Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

FILSAFAT ILMU

PENERAPAN TANGGUNG JAWAB MORAL KEILMUWAN

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN, PERIKANAN, DAN BIOLOGI

UNIVERSITAS BANGKA BELITUNG

2017
PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Filsafat adalah pengetahuan tentang kebijaksanaan, prinsip-prinsip mencari


kebenaran, atau berfikir rasional dan logis, mendalam dan bebas untuk memperoleh
kebenaran. Kata ini berasal dari Yunani, Philos yang berarti cinta dan Sophia yang
berarti kebijaksanaan.Ilmu adalah bagian dari pengetahuan. demikian pula seni dan
agama. Jadi dalam pengetahuan tercakup didalamnya ilmu, seni dan agama. filsafat
sebagaimana pengertiannya semula dikelompokkan kedalam bagian pengetahuan
tersebut. Sebab pada pemulanya filsafat identik dengan pengetahuan baik identik
dengan teoritik ataupun praktik. Akan tetapi lama kelamaan ilmu-ilmu khusus
menemukan khasnya sendiri-sendiri kemudian memisahkan diri dari
filsafat.Filasafat ilmu adalah segenap pemikiran reflektif terhadap persoalan
mengenai segala hal yang menyangkut landasan ilmu maupun hubungan ilmu
dengan segala segi dari kehidupan manusia.

Cabang filsafat yang membicarakan tentang sumber pengetahuan dan


bagaimana cara memperoleh pengetahuan itu, adalah teori pengetahuan. Cabang ini
membicarakan tentang epistimologi. Epistimologi membicarakan antaralain hakekat
pengetahuan, yaitu apa sesungguhnya yang dimaksud dengan pengetahan
itu?Pengetahuan berkembang dari rasa ingin tahu, yang merupakan ciri khas manusia
karena manusia adalah satu-satunya mahluk yang mengembangkan pengetahuan
secara sungguh-sungguh. Masalah etika itu sendiri merupakan cabang filsafat yang
mencari hakikat nilai-nilai baik dan jahat yang berkaitan dengan perbuatan dan
tindakan seseorang yang dilakukandengan penuh kesadaran berdasarkan
pertimbangan pemikirannya. Persoalan etika itu pulamerupakan persoalan yang
berhubungan dengan eksistensi manusia dalam segala aspeknya baik individu
maupun masyarakat, baik hubungannya dengan Tuhan maupun dengan sesame
manusia dan dirinya (Musa, 2001).

Oleh karena, etika merupakan salah satu cabang dari kajian filsafat,
maka sangatlah perlu untuk mengupas tuntas tentang permasalahan etika yang
bersandarkan pada ruanglingkup filsafat. Sehingga dapat diketahuilah tentang
pandangan para pemikir atau para ahli filsafat tentang etika. Tujuan etika dalam hal
ini adalah untuk mendapatkan sesuatu yang ideal bagi semua manusia ditempat
manapun dalam waktu apapupun juga mengenail penilaian baik atau buruk. Namun
ukuran baik dan buruk sangat relatif sebab sangat tergantung pada keadaan suatu
daerah dan suasana suatu masa. Etika menentukan ukuran atas perbuatan manusia.
Oleh karena itu, dalam mengusahakan tujuan etika, manusia pada umumnya
menjadikan norma yang ideal untuk mencapai tujuaan tersebut.

RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka latar belakang makalah ini
sebagai berikut:

1. Apakah komponen-komponen pembangunan ilmu pengetahuan?


2. Bagaimana sumber-sumber ilmu?
3. Bagaimana penerapan etika keilmuan, sikap ilmuwan, serta kesadaran moral?

TUJUAN MAKALAH

Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah:

1. Untuk mengetahui dan memahami struktur filsafat serta relasinya dengan


etika.

2. Untuk mendeskripsikan dan mengetahui etika sebagai cabang ilmu filsafat

3. Untuk mengetahui perbedaan etika, norma dan sikap yang tepat sebagai
mahasiswa/ilmuwan dalam etika ilmu pengetahuan.
PEMBAHASAN

Komponen Pembangunan Ilmu

Ilmu adalah pengetahuan,tetapi tidak semua pengetahuan adalah


ilmu.Pengetahuan adalah pembentukan pemikiran asosiatif yang menghubungkan
antara pemikiran dan kenyataan atau dengan pikiran lain berdasarkan pengalaman
pengalaman yang berulang-ulang tanpa pemahaman tentang kausalitas sebab akibat
yang hakiki dan universal (apa?)Ilmu adalah akumulasi pengetahuan yang
menjelaskan kausalitas dari suatu obyek menurut metode tertentu yang merupakan
satu kesatuan yang sistematis (mengapa).
Komponen Ilmu yang hakiki adalah fakta dan teori, disamping fenomena dan
konsep.Fenomena : (gajala atau kejadian) yang ditangkap oleh indra manusia, untuk
menjadi masalah diabstakasikan dengan konsep.Konsep adalah simbul yang
mengandung pengertian singkat dari fenomena, konsep yang semakin mendasar akan
sampai pada variabel. Variabel adalah suatu sifat atau jumlah yang mempunyai nilai
katagorial (segala sesuatu yang berfareasi)-untuk sampai pada hubungan. Hubungan
yang yang ditunjang oleh data empirik disebut Fakta. Jalinan fakta disebut teori.

Sumber-Sumber Ilmu
1. Menurut paradigma filsafat barat

Semua orang mengakui memiliki pengetauan. Persoalannya dari mana


pengetahuan itu diperoleh atau lewat apa pengetahuan didapat? Dari situ timbul
pertanyan bagaimana caranya kita memperoleh pengetahuan atau darimana sumber
pengetahuan kita? Pengetahua yang ada pada kita diperoleh dengan menggunakan
berbagai alat yang menggunakan sumber pengetahuan tersebut. Dalam hal ini ada
beberapa pendapat tentang sumber pengetahuan antaralain:

a. Idealisme
Pertama, idealisme adalah suatu aliran yang mengajarkan bahwa hakikat fisik
hanya dapat dipahami dalam kaitannya dengan jiwa dan roh. Istilah idealisme
diambil dari kata idea yaitu sesuatu yang hadir dalam jiwa. Idealisme atau
nasionalisme menitik beratkan pada pentingnya peranan ide, kategori atau bentuk-
bentuk yang terdapat pada akal sebagai sumber ilmu pengetahuan. Plato ( 427-
347 SM), seorang bidan bagi lahirnya janin idealisme ini, menegaskan bahwa
hasil pengamatan inderawi tidak dapat memberikan pengetahuan yang kokoh
karena sifatnya yang selalu berubah-ubah (Amin Abdullah;1996). Sesuatu yang
berubah-ubah tidak dapat dipercayai kebenarannya. Karena itu suatu ilmu
pengetahuan agar dapat memberikan kebenaran yang kokoh, maka ia mesti
bersumber dari hasil pengamatan yang tepat dan tidak berubah-ubah. Hasil
pengamatan yang seperti ini hanya bisa datang dari suatu alam yang tetap dan
kekal. Alam inilah yang disebut oleh guru Aristoteles itu sebagai "alam ide",
suatu alam dimana manusia sebelum ia lahir telah mendapatkan ide bawaannya
(S.E Frost;1966). Dengan ide bawaan ini manusia dapat mengenal dan memahami
segala sesuatu sehingga lahirlah ilmu pengetahuan. Orang tinggal mengingat
kembali saja ide-ide bawaan itu jika ia ingin memahami segala sesuatu. Karena
itu, bagi Plato alam ide inilah alam realitas, sedangkan yang tampak dalam wujud
nyata alam inderawi bukanlah alam yang sesungguhnya.

b. Empirisme

Paham selanjutnya adalah empirisme atau realisme, yang lebih


memperhatikan arti penting pengamatan inderawi sebagai sumber sekaligus alat
pencapaian pengetahuan (Harold H. Titus dkk.;1984). Aristoteles (384-322 SM)
yang boleh dikata sebagai bapak empirisme ini, dengan tegas tidak mengakui ide-
ide bawaan yang dibawakan oleh gurunya, Plato. Bagi Aristoteles, hukum-hukum
dan pemahaman itu dicapai melalui proses panjang pengalaman empirik manusia.
(Amin Abdullah;1996). Dalam paradigma empirisme ini, sungguhpun indra
merupakan satu-satunya instrumen yang paling absah untuk menghubungkan
manusia dengan dunianya, bukan berarti bahwa rasio tidak memiliki arti penting.
Hanya saja, nilai rasio itu tetap diletakkan dalam kerangka empirisme (Harun
Hadiwiyoto;1995). Artinya keberadaan akal di sini hanyalah mengikuti
eksperimentasi karena ia tidak memiliki apapun untuk memperoleh kebenaran
kecuali dengan perantaraan indra, kenyataan tidak dapat dipersepsi (Ali Abdul
Adzim;1989). Berawal dari sinilah, John Locke berpendapat bahwa manusia pada
saat dilahirkan, akalnya masih merupakan tabula (kertas putih). Maksudnya ialah
bahwa manusia itu pada mulanya kosong dari pengetahuan, lantas pengalamannya
mengisi jiwa yang kosong itu, kemudian ia memiliki pengetahuan. Di dalam
kertas putih inilah kemudian dicatat hasil pengamatan Indrawinya (Louis O.
Katsof;1995). Empirisme adalah sebuah paham yang menganggap bahwa
pengetahuan manusia hanya didapatkan melalui pengamatan konkret, bukan
penalaran rasional yang abstrak, apalagi pengalaman kewahyuan dan institusi
yang sulit memperoleh pembenaran factual. David Hume, salah satu tokoh
empirisme mengatakanbahwa manusia tidak membawa pengetahuan bawaan
dalam hidupnya. Sumber pengetahuan adalah pengamatan. Pengamatan
memberikan dua hal, yaitu kesan-kesan (empressions) dan pengertian-pengertian
atau ide-ide (ideas). Yang dimaksud kean-kesan adalah pengamatan langsung
yang diterima dari pengalaman, seperti merasakan tangan terbakar. Yang
dimaksud dengan ide adalah gambaran tentang pengamatan yang samara-samar
yang dihasilka dengan merenungkan kembali atau terefleksikan dalam kesan-
kesan yang diterima dari pengalaman.(Amsal Baktiar; 2002) Berdasarkan teori
ini, akal hanya mengelola konsep indrawi, hal itu dilakukannya dengan menyusun
konsep tersebut atau membagi-baginya.(Muhammad baqir as-Shadar;1995). Jadi
dalam empirisme, sumber utamauntuk memperoleh pengetahuan adalah data
empiris yang diperoleh dari panca indra. Akal tidak berfungsi banyak, kalaupun
ada, itu pun sebatas ide yang kabur. Namun aliran ini mempunyai banyak
kelemahan, antara lain:
1. Indra terbatas, benda yang jauh kelihatan kecil, apakah ia benar-benar keci?
Ternyata tidak. Keterbatasan indralah yang menggambarkan seperti itu. Dari sini
akan terbentuk pengetahua yang salah.
2. Indra menipu, pada yang sakit malaria gula rasanya pahit, udara akan tersa
dingin. Ini akan menimbulkan pengetahuan empiris yang salah juga.
3. Objek yang menipu, contohnya fammorgana dan ilusi. Jadi obyek itu
sebenarnya tidak sebagaimana ia ditangkap oleh indra, ia membohongi indra.
4. Berasal dari indra dan objek sekaligus. Dalam hal ini indra mata tidak mampu
melihat seekor kerbau secara keseluruhan, dan kernau itu juga tidak dapt
memperlihatkan badanya secara keseluruhan. Kesimpulannya ialah empirisme
lemah karena keterbatasan indra manusia.
c. Rasionalisme

Paradigma selanjutnya adalah Rasionalisme, sebuah aliran yang menganggap


bahwa kebenaran dapat diperoleh melalui pertimbangan akal. Dalam beberapa
hal, akal bahkan dianggap dapat menemukan dan memaklumkan kebenaran
sekalipun belum didukung oleh fakta empiris. Faham rasionalisme dipandu oleh
tokoh seperti Rene Deskrates (1596-1650), Baruch Spinoza (1632-1677) dan
Gottfried Leibniz (1646-1716). Menurut kelompok ini, dalam setiap benda
sebenarnya terdapat ide ide terpendam dan proposisi - proposisi umum yang
disebut proposi keniscayaan yang dapat dibuktikan sebagai kebenaran yang dapat
dibuktikan sebagai kebenaran dalam kesempurnaan atau keberadaan verifikasi
empiris.
Aliran ini menyatakan bahwa akal adalah dasar kepastian pengetahuan.
Pengetahuan yang benar diperoleh dan diukur dengan akal. Manusia memperoleh
pengetahuan melalui kegiatan menangkap objek.
Menurut aliran ini kekeliruan pada aliran empirisme yang disebabkan kelemahan
alat indra dapt dikoreksi, seandainya akal digunakan. Rasionalisme tidak
mengingkari kegunaan indra dalammemperoleh pengetahuan. Pengalaman indra
diperlukan untuk merangsang akal dan memberikan bahan-bahan yang
menyebabkan akal dapat bekerja, etapi sampainya mausia kepada kebenaran
adalah semata-mata akal. Laporan indra menurut rasionalisme merupakan bahan
yang belu jelas, bahkan ini memungkinkan dipertimbangkan oleh akal dalam
pengalaman berfikir. Akal mengatur bahan tersebut sehingga dapatlah terbentuk
pengetahua yang benar. Jadi fungsi panca indra hanyalah untuk memperoleh data-
data dari alam nyata dan akalnya menghubungkan data-data itu satu dengan yang
lain.
Dalam penyusunan ini akal menggunakan konsep-konsep rasional atau ide-ide
universal. Konsep tersebut mempunyai wujud dalam alam nyata dan bersifat
universal. Yang dimaksud prinsip-prinsip universal adalah abstraksi dari benda-
benda konkret, seperti hukum kuasalitas atau gambaran umum tentang kursi.
Sebaliknya bagi empirisme hukum tersebut tidak diakui.(Harun nasution;1995)
Akal, selain bekerja karena ada bahan indra, juga akal dapat menghasilkan
pegetahuan yang tidak berdasarkan bahan indrawi sama sekali, jadi akal juga
dapat menghasilkan pengetahan tentang objek yang betul-betul abstrak.
Tetapi rasionalisme juga mempunyai kelemahan, seperti mengenai criteria untuk
mengetahui akan kebenaran dari suatu ide yang menurut seseorag dalah jelas dan
dapat dipercaya tetapi menurut orang lain tidak. Jadi masalah yang utama yang
dihadpi kaum rasionalisme adalah evaluasi dari kebenaran premis-premis
inisemuanya bersumber pada penalaran induktif, karena premis-premis ini
semuanya bersumber pada penalaran rasional yang bersifat abstrak. Terbebas dari
pengalaman maka evalusi yang semacam ini tidak dapat dilakukan.(Jujun S.
Suriasumantri;1998).
d. Positivisme

Adanya problem pada empirisme dan rasionalisme yang menghasilkan


metode ilmiah melahirkan aliran positivisme oleh August Comte dan Immanuel
Kant. August Comte berpendapat bahwa indera itu amat penting dalam
memperoleh ilmu pengetahuan, tetapi harus dipertajam dengan alat bantu dan
diperkuat dengan eksperimen.
Positivisme adalah aliran filsafat yang berpangkal dari fakta yang positif sesuatu
yang diluar fakta atau kenyataan dikesampingkan dalam pembicaraan filsafat dan
ilmu pengetahuan.(Drs. Drs. H. Ahmad Syadali, M.A; 2004 :133). Kekeliruan
indera dapat dikoreksi lewat eksperimen dan eksperimen itu sendiri memerlukan
ukuran-ukuran yang jelas seperti panas diukur dengan drajat panas, jauh diukur
dengan meteran, dan lain sebagainya. Kita tidak cukup mengatakan api panas atau
metahari panas, kita juga tidak cukup mengatakan panas sekali, panas, dan tidak
panas. kita memerlukan ukuran yang teliti. Dari sinilah kemajuan sains benar-
benar dimulai. Kebenaran diperoleh dengan akal dengan didukung bukti-bukti
empiris yang terukur. Dalam hal ini Kant juga menekankan pentingnya meneliti
lebih lanjut terhadap apa yang telah dihasilkan oleh indera dengan datanya dan
dilanjutkan oleh akal denga melakukan penelitian yang lebih mendalam. Ia
mencontohkan bagaimana kita dapat menyimpulkan kalau kuman tipus
menyebabkan demam tipus tanpa penelitian yang mendalam dan eksperimen.
Dari penelitian tersebut seseorang dapat mengambil kesimpulan bahwa ada
hubungan sebab akibat antara kuman tipus dan demam tipus. Pada dasarnya aliran
ini (yang diuraikan oleh August Comte dan Immanuel Kant) bukanlah suatu
aliran khas yang berdiri sendiri, tetapi ia hanya menyempurnakan emperisme dan
rasionalisme yang bekerjasama dengan memasukkan perlunya eksperimen dan
ukuran-ukuran.

Menurut Saintis Islam

Alam ini merupakan sumber pengetahuan yang terbuka luas bagi setiap
manusia. Alam yang memiliki hukum yang pasti dan konstan akan membentuk
pengetahuan manusia. Karena hukum alam itulah manusia secara bertahap dapat
mengendalikan alam dan mengadakan pengembangan melalui eksperimen dan
riset secara berulang. Berbagai persoalan yang berkaitan dengan struktur, kondisi
dan kualitas alam, secara bertahap dapat dikuasai dan diatasi manusia .
Hukum alam dan Al-Quran bersumber dari sumber yang sama, yakni Allah
SWT. Oleh karena itu, alam mempunyai kaitan erat dengan ayat-ayat Al-Quran.
Di antara kaitan tersebut, Al-Quran memberikan informasi tentang keadaan alam
pada masa yang akan datang, yang belum bisa diramalkan oleh ilmu pengetahuan.
Al-Quran juga memberikan informasi peristiwa masa lampau yang hanya
diketahui oleh kalangan yang sangat terbatas. Terkadang Al-Quran mempertegas
penemuan para ahli dan terkadang memberi isyarat untuk dilakukan penyelidikan
secara akurat, Al-Qur-an juga memberikan motivasi kepada para ilmuan untuk
melakukan kajian atau pembahasan suatu persoalan dan memerintahkan agar
mendiamkannya (tawakuf) serta menyerahkan segala urusanya kepada Allah
SWT. Ilmu pengetahuan yang diperoleh melalui kajian dan penelitian terhadap
alam ini pada akhirnya akan menunjukkan kebesaran akan menunjukkan
kebesaran Yang Maha Pencipta, yaitu Allah SWT, sebagaimana dinyatakan dalam
surat AliImran ayat 190 dan 191.
Di kalangan ilmuan muslim, banyak sekali penemuan ilmuan yang orisinal
(sebagai hasil eksperimen, observasi, atau penelitian) yang terus dikembangkan
dan menjadi milik dunia ilmu pengetahuan modern, termasuk yang kemudian
dikembangkan oleh para ilmuan barat. Para ilmuan muslim, terutama yang
muncul pada masa keemasan islam (abad ke 7-13) banyak memberi kontribusi
pada perkembangan sains modern, seperti bidang kimia, optika, matematika,
kedokteran, fisika, astronomi, geografi, sejarah dan ilmu-ilmu lainnya.
Muhammad Thalhah Hasan mengatakan, bahwa sumber ilmu pengetahuan itu
adalah Allah, yang berbeda adalah proses dan cara Allah memberikan dan
mengenalkan ilmu-ilmu tersebut kepada manusia dan mahluk-mahluk lainnya.
Ada diantara ilmu-ilmu tersebut diberikan melalui insting, ada diantaranya yang
diberikan melalui panca indera, ada lagi yang diperoleh melalui nalar (akal),
adalagi yang ditemukan melalui pengalaman dan penelitian empirik, dan ada yang
lain didapatkan melalui wahyu seperti yang didapatkan para Nabi/Rasul. Tetapi
sumber dari semua ilmu itu adalah Allah, dan dari teologi inilah kemudian
muncul istilah trasendentalisasi ilmu, yang artinya bahwa semua ilmu itu tidak
dapat dilepaskan dari kekuatan dan kekuasaan Tuhan dan keyakinan seperti ini
akan mempengaruhi konsep dan system pendidikan islam
Kalaau dibarat ilmu pengetahuan beranjak dari premis kesangsian, maka
dikalangan agama samawi, termasuk islam, ilmu-ilmu itu bersumber dari premis
keimanan, suatu keimanan yang memberikan keyakinan, bahwa kebenaran yang
absolute itu hanya ada pada wahyu, termasuk kebenaran ijtihadi dalam upaya
menafsirkan wahyu tersebut. Al-quran dan As-Sunah yang sahih mempunyai
tingkat kebenaran absolute, tetapi ilmu-ilmu ijtihadi seperti ilmu kalam atau ilmu
fiqih dan lain-lain, tingkat kebenarannya adalah relative. (Muhammada Talhah
Hasan,2006:39)Allahlah sumber segala ilmu pengetahuan, sedangkan ilmu yang
dikuasai manusia selama ini sangat terbatas dan sedikit sekali apa bila
dibandingkan dengan ilmu Allah. Tuhan telah memberikan ilmu-Nya kepada
manusia dan mahluk-mahluk lainnya seperti malaikat, dengan beberapa cara
seperti dengan ilham, instink, indra, nalar (reason), pengalaman dan lain
sebagainya. Atau dengan istilah lain, melalui penelitian dan survey, juga melalui
penelitian laboratories, dan ada juga yang melalui kontemplasi/perenungan yang
tajam dan melalui informasi wahyu yang diterima para Rasul Allah. Itu semua
merupakan cara-cara yang digunakan oleh Allah untuk memberi ilmu
pengetahuan, informasi, kemampuan nalar dan kecakapan kepada manusia, tetapi
sumbernya tetaplah Allah.
Prof. DR. Cecep Sumarna mengatakan, bahwa dikalangan filosof dan saintis
muslim berkembang sebuah pemikiran bahwa sumber ilmu pengetahuan adalah
wahyu. Bagi umat islam hal itu termanifestasi dalam bentuk Al-Qran dan As-
Sunah. Sumber Al-Quran ini bukan hanya mendampingi sumber pengetahuan
lain, misalnya sumber empiris yang faktual/induktif dan rasional/deduktif. Al-
Quran bahkan dapat dianggap pemegang otoritas lahirnya ilmu. Dalam perspektif
islam, alam menjadi sumber empiris pengaruh modern, adalah wahyu Tuhan juga.
Ia adalah symbol terendah dari Tuhan Yang Maha Tinggi dan sekaligus Maha
Qudus. (Prof. DR. Cecep Sumarna; 2008:111). Selain empiris dan rasional,
sumber ilmu pengetahuan yang lain adalah intuisi dan wahyu. Melalui intuisi
manusia mendapati ilmu pengetahuan secara langsung tidak melalui proses
penalaran tertentu, sedangkan wahyu adalah pengetahuan yang didapati melalui
pemberian Tuhan secara langsung kepada hamba-Nya yang terpilih yang
disebut Rasul dan Nabi.
DR. Ahmad tafsir mengatakan, bahwa menurut Al-Quran semua pengetahuan
datang dari Allah, sebagian diwahyukan kepada orang yang dipilih-Nya, sebagian
lain diperoleh manusia dengan menggunakan indra, akal, dan hatinya.
Pengetahuan yang diwahyukan mempunyai kebenaran yang absolute, sedangkan
pengetahuan yang diperoleh dari indra kebenarannya tidak mutlak. (DR. Ahmad
tafsir; 2008: 8)
Bagi orang islam sumber pengetahuan adalah Allah, tidak ada pengetahuan selain
yang datang dari Allah. Sumber pertama itu sekarang ini adalah Al-Quran atau
hadits Rasul. Demikian Al-Ghazali berpendapat, tidak akan bisa sampai pada
pengetahuan yang meyakinkan tersebut bila ia bersumber dari hasil pengamatan
indrawi (hissiyat) dan pemikiran yang pasti (dzaruriyat). (Al-Ghazali, 1961). Dari
sini terlihat dengan jelas bahwa Al-Ghazali telah menggabungkan paradigma
empirisme dan rasionalisme. Tetapi, bentuk pemaduan tersebut tetap dilakukan
secara hierarkis, bukan dalam rangka melahirkan sintesa baru diantara keduanya
itu. Terhadap hasil pengamatan indrawi, Al-Ghazali akhirnya berkesimpulan
bahwa :

.Etika Ilmu Pengetahuan

Ilmu mengungkapkan realitas sebagaimana adanya. Hasil- hasil kegiatan


keilmuan memberikan alternatif untuk membuat keputusan politik dengan mengacu
pada pertimbangan etika dan moral (Surajiyo, 2007).

Liang Gie (1987) dalam Ihsan Fuad (2010) memberikan pengertian ilmu adalah
rangkaian aktivitas penelaahan yang mencari penjelasan suatu metode untuk
memperoleh pemahaman secara rasional empiris mengenai dunia ini dalam berbagai
seginya, dan keseluruhan pengetahuan sistematis yang menjelaskan berbagai gejala
yang ingin dimengerti manusia.

Menurut Bahm (dalam Ihsan Fuad, 2010) definisi ilmu pengetahuan


melibatkan enam macam komponen yaitu masalah (problem), sikap (attitude), metode
(method), aktivitas (activity), kesimpulan (conclusion), dan pengaruh (effects).
Ilmu pengetahuan atau pengetahuan ilmiah menurut Liang Gie (1987) dalam
Ihsan Fuad (2010) mempunyai lima ciri pokok :

1. Empiris, pengetahuan diperoleh berdasarkan pengamatan dan percobaan.

2. Sistematis, berbagai keterangan dan data yang tersusun sebagai kumpulan


pengetahuan itu mempunyai hubungan ketergantungan dan teratur.

3. Objektif, pengetahuan itu bebas dari prasangka perseorangan dan kesukaan


pribadi.

4. Analitis, pengetahuan ilmiah berusaha membedakan pokok soalnya ke dalam


bagian yang terperinci untuk memahami berbagai sifat, hubungan, dan peranan dari
bagian-bagian itu. Verifikatif, dapat diperiksa kebenarannya oleh siapapun jug
(Surajiyo,2009).

Menurut Muhammad (2004) ada beberapa konsep dasar yang berhubungan


dengan etika. Masing-masing konsep tersebut memiliki arti berbeda, yaitu:

1. Etika adalah norma manusia harus berjalan, bersikap sesuai nilai/norma yang
ada.

2. Moral merupakan aturan dan nilai kemanusiaan (human conduct & value),
seperti sikap, perilaku, dan nilai

3. Etiket adalah tata krama/sopan santun yang dianut oleh suatu masyarakat dalam
kehidupannya .

4. Nilai adalah penetapan harga sesuatu sehingga sesuatu itu memiliki nilai yang
terukur

Ilmu bukanlah merupakan pengetahuan yang datang demikian saja sebagai


barang yang sudah jadi dan datang dari dunia khayal. Akan tetapi ilmu merupakan
suatu cara berpikir yang demikian dalam tentang sesuatu obyek yang khas dengan
pendekatan yang khas pula sehingga menghasilkan suatu kesimpulan yang berupa
pengeta-huan yang ilmiah. Ilmiah dalam arti bahwa sistem dn struktur ilmu dapat
dipertanggungjawabkan seca-ra terbuka. Disebabkan oleh karena itu pula ia terbuka
untuk diuji oleh siapapun.

Pengetahuan ilmiah adalah pengetahuan yang di dalam dirinya memiliki


karakteristik kritis, rasional, logis, obyektif, dan terbuka. Hal ini merupakan suatu
keharusan bagi seorang ilmuwan untuk melakukannya. Namun selain itu juga
masalah mendasar yang dihadapi ilmuwan setelah ia membangun suatu bangunan
yang kokoh kuat adalah masalah kegunaan ilmu bagi kehidupan manusia. Memang
tak dapat disangkal bahwa ilmu telah membawa manusia kearah perubahan yang
cukup besar. Akan tetapi dapatkah ilmu yang kokoh, kuat, dan mendasar itu menjadi
penyelamat manusia bukan sebaliknya. Disinilah letak tang-gung jawab seorang
ilmuwan, moral dan akhlak amat diperlukan. Oleh karenanya penting bagi para
ilmuwan memiliki sikap ilmiah.

Kaitan Ilmuwan dengan Etika

Aholiab Watloly (2001) telah meletakkan berbagai prinsip dasar dalam hal
memahami tanggungjawab pengetahuan dan keilmuan. Istilah tanggung jawab, secara
etimologis menunjuk pada dua sikap dasar ilmu dan ilmuwan, yaitu; tanggung dan
jawab. Ilmu dan ilmuan, termasuk lembaga keilmuan, dalam hal ini, wajib
menanggung dan wajib menjawab setiap hal yang diakibatkan oleh ilmu itu sendiri
maupun permasalahan-permasalahan yang tidak disebabkan olehnya. Ilmu, ilmuwan,
dan lembaga keilmuan bukan hanya berdiri di depan tugas keilmuannya untuk
mendorong kemajuan ilmu, dalam percaturan keilmuan secara luas, tetapi juga harus
berdiri di belakang setiap akibat apa pun yang dibuat oleh ilmu, baik secara langsung
maupun tidak langsung.

Salah satu ciri pokok dari tanggung jawab keilmuan itu adalah sifat
keterbatasan. Tanggung jawab keilmuan memiliki sifat keterbatasan, dalam arti
bahwa, tanggung jawab itu sendiri tidak diasalkan atau diadakan sendiri oleh ilmu
dan ilmuwan sebagai manusia, tetapi merupakan pemberian kodrat. Sebagaimana
manusia tidak dapat menciptakan dirinya sendiri, tetapi menerimanya sebagai
pemberian kodrat maka demikian pula halnya ia tidak dapat menciptakan tanggung
jawab. Manusia hanya menerima dirinya dan tanggung jawabnya, serta menjalaninya
sebagai sebuah panggilan kodrati dan tunduk padanya.

Hubungan etika dan ilmu berarti juga penerapan ilmu pengetahuan dan
teknologi membutuhkan dimensi etis sebagai pertimbangan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi itu sendiri. Tanggung jawab etis menyangkut kegiatan
maupun penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Ini berarti ilmuwan dalam
mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi harus memerhatikan kodrat dan
martabat manusia, menjaga ekosistem, bertanggung jawab pada kepentingan umum,
dan generasi mendatang, serta bersifat universal karena pada hakikatnya ilmu
pengetahuan dan teknologi adalah untuk mengembangkan dan memperkokoh
ekosistem manusia bukan untuk menghancurkan ekosistem tersebut. Manusia disebut
etis adalah manusia yang secara utuh dan menyeluruh mampu memenuhi hajat
hidupnya dalam rangka mewujudkan keseimbangan antara kepentingan pribadi
dengan orang lain, antara rohani dengan jasmani, dan sebagai makhluk ciptaan-Nya.
Dengan demikian, etika dibutuhkan sebagai pertimbangan pemikiran yang kritis,
yang dapat membedakan antara apa yang sah dan yang tidak sah, membedakan apa
yang benar dan apa yang tidak benar.

Sikap Ilmiah Ilmuwan

Manusia sebagai makhluk Tuhan berada bersama-sama dengan alam dan berada di
dalam alam itu. Manusia akan menemukan pribadinya dan membudayakan dirinya
bilamana manusia hidup dalam hubungannya dengan alamnya. Manusia yang
merupakan bagian alam tidak hanya merupakan bagian yang terlepas darinya.
Manusia senantiasa berintegrasi dengan alamnya. Sesuai dengan martabatnya maka
manusia yang merupakan bagian alam harus senantiasa merupakan pusat dari alam
itu. Dengan demikian, tampaklah bahwa diantara manusia dengan alam ada hubungan
yang bersifat keharusan dan mutlak. Oleh sebab itulah, maka manusia harus
senantiasa menjaga keles-tarian alam dalam keseimba-ngannya yang bersifat mutlak
pula. Kewajiban ini merupakan kewajiban moral tidak saja sebagai manusia biasa
lebih-lebih seorang ilmuwan dengan senantiasa menjaga kelesta-rian dan
keseimbangan alam yang juga bersifat mutlak.

Para ilmuwan sebagai orang yang profesional dalam bidang keilmuan sudah barang
tentu mereka juga perlu memiliki visi moral yaitu moral khusus sebagai ilmuwan.
Moral inilah di dalam filsafat ilmu disebut juga sebagai sikap ilmiah. (Abbas Hamami
M., 1996)

Sikap ilmiah harus dimiliki oleh setiap ilmuwan. Hal ini disebabkan oleh karena
sikap ilmiah adalah suatu sikap yang diarahkan untuk mencapai suatu pengetahuan
ilmiah yang bersifat obyektif. Sikap ilmiah bagi seorang ilmuwan bukanlah
membahas tentang tujuan dari ilmu, melainkan bagaimana cara untuk mencapai suatu
ilmu yang bebas dari prasangka pribadi dan dapat dipertanggungjawabkan secara
sosial untuk melestarikan dan keseimbangan alam semesta ini, serta dapat
dipertanggungawabkan kepada Tuhan. Artinya selaras dengan kehendak manusia
dengan kehendak Tuhan.

Sikap ilmiah yang perlu dimiliki para ilmuwan menurut Abbas Hamami M., (1996)
sedikitnya ada enam , yaitu:

1. Tidak ada rasa pamrih (disinterstedness), artinya suatu sikap yang diarahkan
untuk mencapai pengetahuan ilmiah yang obyektif dengan menghilangkan pamrih
atau kesenangan pribadi.

2. Bersikap selektif, yaitu suatu sikap yang tujuannya agar para ilmuwan mampu
mengadakan pemilihan terhadap pelbagai hal yang dihadapi. Misalnya hipotesis yang
beragam, metodologi yang masing-masing menunjukkan kekuatannya masing-
masing, atau , cara penyimpulan yang satu cukup berbeda walaupun masing-masing
menunjukkan akurasinya.

3. Adanya rasa percaya yang layak baik terhadap kenyataan maupun terhadap
alat-alat indera serta budi (mind).

4. Adanya sikap yang berdasar pada suatu kepercayaan (belief) dan dengan
merasa pasti (conviction) bahwa setiap pendapat atau teori yang terdahulu telah
mencapai kepastian.

5. Adanya suatu kegiatan rutin bahwa seorang ilmuwan harus selalu tidak puas
terhadap penelitian yang telah dilakukan, sehingga selalu ada dorongan untuk riset,
dan riset sebagai aktivitas yang menonjol dalam hidupnya.
6. Seorang ilmuwan harus memiliki sikap etis (akhlak) yang selalu berkehendak
untuk mengembangkan ilmu untuk kemajuan ilmu dan untuk kebahagiaan manusia,
lebih khusus untuk pembangunan bangsa dan negara.

Norma-norma umum bagi etika keilmuan sebagaimana yang dipaparkan secara


normatif berlaku bagi semua ilmuwan. Hal ini karena pada dasarnya seorang ilmuwan
tidak boleh terpengaruh oleh sistem budaya, sistem politik, sistem tradisi, atau apa
saja yang hendak menyimpangkan tujuan ilmu. Tujuan ilmu yang dimaksud adalah
objektivitas yang berlaku secara universal dan komunal.

Disamping sikap ilmiah berlaku secara umum tersebut, pada kenyataannya masih ada
etika keilmuan yang secara spesifik berlaku bagi kelompok-kelompok ilmuwan
tertentu. Misalnya, etika kedokteran, etika bisnis, etika politisi, serta etika-etika
profesi lainnya.

Suatu fenomena sebagaimana ditentukan oleh pusat perhatian ilmuwan menjadi


obyek sebenarnya dari cabang suatu ilmu. Berbagai keterangan mengenai obyek
sebenarnya dituangkan dalam pernyataan yang memuat pernyataan ilmiah
mempunyai empat bentuk, yaitu:

a. Deskripsi

Merupakan kumpulan pernyataan bercorak deskriptif dengan memberikan pemerian


mengenai bentuk, susunan, peranan, dan hal-hal terperinci lainnya dari fenomena
yang bersangkutan. Bentuk ini umumnya terdapat pada cabang ilmu-ilmu khusus,
terutama yang bercorak deskriptif seperti ilmu anatomi atau geografi

b. Preskrepsi

Ini merupakan kumpulan pernyataan bercorak preskriptif dengan memberikan


petunjuk-petunjuk atau ketentuan-ketentuan mengenai apa yang perlu berlangsung
atau sebaiknya dilakukan dalam kaitannya dengan obyek sederhana itu. Ilmu ini dapat
dijumpai dalam cabang-cabang ilmu sosial, seperti ilmu pendidikan yang memuat
petunjuk-petunjuk cara mengajar yang baik didalam kelas.

c. Eksposisi pola

Bentuk ini merangkum pernyataan-pernyataan yang merangkum pola-pola dalam


sekumpulan sifat, ciri, kecenderungan, atau proses lainnya dari fenomena yang
ditelaah. Seperti dalam sosiologi yang memaparkan pola-pola perubahan masyarakat
pedesaan menjadi masyarakat kota.

d. Rekonstruksi historis

Bentuk ini berusaha merangkum pernyataan-pernyataan yang berusaha


mengambarkan atau menceritakan dengan penjelasan atau alasan yang diperlukan
mengenai pertumbuhan sesuatu hal pada masa lampau baik secara alamiah atau
karena campur tangan manusia. Cabang-cabang ilmu yang banyak mengandung ilmu
khusus ini misalnya historigrafi, ilmu purbakala, dll.

Dari sejumlah fenomena alam yang teramati seorang ilmuwan memiliki masalah
mana yang patut mendapatkan perhatian bila masalah ini telah diidentifikasikan dan
dirumuskan lebih lebih tegas, maka dilakukan proses pengamatan dan pengamatan
dan pengukuran ditarik kesimpulan yang boleh jadi berbentuk pengujian teori. Bila
teori ini digunakan untuk memecahkan masalah-masalah praktis atau membimbing
kegiatan operasional,maka berarti kita sudah masuk ke dalam penerapan ilmu,kita
akan melihat bahwa dalam seluruh tahap ini etika tidak dapat diabaikan atau
dipinggirkan. Dengan rumusan ruang lingkup filsafat sebagaimana diuraikan di atas,
menjelaskan bahwa salah satu kajian besar dalam filsafat adalah persoalan etika dan
juga estetika yang tertuang dengan kesopanan dan kesatunan.

Kelebihan seorang ilmuwan adalah bahwa ia bisa berpikir secara teratur dan
cermat sehingga dengan kemampuan inilah, ia sekaligus memiliki tanggung jawab
social untuk memperbaiki dan meluruskan pikiran masyarakat yang keliru.
Kebenaran epistemologis dalam hubungannya dengan tanggungjawabnya sosialnya,
bukan saja berfungsi sebagai jalan pikiran yang tertata secara epsitemologis, namun
seluruh hidup dan kehidupan ilmuwan merupakan prototype kebenaran itu sendiri.
Khusus dalam bidang etika, ilmuwan bertanggungjawab untuk mengarahkan
kehidupan yang lebih objektif, terbuka, dan menerima kritik, menerima pendapat
orang lain, kukuh dalam memperjuangkan kebenaran, kalau perlu mengakui
kesalahannya secara terbuka didepan masyarakat (Watloly, Aholiab: 2001).
KESIMPULAN

Pemaparan K Bertens (2004) yang sudah disampaikan di pembahasan dapat


disimpulkan bahwa etika memiliki tiga posisi, yaitu sebagai (1) sistem nilai, yakni
nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu
kelompok dalam mengatur tingkah lakunya, (2) kode etik, yakni kumpulan asas atau
nilai moral, dan (3) filsafat moral, yakni ilmu tentang yang baik atau buruk. Dalam
poin ini, akan ditemukan keterkaitan antara etika sebagai sistem filsafat sekaligus
artikulasi kebudayaan.

Dengan demikian, norma sangat diperlukan oleh masyarakat dalam mengatur


hubungan antar anggota masyarakat. Etika pada akhirnya membantu untuk
mengambil keputusan tentang tindakan apa yang perlu di lakukan dan yang perlu di
pahami bersama bahwa etika ini dapat diterapkan dalam segala aspek atau sisi
kehidupan.

Ada hubungan yang sangat erat antara filsafat, etika dan ilmu. Landasan
filosofis ini menjadikan ilmu masih tetap pada hakekat keilmuannya. Ilmu sebabagi
bidang yang otonom tidak bebas nilai. Ia selalu berkaitan dengan nilai-nilai etika
terutama dalam penerapan ilmu. Etika sebagai salah satu cabang dalam filsafat akan
memberikan arahan (guiedence) bagi gerak ilmu, sehingga membawa kemanfaatan
bagi manusia. Jadi bisa disimpulkan bahwa etika merupakan ilmu moral/ilmu akhlaq
yang mengindikasikan hal-hal pra tindakan yang berupa pengetahuan serta pemikiran
tentang hal/tindakan baik dan buruk.
DAFTAR PUSTAKA

Bagus, Lorenz. 2005. Kamus Filsafat. Jakarta: Gramedia.

Bertens, K. 2007. Etika. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Keraf, Sony. 1998. Etika Bisnis, Tuntutan dan Relevansinya. Yogyakarta: PT


Kanisius.

Seseno, Franz Magnus.1993. Etika Sosial, Jakarta: PT Gramedia.

Surajiyo. 2009. Ilmu Filsafat (Suatu Pengantar). Jakarta: Bumi Aksara.

Anda mungkin juga menyukai