Siapa remaja yang tidak kenal galau ? galau bisa dimaksud dengan ansietas.
Apa sih itu ansietas atau kecemasan?
Kecemasan adalah kondisi kejiwaan yang penuh dengan kekhawatiran dan ketakutan
akan apa yang mungkin terjadi, baik berkaitan dengan permasalahan yang terbatas
maupun hal-hal yang aneh. Deskripsi umum akan kecemasan yaitu perasaan tertekan
dan tidak tenang serta berpikiran kacau dengan disertai banyak penyesalan. Hal ini
sangat berpengaruh pada tubuh, hingga tubuh dirasa menggigil,menimbulkan banyak
keringat, jantung berdegup cepat, lambung terasa mual, tubuh terasa lemas,
kemampuan berproduktivitas berkurang hingga banyak manusia yang melarikan diri
ke alam imajinasi sebagai bentuk terapi sementara ( Musfir, 2005: 512).
Respon dan penanganan stress tidak sama bagi semua orang. Misalnya, ada orang
yang merasa stress untuk berbicara didepan banyak orang, tetapi bagi guru dan
pemain atau bintang film, pengalaman ini menyenangkan dan memuaskan mereka.
Juga ada situasi dalam hidup yang dapat menjadi pencetus stress seperti kelahiran
anak , perkawinan , menjadi ayah atau menjadi ibu , masuk sekolah baru ,
meninggalkan rumah , dan seterusnya.
( Bradero, Mary; Asuhan keperawatan kesehatan mental psikiatri, EGC , 2010 )
Masa remaja adalah masa dimana seseorang berkembang dari anak ke dewasa, banyak
hal yang dapat menyebabkan rasa cemas pada remaja.
Lebih dari itu , kami menemukan hubungan positif yang signifikan antara psikologi
dan kecemasan anak. Kami beranggapan bahwa memberikan terapi akan menarik
untuk penanganan ansietas anak, sebgaimana menerima elemen kognitif terapi
membutuhkan kemampuan yang anak harus pelajari secepatnya.
( Psychological inflexibility and child anxiety; Simon, elin & verboon peter, 2016 )
1
Faktor Pendidikan Oleh Orang Tua
Studi saat ini menyelidiki hubungan antara gaya pengasuhan dan jenis kecemasan
tertentu di kalangan anak-anak, dengan usaha untuk memantau peran khas yang
dimainkan oleh masing-masing dimensi orang tua sehubungan dengan kecemasan
yang meningkat. Peserta studi meliputi 101 anak, usia 11-13, dari berbagai sekolah
dasar. Studi tersebut menemukan bahwa kurangnya pemberian otonomi oleh orang tua
secara unik terkait (dikendalikan untuk penerimaan orang tua) terhadap tingkat
kecemasan tinggi dan jenis kecemasan spesifik pada anak-anak, terutama kecemasan
pemisahan dan kecemasan sekolah.
Sehubungan dengan penerimaan orang tua, korelasi negatif yang unik dengan
kecemasan keseluruhan anak-anak hanya ditemukan pada ayah, sementara
penerimaan ibu yang rendah berkorelasi negatif dengan kecemasan sosial bagi
anak-anak yang sangat cemas. Pada akhirnya, ditemukan bahwa anak-anak yang
menganggap orang tua mereka sebagai orang yang otoriter (sangat mengendalikan
disiplin ketat) secara signifikan lebih cemas daripada anak-anak yang menganggap
orang tua mereka bersikap otoritatif (mendorong kebebasan sambil mempertahankan
batasan dan kontrol).
( Yaffe (2017). Establishing Specific Links Between Parenting Styles and the
S-Anxieties in Children: Separation, Social, and School )
1.Authoritative
Gaya pengasuhan authoritative adalah kombinasi dari pengasuhan dengan kontrol
yang tinggi dan pemberian dukungan yang positif bagi kemandirian remaja. Orang tua
yang menerapkan gaya pengasuhan authoritative membuat suasana yang kondusif
bagi remaja untuk bertingkah laku yang mandiri. Orang tua juga memberikan
informasi dan alasan tentang apa yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh
dilakukan. Pada saat yang bersamaan orang tua yang menerapkan gaya pengasuhan
authoritative memberikan model yang baik, tenang, masuk akal dan tingkah laku yang
dewasa.
Orang tua authoritative dalam mengontrol anak mereka mengacu pada mengarahkan
anak pada hal-hal yang baik dan tidak baik, sabar, yang meliputi orang tua
memberikan kontrol yang beralasan. Gaya pengasuhan authoritative memiliki arti
yang sama seperti pola pengasuhan demokratis.
2
Pola asuh demokratis memberlakukan peraturan-peraturan yang dibuat bersama oleh
anggota keluarga yang bersangkutan. Orang tua selalu memperhatikan keinginan dan
pendapat remaja, kemudian mendiskusikannya untuk mengambil keputusan terakhir.
Di sini tetap ada bimbingan dan tidak lepas dati pertolongan orang tua, yang sifatnya
mengarahkan agar anak tidak halnya taat secara buta terhadap peraturan, tetapi tahu
dan mengerti dengan baik mengapa ada hal yang boleh dilakukan dan ada yang tidak
boleh dilakukan.
2.Authoritarian
Orang tua dengan gaya pengasuhan ini dinilai rendah dalam penggunaan kontrol
rasional. Mereka lebih mengandalkan penegasan kekuasaan, disiplin keras, kurang
hangat, kurang mengasuh, kurang mengasihi, kurang simpatik pada remaja. Orang tua
menggunakan kontrol dan kekuasaan sepenuhnya, serta tidak mendorong remaja
untuk mengemukakan ketidaksetujuan atas keputusan atau peraturan orang tua dan
memberi sedikit kehangatan. Remaja yang secara rutin diperlakukan secara otoriter
cenderung tidak konstan karena dalam bertingkah laku sangat dipengaruhi oleh
suasana hati, tidak bahagia, takut, menarik diri, tidak sopan dan tidak peduli dengan
pengalaman baru.
Orang tua dengan gaya pengasuhan authoritarian dalam mengontrol anak mereka
mengacu pada kekuasaan mereka sebagai orang tua yang meliputi orang tua menuntut
kepatuhan yang tinggi. Pola asuh otoriter orang tua memberikan perlakuan dan
aturan-aturan yang kaku dan ketat yang dipergunakan sebagai pengontrol tingkah laku
remaja, aturan-aturan dan batasan-batasan dari orang, tua mutlak harus ditaati remaja
dan remaja harus bertingkah laku sesuai dengan aturan yang diterapkan oleh orang tua.
Anak harus patuh, tunduk dan tidak ada pilihan lain yang sesuai dengan kemauan atau
pendapatnya sendiri. Orang tua tidak mempertimbangkan pandangan dan pendapat
remaja, orang tua tetap mengambil dan menentukan keputusan, tidak ada komunikasi
timbal balik, hukuman diberikan tanpa alasan dan jarang memberi hadiah. Orang tua
hanya mengatakan apa yang harus dilakukan remaja, tetapi tidak memjelaskan
mengapa remaja harus melakukan sesuatu dan tidak boleh melakukan yang lain.
3
3.Permissive
Gaya pengasuhan permissive (serba membolehkan) ini orang tua tidak mengendalikan,
tidak menuntut dan hangat. Mereka tidak terorganisasi dengan baik atau tidak efektif
dalam menjalankan rumah tangga, lemah dalam mendisiplinkan dan mengajar remaja,
hanya menuntut sedikit perilaku dewasa, dan hanya memberi sedikit perhatian dalam
melatih kemandirian dan kepercayaan diri. Orang tua dengan gaya pengasuhan
permissive memberikan sedikit tuntutan dan menekankan sedikit disiplin.
Orang tua authoritative dalam mengontrol anak mereka mengacu pada pengawasan
yang serba membolehkan, anak bebas berbuat semaunya yang meliputi orang tua
tidak memberikan tuntutan. Pola asuh permisif tidak menggunakan aturan-aturan yang
ketat bahkan bimbingan jarang diberikan, sehingga tidak pengendalian atau
pengontrolan serta tuntutan kepada remaja. Kebebasan diberikan secara penuh dan
remaja diijinkan membuat keputusan untuk dirinya sendiri, tanpa pertimbangan orang
tua dan boleh berkelakuan menurut apa yang diinginkannya tanpa adanya kontrol dari
orang tua. Remaja harus belajar sendiri bagaimana harus berperilaku dalam
lingkungan sosial, karena kurang diajarkan atau diarahkan pada peraturan-peraturan,
baik yang berlaku dilingkungan keluarga maupun masyarakat. Remaja tidak dihukum
walaupun sengaja melanggar peraturan, juga tidak ada hadiah bagi remaja yang
berperilaku sosial dengan baik. Jadi remaja dibiarkan berbuat sesuka hati dengan
sedikit kekangan, memanjakan dan memenuhi kebutuhan remaja agar mereka senang.
Dalam kenyataannya jarang orang tua, yang menerapkan satu bentuk gaya
pengasuhan tertentu secara mutlak, sehingga informasi mengenai bentuk gaya
pengasuhan hanya diketahui melalui kecenderungannya.
1. Doronglah anak remaja untuk berbicara dengan Anda kapan saja. Saat anak
remaja Anda bergumul dengan perasaan cemas atau memiliki gangguan
kecemasan, sediakan tempat yang aman bagi anak remaja untuk percaya kepada
Anda, agar Anda dapat membantunya menghadapi kecemasan. Anak remaja Anda
perlu tahu bahwa Anda selalu berada di sisinya setiap saat. Biarkan anak remaja
tahu bahwa Anda selalu ada jika dia ingin bicara dan Anda akan mendukungnya
tanpa syarat.
4
3. Dengarkan tanpa menghakimi. Kecemasan dan stres dapat menjadi sumber dari
keadaan yang memalukan. Ada banyak stigma seputar masalah kesehatan mental,
dan banyak orang takut mengakui pergumulan mereka dalam mengatur emosi.
Jika anak remaja berbicara kepada Anda mengenai kecemasannya, dengarkan
tanpa menghakiminya.
4. Pahami perasaan anak remaja Anda. Walaupun kecemasan dapat mencapai titik
bahaya, namun rasa cemas itu sendiri adalah hal yang wajar dalam kehidupan.
Biarkan anak remaja Anda tahu bahwa tidak mengapa untuk kadang merasa sedih,
cemas, dan stres. Meskipun mungkin kekhawatirannya itu tidak masuk akal, akui
saja. Jangan berusaha membujuknya untuk mengabaikan suasana hatinya yang
tidak baik, karena ini dapat membuat anak remaja Anda berpikir bahwa Anda
tidak mengerti perasaannya.
6. Bantulah anak remaja Anda saat dia mengalami serangan rasa panik. Jika
anak remaja Anda sedang bergumul dengan gangguan kecemasan, dia pun
mungkin akan mengalami serangan rasa panik. Serangan rasa panik adalah
saat-saat yang ekstrem dan tiba-tiba, setika penderitanya akan berkeringat,
hyperventilate (bernapas tersengal-sengal), dan menunjukkan tanda-tanda putus
asa lainnya. Jika anak remaja Anda mengalami serangan rasa panik, bantulah
dirinya.
5
Daftar Pustaka & Referensi
1. Yaffe (2017). Establishing Specific Links Between Parenting Styles and the
S-Anxieties in Children: Separation, Social, and School
2. Threat interpretation and parental influences for children with asthma and
anxiety
3. Elin simon & peter verboon (2016).psychological inflexibility and child
anxiety
4. http://www.helpguide.org/articles/depression/teen-depression-signs-help.htm
5. http://id.wikihow.com/Membantu-Anak-Remaja-Menghadapi-Kecemasan
6. http://ohioline.osu.edu/factsheet/HYG-5301
7. http://www.helpguide.org/articles/depression/teen-depression-signs-help.htm
8. http://www.tandfonline.com/toc/imhn20/current
9. http://www.wawasanpendidikan.com/2014/09/Pengertian-Kecemasan-dan-Tin
gkat-Kecemasan-Menurut-Pendapat-Ahli.html?m=1
10. http://www.kesimpulan.com/2009/04/gaya-pengasuhan-atau-pola-asuh-orang.
html
11. http://www.wawasanpendidikan.com/2014/09/Pengertian-Kecemasan-dan-Tin
gkat-Kecemasan-Menurut-Pendapat-Ahli.html?m=1)
12. http://www.kesimpulan.com/2009/04/gaya-pengasuhan-atau-pola-asuh-orang.
html
6
Lampiran
Study participants included 101 children, ages 11-13, from various elementary
schools. The study found that lack of autonomy granting by either parent is uniquely
related (controlled for parent's acceptance) to high anxiety levels and specific anxiety
types in children, especially separation anxiety and school anxiety. With respect to
parental acceptance, a unique negative correlation with childrens overall anxiety was
found only for the father, while the mothers low acceptance was negatively
correlated with social anxiety for highly anxious children. Ultimately, it was found
that children who perceived their parents as authoritarian (highly controlling strict
disciplinarians) were significantly more anxious than the children who perceived their
parents as authoritative (encouraging independence while maintaining limits and
controls).
#(Yaffe (2017). Establishing Specific Links Between Parenting Styles and the
S-Anxieties in Children: Separation, Social, and School)
http://www.researchgate.net