individual. Rasa nyeri
merupakan mekanisme perlindungan. Rasa nyeri timbul bila ada kerusakan
jaringan, dan hal ini akan menyebabkan individu bereaksi dengan cara
memindahkan stimulus nyeri (Guyton & Hall, 2007).
Setiap pasien yang mengalami trauma berat (tekanan, suhu, kimia) atau paska
pembedahan harus dilakukan penanganan nyeri yang sempurna, karena dampak
dari nyeri itu sendiri akan menimbulkan respon stres metabolik (MSR) yang akan
mempengaruhi semua sistem tubuh dan memperberat kondisi pasiennya. Hal ini
akan merugikan pasien akibat timbulnya perubahan fisiologi dan psikologi pasien
itu sendiri, seperti:
a. Perubahan kognitif (sentral) : kecemasan, ketakutan, gangguan tidur dan putus
asa
b. Perubahan neurohumoral : hiperalgesia perifer, peningkatan kepekaan luka
c. Plastisitas neural (kornudorsalis), transmisi nosiseptif yang difasilitasi
sehingga meningkatkan kepekaan nyeri
d. Aktivasi simpatoadrenal : pelepasan renin, angiotensin, hipertensi, takikardi
e. Perubahan neuroendokrin : peningkatan kortisol, hiperglikemi, katabolisme

Mekanisme Nyeri
Nyeri merupakan suatu bentuk peringatan akan adanya bahaya kerusakan
jaringan. Pengalaman sensoris pada nyeri akut disebabkan oleh stimulus noksius
yang diperantarai oleh sistem sensorik nosiseptif. Sistem ini berjalan mulai dari
perifer melalui medulla spinalis, batang otak, thalamus dan korteks serebri. Apabila
telah terjadi kerusakan jaringan, maka sistem nosiseptif akan bergeser fungsinya
dari fungsi protektif menjadi fungsi yang membantu perbaikan jaringan yang rusak.
Nyeri inflamasi merupakan salah satu bentuk untuk mempercepat perbaikan
kerusakan jaringan. Sensitifitas akan meningkat, sehingga stimulus non noksius
atau noksius ringan yang mengenai bagian yang meradang akan menyebabkan
nyeri. Nyeri inflamasi akan menurunkan derajat kerusakan dan menghilangkan
respon inflamasi.
1. Sensitisasi Perifer
Cidera atau inflamasi jaringan akan menyebabkan munculnya perubahan
lingkungan kimiawi pada akhir nosiseptor. Sel yang rusak akan melepaskan
komponen intraselulernya seperti adenosine trifosfat, ion K+, pH menurun, sel
inflamasi akan menghasilkan sitokin, chemokine dan growth factor. Beberapa
komponen diatas akan langsung merangsang nosiseptor (nociceptor activators)
dan komponen lainnya akan menyebabkan nosiseptor menjadi lebih
hipersensitif terhadap rangsangan berikutnya (nociceptor sensitizers).
Komponen sensitisasi, misalnya prostaglandin E2 akan mereduksi
ambang aktivasi nosiseptor dan meningkatkan kepekaan ujung saraf dengan
cara berikatan pada reseptor spesifik di nosiseptor. Berbagai komponen yang
menyebabkan sensitisasi akan muncul secara bersamaan, penghambatan hanya
pada salah satu substansi kimia tersebut tidak akan menghilangkan sensitisasi
perifer. Sensitisasi perifer akan menurunkan ambang rangsang dan berperan
dalam meningkatkan sensitifitas nyeri di tempat cedera atau inflamasi.
2. Sensitisasi Sentral
Sama halnya dengan sistem nosiseptor perifer, maka transmisi nosiseptor
di sentral juga dapat mengalami sensitisasi. Sensitisasi sentral dan perifer
bertanggung jawab terhadap munculnya hipersensitivitas nyeri setelah cidera.
Sensitisasi sentral memfasilitasi dan memperkuat transfer sipnatik dari
nosiseptor ke neuron kornu dorsalis. Pada awalnya proses ini dipacu oleh input
nosiseptor ke medulla spinalis (activity dependent), kemudian terjadi
perubahan molekuler neuron (transcription dependent).
Sensitisasi sentral dan perifer merupakan contoh plastisitas sistem saraf,
dimana terjadi perubahan fungsi sebagai respon perubahan input (kerusakan
jaringan). Dalam beberapa detik setelah kerusakan jaringan yang hebat akan
terjadi aliran sensoris yang masif kedalam medulla spinalis, ini akan
menyebabkan jaringan saraf didalam medulla spinalis menjadi hiperresponsif.
Reaksi ini akan menyebabkan munculnya rangsangan nyeri akibat stimulus
non noksius dan pada daerah yang jauh dari jaringan cedera juga akan menjadi
lebih sensitif terhadap rangsangan nyeri.
Mekanisme sensitisas
perifer dan sensitisas
sentral
(Chawda et al., 2004)

Reseptor Nyeri (Nosiseptor)


Nosiseptor adalah reseptor ujung saraf bebas yang ada di kulit, otot,
persendian, viseral dan vaskular. Nosiseptor-nosiseptor ini bertanggung jawab
terhadap kehadiran stimulus noksius yang berasal dari kimia, suhu (panas, dingin),
atau perubahan mekanikal. Pada jaringan normal, nosiseptor tidak aktif sampai
adanya stimulus yang memiliki energi yang cukup untuk melampaui ambang batas
stimulus (resting). Nosiseptor mencegah perambatan sinyal acak (skrining fungsi)
ke SSP untuk interpretasi nyeri.
Saraf nosiseptor bersinap di dorsal horn dari spinal cord dengan lokal
interneuron dan saraf projeksi yang membawa informasi nosiseptif ke pusat yang
lebih tinggi pada batang otak dan thalamus. Berbeda dengan reseptor sensorik
lainnya, reseptor nyeri tidak bisa beradaptasi. Kegagalan reseptor nyeri beradaptasi
adalah untuk proteksi karena hal tersebut bisa menyebabkan individu untuk tetap
awas pada kerusakan jaringan yang berkelanjutan. Setelah kerusakan terjadi, nyeri
biasanya minimal. Mula datang nyeri pada jaringan karena iskemi akut
berhubungan dengan kecepatan metabolisme. Sebagai contoh, nyeri terjadi pada
saat beraktifitas kerena iskemia otot skeletal pada 15 sampai 20 detik tapi pada
iskemia kulit bisa terjadai pada 20 sampai 30 menit.
Tipe nosiseptor spesifik bereaksi pada tipe stimulus yang berbeda. Nosiseptor
C tertentu dan nosiseptor A-delta bereaksi hanya pada stimulus panas atau dingin,
dimana yang lainnya bereaksi pada stimulus yang banyak (kimia, panas, dingin).
Beberapa reseptor A-beta mempunyai aktivitas nociceptor-like. Serat serat
sensorik mekanoreseptor bisa diikutkan untuk transmisi sinyal yang akan
menginterpretasi nyeri ketika daerah sekitar terjadi inflamasi dan produk-
produknya. Allodynia mekanikal (nyeri atau sensasi terbakar karena sentuhan
ringan) dihasilkan mekanoreseptor A-beta3,28,36.
Nosiseptor viseral, tidak seperti nosiseptor kutaneus, tidak didesain hanya
sebagai reseptor nyeri karena organ dalam jarang terpapar pada keadaan yang
potensial merusak. Banyak stimulus yang sifatnya merusak (memotong, membakar,
kepitan) tidak menghasilkan nyeri bila dilakukan pada struktur viseralis. Selain itu
inflamasi, iskemia, regangan mesenterik, dilatasi, atau spasme viseralis bisa
menyebabkan spasme berat. Stimulus ini biasanya dihubungkan dengan proses
patologis, dan nyeri yang dicetuskan untuk mempertahankan fungsi.
- AnamnesisPemeriksaan Fisik dan Lab Nyeri Abdomen
1. Tes darah;
2. Analisis urin;
3. Analisis fungsi hati;
4. Ultrasonografi (AS);
5. MRT pemeriksaan, yang memungkinkan Anda untuk mengambil
gambar dari struktur di dalam perut;
6. Sinar-X dari ginjal, sistem urogenital;
7. Endoskopi tabung tipis dimasukkan melalui tenggorokan backlit ke
dalam rongga perut untuk penelitiannya.

- Diagnosis Banding

A. Indikasi Pemberian Obat


Untuk menghilangkan gejala dapat diresepkan analgesik. Namun,
banyak dokter menolak obat penghilang rasa sakit janji tanpa diagnosis yang
akurat. Informasi lengkap mengenai penyebab rasa sakit dapat berguna untuk
pengobatan.
Tergantung pada penyakit yang mendasari, pengobatan mungkin
termasuk: antibiotik, kebutuhan untuk menghindari makanan/minuman/obat
tertentu, dan intervensi bedah (yang parah dengan durasi minimal 6 jam).

B. Mekanisme Mual

Di dalam tubuh kita terjadi peradangan lambung akibat kita makan-


makanan yangmengandung alcohol, aspirin, steroid, dan kafein sehingga
menyebabkan terjadi iritasi pada lambung dan menyebabkan peradangan di
lambung yang diakibatkan oleh tingginya asam lambung .

Mual akibat Demam berdarah sendiri disebabkan karena reaksi antibody


terhadap infeksi virus sehingga timbul respons peradangan, dan akhirnya
menyebabkan stimulasi pada medulla vomiting. Setelah terjadi peradangan
lambung maka tubuh akan merangsang pengeluaran zat yang di sebut vas aktif yang
menyebabkan permeabilitas kapilier pembuluh darah naik. Sehingga menyebabkan
lambung menjadi edema (bengkak) dan merangsang reseptor tegangan dan
merangsang hypothalamus untuk mual. muntah dipicu oleh adanya impuls afferent
yang menuju pusat muntah, yang terletak di medulla otak. Impuls tersebut diterima
dari pusat sensori seperti chemoreceptor trigger zone (CTZ),korteks serebral, serta
visceral afferent dari faring dan saluran cerna.Impuls afferent yang sudah
terintegrasi dengan pusat muntah, akan menghasilkan impuls efferent menuju pusat
salivasi, pusat pernafasan, daerah salurancerna, faring, dan otot otot perut yang
semuanya bersinergi memicu proses muntah. Nah dari sini terlihat alasan ketika
muntah terjadi nafas tidak beraturan, terengah engah,keringat, kontraksi perut,
ataupun keluar saliva/air liur.Penyebab dan proses terjadinya muntah dapat dilihat
pada gambar berikut:
Gambar 1: letak pusat muntah

CTZ merupakan daerah kemosensori utama pada proses emesis/muntah dan


sering dipicu oleh senyawa senyawa kimia. Obat obat sitotoksik pun memicu
emesis melalui mekanisme berinteraksi dengan CTZ. Beberapa neurotransmiter
dan reseptor terdapat di pusat muntah, CTZ, dan saluran cerna, meliputi kolinergik,
histaminik,dopaminergik, opiat, serotonergik, neurokinin, serta benzodiazepin.
Dari sini jugat erlihat bahwa adanya stimulasi pada beberapa reseptor ini akan
memicu muntah. Itulah sebabnya, mekanisme kerja obat antiemetik akan berkutat
dalam menghambat ataupun mengantagonis reseptor emetogenik tersebut seperti
terlihat padagambar berikut:

Gambar 2: Chemoreceptor trigger zone

Sementara diatas merupakan pathway DBD. Mual pada kasus ini


merupakan akibat reaksi tubuh terhadap pirogen yang masuk. Pirogen yang masuk
akan bereaksi dengan antibody sehingga menimbulkan respons peradangan,
kemudian akhirnya menstimulasi medulla vomiting dan terjadi mual. Adapun
muntah tidak menyertai mual pada kasus ini karena stimulasi pada medulla
vomiting belum mencapai ambang untuk respons muntah, selain itu merupakan
pertanda bahwa mual pada kasus ini bukan karena gangguan gastrointestinal
melainkan karena pirogen yang masuk Nafsu makan menurun merupakan
efek samping dari reaksi patogen di dalam tubuh. Timbulnya rasa pahit akibat
adanya ikatan antara bahan kimia sebagai perangsang rasa pengecap pahit pada
reseptor, salah satunya IL-1 yang dikeluarkan akibat masuknya pyrogen kedalam
tubuh. Reaksi ini mengakibatkan Gprotein melepaskan unit , yang pada reseptor
indera rasa pengecap pahit ini disebut sebagai Gustducin. Gustducin mengaktifasi
ensim sehingga pada keadaan ini menyebabkan tertutupnya saluran K+, kemudian
merangsang PLC (phospholipase C) untuk mengaktivasi PIP (fosfo inositol fosfat)
menjadi IP3 (inositol trifosfat). IP3 menyebabkan Ca2+ dikeluarkan dari
endoplasmik retikulum dan mitokondria sehingga menimbulkan depolarisasi.
Peningkatan konsentrasi Ca2+ di dalam sel reseptor rasa pengecap pahit
menyebabkan peningkatan rasa pahit dan diteruskan ke memori di dalam otak,
sehingga menyebabkan nafsu makan menurun.

C. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dimulai ketika menyapa pasien dan memulai wawancara.
Perhatikanlah bagaimana penampilannya, jabatan tangannya teraba seperti apa,
sikap dan habitus umumnya, dan cara berbicaranya. Perkirakanlah keadaan
fisiologis pasien secara keseluruhan.

Para ahli jiwa mengatakan bahwa pendekatan fisik ke seseorang dengan


jarak kurang dari 2 kaki sesalu diinterpretasikan oleh alam bawah sadar sebagai
invasif dan mempertinggi kesadaran dan ketakutan pasien. Instruksi yang
disampaikan dengan hati-hati akan menghilangkan ketakutan pasien. Lakukan
pemeriksaan secara sistematis untuk menghindari kesalahan karena kelalaian.
Anamnesis memberikan perkiraan pertama tentang sifat penyakit. Kemudian
melakukan pemeriksaan secara sistematis pada tiap-tiap sistem organ secara rutin
meliputi inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.

Derajat kesadaran:
1) Kompos mentis: sadar sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan tentang
keadaan di sekelilingnya.
2) Apatis: keadaan kesadaran pasien yang segan untuk berhubungan dengan keadaan
sekitarnya, sikap acuh tak acuh.
3) Letargi: keadaan kesadaran pasien yang tampaknya lesu dan mengantuk.
4) Somnolen: keadaan kesadaran pasien yang selalu mau tidur saja, dapat
dibangunkan dengan rasa nyeri, atau untuk makan/minum, namun jatuh tertidur
kembali.
5) Sopor: keadaan kesadaran pasien yang mirip koma, berbaring dengan mata tertutup,
tidak menunjukkan reaksi jika dibangunkan, kecuali dengan rangsang nyeri.
Refleks kornea meski lunak masih bisa dibangkitkan; reaksi pupil utuh.
6) Koma: keadaan kesadaran yang hilang sama sekali, dengan rangsang apapun reaksi
atas reaksi tak akan timbul. Refleks apapun tak didapatkan lagi, bahkan batuk atau
muntah tak ada.

Tekanan Darah:

Approximate Age Systolic Diastolic


Range Range Range

1-12 months 75-100 50-70

1-4 years 80-110 50-80

3-5 years 80-110 50-80

6-13 years 85-120 55-80

13-18 years 95-140 60-90

Laju Pernapasan

Approximate Age Range Respiratory Rate

Newborn 30-50

0-5 months 25-40


6-12 months 20-30

1-3 years 20-30

3-5 years 20-30

6-10 years 15-30

11-14 years 12-20

15-20 years 12-30

Adults 16-20

Jenis Pernafasan:

1) Chyne Stokes: pernafasan yang sangat dalam yang berangsur-angsur menjadi


dangkal dan berhenti sama sekali (apnoe) selama beberapa detik untuk kemudian
menjadi dalam lagi. (keracunan obat bius, penyakit jantung, penyakit paru, penyakit
ginjal kronis, dan perdarahan pada susunan saraf pusat)
2) Biot : pernapasan dalam dan dangkal yang disertai masa apnoe yang tidak teratur.
(meningitis)
3) Kusmaul : pernapasan yang inspirasi dan ekspirasi sama panjangnya dan sama
dalamnya, sehingga keseluruhan pernafasan menjadi lambat dan dalam. (keracunan
alkohol dan obat bius, koma, diabetes, uremia

Pola pernapasan adalah:

Pernapasan normal (euphea)


Pernapasan cepat (tachypnea)
Pernapasan lambat (bradypnea)
Sulit/sukar bernapas (oypnea)

Denyut nadi:

Approximate Age Range Heart Rate

Newborn 100-160
0-5 months 90-150

6-12 months 80-140

1-3 years 80-130

3-5 years 80-120

6-10 years 70-110

11-14 years 60-105

15-20 years 60-100

Adults 50-80

Suhu Tubuh

Suhu merupakan gambaran hasil metabolisme tubuh. Termogenesis


(produksi panas tubuh) dan termolisis (panas yang hilang) secara normal diatur oleh
pusat thermoregulator hipothalamus.

Pemeriksaan suhu dapat dilakukan di mulut, aksila atau rektal, dan ditunggu
selama 35 menit. Pemeriksaan suhu dilakukan dengan menggunakan termometer
baik dengan glass thermometer atau electronic thermometer. Bila menggunakan
glass thermometer, sebelum digunakan air raksa pada termometer harus dibuat
sampai menunjuk angka 350C atau di bawahnya.

Tempat untuk mengukur suhu badan seseorang adalah:


o Ketiak/ axilea, pada area ini termometer didiamkan sekitar 10 15 menit.
o Anus/ dubur/ rectal, pada area ini termometer didiamkan sekitar 3-5 menit.
o Mulut/oral, pada area ini termometer didiamkan sekitar 2 3 menit.
Seseorang dikatakan bersuhu tubuh normal, jika suhu tubuhnya berada pada
36oC37,5oC Seseorang dikatakan bersuhu tubuh rendah
(hypopirexia/hypopermia), jika suhu tubuhnya < 36oC
Seseorangdikatakan bersuhu tubuh tinggi/panas jika:
Demam :Jika bersuhu 37,5oC 38oC
Febris : Jika bersuhu 38oC 39oC
Hypertermia : Jika bersuhu > 40oC
VAS ( Vsual Analogue Scale)

Intensitas nyeri dapat diukur dengan menggunakan numerical rating scale


(NRS), verbal rating scale (VRS), visual analog scale (VAS) dan faces rating scale.
VAS (Visual Analogue Scale) telah digunakan sangat luas dalam beberapa
dasawarsa belakangan ini dalam penelitian terkait dengan nyeri dengan hasil yang
handal, valid dan konsisten.VAS adalah suatu instrumen yang digunakan untuk
menilai rasa nyeri yang di derita dengan rentang 1-10.

Cara penilaiannya adalah penderita menandai sendiri dengan pensil pada


nilai skala yang sesuai dengan intensitas nyeri yang dirasakannya setelah diberi
penjelasan dari peneliti tentang makna dari setiap skala tersebut. Penentuan skor
VAS dilakukan dengan mengukur jarak antara ujung garis yang menunjukkan tidak
nyeri hingga ke titik yang ditunjukkan pasien.

D. Pemeriksaan Lokalis
a. Inspeksi
Adalah melihat perubahan-perubahan fungsional. Seperti warna, garis
bentuk, simetri atau asimetri, dan kejadian-kejadian lain dapat dilihat dan
digolongkan.

Langkah kerja :

Atur pencahayaan yang cukup


Atur suhu dan suasana ruangan nyaman
Posisi pemeriksa sebelah kanan pasien
Buka bagian yang diperiksa
Perhatikan kesan pertama pasien : perilaku, ekspresi, penanmpilan
umum,pakainan, postur tubuh, dan gerakan dengan waktu cukup.
Lakukan inspeksi secara sistematis, bila perlu bandingkan bagian sisi tubuh
pasien.

b. Palpasi
Tindakan meraba dengan satu ataupun dua tangan. Palpasi membedakan
tekstur, dimensi, konsistensi, suhu dan kejadian-kejadian lain.

Palpasi yang dilakukan pada kasus nyeri tekan regio McBurney positif
dengan memeriksa kuadran kanan bawah (titik Mcburney). Titik Mcburney adalah
perpotongan lateral dan duapertiga dari garis ysng menghubungkan spina iliaka
superior anterior kanan dan umbilikus.

Langkah kerja :

Daerah yang diperiksa bebas dari gangguan yang menutupi


Cuci tangan
Beritahu pasien tentang prosedur dan tujuannnya
Yakinkan tangan hangat tidak dingin
Lakukan perabaan secara sistematis :
o Jari telunjuk dan ibu jari --> menentukan besar/ukuran
o Jari 2,3,4 bersama --> menentukan konsistensi dan kualitas benda
o Jari dan telapak tangan --> merasakan getaran
o Sedikit tekanan --> menentukan rasa sakit

c. Perkusi
Mengetuk dengan tangan atau dengan suatu alat pada suatu bagian tubuh.
Menimbulkan getaran dan bunyi. Tujuannya adalah untuk mengetahui apa yang
terjadi dengan bunyi itu. Dengan penyebaran bunyi disebut resonansi. Makin
sedikit jumlah antar permukaan, makin baik penghantaran bunyi tersebut.
Terdapat banyak cara untuk melakukan perkusi. Yang paling umum adalah
ujung jari tengah tangan kiri ditekankan dengan kuat diatas kulit. Ujung jari tengah
tangan kanan dengan cepat mengetuk jari diatas kulit tersebut. Gerakannya adalah
dari pegelangan tangan dan ayunkan dengan ringan seperti lambaian selamat
tinggal. Ketuklah dua kali saja dan denganrkan baik-baik.

Langkah Kerja :
Luruskan jari tengah kiri , dengan ujung jari tekan pada permukaan yang akan
diperkusi.
Lakukan ketukan dengan ujung jari tengah kanan diatas jari kiri, dengan lentur dan
cepat, dengan menggunakan pergerakan pergelangan tangan.
Lakukan perkusi secara sistematis sesuai dengan keperluan.

d. Auskultasi
Mendengarkan bunyi yang berasal dari dalam tubuh. Penilaian bunyi
meliputi frekuensi, intensitas, durasi, dan kualitas. Stetoskop adalah alat untuk
membantu auskultasi.

Bagian-bagian stetoskop :

Ear Pieces --> dihubungkan dengan telinga


Sisi Bell ( Cup ) --> pemeriksaan thorak atau bunyi dengan nada rendah
Sisi diafragma ( membran ) --> Pemeriksaan abdomen atau bunyi dengan nada
tinggi.
Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan Darah Lengkap (Complete Blood Count / CBC) yaitu suatu jenis
pemeriksaan penyaring untuk menunjang diagnose suatu penyakit dan atau untuk
melihat bagaimana respon tubuh terhadap suatu penyakit. Disamping itu juga
pemeriksaan ini sering dilakukan untuk melihat kemajuan atau respon terapi pada
pasien yang menderita suatu penyakit infeksi.
Pemeriksaan Darah Lengkap terdiri dari beberapa jenis parameter
pemeriksaan, yaitu:
1. Hemoglobin
2. Hematokrit
3. Leukosit (White Blood Cell / WBC)
4. Trombosit (platelet)
5. Eritrosit (Red Blood Cell / RBC)
6. IndeksEritrosit (MCV, MCH, MCHC)
7. LajuEndapDarahatauErithrocyte Sedimentation Rate (ESR)
8. HitungJenisLeukosit (Diff Count)
9. Platelet Disribution Width (PDW)
10. Red Cell Distribution Width (RDW)
Pemeriksaan Darah Lengkap biasanya disarankan kepada setiap pasien yang
dating ke suatu RumahSakit yang disertai dengan suatu gejala klinis, dan jika
didapatkan hasil yang diluar nilai normal biasanya dilakukan pemeriksaan lanjutan
yang lebih spesifik terhadap gangguan tersebut, sehingga diagnose dan terapi yang
tepat bias segera dilakukan. Lamanya waktu yang dibutuhkan suatu laboratorium
untuk melakukan pemeriksaan ini berkisar maksimal 2 jam.

Trombosit : 96.000/mm
Nilai normal:
170 380. 103/mm3
SI : 170 380. 109/L

Implikasi klinik:
Trombositosis berhubungan dengan kanker, splenektomi, polisitemia vera, trauma,
sirosis, myelogeneus, stres dan arthritis reumatoid.
Trombositopenia berhubungan dengan idiopatik trombositopenia purpura (ITP),
anemia hemolitik, aplastik, dan pernisiosa. Leukimia, multiple myeloma dan
multipledysplasia syndrome.
Obat seperti heparin, kinin, antineoplastik, penisilin, asam valproat dapat
menyebabkan trombositopenia
Penurunan trombosit di bawah 20.000 berkaitan dengan perdarahan spontan dalam
jangka waktu yang lama, peningkatan waktu perdarahan petekia/ekimosis.
Asam valproat menurunkan jumlah platelet tergantung dosis.
Aspirin dan AINS lebih mempengaruhi fungsi platelet daripada jumlah platelet.

Tata Laksana Trombositopenia


Pada kondisi rendahnya platelet yang kritis, transfusi platelet dapat dilakukan
untuk memberikan peningkatan sementara. Transfusi platelet biasanya memiliki
waktu paruh yang lebih pendek dan kecuali jika kondisi penyebab sudah diatasi,
maka sering diperlukan transfusi ulang.
Dalam kondisi nilai platelet yang rendah secara signifikan (kurang dari 50
x 109/L) penting memastikan tidak ada obat yang mempengaruhi fungsi platelet
yang ada. Termasuk semua obat antiplatelet dan obat antiinflamasi non steroid.
Leukosit : 4.500/mm;
Nilai normal:
3200 10.000/mm3
SI : 3,2 10,0 x 109/L

Deskripsi:
Fungsi utama leukosit adalah melawan infeksi, melindungi tubuh dengan
memfagosit organisme asing dan memproduksi atau mengangkut/mendistribusikan
antibodi. Ada dua tipe utama sel darah putih:
Granulosit: neutrofil, eosinofil dan basofil
Agranulosit: limfosit dan monosit

Leukosit terbentuk di sumsum tulang (myelogenous), disimpan dalam


jaringan limfatikus (limfa, timus, dan tonsil) dan diangkut oleh darah ke organ dan
jaringan. Umur leukosit adalah 13-20 hari. Vitamin, asam folat dan asam amino
dibutuhkan dalam pembentukan leukosit. Sistem endokrin mengatur produksi,
penyimpanan dan pelepasan leukosit.
Perkembangan granulosit dimulai dengan myeloblast (sel yang belum
dewasa di sumsum tulang), kemudian berkembang menjadi promyelosit, myelosit
(ditemukan di sumsum tulang), metamyelosit dan bands (neutrofil pada tahap awal
kedewasaan), dan akhirnya, neutrofil.
Perkembangan limfosit dimulai dengan limfoblast (belum dewasa)
kemudian berkembang menjadi prolimfoblast dan akhirnya menjadi limfosit (sel
dewasa). Perkembangan monosit dimulai dengan monoblast (belum dewasa)
kemudian tumbuh menjadi promonosit dan selanjutnya menjadi monosit (sel
dewasa).
Implikasi klinik:
Nilai krisis leukositosis: 30.000/mm3. Lekositosis hingga 50.000/mm3
mengindikasikan gangguan di luar sumsum tulang (bone marrow). Nilai leukosit
yang sangat tinggi (di atas 20.000/mm3) dapat disebabkan oleh leukemia. Penderita
kanker post-operasi (setelah menjalani operasi) menunjukkan pula peningkatan
leukosit walaupun tidak dapat dikatakan infeksi.
Biasanya terjadi akibat peningkatan 1 tipe saja (neutrofil). Bila tidak ditemukan
anemia dapat digunakan untuk membedakan antara infeksi dengan leukemia
Waspada terhadap kemungkinan leukositosis akibat pemberian obat.
Perdarahan, trauma, obat (mis: merkuri, epinefrin, kortikosteroid), nekrosis, toksin,
leukemia dan keganasan adalah penyebab lain leukositosis.
Makanan, olahraga, emosi, menstruasi, stres, mandi air dingin dapat
meningkatkan jumlah sel darah putih
Leukopenia, adalah penurunan jumlah leukosit <4000/mm3.
Sel Darah Putih Differensial

Neutrofil- Neutrofil Eosinofil Basofil Limfosit Monosit

Segment -Bands

Persentase 36-73 0-12 0-6 0-2 15-45 0-10


%

Jumlah 1.260- 0-1440 0-500 0-150 800- 100-800


7.300 40.00
absolute

(/mm3)

Nilai Normal :
Deskripsi:
Neutrofil melawan infeksi bakteri dan gangguan radang
Eosinofil melawan gangguan alergi dan infeksi parasit
Basofil melawan diskrasia darah dan penyakit myeloproliferatif
Limfosit melawan infeksi virus dan infeksi bakteri
Monosit melawan infeksi yang hebat
Nilai normal:
Pria:13 - 18 g/dL
SI unit : 8,1 - 11,2 mmol/L
Wanita: 12 - 16 g/dL
SI unit : 7,4 9,9 mmol/L
Dalam menentukan normal atau tidak nya kadar hemoglobin seseorang kita
harus memperhatikan factor umur, walaupun hal ini berbeda-beda di tiap
laboratorium klinik,yaitu :
Bayi baru lahir : 17-22 gram/dl
Umur 1 minggu : 15-20 gram/dl
Umur 1 bulan : 11-15 gram/dl
Anak-anak : 11-13 gram/dl
Lelaki dewasa : 14-18 gram/dl
Perempuan dewasa : 12-16 gram/dl
Lelaki tua : 12.4-14.9 gram/dl
Perempuan tua : 11.7-13.8 gram/dl

Implikasi klinik :
Penurunan nilai Hb dapat terjadi pada anemia (terutama anemia karena
kekurangan zat besi), sirosis, hipertiroidisme, perdarahan, peningkatan asupan
cairan dan kehamilan.
Peningkatan nilai Hb dapat terjadi pada hemokonsentrasi (polisitemia, luka
bakar), penyakit paru-paru kronik, gagal jantung kongestif dan pada orang yang
hidup di daerah dataran tinggi. Konsentrasi Hb berfluktuasi pada pasien yang
mengalami perdarahan dan luka bakar. Konsentrasi Hb dapat digunakan untuk
menilai tingkat keparahan anemia, respons terhadap terapi anemia, atau
perkembangan penyakit yang berhubungan dengan anemia.

Anda mungkin juga menyukai