Anda di halaman 1dari 46

DINAS KESEHATAN KABUPATEN BANGKA BARAT

PEDOMAN PELAYANAN
UNIT RAWAT JALAN POLI
GIGI
PUSKESMAS SIMPANG TERITIP
.

2017
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B. Tujuan Pedoman

C. Ruang Lingkup Pelayanan

D. Batasan Operasional

E. Landasan Hukum

BAB II STANDAR KETENAGAAN

A. Kualifi kasi Sumber Daya Manusia

B. Distribusi Ketenagaan

C. Jadual Kegiatan, termasuk Pengaturan Jaga (Rawat Inap)

BAB III STANDAR FASILITAS

A. Denah Ruang

B. Standar Fasilitas

BAB IV TATALAKSANA PELAYANAN

BAB V LOGISTIK

BAB VI KESELAMATAN PASIEN

BAB VII KESELAMATAN KERJA

BAB VIII PENGENDALIAN MUTU

BAB IX PENUTUP

1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Terwujudnya kondisi kesehatan masyarakat yang baik adalah
tugas dan tanggung jawab dari negara sebagai bentuk amanah
konstitusi yaitu Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia
tahun 1945. Dalam pelaksanaannya negara berkewajiban menjaga
mutu pelayanan kesehatan terhadap masyarakat. Mutu pelayanan
kesehatan sangat ditentukan oleh fasilitas kesehatan serta tenaga
kesehatan yang berkualitas. Untuk mewujudkan tenaga kesehatan
yang berkualitas, negara sangat membutuhkan peran organisasi
profesi tenaga kesehatan yang memiliki peran menjaga kompetensi
anggotanya

B. Tujuan Pedoman
Tersedianya pedoman sebagai acuan dalam penyelenggaraan
pelayanan medik dasar yang profesional dan bermutu di sarana
kesehatan
Tujuan khusus:
a. Terlaksananya penilaian terhadap kinerja pelayanan medik
dasar di puskesmas
b. Terlaksananya perbaikan berkelanjutan program
c. Meningkatnya kepuasan dan harapan pelanggan terhadap
pelayanan kesehatan di Puskesmas

C. Ruang Lingkup Pedoman Pelayanan


Ruang lingkup pedoman ini adalah input,proses dan output
pelayanan kesehatan dasar,keselamatan kerja dan keselamatan
pasien
D. Batasan Operasional
1. Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disebut
Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya
kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih
mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai
derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di
wilayah kerjanya.
2. Upaya Kesehatan Perseorangan yang selanjutnya disingkat UKP
adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan
1
pelayanan kesehatan yang ditujukan untuk peningkatan,
pencegahan, penyembuhan penyakit, pengurangan penderitaan
akibat penyakit dan memulihkan kesehatan perseorangan
3. Upaya Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disingkat UKM
adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan
kesehatan serta mencegah dan menanggulangi timbulnya
masalah kesehatan dengan sasaran keluarga, kelompok, dan
masyarakat
4. Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri
dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau
keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang
untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk
melakukan upaya kesehatan
5. Tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang selanjutnya
disebut tindakan kedokteran adalah suatu tindakan medis
berupa preventif,diagnostik,terapeutik dan rehabilitatif yang
dilakukan oleh dokter atau dokter gigi terhadap pasien
6. Dokter atau dokter gigi adalah luusan pendidikan kedokteran
atau kedokteran gigi didalam maupun diluar negri yang diakui
oleh pemerintah republik indonesi sesuai dengan
peraturanperundangan.
7. Mutu adalah kemampuan untuk memenuhi persyaratan
berdasarkan karakteristik yang dimiliki suatu produk
8. Mutu pelayanan kesehatan adalah derajat kesempurnaan yang
memenuhi kebutuhanmasyarakat yang dilaksanakan sesuai
dengan standard pelayanan kesehatan dengan menggunakan
sumber daya yag tersedia,wajar,efisien dan efektif serta
memberikan keamanan dan memuaskan sesuai norma dan
etika,hukum dan sosial budaya dengan memperhatikan
keterbatasan dan kemampuan pemerintah dan masyarakat.

E. Landasan Hukum
1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4431);
2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

1
4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);
4. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1438/Menkes/PER/IX/2010 tentang Standar Pelayanan
Kedokteran;
5. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2052/Menkes/PER/X/2011
tentang Izin Praktik dan Pelaksanaan Praktik Kedokteran (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Tahun 671);
6. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 71 Tahun 2013 tentang
Pelayanan Kesehatan Pada Jaminan Kesehatan Nasional (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 1400);
7. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 tentang
Panduan Praktek klinis Bagi dokter di fasilitas Pelayanan
Kesehatan Primer (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014
Nomor 231);

1
BAB II
STANDAR KETENAGAAN

A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia


Tenaga pelaksana yang digunakan untuk pelayanan medik dasar
adalah tenaga yang memiliki surat izin praktek /surat izin kerja :
1. Dokter
2. Tenaga Paramedis
3. Tenaga administrasi
Tenaga baru harus melalui orietasi petugas.Tenaga kesehatan
mengikuti seminar dan pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan
dan keterampilan.

B. Distribusi Ketenagaan
Pengaturan dan penjadwalan pelayanan dikoordinir oleh penanggung
jawab poli umum.

C. Jadwal Kegiatan,
Jadwal Tenaga Rawat Jalan di Poli Umum (Dewasa)

No Hari Nama Nama Lain-lain


Dokter Perawat
1 Senin
2. Selasa
3. Rabu
4 Kamis
5 Jumat
6 Sabtu

1
BAB III
STANDAR FASILITAS
A. Denah Ruang

B. Standar Fasilitas

Ruangan Kesehatan Gigi dan Mulut :


1 . Atraumatic Restorative Treatment (ART)
2 Enamel Access Cutter
3 Eksavator Berbentuk Sendok Ukuran Kecil (Spoon Excavator Small)
4 Eksavator Berbentuk Sendok Ukuran Sedang (Spoon Excavator Medium)
5 Eksavator Berbentuk Sendok Ukuran Besar (Spoon Excavator Large)
6 Double Ended Applier and Carver
7 Spatula Plastik
8 Hatchet
9 Batu Asah
10 Bein Lurus Besar
11 Bein Lurus Kecil
Bor Intan (Diamond Bur Assorted) untuk Air Jet Hand Piece (Kecepatan
12 Tinggi) (round, inverted dan fissure)
Bor Intan Kontra Angle Hand Piece Conventional (Kecepatan Rendah)
13 (round, inverted dan fissure)
14 Ekskavator Berujung Dua (Besar)
15 Ekskavator Berujung Dua (Kecil)
16 Gunting Operasi Gusi (Wagner) (12 cm )
17 Handpiece Contra Angle
18 Handpiece Straight
19 Kaca Mulut Datar No.4 Tanpa Tangkai
20 Klem/Pemegang Jarum Jahit (Mathieu Standar)

1
21 Set Kursi Gigi Elektrik yang terdiri dari:
22 Kursi Gigi
23 Cuspidor Unit
24 Meja Instrumen
25 Foot Controller untuk Hand Piece
26 Kompresor Oilless 1 PK
27 Jarum exterpasi
28 Jarum K-File (15-40)
29 Jarum K-File (45-80)
30 Light Curing
Mikromotor dengan Straight dan Contra Angle Hand Piece (Low Speed
31 Micro Motor portable)
32 Pelindung Jari
33 Pemegang Matriks (Matrix Holder)
34 Penahan Lidah
35 Pengungkit Akar Gigi Kanan Mesial (Cryer Distal)
36 Pengungkit Akar Gigi Kanan Mesial (Cryer Mesial)
37 Penumpat Plastis
38 Periodontal Probe
39 Penumpat Semen Berujung Dua
40 Pinset Gigi
41 Polishing Bur
42 Skeler Standar , Bentuk Cangkul Kiri (Type Chisel/Mesial)
43 Skeler Standar , Bentuk Cangkul Kanan (Type Chisel/Mesial)
44 Skeler Standar, Bentuk Tombak (Type Hook)
45 Skeler Standar, Black Kiri dan Kanan (Type Chisel/Mesial)
46 Skeler Standar, Black Kiri dan Kiri (Type Chisel/Mesial)
47 Skeler Ultrasonik
48 Sonde Lengkung
49 Sonde Lurus
50 Spatula Pengaduk Semen
51 Spatula Pengaduk Semen Ionomer
52 Set Tang Pencabutan Dewasa (set)
53 Tang gigi anterior rahang atas dewasa
54 Tang gigi premolar rahang atas
55 Tang gigi molar kanan rahang atas
56 Tang gigi molar kiri rahang atas
57 Tang molar 3 rahang atas

1
58 Tang sisa akar gigi anterior rahang atas
59 Tang sisa akar gigi posterior rahang atas
60 Tang gigi anterior dan premolar rahang bawah
61 Tang gigi molar rahang bawah kanan/kiri
62 Tang gigi molar 3 rahang bawah
63 Tang sisa akar rahang bawah
64 Set Tang pencabutan gigi anak
65 Tang gigi anterior rahang atas
66 Tang molar rahang atas
67 Tang molar susu rahang atas
68 Tang sisa akar rahang atas
69 Tang gigi anterior rahang bawah
70 Tang molar rahang bawah
71 Tang sisa akar rahang bawah
72 Skalpel, Mata Pisau Bedah (Besar)
73 42. Skalpel, Mata Pisau Bedah (Kecil)
74 Skalpel, Tangkai Pisau Operasi
75 Tangkai kaca mulut

F. Ruangan Kesehatan Gigi dan Mulut


II. Perlengkapan
Baki Logam Tempat Alat Steril Bertutup
Korentang, Penjepit Sponge (Foerster)
Lampu Spiritus Isi 120 cc
Lemari peralatan
Lempeng Kaca Pengaduk Semen
Needle Destroyer
Silinder Korentang Steril
Sterilisator kering
Tempat Alkohol (Dappen Glas)
Toples Kapas Logam dengan Pegas dan
Tutup (50 x 70 mm)
Toples Pembuangan Kapas (50 x 75 mm)
Waskom Bengkok (Neirbeken)

1
BAB IV
TATALAKSANA PELAYANAN

1. Penanggung jawab poli gigi harus ditetapkan.Pelayanan medik dasar


gigi adalah pelayanan perseorangan yang dilakukan secara continu.
2. Prinsip pelayanan adalah :
a. Kontak pertama
b. Layanan bersifat pribadi
c. Pelayanan paripurna
d. Paradigma sehat
e. Pelayanan berkesinambungan
f. Berorientasi pada keluarga dan masyarakat family and
community oriented.memperhatikan hak dan kewajiban
pasien,pendidikan pasien dan keluarga sehingga pasien dan
keluarga dan berperan aktif dalam pengambilan keputusan
tidakan kedokteran berdasarkan pengetahuan yang benar dan
ilmiah..
g. Pelayanan memperhatikan keselamatan kerja dan keselamatan
pasien.
3. Jenis pelayanan medik dasar gigi di puskesmas adalah;
a. Konsultasi
b. Premedikasi
c. Kegawatdaruratan oro dental
d. Pencabutan gigi sulung (topikal infiltrasi)
e. Obat pasca ekstraksi
f. Tumpatan komposit /GIC
g. Skeling satu kali setahun.
4. Pencatatan dan pelaporan
Pencatatan dilakukan melalui rekam medis yang disusun sedemikian
rupa sehingga memudahkan dokter mendapat informasi penting yang
perlu diketahui setiap pasien datang.
Pengkodean klasifikasi diagnosis perlu ditetapkan oleh manajemen.

1
ALUR PELAYANAN POLI GIGI

Mulai

Pasien Masuk Anamnesa Pemeriksaan Fisik


Ke Poli Gigi (Klinis)

Rujuk RSUD Bisa Penetapan


Ditangani ? Diagnosa dan
Rencana Perawatan

Perawatan Ada Penyakit Rujuk Unit


/Tindakan Sistemik ? Terkait

Intruksi Post Pemberian Resep Lembar Resep


Tindakan Bila Perlu

5. Mekanisme rujukan
1. Rujukan dilakukan kefasyankes terdekat sesuai dengan sistem
rujukan
2. Rujukan berdasarkan indikasi medis

6. Kredensial
Kredensial adalah proses menilai dokter/dokter gigi oleh Dinas
Kesehatan dengan suatu kriteria mutu yang ditetapkan. Proses ini
bertujuan agar kualitas mutu pelayanan dapat distandarkan.
Hal-hal yang dikredensialingkan adalah;
1. Aspek legal:Perizinan
2. Sarana prasarana sesuai standar

1
7. Jenis Penyakit Gigi dan Mulut pada Pelayanan Primer

Penyakit Gigi Diagnosis ICD 10


Terbanyak

Penyakit jaringan 1 Karies dini/karies email K.02.0


keras gigi/karies tanpa kavitas
gigi
2 Karies email/Karies K.02.1,K 02.2
dentin/Karies
sementum/Akar

3 Karies terhenti/Arrested K.02.3


caries

4 Demineralisasi K.02.0
Permukaan Halus
/Aproksimal

5 Fraktur Mahkota Gigi S02.51,S02.52


Yang tidak merusak Pulpa

6 Dentin hipersensitif K.03.80

7 Atrisi,Abrasi,Erosi K03.K03.1,K03.2,K02.3

8 Karies mencapai pulpa K.02.8


vital gigi sulung

Penyakit 9 Periodontitis Kronis K.05.3


Periodontal dengan kehilangan
jaringan periodontal
ringan-sedang

10 Gingivitis akibat Plak K.05.1


Mikrobial

11 Primary Herpetic B00.2


Gingivostomatitis

12 Oral Hygiene Buruk K.03.66

13 Stomatitis aftosa K.12.0

1
14 Angular cheilitis K.13.01

15 Pulpitis reversibel K.04.00

Penyakit pulpa 16 Nekrosis pulpa/Gangren K.04.1


dan periapikal pulpa (Akar tunggal, akar
jamak yang lurus dengan
sudut pandang kerja pada
orifice tidak terhalang )

17 Nekrosis pulpa/Gangren K.04.1


pulpa gigi tinggal akar(
gigi sisa sudah tidak
mendukung untuk
dilakukan tumpatan)

18 Pulpitis irreversibel (Akar K.044.01


tunggal, akar jamak yang
lurus dengan sudut
pandang kerja pada orifice
tidak terhalang)

19 Iritasi Pulpa Gigi tetap K.04.0


muda

20 Hyperemia Pulpa Gigi K.04.0


Tetap Muda

Lain-lain 21 Nyeri Orofasial K049

22 Persistensi Gigi Sulung K.00.63

23 Akar gigi Tertinggal/Facial K.08.3


Fenestrasi/Ulcus
Decubitus

24 Lesi Traumatik K12.04 K14.01K13.1

Kegawatdaruratan 25 Abses Periapikal K.04.7


Gigi
26 Abses Periodontal K.05.2

1
8. Rekam Medis Poli Gigi
Dalam rekam medik gigi data-dat penting yang perlu dicatat,dirangkum dalam
blangko rekam medik gigi adalah;
a. Identitas pasien
a. Nomor file
b. Tanggal pembuatan status
c. Nama
d. Jenis Kelamin
e. Tempat dan tanggal lahir/umur
f. Alamat rumah /nomor telepon dan handphone
g. Pekerjaan
h. Alamat kantor,nomor telepon dan fax
b. Keadaan Umum Pasien
a. Golongan darah
b. Tekanan darah
c. Ada /tidak kelainana haemofilia
d. Ada/tidak penyakit jantung
e. Ada/tidak penyakit diabetes
f. Ada/tidak alergi terhadap obat tertentu
g. Ada/tidak penyakit tertentu seperti Hepatitis,HIV
c. Odontogram
Pemeriksaan terhadap seluruh keadaan gigi dan mulut pasien di
catatkan pada kunjungan pertama atau kesempatan pertama,sehingga
memberikan gambaran keadaan secara keseluruhan.Odontogram selalu
ditempatkan pada lembar pertama rekam medik,setelah data identitas
,keadaan umum.selanjutnya baru diikuti oleh lembar data
perawatankedokteran gigi yang dilakukan.
Setelah pengisian pertama pembuatan odontogram diulang atau
dilengkapi;
- setiap satu tahun
- setiap kedatangan atau kontrol
- jika pasien akan pindah kota/dokter gigi
- jika sebelum satu tahun banyak restorasi gigi permanen yang
dilakukan.
Pada odontogram berisi data;
a. Tanggal pemeriksaan untuk odontogram
b. Gambar denah gigi (odontogram)
c. Hubungan oklusi
d. Ada atau tidaknya torus palatinus,torus mandibularis

1
e. Type langit-langit mulut (palatum);Dalam ,sedang ,rendah
f. Ada atau tidaknya diastema sentral
g. Adakah anomali atau ciri-ciri lain.
d. Data Perawatan Kedokteran gigi
Data perawatan kedokteran gigi yang dilakukan dicatat pada setiap
kunjungan secara teliti.
Data perawatan kedokteran gigi berisi:
a. Tanggal kunjungan
b. Gigi yang dirawat
c. Keluhanan dan diagnosa
d. Tindakan yang dilakukan
e. Paraf dokter gigi (penting)
f. Hasil Rontgen foto,jika ada
e. Nama dokter gigi yang merawat.

1
1
1
1
1
]

1
9.Persetujuan dan informasi tindakan kedokteran

PEMBERIAN INFORMASI KEPADA PASIEN


Pemberian informasi kepada pasien adalah kewajiban pemberi
layananan dan merupakan hak dari pasien.

12 kunci informasi yang sebaiknya diberikan kepada pasien :


1) Diagnosis dan prognosis secara rinci dan juga prognosis apabila tidak
diobati
2) Ketidakpastian tentang diagnosis (diagnosis kerja dan diagnosis
banding) termasuk pilihan pemeriksaan lanjutan sebelum dilakukan
pengobatan
3) Pilihan pengobatan atau penatalaksanaan terhadap kondisi
kesehatannya, termasuk pilihan untuk tidak diobati
4) Tujuan dari rencana pemeriksaan atau pengobatan; rincian dari
prosedur atau pengobatan yang dilaksanakan, termasuk tindakan
subsider seperti penanganan nyeri, bagaimana pasien seharusnya
mempersiapkan diri, rincian apa yang akan dialami pasien selama dan
sesudah tindakan, termasuk efek samping yang biasa terjadi dan yang
serius
5) Untuk setiap pilihan tindakan, diperlukan keterangan tentang
kelebihan/keuntungan dan tingkat kemungkinan keberhasilannya, dan
diskusi tentang kemungkinan risiko yang serius atau sering terjadi, dan
perubahan gaya hidup sebagai akibat dari tindakan tersebut
6) Nyatakan bila rencana pengobatan tersebut adalah upaya yang masih
eksperimental
7) Bagaimana dan kapan kondisi pasien dan akibat sampingannya akan
dimonitor atau dinilai kembali
8) Nama dokter yang bertanggungjawab secara keseluruhan untuk
pengobatan tersebut, serta bila mungkin nama-nama anggota tim
lainnya
9) Bila melibatkan dokter yang sedang mengikuti pelatihan atau
pendidikan, maka sebaiknya dijelaskan peranannya di dalam rangkaian
tindakan yang akan dilakukan
10) Mengingatkan kembali bahwa pasien dapat mengubah
pendapatnya setiap waktu. Bila hal itu dilakukan maka pasien
bertanggungjawab penuh atas konsekuensi pembatalan tersebut.
11) Mengingatkan bahwa pasien berhak memperoleh pendapat kedua
dari dokter lain
1
12) Bila memungkinkan, juga diberitahu tentang perincian biaya

PERSETUJUAN TERTULIS DIPERLUKAN PADA KEADAAN-KEADAAN SBB:


Bila tindakan terapetik bersifat kompleks atau menyangkut risiko atau
efek samping yang bermakna.
Bila tindakan kedokteran tersebut bukan dalam rangka terapi
Bila tindakan kedokteran tersebut memiliki dampak yang bermakna bagi
kedudukan kepegawaian atau kehidupan pribadi dan sosial pasien
Bila tindakan yang dilakukan adalah bagian dari suatu penelitian

1
1
1
1
BAB V
LOGISTIK

Kebutuhan dana dan logistik untuk melaksanakan kegiatan pelayanan medik


rawat jalan direncanakan dalam loka karya mini sesuai dengan tahapan
kegiatan yang akan dilaksanakan

1
BAB VI
KESELAMATAN PASIEN

Keselamatan pasien puskesmas adalah suatu sistem dimana puskesmas


membuat asuhan pasien lebih aman yang meliputi asesmen risiko, identifikasi
dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan
analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta
implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah
terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu
tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil.

Standar keselamatan pasien tersebut terdiri dari tujuh standar yaitu:


1. hak pasien
2. mendidik pasien dan keluarga
3. keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan
4. penggunaan metoda-metoda peningkatan kinerja untuk melakukan
evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien
5. peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien
6. mendidik staf tentang keselamatan pasien
7. komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan
pasien tindakan yang seharusnya diambil
Standar I. Hak pasien
Pasien dan keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan informasi
tentang rencana dan hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya
insiden.
Kriteria:
1.1. Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan.
1.2. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana pelayanan.
1.3. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan secara
jelas dan benar kepada pasien dan keluarganya tentang rencana dan hasil
pelayanan, pengobatan atau prosedur untuk pasien termasuk kemungkinan
terjadinya insiden.

Standar II. Mendidik pasien dan keluarga


Puskesmas harus mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban
dan tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien.
Kriteria:
Keselamatan dalam pemberian pelayanan dapat ditingkatkan dengan
keterlibatan pasien yang merupakan partner dalam proses pelayanan. Karena
1
itu, di puskesmas harus ada sistem dan mekanisme mendidik pasien dan
keluarganya tentang kewajiban dan tanggung jawab pasien
dalam asuhan pasien. Dengan pendidikan tersebut diharapkan pasien dan
keluarga dapat :
1. Memberikan informasi yang benar, jelas, lengkap dan jujur.
2. Mengetahui kewajiban dan tanggung jawab pasien dan keluarga.
3. Mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk hal yang tidak dimengerti.
4. Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan.
5. Mematuhi instruksi dan menghormati peraturan puskesmas.
6. Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa.
7. Memenuhi kewajiban finansial yang disepakati.

Standar III. Keselamatan pasien dalam kesinambungan pelayanan


Puskesmas menjamin keselamatan pasien dalam kesinambungan
pelayanan dan menjamin koordinasi antar tenaga dan antar unit pelayanan.
Kriteria:
3.1. Terdapat koordinasi pelayanan secara menyeluruh mulai dari saat pasien
masuk, pemeriksaan, diagnosis, perencanaan pelayanan, tindakan
pengobatan, rujukan dan saat pasien keluar dari puskesmas.
3.2. Terdapat koordinasi pelayanan yang disesuaikan dengan kebutuhan
pasien dan kelayakan sumber daya secara berkesinambungan sehingga pada
seluruh tahap pelayanan transisi antar unit pelayanan dapat berjalan baik
dan lancar.
3.3. Terdapat koordinasi pelayanan yang mencakup peningkatan komunikasi
untuk memfasilitasi dukungan keluarga, pelayanan keperawatan, pelayanan
sosial, konsultasi dan rujukan, pelayanan kesehatan primer dan tindak lanjut
lainnya.
3.4. Terdapat komunikasi dan transfer informasi antar profesi kesehatan
sehingga dapat tercapainya proses koordinasi tanpa hambatan, aman dan
efektif.

Standar IV. Penggunaan metode-metode peningkatan kinerja untuk


melakukan evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien
Standar:
Puskesmas harus mendesain proses baru atau memperbaiki proses yang
ada, memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data,
menganalisis secara intensif insiden, dan melakukan perubahan untuk
meningkatkan kinerja serta keselamatan pasien.
Kriteria:

1
4.1. Setiap puskesmas harus melakukan proses perancangan (desain) yang
baik, mengacu pada visi, misi, dan tujuan puskesmas, kebutuhan pasien,
petugas pelayanan kesehatan, kaidah klinis terkini, praktik bisnis yang sehat,
dan faktor-faktor lain yang berpotensi risiko
bagi pasien sesuai dengan Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien
Puskesmas.
4.2. Setiap puskesmas harus melakukan pengumpulan data kinerja yang
antara lain terkait dengan : pelaporan insiden, akreditasi, manajemen risiko,
utilisasi, mutu pelayanan, keuangan.
4.3. Setiap puskesmas harus melakukan evaluasi intensif terkait dengan
semua insiden, dan secara proaktif melakukan evaluasi satu proses kasus
risiko tinggi.
4.4. Setiap puskesmas harus menggunakan semua data dan informasi hasil
analisis untuk menentukan perubahan sistem yang diperlukan, agar kinerja
dan keselamatan pasien terjamin.

Standar V. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien


Standar:
1. Pimpinan mendorong dan menjamin implementasi program keselamatan
pasien secara terintegrasi dalam organisasi melalui penerapan Tujuh Langkah
Menuju Keselamatan Pasien Puskesmas .
2. Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif untuk identifikasi
risiko keselamatan pasien dan program menekan atau mengurangi insiden.
3. Pimpinan mendorong dan menumbuhkan komunikasi dan koordinasi antar
unit dan individu berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang
keselamatan pasien.
4. Pimpinan mengalokasikan sumber daya yang adekuat untuk mengukur,
mengkaji, dan meningkatkan kinerja puskesmas serta meningkatkan
keselamatan pasien.
5. Pimpinan mengukur dan mengkaji efektifitas kontribusinya dalam
meningkatkan kinerja puskesmas dan keselamatan pasien

Kriteria:
5.1. Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program keselamatan pasien.
5.2. Tersedia program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan dan
program meminimalkan insiden.
5.3. Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua komponen dari
puskesmas terintegrasi dan berpartisipasi dalam program keselamatan pasien.

1
5.4. Tersedia prosedur cepat-tanggap terhadap insiden, termasuk asuhan
kepada pasien yang terkena musibah, membatasi risiko pada orang lain dan
penyampaian informasi yang benar dan jelas untuk keperluan analisis.
5.5. Tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal berkaitan dengan
insiden termasuk penyediaan informasi yang benar dan jelas tentang Analisis
Akar Masalah Kejadian Nyaris Cedera (Near miss) dan Kejadian Sentinel
pada saat program keselamatan pasien mulai
dilaksanakan.
5.6. Tersedia mekanisme untuk menangani berbagai jenis insiden, misalnya
menangani Kejadian Sentinel (Sentinel Event) atau kegiatan proaktif untuk
memperkecil risiko, termasuk mekanisme untuk mendukung staf dalam
kaitan dengan Kejadian Sentinel.
5.7. Terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka secara sukarela antar unit
dan antar pengelola pelayanan di dalam puskesmas dengan pendekatan antar
disiplin. 5.8. Tersedia sumber daya dan sistem informasi yang dibutuhkan
dalam kegiatan perbaikan kinerja puskesmas dan perbaikan keselamatan
pasien, termasuk evaluasi berkala terhadap kecukupan sumber daya tersebut.
5.9. Tersedia sasaran terukur, dan pengumpulan informasi menggunakan
kriteria objektif untuk mengevaluasi efektivitas perbaikan kinerja puskesmas
dan keselamatan pasien, termasuk rencana tindak lanjut dan
implementasinya.

Standar VI. Mendidik staf tentang keselamatan pasien


Standar:
1. Puskesmas memiliki proses pendidikan, pelatihan dan orientasi untuk
setiap jabatan mencakup keterkaitan jabatan dengan keselamatan pasien
secara jelas.
2. Puskesmas menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan yang
berkelanjutan untuk meningkatkan dan memelihara kompetensi staf serta
mendukung pendekatan interdisipliner dalam pelayanan pasien
Kriteria:
6.1. Setiap puskesmas harus memiliki program pendidikan, pelatihan dan
orientasi bagi staf baru yang memuat topik keselamatan pasien sesuai dengan
tugasnya masing-masing.
6.2. Setiap puskesmas harus mengintegrasikan topik keselamatan pasien
dalam setiap kegiatan in-service training dan memberi pedoman yang jelas
tentang pelaporan insiden.

1
6.3. Setiap puskesmas harus menyelenggarakan pelatihan tentang kerjasama
kelompok (teamwork) guna mendukung pendekatan interdisipliner dan
kolaboratif dalam rangka melayani pasien.

Standar VII. Komunikasi merupakan kunci bagi staff untuk mencapai


keselamatan pasien
Standar:
1. Puskesmas merencanakan dan mendesain proses manajemen informasi
keselamatan pasien untuk memenuhi kebutuhan informasi internal dan
eksternal.
2. Transmisi data dan informasi harus tepat waktu dan akurat.
Kriteria:
7.1. Perlu disediakan anggaran untuk merencanakan dan mendesain proses
manajemen untuk memperoleh data dan informasi tentang halhal terkait
dengan keselamatan pasien.
7.2. Tersedia mekanisme identifikasi masalah dan kendala komunikasi untuk
merevisi manajemen informasi yang ada.

SASARAN KESELAMATAN PASIEN


SASARAN I : KETEPATAN IDENTIFIKASI PASIEN
Standar SKP I
Puskesmas mengembangkan pendekatan untuk memperbaiki/meningkatkan
ketelitian identifikasi pasien.
Maksud dan Tujuan Sasaran I
Kesalahan karena keliru dalam mengidentifikasi pasien dapat terjadi di hampir
semua aspek/tahapan diagnosis dan pengobatan. Kesalahan identifikasi
pasien bisa terjadi pada pasien yang dalam keadaan terbius/tersedasi,
mengalami disorientasi, tidak sadar, bertukar tempat tidur/kamar/ lokasi di
puskesmas, adanya kelainan sensori, atau akibat situasi lain. Maksud sasaran
ini adalah untuk melakukan dua kali pengecekan yaitu: pertama, untuk
identifikasi pasien sebagai individu yang akan menerima pelayanan atau
pengobatan; dan kedua, untuk kesesuaian pelayanan atau pengobatan
terhadap individu tersebut.
Kebijakan dan/atau prosedur yang secara kolaboratif dikembangkan untuk
memperbaiki proses identifikasi, khususnya pada proses untuk
mengidentifikasi pasien ketika pemberian obat, darah, atau produk darah;
pengambilan darah dan spesimen lain untuk pemeriksaan klinis; atau
pemberian pengobatan atau tindakan lain. Kebijakan dan/atau prosedur
memerlukan sedikitnya dua cara untuk mengidentifikasi seorang pasien,
1
seperti nama pasien, nomor rekam medis, tanggal lahir, gelang identitas
pasien dengan bar-code, dan lain-lain. Nomor kamar pasien atau lokasi tidak
bisa digunakan untuk identifikasi. Kebijakan dan/atau prosedur juga
menjelaskan penggunaan dua identitas berbeda di lokasi yang berbeda di
puskesmas, seperti di pelayanan rawat jalan, unit gawat darurat, atau ruang
operasi termasuk identifikasi pada pasien koma tanpa identitas. Suatu proses
kolaboratif digunakan untuk mengembangkan kebijakan dan/atau prosedur
agar dapat memastikan semua kemungkinan situasi untuk dapat
diidentifikasi.
Elemen Penilaian Sasaran I
1. Pasien diidentifikasi menggunakan dua identitas pasien, tidak boleh
menggunakan nomor kamar atau lokasi pasien.
2. Pasien diidentifikasi sebelum pemberian obat, darah, atau produk darah.
3. Pasien diidentifikasi sebelum mengambil darah dan spesimen lain untuk
pemeriksaan klinis.
4. Pasien diidentifikasi sebelum pemberian pengobatan dan
tindakan/prosedur.
5. Kebijakan dan prosedur mengarahkan pelaksanaan identifikasi yang
konsisten pada semua situasi dan lokasi.

SASARAN II : PENINGKATAN KOMUNIKASI YANG EFEKTIF


Standar SKP II
Puskesmas mengembangkan pendekatan untuk meningkatkan efektivitas
komunikasi antar para pemberi layanan.
Maksud dan Tujuan Sasaran II
Komunikasi efektif, yang tepat waktu, akurat, lengkap, jelas, dan yang
dipahami oleh pasien, akan mengurangi kesalahan, dan menghasilkan
peningkatan keselamatan pasien. Komunikasi dapat berbentuk elektronik,
lisan, atau tertulis. Komunikasi yang mudah terjadi kesalahan kebanyakan
terjadi pada saat perintah diberikan secara lisan atau melalui telepon.
Komunikasi yang mudah terjadi kesalahan yang lain adalah pelaporan kembali
hasil pemeriksaan kritis, seperti melaporkan hasil laboratorium klinik cito
melalui telepon ke unit pelayanan. Puskesmas secara kolaboratif
mengembangkan suatu kebijakan dan/atau prosedur untuk perintah lisan
dan telepon termasuk: mencatat (atau memasukkan ke komputer) perintah
yang lengkap atau hasil pemeriksaan oleh penerima perintah; kemudian
penerima perintah membacakan kembali (read back) perintah atau hasil

1
pemeriksaan; dan mengkonfirmasi bahwa apa yang sudah dituliskan dan
dibaca ulang adalah akurat. Kebijakan
dan/atau prosedur pengidentifikasian juga menjelaskan bahwa diperbolehkan
tidak melakukan pembacaan kembali (read back) bila tidak memungkinkan
seperti di kamar operasi dan situasi gawat darurat di IGD atau ICU.

Elemen Penilaian Sasaran II


1. Perintah lengkap secara lisan dan yang melalui telepon atau hasil
pemeriksaan dituliskan secara lengkap oleh penerima perintah.
2. Perintah lengkap lisan dan telpon atau hasil pemeriksaan dibacakan
kembali secara lengkap oleh penerima perintah.
3. Perintah atau hasil pemeriksaan dikonfirmasi oleh pemberi perintah atau
yang menyampaikan hasil pemeriksaan
4. Kebijakan dan prosedur mengarahkan pelaksanaan verifikasi keakuratan
komunikasi lisan atau melalui telepon secara

SASARAN III : PENINGKATAN KEAMANAN OBAT YANG PERLU DIWASPADAI


(HIGH-ALERT)
Standar SKP III
Puskesmas mengembangkan suatu pendekatan untuk memperbaiki keamanan
obat-obat yang perlu diwaspadai (high-alert).
Maksud dan Tujuan Sasaran III
Bila obat-obatan menjadi bagian dari rencana pengobatan pasien, manajemen
harus berperan secara kritis untuk memastikan keselamatan pasien. Obat-
obatan yang perlu diwaspadai (high-alert medications) adalah obat yang sering
menyebabkan terjadi kesalahan/kesalahan serius (sentinel event), obat yang
berisiko tinggi menyebabkan dampak yang tidak diinginkan (adverse outcome)
seperti obat-obat yang terlihat mirip dan kedengarannya mirip (Nama Obat
Rupa dan Ucapan Mirip/NORUM, atau Look Alike Soun Alike/LASA). Obat-
obatan yang sering disebutkan dalam isu keselamatan pasien adalah
pemberian elektrolit konsentrat secara tidak sengaja (misalnya, kalium klorida
2meq/ml atau yang lebih pekat, kalium fosfat, natrium klorida lebih pekat dari
0.9%, dan magnesium sulfat =50% atau lebih pekat). Kesalahan ini bisa terjadi
bila perawat tidak mendapatkan orientasi dengan baik di unit pelayanan
pasien, atau bila perawat kontrak tidak diorientasikan terlebih dahulu
sebelum ditugaskan, atau pada keadaan gawat darurat. Cara yang paling
efektif untuk mengurangi atau
mengeliminasi kejadian tersebut adalah dengan meningkatkan proses
pengelolaan obat-obat yang perlu diwaspadai termasuk memindahkan
1
elektrolit konsentrat dari unit pelayanan pasien ke farmasi. Puskesmas secara
kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan dan/atau prosedur untuk
membuat daftar obat-obat yang perlu diwaspadai berdasarkan data yang ada
di puskesmas. Kebijakan dan/atau prosedur
juga mengidentifikasi area mana saja yang membutuhkan elektrolit
konsentrat, seperti di IGD atau kamar operasi, serta pemberian label secara
benar pada elektrolit dan bagaimana penyimpanannya di area tersebut,
sehingga membatasi akses, untuk mencegah pemberian yang tidak
sengaja/kurang hati-hati.

Elemen Penilaian Sasaran III


1. Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan agar memuat proses
identifikasi, menetapkan lokasi, pemberian label, dan penyimpanan elektrolit
konsentrat.
2. Implementasi kebijakan dan prosedur.
3. Elektrolit konsentrat tidak berada di unit pelayanan pasien kecuali jika
dibutuhkan secara klinis dan tindakan diambil untuk mencegah pemberian
yang kurang hati-hati di area tersebut sesuai kebijakan

SASARAN V : PENGURANGAN RISIKO INFEKSI TERKAIT PELAYANAN


KESEHATAN
Standar SKP V
Puskesmas mengembangkan suatu pendekatan untuk mengurangi
risiko infeksi yang terkait pelayanan kesehatan.
Maksud dan Tujuan Sasaran V
Pencegahan dan pengendalian infeksi merupakan tantangan terbesar dalam
tatanan pelayanan kesehatan, dan peningkatan biaya untuk mengatasi infeksi
yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan merupakan keprihatinan
besar bagi pasien maupun para profesional pelayanan kesehatan. Infeksi
biasanya dijumpai dalam semua bentuk pelayanan kesehatan termasuk
infeksi saluran kemih, infeksi pada aliran darah (blood stream infections) dan
pneumonia (sering kali dihubungkan dengan ventilasi mekanis).
Pusat dari eliminasi infeksi ini maupun infeksi-infeksi lain adalah cuci tangan
(hand hygiene) yang tepat. Pedoman hand hygiene bisa dibaca kepustakaan
WHO, dan berbagai organisasi nasional dan internasional.
Puskesmas mempunyai proses kolaboratif untuk mengembangkan kebijakan
dan/atau prosedur yang menyesuaikan atau petunjuk hand hygiene yang
diterima secara umum dan untuk implementasi petunjuk itu di puskesmas.

1
Elemen Penilaian Sasaran V
1. Puskesmas mengadopsi atau mengadaptasi pedoman hand hygiene terbaru
yang diterbitkan dan sudah diterima secara umum (al.dari WHO
Patient Safety).
2. Puskesmas menerapkan program hand hygiene yang efektif.
3. Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan untuk mengarahkan
pengurangan secara berkelanjutan risiko dari infeksi yang terkait
pelayanan kesehatan.
SASARAN VI : PENGURANGAN RISIKO PASIEN JATUH
Standar SKP VI
Puskesmas mengembangkan suatu pendekatan untuk mengurangi risiko
pasien dari cedera karena jatuh.
Maksud dan Tujuan Sasaran VI
Jumlah kasus jatuh cukup bermakna sebagai penyebab cedera bagi pasien
rawat inap. Dalam konteks populasi/masyarakat yang dilayani, pelayanan
yang disediakan, dan fasilitasnya, puskesmas perlu mengevaluasi risiko pasien
jatuh dan mengambil tindakan untuk mengurangi risiko cedera bila sampai
jatuh. Evaluasi bisa termasuk riwayat jatuh, obat dan telaah terhadap
konsumsi alkohol, gaya jalan dan keseimbangan, serta alat bantu berjalan
yang digunakan oleh pasien. Program tersebut harus diterapkan puskesmas.
Elemen Penilaian Sasaran VI
1. Puskesmas menerapkan proses asesmen awal atas pasien terhadap risiko
jatuh dan melakukan asesmen ulang pasien bila diindikasikan terjadi
perubahan kondisi atau pengobatan, dan lain-lain.
2. Langkah-langkah diterapkan untuk mengurangi risiko jatuh bagi mereka
yang pada hasil asesmen dianggap berisiko jatuh.
3. Langkah-langkah dimonitor hasilnya, baik keberhasilan pengurangan
cedera akibat jatuh dan dampak dari kejadian tidak diharapkan.
4. Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan untuk mengarahkan
pengurangan berkelanjutan risiko pasien cedera akibat jatuh di puskesmas.

1
BAB VII
KESELAMATAN KERJA

Puskesmas sebagai tempat kerja mempunyai potensi bahaya


beragamterhadap kesehatan,terdapat disemua tempat baik didalam maupun
diluar gedung yang dapat timbul dari lingkungan tempat kerja,proses
kerja,cara kerja,alat dan bahan kerja yang dapat menimbulkan penyakit
akibat kerja.
Tujuan dari pengenalan potensi bahaya di puskesmas dan masalah yang
ditimbulkannya adalah agar petugas puskesmas dapat melakukan
pengendalian resiko dengan benar sehingga terhindar dari berbagai masalah
yang ditimbulkan akibat pekerjaan

A.Identifikasi Potensi Bahaya di Poli Gigi

Lokasi Potensi Jenis bahaya Masalah


Bahaya Kesehatan/kecelakaan
kerja

Poli Kecelakaan Benda tajam,alat Tertusuk,tersayat,cede


Gigi kerja medis ra

biologi mikroorganisme,vir infeksi


us bakteri dll hepatitis,tbc,cacar
air,influenza,HIV,ebola

kimia mercuri,amalgam, gangguam SSP, ginjal,


silikat,klor etil,clorin dermatitis

ergonomi posisi janggal musculoskeletal


disorder

fisik getaran,bising renauld


syndrom.pendengaran

Psikososial Bekerja yang Stres kerja


monoton

1. Pengendalian resiko dengan upaya;


i. Promotif;

1
a. Menginformasikan potensi bahaya ditempat kerja kpd seluruh
petugas
b. Memasang leaflet,brosur budaya kesehatan dan keselamatan
kerja.
c. Melaksanakan latihan fisik,bimbingan rohani,rekreasi
ii. Preventif
a. Penerapan prinsip pencegahan meliputi cuci tangan pakai
sabun,APD,mengganti alat berbahaya,pengaturan shift kerja
b. Vaksinasi hepatitis

Penatalaksanaan limbah poli rawat gig puskesmas

No Jenis Limbah Asal Perlakuan

1 Limbah Kegiatan dapur,kardus Ditampung dalam


domestik obat, plastik lain yang kantong hitam
tidak Selanjutnya di bawa ke
infeksius,terkontaminasi TPA

2 Limbah benda Materi padat yang Tidak boleh recapping


tajam memiliki sudut lancip langsung
,dapat menyebabkan Dikumpul dalam safety
luka tusuk ataupun iris box atau kontener lain
;contohnya ;jarum yang tidak bocor
suntik,kaca sedian,infus Tidak boleh didaur
set,vial obat ulang

3 Limbah Limbah yang diduga Ditampung dalam


infeksius mengandung patogen wadah yang kuat dan
dalam jumlah cukup tidak bocor,tidak boleh
untuk menyebabkan dicampur dengan
infeksi misalnya limbah limbah lain
kultur,stok agen Penyimpanan di pkm
infeksius dari tidak boleh lebih dari
laboratorium.limbah 48 jam sejak mulai dari
hasil operasi, limbah penyimpanan
pasien dengan penyakit Penyimpanan di ruang
menular khusus,tertutup,ada
pencatatan jumlah
timbulan limbah setiap

1
hari, tidak mungkin
binatang pengerta
masuk,termasuk
pembatasan orang
masuk keruang
tersebut.

4 Limbah Limbah berasal dari Masukkan dalam


patologis organ tubuh misalnya kontener kuat dan tidak
janin,organ bocor
tubuh,darah,muntahan. Perlakuannya sama
dengan limbah
infeksius
Jika limbah padat
maka diolah dengan
alat pengolahan limbah
padat
Jika cair diolah dengan
alat pengolahan limbah
cair

5 Limbah Limbah yang Dapat dikembalikan


Farmasi mengandung bahan pada produsannya
bahan Bila terjadi tumpahan
obat,vaksin,produk obat dapat
farmasi, serum menggunakan pasir
kadaluarsa absorben untk
menyerap tumpahan
farmasi,tumpahan
farmasi termasuk
sampah B3 dan harus
dikelola dan diolah
oleh pihak yang
khusus dapat
mengelola limbah
farmasi

6 Limbah Kimia Limbah berasal dri zat Jika jumlahnya kecil


kimia misalnya pengelolaannya sama
formaldehid,zat dengan limbah

1
rontgen,dll, infeksius.

7 Limbah logam Berasal dari alat medis Penampungannya


berat yang mengandung logam ditempat yang tidak
berat misalnya dari bocor dan kuat
bocoran tensi air raksa pengelolaannya
bekerjasama dengan
dinas atau lingkugan
hidup

d.Deteksi dini melalui medical check up;pemeriksaan pekerja


sebelum masuk kerja,pindah,pemeriksaan berkala pada
pekerja ,pemeriksaan khusus pada petugas yang terpajan
bahan berbahaya seperti petugas lab,radiologi.

iii. Kuratif:
1. Penatalaksanaan kecelakaan kerja seperti tertusuk jarum
2. Penatalaksanaaan kecelakaan akibat kerja
3. Melakukan pengobatan penyakit akibat kerja
4. Melakukan rujukan kasus

1
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU

A. Bakuan Mutu
Mutu pelayanan medik adalah:Pelayanan kesehatan yang diberikan
kepada seorang pasien sebaik-baiknya mealui pengetahuan yang
konsisten sesuai dengan pengetahuan terkini,sehingga probabilitas
outcome yang diharapkan meningkat (IOM 1990).
Pelayanan individual yang dilandasi ilmu klinik sebagai kesehatan
perorangan meliputi aspek pencegahan primer,pencegahan sekunder,
pencegahan tersier berupa rehabilitasi medik.
Demi menjamin tercapai dan terpeliharanya mutu dari waktu ke waktu,
diperlukan bakuan mutu berupa pedoman/bakuan yang tertulis yang
dapat dijadikan pedoman kerja bagi tenaga pelaksana.
1. Tiap pelaksana yang ditunjuk memiliki pegangan yang jelas tentang
apa dan bagaimana prosedur melakukan suatu aktifitas.
2. Standar yang tertulis memudahkan proses pelatihan bagi tenaga
pelaksana baru yang akan dipercayakan untuk mengerjakan suatu
aktifitas.
3. Kegiatan yang dilaksanakan dengan mengikuti prosedur baku yang
tertulis akan menjamin konsistensinya mutu hasil yang dicapai.
4. Kebijakan mutu dibuat oleh penanggung jawab poli.
5. Standar Operasional Prosedur dan instruksi kerja dibuat oleh tenaga
teknis laboratorium dan disahkan oleh penanggung jawab poli
Puskesmas.
6. Indikator mutu pelayanan rawat jalan meliputi;

Input Rincian Kegiatan Target


1. Sumber
Daya
Manusia
SDM memiliki SIK 100 %
SDM menerima pelatihan 20 jam
pelatihan
2. Alat Ketersediaan alat sesuai 90 %
standard

1
3. Sarana Ketersediaan sarana sesuai 90 %
standard
4. Kebijakan 1. Pola ketenagaan ada
2. Persyaratan ada
kompetensi petugas
Poli
3. Tentang penyusunan ada
rencana layanan
medis.
4. Tentang layanan ada
klinis yang menjamin
kesinambungan
layanan
5. tentang hak dan ada
kewajiban pasien yang
didalamnya memuat
hak untuk menolak
atau tidak
melanjutkan
pengobatan.
6. yang mewajibkan ada
penulisan lengkap
dalam rekam medis:
semua pemeriksaan
penunjang diagnostik
tindakan dan
pengobatan yang
diberikan pada pasien
dan kewajban perawat
dan petugas
kesehatan lain untuk
mengingatkan pada
dokter jika terjadi
pengulangan yang
tidak perlu. Dalam
SOP layanan klinis
memuat jika terjadi
pengulangan

1
pemeriksaan
penunjang diagnostik,
tindakan, atau
pemberian obat,
petugas kesehatan
wajib memberitahu
kepada dokter yang
bersangkutan.
7. tentang penggunaan ada
dan pemberian obat
dan/atau cairan
intravena
8. SK penyediaan obat- ada
obat emergensi di unit
kerja. Daftar obat
emergensi di unit
pelayanan
9. Kebijakan
penanganan pasien
berisiko tinggi
10. tentang jenis-
jenis sedasi yang
dapat dilakukan di
Puskesmas.
11. tentang tenaga
kesehatan yang
mempunyai
kewenangan
melakukan sedasi
12. Kebijakan dan
SOP penanganan
pasien berisiko tinggi
Pedoman Pelayanan Klinis
Kalibrasi alat
Proses
Pelayanan sesuai protap
dan standar mutu
1. SOP pengkajian awal CR 90 %

1
klinis
2. SOP pelayanan medis, CR 90 %
3. SOP asuhan
keperawatan
4. SOP pembentukan tim CR 90 %
interprofesi bila
dibutuhkan (termasuk
pelaksanaan
perawatan kesehatan
masyarakat/home
care
5. SOP pendelegasian CR 90 %
wewenang
6. SOP penyusunan CR 90 %
rencana layanan
medis. SOP
penyusunan rencana
layanan terpadu jika
diperlukan
penanganan secara
tim.
7. SOP layanan terpadu CR 90 %
8. SOP pemberian CR 90 %
informasi tentang efek
samping dan risiko
pengobatan
9. SOP CR 90 %
pendidikan/penyuluh
an pasien
10. SOP informed CR 90 %
consent
11. SOP evaluasi CR 90 %
informed consent,
hasil evaluasi, tindak
lanjut
12. SOP rujukan CR 90 %
13. SOP persiapan CR 90 %
pasien rujukan

1
14. SOP identifikasi CR 90 %
dan penanganan
keluhan
15. SOP layanan CR 90 %
klinis yang menjamin
kesinambungan
layanan
16. SOP pemberian CR 90 %
anestesi lokal dan
sedasi di Puskesmas
17. SOP asuhan gizi CR 90 %
18. SOP tentang CR 90 %
penolakan pasien
untuk menolak atau
tidak melanjutkan
pengobatan
19. SOP alternatif CR 90 %
penanganan pasien
yang memerlukan
rujukan tetapi tidak
mungkin dilakukan

20. SOP penyediaan CR 90 %


obat-obat emergensi
di unit kerja. Daftar
obat emergensi di unit
pelayanan
21. SOP CR 90 %
penyimpanan obat
emergensi di unit
pelayanan
22. SOP monitoring CR 90 %
penyediaan obat
emergensi di unit
kerja. Hasil
monitoring dan tindak
lanjut.
23. SOP CR 90 %

1
penanganan pasien
berisiko tinggi
24. SOP identifikasi CR 90 %
dan penanganan
keluhan
25. SOP dan bukti CR 90 %
pelaksanaan
pendidikan/penyuluh
an pada pasien

Out put
Rekam medik lengkap 100 %

Out come
Kepuasan pelanggan 90 %

1
BAB IX
PENUTUP

Pedoman ini sebagai acuan bagi karyawan puskesmas dalam


melaksanakan pelayanan medik dasar gigi di Puskesmas Simpang Teritip.
Keberhasilan pelayanan medik dasar terkait dengan kepatuhan pemberi
layanan terhadap standar dan prosedur yang ditetapkan

Anda mungkin juga menyukai