Anda di halaman 1dari 13

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb

Puji syukur ke Hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga kita dapat
menyelesaikan makalah ini. Solawat serta salam tak lupa kami panjatkan kepada Nabi besar Muhammad
SAW kepada keluarga dan sahabatnya.

Makalah ini kami tulis dengan bahasa sederhana bertujuan agar mudah dipahami oleh pembaca.
Kami berterima kasih kepada semua pihak yang ikut membantu untuk terselesainya makalah ini dan
kepada pembimbing kami dosen Rivika Apriani S.Si. Aptyang telah membimbing kami dengan baik.
Adapun makalah yang akan kami presentasikan pada kesempatan kali ini adalah membahas mengenai
materi Obat Antibiotika.

Dengan demikian Insya Allah makna dan tujuan makalah ini akan tersalurkan. Akan tetapi, tidak
menutup kemungkinan dalam makalah ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu,
diharapkan baik bagi dosen pembimbing maupun pembaca untuk memberi kritik dan saran yang
membangun demi perbaikan dan kelengkapan makalah ini.

Atas perhatian para pembaca, kami ucapkan terima kasih.

Wasalamualaikum Wr.Wb

Cirebon, April 2015

penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Farmakologi merupakan ilmu yang sangat luas cakupannya. Namun unutk seorang dokter ilmu ini
dibatasi tujuannya yaitu agar dapat menggunakan obat untuk maksud pencegahan, diagnosis, dan
pengobatan penyakit. Selain agar mengerti bahwa penggunaan obat dapat mengakibatkan berbagai
gejala penyakit.

Antiboitika ialah zat yang dihasilkan oleh mikroba terutama fungi, yang dapat menghambat
pertumbuhan atau membasmi mikroba jenis lain. Antibiotik juga dapar dibuat secara sintesis.
Antimikroba diartikan sebagai obat pembasmi mikroba khususnya yang merugikan manusia.

Selama masa kehamilan, ibu dan janin adalah unit fungsi yang tak terpisahkan. Apa yang dikonsumsi
oleh ibu akan ditransfer ke janin. Ada kalanya, ibu hamil yang mengalami infeksi memerlukan
penggunaan antibiotik sebagai pilihan obat. Sebagian antibiotik pada semua fase kehamilan aman
dikonsumsi, sebagian lagi dikontraindikasikan pada fase tertentu, dan ada juga yang dikontraindikasikan
untuk semua fase kehamilan.

Beberapa jenis antibiotika dapat menyebabkan kelainan pada janin. Hal ini terjadi karena antibiotika
yang diberikan kepada wanita hamil dapat mempengaruhi janin yang dikandungnya melalui plasenta.

Besarnya reaksi toksik atau kelainan yang ditimbulkan oleh antibiotika dipengaruhi oleh besarnya dosis
yang diberikan, lama dan saat pemberian serta sifat genetik ibu dan janin.

1.2 Rumusan Masalah

Beberapa masalah yang dibahas dalam makalah ini, diantaranya :

1. Apa yang dimaksud dengan Antibiotik?

2. Bagaimana cara pembuatan Anti biotik?


3. Bagaimana mekanisme kerja dari obat antibiotik?

4. Apa saja golongan-golongan obat antibiotic?

5. Apa saja antibiotik yang aman bagi ibu hamil?

6. Bagaimanakah efek antibiotik pada kehamilan?

7. Bagaimana studi kasus infeksi pada ibu hamil?

1.3 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan kami membuat makalh ini adalah :

Untuk mengetahui dan memahami tentang golongan obat antibiotic.

Untuk mengetahui tentang cara pembuatan obat antibotic, mekanisme kerja dan golongan-golonganya.

Untuk mengetahui dan memahami pemberian obat antibiotik yang aman bagi ibu hamil dan mengetahui
efek antibiotik pada kehamilan.

Untuk memenuhi tugas mata kuliah farmakologi.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian

Antibiotika ialah zat yang dihasilkan oleh mikroba terutama fungi, yang dapat menghambat
pertumbuhan atau membasmi jenis mikroba lain. Antibiotika ( latin : anti = lawan, bios = hidup ) adalah
zat-zat kimia yang dihasilkan mikroorganisme hidup tertumafungi dan bakteri ranah. Yang memiliki
khasiat mematikan atau mengahambat pertumbuahn banyak bakteri dan beberapa virus besar,
sedangkan toksisitasnya bagi manusia relative kecil.

2.2 Pembuatan Antibiotika

Pembuatan antibiotika lazimnya dilakukan dengan jalan mikrobiologi dimana mikroorganisme


dikembangbiakkan dalam tangki-tangki besar dengan zat-zat gizi khusus. Kedalam cairan pembiakan
disalurkan oksigen atau udara steril guna mempercepat pertumbuhan jamur sehingga produksi
antibiotiknya dipertinggi setelah diisolasi dari cairan kultur, antibiotika dimurnikan dan ditetapkan
aktifitasnya, beberapa antibiotika tidak dibuat lagi dengan jalan biosintesis ini, melakukan secara
kimiawi, antara lain kloramfenikol

Aktivitas Umumnya dinyatakan dalam suatu berat (mg),kecuali zat yang belum sempurna pemurniannya
dan terdiri dari campuran beberapa zat misalnya polimiksin B basitrasin, atau karena belum diketahui
struktur kimianya, seperti, nistatin.

2.3 Mekanisme Kerja

Beberapa antibiotika bekerja terhadap dinding sel (penisilin dan sefalosforin) atau membran sel
(kleompok polimiksin), tetapi mekanisma kerja yang terpenting adalah perintangan selektif metabolisme
protein bakteri sehingga sintesis protein bakteri, sehingga sintesis protein dapat terhambat dan kuman
musnah atau tidak berkembang lagi misalnya kloramfenikol dan tetrasiklin.

Diluar bidang terapi, antibiotik digunakan dibidang peternakan sebagai zat gizi tambahan guna
mempercepat pertumbuhan ternak, dan unggas yang diberi penisilin, tetrasiklin erithomisin atau
basitrasin dalam jumlah kecil sekali dalam sehari harinya, bertumbuh lebih besar dengan jumlah
makanan lebih sedikit.

2.4 Golongan Obat Antibiotika

2.4.1 Penisilin

Penisilin diperoleh dari jamur Penicilium chrysogeneum dari bermacam-macam jemis yang dihasilkan
(hanya berbeda mengenai gugusan samping R ) benzilpenisilin ternyata paling aktif. Sefalosforin
diperoleh dari jamur cephalorium acremonium, berasl dari sicilia (1943) penisilin bersifat bakterisid dan
bekerja dengan cara menghambat sintesi dinding sel. Pensilin terdiri dari :

A. Benzil Penisilin Dan Fenoksimetil Penisilin

a. Benzil Penisilin

Indikasi : infeksi saluran kemih, otitis media, sinusitis, bronchitis kronis, salmonelosis invasive,
gonore. Kontraindikasi : hipersensitivitas ( alergi ) terhadap penisilin. Efek samping : reaksi alergi berupa
urtikaria, demam, nyeri sendi, angioudem, leukopoia, trombositopenia, diare pada pemberian per oral.

b. Fenoksimetilpenisilin

Indikasi : tonsillitis, otitis media, erysipelas, demam rematik, prpopiliaksisinfeksi pneumokokus.

B. Pensilin Tahan Penisilinase

a. Kloksasilin

Indikasi : infeksi karena stapilokokus yang memproduksi pensilinase. Peringatan : riwayat alergi,
gangguan fungsi ginjal, lesi eritematous pada glandular fever, leukemia limfositik kronik, dan
AIDS. Interaksi : obat ini berdifusi dengan baik dengan jaringan dan cairan tubuh. Tapi penetrasi ke
dalam cairan otak kurang baik kecuali jika selaput otak mengalami infeksi. Kontraindikasi :
hipersensitivitas ( alergi ) terhadap penisilin. Efek samping : reaksi alergi berupa urtikaria, demam, nyeri
sendi, angioudem, leukopoia, trombositopenia, diare pada pemberian per oral.

b. Flukoksasilin

Indikasi : infeksi karena stapilokokus yang memproduksi pensilinase. Peringatan : riwayat alergi,
gangguan fungsi ginjal, lesi eritematous pada glandular fever, leukemia limfositik kronik, dan
AIDS. Interaksi : obat ini berdifusi dengan baik dengan jaringan dan cairan tubuh. Tapi penetrasi ke
dalam cairan otak kurang baik kecuali jika selaput otak mengalami infeksi. Kontraindikasi :
hipersensitivitas ( alergi ) terhadap penisilin. Efek samping : reaksi alergi berupa urtikaria, demam, nyeri
sendi, angioudem, leukopoia, trombositopenia, diare pada pemberian per oral.

C. Pensilin Spectrum Luas

a. Ampisilin

Indikasi : infeksi saluran kemih, otitis media, sinusitis, bronchitis kronis, salmonelosis invasive,
gonore. Peringatan : riwayat alergi, gangguan fungsi ginjal, lesi eritematous pada glandular fever,
leukemia limfositik kronik, dan AIDS. Interaksi : obat ini berdifusi dengan baik dengan jaringan dan
cairan tubuh. Tapi penetrasi ke dalam cairan otak kurang baik kecuali jika selaput otak mengalami
infeksi. Kontraindikasi : hipersensitivitas ( alergi ) terhadap penisilin. Efek samping : reaksi alergi berupa
urtikaria, demam, nyeri sendi, angioudem, leukopoia, trombositopenia, diare pada pemberian per oral.

b. Amoksisilin

Indikasi : infeksi saluran kemih, otitis media, sinusitis, bronchitis kronis, salmonelosis invasive,
gonore. Peringatan : riwayat alergi, gangguan fungsi ginjal, lesi eritematous pada glandular fever,
leukemia limfositik kronik, dan AIDS. Interaksi : obat ini berdifusi dengan baik dengan jaringan dan
cairan tubuh. Tapi penetrasi ke dalam cairan otak kurang baik kecuali jika selaput otak mengalami
infeksi. Kontraindikasi : hipersensitivitas ( alergi ) terhadap penisilin. Efek samping : reaksi alergi berupa
urtikaria, demam, nyeri sendi, angioudem, leukopoia, trombositopenia, diare pada pemberian per oral.

D. Penisilin Anti Pseudomona

a. Tikarsilin

Indikasi : infeksi yang disebabkan oleh pseoudomonas dan proteus.

b. Piperasilin

Indikasi : infeksi yang disebabkan oleh pseoudomonas aerugenosa.

c. Sulbenisilin

Indikasi : infeksi yang disebabkan oleh pseoudomonas aerugenosa. ( Lihat gambar 1.1 )
2.4.2 Sefalosforin

Sefalosforin merupakan antibiotic betalaktam yang bekerja dengan cara menghambat sintesis dinding
mikroba. Farmakologi sefalosforin mirip dengan penisilin, ekseresi terutama melalui ginjal dan dapat di
hambat probenisid. Sefalosforin terbagi atas:

A. Sefadroksil

Indikasi : infeksi baktri gram (+) dan (-) Interaksi : sefalosforin aktif terhadap kuman garm (+) dan (-)
tetapi spectrum anti mikroba masing-masng derrivat bervariasi.Efek samping : diare dan colitis yang
disebabkan oleh antibiotic ( penggunaan dosis tinggi) mual dan mumtah rasa tidak enak pada saluran
cerna sakit kepala dll. Kontra indikasi : hipersensitivitas terahadap sefalosforin, porfiria. ( Lihat gambar
1.2 )

B. Sefrozil

Indikasi : ISPA, eksaserbasi akut dari bronchitis kronik dan otitis media.

C. Sefotakzim

Indikasi : profilaksis pada pembedahan, epiglotitis karena hemofilus, meningitis.

D. Sefuroksim

Indikasi : profilaksis tindakan bedah,lebih aktif terhadap H. influenzae dan N gonorrhoeae.

E. Sefamandol

Indikasi: profilaksis pada Tindakan 1 pembedahan.

F. Sefpodoksim

Indikasi: infeksi saluran napas tetapi. Penggunaan ada faringitis dan tonsillitis, hanya yang kambuhan,
infeksi kronis atau resisten terhadap antbiotika lain.

2.4.3 Tetrasiklin

Tetrasiklin merupakan antibiotik dengan spectrum luas. Penggunaannya semakin lama semakin
berkurang karena masalah resistansi.

A. Tetrasiklin.

Indikasi: eksaserbasi bronkitri kronis, bruselosis (lihat juga keterangan diatas) klamidia, mikoplasma, dan
riketsia, efusi pleura karena keganasan atau sirosis, akne vulganis. Peringatan: gangguan fungsi hati
(hindari pemberian secara i.v), gangguan fungsi ginjal, kadang-kadang menimbulkan fotosintesis. Efek
samping: mual, muntah, diare, eritema. (Lihat gambar 1.3 )
B. Demeklosiklin Hidroklorida

Indikasi: tetrasiklin. Lihat jugas gangguan sekresi hormone antidiuretic Perhatinak : kontaindikasi; efek
samping lihat tetrasiklin. Fotositivtas lebih sering terjadi pernah dilaporkan terjadinya diabeters
indipidus nefrogenik.

C. Doksisiklin

Indikasi: tetrasiklin.bruselosis (kombniasi dengan tetrasiklin), sinusitis kronis , pretatitis kronis, penyakit
radang perlvis (bersama metronidazo)

D. Oksitetrasiklin

Indikasi ; peringatan; kontaindikasi; efek samping; lihat tetrasilin; hindari pada porfiria. Dosis: 250-500
mg tiap 6 jam, Oxytetracycline ( generic ) cairan Inj. 50 mg/ vial (K), Teramycin (Pfizer Indonesia) cairan
inj. 50 mg/ vial. Kapsul 2

2.4.4. Aminoglikosida

Aminoglokosida bersifat bakterisidal dan aktif terhadap bakteri gram posistif dan gram negative.
Aminasin, gentamisin dan tobramisin d juga aktif terhadap pseudomonas aeruginosa. Streptomisin aktif
teradap mycobacterium tuberculosis dan penggunaannya sekarang hamper terbatas untuk
tuberkalosa. ( Lihat gambar 1.4 )

A. Amikasin

Indikasi : infeksi generatif yang resisten terhadap gentamisin.

B. Gentamisin

Indikasi : septicemia dan sepsis pada neonatus, meningitis dan infeksi SSP lainnya. Infeksi bilier,
pielonefritis dan prostates akut, endokarditis karena Str viridans. Atau str farcalis (bersama penisilin,
pneumonia nosokomial, terapi tambahan pad meningitis karena listeria. Peringatan : gangguan funsi
ginjal, bayi dan usia lanjut ( (sesuaikan dosso, awasi fungsi ginjal, pendengaran dan vestibuler dan
periksa kadar plasma), hindari penggunaan jangka panjang. Kontraindikasi: kehamilan, miastenia
gravis. Efek samping : gangguna vestibuler dan pendengaran, netrotoksista, hipomagnesemia pada
pemberian jangka panjang colitis karena antibiotic. Dosis : injeksi intramuskuler, intravena lambat atau
infuse, 2-5 mg/ kg/ hari ( dalam dosis terbagai tiap 8 jam) lihat juga keterangan diatas sesuaikan dosis
terbagi tiap 8 jam ) lihat juga keterangan fungsi ginjal dan ukur kadar dalam plasma.

C. Neomisin Sulfat

Indikasi: Sterilisasi usus sebelum operasi

D. Netilmisin

Indikasi: infeksi berat kuman gram negative yang resisten terhadap gentainisin.
2.4.5. Kloramfenikol

Kloramfenikol merupakan antibiotic dengan spectrum luas, namun bersifat toksik. Obat ini seyogyanya
dicadangkan untuk infeksi berat akibat haemophilus influenzae, deman tifoid, meningitis dan abses
otak, bakteremia dan infeksi berat lainnya. Karena toksisitasnya, obat ini tidak cocok untuk penggunaan
sistemik.

Kontraindikasi: wanita hamil, penyusui dan pasien porfiria. Efeks samping : kelainan darah yang
reversible dan irevesibel seperti anemia anemia aplastik ( dapat berlanjut mejadi leukemia), neuritis
perifer, neuritis optic, eritem multiforme, mual, muntah, diare, stomatitis, glositits, hemoglobinuria
nocturnal. ( Lihat gambar 1.5 )

2.4.6. Makrolid

Eritromisin memiliki spectrum antibakteri yang hamper sama dengan penisilin, sehingga obat ini
digunakan sebagai alternative penisilin. Indikasi eritremisin mencakup indikasi saluran napas, pertusis,
penyakit gionnaire dan enteritis karena kampilo bakteri.

A. Eritromisin

Indikasi: sebagai alternative untuk pasien yang alergi penisilin untuk pengobatan enteritis
kampilobakter, pneumonia, penyakit legionaire, sifilis, uretritis non gonokokus, protatitis kronik, akne
vulgaris, dan rpofilaksis difetri dan pertusis.

B. Azitromisin

Indikasi: infeksi saluran napas, otitis media, infeksi klamida daerah genital tanpa kompliasi.

C. Klaritromisin

Indikasi : infeksi saluran napas, infeksi ringan dan sedang pada kulit dan jaringan lunak; terapi tambahan
untuk eradikasi helicobacter pylori pada tukak duodenum.

2.4.7. Polipeptida

Kelompok ini terdiri dari polimiksin B, polimiksin E (= kolistin), basi-trasin dan gramisidin, dan berciri
struktur polipeptida siklis dengan gugusan-gugusan amino bebas. Berlainan dengan antibiotika lainnya
yang semuanya diperoleh dari jamur, antibiotika ini dihasilkan oleh beberapa bakteri tanah. Polimiksin
hanya aktif terhadap basil Gram-negatif termasuk Pseudomonas, basitrasin dan gramisidin terhadap
kuman Gram-positif.

Khasiatnya berupa bakterisid berdasarkan aktivitas permukaannya (surface-active agent) dan


kemampuannya untuk melekatkan diri pada membran sel bakteri, sehingga permeabilitas sel diperbesar
dan akhirnya sel meletus. Kerjanya tidak tergantung pada keadaan membelah tidaknya bakteri, maka
dapat dikombinasi dengan antibiotika bakteriostatik seperti kloramfenikol dan tetrasiklin.
Resorpsinya dari usus praktis nihil, maka hanya digunakan secara parenteral, atau oral untuk bekerja di
dalam usus. Distribusi obat setelah" injeksi tidak merata, ekskresinya lewat ginjal.Antibiotika ini sangat
toksis bagi ginjal, polimiksin juga untuk organ pendengar. Maka penggunaannya pada infeksi dengan
Pseudomonas kini sangat berkurang dengan munculnya antibiotika yang lebih aman (gentamisin dan
karbenisilin).

2.4.8. Golongan Antimikobakterium

Golongan antibiotika dan kemoterapetka ini aktif te rhadap kuman mikobakterium. Termasuk di sini
adalah obat-obat anti TBC dan lepra, misalnya rifampisin, streptomisin, INH, dapson, etambutol dan lain-
lain.

2.5 Pemilihan Antibiotik yang Aman Bagi Ibu Hamil

Antibiotika banyak digunakan secara luas pada kehamilan. Karena adanya efek samping yang potensial
bagi ibu maupun janinnya, penggunaan antibiotika seharusnya digunakan jika terdapat indikasi yang
jelas. Prinsip utama pengobatan wanita hamil dengan penyakit adalah dengan memikirkan pengobatan
apakah yang tepat jika wanita tersebut tidak dalam keadaan hamil. Biasanya terdapat berbagai macam
pilihan, dan untuk alasan inilah prinsip yang kedua adalah mengevaluasi keamanan obat bagi ibu dan
janinnya.

Kehamilan akan mempengaruhi pemilihan antibiotik. Umumnya penisilin dansefalosporin dianggap


sebagai preparat pilihan pertama pada kehamilan, karena pemberian sebagian besar antibiotik lainnya
berkaitan dengan peningkatan risiko malformasi pada janin. Bagi beberapa obat antibiotik, seperti
eritromisin, risiko tersebut rendah dan kadang-kadang setiap risiko pada janin harus dipertimbangkan
terhadap keseriusan infeksi pada ibu. Beberapa jenis antibiotika dapat menyebabkan kelainan pada
janin. Hal ini terjadi karena antibiotika yang diberikan kepada wanita hamil dapat mempengaruhi janin
yang dikandungnya melalui plasenta. Antibiotika yang demikian itu disebut teratogen suatu obat atau
zat yang menyebabkan pertumbuhan janin yang abnormal. Pada manusia, periode terjadinya
teratogenesis adalah mulai hari ke 17 sampai hari ke 54 post konsepsi. Besarnya reaksi toksik atau
kelainan yang ditimbulkan oleh antibiotika dipengaruhi
oleh :
4. Jenis antibiotik
1. Besarnya dosis yang diberikan.
5. Trimester kehamilan
2. Lama dan saat pemberian.

3. Sifat genetik ibu dan janin.

Durasi penggunaan obat merupakan faktor penting untuk diingat. Penggunaan antibiotik dalam jangka
waktu lama bisa menyebabkan kecacatan pada janin dan dalam kasus yang lebih buruk bisa
menyebabkan keguguran. Pasalnya, beberapa jenis antibiotik lebih aman digunakan pada trimester
tertentu.
Untuk keadaan hamil, apalagi masih dalam trimester ketiga, pemberian antibiotik bisa sangat
membahayakan janin, karena hampir semua antibiotik memberikan efek samping mual, muntah, pusing
dan gangguan sistem pencernaan. Efek-efek samping yang ditimbulkan juga akan menekan kehamilan.
Bahkan ada antibiotik yang bisa menembus sampai ke sistem kelenjar / cairan, seperti liur, kelenjar
getah bening, cairan otak dan ASI. Jika pada masa menyusui minum antibiotik, maka obat akan
merembes di ASI dan bayi akan minum ASI bercampur obat.

Namun bukan berarti ibu hamil dan menyusui tidak boleh minum obat antibiotik, harus hati-hati dan
perhatikan petunjuk dokter tentang cara pemakaiannya.

Penisilin merupakan obat-obatan yang paling umum digunakan selama kehamilan. Antibiotik ini
dipasarkan dengan beberapa nama seperti cephradine, cefalexin, cefuroxime, cefaclor, dan lain-lain.
Obat yang umum digunakan ini mengandung cloxacillin, amxycillin, dan methicillin. Obat-obatan ini
dinyatakan aman selama kehamilan.

Beberapa contoh antibiotik yang aman pada kehamilan :

1. Amoxicillin

2. Ampicillin

3. Clindamycin

4. Erythromycin

5. Penicillin

2.6. Pengaruh Obat pada Janin

Pengaruh buruk obat terhadap janin dapat bersifat toksik, teratogenik maupun letal, tergantung pada
sifat obat dan umur kehamilan pada saat minum obat. Pengaruh toksik adalah jika obat yang diminum
selama masa kehamilan menyebabkan terjadinya gangguan fisiologik atau biokimiawi dari janin yang
dikandung, dan biasanya gejalanya baru muncul beberapa saat setelah kelahiran. Pengaruh obat bersifat
teratogenik jika menyebabkan terjadinya malformasi anatomik pada petumbuhan organ janin. Pengaruh
teratogenik ini biasanya terjadi pada dosis subletal. Sedangkan pengaruh obat yang bersifa letal, adalah
yang mengakibatkan kematian janin dalam kandungan. Secara umum pengaruh buruk obat pada janin
dapat beragam, sesuai dengan fase-fase berikut :

1. Fase implantasi, yaitu pada umur kehamilan kurang dari 3 minggu. Pada fase ini obat dapat
memberi pengaruh buruk atau mungkin tidak sama sekali. Jika terjadi pengaruh buruk biasanya
menyebabkan kematian embrio atau berakhirnya kehamilan (abortus).

2. Fase embional atau organogenesis, yaitu pada umur kehamilan antara 4-8 minggu. Pada fase ini
terjadi diferensiasi pertumbuhan untuk terjadinya malformasi anatomik (pengaruh teratogenik).
Berbagai pengaruh buruk yang mungkin terjadi pada fase ini antara lain :
a. Gangguan fungsional atau metabolik yang permanen yang biasanya baru muncul kemudian, jadi
tidak timbul secara langsung pada saat kehamilan. Misalnya pemakaian hormon dietilstilbestrol pada
trimester pertama kehamilan terbukti berkaitan dengan terjadinya adenokarsinoma vagina pada anak
perempuan di kemudian hari (pada saat mereka sudah dewasa).

b. Pengaruh letal, berupa kematian janin atau terjadinya abortus.

c. Pengaruh subletal, yang biasanya dalam bentuk malformasi anatomis pertumbuhan organ, seperti
misalnya fokolemia karena talidomid.

3. Fase fetal, yaitu pada trimester kedua dan ketiga kehamilan. Dalam fase ini terjadi maturasi dan
pertumbuhan lebih lanjut dari janin. Pengaruh buruk senyawa asing terhadap janin pada fase ini tidak
berupa malformasi anatomik lagi. tetapi mungkin dapat berupa gangguan pertumbuhan, baik terhadap
fungsi-fungsi fisiologik atau biokimiawi organ-organ. Demikian pula pengaruh obat yang dialami ibu
dapat pula dialami janin, meskipun mungkin dalam derajat yang berbeda. Sebagai contoh adalah
terjadinya depresi pernafasan neonatus karena selama masa akhir kehamilan, ibu mengkonsumsi obat-
obat seperti analgetika-narkotik; atau terjadinya efek samping pada sistem ekstrapiramidal setelah
pemakaian fenotiazin.

2.7. Studi Kasus Infeksi pada Ibu Hamil

Studi terkini menyebutkan bahwa pemakaian antibiotik untuk mengatasi infeksi saluran kemih pada ibu
hamil akan meningkatkan risiko anak cacat lahir. Peneliti menemukan fakta cacat lahir itu pada dua jenis
antibiotik, yaitu sulfonamide (contoh: Bactrim) dan nitrofurantoins (contoh: Macrobid). Sementara itu,
antibiotik penicillins dan erythromycins, yang banyak diresepkan untuk ibu hamil selama ini tergolong
aman.

Infeksi merupakan penyebab utama kematian prematur pada bayi. Meskipun terapi profilaksis antibiotik
belum terbukti bermanfaat, pemberian obat-obat antibiotik kepada ibu hamil dengan ketuban pecah
dini dapat memperlambat kelahiran dan menurunkan insidens infeksi. Penggunaan antibiotik yang
diketahui tidak aman itu harus menjadi perhatian para tenaga kesehatan dalam mengambil keputusan
untuk menangani infeksi pada ibu hamil.

Infeksi bakteri sangat berbahaya pada ibu hamil dan janinnya. Pemakaian antibiotik perlu lebih
diperhatikan, karena studi mengenai pengaruh antibiotik terhadap ibu hamil belum banyak dilakukan.

Dalam investigasinya, peneliti menganalisis enam jenis antibiotik pada 13.000 wanita hamil yang
kandungannya terdeteksi cacat dan juga 5.000 wanita hamil yang bebas dari cacat kandungan. Sebanyak
30 persen wanita dalam grup tersebut mengonsumsi antibiotik selama kehamilan, terutama pada
trimester pertama. Hasilnya ternyata, sebanyak 14% wanita yang melahirkan anak cacat diketahui
menggunakan antibiotik beberapa bulan sebelum kehamilan dan pada trimester pertama.
Antibiotik sulfonamide terkait dengan enam jenis cacat lahir, sedangkan nitrofurantoins terkait pada
empat jenis cacat. Dua jenis antibiotik ini berisiko paling banyak menghasilkan cacat lahir dibanding
antibiotik lain yang risiko cacat lahirnya hanya 1 jenis. Cacat lahir itu antara lain ketidak normalan
jantung yang dikenal dengan (hypoplastic left heart syndrome). Penggunaan sulfonamides akan
meningkatkan risiko cacat tersebut hingga 4 kali lipat. Terjadi pada 1 dari 42.000 kelahiran.

Studi ini dimuat dalam Archives of Pediatrics & Adolescent Medicine dan diharapkan menjadi panduan
para tenaga kesehatan dan ibu hamil untuk menggunakan antibiotik yang lebih aman.

Ada kalanya, ibu hamil yang mengalami infeksi memerlukan penggunaan antibiotik sebagai pilihan obat.
Sebagian antibiotik pada semua fase kehamilan aman dikonsumsi, sebagian lagi dikontraindikasikan
pada fase tertentu, dan ada juga yang dikontraindikasikan untuk semua fase kehamilan.
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Kemajuan bidang kesehatan diikuti dengan kemunculan obat-obat antibiotik yang baru menambah
tantangan untuk mengusai terapi medikamentosa ini. Antibiotik tidak hanya dari satu jenis saja.
Beberapa senyawa-senyawa yang berbeda dan berlainan ternyata mempunyai kemampuan dalam
membunuh mikroba.

Penisilin merupakan obat-obatan yang paling umum digunakan selama kehamilan.Selain itu ada juga
obat yang aman bagi ibu hamil yaitu : Amoxicillin, Ampicillin,Clindamycin, Erythromycin.

3.2. Saran

Diharapkan kepada para pembaca agar dalam pembuatan tugas selanjutnya dapat lebih baik lagi karena
kami akui masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini.

Anda mungkin juga menyukai