Disusun Oleh:
Siska Wulandari, S.Ked
1608438206
Pembimbing :
dr. Chandra Wijaya, Sp.JP-FIHA
KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU KARDIOLOGI & KEDOKTERAN VASKULER
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
RSUD ARIFIN ACHMAD
PEKANBARU
2017
BAB I
PENDAHULUAN
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Angina pektoris tidak stabil ada 3 hal berikut yaitu (1) timbul saat
istirahat; (2) lebih berat dan digambarkan sebagai nyeri yang nyata dan
merupakan onset baru (dalam 2 bulan) dengan frekuensi cukup sering; dan (3)
bertambah berta, bertambah lama, atau lebih sering dari sebelumnya.5
Unstable angina Pectoris (UAP) diketahui dengan adanya keluhan angina
tipikal yang mirip dengan Infark miokard non ST elevasi (NSTEMI), biasanya
disertai dengan perubahan yang spesifik pada EKG dengan tanpa peningkatan
marka jantung (Troponin I/T). Diagnosis UAP ditegakkan bila marka tidak
meningkat dan sebaliknya, bila marka meningkat akan mengarah ke diagnosis
NSTEMI.4,5
2.2 Epidemiologi
Penelitian yang dilakukan oleh Tumade B, Jim EL, Joseph V pada tahun
2014 di Rumah sakit Manado terhadap 126 kasus, terdapat 72 kasus (57,1%) UAP,
35 kasus (27,8%) NSTEMI, dan 19 kasus (15,1%) STEMI. UAP merupakan kasus
dengan prevalensi tertinggi dan STEMI merupakan kasus dengan prevalensi
terendah.6
2.3 Patofisiologi
UAP/NSTEMI dapat disebabkan oleh penurunan suplai oksigen dan atau
peningkatan kebutuhan miokard yang diperberat oleh obstruksi koroner. 7
Ruptur Plak
Ruptur plak aterosklerotik dianggap penyebab terpenting angina pectoris
tak stabil, sehingga tiba-tiba terjadi oklusi subtotal atau total dari pembuluh
koroner yang sebelumnya mempunyai penyempitan yang minimal.8
Dua pertiga dari pembuluh yang mengalamai ruptur sebelumnya
mempunyai penyempitan 50% atau kurang, dan pada 97% pasien dengan angina
tak stabil mempunyai penyempitan kurang dari 70%. Plak aterosklerotik terdiri
dari inti yang mengandung banyak lemak dan pelindung jaringan fibrotic (fibrotic
3
cap).Plak yang tidak stabil terdiri dari inti yang banyak mengandung lemak dan
adanya infiltrasi sel makrofag. Biasanya ruptur terjadi pada tepi plak yang
berdekatan dengan intima yang normal atau pada bahu timbunan lemak. Kadang-
kadang keretakan timbul pada dinding plak yang paling lemah karena adanya
enzim protease yang dihasilkan makrofag dan secara enzimatik melemahkan
dinding plak (fibrous cap).2,8
Terjadinya ruptur menyebabkan aktivasi, adhesi dan agregasi platelet dan
menyebabkan aktivasi terbentuknya thrombus. Bila thrombus menutup pembuluh
darah 100% akan terjadi infark dengan elevasi segmen ST, sedangkan bila
thrombus tidak menyumbat 100%, dan hanya menimbulkan stenosis yang berat
akan terjadi angina tak stabil.2
Trombosis dan Agregasi Trombosit
Agregasi platelet dan pembentukan thrombus merupakan salah satu dasar
terjadinya angina tak stabil.Terjadinya thrombosis setelah plak terganggu
disebabkan karena interaksi yang terjadi antara lemak, sel otot polos, makrofag
dan kolagen.Inti lemak merupakan bahan terpenting dalam pembentukan
thrombus kaya trombosit, sedangkan sel otot polos dan sel busa (foam cell) yang
ada dalam plak berhubungan dengan ekspresi factor jaringan dalam plak tidak
stabil. Setelah berhubungan dengan darah, factor jaringan berinteraksi dengan
factor VIIa untuk memulai kaskade reaksi enzimatik yang menghasilkan
pembentukan thrombin dan fibrin.2
Sebagai reaksi terhadap gangguan faal endotel, terjadi agregasi platelet
dan platelet melepaskan isi granulasi sehingga memicu agregasi yang lebih luas,
vasokontriksi dan pembentukan trombus. Factor sistemik dan inflamasi ikut
berperan dalam perubahan terjadinya hemostase dan koagulasi dan berperan
dalam memulai thrombosis yang intermiten pada angina tak stabil.2
Vasospasme
Terjadinya vasokontriksi juga mempunyai peranan penting pada angina
tak stabil. Diperkirakan adanya disfungsi endotel dan bahan vasoaktif yang
diproduksi oleh platelet berperan dalam perubahan dalam tonus pembuluh darah
dan menyebabkan spasme. Spasme yang terlokalisir seperti pada angina
Prinzmetal juga dapat menyebabkan angina tak stabil. Adanya spasme seringkali
4
terjadi pada plak yang tak stabil, dan mempunyai peranan penting dalam
terbentuknya thrombus.2
2.4 Klasifikasi
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
elektrokardiogram (EKG), dan pemeriksaan marka jantung, Sindrom Koroner
Akut dibagi menjadi:4
1. Infark miokard dengan elevasi segmen ST (STEMI: ST segment
elevation myocardial infarction)
2. Infark miokard dengan non elevasi segmen ST (NSTEMI: non ST
segment elevation myocardial infarction)
3. Angina Pektoris tidak stabil (UAP: unstable angina pectoris)
Presentasi klinik NSTEMI dan UAP pada umumnya berupa:7
1. Angina tipikal yang persisten selama lebih dari 20 menit. Dialami oleh
sebagian besar pasien (80%)
2. Angina awitan baru (de novo) kelas III klasifikasi The Canadian
Cardiovascular Society. Terdapat pada 20% pasien.
3. Angina stabil yang mengalami destabilisasi (angina progresif atau
kresendo): menjadi makin sering, lebih lama, atau menjadi makin berat;
minimal kelas III klasifikasi CCS.
4. Angina pascainfark-miokard: angina yang terjadi dalam 2 minggu
setelah infark miokard.
- Dislipidemia
5
terjadinya PJK. Kolesterol ditranspor dalam darah dalam bentuk
rendah memiliki peran yang baik pada PJK dan terdapat hubungan
- Rokok
risiko PJK akan berkurang 50% pada akhir tahun pertama setelah
- Obesitas
- Diabetes
6
- Usia
tahun.
2.6 Diagnosis
Keluhan pasien umumnya berupa angina untuk pertama kali atau keluhan
angina yang bertambah dari biasa. Nyeri dada seperti pada angina biasa tapi lebih
berat dan lebih lama, mungkin timbul pada waktu istirahat, atau timbul karena
aktivitas yang minimal. Nyeri dada dapat disertai keluhan sesak napas, mual,
sampai muntah, kadang-kadang disertai keringat dingin. Pada pemeriksaan
jasmani seringkali tidak ada yang khas. Pemeriksaan fisik sewaktu angina dapat
tidak menunjukkan kelainan. Pada auskultasi dapat terdengar derap atrial atau
ventrikel dan murmur sistolik di daerah apeks. Frekuensi denyut jantung dapat
menurun, menetap, atau meningkat pada waktu serangan angina.8
Menurut pedoman American College of Cardiology (ACC) dan American
Heart Association (AHA) perbedaan angina tak stabil dan infark tanpa elevasi
segmen ST (NSTEMI) ialah apakah iskemia yang timbul cukup berat sehingga
dapat menimbulkan kerusakan pada miokardium, sehingga adanya petanda
kerusakan miokardium dapat diperiksa. Diagnosis angina tak stabil bila pasien
mempunyai keluhan iskemia sedangkan tak ada kenaikan troponin maupun CK-
MB, dengan ataupun tanpa perubahan EKG untuk iskemia, seperti adanya depresi
segmen ST ataupun elevasi yang sebentar atau adanya gelombang T yang
negative. Karena kenaikan enzim biasanya dalam waktu 12 jam, maka pada tahap
awal serangan, angina tak stabil seringkali tidak bisa dibedakan dari NSTEMI.5
EKG yang mungkin dijumpai pada pasien NSTEMI dan UAP antara lain:2,8
1. Depresi segmen ST dan/atau inversi gelombang T; dapat disertai dengan
elevasi segmen ST yang tidak persisten (< 20 menit)
2. Gelombang Q yang menetap
7
3. Nondiagnostik
4. Normal
Pemeriksaan troponin T atau I dan pemeriksaan CK-MB telah diterima
sebagai petanda paling penting dalam diagnosis SKA. Troponin T atau I
merupakan penanda nekrosis miokard yang lebih spesifik dibandingkan CK atau
CK-MB. Pasien dengan infark miokard akut, terjadi peningkatan troponin pada
daerah perifer 3-4 jam dan menetap sampai 2 minggu. Penggunaan troponin I/T
untuk diagnosis NSTEMI harus digabungkan dengan kriteria lain yaitu keluhan
angina dan perubahan EKG. Diagnosis NSTEMI ditegakkan jika marka jantung
meningkat sedikit melampaui nilai normal atas.2,9
CK-MB kurang spesifik untuk diagnosis karena juga ditemukan di otot
skeletal, tapi berguna untuk diagnosis infark akut dan akan meningkat dalam
beberapa jam dan kembali normal dalam 48 jam.2,9
Rontgen toraks biasanya normal pada pasien dengan angina.Pembesaran
jantung dapat menandakan adanya disfungsi pada organ jantung sebelumnya.2,8
Pada dasarnya pengobatan pada angina pektoris bertujuan untuk
memperpanjang hidup dan memperbaiki kualitas hidup dengan mencegah
serangan angina.
2.7 Penatalaksanaan
Non-medikamentosa:4
Istirahat ditempat tidur
Monitoring EKG dngan memperhatikan deviasi segmen ST dan irama
jantung.
8
Medikamentosa:4,9
Tabel 1 Rekomendasi pengobatan berdasarkan kelas
1. Obat anti-iskemia
Nitrat : dapat menyebabkan vasodilatasi pembuluh vena dan arteriol
perifer, dengan efek mengurangi preload dan volum akhir diastolik
ventrikel kiri sehingga konsumsi oksigen miokardium berkurang. Nitrat
juga menambah oksigen suplay dengan vasodilatasi pembuluh koroner
yang mengalami aterosklerosis. Dalam keadaan akut nitrogliserin atau
isosorbid dinitrat diberikan secara sublingual atau infus intravena.
-blocker : dapat menurunkan kebutuhan oksigen miokardium melalui
efek penurunan denyut jantung dan daya kontraksi miokardium. Berbagai
macam beta-blocker seperti propanolol, metoprolol, dan atenolol. Kontra
indikasi pemberian penyekat beta antra lain dengan asma bronkial,
bradiaritmia.
Antagonis kalsium : dapat menyebabkan vasodilatasi koroner dan
menurunkan tekanan darah. Ada 2 golongan besar pada antagonis
kalsium :
9
Golongan dihidropiridin : efeknya sebagai vasodilatasi lebih kuat dan
dapat mengurangi gejala bagi pasien yang sudah mendapatkan terapi
nitrat dan beta blocker. (Contoh: nifedipin)
Golongan nondihidropiridin : golongan ini dapat memperbaiki
survival dan mengurangi infark pada pasien dengan sindrom koroner
akut dan fraksi ejeksi normal. Rekomendasi pada pasien NSTEMI
dengan kontraindikasi terhadap beta blocker. (Contoh : verapamil dan
diltiazem).
10
2. Obat anti-agregasi trombosit.
Obat antiplatelet merupakan salah satu dasar dalam pengobatan angina tidak
stabil maupun infark tanpa elevasi ST segmen. Tiga gologan obat anti platelet
yang terbukti bermanfaat seperti aspirin, tienopiridin dan inhibitor GP IIb/IIIa.
Aspirin : semua pasien tanpa kontra indikasi dengan dosis loading 150-300
mg dan dosis pemeliharaan 75-100 mg setiap harinya untuk jangka
panjang.
Tiklopidin merupakan suatu derivat tienopiridin yang merupakan obat
kedua dalam pengobatan angina tidak stabil bila pasien tidak tahan aspirin.
Dalam pemberian tiklopidin harus diperhatikan efek samping
granulositopenia.
Klopidogrel merupakan derivat tienopiridin yang dapat menghambat
agregasi platelet. Efek samping lebih kecil dari tiklopidin . Klopidogrel
terbukti juga dapat mengurangi strok, infark dan kematian kardiovaskular.
Dosis klopidogrel dimulai 300 mg/hari dan selanjutnya75 mg/hari.
Inhibitor glikoprotein IIb/IIIa merupakan Ikatan fibrinogen dengan
reseptor GP IIb/IIIa pada platelet ialah ikatan terakhir pada proses agregasi
platelet. Karena inhibitor GP IIb/IIIa menduduki reseptor tadi maka ikatan
platelet dengan fibrinogen dapat dihalangi dan agregasi platelet tidak
terjadi.
11
Tabel 3. Rekomendasi pengobatan penghambat platelet untuk NSTEMI9
12
3. Obat anti-trombin
Unfractionated Heparin :Heparin ialah suatu glikosaminoglikan yang
terdiri dari pelbagi rantai polisakarida yang berbeda panjangnya dengan
aktivitas antikoagulan yang berbeda-beda. Antitrombin III, bila terikat
dengan heparin akan bekerja menghambat thrombin dan faktor Xa.
Heparin juga mengikat protein plasma, sel darah, sel endotel yang
mempengaruhi bioavaibilitas. Pada penggunaan obat ini juga diperlukan
pemeriksaan trombosit untuk mendeteksi adanya kemungkinan heparin
induced thrombocytopenia (HIT).
Low Molecular Weight Heparin (LMWH) :LMWH dibuat dengan
melakukan depolimerisasi rantai polisakarida heparin. Dibandingkan
dengan unfractionated heparin, LMWH mempuyai ikatan terhadap protein
plasma kurang, bioavaibilitas lebih besar. LMWH yang ada di Indonesia
ialah dalteparin, nadroparin, enoksaparin dan fondaparinux. Keuntungan
pemberian LMWH karena cara pemberian mudah yaitu dapat disuntikkan
secara subkutan dan tidak membutuhkan pemeriksaan laboratorium.
Direct Thrombin Inhibitors :Direct Thrombin Inhibitors secara teoritis
mempunyai kelebihan karena bekerja langsung mencegah pembentukan
bekuan darah, tanpa dihambat oleh plasma protein maupun platelet factor
4. Hirudin dapat menurunkan angka kematian dan infark miokard, tetapi
komplikasi perdarahan bertambah. Bivalirudin telah disetujui untuk
menggantikan heparin pada pasien angina tak stabil yang menjalani PCI.
Hirudin maupun bivalirudin dapat menggantikan heparin bila ada efek
samping trombositopenia akibat heparin (HIT).
13
Tabel 4. Rekomendasi antikoagulasi pada NSTEMI9
14
4. Revaskularisasi
- Waktu yang dibutuhkan pada angiography dapat diklasifikasi menjadi
4 kategori berdasarkan risiko dari individunya yaitu
1. Immediate invasive surgery (<2 jam): STEMI
2. Early invasive surgery (<24 jam): pada pasien yang respon
terhadap pengobatan inisial tapi risiko yang meningkat.
3. Invasive surgery (<72 jam): rekomendasi untuk menunda
angiography tanpa rekuren gejala.
4. Selective invasive strategy : pasien dengan tidk rekuren dari nyeri
dadanya, tidak ada gejala gagal jantung, tidak ada abnormalitas
dari EKG da tidak meningkatnya enzim jantung.9
15
2.8 Stratifikasi Risiko4,5,10
Beberapa stratifikasi risiko yang digunakan adalah TIMI (Thrombolysis In
Myocardial Infarction) (Tabel 4), dan GRACE (Global Registry of Acute
Coronary Events) (Tabel 6), sedangkan CRUSADE (Can Rapid risk stratification
of Unstable angina patients Suppress Adverse outcomes with Early
implementation of the ACC/AHA guidelines).
1. TIMI
Tabel 5 Skor TIMI untuk UAP dan NSTEMI
Parameter
16
Setidaknya 2 episode nyeri saat istirahat dalam 24 jam 1
terakhir
Deviasi ST > 1 mm saat tiba 1
2. GRACE
3. CRUSADE
Variabel-variabel yang dapat memperkirakan tingkat risiko perdarahan mayor
selama perawatan dirangkum dalam CRUSADE bleeding risk score, antara lain
kadar hematokrit, klirens kreatinin, laju denyut jantung, jenis kelamin, tanda gagal
17
jantung, penyakit vaskular sebelumnya, adanya diabetes, dan tekanan darah
sistolik. Dalam skor CRUSADE, usia tidak diikutsertakan sebagai prediktor,
namun tetap berpengaruh melalui perhitungan klirens kreatinin. Skor CRUSADE
yang tinggi dikaitkan dengan kemungkinan perdarahan yang lebih tinggi.
18
BAB III
ILUSTRASI KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. S
Usia : 37 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Pekanbaru
Tanggal MRS : 3 Juli 2017
Tanggal pemeriksaan : 4 Juli 2017
Anamnesis
Auto dan alloanamnesis
Keluhan Utama
Nyeri dada kiri 1 hari SMRS
19
Riwayat Penyakit Dahulu
- Pasien belum pernah merasakan keluhan yang sama
- Riwayat Hipertensi (+)
- Riwayat penyakit diabetes mellitus (+)
- Riwayat penyakit jantung (-)
Riwayat kebiasaan
- Pasien seorang Ibu rumah tangga
- Pasien memiliki kebiasaan merokok tidak ada
- Kebiasaan minum alkohol (-)
Pemeriksaan fisik
Kepala dan Leher
- Konjungtiva anemis (-/-)
- Sklera ikterik (-/-)
- JVP tidak meningkat (5+1 cm H2O)
- Pembesaran KGB di leher (-)
20
Thorak
Paru-paru
Inspeksi : statis : simetris kiri dan kanan, retraksi iga (-), deformitas (-)
Dinamis : pergerakan dinding dada simetris kiri dan kanan, tidak
pergerakan dinding dada yang tertinggal
Palpasi : Vokal fremitus kanan sama dengan kiri
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : Vesikuler (+/+), wheezing (-/-), rhonki (-/-)
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba di linea axilaris anterior
Perkusi : Batas jantung kanan linea sternalis dextra
Batas jantung kiri axilaris anterior sinistra
Auskultasi : Bunyi jantung 1 (S1) dan 2 (S2) normal, mumur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Tampak datar, venektasi (-), scar (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal 10 x/menit
Palpasi : Supel, nyeri tekan epigastrium (-), hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : Timpani seluruh lapangan abdomen
Ekstremitas
- Akral hangat
- CRT < 2 detik
- Edema (-/-)
- Tampak sianosis pada kuku (-)
- Deformitas (-)
21
EKG (3 Juli 2017)
Interpretasi :
Irama : sinus
Frekuensi jantung : 75x/menit
Gelombang P : P (normal)
Interval PR : normal (4 kk=0,12 mm)
Q : normal
Kompleks QRS : normal (0,08 mm)
Aksis : normoaxis
Segmen ST : ST depresi lead I, aVL, V2-V6
T : inverted pada lead 1, aVL, V2-V6
Kesan : iskemik
Resume
Anam : nyeri dada, sesak napas, demam
Pf : kardiomegali
Pp : EKG : ST depresi di V2-V6 dan T inverted di lead I, V1-V6
22
Diagnosis
Infark miokard akut inferior tanpa ST-elevasi
Perencanaan pemeriksaan
Darah rutin
Enzim jantung
Kimia darah
Imunoserologi
Penatalaksanaan
Oksigen 4L/menit
IVFD RL 20 tpm
23
ISDN 3 x 10mg
Clopidogrel 1 x 75 mg
Aspilet 1 x 80 mg
Inj ranitidin 2 x 1 ampul
Inj lovenox 2x 0,6
Simvastatin 1x 20 mg
Alprazolam 1x 0,25
24
BAB IV
PEMBAHASAN
25
diagnosis SKA. Troponin T atau I merupakan penanda nekrosis miokard yang
lebih spesifik dibandingkan CK atau CK-MB. Pasien dengan infark miokard akut,
terjadi peningkatan troponin pada daerah perifer 3-4 jam dan menetap sampai 2
minggu. Penggunaan troponin I/T untuk diagnosis NSTEMI harus digabungkan
dengan kriteria lain yaitu keluhan angina dan perubahan EKG. Diagnosis
NSTEMI ditegakkan jika marka jantung meningkat sedikit melampaui nilai
normal atas.2,8
Untuk UAP dapat dilakukan dengan monitoring EKG setiap harinya dan
upaya untuk mengurangi gejala. Terapi farmakologis dapat diberikan Anti iskemia
(Beta blocker, Nitrat, CCB), Antiplatelet, Antikoagulan atau trombolitik, Statin
dan terapi invasif (kateterisasi dini/ revaskularisasi). Apabila pasien mengeluhkan
sesak, dapat diberikan oksigen 3-4L/menit via nasal kanul.
KESIMPULAN
Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang dapat
disimpulkan pasien ini mengalami akut miokard infark tanpa ST elevasi.
26
DAFTAR PUSTAKA
7. Steg G, James SK, Atar D, Badano LP, Lundgvist F, Ducrocq G, et al. ESC
guidelines for the management of acute myocardial infarction in patients
presenting with ST-segment elevation. Eur Heart Jour; 2012:3(3).
8. Rahman AM. Angina Pektoris tidak Stabil. Dalam : Sudoyo AW, Setiuohadi
B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. (Editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jilid III. Edisi IV. Penerbit FK UI,2006. Jakarta: p.1611.
27