Oleh Julia
Universitas Pendidikan Indonesia
Abstrak
1
A. PENGANTAR
Dalam dunia pendidikan, metode telah menjadi sesuatu hal yang mutlak
bahan atau materi ajar, tentu perlu pula mengetahui bagaimana cara materi
terjadi apabila pendidik kurang menguasai bahan, dan yang paling parah
lagi adalah pendidik tidak tahu bagaimana cara menyampaikan materi ajar
dengan baik dan tepat. Sehingga, tidak memungkinkan peserta didik dapat
dan dikuasai dalam waktu yang relatif singkat. Seperti yang dikemukakan
2
dengan adanya metode pengajaran, diharapkan kegiatan belajar mengajar
dengan baik.
peserta didik tidak dapat belajar dengan baik. Karena, peserta didik tidak
atau sarana, metode atau proses yang baru dan lebih baik. Di sinilah perlu
adanya investasi ulang metode untuk metode yang lebih baik, tidak ada
batas yang jelas mengenai seberapa jauh dan seberapa tinggi batas itu.
tidak hanya terjadi pada pendidikan ilmu-ilmu alam atau pendidikan ilmu-
ilmu sosial, akan tetapi juga terjadi pada pendidikan seni, terutama seni
tradisi. Sebagai seni yang merupakan akar dan khazanah dari budaya
3
bangsa, seni tradisi telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam
metode yang telah ada yaitu metode oral tradisi (ngabeo), masih dianggap
metode yang paling ampuh dalam hal pengajaran. Namun hal tersebut
tidak terjadi pada semua cabang seni tradisi, terutama seni tradisi yang telah
penyajian kawih dan tembang Sunda dilakukan dengan metode oral tradisi
metode oral tradisi menjadi warisan dari generasi ke generasi. Tentu saja,
metode itu pun dapat diakui berhasil dalam proses pengajaran di luar dunia
sangat sulit untuk dinotasikan. Akan tetapi, lain hal dengan dunia
4
peserta didik dapat belajar sendiri di luar proses pengajaran meskipun
karya-karya dari barat yang dibuat pada zaman renaissance, zaman barok,
diminati oleh banyak orang. Hal tersebut, merupakan salah satu hal yang
puspa ragam teknik yang cukup sulit dikuasai, sehingga dapat bersaing
5
mengglobal ini, sebagai salah satu upaya pelestarian diperlukan adanya
metode lain agar waditra kacapi dapat dipelajari oleh semua kalangan.
Ketiga, metode oral tradisi juga dapat dinilai kurang efektif dan
efisien. Artinya memerlukan waktu yang cukup lama untuk sampai kepada
instrumen secara cepat dan praktis. Dalam permainan kacapi, tentu saja
tinggi, akan tetapi dalam proses pembelajaran bukan berarti harus langsung
menuju tingkatan tersebut, namun proses awalnya yang sangat perlu untuk
diperhatikan agar peserta didik dapat belajar secara cepat sehingga akhirnya
diharapkan waditra kacapi dapat lebih dikenal oleh banyak orang, tidak
6
karena itu, untuk menambah referensi tersebut maka diperlukan adanya
C. PROSES PEMBELAJARAN
ini pengetahuan dapat lebih cepat dikonstruksi oleh penerima yang aktif,
7
di satu sisi, individu yang sedang tumbuh, dan di sisi lain, nilai sosial,
karena itu, pendidik memiliki peran yang cukup kompleks dalam proses
2000:23).
dan menguasai materi ajar. Seperti yang dikemukakan oleh Colin Rose &
(Rose & Nicholl, 2006:35). Dalam hal ini, pembelajaran dilakukan dengan
didik, yaitu belajar dengan cara yang paling alamiah. Karena, belajar
dengan cara yang alamiah menjadi lebih mudah, dan yang lebih mudah
8
D. TAHAPAN PEMBELAJARAN
1. Fase eksplorasi.
lain lebih lanjut (Dimyanti & Mudjiono, 2006: 14). Dalam hal ini, peserta
Piaget1, yaitu:
1
Lihat Dimyanti & Mudjiono. Belajar dan Pembelajaran (2006:14).
9
4. Menilai pelaksanaan tiap kegiatan, memperhatikan keberhasilan, dan
melakukan revisi.
(Ellliot, 1995:28). Oleh karena itu, pengalaman estetik merupakan suatu hal
yang mutlak didapatkan oleh para peserta didik sebagai bagian dari
sama dengan kumpulan objek atau kerja seni. Ikhwal rhythm, melodi,
E. PRINSIP REAKSI
Dalam hal ini, prinsip reaksi diartikan sebagai pola kegiatan yang
Oleh karena itu, pola kegiatan tersebut dapat ditinjau dari beberapa aspek,
seperti yang dikemukakan oleh Dimyanti & Mudjiono, yakni dilihat dari
10
pengulangan, tantangan, balikan dan penguatan, serta perbedaan
individual (2006:42).
pembelajaran akan berjalan secara semu. Artinya, materi ajar tidak akan
sangat dipengaruhi oleh perhatian peserta didik. Jika tidak ada perhatian,
akan sulit.
kepada kebutuhan, suka dan tidak suka, faktor pengajar, dan faktor
dalam dua motif, yaitu motif intrinsik dan motif ekstrinsik (2006:43).
11
Motif intrinsik adalah tenaga pendorong yang sesuai dengan perbuatan
(Sagala, 2006:153).
2. Keaktifan
keaktifan praktek terletak pada aspek fisik, namun secara psikis juga sangat
12
diperlukan. Seperti memecahkan masalah dalam menyatukan tangan
kanan dan tangan kiri dalam bermain kacapi. Jika peserta didik kurang
3. Keterlibatan Langsung
peserta didik mendapatkan pengalaman estetik, dan justru hal inilah yang
paling penting dan mendasar dalam pendidikan musik. Jadi, peserta didik
ikut terlibat.
4. Pengulangan
13
dipelajari bertambah sempurna. Namun, hal tersebut disesuaikan dengan
waktu pembelajaran yang telah direncanakan, dan yang lebih tepat untuk
pembelajaran formal.
5. Tantangan
terhadap psikologi peserta didik. Artinya, jika materi yang diberikan tidak
Begitupun sebaliknya, jika materi yang diberikan terlalu mudah dan statis,
artinya yang diberikan hanya itu-itu saja, maka peserta didik akan merasa
bosan.
Dalam hal ini, balikan dan penguatan dapat menjadi dorongan bagi
14
bagus. Maka, nilai bagus tersebut dapat menjadi penguatan yang positif.
Sebaliknya, jika mendapatkan hasil ujian yang tidak bagus, maka dapat
menjadi penguatan yang negatif. Oleh karena itu, seperti yang dikatakan
7. Perbedaan Individual
bagi peserta didik yang pandai. Sedangkan untuk anak-anak yang kurang
demikian, mereka dapat terus terdorong untuk lebih berpikir optimis, dan
15
memiliki efektifitas dan efisiensi waktu dalam proses pembelajarannya,
berikut:
di bawah ini.
berjumlah 11 (sebelas) garis, terdiri dari dua bagian yaitu garis dan spasi.
Garis dan spasi tersebut dibagi menjadi empat kelompok, dengan jumlah
tiga kelompok masing-masing memiliki tiga garis dan dua spasi, satu
kelompok memiliki dua garis dan satu spasi. Di antara kelompok yang satu
dengan yang lainnya terdapat satu spasi yang difungsikan sebagai spasi
berjumlah 18 (delapan belas). Hal ini sesuai dengan jumlah kawat kacapi
16
pengelompokan garis dan spasi tersebut telah diselaraskan dengan sistem
3 (na), 4 (ti) dan 5 (la), dengan dimulai dari bawah, kecuali kelompok
keempat hanya sampai nada 3 (na). Secara keseluruhan nada dimulai dari
yang paling tinggi (high) sampai yang paling rendah (low), hal ini sesuai
dengan urutan nada pada kacapi tembang Sunda. Seperti telah disebutkan
di atas, kelompok paling bawah disebut dengan rakitan petit (oktaf tinggi),
rakitan goong (oktaf paling rendah)2. Agar lebih jelas cara penerapan
tidak menggunakan istilah Kanan (Ka) dan Kiri (Ki), tapi dengan
2
Istilah rakitan petit, rakitan galindeng, rakitan gentem, dan rakitan goong diambil dari buku
belajar nembang karangan Rd. Ace Hasan Sueb tahun 1997.
17
merah. Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah dalam teknik membaca
notasi.
Apabila dalam partitur hanya ada not yang berwarna hitam, maka
partitur tersebut hanya dimainkan oleh tangan kanan, dan apabila dalam
dimainkan oleh dua tangan. Untuk lebih jelasnya perhatikan notasi berikut
ini.
Contoh 1:
Contoh 2:
kaidah-kaidah notasi balok, baik bentuk dan durasi not maupun bentuk dan
18
durasi tanda istirahat. Hal ini bertujuan agar notasi dapat dikenal dan
perbedaan yang cukup signifikan antara sistem notasi kacapi ini dengan
sistem notasi kacapi yang telah ada, antara lain terletak pada: (1)
angka dari 1 (da) sampai 5 (la) berikut harga nadanya, sedangkan sistem
dengan simbol-simbol not balok. Hal ini dimaksudkan dan diharapkan agar
secara horizontal dan vertikal. Dari segi visual, hal ini dapat membantu
19
notasi ini, Anda dapat mengetahui mana kawat yang dimainkan dan mana
garis not untuk kacapi tembang Sunda berjumlah 18 garis sesuai dengan
jumlah kawat kacapi, namun pada sistem notasi ini berubah menjadi 11
Tabuhan Bubuka
Laras Pelog
20
G. KESIMPULAN
itu, sebagai langkah awal, sistem notasi yang ditawarkan alangkah bijaknya
dianjurkan, atau lebih baik jika dikembangkan sesuai dengan situasi dan
kondisi sekolah dan peserta didik. Namun yang jelas, metode pembelajaran
menggunakan metode oral tradisi (oraliti). Dan dapat dilihat dengan jelas
21
BIBLIOGRAFI
Bakir, Suyoto & Sigit Suryanto. (2006). Kamus Lengkap Bahasa Indonesia.
Batam: Karisma Publishing Group.
DePorter, Bobbi & Mike Hernacki. (2005). Quantum Learning. Bandung:
Kaifa.
Dimyanti dan Mudjiono. (2006). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT
Rineka Cipta.
Elliot, David J. (1995). Music Matters. New York: Oxford University Press.
Herdini, Heri. (2003). Metode Pembelajaran Kacapi Indung Dalam
Tembang Sunda Cianjuran. Bandung: STSI Press.
Makmun, Abin Syamsuddin. (2000). Psikologi Kependidikan. Bandung:
Rosdakarya.
Palmer, Joy. A. (2006). Fifty Modern Thinkers On Education. Yogyakarta:
IRCiSoD.
Rose, C and Malcolm J. Nicholl. (2006). Accelerated Learning. Bandung:
Nuansa.
Sagala, Syaiful. (2006). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: CV
Alfabeta.
Wenger, Win. (2004). Beyond Teaching and Learning. Bandung: Nuansa.
22