Anda di halaman 1dari 27

Laporan Kasus

Non ST-Elevasi Miocardial Infarction


(NSTEMI)

Disusun Oleh:
Siska Wulandari, S.Ked
1608438206

Pembimbing :
dr. Chandra Wijaya, Sp.JP-FIHA

KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU KARDIOLOGI & KEDOKTERAN VASKULER
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
RSUD ARIFIN ACHMAD
PEKANBARU
2017
BAB I
PENDAHULUAN

Penyakit jantung yang disebabkan karena kelainan pembuluh darah


koroner disebut penyakit jantung koroner (PJK) yang lebih dikenal dengan
sindroma koroner akut. Penyakit ini menyerang pembuluh darah yang
mengalirkan darah ke jantung sehingga terjadi penyempitan pada arteri koroner.
Penyempitan arteri koroner ini terjadi akibat proses aterosklerosis atau spasme
ataupun kombinasi dari keduanya.1
Berdasarkan data dari American Heart Association (AHA) baru-baru ini
melaporkan bahwa 15,5 juta orang berusia di atas 20 tahun di Amerika Serikat
memiliki PJK, sementara prevalensi yang dilaporkan meningkat seiring
bertambahnya usia bagi wanita dan pria dan Diperkirakan kira-kira setiap 42
detik, orang Amerika akan menderita MI.2 Hasil Riset Kesehatan Dasar
(RISKESDAS) tahun 2013 menunjukkan prevalensi penderita PJK sebesar 0,5%
dari seluruh pasien penyakit tidak menular. Daerah tertinggi berdasarkan
terdiagnosis dokter adalah Sulawesi Tengah (0,8%) diikuti Sulawesi Utara, DKI
Jakarta, Aceh masing-masing (0,7%).3
Sindrom koroner akut berkaitan dengan patofisiologi secara umum yang
diketahui berhubungan dengan kebanyakan kasus Unstable Angina Pectoris
(UAP), infark miokard tanpa ST elevasi (NSTEMI) dan infark miokard dengan
ST elevasi (STEMI).4 Menurut pedoman American College of Cardiology (ACC)
dan American Heart Association (AHA) perbedaan angina tak stabil dan infark
tanpa elevasi segmen ST (NSTEMI = Non ST Elevation Myocardial Infraction)
merupakan iskemia yang cukup berat sehingga dapat menimbulkan kerusakan
pada miokardium.5

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Angina pektoris tidak stabil ada 3 hal berikut yaitu (1) timbul saat
istirahat; (2) lebih berat dan digambarkan sebagai nyeri yang nyata dan
merupakan onset baru (dalam 2 bulan) dengan frekuensi cukup sering; dan (3)
bertambah berta, bertambah lama, atau lebih sering dari sebelumnya.5
Unstable angina Pectoris (UAP) diketahui dengan adanya keluhan angina
tipikal yang mirip dengan Infark miokard non ST elevasi (NSTEMI), biasanya
disertai dengan perubahan yang spesifik pada EKG dengan tanpa peningkatan
marka jantung (Troponin I/T). Diagnosis UAP ditegakkan bila marka tidak
meningkat dan sebaliknya, bila marka meningkat akan mengarah ke diagnosis
NSTEMI.4,5

2.2 Epidemiologi
Penelitian yang dilakukan oleh Tumade B, Jim EL, Joseph V pada tahun
2014 di Rumah sakit Manado terhadap 126 kasus, terdapat 72 kasus (57,1%) UAP,
35 kasus (27,8%) NSTEMI, dan 19 kasus (15,1%) STEMI. UAP merupakan kasus
dengan prevalensi tertinggi dan STEMI merupakan kasus dengan prevalensi
terendah.6

2.3 Patofisiologi
UAP/NSTEMI dapat disebabkan oleh penurunan suplai oksigen dan atau
peningkatan kebutuhan miokard yang diperberat oleh obstruksi koroner. 7
Ruptur Plak
Ruptur plak aterosklerotik dianggap penyebab terpenting angina pectoris
tak stabil, sehingga tiba-tiba terjadi oklusi subtotal atau total dari pembuluh
koroner yang sebelumnya mempunyai penyempitan yang minimal.8
Dua pertiga dari pembuluh yang mengalamai ruptur sebelumnya
mempunyai penyempitan 50% atau kurang, dan pada 97% pasien dengan angina
tak stabil mempunyai penyempitan kurang dari 70%. Plak aterosklerotik terdiri
dari inti yang mengandung banyak lemak dan pelindung jaringan fibrotic (fibrotic

3
cap).Plak yang tidak stabil terdiri dari inti yang banyak mengandung lemak dan
adanya infiltrasi sel makrofag. Biasanya ruptur terjadi pada tepi plak yang
berdekatan dengan intima yang normal atau pada bahu timbunan lemak. Kadang-
kadang keretakan timbul pada dinding plak yang paling lemah karena adanya
enzim protease yang dihasilkan makrofag dan secara enzimatik melemahkan
dinding plak (fibrous cap).2,8
Terjadinya ruptur menyebabkan aktivasi, adhesi dan agregasi platelet dan
menyebabkan aktivasi terbentuknya thrombus. Bila thrombus menutup pembuluh
darah 100% akan terjadi infark dengan elevasi segmen ST, sedangkan bila
thrombus tidak menyumbat 100%, dan hanya menimbulkan stenosis yang berat
akan terjadi angina tak stabil.2
Trombosis dan Agregasi Trombosit
Agregasi platelet dan pembentukan thrombus merupakan salah satu dasar
terjadinya angina tak stabil.Terjadinya thrombosis setelah plak terganggu
disebabkan karena interaksi yang terjadi antara lemak, sel otot polos, makrofag
dan kolagen.Inti lemak merupakan bahan terpenting dalam pembentukan
thrombus kaya trombosit, sedangkan sel otot polos dan sel busa (foam cell) yang
ada dalam plak berhubungan dengan ekspresi factor jaringan dalam plak tidak
stabil. Setelah berhubungan dengan darah, factor jaringan berinteraksi dengan
factor VIIa untuk memulai kaskade reaksi enzimatik yang menghasilkan
pembentukan thrombin dan fibrin.2
Sebagai reaksi terhadap gangguan faal endotel, terjadi agregasi platelet
dan platelet melepaskan isi granulasi sehingga memicu agregasi yang lebih luas,
vasokontriksi dan pembentukan trombus. Factor sistemik dan inflamasi ikut
berperan dalam perubahan terjadinya hemostase dan koagulasi dan berperan
dalam memulai thrombosis yang intermiten pada angina tak stabil.2
Vasospasme
Terjadinya vasokontriksi juga mempunyai peranan penting pada angina
tak stabil. Diperkirakan adanya disfungsi endotel dan bahan vasoaktif yang
diproduksi oleh platelet berperan dalam perubahan dalam tonus pembuluh darah
dan menyebabkan spasme. Spasme yang terlokalisir seperti pada angina
Prinzmetal juga dapat menyebabkan angina tak stabil. Adanya spasme seringkali

4
terjadi pada plak yang tak stabil, dan mempunyai peranan penting dalam
terbentuknya thrombus.2

2.4 Klasifikasi
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
elektrokardiogram (EKG), dan pemeriksaan marka jantung, Sindrom Koroner
Akut dibagi menjadi:4
1. Infark miokard dengan elevasi segmen ST (STEMI: ST segment
elevation myocardial infarction)
2. Infark miokard dengan non elevasi segmen ST (NSTEMI: non ST
segment elevation myocardial infarction)
3. Angina Pektoris tidak stabil (UAP: unstable angina pectoris)
Presentasi klinik NSTEMI dan UAP pada umumnya berupa:7
1. Angina tipikal yang persisten selama lebih dari 20 menit. Dialami oleh
sebagian besar pasien (80%)
2. Angina awitan baru (de novo) kelas III klasifikasi The Canadian
Cardiovascular Society. Terdapat pada 20% pasien.
3. Angina stabil yang mengalami destabilisasi (angina progresif atau
kresendo): menjadi makin sering, lebih lama, atau menjadi makin berat;
minimal kelas III klasifikasi CCS.
4. Angina pascainfark-miokard: angina yang terjadi dalam 2 minggu
setelah infark miokard.

2.5 Faktor risiko7


- Hipertensi

Tekanan darah yang tinggi dan menetap akan menimbulkan trauma

langsung terhadap dinding pembuluh darah arteri koronaria, sehingga

memudahkan terjadinya aterosklerosis koroner (faktor koroner).

- Dislipidemia

Dislipidemia diyakini sebagai faktor risiko mayor yang dapat

dimodifikasiuntuk perkembangan dan perubahan secara progresif atas

5
terjadinya PJK. Kolesterol ditranspor dalam darah dalam bentuk

lipoprotein, 75 % merupakan lipoprotein densitas rendah (low density

liproprotein/LDL) dan 25 % merupakan lipoprotein densitas tinggi

(high density liproprotein/HDL). Kadar kolesterol HDL-lah yang

rendah memiliki peran yang baik pada PJK dan terdapat hubungan

terbalik antara kadar HDL dan insiden PJK.

- Rokok

Efek rokok adalah menyebabkan beban miokard bertambah karena

rangsangan oleh katekolamin dan menurunnya konsumsi 02 akibat

inhalasi CO atau dengan perkataan lain dapat menyebabkan tahikardi,

vasokonstruksi pembuluh darah. Apabila berhenti merokok penurunan

risiko PJK akan berkurang 50% pada akhir tahun pertama setelah

berhenti merokok dan kembali seperti yang tidak merokok setelah

berhenti merokok 10 tahun. Risiko infark akan turun 50% dalam

waktu 5 tahun setelah berhenti merokok.

- Obesitas

Obesitas sering didapatkan bersama-sama dengan hipertensi, DM

dan hipertrigliserdemi. Risiko PJK akan jelas meningkat bila BB

mulai melebihi 20% dari BB ideal.

- Diabetes

Meskipun merupakan faktor risiko independent untuk PJK, juga

berkaitan dengan adanya abnormalitas metabolisme lipid, obesitas,

hipertensi sistemik dan peningkatan trombogenesis (peningkatan

tingkat adhesi platelet dan peningkatan kadar fibrinogen).

6
- Usia

Usia juga mempengaruhi terjadinya PJK. Sebagian besar kasus

kematian terjadi pada laki-laki umur 55 60 tahun dan meningkat

dengan bertambahnya umur. Sedangkan pada wanita berusia 45 -50

tahun.

2.6 Diagnosis
Keluhan pasien umumnya berupa angina untuk pertama kali atau keluhan
angina yang bertambah dari biasa. Nyeri dada seperti pada angina biasa tapi lebih
berat dan lebih lama, mungkin timbul pada waktu istirahat, atau timbul karena
aktivitas yang minimal. Nyeri dada dapat disertai keluhan sesak napas, mual,
sampai muntah, kadang-kadang disertai keringat dingin. Pada pemeriksaan
jasmani seringkali tidak ada yang khas. Pemeriksaan fisik sewaktu angina dapat
tidak menunjukkan kelainan. Pada auskultasi dapat terdengar derap atrial atau
ventrikel dan murmur sistolik di daerah apeks. Frekuensi denyut jantung dapat
menurun, menetap, atau meningkat pada waktu serangan angina.8
Menurut pedoman American College of Cardiology (ACC) dan American
Heart Association (AHA) perbedaan angina tak stabil dan infark tanpa elevasi
segmen ST (NSTEMI) ialah apakah iskemia yang timbul cukup berat sehingga
dapat menimbulkan kerusakan pada miokardium, sehingga adanya petanda
kerusakan miokardium dapat diperiksa. Diagnosis angina tak stabil bila pasien
mempunyai keluhan iskemia sedangkan tak ada kenaikan troponin maupun CK-
MB, dengan ataupun tanpa perubahan EKG untuk iskemia, seperti adanya depresi
segmen ST ataupun elevasi yang sebentar atau adanya gelombang T yang
negative. Karena kenaikan enzim biasanya dalam waktu 12 jam, maka pada tahap
awal serangan, angina tak stabil seringkali tidak bisa dibedakan dari NSTEMI.5
EKG yang mungkin dijumpai pada pasien NSTEMI dan UAP antara lain:2,8
1. Depresi segmen ST dan/atau inversi gelombang T; dapat disertai dengan
elevasi segmen ST yang tidak persisten (< 20 menit)
2. Gelombang Q yang menetap

7
3. Nondiagnostik
4. Normal
Pemeriksaan troponin T atau I dan pemeriksaan CK-MB telah diterima
sebagai petanda paling penting dalam diagnosis SKA. Troponin T atau I
merupakan penanda nekrosis miokard yang lebih spesifik dibandingkan CK atau
CK-MB. Pasien dengan infark miokard akut, terjadi peningkatan troponin pada
daerah perifer 3-4 jam dan menetap sampai 2 minggu. Penggunaan troponin I/T
untuk diagnosis NSTEMI harus digabungkan dengan kriteria lain yaitu keluhan
angina dan perubahan EKG. Diagnosis NSTEMI ditegakkan jika marka jantung
meningkat sedikit melampaui nilai normal atas.2,9
CK-MB kurang spesifik untuk diagnosis karena juga ditemukan di otot
skeletal, tapi berguna untuk diagnosis infark akut dan akan meningkat dalam
beberapa jam dan kembali normal dalam 48 jam.2,9
Rontgen toraks biasanya normal pada pasien dengan angina.Pembesaran
jantung dapat menandakan adanya disfungsi pada organ jantung sebelumnya.2,8
Pada dasarnya pengobatan pada angina pektoris bertujuan untuk
memperpanjang hidup dan memperbaiki kualitas hidup dengan mencegah
serangan angina.

2.7 Penatalaksanaan
Non-medikamentosa:4
Istirahat ditempat tidur
Monitoring EKG dngan memperhatikan deviasi segmen ST dan irama
jantung.

8
Medikamentosa:4,9
Tabel 1 Rekomendasi pengobatan berdasarkan kelas

1. Obat anti-iskemia
Nitrat : dapat menyebabkan vasodilatasi pembuluh vena dan arteriol
perifer, dengan efek mengurangi preload dan volum akhir diastolik
ventrikel kiri sehingga konsumsi oksigen miokardium berkurang. Nitrat
juga menambah oksigen suplay dengan vasodilatasi pembuluh koroner
yang mengalami aterosklerosis. Dalam keadaan akut nitrogliserin atau
isosorbid dinitrat diberikan secara sublingual atau infus intravena.
-blocker : dapat menurunkan kebutuhan oksigen miokardium melalui
efek penurunan denyut jantung dan daya kontraksi miokardium. Berbagai
macam beta-blocker seperti propanolol, metoprolol, dan atenolol. Kontra
indikasi pemberian penyekat beta antra lain dengan asma bronkial,
bradiaritmia.
Antagonis kalsium : dapat menyebabkan vasodilatasi koroner dan
menurunkan tekanan darah. Ada 2 golongan besar pada antagonis
kalsium :

9
Golongan dihidropiridin : efeknya sebagai vasodilatasi lebih kuat dan
dapat mengurangi gejala bagi pasien yang sudah mendapatkan terapi
nitrat dan beta blocker. (Contoh: nifedipin)
Golongan nondihidropiridin : golongan ini dapat memperbaiki
survival dan mengurangi infark pada pasien dengan sindrom koroner
akut dan fraksi ejeksi normal. Rekomendasi pada pasien NSTEMI
dengan kontraindikasi terhadap beta blocker. (Contoh : verapamil dan
diltiazem).

Tabel 2. Rekomendasi pengobatan anti iskemik pada fase akut


NSTEMI9

10
2. Obat anti-agregasi trombosit.
Obat antiplatelet merupakan salah satu dasar dalam pengobatan angina tidak
stabil maupun infark tanpa elevasi ST segmen. Tiga gologan obat anti platelet
yang terbukti bermanfaat seperti aspirin, tienopiridin dan inhibitor GP IIb/IIIa.
Aspirin : semua pasien tanpa kontra indikasi dengan dosis loading 150-300
mg dan dosis pemeliharaan 75-100 mg setiap harinya untuk jangka
panjang.
Tiklopidin merupakan suatu derivat tienopiridin yang merupakan obat
kedua dalam pengobatan angina tidak stabil bila pasien tidak tahan aspirin.
Dalam pemberian tiklopidin harus diperhatikan efek samping
granulositopenia.
Klopidogrel merupakan derivat tienopiridin yang dapat menghambat
agregasi platelet. Efek samping lebih kecil dari tiklopidin . Klopidogrel
terbukti juga dapat mengurangi strok, infark dan kematian kardiovaskular.
Dosis klopidogrel dimulai 300 mg/hari dan selanjutnya75 mg/hari.
Inhibitor glikoprotein IIb/IIIa merupakan Ikatan fibrinogen dengan
reseptor GP IIb/IIIa pada platelet ialah ikatan terakhir pada proses agregasi
platelet. Karena inhibitor GP IIb/IIIa menduduki reseptor tadi maka ikatan
platelet dengan fibrinogen dapat dihalangi dan agregasi platelet tidak
terjadi.

11
Tabel 3. Rekomendasi pengobatan penghambat platelet untuk NSTEMI9

12
3. Obat anti-trombin
Unfractionated Heparin :Heparin ialah suatu glikosaminoglikan yang
terdiri dari pelbagi rantai polisakarida yang berbeda panjangnya dengan
aktivitas antikoagulan yang berbeda-beda. Antitrombin III, bila terikat
dengan heparin akan bekerja menghambat thrombin dan faktor Xa.
Heparin juga mengikat protein plasma, sel darah, sel endotel yang
mempengaruhi bioavaibilitas. Pada penggunaan obat ini juga diperlukan
pemeriksaan trombosit untuk mendeteksi adanya kemungkinan heparin
induced thrombocytopenia (HIT).
Low Molecular Weight Heparin (LMWH) :LMWH dibuat dengan
melakukan depolimerisasi rantai polisakarida heparin. Dibandingkan
dengan unfractionated heparin, LMWH mempuyai ikatan terhadap protein
plasma kurang, bioavaibilitas lebih besar. LMWH yang ada di Indonesia
ialah dalteparin, nadroparin, enoksaparin dan fondaparinux. Keuntungan
pemberian LMWH karena cara pemberian mudah yaitu dapat disuntikkan
secara subkutan dan tidak membutuhkan pemeriksaan laboratorium.
Direct Thrombin Inhibitors :Direct Thrombin Inhibitors secara teoritis
mempunyai kelebihan karena bekerja langsung mencegah pembentukan
bekuan darah, tanpa dihambat oleh plasma protein maupun platelet factor
4. Hirudin dapat menurunkan angka kematian dan infark miokard, tetapi
komplikasi perdarahan bertambah. Bivalirudin telah disetujui untuk
menggantikan heparin pada pasien angina tak stabil yang menjalani PCI.
Hirudin maupun bivalirudin dapat menggantikan heparin bila ada efek
samping trombositopenia akibat heparin (HIT).

13
Tabel 4. Rekomendasi antikoagulasi pada NSTEMI9

14
4. Revaskularisasi
- Waktu yang dibutuhkan pada angiography dapat diklasifikasi menjadi
4 kategori berdasarkan risiko dari individunya yaitu
1. Immediate invasive surgery (<2 jam): STEMI
2. Early invasive surgery (<24 jam): pada pasien yang respon
terhadap pengobatan inisial tapi risiko yang meningkat.
3. Invasive surgery (<72 jam): rekomendasi untuk menunda
angiography tanpa rekuren gejala.
4. Selective invasive strategy : pasien dengan tidk rekuren dari nyeri
dadanya, tidak ada gejala gagal jantung, tidak ada abnormalitas
dari EKG da tidak meningkatnya enzim jantung.9

15
2.8 Stratifikasi Risiko4,5,10
Beberapa stratifikasi risiko yang digunakan adalah TIMI (Thrombolysis In
Myocardial Infarction) (Tabel 4), dan GRACE (Global Registry of Acute
Coronary Events) (Tabel 6), sedangkan CRUSADE (Can Rapid risk stratification
of Unstable angina patients Suppress Adverse outcomes with Early
implementation of the ACC/AHA guidelines).
1. TIMI
Tabel 5 Skor TIMI untuk UAP dan NSTEMI
Parameter

Usia > 65 tahun 1

Lebih dari 3 faktor risiko (hipertensi, DM, merokok, riwayat 1


dalam keluarga, dislipidemia)
Angiogram koroner sebelumnya menunjukkan stenosis > 1
50%
Penggunaan aspirin dalam 7 hari terakhir 1

16
Setidaknya 2 episode nyeri saat istirahat dalam 24 jam 1
terakhir
Deviasi ST > 1 mm saat tiba 1

Peningkatan marka jantung (CK,Troponin) 1

Tabel 6 Stratifikasi risiko berdasarkan skor TIMI


Skor TIMI Risiko Risiko kejadian kedua

0-2 Rendah <8,3%

3-4 Menengah <19,9%

5-7 Tinggi 41%

2. GRACE

Klasifikasi GRACE mencantumkan beberapa variabel yaitu usia, kelas


Killip, tekanan darah sistolik, deviasi segmen ST, cardiac arrest saat tiba di ruang
gawat darurat, kreatinin serum, marka jantung yang positif dan frekuensi denyut
jantung. Klasifikasi ini ditujukan untuk memprediksi mortalitas saat perawatan di
rumah sakit dan dalam 6 bulan setelah keluar dari rumah sakit. Untuk prediksi
kematian di rumah sakit, pasien dengan skor risiko GRACE 108 dianggap
mempunyai risiko rendah (risiko kematian <1%). Sementara itu, pasien dengan
skor risiko GRACE 109-140 dan >140 berturutan mempunyai risiko kematian
menengah (1-3%) dan tinggi (>3%). Untuk prediksi kematian dalam 6 bulan
setelah keluar dari rumah sakit, pasien dengan skor risiko GRACE 88 dianggap
mempunyai risiko rendah (risiko kematian <3%). Sementara itu, pasien dengan
skor risiko GRACE 89-118 dan >118 berturutan mempunyai risiko kematian
menengah (3-8%) dan tinggi (>8%).

3. CRUSADE
Variabel-variabel yang dapat memperkirakan tingkat risiko perdarahan mayor
selama perawatan dirangkum dalam CRUSADE bleeding risk score, antara lain
kadar hematokrit, klirens kreatinin, laju denyut jantung, jenis kelamin, tanda gagal

17
jantung, penyakit vaskular sebelumnya, adanya diabetes, dan tekanan darah
sistolik. Dalam skor CRUSADE, usia tidak diikutsertakan sebagai prediktor,
namun tetap berpengaruh melalui perhitungan klirens kreatinin. Skor CRUSADE
yang tinggi dikaitkan dengan kemungkinan perdarahan yang lebih tinggi.

Selain stratifikasi risiko yang telah disebutkan di atas, untuk tujuan


revaskularisasi dan strategi invasif, pasien dibagi dalam beberapa kelompok
risiko, yaitu risiko sangat tinggi dan risiko tinggi. Penentuan faktor risiko ini
berperan dalam penentuan perlu-tidaknya dilakukan angiografi dan waktu dari
tindakan tersebut. Kelompok risiko yang tinggi yaitu (1) primer yaitu kenaikan
atau penurunan troponin, perubahan gelombang T atau segmen ST yang dinamis;
dan (2) sekunder yaitu diabetes mellitus, insufiensi ginjal, penurunan fungsi
ventrikel kiri, pasca infark baru, dll . Sedangkan faktor risiko yang sangat tinggi
yaitu angina refrakter, gagal jantung akut. Aritmia ventrikel yanga mengancam
nyawa, dan keadaan hemodinamik tidak stabil.

18
BAB III

ILUSTRASI KASUS

IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. S
Usia : 37 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Pekanbaru
Tanggal MRS : 3 Juli 2017
Tanggal pemeriksaan : 4 Juli 2017

Anamnesis
Auto dan alloanamnesis

Keluhan Utama
Nyeri dada kiri 1 hari SMRS

Riwayat Penyakit Sekarang


- 3 minggu SMRS, pasien mengeluhkan nyeri dada sebelah kiri. Nyeri
dirasakan seperti tertusuk-tusuk, nyer tidak menjalar, nyeri dirasakan
mendadak dan hilang timbul, nyerti dipengaruhi oleh aktifitas, nyeri
berkurang saat pasien beristirahat, nyeri dirasakan kurang lebih 8 menit.
Pasien juga mengeluhkan sesak napas, sesak dirasakan terus menerus dan
menganggu aktivitas, sesak berkurang saat pasien beristirahat.
- Demam (+) naik turun, mual (-), muntah (-), bengkak dan kebas pada
ekstremitas (-). Berat badan dan nafsu makan baik, BAK dan BAB tidak
ada keluhan. Lalu pasien dibawa ke RSUD dan dirawat dengan diagnosis
penyempitan di jantung.
- 1 hari SMRS, pasien datang untuk kontrol ulang dan pasien mengalami
sesak napas yang memberat.

19
Riwayat Penyakit Dahulu
- Pasien belum pernah merasakan keluhan yang sama
- Riwayat Hipertensi (+)
- Riwayat penyakit diabetes mellitus (+)
- Riwayat penyakit jantung (-)

Riwayat Penyakit Keluarga


- Riwayat penyakit hipertensi (-)
- Riwayat penyakit diabetes (-)
- Riwayat penyakit jantung (-)

Riwayat kebiasaan
- Pasien seorang Ibu rumah tangga
- Pasien memiliki kebiasaan merokok tidak ada
- Kebiasaan minum alkohol (-)

Pemeriksaan umum (IGD RSUD AA/ 3 Juli 2017)


- Keadaan umum : Tampak sakit sedang
- Kesadaran : Composmentis
- Kaadaan gizi : Baik
- Vital sign
Tekan darah : 120/70 mmHg
Nadi : 88 kali/menit
Pernapasan : 20 kali/menit
Suhu : 36,70C

Pemeriksaan fisik
Kepala dan Leher
- Konjungtiva anemis (-/-)
- Sklera ikterik (-/-)
- JVP tidak meningkat (5+1 cm H2O)
- Pembesaran KGB di leher (-)

20
Thorak
Paru-paru
Inspeksi : statis : simetris kiri dan kanan, retraksi iga (-), deformitas (-)
Dinamis : pergerakan dinding dada simetris kiri dan kanan, tidak
pergerakan dinding dada yang tertinggal
Palpasi : Vokal fremitus kanan sama dengan kiri
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : Vesikuler (+/+), wheezing (-/-), rhonki (-/-)

Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba di linea axilaris anterior
Perkusi : Batas jantung kanan linea sternalis dextra
Batas jantung kiri axilaris anterior sinistra
Auskultasi : Bunyi jantung 1 (S1) dan 2 (S2) normal, mumur (-), gallop (-)

Abdomen
Inspeksi : Tampak datar, venektasi (-), scar (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal 10 x/menit
Palpasi : Supel, nyeri tekan epigastrium (-), hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : Timpani seluruh lapangan abdomen

Ekstremitas
- Akral hangat
- CRT < 2 detik
- Edema (-/-)
- Tampak sianosis pada kuku (-)
- Deformitas (-)

21
EKG (3 Juli 2017)

Interpretasi :
Irama : sinus
Frekuensi jantung : 75x/menit
Gelombang P : P (normal)
Interval PR : normal (4 kk=0,12 mm)
Q : normal
Kompleks QRS : normal (0,08 mm)
Aksis : normoaxis
Segmen ST : ST depresi lead I, aVL, V2-V6
T : inverted pada lead 1, aVL, V2-V6
Kesan : iskemik

Resume
Anam : nyeri dada, sesak napas, demam
Pf : kardiomegali
Pp : EKG : ST depresi di V2-V6 dan T inverted di lead I, V1-V6

22
Diagnosis
Infark miokard akut inferior tanpa ST-elevasi

Perencanaan pemeriksaan
Darah rutin
Enzim jantung
Kimia darah
Imunoserologi

Hasil pemeriksaan penunjang


Pemeriksaan darah rutin (14 Juli 2017)
- WBC : 5,66 x 103 /uL
- HGB : 10,8 g/dl
- HCT : 32,1 %
- PLT : 499 x 103 /uL

Kimia darah (14 Juli 2017 )


- Kolesterol : 108 mg/dL
- LDL : 65,2 mg/dL
- HDL : 27 mg/dL
- GLU : 116 mg/dL
- SGOT : 26 U/L
- SGPT : 10 U/L
- Ureum : 43 mg/dL
- Creatinin : 1,68 mg/Dl

Imunoserologi (14 Juli 2017)


- Troponin I : 0,03 ug/l
-

Penatalaksanaan
Oksigen 4L/menit
IVFD RL 20 tpm

23
ISDN 3 x 10mg
Clopidogrel 1 x 75 mg
Aspilet 1 x 80 mg
Inj ranitidin 2 x 1 ampul
Inj lovenox 2x 0,6
Simvastatin 1x 20 mg
Alprazolam 1x 0,25

24
BAB IV
PEMBAHASAN

Pasien mengeluhkan nyeri dada sebelah kiri. Nyeri dirasakan seperti


tertusuk-tusuk, nyeri dirasakan mendadak dan hilang timbul, nyerti dipengaruhi
oleh aktifitas, nyeri berkurang saat pasien beristirahat, nyeri dirasakan kurang
lebih 8 menit. Pasien juga mengeluhkan sesak napas, sesak dirasakan terus
menerus dan menganggu aktivitas, sesak berkurang saat pasien beristirahat. Pada
pemeriksaan fisik ditemukan kardiomegali. Berdasarkan literatur didapatkan pada
pemeriksaan fisik biasanya tidak ditemukan kelainan.7 Hal ini berbeda dari yang
didapatkan pada pasien dijumpai pembesaran pada jantung dikarenakan pasien
mempunyai riwayat hipertensi yang tidak terkontrol.
Pemeriksaan penunjang EKG didapatkan T inverted di lead I, V1-V6 dan
depresi segmen ST pada V2-V6 dan belum dilakukan pemeriksaan penunjang
enzim jantung. Dari anamnesis dan pemeriksaan EKG mendiagnosis pasien ini
Unstable angina pectoris (UAP) dengan diagnosis banding NSTEMI dikarenakan
enzim jantung belum dilakukan.
Menurut pedoman American College of Cardiology (ACC) dan American
Heart Association (AHA) perbedaan angina tak stabil dan infark tanpa elevasi
segmen ST (NSTEMI) diagnosis angina tak stabil bila pasien mempunyai keluhan
iskemia sedangkan tak ada kenaikan troponin maupun CK-MB, dengan ataupun
tanpa perubahan EKG untuk iskemia, seperti adanya depresi segmen ST ataupun
elevasi yang sebentar atau adanya gelombang T yang negative. Karena kenaikan
enzim biasanya dalam waktu 12 jam, maka pada tahap awal serangan, angina tak
stabil seringkali tidak bisa dibedakan dari NSTEMI.5
Pemeriksaan enzim jantung dilakukan satu hari setelah pasien dirawat
didapatkan Troponin I sebesar 0,03 ug/l. Dari hasil tersebut enzim jantung sedikit
meningkat dari nilai normalnya, ini menandakan bahwa sudah terjadi sedikit
kerusakan pada otot jantung. Sebelum dilakukannya pemeriksaan enzim jantung
diagnosis pasien yaitu UAP, tetapi hasil yang didapatkan mengarah kepada
NSTEMI. Hal tersbut sesuai dengan literatur bahwa pemeriksaan troponin T atau I
dan pemeriksaan CK-MB telah diterima sebagai petanda paling penting dalam

25
diagnosis SKA. Troponin T atau I merupakan penanda nekrosis miokard yang
lebih spesifik dibandingkan CK atau CK-MB. Pasien dengan infark miokard akut,
terjadi peningkatan troponin pada daerah perifer 3-4 jam dan menetap sampai 2
minggu. Penggunaan troponin I/T untuk diagnosis NSTEMI harus digabungkan
dengan kriteria lain yaitu keluhan angina dan perubahan EKG. Diagnosis
NSTEMI ditegakkan jika marka jantung meningkat sedikit melampaui nilai
normal atas.2,8
Untuk UAP dapat dilakukan dengan monitoring EKG setiap harinya dan
upaya untuk mengurangi gejala. Terapi farmakologis dapat diberikan Anti iskemia
(Beta blocker, Nitrat, CCB), Antiplatelet, Antikoagulan atau trombolitik, Statin
dan terapi invasif (kateterisasi dini/ revaskularisasi). Apabila pasien mengeluhkan
sesak, dapat diberikan oksigen 3-4L/menit via nasal kanul.

KESIMPULAN
Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang dapat
disimpulkan pasien ini mengalami akut miokard infark tanpa ST elevasi.

26
DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization. Deaths from coronary heart disease. Available


from:http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs317/en/.

2. Mozaffarian D, Benjamin EJ, Go AS, Arnett DK, Blaha MJ, Cushman M, et


al. Executive Summary: Heart Disease and Stroke Statistics--2016 Update: A
Report From the American Heart Association. Circulation: 2016;133:447-54.

3. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Situasi kesehatan jantung.


Jakarta: Pusat data dan informasi Kesehatan Kementeri-an Republik
Indonesia, 2013.

4. Perhimpunan dokter spesialis kardiovaskuler Idonesia 2015. Pedoman


tatalaksana Sindrom koroner akut edisi ketiga.

5. ACC/AHA 2007 guidelines for the management of patients with unstable


angina/non ST-elevation myocardial infarction. A report of the American
College of Cardiology/ American Heart Association Task Force on Practive
Guidelines. J Am Coll Cardiol. 2007

6. Tumade B, Jim EL, Joseph V. Prevalensi sindrom koroner akut di RSUP


Prof. Dr. R. D. Kandou Manado periode 1 Januari 2014 31 Desember 2014.
Jurnal e-clinic. Manad0; 2016: 4(1).

7. Steg G, James SK, Atar D, Badano LP, Lundgvist F, Ducrocq G, et al. ESC
guidelines for the management of acute myocardial infarction in patients
presenting with ST-segment elevation. Eur Heart Jour; 2012:3(3).

8. Rahman AM. Angina Pektoris tidak Stabil. Dalam : Sudoyo AW, Setiuohadi
B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. (Editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jilid III. Edisi IV. Penerbit FK UI,2006. Jakarta: p.1611.

9. Roffi M, Patrono C, Collet JP, Mueller C, Valgimigli M, Andreotti F, et al.


ESC Guidelines for the management of acute coronary syndromes in patients
presenting without persistent ST-segment elevation, 2015.

10. ACCF/AHA Pocket Guideline. Management of patients with unstable angina/


non-ST elevasi myocardial infarction. Adapted from the 2007 ACCF/AHA
and the update 2011 ACCF/AHA Focused Update. 2013.

27

Anda mungkin juga menyukai