Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

FRAKTUR DI RUANG BAITUS SALAM 1


RSI SULTAN AGUNG SEMARANG

Disusun oleh :

Iin Indra Yani Karnowijoyo


NIM : 690.160.376

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2017
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR

I. KONSEP DASAR FRAKTUR


A. PENGERTIAN
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, yang biasanya
disertai dengan luka sekitar jaringan lunak, kerusakan otot, rupture tendon,
kerusakan pembuluh darah, dan luka organ-organ tubuh dan ditentukan sesuai
jenis dan luasnya, terjadinya fraktur jika tulang dikenai stress yang lebih besar
dari yang dapat diabsorbsinya (Smeltzer, 2010).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis
dan luasnya fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang
dapat diabsorpsinya. Fraktur dapat disebabkan pukulan langsung, gaya
meremuk, gerakan punter mendadak, dan bahkan kontraksi otot ekstrem
(Bruner & Sudarth, 2011).
Fraktur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh.
Kebanyakan fraktur disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang
berlebihan pada tulang, baik berupa trauma langsung dan trauma tidak
langsung (Sjamsuhidajat & Jong, 2011).
Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa fraktur adalah
terputusnya kontinuitas tulang yang ditentukan oleh jenisnya, luasnya, dan
tipenya yang biasanya disebabkan oleh trauma / tenaga fisik.

B. KLASIFIKASI FRAKTUR
Jenis jenis fraktur (Brunner dan Suddart, 2011) :
1. Berdasarkan tempat (Fraktur
humerus, tibia, clavicula, ulna, radius dan cruris dan seterusnya).
2. Berdasarkan komplit atau
ketidakklomplitan fraktur :
a. Fraktur komplit adalah patahan pada seluruh garis tengah tulang dan
biasanya mengalami pergeseran
b. fraktur inkomplit adalah patahan hanya terjadi sebagian dari tengah
tulang.
3. Berdasarkan bentuk dan jumlah
garis patah :
a. Fraktur Komunitif : fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan.
b. Fraktur Segmental : fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan.
c. Fraktur Multiple : fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
pada tulang yang sama
4. Berdasarkan posisi fragmen :
a. Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap ttetapi kedua
fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh.
b. Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang
juga disebut lokasi fragmen
5. Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan).
a. Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen
tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih
utuh) tanpa komplikasi. Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri
yang berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:
1) Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan
lunak sekitarnya.
2) Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan
jaringan subkutan.
3) Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak
bagian dalam dan pembengkakan.
4) Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata
dan ancaman sindroma kompartement.
b. Fraktur terbuka (fraktur komplikata/kompleks) merupakan fraktur
dengan luka pada kulit, menbran mukosa sampai kepatahan tulang yang
dibagi menjadi 3 grade :
1) Grade I dengan luka bersih ( 1 cm panjangnya )
2) Grade II luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang
ekstensif
3) Grade III luka yang sangat terkontaminasi dan mengalami
kerusakan jaringan lunak. Yang ekstensif.

C. ETIOLOGI
Penyebab fraktur dapat terjadi karena tulang mengalami :
1. Trauma langsung/ direct trauma
Yaitu apabila fraktur terjadi di tempat dimana bagian tersebut mendapat
ruda paksa (misalnya benturan, pukulan yang mengakibatkan patah
tulang).
2. Trauma yang tak langsung/ indirect
trauma
Misalnya penderita jatuh dengan lengan dalam keadaan ekstensi dapat
terjadi fraktur pada pegelangan tangan.
3. Trauma ringan pun dapat menyebabkan terjadinya fraktur bila tulang itu
sendiri rapuh/ ada resiko terjadinya penyakit yang mendasari dan hal ini
disebut dengan fraktur patologis.
4. Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi.Kekuatan dapat
berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari
ketiganya, dan penarikan.

D. PATOFISIOLOGI
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas
untuk menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari
yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang
mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi
fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan
jaringan lunak yang membungkus tulang rusak.
Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma
di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang
yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya
respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan
leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar
dari proses penyembuhan tulang nantinya
Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur
1. Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung
terhadap besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan
fraktur.
2. Faktor Intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan
untuk timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan,
elastisitas, kelelahan, dan kepadatan atau kekerasan tulang.
Pohon Masalah

Kerusakan Kerusakan tidak Kerusakan akibat


langsung langsung tarikan otot

Trauma pada Trauma tidak pada Beban yang terlalu


tempat fraktur tempat fraktur berat

Terjadi tekanan eksternal


dari pada internal

Terjadi trauma

Rusak atau terputusnya


kontinuitas tulang

fraktur

Cedera pada Trauma jaringan Fraktur terbuka Krisis


jaringan situasional
Terputusnya
Kerusakan
Pelepasan semua jaringan
persarafan cemas
implus nyeri

Gangguan Adanya luka


Respon Ansietas
neuromuskular
hipotalamus
Kerusakan
Respon nyeri Gangguan integritas Masuknya
mobilitas fisik kulit kuman

Nyeri akut
Dilakukan tindakan Resiko infeksi
imobilisasi, traksi atau gips

Intoleransi aktivitas
E. Pathway fraktur

Trauma,petologis/kelelahan

PK.
Hemora Discontinuitas tl, Fraktur Krisis situasi
gi pembuluh darah terbuka/tertutup
Pk. jaringan Reposis/reduksi
Sindrome
komparte
men Risiko
trauma/ce Terbuka Tertutup
dera
Risiko tambahan
infeksi

Tekanan Fiksasi
sumsum Grkan Frag Tl, internal: Keterbatas Fiks.
tulang odem,jar,otot plat.scrue an Ektr
lebih mobilisasi nal
tinggi
dari tek Tind.Pembedah Pk Imolisasi
kapiler an Syok, penekan
pk. an jar.
Kerusakan Risk hemora
Globulin neuro infek Spasmegik
lemak otot Kerusak
muskuler si an Risk.
mobilit keru
as fisik saka
Aliran n
pemb.drh inte
Risk
Defisit grita
kerusakan
perawatan s
neuromus
diri kulit
Pk.Embol kuler
i
Nyeri
Masuk ke akut
otak,
paru,ginjal

Risk
Hipoksi,takip Kerusakan
nea pertkrn
gas
F. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas,
pemendekan ektremitas, krepitus, pembengkakan lokal, dan perubahan warna yang
dijelaskan secara rinci sebagai berikut:
1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai
alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen
tulang.
2. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tidak dapat digunakan dan cenderung
bergerak secara alamiah (gerakan luar biasa). Pergeseran fragmen pada fraktur
lengan dan tungkai menyebabkan deformitas (terlihat maupun teraba) ektremitas
yang bisa diketahui dengan membandingkannya dengan ektremitas normal.
Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot
tergantung pada integritasnya tulang tempat melekatnya otot.
3. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena
kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur. Fragmen sering
saling melengkapi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5 cm (1 sampai 2 inci).
4. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang dinamakan
krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya. Uji
krepitus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lunak yang lebih berat.
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat
trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini biasa terjadi setelah
beberapa jam atau hari setelah cedera.

G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah pencitraan
menggunakan sinar rontgen (x-ray). Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi
keadaan dan kedudukan tulang yang sulit, maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP
atau PA dan lateral. Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan
(khusus) ada indikasi untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena
adanya superposisi. Perlu disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar
indikasi kegunaan pemeriksaan penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan
permintaan. Hal yang harus dibaca pada x-ray :
a. Bayangan jaringan lunak.
b. Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik
atau juga rotasi.
c. Trobukulasi ada tidaknya rare fraction.
d. Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi.
Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya
seperti :
a. Tomografi: menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain
tertutup yang sulit divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan kerusakan
struktur yang kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada
struktur lain juga mengalaminya.
b. Myelografi : menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh
darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma.
c. Arthrografi : menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda
paksa.
d. Computed Tomografi-Scanning : menggambarkan potongan secara
transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak.
2. Pemeriksaan Laboratorium
a. Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan
tulang.
b. Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan
osteoblastik dalam membentuk tulang.
c. Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5),
Aspartat Amino Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada tahap
penyembuhan tulang.
3. Pemeriksaan lain-lain
a. Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas: didapatkan
mikroorganisme penyebab infeksi.
b. Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan
pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi.
c. Elektromyografi : terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan
fraktur.
d. Arthroscopy : didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma
yang berlebihan.
e. Indium Imaging : pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada
tulang.
f. MRI : menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.

H. STADIUM PENYEMBUHAN FRAKTUR


Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain. Fraktur
merangsang tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan
membentuk tulang baru diantara ujung patahan tulang. Tulang baru dibentuk oleh
aktivitas sel-sel tulang. Ada lima stadium penyembuhan tulang, yaitu :
1. Stadium Satu-Pembentukan Hematoma
Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur.
Sel-sel darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai
tempat tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast. Stadium ini berlangsung 24 48
jam dan perdarahan berhenti sama sekali.

2. Stadium Dua-Proliferasi Seluler


Pada stadium initerjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro
kartilago yang berasal dari periosteum,`endosteum,dan bone marrow yang telah
mengalami trauma. Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam
lapisan yang lebih dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi
proses osteogenesis. Dalam beberapa hari terbentuklah tulang baru yang
menggabungkan kedua fragmen tulang yang patah. Fase ini berlangsung selama
8 jam setelah fraktur sampai selesai, tergantung frakturnya.
3. Stadium Tiga-Pembentukan Kallus
Selsel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan
osteogenik, bila diberikan keadaan yang tepat, sel itu akan mulai membentuk
tulang dan juga kartilago. Populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast
dan osteoklast mulai berfungsi dengan mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati.
Massa sel yang tebal dengan tulang yang imatur dan kartilago, membentuk
kallus atau bebat pada permukaan endosteal dan periosteal. Sementara tulang
yang imatur (anyaman tulang ) menjadi lebih padat sehingga gerakan pada
tempat fraktur berkurang pada 4 minggu setelah fraktur menyatu.
4. Stadium Empat-Konsolidasi
Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut, anyaman tulang
berubah menjadi lamellar. Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan
osteoclast menerobos melalui reruntuhan pada garis fraktur, dan tepat
dibelakangnya osteoclast mengisi celah-celah yang tersisa diantara fragmen
dengan tulang yang baru. Ini adalah proses yang lambat dan mungkin perlu
beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk membawa beban yang normal.
5. Stadium Lima-Remodelling
Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat. Selama
beberapa bulan atau tahun, pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses
resorbsi dan pembentukan tulang yang terus-menerus. Lamellae yang lebih tebal
diletidakkan pada tempat yang tekanannya lebih tinggi, dinding yang tidak
dikehendaki dibuang, rongga sumsum dibentuk, dan akhirnya dibentuk struktur
yang mirip dengan normalnya.

I. KOMPLIKASI
Komplikasi fraktur yang terpenting adalah :
1. Komplikasi awal
a. Syok, dapat berakibat fatal dalam beberapa jam setelah edema
b. Emboli lemak, dapat terjadi 24-72 jam
c. Sindrom kompartemen, perfusi jaringan dalam otot kurang dari kebutuhan
d. Infeksi dan tromboemboli
e. Koagulopati intravaskular diseminata
2. Komplikasi lanjutan
a. Mal-union/ non union
b. Nekrosis avaskular tulang
c. Reaksi terhadap alat fiksasi interna

J. PENATALAKSANAAN MEDIS
Empat tujuan utama dari penanganan fraktur adalah :
1. Untuk menghilangkan rasa nyeri.
Nyeri yang timbul pada fraktur bukan karena frakturnya sendiri, namun
karena terluka jaringan disekitar tulang yang patah tersebut. Untuk
mengurangi nyeri tersebut, dapat diberikan obat penghilang rasa nyeri dan
juga dengan tehnik imobilisasi (tidak menggerakkan daerah yang fraktur).
Tehnik imobilisasi dapat dicapai dengan cara pemasangan bidai atau gips.
a. Pembidaian : benda keras yang ditempatkan di daerah
sekeliling tulang.

b. Pemasangan gips
Merupakan bahan kuat yang dibungkuskan di sekitar tulang yang
patah. Gips yang ideal adalah yang membungkus tubuh sesuai dengan
bentuk tubuh. Indikasi dilakukan pemasangan gips adalah :
1) Immobilisasi dan penyangga fraktur
2) Istirahatkan dan stabilisasi
3) Koreksi deformitas
4) Mengurangi aktifitas
5) Membuat cetakan tubuh orthotik
Sedangkan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemasangan gips
adalah :
1) Gips yang pas tidak akan menimbulkan perlukaan
2) Gips patah tidak bisa digunakan
3) Gips yang terlalu kecil atau terlalu longgar sangat membahayakan
klien
4) Jangan merusak / menekan gips
5) Jangan pernah memasukkan benda asing ke dalam gips /
menggaruk
6) Jangan meletakkan gips lebih rendah dari tubuh terlalu lama
2. Untuk menghasilkan dan mempertahankan posisi yang ideal dari fraktur.
Bidai dan gips tidak dapat mempertahankan posisi dalam waktu yang lama.
Untuk itu diperlukan lagi tehnik yang lebih mantap seperti pemasangan traksi
kontinyu, fiksasi eksternal, atau fiksasi internal tergantung dari jenis frakturnya
sendiri.
a. Penarikan (traksi) :
Secara umum traksi dilakukan dengan menempatkan beban dengan tali pada
ekstermitas pasien. Tempat tarikan disesuaikan sedemikian rupa sehingga
arah tarikan segaris dengan sumbu panjang tulang yang patah. Metode
pemasangan traksi antara lain :
1) Traksi manual
Tujuannya adalah perbaikan dislokasi, mengurangi fraktur, dan
pada keadaan emergency
2) Traksi mekanik, ada 2 macam :
a) Traksi kulit (skin traction)
Dipasang pada dasar sistem skeletal untuk sturktur yang lain misal
otot. Digunakan dalam waktu 4 minggu dan beban < 5 kg.
b) Traksi skeletal
Merupakan traksi definitif pada orang dewasa yang
merupakan balanced traction. Dilakukan untuk menyempurnakan
luka operasi dengan kawat metal / penjepit melalui tulang / jaringan
metal.
Kegunaan pemasangan traksi, antara lain :
1) Mengurangi nyeri akibat spasme otot
2) Memperbaiki & mencegah deformitas
3) Immobilisasi
4) Difraksi penyakit (dengan penekanan untuk nyeri tulang sendi)
5) Mengencangkan pada perlekatannya
Prinsip pemasangan traksi :
1) Tali utama dipasang di pin rangka sehingga menimbulkan gaya tarik
2) Berat ekstremitas dengan alat penyokong harus seimbang dengan pemberat agar
reduksi dapat dipertahankan
3) Pada tulang-tulang yang menonjol sebaiknya diberi lapisan khusus
4) Traksi dapat bergerak bebas dengan katrol
5) Pemberat harus cukup tinggi di atas permukaan lantai

b. Dilakukan pembedahan untuk menempatkan piringan atau batang logam pada


pecahan-pecahan tulang.
Pada saat ini metode penatalaksanaan yang paling banyak
keunggulannya mungkin adalah pembedahan. Metode perawatan ini disebut
fiksasi interna dan reduksi terbuka. Pada umumnya insisi dilakukan pada tempat
yang mengalami cedera dan diteruskan sepanjang bidang anatomik menuju
tempat yang mengalami fraktur. Hematoma fraktur dan fragmen-fragmen tulang
yang telah mati diirigasi dari luka. Fraktur kemudian direposisi dengan tangan
agar menghasilkan posisi yang normal kembali. Sesudah direduksi, fragmen-
fragmen tulang ini dipertahankan dengan alat-alat ortopedik berupa pen, sekrup,
pelat, dan paku.
II. TEORI ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN FRAKTUR
1. PENGKAJIAN
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses
keperawatan, untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-
masalah klien sehingga dapat memberikan arah terhadap tindakan keperawatan.
Keberhasilan proses keperawatan sangat bergantuang pada tahap ini. Tahap ini
terbagi atas:
a. Anamnesa
1) Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang
dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan
darah, no. register, tanggal MRS, diagnosa medis.
2) Keluhan Utama
DS ( Data Subjektif ) : Pasien mengeluh rasa nyeri pada bagian yang
mengalami fraktur ( femur , humerus , tibia , fibula , dll ) .
Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien
digunakan:
a) Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang
menjadi faktor presipitasi nyeri.
b) Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau
digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau
menusuk.
c) Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa
sakit menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
d) Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan
klien, bisa berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan
seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.
e) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah
buruk pada malam hari atau siang hari.
DO ( Data Objektif ) : Pasien tampak meringis kesakitan , pasien
tampak memegangi bagian yang mengalami fraktur , pasien tampak
menangis , pasien tampak lemas, dan lain-lain.
3) Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari
fraktur, yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan
terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut
sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian
tubuh mana yang terkena. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme
terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain
4) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan
memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan
menyambung. Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan
penyakit pagets yang menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit
untuk menyambung. Selain itu, penyakit diabetes dengan luka di kaki
sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga
diabetes menghambat proses penyembuhan tulang
5) Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang
merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti
diabetes, osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan, dan
kanker tulang yang cenderung diturunkan secara genetik
6) Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan
peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau
pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga
ataupun dalam masyarakat
7) Riwayat Keperawatan dan Pengkajian Fisik:
Gejala-gejala fraktur tergantung pada lokasi, berat dan jumlah kerusakan
pada struktur lain. Berdasarkan klasifikasi Doenges dkk. (2000) riwayat
keperawatan yang perlu dikaji adalah:
a) Aktivitas istirahat
Tanda : Keterbatasan / kehilangan fungsi pada bagian terkena
mungkin segera setelah fraktur itu sendiri atau terjadi secara sekunder
dari pembengkakan jaringan nyeri.
b) Sirkulasi
Tanda : HT (kadang-kadang terlihat sebagai respon terhadap nyeri /
ansietas) atau hipotensi (kehilangan darah), Takikardia (respon
stress, hivopolemia)
c) Neurosensori
Gejala : Hilang gerakan atau sensasi , spasme otot, kesemutan
Tanda : Deformitas lokal : agulasi abnormal, pemendekan, rotasi
krepitasi.
d) Nyeri / kenyamanan
Gejala : Nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera mungkin terlokalisasi
pada area jaringan / kerusakan tulang dapat berkurang pada
imobilisasi. Tak ada nyeri akibat kerusakan saraf spasme atau kram
otot (setelah imobilisasi)
e) Keamanan
Tanda : Laserasi kulit, avulsi jaringan, perdarahan, perubahan warna,
pembengkakan lokal (dapat meningkat secara bertahap atau tiba-tiba)
f) Penyuluhan
Gejala : Lingkungan tidak mendukung (menimbulkan cedera)
pengetahuan terbatas.
1. Diagnosa keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan agen cedera biologis (adanya fraktur pada daerah
tungkai)
b. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan, kerusakan musculoskletal
c. Resiko disfungsi neurovaskuler perifer
2. Intervensi keperawatan

Diagnosa Tujuan dan Intervensi


keperawatan Kriteria Hasil

Nyeri akut NOC : NIC :


Pain Level, Pain Management
pain control, Lakukan pengkajian
comfort level nyeri secara
komprehensif termasuk
Kriteria Hasil : lokasi, karakteristik,
Mam durasi, frekuensi, kualitas
pu mengontrol dan faktor presipitasi
nyeri (tahu Observasi reaksi
penyebab nyeri, nonverbal dari
mampu ketidaknyamanan
menggunakan Gunakan teknik
tehnik komunikasi terapeutik
nonfarmakologi untuk mengetahui
untuk mengurangi pengalaman nyeri pasien
nyeri, mencari Kontrol lingkungan yang
bantuan) dapat mempengaruhi
Mela nyeri seperti suhu
porkan bahwa ruangan, pencahayaan
nyeri berkurang dan kebisingan
dengan Kurangi faktor presipitasi
menggunakan nyeri
manajemen nyeri Pilih dan lakukan
Mam penanganan nyeri
pu mengenali (farmakologi, non
nyeri (skala, farmakologi dan inter
intensitas, personal)
frekuensi dan Kaji tipe dan sumber
tanda nyeri) nyeri untuk menentukan
Meny intervensi
atakan rasa Ajarkan tentang teknik
nyaman setelah non farmakologi
nyeri berkurang Berikan analgetik untuk
Tand mengurangi nyeri
a vital dalam Tingkatkan istirahat
rentang normal
Hambatan mobilitas NOC : NIC :
fisik Ambulation Terapi aktivitas : ambulasi
Tingkat Monitoring vital sign
mobilitas sebelum dan sesudah
latihan dan lihat respon
Indicator : pasien saat latihan
Mampu Bantu klien untuk
mempertahankan menggunakan tongkat
berat badan saat berjalan dan cegah
Mampu terhadap cedera
melangkah Ajarkan pasien atau
Mampu berjalan tenaga kesehatan lain
lambat tentang teknik ambulasi
Mampu berjalan Kaji kemampuan klien
dengan pasien dalam mobilisasi
kecepatan Latih pasien dalam
sedang pemenuhan kebutuhan
ADL secara mandiri
sesuai kemampuan

Resiko disfungsi NOC : NIC :
neurovaskuler Circulation Exercise therapy
perifer status: Tentukan batasan
pergerakan sendi dan
Kriteria Hasil : efek dari fungsi
Nadi normal Monitor lokasi
Tekanan vena ketidaknyamanan selama
sentral normal pergerakan
Tidak terjadi Dukung ambulasi
kelemahan yang Circulation Care
berlebihan Evalusi terhadap edema
dan nadi
Inspeksi kulit terhadap
ulcer
Dukung pasien untuk
latihan sesuai toleransi
Kaji derajat
ketidaknyamanan atau
nyeri
Turunkan ekstermitas
untuk memperbaiki
sirkulasi arterial
DAFTAR PUSTAKA

Brunner, Suddarth. (2011). Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol.3. EGC.
Jakarta
Ircham Machfoedz. (2013). Pertolongan Pertama di Rumah, di Tempat Kerja, atau di
Perjalanan. Yogyakarta : Fitramaya
Johnson, M., et al. (2011). Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition.
New Jersey : Upper Saddle River
Mc Closkey, C.J., et al. (2011). Nursing Interventions Classification (NIC) Second
Edition. New Jersey : Upper Saddle River
Smeltzer, S.C. (2010). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC
NANDA. (2015-2017). Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi. Edisi 10.

Anda mungkin juga menyukai