Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam upaya pembangunan kesehatan masyarakat saat ini,

diperlukan sarana pelayan kesehatan yang dapat meng-cover

berbagai masalah kesehatan. Pembangunan kesehatan bertujuan

untuk meningkatkan kesadaran dan kemampuan hidup sehat bagi

setiap orang agar terwujud derajat kesehatan yang optimal. Salah

satu sarana yang menyediakan pelayanan kesehatan adalah

rumah sakit. Menurut Undang-Undang Nomor 44 tahun 2009

Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang

menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara

paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan

gawat darurat. Pelayanan Kesehatan Paripurna adalah pelayanan

kesehatan yang meliputi promosi kesehatan (promotif),

pencegahan (preventif), penyembuhan (kuratif), dan pemulihan

(rehabilitatif).

Dari pengertian diatas, rumah sakit melakukan beberapa

jenis pelayanan diantaranya pelayanan medik, pelayanan

penunjang medik, pelayanan perawatan, pelayanan rehabilitasi,

pencegahan dan peningkatan kesehatan, sebagai tempat

pendidikan dan atau pelatihan medik dan para medik, sebagai

1
tempat penelitian dan pengembangan ilmu dan teknologi bidang

kesehatan serta untuk menghindari risiko dan gangguan kesehatan

sebagaimana yang dimaksud, sehingga perlu adanya

penyelenggaan kesehatan lingkungan rumah sakit sesuai dengan

persyaratan kesehatan.

Pengembangan ilmu dan teknologi informasi di rumah sakit

telah mengubah bentuk rekam medis tertulis menjadi bentuk yang

berbasis komputer yang dikenal dengan Rekam Kesehatan

Elektronik (RKE) atau Electronic Health Record (EHR). Rekam

Kesehatan Elektronik adalah kegiatan komputeriasai isi rekam

kesehatan dan proses elektronisasi yang berhubungan dengannya.

Elektronisasi ini menghasilkan sistem yang secara khusus

dirancang untuk mendukung pengguna dengan berbagai

kemudahan fasilitas bagi kelengkapan dan keakuratan data,

memberi tanda waspada, sebagai peringatan, tanda sistem

pendukung keputusan klinik dan menghubungkan data dengan

pengetahuan medis serta alat bantu lainnya (Hatta, 2011).

Maka dibutuhkan yang dapat menjadi acuan dalam kegiatan

pelaksanaan kegiatan dalam penggunaan Rekam Kesehatan

Elektronik (RKE), sebagai pedoman kerja untuk karyawan. Salah

satu pedoman yang digunakan adalah Standar Prosedur

Operasional (SPO). SPO adalah suatu perangkat instruksi /

langkah-langkah yang dibakukan untuk menyelesaikan suatu

2
proses kerja rutin tertentu, memberikan langkah-langkah yang

benar dan terbaik untuk melaksanakan berbagai kegiatan (Komisi

Akreditasi Rumah Sakit, 2012). Selain dibutuhkan sebagai acuan

dan pedoman kerja, SPO merupakan salah satu dokumen yang

harus disiapkan dalam penilaian akreditasi. Menurut Komisi

Akreditasi Rumah Sakit (2012) dalam hal akreditasi dokumen

dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu dokumen regulasi dan dokumen

sebagai bukti pelaksanaan kegiatan. Dokumen regulasi dibedakan

menjadi 2 yaitu, Regulasi Pelayanan meliputi: Kebijakan Pelayanan

Rumah Sakit, Pedoman/ Panduan Pelayanan Rumah Sakit, standar

prosedur operasional (SPO), Rencana Jangka Panjang, Rencana

Kerja Tahunan. Serta Regulasi di Unit Kerja Rumah Sakit meliputi:

Kebijakan Pelayanan Rumah Sakit, Pedoman/ Panduan Pelayanan

Rumah Sakit, standar prosedur operasional (SPO), Program

(Rencana kerja tahunan unit kerja). Sedangkan dokumen bukti

pelaksanaan terdiri dari: Bukti Tertulis Kegiatan/ Rekam Kegiatan

dan Dokumen Pendukung Lainnya: misalnya: Ijazah, Sertifikat

Pelatihan, Sertifikat Perizinan, Kaliberasi, dll.

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti pada

bulan Oktober 2013 di RS Akademik Universitas Gadjah Mada,

peneliti memperoleh informasi bahwa Rumah Sakit sedang

mempersiapkan Akreditasi Rumah Sakit. Akreditasi merupakan

penilaian mutu yang salah satu penilaiannya adalah Standar

3
Prosedur Operasional (SPO). Di rumah sakit ini, sudah

mengimplementasikan Rekam Kesehatan Elektronik (RKE)

sehingga tidak semua riwayat pasien yang datang ke rumah sakit

diberkaskan. Dari Studi Pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti,

diketahui bahwa RSA Universitas Gadjah Mada belum memiliki

SPO dengan penggunaan RKE di RSA Universitas Gadjah Mada.

Dengan digunakannya RKE seharusnya ada SPO yang mengatur

tentang tata cara terlaksananya, sehingga ada pedoman yang

menjadi acuan petugas dalam menjalani pekerjaannya.

B. Rumusan Ide Perancangan

Berdasarkan latar belakang di atas, perancang

mendapatkan suatu ide yaitu merancang standar prosedur

operasional (SPO) di Instalasi Rekam Medis dengan penggunaan

RKE yang ada di RSA Universitas Gadjah Mada.

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Merancang standar prosedur operasional (SPO) sesuai

dengan format KARS (2012), sebagai bahan pertimbangan

yang dapat digunakan untuk menyusun SPO yang ada di

Instalasi Rekam Medis dalam pelaksanaan penggunaan RKE.

4
2. Tujuan Khusus

a. Merancang standar prosedur operasional (SPO) Penerimaan

Pasien Rawat Jalan di RSA Universitas Gadjah Mada.

b. Merancang standar prosedur operasional (SPO)

Pengkodean di RSA Universitas Gadjah Mada.

D. Manfaat

1. Manfaat Praktis

a. Bagi Rumah Sakit

Dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi

Rumah Sakit dalam menyusun Standar Prosedur

Operasional (SPO) dalam upaya persiapan akreditasi

Rumah Sakit.

b. Bagi Peneliti

Dapat menambah pengetauan dan wawasan serta

pengalaman yang berharga secara langsung dengan

mengetahui permasalahan yang diteliti dan dapat

menerapkan teori yang telah diperoleh dan diterima dari

institusi pendidikan.

2. Manfaat Teoritis

a. Bagi Institusi Pendidikan

Dapat dimanfaatkan sebagai sarana pembanding

maupun tambahan pengetahuan serta bahan diskusi dalam

5
proses mengajar, dan dapat menjadi bahan masukan dalam

pembelajaran ilmu rekam medis.

b. Bagi Peneliti Lain

Dapat digunakan sebagai refrensi dan sebagai acuan

dalam pendalaman materi.

E. Keaslian Perancangan

Perancangan Standar Prosedur Operasional (SPO)

Penerimaan Pasien Rawat Jalan dan Pengkodean dalam

Pelaksanaan Rekam Kesehatan Elektronik (RKE) di RSA

Univeritas Gadjah Mada belum pernah dilakukan oleh orang lain,

namun penelitian yang hampir sama pernah dilakukan, antara lain:

1. Masfuah (2009) dengan judul Pelaksanaan Pembuatan

Prosedur Tetap Rekam Medis di RS Islam Cawas. Hasil dari

penelitian ini yaitu visi misi rumah sakit dan visi misi rekam

medis serta kebijakan rumah sakit di RS Islam Cawas Belum

dibuat. Pembuatan protap rekam medis diperoleh dua protap

yaitu pengelolaan sensus harian rawat inap dan penyimpanan

serta pengembalian berkas rekam medis. Pelaksana

pembuatan protap adalah koordinator rekam medis dan petugas

rekam medis. Pembuatan protap dilaksanakan dengan analisis

kegiatan. Pelaksanaan pembuatan protap mempunyai volume

kerja yang cukup tinggi sehingga dalam proses pembuatannya

6
tidak fokus dan kurang mendapat perhatian. Usulan protap

rekam medis diperoleh dari membaca refrensi yang terkait,

wawancara, observasi dan kuesioner.

Persamaan penelitian dengan Masfuah adalah sama-sama

membuat prosedur tetap atau SPO, dan sama-sama

menggunakan teknik pengumpulan data wawancara,

sedangkan perbedaan penelitian ini dengan Masfuah adalah,

penelitian masfuah membahas tentang pelaksanaan pembuatan

prosedur tetap rekam medis dan dapat memberikan usulan

prosedur tetap tentang pengelolaan sensus harian rawat inap

dan penyimpanan serta pengembalian berkas rekam medis

sedangkan peneliti memberikan usulan SPO Penerimaan

pasien rawat jalan dan pengkodean dalam pelaksanaan RKE di

RSA Universitas Gadjah Mada.

2. Nastiti (2010) dengan judul Rancangan Rekam Medis Lansia

Pada Praktik Dokter Keluarga Wilayah Kota Yogyakarta. Hasil

dari rancangan ini menunjukkan bahwa empat komponnen

POMR (Problem Oriented Medical Record) dan pendapat dari

subjek peneliti maka rekam medis lansia dokter keluarga terdiri

dari identitas pasien, riwayat penyakit dahulu, riwayat kesehatan

keluarga, gaya hidup, pohon keluarga, pengkajian, daftar

masalah pasien, catatan perkembangan pasien, pemeriksaan

fisik, dan diagram perkembangan penyakit.

7
Persamaan perancangan terletak pada proses perancangan

yaitu dengan hasil wawancara pada subjek penelitian dijadikan

dasar perancangan. Perbedaan perancangan terletak pada

tujuan perancangan, tujuan perancangan Nastiti adalah

merancang rekam medis lansia pada dokter keluarga untuk

mendukung prinsip dasar pelyanan dokter keluarga dan

merekam aspek isi yang disesuaikan dengan kondisi pelayanan

kesehatan pada praktik dokter keluarga. Sedangkan peneliti

membuat usulan SPO Penerimaan pasien rawat jalan dan

pengkodean dalam pelaksanaan RKE di RSA Universitas

Gadjah Mada.

3. Wulandari (2011) dengan judul Evaluasi Standard Operational

Procedure (SOP) Pasien Rawat Inap Di RSUD Muntilan

Kabupaten Magelang. Hasil dari penelitian ini, urutan dalam

pelaksanaan pekerjaan petugas di TPPRI RSUD Muntilan

Kabupaten Magelang dikelompokkan menjadi 6 yaitu

Penerimaan pasien dari klinik, Penerimaan pasien dari UGD,

Penerimaan pasien Pre Operasi, pemanggilan pasien pre

Operasi, Penerimaan pasien CITO dan pemindahan pasien dari

satu bangsal ke bangsal lain. Format standar prosedur

operasional (SPO) pasien masuk rawat inap di RSUD Muntilan

Kabupaten Magelang sudah benar, tetapi isi SPO yang ada

belum sesuai dengan urutan pelaksanaan pekerjaan diatas.

8
Teknik pengumpulan data dengan wawancara, pengamatan

(observasi) dan studi dokumentasi.

Persamaan dengan penelitian wulandari yaitu sama-sama

menggunakan teknik pengambilan data dengan metode

wawancara dan uji pemeriksaan keabsahan data dengan

triangulasi sumber. Perbedaan penelitian terletak pada tujuan

penelitian, penelitian wulandari ini adalah mengevaluasi SPO

pasien masuk rawat inap. Sedangkan peneliti membuat usulan

SPO Penerimaan pasien rawat jalan dan pengkodean dalam

pelaksanaan RKE di RSA Universitas Gadjah Mada.

4. Nurfitaningsih (2012) dengan judul Perancangan Job

Description, Instruksi Kerja dan standar prosedur operasional

(SPO) di Bagian Rekam Medis Klinik Dokter Keluarga

Korpagama Yogyakarta. Hasil dari penelitian ini yaitu

rancangan yang sudah dibuat antara lain job description

pelaksanaan Penerimaan pasien; job description pelaksanaan

pengkodean; job description pelaksanaan penyimpanan dan

pengambilan; job description pelaksanaan penyusutan; job

description pelaksanaan pelaporan; instruksi kerja Penerimaan

pasien; instruksi kerja pelaksanaan pengkodean; instruksi kerja

penyimpanan dan pengambilan; instruksi kerja pelaksanaan

penyusutan; instruksi kerja pelaksanaan pelaporan; standar

prosedur operasional (SPO) pelaksanaan Penerimaan pasien;

9
SPO pelaksanaan pengkodean; SPOpenyimpanan dan

pengambilan; SPO pelaksanaan penyusutan; dan SPO

pelaksanaan pelaporan. Adanya rancangan ini pelayanan di

Klinik Dokter Keluarga Korpagama Yogyakarta akan mengikuti

peraturan yang berlaku sesuai standar yang sudah disepakati.

Standar tersebut akan diikuti dengan cara bertahap.

Persamaan merancang standar prosedur operasional (SPO),

sedangkan perbedaannya penelitian rancangan Nurfitaningsih

mencakup lengkap dengan job description, instruksi kerja, dan

SPO, sedangkan peneliti hanya menitik beratkan pada SPO

yang terkait dengan pelaksanaan RKE. Selain itu, Nurfitaningsih

menggunakan Focus Grup Dicussion (FGD) sedangkan peneliti

melakukan verifikasi data ke setiap pihak yang terkait dalam

pembuatan SPO tanpa melakukan Focus Grup Dicussion

(FGD).

F. Gambaran Umum RSA Universitas Gadjah Mada

Menurut Buku Profil RS Akademik UGM tahun 2013,

gambaran umum mengenai RSA Universitas Gadjah Mada adalah

sebagai berikut:

1. Status RSA Universitas Gadjah Mada

RSA Universitas Gadjah Mada pada awalnya didirikan

dengan peraturan Rektor No. 69/P/SK/HT/2010 tanggal 4

10
Januari 2010 dengan nama HOSPITAL AKADEMIK kemudian

diperbarui dengan Peraturan Rektor No. 245/P/SK/HT/2011

tanggal 1 Maret 2011 dengan nama Rumah Sakit Akademik

UGM.

RS Akademik UGM mendapat ijin pendirian dari Dinas

Kesehatan Propinsi DI Yogyakarta berdasarkan Surat Ijin

Pendirian Rumah Sakit Umum keputusan Kepala Dinas

Kesehatan Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta No.

445/8285/V.2 tanggal 30 September 2011.

RS Akademik UGM yang telah beroperasional sejak 3

Maret 2012 ini juga telah mendapatkan ijin operasional sebagai

Rumah Sakit Umum berdasarkan Surat Keputusan Kepala

Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman tanggal 5 Januari 2013

No. 503/2816/DKS/2013 tentang Pemberian Izin Operasional

Sementara Rumah Sakit Akademik Universitas Gadjah Mada.

RS Akademik UGM terletak di Jl. Kabupaten Lingkar

Utara, Kronggahan, Trihanggo, Gamping, Sleman, Yogyakarta,

Telp. 0274-4530303, 0274-4530404, 0274-4530505, dan Fax.

0274-2530606 Website: www.rsa.ugm.ac.id

RS Akademik UGM ini dibangun diatas tanah seluas

44.637 m2 dan luas total kopling bangunan 9.282,5 m2 (sekitar

20,8% dari luas tanah). Bangunan RS Akademik UGM berlantai

lima seluas 41,8666,96 m2 dan memiliki fasilitas area parkir

11
11.728 m2 (13,85%) dan area jalan masuk 6.182,36 m2

(13,85%) dan area taman hijau 17.444,14 m2 (39,08%)

2. Visi dan Misi

a. Visi

Menjadi Rumah Sakit Akademik yang melaksanakan

pelayanan, pendidikan dan riset yang unggul, berkelas

dunia, mandiri, bermartabat dan mengabdi kepada

kepentingan masyarakat.

b. Misi

1) Menyelenggarakan pelayanan kesehatan terpadu yang

bermutu dengan mengutamakan aspek pendidikan

berbasis riset.

2) Melaksanakan pelayanan kesehatan paripurna

berdasarkan evidence dan riset IPTEKDOK.

3) Menyelenggrakan riset klinik dan non klinik tang

berwawasan global.

4) Melaksanakan pengabdian kepada kepentingan

kesehatan masyarakat.

5) Meningkatkan kemandirian Rumah Sakit Akademik dan

kesejahteraan karyawan.

12
3. Motto Pelayanan RS

Motto RSA Universitas Gadjah Mada adalah friendly and

caring hospital (ramah dan peduli), dimana institusi ini

berkomitmen mewujudkan rumah sakit yang benar-benar

nyaman, sejuk, penuh keramahan dalam pelayanan serta

menghadirkan nuansa yang menunjang kesembuhan pasien.

4. Pelayanan RSA Universitas Gadjah Mada

Desain pelayanan klinis RSA Universitas Gadjah Mada

dalam membentuk klaster dengan ciri khas pelayanan dalam tim

terpadu dan multiprofesional/ multidisiplin. Pelayanan klaster ini

meliputi pelayanan rawat jalan maupun rawat inap. Adapun

klaster yang dikembangkan adalah:

a. Klaster Pelayanan Kesehatan Primer

b. Klaster Penyakit Dalam dan Metabolisme

c. Klaster Jantung Terpadu

d. Klaster Bedah Terpadu

e. Klaster Kesehatan Ibu dan Reproduksi

f. Klaster Kesehatan Anak Terpadu

g. Klaster Saraf dan Perilaku

h. Klaster Ginjal Terpadu

i. Klaster Gawat Darurat dan Perawatan Intensif

j. Klaster Diagnostik Terpadu

k. Klaster Rehabilitasi Terpadu

13

Anda mungkin juga menyukai