Anda di halaman 1dari 72

Materi Hukum Perusahaan: Badan Hukum

20 Votes

1. A. PENDAHULUAN
A.1. SUBYEK HUKUM
Dalam hukum perkataan orang berarti pembawa hak dan kewajiban
atau subyek dalam hukum. Di samping orang dalam arti manusia
(natuurlijk-persoon) dalam hukum ada juga badan atau perkumpulan yang
memiliki hak dan dapat melakukan perbuatan hukum seperti manusia.
Badan dan perkumpulan tersebut mempunyai kekayaan sendiri, ikut serta
dalam lalu lintas hukum dengan perantaraan pengurusnya, dapat digugat
dan juga dapat menggugat di muka hakim. Atau dengan perkataan lain,
diperlakukan sepenuhnya sebagai orang. Badan atau perkumpulan
sedemikian, dinamakan badan hukum (rechts-persoon).
Tiap orang menurut hukum (baik natuurlijk persoon maupun rechts-
persoon), harus mempunyai tempat tinggal (domisili). Tempat tinggal
(domisili) tersebut penting untuk menetapkan beberapa hal, seperti:
dimana seseorang harus melangsungkan perkawinan, dimana seseorang
dapat dipanggil di muka hakim, pengadilan mana yang berkuasa terhadap
seseorang dan lain sebagainya.
Biasanya domisili adalah di tempat kediaman pokok, tetapi bagi orang
yang tidak mempunyai tempat kediaman tertentu, domisili dianggap di
tempat dimana ia sungguh-sungguh secara fisik berada. Ada juga domisili
yang berhubungan dengan urusan, misalnya 2 (dua) pihak dalam suatu
kontrak memilih suatu domisili tertentu.

Dahulu sebelum ada ketentuan Pasal 3 Kitab Undang Undang Hukum


Perdata (KUH Perdata) dikenal yang dinamakan kematian perdata
yaitu suatu hukuman yang menyatakan bahwa seseorang tidak memiliki
suatu hak lagi. Dengan adanya Pasal 3 KUH Perdata, konsep kematian
perdata tidak ada lagi yang dimungkinkan sekarang adalah bahwa
seseorang sebagai hukuman- dicabut sementara haknya, misalnya karena
kekuasaannya sebagai orang tua terhadap anak, kekuasaan sebagai wali
dan lain sebagainya.
A.2. SUBYEK HUKUM PERORANGAN
Meskipun menurut hukum setiap orang tiada yang terkecuali dapat
memiliki hak-hak, akan tetapi dalam hukum tidak semua orang
diperbolehkan bertindak sendiri-sendiri dalam melaksanakan hak-haknya.
Orang yang cakap bertindak dalam hukum (bekwaam) atau
mempunyai legal capacity adalah seseorang yang bisa melakukan
perbuatan atau tindakan hukum apabila ia sudah dewasa dan tidak
berada di dalam pengampuan atau di bawah perwalian (onder
curatele). Perihal kecakapan bertindak dalam hukum ini akan dibahas
lebih lanjut dalam BAB III.
Berlakunya seseorang sebagai pembawa hak, di mulai dari saat ia
dilahirkan dan berakhir pada saat ia meninggal. Untuk kepentingannya,
dalam hal waris dapat dihitung surut mulai orang itu berada dalam
kandungan, asal saja kemudian dia dilahirkan hidup (Pasal 2 KUH
Perdata).
A.3. SUBYEK HUKUM BERBENTUK BADAN HUKUM
Badan hukum mempunyai hak yang sama dengan orang-perorangan,
namun perbedaan antara orang (natuurlijk persoon) dan badan
hukum (rechts persoon) terletak pada beberapa hak perorangan yang
tidak dimiliki badan hukum seperti hak untuk mewaris, menikah,
mempunyai dan mengakui anak, membuat wasiat dan lain-lain.
Para sarjana pada umumnya mendefinisikan badan hukum sebagai suatu
bentukan hukum yang mempunyai hak dan kewajiban (zelfstandige
drager van rechten en verplichtingen).Dikatakan bentukan hukum karena
badan hukum memang merupakan ciptaan atau fiksi hukum yang sengaja
diciptakan untuk memenuhi kebutuhan tertentu.
Badan hukum sengaja diciptakan artinya ialah suatu bentukan hukum
apabila diciptakan oleh undang-undang. Dengan demikian penunjukkan
suatu konstruksi sebagai badan hukum ditentukan oleh undang-undang
yang mengaturnya, apakah ia mempunyai kualifikasi demikian.
Sebagai konsekuensi yuridisnya, maka badan hukum memiliki
pertanggungjawaban sendiri(eigen aansprakelijkheid), dapat melakukan
perbuatan hukum, menuntut dan dituntut di muka pengadilan dan
memiliki harta kekayaan sendiri terpisah dari hak dan kewajiban para
pengurus, anggota atau pendirinya. Oleh karena mempunyai hak dan
kewajiban sendiri maka badan hukum dikatakan sebagai subyek hukum.
Sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, badan hukum
merupakan bentukan hukum yang anggaran dasarnya memerlukan
pengesahan dari instansi pemerintah yang berwenang (dalam hal ini
Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia) atau dibentuk berdasarkan
peraturan perundang-undangan tersendiri. Di Indonesia pada saat ini
terdapat beberapa badan hukum, yaitu Perseroan Terbatas, Perusahaan
Umum, Perusahaan Jawatan, Koperasi, Dana Pensiun, Yayasan dan
beberapa Perguruan Tinggi Negeri tertentu.
B. BENTUK-BENTUK BADAN HUKUM
B.1. PERSEROAN TERBATAS (PT)
DASAR HUKUM
a. Undang-undang No.1 tahun 1995 tertanggal 1 Maret 1995 tentang
Perseroan Terbatas (UUPT).
b. Undang-undang No.8 tahun 1995 tertanggal 10 November 1995 tentang
Pasar Modal (UUPM).
PENGERTIAN
PT adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan
kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham
dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-undang
Perseroan Terbatas dan Peraturan Pelaksanaannya (Pasal 1 butir 1 UUPT).
KARAKTERISTIK
1. Pemegang saham PT tidak bertanggungjawab secara pribadi atas
perikatan yang dibuat atas nama PT dan tidak bertanggungjawab atas
kerugian PT melebihi nilai saham yang telah diambilnya (Pasal 3 ayat 1
UUPT).
2. Ketentuan tersebut tidak berlaku apabila :
(i) persyaratan PT sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi;

(ii) pemegang saham yang bersangkutan (baik langsung maupun tidak


langsung) dengan iitikad buruk memanfaatkan PT semata-mata untuk
kepentingan pribadi;

(iii) pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan


melawan hukum yang dilakukan oleh PT; atau

(iv) pemegang saham yang bersangkutan (baik langsung maupun tidak


langsung) secara melawan hukum menggunakan kekayaan PT yang
mengakibatkan kekayaan PT menjadi tidak cukup untuk melunasi hutang
PT (Pasal 3 ayat 2 UUPT).
Ketentuan tersebut di atas merupakan penjabaran dari prinsip
tanggungjawab terbatas (limited liability) dari pemegang saham, namun
demikian undang-undang mengatur bahwa tanggung jawab terbatas
tersebut bisa hapus karena keadaan tertentu (Pasal 3 ayat 2 UUPT),
sehingga dalam hal keadaan tertentu tersebut terjadi, pemegang saham
harus bertanggungjawab penuh secara pribadi, hal tersebut dikenal dengan
istilah piercing the corporate veil atau lifting the veil yang artinya
menembus cadar perusahaan atau membuka kerudung.
JENIS PT
Berdasarkan kriteria yang ditetapkan dalam UUPT dan UUPM, maka PT
dapat dibedakan ke dalam 2 (dua) jenis, yaitu :

(i) PT Terbuka yaitu perseroan yang modal dan jumlah pemegang


sahamnya memenuhi kriteria tertentu atau perseroan yang melakukan
penawaran umum, sesuai dengan peraturan perundang-undangan di
bidang pasar modal (Pasal 1 ayat 6 UUPT). Menurut UUPM yang
dimaksud dengan PT Terbuka atau dalam UUPM disebut Perusahaan
Publik adalah perseroan yang sahamnya telah dimiliki sekurang-kurangnya
oleh 300 pemegang saham dan memiliki modal disetor sekurang-
kurangnya Rp.3 milyar atau suatu jumlah pemegang saham atau modal
disetor yang ditetapkan oleh Peraturan Pemerintah.
(ii) PT Tertutup adalah perseroan yang tidak termasuk dalam kategori PT
Terbuka.

PENDIRIAN, PENDAFTARAN DAN PENGUMUMAN PT


a. PT didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih dengan akta pendirian dalam
bahasa Indonesia yang dibuat secara Notariil;

b. Akta Pendirian tersebut telah diajukan kepada dan untuk disahkan oleh
Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
(Menkeh);
1. PT memperoleh status badan hukum setelah Akta Pendirian disahkan
oleh Menkeh;
2. Direksi wajib mendaftarkan Akta Pendirian berikut pengesahannya
dalam Daftar Perusahaan sesuai dengan Undang-undang No.3 tahun
1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan;
3. Direksi wajib mengumumkan pendirian, pengesahan serta pendaftaran
Akta Pendirian dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia.
STATUS BADAN HUKUM PT BERDASARKAN PENDIRIAANNYA

PT YANG PT YANG
SUDAH
PT YANG BELUM
DISAHKAN SUDAH
TETAPI BELUM
DISAHKAN
DIDAFTARKAN DISAHKA
DAN
DIUMUMKAN N
Badan Hukum

(status badan
Bukan Badan hukum diperoleh
setelah Akta Badan Hukum
STATUS Hukum
Pendirian disahkan
oleh Menkeh )

(Pasal 7 ayat 6
UUPT)

PERWA Perbuatan hukum Perbuatan hukum Perbuatan hukum bagi


KILAN bagi kepentingan PT bagi kepentingan kepentingan PT
DALAM dilakukan oleh PT dilakukan oleh dilakukan oleh
MELAK Pendiri. Direksi. Direksi.
UKAN
PERBU
ATAN
HUKUM

Perbuatan hukum tsb

akan mengikat PT
apabila kemudian
ada pernyataan PT
untuk menerima,
mengambil alih atau Selama
mengukuhkan pendaftaran dan Sebagai badan hukum
perbuatan hukum pengumuman PT melalui Direksi
tsb. tersebut belum dapat melakukan
dilakukan oleh perbuatan hukum yang
TANGG Direksi, maka sesuai dengan isi
UNG Selama perbuatan Direksi secara anggaran dasar dan
JAWAB hukum tsb tidak tanggung renteng ketentuan
dikukuhkan maka bertanggungjawab undang-undang yang
Pendiri yang atas segala berlaku, perbuatan
melakukan perbuatan perbuatan hukum mana merupakan
hukum tsb yang dilakukan PT tanggung jawab PT.
bertanggungjawab (Pasal 23 UUPT)
secara pribadi atas
segala akibat yang
timbul.

(Pasal 11 ayat 1 dan


2 UUPT)

PERUBAHAN ANGGARAN DASAR

1. Perubahan tertentu Anggaran Dasar PT sebagaimana tersebut di bawah


ini harus mendapat persetujuan Menkeh, didaftarkan dalam Daftar
Perusahaan serta diumumkan di Tambahan Berita Negara (Pasal 15
ayat 2 UUPT):
(i) nama PT;

(ii) maksud dan tujuan PT;

(iii) kegiatan usaha PT;


(iv) jangka waktu berdirinya PT, apabila Anggaran Dasar menetapkan
jangka waktu tertentu;

(v) besarnya modal dasar;

(vi) pengurangan modal ditempatkan dan disetor;

(vii) status perseroan tertutup menjadi perseroan terbuka atau


sebaliknya.

1. Perubahan Anggaran Dasar selain sebagaimana dimaksud butir a di atas


cukup dilaporkan kepada Menkeh dalam waktu paling lambat 14 (empat
belas) hari terhitung sejak keputusan RUPS dan didaftarkan dalam
Daftar Perusahaan (Pasal 15 ayat 3 UUPT).
2. Perubahan Anggaran Dasar sebagaimana dimaksud dalam butir a di
atas mulai berlaku sejak tanggal persetujuan diberikan.
3. Perubahan Anggaran Dasar sebagaimna dimaksud dalam butir b di atas
mulai berlaku sejak tanggal pendaftaran.
KETENTUAN PERALIHAN TENTANG PERUBAHAN AD SESUAI UUPT
1. Akta Pendirian PT yang telah disahkan atau Anggaran Dasar yang
perubahannya telah disetujui sebelum UUPT berlaku tetap berlaku
sepanjang tidak bertentangan dengan UUPT.
2. Akta Pendirian PT yang belum disahkan atau Anggaran Dasar yang
perubahannya belum disetujui oleh Menkeh pada saat berlakunya UUPT
wajib disesuaikan dengan ketentuan UUPT.
3. Dalam waktu 2 tahun terhitung sejak UUPT mulai berlaku semua PT
yang didirikan dan telah disahkan berdasarkan Kitab Undang-undang
Hukum Dagang harus telah disesuaikan dengan ketentuan UUPT.
4. Dalam jangka waktu 3 tahun terhitung sejak tanggal 24 Februari 1998,
PT wajib melakukan penyesuaian nama. Dalam hal ini, penyesuaian
dapat dilakukan antara lain pada saat:
(i) PT mengadakan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa
pertama kalinya sejak tanggal 24 Februari 1998, atau
(ii) PT mengadakan Rapat Umum Pemegang Saham untuk mengubah
Anggaran Dasar.

e. Nama PT yang Anggaran Dasarnya belum disesuaikan dengan


ketentuan UUPT dalam jangka waktu 6 bulan terhitung sejak tanggal 7
Maret 1998 dapat dipakai oleh pihak lain.

HAK-HAK PEMEGANG SAHAM


Hal yang juga tidak kalah pentingnya dalam pembahasan tentang PT
adalah hak-hak pemegang saham, terutama hak-hak pemegang saham
minoritas. Menurut UUPT, hak-hak pemegang saham adalah sebagai
berikut:

(i) mengajukan gugatan terhadap PT ke Pengadilan Negeri, apabila


dirugikan karena tindakan PT yang dianggap tidak adil dan tanpa alasan
wajar sebagai akibat keputusan RUPS, Direksi atau Komisaris (Pasal 54
ayat 2 UUPT);
(ii) Atas nama PT, apabila mewakili paling sedikit 1/10 (satu
persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah
dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri terhadap anggota Direksi
atau Komisaris yang karena kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan
kerugian pada perseroan (Pasal 85 butir 3 dan Pasal 98 butir 2 UUPT);
(iii) Atas nama diri sendiri atau atas nama PT , apabila mewakili
paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham
dengan hak suara yang sah dapat mengajukan permohonan kepada
Pengadilan Negeri setempat agar dilakukan pemeriksaan terhadap PT
(Pasal 110 butir 3.a. UUPT);
(iv) 1 (satu) orang pemegang saham atau lebih yang mewakili paling
sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan
hak suara yang sah dapat mengajukan permohonan kepada Pengadilan
Negeri setempat agar membubarkan PT (Pasal 117 butir 1.b UUPT).
ORGAN PT
Organ PT terdiri dari:
1. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)
2. Komisaris
3. Direksi
RUPS
1. RUPS adalah organ PT yang memegang kekuasaan tertinggi dalam PT
dan memegang segala wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi
atau Komisaris (Pasal 1 butir 3 UUPT).
2. Sebagai pemegang kekuasaan yang tertinggi, RUPS mempunyai
kewenangan antara lain :
(i) Mengangkat anggota Komisaris dan Direksi untuk jangka waktu
tertentu, termasuk untuk memberhentikannya sewaktu-waktu atau
mengangkatnya kembali apabila jangka waktu tertentu tersebut berakhir
(Pasal 80 jo Pasal 95 UUPT)
(ii) Menyetujui perubahan Anggaran Dasar PT (Pasal 14 UUPT).
(iii) Menyetujui rancangan penggabungan, peleburan dan pengalihan PT
(Pasal 102 ayat 3 jo Pasal 103 ayat 3 butir b UUPT);
(iv) Menyetujui pembubaran PT (Pasal 114 UUPT);
(v) Melakukan tindakan lainnya yang tidak diatur lebih lanjut dalam
anggaran dasar serta tidak dilimpahkan kewenangannya kepada Direksi
atau Komisaris (Pasal 1 butir 3 UUPT).
KOMISARIS
1. Komisaris adalah organ PT yang bertugas melakukan pengawasan
secara umum dan atau khusus serta memberikan nasihat kepada Direksi
dalam menjalankan PT (Pasal 1 butir 5 UUPT).
2. Yang dapat diangkat menjadi anggota Komisaris adalah :
(i) orang perseorangan yang mampu melaksanakan perbuatan hukum;
dan

(ii) tidak pernah dinyatakan pailit atau menjadi anggota Direksi atau
Komisaris yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu PT dinyatakan
pailit; atau orang yang pernah dihukum karena melakukan tindak pidana
yang merugikan keuangan negara dalam waktu 5 tahun sebelum
pengangkatan (Pasal 96 UUPT).
1. Wewenang dan kewajiban Komisaris ditetapkan dalam anggaran dasar
PT (Pasal 94 ayat 1 UUPT).
2. PT yang bidang usahanya mengerahkan dana masyarakat, PT yang
menerbitkan surat pengakuan utang atau perseroan terbuka wajib
mempunyai paling sedikit 2 Komisaris (Pasal 94 ayat 2 UUPT).
3. Dalam hal terdapat lebih dari 1 orang Komisaris, mereka merupakan
sebuah majelis, dengan konsekuensi bahwa sebagai majelis, Komisaris
tidak dapat bertindak sendiri-sendiri untuk mewakili PT (Pasal 94 ayat
jo. Penjelasan Pasal 94 ayat 33 UUPT).
4. Komisaris diangkat oleh RUPS untuk jangka waktu tertentu dengan
kemungkinan diangkat kembali (Pasal 95 ayat 1 dan ayat 3 UUPT).
5. Dalam anggaran dasar dapat ditetapkan pemberian wewenang kepada
Komisaris untuk memberikan persetujuan atau bantuan kepada Direksi
dalam melakukan perbuatan hukum tertentu (Pasal 100 ayat 1 UUPT).
6. Berdasarkan anggaran dasar atau keputusan RUPS, Komisaris dapat
melakukan tindakan pengurusan PT dalam keadaan tertentu untuk
jangka waktu tertentu (Pasal 100 ayat 2 UUPT).
7. Bagi Komisaris yang dalam keadaan tertentu untuk jangka waktu
tertentu melakukan tindakan pengurusan tsb di atas, maka berlaku
semua ketentuan mengenai hak, wewenang dan kewajiban Direksi
terhadap PT dan pihak ketiga (Pasal 100 ayat 3 UUPT).
DIREKSI
1. Direksi adalah organ PT yang bertanggungjawab penuh atas pengurusan
PT untuk kepentingan dan tujuan PT serta mewakili PT baik di dalam
maupun di luar pengadilan (Pasal 1 butir 4 UUPT).
2. PT yang bidang usahanya mengerahkan dana masyarakat, menerbitkan
surat pengakuan utang atau Perseroan Terbuka wajib mempunyai paling
sedikit 2 (dua) orang anggota Direksi (Pasal 79 ayat 2).
3. Yang dapat diangkat menjadi anggota Direksi adalah :
(i) orang perseorangan yang mampu melaksanakan perbuatan hukum;
dan

(ii) tidak pernah dinyatakan pailit atau menjadi anggota Direksi atau
Komisaris yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan
dinyatakan pailit; atau orang yang pernah dihukum karena melakukan
tindak pidana yang merugikan keuangan negara dalam waktu 5 tahun
sebelum pengangkatan (Pasal 79 ayat 3 UUPT).
1. Kewenangan Bertindak
Kewenangan Direksi biasanya tercantum dalam pasal 10, 11 atau 12
anggaran dasar PT. Ketentuan anggaran dasar PT seringkali berbeda
dalam merumuskan kewenangan bertindak Direksi, namun pada
umumnya menyebutkan sebagai berikut :
Direksi mewakili perseroan di dalam dan di luar Pengadilan tentang segala
hal dan dalam segala kejadian dan karenanya berhak untuk
menandatangani atas nama perseroan, menjalankan segala hak dan
kekuasaan balk bersifat pengurusan maupun yang bersifat pemilikan.

Demikian pula ketentuan anggaran dasar PT seringkali berbeda dalam


merumuskan pembatasan kewenangan bertindak Direksi, namun pada
umumnya menyebutkan antara lain sebagai berikut :

meminjam atau meminjamkan uang atas nama PT;


mengikat PT sebagai Penjamin;

membeli, atau dengan cara lain memperoleh barang yang tidak bergerak

kepunyaan PT;
menjual atau dengan cara lain melepaskan barang tidak bergerak

kepunyaan PT;
mengagunkan atau dengan cara apapun menjaminkan barang tidak

bergerak kepunyaan PT;


menggadaikan atau dengan cara apapun menjaminkan barang bergerak

kepunyaan PT.
Dalam hal demikian, apabila untuk tindakan tersebut di atas harus
mendapatkan persetujuan tertulis terlebih dahulu atau dokumen yang
berkenaan dengan itu turut ditandatangani oleh :

Dewan Komisaris; atau


RUPS
Berarti sebelum tindakan tertentu dilakukan oleh Direktur, maka
persetujuan tertulis harus diperoleh terlebih dahulu.

Setiap anggota Direksi secara pribadi wajib dengan itikad baik dan penuh
tanggungjawab menjalankan tugas untuk kepentingan dan usaha PT,
sehingga dengan demikian setiap anggota Direksi bertanggung jawab
penuh secara pribadi apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai
menjalankan tugasnya (Pasal 85 ayat 1 & 2 UUPT).
TINDAKAN PT BERHUBUNGAN DENGAN BANK
PT Sebagai Nasabah
1. Kecuali ditentukan lain dalam anggaran dasar PT, maka umumnya
tindakan PT untuk membuka rekening pada Bank (e.g.: Giro, Deposito
dan/atau Tabungan) cukup diwakili oleh angota Direksi yang berwenang
mewakili Direksi, tanpa perlu mendapat persetujuan Dewan Komisaris /
RUPS, karena tindakan tersebut termasuk tindakan kepengurusan PT
sehari-hari.
2. Konsekuensinya adalah bahwa anggota Direksi yang berwenang
mewakili Direksi PT tersebut berhak pula menentukan karyawan PT
atau kuasanya sebagai Authorized Signer atas rekening pada Bank yang
bersangkutan.
3. Hal-hal yang perlu menjadi perhatian dalam pemberian kuasa tersebut
adalah agar kuasa yang diberikan bersifat khusus (tidak bersifat umum),
hal demikian mengingat sesuai dengan ketentuan Pasal 1796 KUH
Perdata ditentukan bahwa pemberian kuasa yang dirumuskan dalam
kata-kata umum hanya meliputi perbuatan pengurusan,sementara
tindakan yang dapat dilakukan berkaitan dengan rekening PT pada
Bank pada umumnya termasuk juga tindakan yang meliputi perbuatan
kepemilikan.Pemberian kuasa tersebut harus sesuai dengan ketentuan
yang tertera dalam anggaran dasar perseroan.
PT Sebagai Peminjam
1. Dalam hal PT bertindak sebagai peminjam, maka pada umumnya
anggaran dasar PT mewajibkan anggota Direksi yang bersangkutan
untuk memperoleh persetujuan tertulis terlebih dahulu dari Dewan
Komisaris/RUPS.
2. Perlu menjadi perhatian adalah bahwa apabila anggaran dasar PT
mensyaratkan demikian, maka persetujuan tertulis tersebut agar
diperoleh terlebih dahulu sebelum dilaksanakannya perbuatan tersebut,
hal demikian untuk mencegah timbulnya gugatan di kemudian hari dari
pihak yang seharusnya memberikan persetujuan Dewan
Komisaris/RUPS) yang mengakibatkan perbuatan tersebut dapat
dimintakan pembatalannya di muka hakim.
PT Sebagai Penjamin atau Pemberi Jaminan
1. Dalam hal PT bertindak sebagai Penjamin atau Pemberi Jaminan, maka
pada umumnya anggaran dasar PT yang bersangkutan mewajibkan
anggota Direksi yang bersangkutan memperoleh persetujuan secara
tertulis terlebih dahulu dari Dewan Komisaris/RUPS.
2. Perbedaan akibat hukum bagi PT sebagai Pemberi Jaminan dan PT
sebagai penjamin(corporate guarantee) adalah sebagai berikut :
(i) PT sebagai pemberi jaminan yaitu dimana PT menyerahkan suatu
asset tertentu milik PT sebagai jaminan untuk jaminan atas pelunasan
hutang pada Bank, berarti pemberian jaminan hanya terbatas pada harta
kekayaan PT yang dijaminkan ;

(ii) PT sebagai penjamin (corporate guarantee) berarti kekayaan PT


seluruhnya secara hukum menjadi jaminan atas pelunasan hutang pada
Bank, kecuali jika disetujui lain oleh para pihak di dalam corporate
guarantee tersebut. Tentang pemberian Corporate Guarantee ini lebih
terperinci akan dijelaskan dalam BAB V.
BEBERAPA ISTILAH KHUSUS YANG BERHUBUNGAN DENGAN PT
Penggabungan/Merger
Satu PT atau lebih menggabungkan diri menjadi satu dengan PT yang telah
ada, dimana PT yang telah ada tersebut tetap berdiri sedangkan PT yang
menggabungkan diri tersebut menjadi bubar (Pasal 102 ayat 1 UUPT).
Peleburan/Konsolidasi
Satu PT atau lebih meleburkan diri dengan PT yang lain dan membentuk
PT baru, dimana seluruh PT yang meleburkan diri tersebut seluruhnya
menjadi bubar dan akhirnya membentuk PT baru (Pasal 102 ayat 1 UUPT).
Pengambilalihan/Akuisisi
1. Satu PT mengambil alih saham yang telah ada atau saham yang akan
dikeluarkan oleh PT lain, dengan ketentuan bahwa istilah
pengambilalihan / akuisisi umumnya dipergunakan apabila
pengambilalihan tersebut mengakibatkan timbulnya pengendalian atas
PT yang sahamnya diambilalih (Pasal 103 UUPT).
2. UUPT tidak mengatur mengenai definisi pengendalian, namun mengacu
pada ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pasar Modal,
yang dimaksud dengan pengendalian adalah pihak yang secara
langsung maupun tidak langsung, dengan cara apapun, mempengaruhi
pengelolaan dan atau kebijakan PT.
Pembubaran PT dan Likuidasi
a. PT bubar karena (Pasal 114 UUPT):
(i) Keputusan RUPS;

(ii) Jangka waktu berdirinya yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar


telah berakhir.

(iii) Penetapan Pengadilan.

1. Direksi Perseroan dapat mengajukan usul pembubaran kepada RUPS.


Keputusan RUPS tentang pembubaran PT sah apabila diambil sesuai
dengan ketentuan mengenai pengambilan keputusan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 74 ayat 1 dan ketentuan mengenai korum
sebagaimana diatur dalam Pasal 76 UUPT (Pasal 115 ayat 1 & 2 UUPT).
2. Perseroan bubar pada saat yang ditetapkan dalam keputusan
RUPS.(Pasal 115 ayat 3 UUPT).
3. Pembubaran perseroan sebagaimana dimaksud di atas diikuti dengan
likuidasi oleh likuidator (Pasal 115 ayat 4 UUPT).
4. Dalam hal PT bubar karena jangka waktu berdirinya berakhir
sebagaimana ditetapkan dalam anggaran dasar, Direksi PT dapat
mengajukan permohonan kepada Menkeh untuk perpanjangan jangka
waktu tersebut (Pasal 116 ayat 1 UUPT).
5. Namun demikian permohonan perpanjangan jangka waktu tersebut
hanya dapat dilakukan berdasarkan keputusan RUPS yang dihadiri oleh
pemegang saham yang mewakili paling sedikit tiga per empat bagian
dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah dan disetujui
paling sedikit oleh tiga per empat bagian dari jumlah suara
tersebut (Pasal 116 ayat 2 UUPT).
A. Pengadilan Negeri dapat membubarkan PT atas :
(i) permohonan kejaksaan berdasarkan alasan kuat PT melanggar
kepentingan umum.

(ii) permohonan satu orang pemegang saham atau lebih yang mewakili
paling sedikit 1/10 bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara
yang sah.

(iii) permohonan kreditor berdasarkan alasan PT tidak mampu


membayar utangnya setelah dinyatakan pailit atau harta kekayaan PT tidak
cukup untuk melunasi seluruh utangnya setelah persyaratan pailit dicabut
Mengenai kepailitan ini secara lebih terperinci akan dibahas dalam BAB X.

(iv) permohonan pihak yang berkepentingan berdasarkan alasan adanya


cacat hukum dalam akta pendirian PT (Pasal 117 ayat 1 UUPT).
1. Dalam hal PT bubar, maka PT tidak dapat melakukan perbuatan hukum
kecuali diperlukan untuk membereskan kekayaannya dalam proses
likuidasi (Pasal 119 ayat 1 UUPT).
2. Dalam hal PT sedang dalam proses likuidasi, maka pada surat keluar
dicantumkan kata-kata dalam likuidasi di belakang nama PT (Pasal
119 ayat 3 UUPT).
3. Likuidator dari PT yang telah bubar wajib memberitahukan kepada
semua krediturnya dengan surat tercatat mengenai bubarnya PT (Pasal
120 ayat 1 UUPT).
4. Likuidator bertanggungjawab kepada RUPS atas likuidasi yang
dilakukan (Pasal 124 ayat 1 UUPT).
5. Sisa kekayaan hasil likuidasi diperuntukkan bagi para pemegang
saham (Pasal 124 ayat 2 UUPT).
6. Likuidator wajib mendaftarkan dan mengumumkan hasil akhir proses
likuidasi sesuai dengan ketentuan Pasal 21 dan 22 tentang pendaftaran
dalam Daftar Perusahaan dan pengumuman dalam Berita Negara
Republik Indonesia (Pasal 124 ayat 2 UUPT).
PERIZINAN YANG DIPERLUKAN
Dalam menjalankan usahanya, pada umumnya PT harus memenuhi izin-
izin sebagai berikut:

a. Persetujuan yang dikeluarkan oleh Menteri Perindustrian dan


Perdagangan Republik Indonesia:

(i) Izin Usaha Industri;

(ii) Izin Perluasan untuk Perusahaan;

(iii) Surat Izin Usaha Perdagangan

1. Persetujuan yang dikeluarkan oleh Kepala Kantor Pertanahan


Kabupaten/Kotamadya:
Izin lokasi/ Surat Keputusan Hak Guna Bangunan/Hak Guna

Usaha/Hak Pengelolaan.
c. Persetujuan yang dikeluarkan oleh Kepala Dinas Pekerlaan Umum Dati
II / Satuan Kerja Tehnis atas nama Bupati/Walikotamadya/Kepala Dinas
Pengawasan Pembangunan Kota (Jakarta a/n Gubernur DKI- Jaya):

Izin Mendirikan Bangunan (IMB).


d. Persetujuan yang dikeluarkan oleh Sekretaris Wilayah/Daerah Tingkat II
a/n Bupati/Walikotamadya/Kepala Biro Penerbitan a/n Gubernur
DKI-Jawa :

Izin Undang-undang Gangguan/Hinder Ordonasi (UUG/HO). (Tidak


berlaku bagi perusahaan industri yang diharuskan mempunyai amdal
atau yang berlokasi di Kawasan industri/berikat).
e. Persetujuan yang dikeluarkan oleh Menteri Tenaga Kerja:

Izin Kerja Tenaga Kerja Warga Negara Asing Pendatang (IKTA).


B.2. BENTUK-BENTUK KHUSUS PERSEROAN TERBATAS
(i) PT PENANAMAN MODAL DALAM NEGERI (PT PMDN)
PENGERTIAN

Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) adalah penggunaan daripada


kekayaan masyarakat Indonesia termasuk hak dan benda, baik secara
langsung atau tidak langsung, untuk menjalankan usaha menurut atau
berdasarkan ketentuan Undang -undang No.6 tahun 1968 tentang
Penanaman Modal Dalam Negeri sebagaimana diubah terakhir dengan
Undang-undang No.12 tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan
Undang-undang No.6 tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri
(UU PMDN).
DASAR HUKUM

a. UU PMDN.

b. Keputusan Meninves/Kepala BKPM No.38/SK/199 tertanggal 6 Oktober


1999 tentang Pedoman dan Tatacara Permohonan Penanaman Modal Yang
Didirikan Dalam Rangka Penanaman Modal Dalam Negeri Dan
Penanaman Modal Asing (Kep BKPM No.38).
PROSEDUR PERMOHONAN PMDN

a. permohonan PMDN berpedoman kepada:

(i) Daftar bidang usaha yang terbuka bagi penanaman modal


(berdasarkan Keppres No.96 tahun 2000 tanggal 20 Juli 2000 tentang
Bidang Usaha Yang Tertutup dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan
Persyaratan Tertentu Bagi Penanaman Modal jo. Keppres No.118 Tahun
2000 tanggal 16 Agustus 2000 tentang Perubahan Atas Keputusan
Presiden No.96 tahun 2000 tentang Bidang Usaha Yang Tertutup Dan
Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Tertentu Bagi
Penanaman Modal) (Negative List);
(ii) Bidang/jenis usaha yang dicadangkan untuk usaha kecil dan
bidang/jenis usaha yang terbuka untuk usaha menengah atau usaha besar
dengan syarat kemitraan (berdasarkan Keppres No.99 tahun 1998 tanggal
14 Juli 1998 tentang Bidang/Jenis Usaha Yang Dicadangkan Untuk Usaha
Kecil dan Bidang/Jenis Usaha Yang Terbuka Untuk Usaha Menengah atau
Usaha Besar Dengan Syarat Kemitraan) (Peraturan Kemitraan);
(iii) Ketentuan lain yang dikeluarkan oleh pemerintah.

1. Permohonan PMDN dapat diajukan oleh PT, Koperasi, BUMN, BUMD,


CV, Firma atau perorangan.
2. Permohonan diajukan kepada Meninves/Kepala BKPM atau Ketua
BKPMD setempat dan persetujuan atas permohonan dikeluarkan dalam
bentuk Surat Persetujuan Penanaman Modal Dalam Negeri (SP
PMDN).
d. Permohonan menikmati pembebasan dan keringanan pajak seperti bea
masuk, PPN dan PPn-BM atas pemasukan barang modal/alat perlengkapan
yang diperlukan untuk pelaksanaan penanaman modal.

IZIN YANG DIPERLUKAN

Berdasarkan Keputusan Presiden No.97 tahun 1993 tanggal 23 Oktober


1993 tentang Tatacara Penanaman Modal sebagaimana terakhir diubah
dengan Keputusan Presiden No.117 tahun 1999 tanggal 30 September 1999
dan Kep BKPM No.38, diatur sebagai berikut:

1. a. Persetujuan yang dikeluarkan oleh Meninves/Kepala BKPM atau


Ketua BKPMD :
(i) SP PMDN berlaku untuk 3 tahun;

(ii) persetujuan pemberian fasilitas pembebasan/keringanan bea masuk


dan fasilitas perpajakan atas pengimporan barang modal;

(iii) persetujuan pemberian fasilitas pembebasan bea masuk atas


pengimporan bahan baku dan/atau bahan penolong untuk keperluan
produksi 2 tahun berdasarkan kapasitas terpasang;
(iv) persetujuan pemberian fasilitas pajak penghasilan yang ditanggung
oleh pemerintah untuk usaha industri tertentu;

(v) Angka Pengenal Importir Terbatas (APIT), untuk keperluan impor yang
dilakukan sendiri;

(vi) Keputusan tentang Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Warga Negara


Asing Pendatang (RPTK), apabila dipergunakan tenaga kerja warga negara
asing;

(vii) Izin Usaha Tetap (IUT), Izin Usaha Perluasan dan perbaruan IUT.

SP PMDN akan batal dengan sendirinya apabila dalam jangka waktu 3


tahun sejak tanggal dikeluarkan tidak ada realisasi proyek dalam bentuk
kegiatan nyata baik dalam bentuk administrasi ataupun dalam bentuk fisik.

Perubahan atas ketentuan proyek PMDN berikut ini yang wajib


memperoleh persetujuan Meninves/Kepala BKPM:

perubahan lokasi proyek;


perubahan bidang usaha dan produksi;
perubahan penggunaan tenaga bkerja asing;
perubahan investasi dan sumber pembiayaan;
perubahan status PMA menjadi PMDN; dan
pembelian saham perusahaan PMDN dan Non PMA/PMDN yang sudah
berdiri oleh perusahaan PMA, warga negara asing dan badan hukum
asing;
perpanjangan waktu penyelesaian proyek; dan
penggabungan perusahaan (merger).
b. Persetujuan yang dikeluarkan oleh penyelenggara Kawasan Berikat
bagi yang berlokasi di Kawasan Berikat dan oleh Badan Penyelenggara
Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) bagi yang berlokasi
di KAPET.
(i) Untuk PMDN proyek baru/perluasan/perubahan lokasi di kawasan
berikat, Pengusaha/Pengelola Kawasan Berikat diberi wewenang
menilai/memberi surat persetujuan (SP) a.n. Meninves/Kepala BKPM;

(ii) untuk mengeluarkan persetujuan atas permohonan izin-izin


pelaksanaan penanaman modal.

Selain izin-izin yang disebut dalam butir a dan b di atas, izin yang berlaku
untuk PT pada umumnya, seperti tertera dalam butir Perizinan Yang
Diperlukan di muka, berlaku pula untuk PT PMDN.

DOKUMEN YANG HARUS DIPERHATIKAN OLEH BANK DALAM


BERTRANSAKSI DENGAN PT PMDN

a. Akta Pendirian Perusahaan, serta perubahan-perubahannya bila ada,


khususnya perlu diperhatikan mengenai batas wewenang Direksi.

b. SP PMDN yang dikeluarkan Meninves/Kepala BKPM atau Ketua


BKPMD, khususnya perlu diperhatikan jangka waktu berakhirnya.

c. Izin Usaha Tetap (IUT) dikeluarkan oleh Meninves/Kepala BKPM atas


nama Menteri terkait dengan macam bidang usahanya; IUT diberikan
kepada perusahaan agar bisa mulai produksi komersial.

1. Angka Pengenal Importir Terbatas (APIT), khususnya bila PMDN


mendapat fasilitas impor.
e. Surat persetujuan BKPM untuk setiap adanya:

(i) perubahan lokasi proyek;

(ii) perubahan bidang usaha dan produksi;

(iii) perubahan penggunaan tenaga kerja asing;


(iv) perubahan investasi dan sumber pembiayaan;

(v) perubahan status PMA menjadi PMDN; dan

(vi) pembelian saham perusahaan PMDN dan Non PMA/PMDN yang


sudah berdiri oleh perusahaan PMA, warga negara asing dan badan hukum
asing;

(vii)perpanjangan waktu penyelesaian proyek; dan

(viii)penggabungan perusahaan (merger);

1. Laporan realisasi kegiatan penanaman modal atau realisasi proyek


dalam bentuk kegiatan nyata baik dalam bentuk administrasi ataupun
dalam bentuk fisik.
2. Persetujuan dari Meninves/Kepala BKPM atau Ketua BKPMD atas
perubahan SP PMDN dalam rangka melakukan kemitraan dengan usaha
kecil.
3. Surat pemberitahuan kepada Meninves/Kepala BKPM atau Ketua
BKPMD dalam hal terjadi perubahan bentuk pola kemitraan dan/atau
mitra usaha untuk PMDN yang bidang usahanya mensyaratkan
kemitraan dengan usaha kecil.
4. Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) dan Hak Guna Usaha (SHGU)
dan Jangka waktu berlakunya SHGB dan SHGU tersebut dalam hal hak
atas tanahnya hendak digunakan sebagai jaminan kredit.
5. Surat Keterangan Domisili dari kantor Kelurahan.
k. Tanda Daftar Perusahaan yang dikeluarkan Departemen Perdagangan.
Berlaku untuk 5 (lima) tahun.

(ii) PT PENANAMAN MODAL ASING (PT PMA)


PENGERTIAN

Penanaman Modal Asing (PMA) adalah penanaman modal asing secara


langsung yang digunakan untuk menjalankan perusahaan di Indonesia.
Perusahaan penanaman modal asing harus suatu badan hukum yang
didirikan berdasarkan hukum yang berlaku di Indonesia, yang modalnya
secara langsung berasal dari:

a. 100% yang ditanam/dimiliki oleh warga negara atau badan hukum asing,
atau

b. patungan antara modal asing dan warga negara Indonesia/badan hukum

Indonesia.

DASAR HUKUM

1. Undang-undang No.1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing,


sebagaimana terakhir diubah dengan Undang-undang No.11 tahun 1970
tentang Perubahan dan Tambahan Undang-undang No.1 tahun 1967
(UU PMA).
2. Kep BKPM No.38.
c. Peraturan Pemerintah No.20 tahun 1994 tertanggal 19 Mei 1994 tentang
Pemilikan Saham Dalam Perusahaan Yang Didirikan Dalam Rangka
Penanaman Modal Asing dan S.K. Meninves/Kepala BKPM No.5/SK/1994
tanggal 29 Juli 1994 tentang Ketentuan Pelaksanaan Pemilikan Saham
Dalam Perusahaan Yang Didirikan Dalam Rangka Penanaman Modal
Asing.

BENTUK PENANAMAN MODAL ASING

Bentuk Penanaman Modal Asing:

(i) Langsung: seluruh modalnya (100%) dimiliki oleh warga negara asing
(WNA) dan/atau badan hukum asing (BHA), dengan ketentuan sebagai
berikut:
Dalam jangka waktu maksimum 15 tahun sejak produksi komersial

WNA/BHA, harus menjual sebagian sahamnya kepada WNI/BHI, baik


langsung maupun melalui pasar modal;
Besarnya saham yang dialihkan ke WNI/BHI adalah menurut
kesepakatan para pihak.
Pengalihan saham tersebut tidak mengubah status perusahaan (tetap

PMA);
Setelah berproduksi komersial PMA tersebut dapat mendirikan

perusahaan baru yang berstatus:


PMA : apabila diantara peserta baru terdapat WNA/BHA;

PMDN : apabila 100% modal saham perusahaan baru dimiliki oleh

PT PMA bersangkutan atau peserta baru terdiri dari WNI/BHI;


(ii) Patungan: antara modal asing yang dimiliki oleh perorangan WNA
atau BHA dengan modal yang dimiliki perorangan warga negara Indonesia
(WNI) dan/atau badan hukum Indonesia (BHI), dengan ketentuan
sebagai berikut :
Minimum 5% dari modal yang disetor pada saat pendirian harus

ditangan peserta Indonesia;


Besarnya penyertaan modal saham selain 5% tersebut diatas ditetapkan

atas dasar kesepakatan para pihak;


Penjualan lebih lanjut dapat dilakukan kepada WNI / BHI, secara

kepemilikan langsung atau melalui pasar modal dalam negeri;


PROSEDUR PERMOHONAN PMA
a. permohonan PMA berpedoman kepada:

(i) Daftar bidang usaha yang tertutup bagi penanaman modal asing
(sesuai dengan Negative List);

(ii) Bidang/jenis usaha yang dicadangkan untuk usaha kecil dan


bidang/jenis usaha yang terbuka untuk usaha menengah atau usaha besar
dengan syarat kemitraan (sebagaimana diatur oleh Peraturan Kemitraan);

(iii) Ketentuan lain yang dikeluarkan oleh Pemerintah.

b. Permohonan PMA dapat diajukan oleh PT, Koperasi, BUMN, BUMD,


CV, Firma atau perorangan.
c. Permohonan diajukan kepada Meninves/Kepala BKPM atau Kepala
Perwakilan RI setempat di luar negeri atau Ketua BKPMD setempat dan
persetujuan atas permohonan dikeluarkan dalam bentuk Surat Persetujuan
PMA.

d. Permohonan untuk menikmati pembebasan dan keringanan pajak


seperti bea masuk, PPN dan PPn-BM atas pemasukan barang modal/alat
perlengkapan yang diperlukan untuk pelaksanaan penanaman modal.

e. Dalam segala hal kepemilikan saham pihak Indonesia tidak boleh lebih
kecil dari modal yang disetor/ditempatkan semula.

1. PMA harus berbentuk perseroan terbatas, berkedudukan di Indonesia;


2. Investasi dapat terdiri dari modal sendiri dan/atau pinjaman;
3. Jumlah modalnya relatif sesuai kelayakan ekonomi kegiatan macam
usahanya;
i. Lokasi usaha dapat diseluruh Indonesia, tapi diutamakan dikawasan
berikat/industri;

1. Jangka waktu Izin Usaha adalah 30 tahun sejak produksi komersial;


k. Izin Usaha (IU) dapat diperbaharui oleh Meninves/Kepala BKPM bila
perusahaan PMA masih tetap menjalankan usahanya yang bermanfaat bagi
perekonomian/ pembangunan nasional (mempunyai dampak positip a.l.
untuk ekspor/tenaga kerja, pajak, lingkungan hidup, perekonomian
nasional).

l. PMA yang mengadakan perluasan usaha diperpanjang IU nya selama 30


tahun sejak usaha perluasan berproduksi komersial;

m. Setelah berproduksi komersial:

perusahaan dapat menambah modal perusahaan sendiri;


mendirikan perusahaan baru;
membeli saham PMDN/perusahaan non-PMA;
membeli saham PMDN yang telah berdiri baik yang sudah/belum
berproduksi komersial melalui pasar modal dalam negeri;
n. Pembelian saham-saham tersebut di atas sepanjang bidang usahanya
tetap terbuka bagi penanaman modal;

o. Badan Hukum Asing (BHA) dapat membeli saham perusahaan


PMA/PMDN/ Non-PMA/PMDN yang belum atau telah berproduksi
komersial, baik melalui kepemilikan langsung atau lewat pasar modal
dalam negeri dan selama bidang usaha dari perusahaan yang sahamnya
akan dibeli tersebut terbuka bagi PMA dan dilakukan dalam upaya
penyelamatan dan penyehatan perusahaan.

IZIN YANG DIPERLUKAN

Seperti halnya PT PMDN, berdasarkan Keputusan Presiden No.97 tahun


1993 tanggal 23 Oktober 1993 tentang Tatacara Penanaman Modal
sebagaimana terakhir diubah dengan Keputusan Presiden No.117 tahun
1999 tanggal 30 September 1999 dan Kep BKPM No.38, izin untuk PMA
diatur sebagai berikut :

1. Surat Persetujuan (SP PMA) yang dikeluarkan oleh Meninves/Kepala


BKPM atau Ketua BKPMD yang berlaku untuk 3 tahun;
2. Selain SP PMA di atas Perizinan lainnya sama dengan PT PMDN dengan
catatan SP PMDN harus dibaca SP PMA.
DOKUMEN YANG HARUS DIPERHATIKAN OLEH BANK DALAM
BERTRANSAKSI DENGAN PT PMA

Sama dengan PT PMDN dengan ketentuan SP PMDN harus dibaca SP PMA


dan butir g berbunyi sebagai berikut:

g. Persetujuan dari Meninves/Kepala BKPM atau Kepala Perwakilan RI


atau Ketua BKPMD atas perubahan SP PMA dalam rangka melakukan
kemitraan dengan usaha kecil.
(iii) PT PERSERO
Salah satu bentuk khusus PT adalah Perusahaan Persero. Namun
mengingat Perusahaan Persero merupakan juga bagian dari Perusahaan
Negara, maka pembahasan mengenai Perusahaan Persero akan dibahas di
Butir B.3 di bawah ini.

(iv) PT SEBAGAI KELOMPOK USAHA


PENGERTIAN
1. UUPT tidak mengatur secara tegas mengenai pengertian kelompok
usaha, namun dalam beberapa pasal menyebutkan istilah induk
perusahaan dan anak perusahaan tanpa memberikan penegasan lebih
lanjut mengenai apa yang dimaksud dari kedua istilah tersebut.
2. UUPT hanya menegaskan bahwa anak perusahaan dilarang memiliki
saham yang dikeluarkan oleh induk perusahaannya (Pasal 29 ayat 2
UUPT).
3. Dalam hal saham induk perusahaan dibeli oleh anak perusahaannya,
maka saham tersebut tidak dapat digunakan untuk mengeluarkan suara
dalam RUPS dan tidak diperhitungkan dalam menentukan jumlah
korum yang harus dicapai sesuai dengan ketentuan UUPT dan anggaran
dasar (Pasal 33 ayat 2 UUPT).
4. Pengertian yang umum mengenai suatu kelompok usaha adalah sebagai
berikut:
Suatu kelompok usaha pada umumnya memiliki induk perusahaan (parent
company)yang merupakan holding company yaitu suatu perusahaan yang
tujuannya adalah menguasai saham atau manajemen dari perusahaan yang
dimiliki/dikuasainya.
1. Dalam kelompok usaha dikenal 2 (dua) hubungan yaitu :
(i) Anak Perusahaan (subsidiary corporation) yaitu suatu anak
perusahaan dimana persentase kepemilikan saham oleh induk perusahaan
adalah mayoritas, umumnya melebihi 50% dari saham anak perusahaan.
Pengendalian yang dilakukan oleh induk perusahaan antara lain
kewenangan untuk mengusulkan kepada RUPS mengenai susunan
pengurus perseroan melalui RUPS atau kebijakan yang dianggap penting
bagi perusahaan.
(ii) Perusahaan Afiliasi (affiliate company) yaitu suatu perusahaan yang
(melalui kepemilikan saham) berada di bawah kontrol perusahaan lain,
namun pada umumnya persentase kepemilikan saham induk perusahaan
adalah tidak melebihi 50 % dari saham anak perusahaan.
Umumnya perusahaan terafiliasi memiliki kewajiban kepada perusahaan
induknya antara lain kewajiban untuk memberikan informasi penting atas
jalannya PT, seperti mengetahui keadaan keuangan PT, mengetahui adanya
kontrak yang material dari PT tersebut, demikian pula kontrol terhadap
perusahaan terafliliasi dilakukan induk perusahaan melalui
Direksi/Komisaris yang merupakan wakil dari induk perusahaan tersebut.

1. Holding Company dalam manajemen perusahaan dibedakan


antara operating holdingdan invesment holding. Operating
Holding adalah induk yang hidup dari usahanya sendiri serta deviden
anak perusahaan. Berbeda dengan Investment Holding yang tidak
memiliki usaha sendiri, sehingga induk perusahaan hanya menikmati
keuntungan dari deviden anak perusahaan.
KETENTUAN KELOMPOK USAHA MENURUT BANK INDONESIA
Sehubungan dengan belum lengkapnya ketentuan hukum di Indonesia
yang mengatur kelompok usaha secara spesifik, maka ketentuan Bank
Indonesia yang berlaku saat ini dapat dijadikan acuan dalam menangani
kelompok usaha sebagai kelompok peminjam maupun pihak terkait dengan
peminjam atau kelompok peminjam.

Bank Indonesia menetapkan kriteria berkenaan dengan kelompok usaha


berkaitan dengan pemberian kredit yaitu ketentuan mengenai Batas
Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) dimana ditetapkan ketentuan
mengenai Kelompok Peminjam maupun Pihak Terkait dari Peminjam
atau Kelompok Peminjam.
Dasar Hukum
1. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia tertanggal 31 Desember 1998
No.31/177/KEP/DIR tentang BMPK sebagaimana diubah dengan
Peraturan Bank Indonesia No. 2/16/PBI/2000 tanggal 12 Juni 2000.
2. Peraturan Bank Indonesia No. 3/22/PBI/2001 tanggal 13 Desember
2001 tentang Transparansi Kondisi Keuangan Bank.
Pengertian
Peminjam adalah nasabah perorangan atau perusahaan/badan yang
memperoleh satu atau lebih lebih penyediaan dana;
Kelompok Peminjam adalah sejumlah Peminjam yang satu sama lain
mempunyai kaitan dalam hal kepemilikan, kepengurusan dan/atau
hubungan keuangan.
Pihak Terkait adalah Peminjam atau Kelompok Peminjam yang
mempunyai keterkaitan dengan Bank karena merupakan:
1. pemegang saham perorangan yang memiliki saham 10% atau lebih dari
modal disetor Bank;
2. pemegang saham berbentuk perusahaan/badan yang memiliki saham
10% atau lebih dari modal disetor Bank;
3. anggota Dewan Komisaris Bank;
4. anggota Direksi Bank;
5. keluarga dari pihak-pihak tersebut dalam angka 1, angka 3 dan angka 4;
6. perorangan yang memiliki saham 25% atau lebih dan/atau yang
mengendalikan operasional, pengawasan atau pengambilan keputusan,
baik langsung maupun tidak langsung, atas perusahaan-perusahaan
sebagaimana dimaksud dalam angka 2;
7. pejabat Bank yang mempunyai fungsi eksekutif, yaitu yang mempunyai
pengaruh terhadap operasional Bank dan/atau bertanggungjawab
langsung kepada Direksi termasuk pejabat Satuan Kerja Audit Intern
dan Dewan Audit;
8. perusahan-perusahaan yang di dalamnya terdapat kepentingan dari
pihak-pihak dimaksud dalam angka 1 sampai dengan 7 di atas dengan
kepemilikan 10% atau lebih dari modal disetor perusahaan;
9. perusahaan-perusahaan yang di dalamnya terdapat pengaruh dalam
operasional, pengawasan atau pengambilan keputusan dari pihak-pihak
sebagaimana dimaksud dalam angka 1 sampai dengan angka 7 walaupun
pihak-pihak tersebut tidak memiliki saham pada perusahaan dimaksud;
10. anak perusahaan Bank dengan kepemilikan saham Bank lebih dari 25%
dari modal disetor perusahaan dan/atau apabila Bank mempengaruhi
perusahaan tersebut.

Pengendalian adalah:
1. Bank mempunyai hak suara yang lebih dari 50% berdasarkan suatu
perjanjian dengan investor lainnya;
2. Bank mempunyai hak untuk mengatur dan menentukan kebijakan
finansial dan operasional perusahan berdasarkan angaran dasar atau
perjanjian;
3. Bank memiliki kewenangan untuk menunjuk atau memberhentikan
mayoritas pengurus perusahaan;
4. Bank mampu menguasai suara mayoritas dalam rapat pengurus;
5. Bank memiliki atau mengendalikan sekurang-kurangnya 10% saham
dan merupakan pemegang saham terbesar dibandingkan dengan
kepemilikan pihak lain dalam perusahaan;
6. Bank dan pihak terkait dengan Bank memiliki jumlah saham lebih dari
50% dari modal perusahaan;
7. Aktivitas utama perusahaan tempat penyertaan adalah untuk
memberikan manfaat bagi Bank; dan atau
8. Bank memiliki saham dan merupakan kreditur terbesar dari perusahaan
tempat penyertaan.
Perusahaan Induk adalah badan hukum yang dibentuk untuk

mengkonsolidasikan suatu kelompok usaha dan memiliki saham bank


baik secara langsung maupun tidak langsung dengan kepemilikan lebih
dari 50% atau melakukan Pengendalian terhadap Bank.
Perusahaan Induk di Bidang Keuangan adalah badan hukum yang

dibentuk oleh Perusahaan Induk untuk mengkonsolidasikan seluruh


aktivitas perusahaan induk atau kelompok usaha yang bergerak di
bidang keuangan atau yang melakukan Pengendalian terhadap seluruh
aktivitas perusahaan induk atau kelompok usaha yang bergerak d
bidang keuangan.
Perusahaan Anak adalah badan hukum yang dimiliki atau
dikendalikan oleh Bank baik secara langsung maupun tidak langsung
yang terdiri dari:
1. Perusahaan Subsidiari yaitu Perusahan Anak dengan kepemilikan Bank
lebih dari 50%;
2. Perusahaan Partisipasi adalah Perusahaan Anak dengan kepemilikan
Bank 50% atau kurang namun Bank memiliki Pengendalian terhadap
perusahaan.
Perusahaan Afiliasi adalah perusahaan anak dari Perusahaan Induk

Bank atau dari Perusahaan Induk di Bidang Keuangan.


Karakteristik
Sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia tersebut di atas, suatu
perusahaan digolongkan sebagai anggota suatu Kelompok
Peminjam apabila memenuhi salah satu kriteria keterkaitan dalam hal
kepemilikan, kepengurusan dan hubungan keuangan dengan satu atau
lebih perusahaan lainnya, yaitu sebagai berikut :
1. 25% atau lebih dari hak kepemilikan masing-masing perusahaan
dikuasai oleh suatu perusahaan atau seseorang atau secara bersama oleh
suatu keluarga;
2. salah satu perusahaan menguasai 25% atau lebih hak kepemilikan
perusahaan lain;
3. anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris dan lainnya yang
mempunyai fungsi eksekutif pada salah satu perusahaan, menjadi
anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, atau pejabat eksekutif pada
perusahaan lainnya yang berwenang memutuskan hal-hal yang
berkaitan dengan operasional perusahaan;
4. dalam hal tidak terdapat hubungan kepemilikan dan/atau kepengurusan
sebagaimana dimaksud dalam angka 1, 2 dan 3 di atas, dua atau lebih
perusahaan dianggap sebagai kelompok apabila terdapat hubungan
keuangan sebagai berikut:
(i) satu perusahaan bertindak sebagai penjamin penyediaan dana yang
diterima oleh perusahaan lainnya;
(ii) satu perusahaan memberikan bantuan keuangan kepada perusahaan
lainnya sehingga mengakibatkan adanya pengendalian usaha oleh
perusahaan pemberi bantuan.

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam kaitannya dengan kelompok


usaha sebagai kelompok peminjam
Baik perusahaan anak maupun perusahaan induk pada prinsipnya dapat
menjadi debitur, namun demikian sesuai dengan ketentuan Bank
Indonesia tersebut di atas, namun demikian ditentukan sebagai berikut :

(i) BMPK kepada Pihak Terkait dari Peminjam maupun Kelompok


Peminjam tersebut ditetapkan setinggi-tingginya 10% dari Modal Bank;

(ii) BMPK untuk jumlah seluruh Pihak Terkait ditetapkan setinggi-


tingginya sebesar 10% dari Modal Bank.

KETENTUAN KELOMPOK USAHA MENURUT UUPM


Menurut ketentuan UUPM yang masuk kategori PT sebagai kelompok
usaha adalah hubungan antara 2 (dua) perusahaan yang dikendalikan, baik
langsung maupun tidak langsung, oleh Pihak yang sama. Hal tersebut
tersirat dalam butir e definisi tentang Afiliasiyang berbunyi sebagai berikut:
a. hubungan keluarga karena perkawinan dan keturunan sampai derajat
kedua, baik secara horizontal maupun vertikal;

b. hubungan antara Pihak dengan pegawai, direktur, atau komisaris dari


Pihak tersebut;

c. hubungan antara 2 (dua) perusahaan di mana terdapat satu atau lebih


anggota direksi atau dewan komisaris yang sama;

d. hubungan antara perusahaan dan Pihak, baik langsung maupun tidak


langsung, mengendalikan atau dikendalikan oleh perusahaan tersebut;
e. hubungan antara 2 (dua) perusahaan yang dikendalikan, baik langsung
maupun tidak langsung, oleh Pihak yang sama; atau

f. hubungan antara perusahaan dan pemegang saham utama.

Berdasarkan definisi dalam butir e di atas 2 (dua) perusahaan yang


dikendalikan, baik langsung maupun tidak langsung, oleh Pihak yang sama
merupakan affiliasi. Sedangkan yang dimaksud Pihak dalam UUPM adalah
orang perseorangan, perusahaan, usaha bersama, asosiasi, atau kelompok
yang terorganisasi.
B.3. PERUSAHAAN NEGARA
(i) PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO)
PENGERTIAN
Perusahaan Perseroan (Persero) adalah Badan Usaha Milik Negara yang
dibentuk berdasarkan Undang-undang No.9 tahun 1969 tertanggal 1
Agustus 1969 tentang Bentuk-Bentuk Usaha Negara (UU No.9/1969)
yang berbentuk Perseroan Terbatas sebagaimana dimaksud dalam UUPT
yang seluruh atau paling sedikit 51% saham yang dikeluarkannya dimiliki
oleh Negara melalui penyertaan modal secara langsung. Tidak termasuk
sebagai Persero adalah Perseroan Terbatas yang sahamnya dimiliki oleh
Persero. Setiap penyertaan modal Negara ke dalam modal saham Persero
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Maksud dan tujuan pendirian
Persero adalah:
1. menyediakan barang dan atau jasa yang bermutu tinggi dan berdaya
saing kuat baik di pasar dalam negeri ataupun internasional; dan
2. memupuk keuntungan guna meningkatkan nilai perusahaan.
DASAR HUKUM

Peraturan Pemerintah No.12 tahun 1998 tanggal 17 Januari 1998 tentang


Perusahaan Perseroan (PP No.12/1998).
STATUS HUKUM
Berdasarkan Pasal 3 PP No.12/1998 dinyatakan bahwa terhadap Persero
berlaku prinsip-prinsip sebagaimana diatur dalam UUPT. Oleh karenanya
Persero memiliki status badan hukum.
ORGAN PERSERO
Organ Persero terdiri dari:

1. RUPS
2. Direksi
3. Komisaris
Menteri Keuangan adalah menteri yang mewakili Pemerintah selaku
pemegang saham Negara pada Persero dan dapat memberikan kuasa
kepada pihak lain untuk mewakilinya dalam RUPS.

Dengan Peraturan Pemerintah No.64 tahun 2001 tertanggal 13 September


2001 tentang Pengalihan Kedudukan, Tugas dan Kewenangan Menteri
Keuangan pada Perusahaan Perseroan (PERSERO), Perusahaan Umum
(PERUM) dan Perusahaan Jawatan (PERJAN) kepada Menteri Negara
Badan Usaha Milik Negara, maka kedudukan, tugas dan kewenangan
Menteri Keuangan yang mewakili Pemerintah selaku :

1. pemegang saham atau RUPS sebagaimana diatur dalam PP No.12/1998


dan Perseroan Terbatas yang sebagian sahamnya dimiliki oleh Negara
Republik Indonesia;
2. Wakil Pemerintah pada Perusahaan Umum (PERUM) sebagaimana
diatur dalam Peraturan Pemerintah No.13 tahun 1998 tertanggal 17
Januari 1998 tentang Perusahaan Umum (PERUM); (PP No.13/1998)
dan
3. Pembina Keuangan pada Perusahaan Jawatan (PERJAN) sebagaimana
diatur dalam Peraturan Pemerintah No.6 tahun 2000 tertanggal 21
Februari 2000 tentang Perusahaan Jawatan (PERJAN) (PP
No.6/2000);
dialihkan kepada Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara, dengan
ketentuan bahwa pengalihan tersebut tidak meliputi :

1. penatausahaan setiap penyertaan modal negara berikut perubahannya


ke dalam PERSERO/Perseroan Terbatas dan PERUM serta kegiatan
penatausahaan kekayaan negara yang dimanfaatkan oleh PERJAN;
2. pengusulan setiap penyertaan modal negara ke dalam
PERSERO/Perseroan Terbatas dan PERUM, serta pemanfaatan
kekayaan negara dalam PERJAN;
3. pendirian PERSERO, PERUM dan PERJAN;
dimana dalam melaksanakan kedudukan, tugas dan kewenangan tersebut
Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara wajib memperoleh persetujuan
Menteri Keuangan terlebih dahulu, dalam hal penggunaan sisa penerimaan
PERJAN pada akhir tahun anggaran.

Persetujuan Menteri Keuangan disyaratkan apabila dalam RUPS


mengambil keputusan untuk:

1. Perubahan jumlah modal;


2. Perubahan anggaran dasar;
3. Rencana pembagian dan penggunaan laba;
4. Penggabungan, peleburan dan pemecahan Persero;
5. Investasi dan pembiayaan jangka panjang;
6. Kerjasama Persero;
7. Pembentukan anak perusahaan dan penyertaan;
8. Pengalihan aktiva.
Pengangkatan dan pemberhentian Direksi Persero dilakukan oleh RUPS.
Masa jabatan Direksi Persero adalah 5 tahun dan dapat diangkat kembali.
Direksi bertugas melaksanakan pengurusan Persero untuk kepentingan
dan tujuan Persero serta mewakili Persero baik di dalam maupun di luar
pengadilan. Direksi bertanggung jawab atas pengurusan Persero sesuai
dengan ketentuan UUPT.

Pengangkatan dan pemberhentian Komisaris Persero dilakukan oleh


RUPS. Masa jabatan Komisaris Persero adalah 5 tahun dan dapat diangkat
kembali. Pengangkatan anggota Komisaris tidak bersamaan waktunya
dengan pengangkatan anggota Direksi. Komisaris melakukan tugas dan
kewenangan sesuai dengan ketentuan UUPT.
Persero yang sehat selama 2 tahun berturut-turut dapat mempersiapkan
diri dan mengambil langkah-langkah untuk menjadi Persero Terbuka.
Terhadap Persero Terbuka berlaku ketentuan peraturan perundang-
undangan di bidang pasar modal.

TINDAKAN PERSERO BERHUBUNGAN DENGAN BANK


Persero Sebagai Nasabah
Dalam hal Persero sebagai pemegang rekening (Nasabah Giro) maka
tindakan tersebut diwakili oleh Direksi sesuai anggaran dasar Persero.

Persero Sebagai Peminjam/Penjamin


Dalam hal Persero sebagai Peminjam dan/atau Penjamin maka pada
umumnya persetujuan RUPS/Komisaris tetap diperlukan selama
anggaran dasar mengaturnya.
Disamping itu, sesuai dengan maksud dan tujuan tersebut di atas,
dalam hal investasi dan pembiayaan jangka panjang persetujuan dari
Menteri Keuangan wajib diperoleh terlebih dahulu.
(ii) PERUSAHAAN UMUM (PERUM)
PENGERTIAN
Perusahaan Umum (Perum) adalah Badan Usaha Milik Negara yang
dibentuk berdasarkan UU No.9/1969 yang seluruh modalnya dimiliki oleh
Negara berupa kekayaan Negara yang dipisahkan dan tidak terbagi atas
saham. Maksud dan tujuan Perum adalah menyelenggarakan usaha yang
bertujuan untuk kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan atau
jasa yang bermutu tinggi dan sekaligus memupuk keuntungan berdasarkan
prinsip pengelolaan perusahaan.
DASAR HUKUM
PP No. 13 /1998.

STATUS HUKUM
Perum didirikan dengan peraturan pemerintah. Karenanya Perum
memperoleh status badan hukum setelah peraturan pemerintah pendirian
Perum berlaku. Sesuai dengan Undang-undang No.19/Prp/1960 tertanggal
30 April 1960 Perusahaan Negara adalah badan hukum.
ORGAN PERUM
Organ Perum terdiri dari:

1. Direksi
2. Dewan Pengawas
DIREKSI
Kewenangan Bertindak
Direksi bertanggung jawab atas kepengurusan Perum untuk kepentingan
dan tujuan Perum serta mewakili Perum baik di dalam maupun di luar
pengadilan. Anggota Direksi diangkat dan diberhentikan oleh Menteri
Keuangan berdasarkan usul dari Menteri yang lingkup dan kewenangannya
meliputi bidang usaha Perum. Jumlah anggota Direksi paling banyak 5
orang dan diangkat untuk masa jabatan 5 tahun dan dapat diangkat
kembali.

Setiap anggota Direksi berhak mewakili Perum kecuali ditentukan lain


dalam anggaran dasar. Anggota Direksi tidak berwenang mewakili Perum
apabila:

1. terjadi perkara di pengadilan antara Perum dengan anggota Direksi;


2. anggota Direksi yang bersangkutan mempunyai kepentingan yang
bertentangan dengan kepentingan Perum.
Anggaran dasar dapat menentukan pembatasan wewenang anggota Direksi
dalam melakukan tindakan tertentu.

DEWAN PENGAWAS
Dewan Pengawas bertugas melakukan pengawasan dan memberikan
nasihat kepada Direksi dalam menjalankan kegiatan kepengurusan Perum.
Anggota Dewan Pengawas diangkat dan diberhentikan oleh Menteri
Keuangan berdasarkan usul dari Menteri yang lingkup dan kewenangannya
meliputi bidang usaha Perum. Jumlah anggota Dewan Pengawas paling
sedikit 2 orang dan diangkat untuk masa jabatan 5 tahun dan dapat
diangkat kembali. Pengangkatan Dewan Pengawas tidak bersamaan
waktunya dengan pengangkatan anggota Direksi.
TINDAKAN PERUM BERHUBUNGAN DENGAN BANK
Perum Sebagai Nasabah
Dalam hal Perum sebagai pemegang rekening (Nasabah Giro) maka
tindakan tersebut diwakili oleh anggota Direksi sesuai Anggaran Dasar.

Perum sebagai Peminjam/Penjamin


Tata cara penjualan, pemindahtanganan atau pembebanan atas aktiva tetap
Perum serta penerimaan pinjaman jangka menengah/panjang dan
pemberian pinjaman dalam bentuk dan cara apapun serta tidak menagih
lagi dan menghapuskan dari pembukuan piutang dan persediaan barang
ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

(iii) PERUSAHAAN JAWATAN (PERJAN)


PENGERTIAN
Perusahaan Jawatan (Perjan) adalah Badan Usaha Milik Negara yang
dibentuk berdasarkan UU No.9/1969 yang seluruh modalnya dimiliki oleh
Pemerintah dan merupakan kekayaan Negara yang dipisahkan serta tidak
terbagi atas saham. Maksud dan tujuan Perjan adalah menyelenggarakan
kegiatan usaha yang bertujuan untuk kemanfaatan masyarakat umum,
berupa penyediaan jasa pelayanan yang bermutu tinggi dan tidak semata-
mata mencari keuntungan.
DASAR HUKUM
PP No. 6/2000.

STATUS HUKUM
Perjan didirikan dengan peraturan pemerintah. Karenanya Perjan
memperoleh status badan hukum setelah peraturan pemerintah pendirian
Perjan berlaku. Usulan pendirian Perjan diajukan oleh Menteri yang
lingkup tugas dan kewenangannya meliputi bidang usaha Perjan
(Menteri) setelah mendapat persetujuan Menteri Keuangan dan Menteri
yang bertanggung jawab di bidang pendayagunaan aparatur Negara.
Peraturan Pemerintah untuk mendirikan Perjan sekurang-kurangnya
memuat:
1. penetapan pendirian Perjan;
2. penetapan besarnya kekayaan Negara yang ada dalam Perjan;
3. anggaran dasar Perjan;
4. penunjukan Menteri yang bertanggung jawab dalam pembinaan teknis
Perjan.
ORGAN PERJAN :
Organ Perjan terdiri dari:

1. Direksi
2. Dewan Pengawas
DIREKSI
Kewenangan Bertindak
Direksi bertanggung jawab atas kepengurusan Perjan untuk kepentingan
dan tujuan Perjan serta mewakili Perjan baik di dalam maupun di luar
pengadilan. Anggota Direksi diangkat dan diberhentikan oleh Menteri
dengan persetujuan Menteri Keuangan. Jumlah anggota Direksi paling
banyak 5 orang dan paling sedikit 3 orang serta diangkat untuk masa
jabatan 5 tahun dan dapat diangkat kembali.

Menteri menetapkan pembagian tugas dan wewenang setiap anggota


Direksi serta hak dan kewajiban anggota Direksi. Anggota Direksi tidak
dibenarkan untuk memangku jabatan rangkap sebagai berikut:

1. Direktur Utama atau Direktur pada Badan Usaha Milik Negara lainnya
atau perusahaan swasta atau jabatan lainnya yang berhubungan dengan
pengurusan perusahaan;
2. Jabatan struktural dan fungsional dalam instansi/lembaga Pemerintah
Pusat dan Daerah;
3. Jabatan lainnya sesuai dengan ketentuan dalam anggaran dasar Perjan
dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Selanjutnya Anggaran dasar Perjan sekurang-kurangnya memuat:

1. nama dan tempat kedudukan Perjan;


2. maksud dan tujuan serta kegiatan pelayanan Perjan;
3. jangka waktu berdirinya Perjan;
4. susunan dan jumlah anggota Direksi serta jumlah anggota Dewan
Pengawas;
5. penetapan tata cara penyelenggaraan rapat Direksi dan/atau Dewan
Pengawas dengan Menteri Keuangan dan Menteri yang bertanggung
jawab dalam pembinaan teknis Perjan.
Direksi wajib menyiapkan Rencana Jangka Panjang yang merupakan
rencana strategis yang memuat sasaran dan tujuan Perjan yang hendak
dicapai dalam jangka waktu 5 tahun. Direksi juga wajib menyiapkan
Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan sebagai penjabaran tahunan dari
Rencana Jangka Panjang. Bentuk, isi dan tata cata penyusunan Rencana
Kerja dan Anggaran Perusahaan ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

DEWAN PENGAWAS
Dewan Pengawas bertugas melakukan pengawasan terhadap pengurusan
Perjan yang dilakukan Direksi mengenai pelaksanaan Rencana Kerja dan
Anggaran Perusahaan, Rencana Jangka Panjang, ketentuan-ketentuan
dalam Peraturan Pendirian Perjan, ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Anggota Dewan Pengawas diangkat dan
diberhentikan oleh Menteri atas persetujuan Menteri Keuangan. Jumlah
anggota Dewan Pengawas disesuaikan dengan kebutuhan dan paling
banyak 5 orang dan diangkat untuk masa jabatan 5 tahun dan dapat
diangkat kembali. Pengangkatan Dewan Pengawas tidak bersamaan
waktunya dengan pengangkatan anggota Direksi.

Dewan Pengawas mempunyai kewajiban:

1. memberikan pendapat dan saran kepada Menteri dan Menteri


Keuangan mengenai Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan yang
diusulkan Direksi;
2. mengikuti perkembangan kegiatan Perjan, memberikan pendapat dan
saran kepada Menteri dan Menteri Keuangan mengenai setiap masalah
yang dianggap penting bagi pengurusan Perjan;
3. melaporkan dengan segera kepada Menteri dan Menteri Keuangan
apabila terjadi gejala menurunnya kinerja Perjan;
4. melakukan tugas pengawasan lain yang ditetapkan dalam Peraturan
Pendirian Perjan;
5. memberikan nasihat kepada Direksi dalam melaksanakan pengurusan
Perjan;
6. melakukan hal-hal lain yang dianggap perlu sebagaimana diatur dalam
Peraturan Pendirian Perjan.
Dewan Pengawas Perjan terdiri dari unsur-unsur pejabat departemen yang
membawahi Perjan, Departemen Keuangan dan departemen/instansi lain
yang kegiatannya berhubungan serta tenaga ahli yang sesuai dengan
kegiatan usaha Perjan.

TINDAKAN PERJAN BERHUBUNGAN DENGAN BANK


Perjan Sebagai Nasabah
Dalam hal Perjan sebagai pemegang rekening (Nasabah Giro) maka
tindakan tersebut diwakili oleh anggota Direksi (Penandatangan pihak-
pihak yang ditunjuk ditetapkan oleh Menteri).

Perjan Sebagai Peminjam/Penjamin


Perjan dapat menerima pinjaman dari bank atas persetujuan Menteri
Keuangan. Pengalihan atau perjanjian dengan pihak ketiga yang
menyangkut kekayaan Perjan yang mengakibatkan pengalihan harus
mendapat persetujuan Menteri Keuangan.

B.4. KOPERASI
DASAR HUKUM
Undang-undang No.25 tahun 1992 tanggal 21 Oktober 1992 tentang
Perkoperasian (UU Koperasi).
Dengan berlakunya UU Koperasi, maka Undang-undang No.12 Tahun 1967
tentang Pokok-pokok Perkoperasian (UU No.12/1967) dinyatakan tidak
berlaku, namun peraturan pelaksanaan dari UU No.12/1967 dinyatakan
masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti
berdasarkan UU Koperasi (Pasal 66 UU Koperasi).
PENGERTIAN
Menurut Pasal 1 UU Koperasi istilah-istilah di bawah ini mempunyai arti
sebagai berikut:

1. Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau


badan hukum koperasi yang melandaskan kegiatannya berdasarkan
prinsip Koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang
berdasar atas asas kekeluargaan.
2. Perkoperasian adalah segala sesuatu yang menyangkut kehidupan
koperasi.
3. Koperasi Primer adalah koperasi yang didirikan oleh dan
beranggotakan orang-seorang.
4. Koperasi Sekunder adalah Koperasi yang didirikan oleh dan
beranggotakan koperasi primer.
5. Gerakan Koperasi adalah keseluruhan organisasi koperasi dan kegiatan
perkoperasian yang bersifat terpadu menuju tercapainya cita-cita
bersama koperasi.
SYARAT PEMBENTUKAN
1. Koperasi Primer dibentuk oleh sekurang-kurangnya 20 orang (Pasal 6
ayat 1 UU Koperasi).
2. Koperasi Sekunder dibentuk oleh sekurang-kurangnya 3
Koperasi. (Pasal 6 ayat 2 UU Koperasi).
3. Pembentukan koperasi dilakukan dengan akta pendirian yang memuat
anggaran dasar(Pasal 7 UU Koperasi).
4. Koperasi mempunyai tempat kedudukan dalam wilayah negara
Republik Indonesia(Pasal 7 ayat 2 UU Koperasi).
ANGGARAN DASAR KOPERASI
Menurut Pasal 8 UU Koperasi Anggaran Dasar Koperasi memuat sekurang-
kurangnya:
1. daftar nama pendiri;
2. nama dan tempat kedudukan;
3. maksud dan tujuan serta bidang usaha;
4. ketentuan mengenai keanggotaan;
5. ketentuan mengenai rapat anggota;
6. ketentuan mengenai pengelolaan;
7. ketentuan mengenai permodalan;
8. ketentuan mengenai jangka waktu berdirinya;
9. ketentuan mengenai pembagian sisa hasil usaha;
10.ketentuan mengenai sanksi.
STATUS BADAN HUKUM
1. Koperasi memperoleh status badan hukum setelah akta pendiriannya
disahkan oleh Pemerintah (cq Menteri yang bertanggung jawab di
bidang koperasi) (Pasal 9 UU Koperasi).
2. Untuk mendapatkan pengesahan, para pendiri mengajukan permintaan
tertulis disertai akta pendirian Koperasi (Pasal 10 ayat 1 Koperasi).
3. Pengesahan akta pendirian diberikan dalam jangka waktu paling lama 3
(tiga) bulan setelah diterimanya permintaan pengesahan (Pasal 10 ayat
1 UU Koperasi).
4. Pengesahan akta pendirian diumumkan dalam Berita Negara Republik
Indonesia.(Pasal 10 ayat 3 UU Koperasi).
5. Pengaturan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara pengesahan
atau penolakan akta pendirian dan perubahan anggaran dasar diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah (Pasal 13 UU Koperasi).
KEANGGOTAAN
1. Anggota Koperasi adalah pemilik dan sekaligus pengguna jasa
Koperasi (Pasal 17 ayat 1 UU Koperasi).
2. Keanggotaan Koperasi dicatat dalam buku daftar anggota (Pasal 17 ayat
2 UU Koperasi).
3. Yang dapat menjadi anggota Koperasi ialah setiap warganegara
Indonesia yang mampu melakukan tindakan hukum atau koperasi yang
memenuhi persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam anggaran
dasar (Pasal 18 ayat 1 UU Koperasi).
4. Setiap anggota mempunyai kewajiban (Pasal 20 ayat 1 ayat 2 UU
Koperasi):
(i) mematuhi anggaran dasar dan anggaran rumah tangga serta
keputusan yang telah disepakati dalam rapat anggota;
(ii) berpartisipasi dalam kegiatan usaha yang diselenggarakan oleh
koperasi;

(iii) mengembangkan dan memelihara kebersamaan berdasar atas asas


kekeluargaan.

(iv) Menghadiri, menyatakan pendapat dan memberikan suara dalam


rapat anggota;

(v) Memilih dan/atau dipilih menjadi anggota pengurus atau pengawas;

(vi) Meminta diadakan rapat anggota menurut ketentuan dalam anggaran


dasar;

(vii) Mengemukakan pendapat atau saran kepada pengurus di luar rapat


anggota baik diminta maupun tidak diminta;

(viii) Memanfaatkan koperasi dan mendapat pelayanan yang sama antara


sesama anggota;

(ix) Mendapatkan keterangan mengenai perkembangan koperasi menurut


ketentuan dalam anggaran dasar.

PERANGKAT ORGANISASI
Perangkat organisasi koperasi (Pasal 21 UU Koperasi) terdiri dari :
1. Rapat Anggota;
2. Pengurus;
3. Pengawas.
RAPAT ANGGOTA
1. Rapat Anggota merupakan pemegang kekuasaan tertinggi dalam
Koperasi (Pasal 22 ayat 1 UU Koperasi).
2. Rapat Anggota dihadiri oleh anggota yang pelaksanaannya diatur dalam
anggaran dasar(Pasal 22 ayat 2 UU Koperasi).
3. Rapat Anggota menetapkan :
(i) anggaran dasar;

(ii) kebijaksanaan umum di bidang organisasi, manajemen dan usaha


koperasi;
(iii) pemilihan, pengangkatan, pemberhentian pengurus dan pengawas;
(iv) rencana kerja, rencana anggaran pendapatan dan belanja koperasi,
serta pengesahan laporan keuangan;
(v) pengesahan pertanggungjawaban pengurus dalam pelaksanaan
tugasnya;
(vi) pembagian sisa hasil usaha;
(vii) penggabungan, peleburan, pembagian dan pembubaran koperasi.
(Pasal 23 UU Koperasi)
1. Rapat anggota dilakukan paling sedikit sekali dalam 1 (satu)
tahun (Pasal 26 ayat 1 UU Koperasi).
2. Rapat anggota untuk mengesahkan pertanggungjawaban pengurus
diselenggarakan paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun buku
lampau (Pasal 26 ayat 2 UU Koperasi).
3. Selain rapat anggota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat 1
tersebut di atas, Koperasi dapat melakukan Rapat Anggota Luar Biasa
apabila keadaanmengharuskan adanya keputusan segera yang
wewenangnya ada pada Rapat Anggota (Pasal 27 UU Koperasi).
4. Persyaratan, tata cara dan tempat penyelenggaraan rapat anggota dan
rapat anggota luar biasa diatur dalam anggaran dasar (Pasal 27 UU
Koperasi).
PENGURUS
1. Pengurus dipilih dari dan oleh anggota Koperasi dalam rapat
anggota (Pasal 29 ayat 1 UU Koperasi)
2. Pengurus merupakan pemegang kuasa rapat anggota (Pasal 29 ayat 2
UU Koperasi)
3. Masa jabatan pengurus paling lama 5 (lima) tahun (Pasal 29 ayat 3 UU
Koperasi)
4. Persyaratan untuk dapat dipilih dan diangkat menjadi anggota pengurus
ditetapkan dalam anggaran dasar (Pasal 29 ayat 5 UU Koperasi)
5. Pengurus bertugas :
(i) mengelola koperasi dan usahanya;

(ii) mengajukan rancangan rencana kerja serta rancangan rencana


anggaran pendapatan dan belanja koperasi;

(iii) menyelenggarakan rapat anggota;

(iv) mengajukan laporan keuangan dan pertanggungjawaban pelaksanaan


tugas;

(v) menyelenggarakan pembukuan keuangan dan inventaris secara tertib;

(vi) memelihara daftar buku anggota dan pengurus;

(Pasal 30 ayat 1 UU Koperasi).


KEWENANGAN BERTINDAK PENGURUS
1. Pengurus berwenang :
(i) mewakili koperasi di dalam dan di luar pengadilan;

(ii) memutuskan penerimaan dan penolakan anggota baru serta


pemberhentian anggota sesuai dengan ketentuan dalam anggaran dasar;

(iii) melakukan tindakan dan upaya bagi kepentingan dan kemanfaatan


koperasi sesuai dengan tanggungjawabnya dan keputusan rapat anggota.

(Pasal 30 ayat 2 UU Koperasi)


1. Pengurus bertanggungjawab mengenai segala kegiatan pengelolaan
koperasi dan usaha kepada rapat anggota atau rapat anggota luar
biasa (Pasal 31 UU Koperasi)
2. Pengurus koperasi dapat mengangkat pengelola yang diberi wewenang
dan kuasa untuk mengelola usaha, dengan ketentuan sebagai berikut :
(i) dalam hal pengurus koperasi bermaksud untuk mengangkat
pengelola, maka rencana pengangkatan tersebut diajukan kepada rapat
anggota untuk mendapat persetujuan;
(ii) pengelola bertanggungjawab kepada pengurus;

(iii) pengelolaan usaha oleh pengelola tidak mengurangi


tanggungjawab pengurus.

(iv) Hubunga antar pengelola usaha dengan pengurus koperasi


merupakan hubungan kerja atas dasar perikatan.

(Pasal 32 jo Pasal 33 UU Koperasi)


1. Pengurus, baik bersama-sama, maupun, sendiri-sendiri, menanggung
kerugian yang diderita koperasi, karena tindakan yang dilakukan
dengan kesengajaan atau kelalaiannya. (Pasal 34 ayat 1 UU Koperasi)
2. Di samping penggantian kerugian tersebut, apabila tindakan itu
dilakukan dengan kesengajaan, tidak menutup kemungkinan bagi
penuntut umum untuk melakukan tindakan penuntutan (Pasal 34 ayat
2 UU Koperasi)
PENGAWAS
1. Pengawas dipilih dari dan oleh anggota Koperasi dalam rapat
anggota (Pasal 38 ayat 1 UU Koperasi).
2. Pengawas bertanggungjawab kepada rapat anggota (Pasal 38 ayat 2 UU
Koperasi).
3. Persyaratan untuk dapat dipilih dan diangkat sebagai anggota pengawas
ditetapkan dalam anggaran dasar ((Pasal 38 ayat 2 UU Koperasi).
4. Pengawas bertugas :
(i) melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijaksanaan dan
pengelolaan koperasi;

(ii) membuat laporan tertulis tentang hasil pengawasannya.


(Pasal 39 ayat 1 UU Koperasi)
KEWENANGAN BERTINDAK PENGAWAS
Pengawas berwenang :
(i) meneliti catatan yang ada pada koperasi;

(ii) mendapatkan segala keterangan yang diperlukan.


(Pasal 39 ayat 2 UU Koperasi).
TINDAKAN KOPERASI BERHUBUNGAN DENGAN BANK
Koperasi Sebagai Nasabah
Untuk menjadi nasabah, Pengurus berwenang mewakili dan secara sah
bertindak untuk dan atas nama Koperasi sesuai anggaran dasar Koperasi.

Koperasi Sebagai Debitur


Pengurus berwenang bertindak untuk dan atas nama Koperasi meminjam
uang sebagai debitur kepada Bank. Dalam hal ini perlu diperhatikan pula
ketentuan anggaran dasar koperasi yang mengatur mengenai hal tersebut.
Kemungkinan ada ketentuan anggaran dasar yang mengatur secara spesifik
mengenai peminjaman uang, misalnya terdapat pembatasan atau
keharusan adanya persetujuan dari pengawas atau rapat anggota untuk
keperluan itu.

Koperasi Sebagai Penjamin


Sebagai penjamin, perlu diperhatikan pula ketentuan anggaran dasar
koperasi yang mengatur hal tersebut.

B.5. DANA PENSIUN


DASAR HUKUM
Undang-undang No.11 tahun 1992 tertanggal 20 April 1992 tentang Dana
Pensiun (UU Dapen).
PENGERTIAN
Dana Pensiun atau Pension Fund sebenarnya merupakan suatu institusi
atau pranata yang berasal dari sistem hukum Anglo-Amerika.
Pension Fund merupakan dana yang sengaja dihimpun secara khusus
untuk tujuan memberikan manfaat kepada karyawan pada saat mereka
mencapai usia pensiun, meninggal dunia atau cacat.Dana yang terhimpun
ini dikelola dalam suatu lembaga yang disebut trust sedangkan
pengelolanya disebut sebagai trustee.
Trust di negara asalnya tunduk dan diatur berdasarkan asas common
law dan equity. Dalam sistem ini dikenal 2 (dua) macam sistem pemilikan
atas kebendaan (dual ownership) yaitu legal owner dan equitable owner.
Seorang trustee merupakan legal owner dari kekayaan yang diurusnya,
sedangkanbeneficiary merupakan equitable owner atas kekayaan yang
diurus trustee.
Trustee atau dalam bahasa Indonesia disebut Wali Amanat, memiliki legal
title atauinterest dan trustee dapat melakukan semua perbuatan
kepemilikan atas kekayaan tersebut sepanjang
menguntungkan beneficiary.
Beberapa ciri dari trust :
1. Harta yang ada dalam trust (trust fund) terpisah dari kekayaan
pribadi trustee.
2. Harta trust dapat berubah-ubah, namun dengan ketentuan
bahwa beneficiary tetap memiliki hak;
3. Trust biasanya dibentuk berdasarkan perjanjian.
Apabila trustee melanggar perjanjiantrust (breach of trust), misalnya
dengan mengalihkan aset trust kepada pihak ketiga,
maka beneficiary sebagai equitable owner dapat melaksanakan hak-
haknya kepada pihak ketiga tersebut.
Di Indonesia dengan UU Dapen bentuk trust ini diadaptasi menjadi Dana
Pensiun, Dana Pensiun mana dapat dijalankan oleh pemberi kerja,
perusahaan asuransi atau bank.

Menurut Pasal 1 ayat 1 UU Dapen, Dana Pensiun adalah badan hukum yang
mengelola dan menjalankan program yang menjanjikan manfaat persiun.
STATUS BADAN HUKUM
Dana Pensiun memiliki status sebagai badan hukum dengan syarat dan tata
cara yang diatur dalam UU Dapen (Pasal 3 UU Dapen).
JENIS DANA PENSIUN
Dana Pensiun terdiri dari 2 jenis:

1. Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK) dan


2. Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK)
DPPK
DPPK adalah Dana Pensiun yang dibentuk oleh orang atau badan yang
mempekerjakan karyawan selaku pendiri, untuk menyelenggarakan
Program Pensiun Manfaat Pasti atau Program Pensiun Iuran Pasti, bagi
kepentingan sebagian atau seluruh karyawannya sebagai peserta, dan yang
menimbulkan kewajiban terhadap pemberi kerja. (Pasal 1 ayat 2 UU
Dapen).
PEMBENTUKAN DAN TATA CARA PENGESAHAN
1. Pembentukan didasarkan pada :
(i) pernyataan tertulis pendiri yang menyatakan keputusannya untuk
mendirikan Dana Pensiun dan memberlakukan peraturan Dana Pensiun;

Hal tersebut disebabkan karena pendirian Dana Pensiun dikaitkan dengan


kemampuan pendiri / pemberi kerja untk secara jangka panjang memenuhi
kewajibannya terhadap Dana Pensiun. Dengan mendirikan Dana Pensiun
berarti akan timbul suatu kewajiban pada pemberi kerja untuk wajib
membayar iuran sejumlah yang telah disepakatinya kepada Dana Pensiun
selama Dana Pensiun tersebut berada. Selain itu, sekalipun karyawan turut
juga membayar iuran ke dalam Dana Pensiun, akan tetapi iuran karyawan
sepenuhnya tergantung dari kemampuan perusahaan untuk memenuhi
kewajibannya yang berupa pembayaran gaji sekaligus juga di dalamnya
termasuk pula iuran.

(ii) peraturan Dana Pensiun yang ditetapkan oleh Pendiri;

(iii) penunjukan pengurus, dewan pengawas dan penerima titipan.

1. Ketentuan mengenai hal-hal yang wajib dimuat dalam peraturan Dana


Pensiun tersebut serta tata cara perubahannya diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Pemerintah.
2. Pendiri mengajukan permohonan pengesahan DPPK kepada Menteri
Keuangan dengan melampirkan dokumen terkait sebagaimana diatur
dalam Pasal 6 ayat 1 UU Dapen.
3. Dana Pensiun memiliki status sebagai badan hukum dan dapat memulai
kegiatannya sebagai suatu Dana Pensiun sejak tanggal pengesahan
Menteri Keuangan (Pasal 7 ayat 1 UU Dapen).
4. Pengurus wajib mengumumkan pembentukkan Dana Pensiun dengan
menempatkan keputusan Menteri Keuangan tentang pengesahan atas
peraturan Dana Pensiun pada Berita Negara Republik Indonesia (Pasal
7 ayat 2 UU Dapen).
5. Setiap perubahan Peraturan Dana Pensiun harus mendapat pengesahan
dari Menteri Keuangan. Proses pengesahan perubahan Peraturan Dana
Pensiun tersebut adalah sama dengan proses pengesahan peraturan
Dana Pensiun. Menteri Keuangan juga dapat menolak pengesahan
perubahan peraturan Dana Pensiun, misalnya apabila ternyata
perubahan tersebut mengakibatkan pertentangan dengan ketentuan
yang berlaku, maka pengesahan perubahan tersebut juga harus dicatat
dalam daftar yang diperuntukkan untuk itu dan ditempatkan dalam
Berita Negara RI (Pasal 9 UU Dapen).
STRUKTUR ORGANISASI
Struktur organisasi DPPK terdiri dari:

1. Pengurus dan
2. Dewan Pengawas.
PENGURUS
1. Pengurus dalam Dana Pensiun memegang peranan yang sangat sentral,
yaitu bahwa pengurus bertanggungjawab atas pelaksanaan peraturan
Dana Pensiun, pengelolaan Dana Pensiun, melakukan tindakan hukum
untuk dan atas nama Dana Pensiun serta mewakili Dana Pensiun di
dalam dan di luar Pengadilan (Pasal 3 ayat 3 UU Dapen).
2. Untuk melakukan tindakan yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan
ketentuan dalam Dana Pensiun, pengelolaan Dana Pensiun, pengelolaan
investasi dan menjamin keamanan kekayaan Dana Pensiun, pengurus
dapat mengadakan perjanjian dengan pihak ketiga (Pasal 11 UU
Dapen).
3. Secara lebih detil, kewajiban pengurus Dana Pensiun diatur lebih lanjut
dalam Peraturan Pemerintah No.76 tahun 1992 tentang DPPK (PP
No.76/1992).
4. Pengurus, masing-masing atau bersama-sama, bertanggungjawab secara
pribadi atas segala kerugian yang timbul pada kekayaan Dana Pensiun
akibat tindakan pengurus yang melanggar atau melalaikan tugas
dan/atau kewajibannya sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Dana
Pensiun dan peraturan perundang-undangan tentang Dana Pensiun,
serta wajib mengembalikan kepada Dana Pensiun segala kenikmatan
yang diperoleh atas atau dari kekayaan Dana Pensiun secara melawan
hukum (Pasal 21 PP No.76/1992).
DEWAN PENGAWAS
1. Keanggotaan Dewan Pengawas terdiri dari wakil pemberi kerja dan
peserta dengan jumlah yang sama (Pasal 12 ayat 1 UU Dapen)
2. Anggota Dewan Pengawas diangkat oleh pendiri (Pasal 12 ayat 2 UU
Dapen)
3. Tugas dan wewenang Dewan Pengawas:
(i) melakukan pengawasan atas pengelolaan Dana Pensiun oleh
pengurus;

(ii) menyampaikan laporan tahunan secara tertulis atas hasil


pengawsannya kepada pendiri dan salinannya diumumkan agar peserta
mengetahuinya.

(Pasal 12 UU Dapen)
1. Secara lebih detil, kewajiban Dewan Pengawas Dana Pensiun diatur
lebih lanjut dalam PP No.76/1992.
DPLK
DPLK adalah Dana Pensiun yang dibentuk oleh Bank atau perusahaan
asuransi jiwa untuk menyelenggarakan Program Iuran Pasti bagi
perorangan, baik karyawan maupun pekerja mandiri yang terpisah dari
Dana Pensiun Pemberi Kerja baik bank atau perusahaan asuransi jiwa yang
bersangkutan (Pasal 1 ayat 4 UU Dapen).
PEMBENTUKAN DAN TATA CARA PENGESAHAN
1. DPLK hanya dapat menyelenggarakan Program Pensiun Manfaat
Pasti (Pasal 40 UU Dapen).
2. Bank dan perusahaan asuransi jiwa dapat bertindak sebagai pendiri
Dana Pensiun Lembaga Keuangan dengan memenuhi ketentuan yang
ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah (Pasal 40 ayat 2 UU Dapen).
3. Untuk dapat mendirikan Dana Pensiun Lembaga Keuangan, bank atau
perusahaan asuransi jiwa dimaksud wajib mengajukan permohonan
pengesahan kepada Menteri Keuangan dengan melampirkan peraturan
Dana Pensiun (Pasal 40 ayat 3 UU Dapen).
4. Ketentuan mengenai hal-hal yang diwajib dimuat dalam peraturan Dana
Pensiun diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah (Pasal 41 ayat
1 UU Dapen).
5. Setiap pengesahan atas peraturan Dana Pensiun wajib mendapatkan
pengesahan dari Menteri Keuangan (Pasal 41 ayat 2 UU Dapen).
STUKTUR ORGANISASI
Struktur organisasi DPLK terdiri dari:

1. Pengurus dan
2. Dewan Pengawas.
PENGURUS
1. Menurut Pasal 9 Peraturan Pemerintah No.77 tahun 1992 tentang DPLK
(PP No.77/1992), Pendiri Dana Pensiun bertindak sebagai pengurus
Dana Pensiun dan bertanggungjawab atas pengelolaan dan investasi
Dana Pensiun
2. Secara lebih detil, kewajiban pengurus Dana Pensiun diatur lebih lanjut
dalam PP No.77/1992.
3. Pengurus bertanggungjawab atas segala kerugian yang timbul pada
kekayaan Dana Pensiun akibat tindakan pengurus yang melanggar atau
melalaikan tugas dan/atau kewajibannya sebagaimana ditetapkan dalam
Peraturan Dana Pensiun dan peraturan perundang-undangan tentang
Dana Pensiun, serta wajib mengembalikan kepada Dana Pensiun segala
kenikmatan yang diperoleh atas atau dari kekayaan Dana Pensiun
secara melawan hukum (Pasal 14 PP No.77/1992).
DEWAN PENGAWAS
1. Dewan Pengawas atau yang setara dengan itu dari Pendiri Dana Pensiun
bertindak sebagai Dewan Pengawas dan bertanggungjawab mengawasi
pengelolaan dan investasi Dana Pensiun (Pasal 15 PP No.77/1992).
2. Secara lebih detil, tugas dan wewenang Dewan Pengawas Dana Pensiun
diatur lebih lanjut dalam PP No.77/1992.
KEWENANGAN BERTINDAK
Baik dalam DPPK maupun DPLK, pengurus bertanggungjawab atas
pelaksanaan peraturan Dana Pensiun, pengelolaan Dana Pensiun,
melakukan tindakan hukum untuk dan atas nama Dana Pensiun serta
mewakili Dana Pensiun di dalam dan di luar Pengadilan serta berwenang
untuk melakukan tindakan yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan
ketentuan dalam Dana Pensiun, pengelolaan Dana Pensiun, pengelolaan
investasi dan menjamin keamanan kekayaan Dana Pensiun, pengurus
dapat mengadakan perjanjian dengan pihak ketiga (Pasal 11 UU Dapen).
TINDAKAN DANA PENSIUN BERHUBUNGAN DENGAN BANK
Dana Pensiun Sebagai Nasabah
Tidak ada suatu ketentuan dalam UU Dapen yang melarang Dana Pensiun
untuk menjadi nasabah (penyimpan) dari Bank, namun demikian ada
beberapa ketentuan yang penting untuk menjadi perhatian dalam
menerima Dana Pensiun sebagai nasabah, yaitu sebagai berikut :
pengelolaan kekayaan Dana Pensiun harus dilakukan oleh pengurus

sesuai dengan:
(a) arahan investasi yang yang digariskan pendiri; dan

(b) ketentuan tentang investasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan


(Pasal 30 ayat 1 UU Dapen)
Dana Pensiun tidak diperkenankan melakukan pembayaran apapun

kecuali pembayaran yang ditetapkan dalam Peraturan Dana


Pensiun (Pasal 31 ayat 1 UU Dapen)
Dana Pensiun Sebagai Debitur dan/atau Penjamin
Dana Pensiun tidak diperkenankan meminjam atau mengagunkan
kekayaannya sebagai jaminan atas suatu pinjaman (Pasal 31 ayat 2 UU
Dapen).
Dari ketentuan Pasal 31 ayat (2) UU Dapen, dapat disimpulkan bahwa
Dana Pensiun tidak dapat bertindak sebagai debitur dan/atau penjamin.
B.6. YAYASAN
DASAR HUKUM
Undang-Undang No. 16 tahun 2001 tertanggal 6 Agustus 2001 tentang
Yayasan (UU Yayasan) yang berlaku efektif terhitung sejak tanggal 6
Agustus 2002.
PENGERTIAN
1. Istilah Yayasan digunakan sebagai terjemahan dari
istilah Stichting dalam bahasa Belanda dan Foundation dalam
bahasa Inggris.
2. Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang
dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di
bidang sosial, keagamaan dan kemanusiaan, yang tidak mempunyai
anggota (Pasal 1 ayat 1 UU Yayasan).
STATUS HUKUM
1. Yayasan memperoleh status badan hukum setelah akta pendirian
Yayasan memperoleh pengesahan dari Menkeh (Pasal 11 ayat 1 UU
Yayasan).
2. Kewenangan Menkeh dalam memberikan pengesahan akta pendirian
Yayasan sebagai badan hukum dilaksanakan oleh Kepala Kantor
Wilayah Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia atas nama
Menkeh yang wilayah kerjanya meliputi tempat kedudukan
Yayasan. (Pasal 11 ayat 2 UU Yayasan).
3. Dalam memberikan pengesahan, Kepala Kantor Wilayah Depkeh dapat
meminta pertimbangan dari instansi terkait (Pasal 11 ayat 3 UU
Yayasan).
d. Yayasan yang telah:

(i) didaftarkan di Pengadilan Negeri dan diumumkan dalam Tambahan


Berita Negara Republik Indonesia; atau

(ii) didaftarkan di Pengadilan Negeri dan mempunyai izin melakukan


kegiatan dari instansi terkait;

tetap diakui sebagai badan hukum dengan ketentuan dalam waktu paling
lambat 5 tahun sejak tanggal 6 Agustus 2002 wajib menyesuaikan
Anggaran Dasarnya dengan ketentuan UU Yayasan.
1. Yayasan yang tidak menyesuaikan Anggaran Dasarnya dalam jangka
waktu sebagaimana dimaksud dalam butir D di atas dapat dibubarkan
berdasarkan putusan Pengadilan atas permohonan Kejaksaaan atau
pihak yang berkepentingan.
PENDIRIAN YAYASAN
1. Yayasan dapat didirikan oleh satu orang/badan hukum atau lebih
dengan memisahkan sebagian harta kekayaan pendirinya, sebagai
kekayaan awal (Pasal 9 ayat 1 UU Yayasan).
2. Pendirian tersebut dilakukan dengan akta notaris dan dibuat dalam
bahasa Indonesia(Pasal 9 ayat 2 UU Yayasan).
3. Yayasan dapat didirikan berdasarkan surat wasiat (Pasal 9 ayat 3 UU
Yayasan).
4. Dalam hal Yayasan didirikan oleh orang asing atau bersama-sama orang
asing, mengenai syarat dan tata cara pendirian Yayasan tersebut diatur
dengan Peraturan Pemerintah (Pasal 9 ayat 5 UU Yayasan).
ORGAN YAYASAN
Organ Yayasan terdiri dari :

1. Pembina
2. Pengurus dan
3. Pengawas
PEMBINA
Pembina adalah organ Yayasan yang mempunyai kewenangan yang tidak
diserahkan kepada Pengurus atau Pengawas oleh Undang-undang Yayasan
atau Anggaran Dasar(Pasal 28 ayat 1 UU Yayasan).
1. Yang dapat diangkat menjadi anggota Pembina adalah orang
perseorangan sebagai pendiri Yayasan dan/atau mereka yang
berdasarkan keputusan rapat anggota Pembina dinilai mempunyai
dedikasi yang tinggi untuk mencapai maksud dan tujuan Yayasan (Pasal
28 ayat 3 UU Yayasan).
2. Anggota Pembina tidak boleh merangkap sebagai anggota Pengurus
dan/atau anggota Pengawas (Pasal 29 UU Yayasan).
PENGURUS
1. Pengurus adalah organ Yayasan yang melaksanakan kepengurusan
Yayasan (Pasal 31 ayat 1 UU Yayasan)
2. Yang dapat diangkat menjadi Pengurus adalah orang perseorangan yang
mampu melakukan perbuatan hukum.(Pasal 31 ayat 2 UU Yayasan)
3. Pengurus tidak boleh merangkap sebagai Pembina atau
Pengawas. (Pasal 31 ayat 3 UU Yayasan)
4. Pengurus diangkat oleh Pembina berdasarkan keputusan rapat Pembina
untuk jangka waktu selama 5 tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1
kali masa jabatan (Pasal 32 ayat 1 UU Yayasan)
5. Susunan Pengurus sekurang-kurangnya terdiri atas:
(i) seorang ketua;

(ii) seorang sekretaris;

(iii) seorang bendahara.

(Pasal 32 ayat 1 UU Yayasan)


PENGAWAS
1. Pengawas adalah organ Yayasan yang bertugas melakukan pengawasan
serta memberi nasehat kepada Pengurus dalam menjalankan kegiatan
Yayasan (Pasal 40 ayat 1 UU Yayasan).
2. Yang dapat diangkat menjadi Pengawas adalah orang perseorangan
yang mampu melakukan perbuatan hukum (Pasal 40 ayat 3 UU
Yayasan).
3. Pengawas tidak boleh merangkap sebagai Pembina atau
Pengurus (Pasal 40 ayat 4 UU Yayasan).
4. Pengawas diangkat dan sewaktu-waktu dapat diberhentikan
berdasarkan keputusan rapat Pembina (Pasal 41 UU Yayasan).
KEWENANGAN BERTINDAK
1. Pengurus bertanggung jawab penuh atas kepengurusan Yayasan dan
berhak mewakili Yayasan baik di dalam maupun di luar
pengadilan (Pasal 35 ayat 1 UU Yayasan).
2. Setiap pengurus menjalankan tugas dengan itikad baik dan penuh
tanggungjawab untuk kepentingan dan tujuan Yayasan (Pasal 35 ayat 2
UU Yayasan).
3. Dalam menjalankan tugasnya, Pengurus dapat mengangkat dan
memberhentikan pelaksana kegiatan Yayasan (Pasal 35 ayat 3 UU
Yayasan).
4. Setiap pengurus bertanggungjawab penuh secara pribadi apabila yang
bersangkutan dalam menjalankan tugasnya tidak sesuai dengan
ketentuan anggaran dasar, yang mengakibatkan kerugian Yayasan atau
pihak ketiga (Pasal 35 ayat 5 UU Yayasan).
5. Anggota Pengurus tidak berwenang mewakili Yayasan apabila:
(i) terjadi perkara di depan pengadilan antara Yayasan dengan anggota
Pengurus yang bersangkutan; atau

(ii) anggota Pengurus yang bersangkutan mempunyai kepentingan yang


bertentangan dengan kepentingan Yayasan.

(Pasal 36 ayat 1 UU Yayasan)


TINDAKAN YAYASAN BERHUBUNGAN DENGAN BANK
Yayasan Sebagai Nasabah
Dalam hal Yayasan sebagai pemegang rekening, maka kewenangan
bertindak mewakili Yayasan sebagaimana diatur dalam anggaran dasar
Yayasan, pada umumnya diwakili oleh Ketua dan Sekretaris dan/atau
Bendahara sebagai Pengurus Yayasan.

Yayasan Sebagai Peminjam/ Pemberi Jaminan :


1. Dalam anggaran dasar dapat diatur tentang pembatasan kewenangan
Pengurus dalam melakukan perbuatan hukum untuk dan atas nama
Yayasan.
2. Dalam hal Yayasan sebagai Peminjam maka persetujuan dari organ
Yayasan lainnya tetap diperlukan selama anggaran dasar mengaturnya.
3. Pengurus tidak berwenang:
(i) mengikat Yayasan sebagai penjamin hutang kepada pihak ketiga ;
(ii) mengalihkan kekayaan Yayasan kecuali dengan persetujuan Pembina;

(iii) membebani kekayaan Yayasan untuk kepentingan pihak lain.

B.7. PERGURUAN TINGGI NEGERI


DASAR HUKUM
1. Peraturan Pemerintah No.61 tahun 1999 tentang Penetapan Perguruan
Tinggi sebagai Badan Hukum Milik Negara (PP No.61/1999), dimana
berdasarkan PP No.61/1999 disebutkan bahwa Perguruan Tinggi
merupakan badan hukum milik negara yang bersifat nirlaba.
2. Hingga saat ini, PP No.61/1999 tersebut sudah diikuti dengan :
Peraturan Pemerintah No.152 tahun 2000 tentang Penetapan

Universitas Indonesia sebagai Badan Hukum Milik Negara;


Peraturan Pemerintah No.153 tahun 2000 tentang Penetapan

Universitas Gajah Mada sebagai Badan Hukum Milik Negara;


Peraturan Pemerintah No.154 tahun 2000 tentang Penetapan Institut

Pertanian Bogor sebagai Badan Hukum Milik Negara; dan


Peraturan Pemerintah No.155 tahun 2000 tentang Penetapan Institut

Teknologi Bandung sebagai badan hukum;


masing-masing Peraturan Pemerintah mana sekaligus menjadi anggaran
dasar bagi masing-masing Perguruan Tinggi Negeri tersebut.
PENGERTIAN
Perguruan tinggi negeri (PTN) yang telah ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah telah berubah status dari Unit Pelaksana Teknis (UPT) yang
merupakan kepanjangan tangan dari Departemen Pendidikan Nasional
menjadi subyek hukum perdata yang disebut sebagai badan Hukum Milik
Negara(BHMN) yang dasar filosofis pembentukannya adalah Pasal 1653
KUH Perdata.
Sebagai subyek hukum perdata, PTN dapat melakukan tindakan hukum
layaknya badan hukum lain yaitu dapat memiliki aset, melepas aset,
melakukan perjanjian, termasuk hutang piutang, mendirikan perseroan
terbatas atau badan usaha lainnya, digugat, menggugat dan lain
sebagainya.
ORGAN PTN
Organ PTN terdiri dari:

1. Majelis Wali Amanat (MWA)


2. Dewan Audit
3. Senat Akademik
4. Pimpinan Universitas :
MWA
1. MWA adalah organ PTN yang berfungsi untuk mewakili Pemerintah dan
masyarakat;
2. MWA mewakili unsur-unsur Menteri yang bertanggungjawab atas
pendidikan tinggi (Menteri), Senat Akademik, masyarakat dan rektor;
3. MWA diangkat dan diberhentikan oleh oleh Menteri setelah menerima
usulan dari Senat Akademik;
4. MWA diketuai oleh salah seorang anggota yang dipilih oleh anggota
lainnya;
5. Masa jabatan anggota MWA adalah 5 (lima) tahun dan dapat diangkat
kembali;
6. Pembatasan pengangkatan kembali anggota MWA ditetapkan dalam
anggaran dasar;
7. Tugas MWA :
(i) menetapkan kebijakan umum PTN dalam bidang non akademik;

(ii) mengankta dan memberhentikan pimpinan;

(iii) mengesahkan rencana strategis serta rencana kerja dan anggaran


tahunan;

(iv) melaksanakan pengawasan dan pengendalian umum atas pengelolaan


PTN;

(v) melakukan penilaian kinerja Pimpinan;


(vi) bersama pimpinan menyusun dan menyampaikan laoran tahunan
kepada Menteri;

(vii) memberikan masukan dan pendapat kepada Menteri tentang


pengelolaan PTN.

(Pasal 8 jo Pasal 9 PP 61/1999)


DEWAN AUDIT
1. merupakan organ PTN yang secara independen melaksanakan evaluasi
hasil audit internal dan eksternal atas penyelenggaraan PTN untuk dan
atas nama MWA;
2. jumlah anggota, susunan, masa bhakti dan tatacara penyelenggaraan
rapat Dewan Audit ditetapkan dalam anggaran dasar;
3. anggota Dewan Audit diangkat dan diberhentikan oleh MWA;
4. Dewan Audit bertugas untuk :
(i) menetapkan kebijakan audit internal;

(ii) mempelajari dan menilai hasil audit;

(iii) mengambil kesimpulan dan mengajukan saran kepada MWA;

(Pasal 10 jo Pasal 11 PP 61/1999)


SENAT AKADEMIK
1. merupakan badan normatif tertingi di PTN di bidang akademik;
2. Senat Akademik terdiri dari :
(i) Pimpinan;

(ii) Dekan Fakultas;

(iii) Guru Besar yang dipilih melalui pemilihan;

(iv) Wakil Dosen bukan Guru Besar yang dipilih melalui pemilihan;

(v) Kepala Perpustakaa Perguruan Tinggi; dan


(vi) Unsur lain yang ditetapkan oleh Senat Akademik yang
bersangkutan.

1. Keanggotaan pada Senat Akademik harus mempertimbangkan proporsi


jumlah suara dalam hal diadakan pemungutan suara;
2. Senat Akademik diketuai oleh seorang anggota, yang dipilih oleh
anggota lain untuk masa jabatan 2 (dua) tahun dan dapat dipilih
kembali, dengan ketentuan tidak lebih dari 2 (dua) kali berturut-turut;
3. Susunan, masa bakti dan tatacara pemilihan anggota Senat Akademik
serta tatacara penyelenggaraan rapat Senat Akademik ditetapkan dalam
anggaran dasar.
4. Tugas Senat Akademik :
(i) memberikan masukan kepada Menteri tentang penilaian atas kinerja
MWA;

(ii) menyusun kebijakan akademik PTN;

(iii) menyusun kebijakan penilaian prestasi akademik dan kecakapan


serta kepribadian sivitas akademika;

(iv) merumuskan norma dan tolak ukur penyelenggaraan PTN;

(v) memberikan masukan kepada MWA berdasarkan penilaiannya atas


kinerja Pimpinan dalam masalah akademik;

(vi) merumuskan peraturan pelaksanaan kebebasan akademik, kebebasan


mimbar akademik dan otonomi keilmuan;

(vii) memberi masukan kepada Pimpinan dalam penyusunan Rencana


Strategis serta Rencanan Kerja dan Anggaran;

(viii) melakukan pengawasan mutu akademik dalam penyelenggaraan


PTN;
(ix) merumuskan tata tertib kehidupan kampus.

(Pasal 12 jo Pasal 13 PP 61/1999)


PIMPINAN UNIVERSITAS
1. Terdiri dari Rektor yang dibantu oleh beberapa orang Pembantu Rektor;
2. Anggota Pimpinan harus memenuhi persyaratan untuk mampu
melaksanakan perbuatan hukum;
3. Rektor diangkat dan diberhentikan oleh MWA, melalui pemungutan
suara dimana unsur Menteri memiliki 35% dari seluruh suara yang sah;
4. Calon rektor diajukan oleh Senat Akademik kepada MWA melalui suatu
proses pemilihan;
5. Anggota pimpinan lainnya diangkat dan diberhentikan oleh MWA atas
usulan Rektor;
6. Tatacara pemilihan Rektor oleh Senat Akademik ditetapkan dalam
anggaran dasar;
7. Anggota pimpinan diangkat untuk masa jabata 5 (lima) tahun dan dapat
diangkat kembali;
8. Pembatasan pengangkatan kembali anggota Pimpinan ditetapkan dalam
anggaran dasar.
9. Pimpinan bertugas untuk :
(i) melaksanakan penyelenggaraan pendirikdan, penelitian, pengabdian
kepada masyarakat;

(ii) mengelola seluruh kekayaan PTN dan secara optimal


memanfaatkannya untuk kepentingan PTN;

(iii) membina tenaga kependidikan, mahasiswa dan tenaga administrasi;

(iv) membina hubungan dengan lingkungan PTN dan masyarakat pada


umumnya;

(v) menyelenggarakan pembukuan PTN;


(vi) menyusun Rencana Strategis yang memuat sasaran dan tujuan PTN
yang hendak dicapai dalam jangka waktu 5 (lima) tahun;

(vii) menyusun Rencana Kerja dan Anggaran Tahunan PTN;

(viii) melaporkan secara berkala kepada MWA tentang kemajuan PTN;

(ix) bersama MWA menyusun dan menyampaikan laporan tahunan


kepada Menteri;

1. Pimpinan dilarang memangku jabatan rangkap sebagaimana tersebut di


bawah ini:
(i) pimpinan dan jabatan struktural lainnya pada lembaga pendidikan
tinggi lain;

(ii) jabatan struktural dan fungsional lainnya dalam instansi/lembaga


pemerintah pusat dan daerah;

(iii) jabatan lainnya yang dapat menimbulkan pertentangan kepentingan


dengan kepentingan PTN.

(Pasal 14 jo Pasal 15 jo Pasal 16 PP 61/1999)


KEWENANGAN BERTINDAK
1. Pimpinan mewakili PTN di dalam dan di luar Pengadilan untuk
kepentingan dan tujuan PTN;
2. Anggota Pimpinan tidak berhak mewakili PTN apabila :
(i) terjadi perkara di depan Pengadilan antara PTN dengan anggota
Pimpinan ybs;

(ii) anggota Pimpinan ybs mempunyai kepentingan yang bertentangan


dengan kepentingan PTN;

1. Setiap anggota Pimpinan berhak mewakili PTN kecuali ditentukan lain


dalam anggaran dasar.
(Pasal 15 PP 61/1999)
TINDAKAN PTN BERHUBUNGAN DENGAN BANK
PTN Sebagai Nasabah
Dalam hal PTN sebagai pemegang rekening, maka kewenangan bertindak
mewakili PTN sebagaimana diatur dalam anggaran dasar PTN, pada
umumnya diwakili oleh Pimpinan PTN, dengan ketentuan bahwa pada
umumnya setiap anggota Pimpinan berhak mewakili PT, kecuali
ditentukan lain dalam anggaran dasar PTN.

PTN Sebagai Peminjam/ Pemberi Jaminan


Dalam anggaran dasar dapat diatur tentang pembatasan kewenangan
Pimpinan dalam melakukan perbuatan hukum untuk dan atas nama PTN.

Dalam hal PTN sebagai Peminjam maka persetujuan dari organ PTN
lainnya tetap diperlukan selama anggaran dasar mengaturnya.

Lampiran BAB I
Negative List
Negative List ini dapat berubah dari waktu ke waktu sesuai dengan regulasi
Pemerintah di bidang Penanaman Modal.
1. 1. Bidang usaha yang tertutup mutlak untuk Penanaman Modal :
a. Sektor Pertanian
Budidaya dan pengolahan ganja dan sejenisnya;

b. Sektor Kelautan dan perikanan


Pengambilan/pemanfaatan terumbu karang;

c. Sektor perindustrian dan perdagangan


(i) Industri bahan kimia yang dapat merusak lingkungan seperti penta
chlorophenol, dichloro diphenyl trichloro ethane DDT, dieldrin, chlordane,
carbon tentra chloride, chloro fluoro carbon (CFC), methyl chloroform,
halon dan lainnya;
(ii) Industri bahan kimia Skedul-1 Konvensi Senjata Kimia (sarin, soman,
tabun, mustard, levisite, ricine, saxitoxin);

(iii) Industri senjata dan komponennya;

(iv) Industri siklamat dan sakarin;

(v) Industri minuman mengandung alkohol (minuman keras, anggur


dan minuman mengandung malt);

(vi) pengusahaan kasino/perjudian.

d. Sektor perhubungan
Pemanduan Lalu Lintas Udara (ATS Provider) serta klasifikasi dan survey
statutorial kapal;

Manajemen dan penyelenggaraan Stasiun Monitoring Spektrum Frekuensi


Radio dan Orbit Satelit.

e. Sektor pertambangan dan energi


penambangan mineral radioaktif.
2. Bidang usaha yang tertutup untuk perusahaan penanaman modal
yang ada pemilikan WNA dan/atau BHA
a. Sektor Kehutanan dan Perkebunan
(i) pembenihan plasma nutfah;

(ii) hak pengusahaan hutan alam;

(iii) kontraktor di bidang pembalakan hutan.

b. Sektor Perhubungan
(i) angkutan taksi/bis;

(ii) pelayaran rakyat;


c. Sektor Perdagangan
Jasa perdagangan dan jasa penunjang perdagangan kecuali:

Perdagangan eceran skala besar (mall, supermarket, departemen store,


pusat pertokoan/perbelanjaan), perdagangan besar
(distributor/wholesaler, perdagangan ekspor dan impor), jasa
pameran/konvensi, jasa sertifikasi mutu, jasa penelitian pasar, jasa
pergudangan diluar Lini I dan Pelabuhan dan jasa pelayanan purna jual.

d. Sektor Penerangan
(i) Jasa penyiaran radio dan televisi, jasa siaran radio dan televisi
berlangganan dan media cetak;

(ii) Usaha perfilman (usaha pembuatan film, usaha jasa teknik film, usaha
ekspor film, usaha impor film, usaha pengedaran film dan usaha
pertunjukan dan/atau penayangan film).

3. Bidang usaha dengan persyaratan patungan antara modal asing dan


modal dalam negeri
1. Pembangunan dan Pengusahaan Pelabuhan;
2. Produksi, Transmisi dan Distribusi tenaga listrik;
3. Pelayaran;
4. pengolahan dan penyediaan air bersih untuk umum;
5. kereta api umum;
6. pembangkit tenaga atom;
7. jasa pelayanan medis, meliputi pendirian dan penyelenggaraan rumah
sakit, medical check up, laboratorium klinik, pelayanan rehabilitasi
mental, jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat, penyewaan
peralatan medis, jasa asistensi dalam pertolongan kesehatan dan
evakuasi pasien dalam keadaan darurat, jasa manajemen rumah sakit
dan jasa pengetesan, pemeliharaan dan perbaikan peralatan medis;
8. telekomunikasi;
9. angkutan udara niaga berjadwal/tidak berjadwal.
4. Bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan tertentu
a. Sektor kelautan dan perikanan

pembudidayaan ikan di air tawar: terbuka untuk jenis labi-labi, nila gift,
sidat, kodok lembu, udang galah, bandeng dan thillapya sp; bekerja
sama dengan perikanan rakyat.
penangkapan ikan demersal (kakap, kerapu dan jenis lainnya):terbuka
selain di wilayah ZEEI Selat Malaka dan ZEEI Laut Arafura.
b. Sektor industri
Industri bubur kertas (pulp) dari kayu: bahan baku berasal dari chip
impor atau jaminan bahan baku dari Hutan Tanaman Industri;
Industri bubur kertas (pulp) dari serat selulosa lainnya atau bahan baku

lainnya, selain proses sulfit dan/atau pemutihan dengan chlorine


Industri pembuatan chlor alkali:

selain menggunakan merkuri;

pengolahan barang jadi/setengah jadi kayu bakau:


bahan baku berasal dari budidaya bakau

Industri percetakan uang:

wajib mendapat izin operasional dari BOTASUPAL-BAKIN dan

mendapat persetujuan dari Bank Indonesia


Industri percetakan khusus (perangko, materai, surat berharga Bank

Indonesia, paspor dan benda-benda pos berperangko):wajib mendapat


izin operasional dari BOTASUPAL-BAKIN
Industri pengolahan susu (susu bubuk dan susu kental manis):

merupakan pengolahan, tidak hanya sekedar pengepakan ulang


(repacking)
Industri kayu lapis dan rotary veneer:hanya untuk Propinsi Irian Jaya

(Papua)
Industri kayu gergajian: hanya untuk propinsi Irian Jaya (Papua);

diluar Propinsi Irian Jaya (Papua) hanya menggunakan bahan baku kayu
bulat non hutan alam.

Industri Etil Alkohol: technical grade, hanya digunakan sebagai bahan


baku dan bahan penolong industri lainnya.
Industri bahan baku untuk bahan peledak (amonium nitrat): harus
bekerjasama dengan badan usaha yang mendapat rekomendasi
Departemen Pertahanan
Industri bahan peledak dan komponennya untuk keperluan industri

(komersil): harus bekerjasama dengan badan usaha yang mendapat


rekomendasi Departemen Pertahanan;
hanya kegiatan manufakturing, sedangkan penyimpanan dan
pendistribusian dilakukan oleh perusahaan yang ditunjuk pemerintah;

Konsultasi perencanaan dan pengawasan ketenagalistrikan. Terbuka


untuk PMA dengan ketentuan:
- PLTA dengan kapasitas > 50 MW;

- PLTU dengan kapasitas > 100 MW;

- PLTP dengan kapasitas > 55 MW;

- Gardu induk dengan tegangan > 500 KV;

- Jaringan transmisi tegangan > 500 KV.

Usaha bidang pembangunan, pemeliharaan, pemasangan, peralatan


ketenagalistrikan, pengembangan teknologi yang menunjang
penyediaan tenaga listrik dan pengujian instalasi tenaga listrik. Terbuka
untuk PMA dengan ketentuan:
- gardu induk dengan tegangan > 500 KV;

- jaringan transmisi tegangan > 500 KV.

Jasa pengeboran minyak dan gas bumi. Terbuka untuk PMA dengan
ketentuan: hanya untuk pengeboran lepas pantai; khusus untuk lokasi di
luar Kawasan Timur Indonesia harus bekerjasama dengan peserta
nasional yang bergerak di bidang usaha yang sejenis.
Usaha pembangkitan tenaga listrik: terbuka untuk lokasi di luar P. Jawa,
Bali dan Madura.
c. Sektor Perdagangan
Restoran: terbuka untuk PMA dengan ketentuan khusus di
daerah/kawasan wisata dan/atau terpadu (integrated) dengan hotel;
Jasa ketangkasan: terbuka untuk PMA dengan ketentuan khusus di
daerah/kawasan wisata dan/atau terpadu (integrated) dengan hotel;

DAFTAR PUSTAKA
Buku
1. Purwosutjipto, H.M.N., S.H., 1999, Pengertian Pokok Hukum
Dagang Indonesia II: Bentuk-bentuk Perusahaan, Cetakan ke-9,
Djambatan, Jakarta.
2. Rai Widjaya, I.G., S.H., M.A., 2000, Hukum Perusahaan dan Undang
Undang dan Peraturan Pelaksanaan Undang Undang di Bidang
Usaha, Cetakan ke-I, Kesaint Blanc, Jakarta.
3. Subekti, R, Prof, S.H. dan Tjitrosudibio, R, 2001, Kitab Undang Undang
Hukum Perdata, Cetakan ke-31, PT Pradnya Paramita, Jakarta.
4. Subekti, R, Prof, S.H. dan Tjitrosudibio, R, ke-19, Kitab Undang
Undang Hukum Dagang dan Undang Undang Kepailitan, PT Pradnya
Paramita, Jakarta.
Peraturan
1. Undang-undang No.19/Prp/1960 tertanggal 30 April 1960
tentang Perusahaan Negara.
2. Undang-undang No.1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing,
sebagaimana terakhir diubah dengan Undang-undang No.11 tahun 1970
tentang Perubahan dan Tambahan Undang-undang No.1 tahun 1967.
3. Undang-undang No.6 tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam
Negerisebagaimana diubah terakhir dengan Undang-undang No.12
tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan Undang-undang No.6
tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri.
4. Undang-undang No.9 tahun 1969 tertanggal 1 Agustus 1969
tentang Bentuk-Bentuk Usaha Negara.
5. Undang-undang No.25 tahun 1992 tanggal 21 Oktober 1992
tentang Perkoperasian.
6. Undang-undang No.11 tahun 1992 tertanggal 20 April 1992
tentang Dana Pensiun.
7. Undang-undang No.1 tahun 1995 tertanggal 1 Maret 1995
tentang Perseroan Terbatas.
8. Undang-undang No.8 tahun 1995 tertanggal 10 November 1995
tentang Pasar Modal.
1. Undang-Undang No. 16 tahun 2001 tertanggal 6 Agustus 2001
tentang Yayasan.
2. Peraturan Pemerintah No.76 tahun 1992 tentang Dana Pensiun Pemberi
Kerja.
3. Peraturan Pemerintah No.77 tahun 1992 tentang Dana Pensiun
Lembaga Keuangan.
4. Peraturan Pemerintah No.20 tahun 1994 tertanggal 19 Mei 1994
tentang Pemilikan Saham Dalam Perusahaan Yang Didirikan Dalam
Rangka Penanaman Modal Asingsebagaimana diubah dengan
Peraturan Pemerintah No. 83 Tahun 2001 tentang Pemilikan Saham
Dalam Perusahaan Yang Didirikan Dalam Rangka Penanaman Modal
Asing.
5. Peraturan Pemerintah No.12 tahun 1998 tanggal 17 Januari 1998
tentang Perusahaan Perseroan.
6. Peraturan Pemerintah No.61 tahun 1999 tentang Penetapan Perguruan
Tinggi sebagai BHMN.
7. Peraturan Pemerintah No.64 tahun 2001 tertanggal 13 September 2001
tentangPengalihan Kedudukan, Tugas dan Kewenangan Menteri
Keuangan pada Perusahaan Perseroan (PERSERO), Perusahaan
Umum (PERUM) dan Perusahaan Jawatan (PERJAN) kepada Menteri
Negara Badan Usaha Milik Negara.
8. Keppres No.96 tahun 2000 tanggal 20 Juli 2000 tentang Bidang Usaha
Yang Tertutup dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan
Tertentu Bagi Penanaman Modal jo. Keppres No.118 Tahun 2000
tanggal 16 Agustus 2000 tentang Perubahan Atas Keputusan Presiden
No.96 tahun 2000 tentang Bidang Usaha Yang Tertutup Dan Bidang
Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Tertentu Bagi Penanaman
Modal.
9. Keputusan Presiden No.97 tahun 1993 tanggal 23 Oktober 1993
tentang Tatacara Penanaman Modal sebagaimana terakhir diubah
dengan Keputusan Presiden No.117 tahun 1999 tanggal 30 September
1999.
10.Surat Keputusan Meninves/Kepala BKPM No.5/SK/1994 tanggal 29
Juli 1994 tentangKetentuan Pelaksanaan Pemilikan Saham Dalam
Perusahaan Yang Didirikan Dalam Rangka Penanaman Modal Asing.
11. Keputusan Meninves/Kepala BKPM No.38/SK/1999 tertanggal 6
Oktober 1999 tentang Pedoman dan Tatacara Permohonan
Penanaman Modal Yang Didirikan Dalam Rangka Penanaman Modal
Dalam Negeri Dan Penanaman Modal Asing.
12. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia tertanggal 31 Desember 1998
No.31/177/KEP/DIR tentang BMPK sebagaimana diubah dengan
Peraturan Bank Indonesia No. 2/16/PBI/2000 tanggal 12 Juni 2000.
13. Peraturan Bank Indonesia No. 3/22/PBI/2001 tanggal 13 Desember
2001 tentangTransparansi Kondisi Keuangan Bank.

2 Respon untuk Materi Hukum Perusahaan:


Badan Hukum
1. Willy berkata:
13 Januari 2012 pada 11:38 am

Rate This
numpang tanya bgma aspek hukum pembukaan rekening giro atas
mengatasnamakan bendahara pengeluaran skpd (dinas) oleh pihak lain
(skpd lain) yg diluar sepengetahuan bendahra yg bersangkutan dengan
menggunakan no NPWP yg diatasnamakan?
Balas

2. abels berkata:
6 April 2013 pada 1:23 am

Rate This
saya mau coba jawab, kalau misal pembukaan rekening giro oleh orang lain
seharusnya tidak bisa karena peruntukkan pembukaan giro harus melalui
sebuah cek lapangan dan verifikasi karena menyangkut reputasi pemilik
rekening gironya. , jadi apabila terjadi sesuatu makayang akan terkena
dampaknya ialah yang diatasnamakan giro tersebut
terimakasih

Anda mungkin juga menyukai