Anda di halaman 1dari 19

Gangguan Perilaku pada Anak

Pendahuluan

Perilaku siswa-siswi usia sekolah saat ini beragam, salah satu perilakunya adalah
anak-anak yang sangat sulit di atur, tidak bisa diam dan seolah-olah tidak memperhatikan
pelajaran di kelas. Anak-anak tersebut biasanya mengalami gangguan dalam
perkembangannya yaitu gangguan hiperkinetik yang secara luas di masyarakat disebut
sebagai anak hiperaktif.
Istilah hiperaktif pada dasarnya diambil dari istilah ADHD (Attention Deficit
Hyperactive Desorders). Definisi ADHD adalah suatu peningkatan aktifitas motorik hingga
pada tingkatan tertentu yang menyebabkan gangguan perilaku yang terjadi, setidaknya
pada dua tempat dan suasana yang berbeda. Aktifitas anak yang tidak lazim dan cenderung
berlebihan yang ditandai dengan gangguan perasaan gelisah, selalu menggerak-
gerakkan jari-jari tangan, kaki, pensil, tidak dapat duduk dengan tenang dan selalu
meninggalkan tempat duduknya meskipun pada saat dimana dia seharusnya duduk degan
tenang.Terminologi lain yang dipakai mencakup beberapa kelainan perilaku
meliputi perasaan yang meletup-letup, aktifitas yang berlebihan, suka membuat keributan,
membangkang dan destruktif yang menetap.

Ditinjau secara psikologis, hiperaktif adalah gangguan tingkah laku yang tidak
normal yang disebabkan disfungsi neurologia dengan gejala utama tidak mampu
memusatkan perhatian. Begitu pula anak hiperaktif adalah anak yang mengalami gangguan
pemusatan perhatian.
Gangguan ini disebabkan kerusakan kecil pada system saraf pusat dan otak
sehingga rentang konsentrasi penderita menjadi sangat pendek dan sulit dikendalikan.
Penyebab lainnya dikarenakan temperamen bawaan, pengaruh lingkungan, malfungsi otak,
serta epilepsi. Atau bisa juga karena gangguan di kepala seperti geger otak, trauma kepala
karena persalinan sulit atau pernah terbentur, infeksi, keracunan, gizi buruk, dan alergi
makanan.
Pendekatan ini yaitu dengan adanya bimbingan konseling berupa layanan /
treatment yang sesuai dengan kebutuhannya. Sehingga dengan demikian, diharapkan setiap
anak akan memperoleh haknya untuk mendapatkan pendidikan yang terbaik tanpa

1
terkecuali, karena pengajaran yang diberikan telah disesuaikan dengan kemampuan dan
kesulitan yang dimilikinya.

Perkembangan Anak
Seorang anak hidup paling aktif di dalam masa perkembangannya. Kepribadian
sedang dalam pembentukan dan di dalam stadium perkembangan banyak sekali terjadi
perubahan atau modifikasi tingkah laku. Sebab itu perlu mengetahui ciri tingkah laku
normal pada setiap stadium perkembangan anak dan membedakannya dengan gejala
patologis. Lingkungan tempat anak tumbuh dan bergantung ialah keluaraga dan terutama
sekali orang tua, sehingga dalam program pengobatan orang tua selalu diikutsertakan.1
Agar seseorang anak secara psikososial dapat berkembang spontan dan wajar, perlu
anak itu memperoleh kasih sayang, pengertian, perasaan, aman, disiplin, penghargaan dan
penerimaan dari masyarakat sekitarnya. Seorang anak perlu merasakan kepuasan dalam
hubungan dengan orang tua, merasa disayang, dihargai dan mempunyai kepercayaan akan
kemampuan dan kekuatan dirinya.1

Penyebab gangguan psikiatri


Secara garis besar dapat dibagi atas faktor :
organik, yaitu reaksi delirious, epilepsi, gejala sisa dari gangguan otak,
misalnya akibat infeksi, intoksikasi, malnutrisi, gangguan metabolisme.
Psikososial
Kombinasi organik dan psikososial.1

Gangguan psikiatri akibat faktor psikososial


Di sini hanya akan dibahas lebih lanjut mengenai gangguan psikiatri yang timbul
akibat faktor psikososial, yaitu:1
a. Gangguan dalam hubungan orang tua dengan anak.
Gangguan ini disebabkan oleh karena tidak adanya atau kekurangan atau
terputusnya mothering process untuk waktu yang lama, terutama sekali pada masa
bayi. Hal ini akan menyebabkan anak menjadi apatis, gelisah, sukar makan dan
tidur, perkembangan kepribadian dan jasmani terhambat. contoh lain adalah anak
yang disapih terlalu mendadak atau toilet training yang terlalu dini, putusnya

2
hubungan anak dengan orang tua karena perceraian, kematian atau pemasukan anak
ke dalam institusi pada usia dini, orang tua yang neurostis, psikotis, psikopatis atau
yang mempunyai kecenderungan agresif.1
Interaksi orang tua dengan anak yang patologis dapat mengakibatkan konflik
antara anak dengan orang tua dan seringkali sikap orang tua terhadapa anak terjadi
karena perasaan yang tidak disadari oleh orang tua. Hal ini dapat diakibatkan oleh
konflik antara kedua orang tua (ayah dan ibu) sendiri di masa lalu dan sekarang
direfleksikan terhadap anaknya. Perlu juga diingat bahwa gangguan hubungan
antara orang tua dengan anak dapat terjadi sebgai akibat primer dari tingkah laku
anak itu sendiri.1
Orang tua yang pilih kasih terhadap anak-anak sehingga mengakibatkan
sibling rivatry abnormal. Perlindungan orang tua yang berlebihan sehingga dalam
pertumbuhan anak tetap diperlukan sebagai anak kecil. Hal ini akan menghambat
perkembangan kebebasan, tanggung jawab dan kematangan kepribadian anak.
Yang sering terjadi ialah maternal overprotectioan, yang dapat terjadi baik pada
anak yang diinginkan maupun terhadap perasaan bersalah dalam diri ibu.
Seringkali pula perlindungan yang berlebihan tersebut terjadi karena ibu dalam
masa kanak-kanaknya sangat haus dan kekurangan kasih sayang.1
Perlindungan yang berlebihan dapat terbentuk:
Pemanjaan yang berlebihan, sehingga anak tidak disiplin, bandel, temper
tantrums, menuntut dengan agresif.
Dilarang berlebihan, sehingga anak menjadi submisif, pemalu dan penakut.
Hostilitas terhadap anak yang sebenarnya merupakan proyeksi dari hostilitas
antar ayah dengan ibu. Ada pula orang tua terlalu keras dan sering menghukum
anak atau orang tua yang terlalu ambisius dalam pendidikan anak.1

b. Gangguan (kekurangan) dalam diri anak.


Tubuh yang cacat akibat penyakit kronis atau gangguan neurologis, tubuh
terlalu gemuk, retardasi mental akan menimbulkan perasaan inferior dan berbeda
dengan anak yang lain, sehingga dapat menimbulkan regresi dan kegelisahan yang
kronis yang dapat menjelma dalam gangguan tingkah laku.1

3
c. Gangguan dalam interaksi sosial di luar keluarga.
Kegagalan disekolah akibat retardasi mental atau situasi keluarga yang tidak
bahagia, tindakan guru yang tidak tepat, kemiskinan, kesukaran dalam bahasa,
kekurangan fasilitas pendidikan atau berasal dari lingkungan sosiokultural yang
berlainan atau yang dianggap lebih rendah daripada lingkungan mayoritas, sering
menjadi penyebab timbulnya konflik dalam identitas anak dengan keluarganya.
Seorang anak yang merasa ditolak seringkali merasa tidak aman dan gelisah,
sehingga ia dapat menjadi hiperaktif, emosinya tidak stabli, sukar berkonsentrasi,
mempunyai rasa benci terhadap orang (masyarakat) yang menolak kasih sayang
yang diharapkannya dan ia akan menyatakan hostilitasnya dengan temper tantrums
dan membangkang. Kadang-kadang ia akan menyelimuti keinginanya untuk
disayang tersebut dengan cara menjadi sok atau bertindak agresif.1

Jenis gangguan psikiatris


Pada anak tidak ada gejala yang jelas dan pola gangguan tingkah laku karena
kepribadian anak masih fleksibel. Oleh karena itu belum ada keseragaman yang jelas dalam
hal pembagian diagnosis gangguan psikiatris anak. Pembagian di bawah ini secara garis
besar didasarkan atas International Classification of Diseases, WHO (1968).1

Attention deficit and hyperactivity disorder (ADHD)


Anak hiperaktiv adalah anak yang mengalami gangguan pemusatan perhatian
dengan hiperaktivitas (GPPH) atau attention deficit and hyperactivity disorder (ADHD).
Kondisi ini juga disebut sebagai gangguan hiperkinetik. Dahulu kondisi ini sering disebut
minimal brain dysfunction syndrome.
Gangguan hiperkinetik/ADHD adalah gangguan pada anak yang timbul pada masa
perkembangan dengan ciri utama tidak mampu memusatkan perhatian, hiperaktif dan
impulsif. Ciri perilaku ini mewarnai berbagai situasi dan dapat berlanjut hingga dewasa.2,3

Etiologi
Ada beberapa faktor yang menyebabkan anak menjadi hiperaktif antara lain:
a. Faktor Genetik

4
Didapatkan korelasi yang tinggi dari hiperaktif yang terjadi pada keluarga dengan
anak hiperaktif. kurang lebih sekitar 25-35% dari orang tua dan saudara yang masa
kecilnya hiperaktif akan menurun pada anak. Hal ini juga dapat terlihat pada anak laki-
laki dengan ekstra kromosom Y yaitu XYY, kembar satu telur lebih memungkinkan
hiperaktif dibanding kembar dua telur.
b. Faktor Neurologik
Penelitian menunjukan, insiden anak hiperaktif lebih banyak didaptakan pada bayi
yang lahir dengan masalah-masalah prenatal yang disebabkan karena gangguan fungsi
otak akibat sulit saat kelahiran, penyakit berat, cidera otak. Disamping itu factor seperti
bayi lahir dengan berat badan rendah, ibu yang terlalu muda, ibu yang merokok dan
minum alcohol juga meninggikan insiden hiperaktif. Faktor etiologi dalam bidang
neurologi yang sampai kini banyak dianut adalah terjadinya disfungsi pada salahsatu
neorotransmiter diotak yang bernama dopamine . Dopamin merupakan zat aktif yang
berguna untuk memlihara proses konsentrasi
c. Faktor toksik
Beberapa zat makanan seperti selisilat dan bahan bahan pengawet memiliki potensi
untuk memebentuk perilaku hiperaktif pada anak, Karena kadar timah lead dalam serum
darah anak akan meningkat. Disamping itu, ibu yang merokok dan mengonsumsi
alcohol, terkena sinar x pada saat hamil, juga dapat melahirkan calon anak hiperaktif
d. Faktor Kultural dan Psikososial
Pemanjaan.
Pemanjaan dapat juga disamakan dengan memperlakukan anak terlalu manis,
membujuk-bujuk makan, membiarkan saja, dan sebagainya. Anak yang terlalu
dimanja itu sering memilih caranya sendiri agar terpenuhi kebutuhannya.
Kurang disiplin dan pengawasan.
Anak yang kurang disiplin atau pengawasan akan berbuat sesuka hatinya, sebab
perilakunya kurang dibatasi. Jika anak dibiarkan begitu saja untuk berbuat sesuka
hatinya dalam rumah, maka anak tersebut akan berbuat sesuka hatinya ditempat lain
termasuk di sekolah. Dan orang lain juga akan sulit untuk mengendalikannya di
tempat lain baik di sekolah.
e. Orientasi kesenangan.

5
Anak yang memiliki kepribadian yang berorientasi kesenangan umumnya akan
memiliki ciri-ciri hiperaktif secara sosio-psikologis dan harus dididik agak berbeda agar
mau mendengarkan dan menyesuaikan diri.2,3

Klasifikasi
Gangguan ini dibagi menjadi beberapa tipe, yakni
Tipe inatentif predominan
Tipe anak yang tidak bisa memusatkan perhatian. Mereka sangat mudah terganggu
perhatiannya, tetapi tidak hiperaktif atau Impulsif. Mereka tidak menunjukkan gejala
hiperaktif. Mereka seringkali melamun dan dapat digambarkan seperti sedang berada
di awang-awang.
Tipe hiperaktivitas dan impulsivitas predominan
Tipe anak yang hiperaktif dan impulsive. Mereka menunjukkan gejala yang sangat
hiperaktif dan impulsif, tetapi bisa memusatkan perhatian. Tipe ini seringkali ditemukan
pada anak- anak kecil.
Tipe kombinasi
Tipe gabungan. Mereka sangat mudah terganggu perhatiannya, hiperaktif dan impulsif.
Kebanyakan anak anak termasuk tipe seperti ini.
Gejalanya akan mulai muncul dan nampak pada usia sekolah, karena pada usia inilah
anak mulai menggunakan otaknya dalam belajar dan ia mulai memiliki teman dan
mengenali lingkungan barunya.2

Gejala Klinik
Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder (DSM), ada tiga
gejala utama mengenai gangguan ini, diantaranya :
Ketidakmampuan dalam memusatkan perhatian (Inattentiveness)
Kemampuan anak penderita gangguan ini untuk memusatkan perhatiannya pada
suatu topik agak kurang dibandingkan dengan anak seusianya yang normal. Keluhan-
keluhan yang muncul mengenai ketidakmampuan ini seperti masalah konsentrasi
(kurang konsentrasi, tidak dapat konsentrasi), sering melamun, tidak dapat
menyelesaikan tugasnya sendiri, saat belajar harus didampingi, suka berpindah

6
kesenangan. Masalah ini muncul bukan dari rangsangan atau pengaruh dari luar tetapi
muncul dari dalam diri sendiri.
Hiperaktivitas
Gangguan ini merupakan aktivitas yang berlebihan tidak sesuai dengan usia
perkembangannya. Hiperaktivitas ini muncul sebagai kegelisahan, tidak bisa diam,
tangan dan kakinya tidak bisa diam, tubuh bergerak tidak sesuai dengan situasi,
sehingga orang-orang di sekitarsering menafsirkan bahwa si anak adalah anak yang
tidak bisa diam, selalu membuat onar di kelas, selalu mengajak temannya berbicara.
Penelitian membuktikan gerakan pergelangan tangan, kaki, dan seluruh tubuh pada
seluruh anak dengan hiperaktivitas adalah berlebihan dibandingkan dengan anak
normal.
Perilaku impulsive
Anak yang menderita ADHD umumnya tidak dapat menghambat perilakunya saat
memberikan respon terhadap lingkungan sosialnya. Kondisi inilah yang disebut dengan
impulsivitas. Gejala yang muncul seperti tingkah laku yang tidak terkendali, tidak
mampu menunda proses, ia terkadang menjawab pertanyaan sebelum pertanyaan selesai
diutarakan sehingga menimbulkan kesalahan. Anak dengan gangguan tersebut tidak
dapat menilai apakah perilakunya baik atau buruk untuk orang-orang disekitarnya
sehingga ia sering mengganggu orang disekitarnya.

Penatalaksanaan
Sampai saat ini belum ada obat yang dapat menyembuhkan ADHD, namun ada
berbagai tretamen untuk menangani gejala ADHD beberapa treatment dan layanan yang
dilakukan untuk mengatasi kasus anak-anak yang tergolong hiperaktif diantaranya :4-7
a. Orang tua perlu menambah pengetahuan mengenai gangguan hiperkatifitas serta
mengenali bakat anak
b. Menggunakan teknik pengelolaan perilaku, seperti menggunakan penguat posisitf
(misalnya memeberikan pujian jika anak makan dengan tertib), memeberikan
disiplin yang konsisten dan selalu memonitor perilaku anak.
c. Memberikan ruang gerak yang cukup bagi aktifitas anak untuk menyalurkan
kelebihan energinya serta membangkitkan rasa percaya diri anak

7
d. Menyingkirkan perlengkapan yang tidak diperlukan di meja belajar anak, supaya
perhatiannya tidak pecah. Memberitahukan orang tuanya agar menyediakan tempat
belajar yang tenang, jauh dari televisi atau musik keras
e. Menatap anak saat berkomunikasi, dan sesekali menggunakan kontak fisik, seperti
memegang bahu atau menepuk punggung anak untuk memfokuskan perhatiannya.
f. Mengingatkan orang tuanya agar melatih anak melakukan kegiatan secara teratur /
terjadwal saat waktu tertentu (misalnya bangun, mandi, belajar, makan, tidur, baca
buku, main dll).
g. Bekerjasama dengan guru disekolah agar guru memahami kondisi anak yang
sebenarnya, dan guru dapat menempatkan anak didik dengan hiperaktif di bangku
yang dekat guru, atau di antara anak yang tenang dan amat memperhatikan
pelajaran.
h. Menghindari menempatkan anak di dekat jendela, pintu terbuka atau gambar /
lukisan yang warnanya cerah karena akan merusak konsentrasinya.

Penggunaan obat-obatan dalam terapi ADHD berperan sebagai CNS stimulant,


meliputi sediaan short dan sustained-release seperti methylphenidate, dextroamphetamine,
kombinasi dextroamphetamine dan amphetamine salt. Salah satu keuntungan sediaan
sustained-release untuk anak-anak adalah satu dosis di pagi hari akan bertahan efeknya
sepanjang hari sehingga anak-anak tidak perlu minum dosis kedua maupun ketiga saat
kegiatan di sekolah berlangsung. Keuntungan lain adalah dipertahankannya obat ini pada
level tertentu dalam tubuh sepanjang hari sehingga fenomena rebound dan munculnya
iritabilitas dapat dihindari. FDA (The Food and Drug Administration) menyarankan
penggunaan dextroamphetamine pada anak-anak berusia 3 tahun atau lebih dan
methylphenidate pada anak-anak berusia 6 tahun atau lebih. Kedua obat inilah yang paling
sering dipakai untuk terapi ADHD.
Terapi second line meliputi antidepresan seperti bupropion, venlafaxine dan juga
terdiri dari Agonis reseptor -Adrenergik seperti clonidine dan guanfacine. Obat
antidepresan sebaiknya diberikan bila pemberian obat psikostimulan tidak efektif hasilnya
untuk anak ADHD. 4-7
Psikostimulan menstimuli area yang mengalami penurunan aktivasi hingga dapat
mencapai tingkat yang lebih tinggi. Ternyata efek methylphenidate sangat baik terhadap

8
anak ADHD dimana anak ADHD terjadi hipofungsi dopamin dan adrenalin di sinaps,
sedangkan methylphenidate bekerja untuk menghambat reuptake dopamin dan noradrenalin
kembali ke sel syaraf. Efek methylphenidate menstimulasi korteks serebral dan struktur sub
kortikal1.
Efek samping psikostimulan yang tersering adalah insomnia, berkurangnya nafsu
makan sampai berat badan menurun, kadang-kadang sakit kepala. Bila sebelum dan saat
pengobatan anak ADHD menunjukkan gejala sukar makan, maka perlu diberikan vitamin
untuk nafsu makan. Bila timbul efek samping sukar tidur, sebaiknya pemberian malam hari
tak dilakukan, dilakukan membaca terlebih dahulu sebelum tidur (bedtime reading), dapat
diberikan obat tidur bila sangat diperlukan.1

Retardasi Mental
Retardasi mental adalah suatu penurunan fungsi intelektual secara menyeluruh yang
terjadi pada masa perkembangan dan dihubungkan dengan gangguan adaptasi sosial. Ada 3
hal penting yang merupakan kata kunci dalam definisi ini yaitu penurunan fungsi
intelektual, adaptasi sosial, dan masa perkembangan.
Penurunan fungsi intelektual secara umum diukur berdasarkan tes intelegensia
standar paling sedikit satu deviasi standar (1 SD) di bawah rata-rata. Periode perkembangan
mental mulai dari lahir sampai umur 16 tahun. Gangguan adaptasi sosial dalam definisi ini
dihubungkan dengan adanya penurunan fungsi intelektual. Retardasi Mental ini dapat
terjadi dengan atau tanpa gangguan jiwa maupun gangguan fisik lainnya.4,5

Etiologi
a. Penyebab Pranatal
1. Kelainan kromosom
Kelainan kromosom penyebab retardasi mental yang terbanyak adalah
sindrom Down. Sindrom Down merupakan 10-32% dari penderita retardasi mental.
Diperkirakan insidens dari sindrom Down antara 1-1,7 per 1000 kelahiran hidup per
tahun. Risiko timbulnya sindrom Down berkaitan dengan umur ibu saat melahirkan.
Ibu yang berumur 20-25 tahun saat melahirkan mempunyai risiko 1:2000,
sedangkan ibu yang berumur 45 tahun mempunyai risiko 1:30 untuk timbulnya
sindrom Down. Analisis kromosom pada sindrom Down 95% menunjukkan trisomi
9
21, sedangkan 5% sisanya merupakan translokasi. Kelainan kromosom lain yang
bermanifestasi sebagai retardasi mental adalah trisomi-18 atau sindrom Edward, dan
trisomi-13 atau sindrom Patau, sindrom Cri-du-chat, sindrom Klinefelter, dan
sindrom Turner.
2. Kelainan metabolic
Defisiensi yodium secara bermakna dapat menyebabkan retardasi mental
baik di negara sedang berkembang maupun di negara maju. Diperkirakan 600 juta
sampai 1 milyar penduduk dunia mempunyai risiko defisiensi yodium, terutama di
negara sedang. Akibat defisiensi yodium pada masa perkembangan otak karena
asupan yodium yang kurang pada ibu hamil meyebabkan retardasi mental pada bayi
yang dilahirkan. Kelainan ini timbul bila asupan yodium ibu hamil kurang dari 20
ug ( normal 80-150 ug) per hari.
3. Infeksi
Infeksi rubela pada ibu hamil triwulan pertama dapat menimbulkan anomali
pada janin yang dikandungnya. Risiko timbulnya kelainan pada janin berkurang bila
infeksi timbul pada triwulan kedua dan ketiga. Manifestasi klinis rubela kongenital
adalah berat lahir rendah, katarak, penyakit jantung bawaan, mikrosefali, dan
retardasi mental.
4. Intoksikasi
Fetal alcohol syndrome (FAS) merupakan suatu sindrom yang diakibatkan
intoksikasi alkohol pada janin karena ibu hamil yang minum minuman yang
mengandung alkohol, terutama pada triwulan pertama.
b. Penyebab Perinatal
15-20% dari anak retardasi mental disebabkan karena prematuritas. Penelitian
dengan 455 bayi dengan berat lahir 1250 g atau kurang menunjukkan bahwa 85% dapat
mempelihatkan perkembangan fisis rata-rata, dan 90% memperlihatkan perkembangan
mental rata-rata. Penelitian pada 73 bayi prematur dengan berat lahir 1000 g atau
kurang menunjukkan IQ yang bervariasi antara 59-142, dengan IQ rata-rata 94.
Keadaan fisis anak-anak tersebut baik, kecuali beberapa yang mempunyai kelainan
neurologis, dan gangguan mata.
c. Penyebab Postnatal

10
Faktor-faktor postnatal seperti infeksi, trauma, malnutrisi, intoksikasi, kejang serta
masalah psikososial dapat menyebabkan kerusakan otak yang pada akhirnya
menimbulkan retardasi mental.4,5

Klasifikasi
Menurut nilai IQnya, maka intelegensia seseorang dapat digolongkan sebagai
berikut:
No. Klasifikasi Nilai IQ
1. Sangat superior 130 atau lebih
2. Superior 120-129
3. Diatas rata-rata 110-119
4. Rata-rata 90-110
5. Dibawah rata-rata 80-89
6. Retardasi mental (borderline) 70-79
7. Retardasi mental ringan (mampu didik) 52-69
8. Retardasi mental sedang (mampu latih) 36-51
9. Retardasi mental berat 20-36
10. Retardasi mental berat Dibawah 20
Tabel 1. Pembagian Tingkat Intelegensia2
a. Retardasi mental ringan
Retardasi mental ringan dikategorikan sebagai retardasi mental dapat dididik
(educable). Anak mengalami gangguan berbahasa tetapi masih mampu menguasainya
untuk keperluan bicara sehari-hari dan untuk wawancara klinik. Umumnya mereka juga
mampu mengurus diri sendiri secara independen (makan, mencuci, memakai baju,
mengontrol saluran cerna dan kandung kemih), meskipun tingkat perkembangannya
sedikit lebih lambat dari ukuran normal. Kesulitan utama biasanya terlihat pada
pekerjaan akademik sekolah, dan banyak yang bermasalah dalam membaca dan
menulis. Dalam konteks sosio kultural yang memerlukan sedikit kemampuan akademik,
mereka tidak ada masalah. Tetapi jika ternyata timbul masalah emosional dan sosial,
akan terlihat bahwa mereka mengalamim gangguan, misal tidak mampu menguasai
masalah perkawinan atau mengasuh anak, atau kesulitan menyesuaikan diri dengan
tradisi budaya.

11
b. Retardasi mental sedang
Retardasi mental sedang dikategorikan sebagai retardasi mental dapat dilatih
(trainable). Pada kelompok ini anak mengalami keterlambatan perkembangan
pemahaman dan penggunaan bahasa, serta pencapaian akhirnya terbatas. Pencapaian
kemampuan mengurus diri sendiri dan ketrampilan motor juga mengalami
keterlambatan, dan beberapa diantaranya membutuhkan pengawasan sepanjang
hidupnya. Kemajuan di sekolah terbatas, sebagian masih bisa belajar dasar-dasar
membaca, menulis dan berhitung.
c. Retardasi mental berat
Kelompok retardasi mental berat ini hampir sama dengan retardasi mental sedang
dalam hal gambaran klinis, penyebab organik, dan keadaan-keadaan yang terkait.
Perbedaan utama adalah pada retardasi mental berat ini biasanya mengalami kerusakan
motor yang bermakna atau adanya defisit neurologis.
d. Retardasi mental sangat berat
Retardasi mental sangat berat berarti secara praktis anak sangat terbatas
kemampuannya dalam mengerti dan menuruti permintaan atau instruksi. Umumnya
anak sangat terbatas dalam hal mobilitas, dan hanya mampu pada bentuk komunikasi
nonverbal yang sangat elementer.4,5

Penatalaksanaan
a. Tatalaksana Medis
Dalam penanganan medis para dokter lebih banyak dihadapkan pada aspek kuratif
dan rehabilitatsi karena sekali terjadi kerusakan sel otak, tidak mungkin fungsinya
kembali normal. Itulah sebabnya tatalaksana lebih menekankan pada aspek preventif,
terutama prevensi primer dan sekunder.
1. primer
memberikan perindungan yang spesifik terhadap penyakit tertentu misalnya dengan
member imunisasi, serta meningkatkan kesehatan dengan memberikan gizi yang
baik, mengajarkan cara hidup sehat dengan maksud meninggikan daya tahan tubuh.
2. sekunder
mendeteksi penyakit sedini mungkin dan memberikan pengobatan yang tepat
sehingga tidak terjadi komplikasi pada susunan syaraf pusat

12
b. Psikoterapi
Psikoterapi dapat diberikan kepada anak retardasi mental maupun kepada orangtua
anak tersebut. Walaupun tidak dapat menyembuhkan retardasi mental tetapi dengan
psikoterapi dan obat-obatan dapat diusahakan perubahan sikap, tingkah laku dan
adaptasi sosialnya.
c. Konseling
Tujuan konseling dalam bidang retardasi mental ini adalah menentukan ada atau
tidaknya retardasi mental dan derajat retardasi mentalnya, evaluasi mengenai sistem
kekeluargaan dan pengaruh retardasi mental pada keluarga, kemungkinan penempatan
di panti khusus, konseling pranikah dan pranatal. Pendidikan yang penting disini bukan
hanya asal sekolah, namun bagaimana mendapatkan pendidikan yang cocok bagi anak
yang terbelakang ini. Terdapat empat macam tipe pendidikan untuk retardasi mental.5,6

Autisme
Autisme adalah kumpulan kondisi kelainan perkembangan yang ditandai dengan
kesulitan berinteraksi sosial, masalah komunikasi verbal dan nonverbal, disertai dengan
pengulangan tingkah laku dan ketertarikan yang dangkal dan obsesif. 2-3
Autisme merupakan suatu gangguan spektrum, artinya gejala yang tampak bisa
sangat bervariasi. Tidak ada dua anak yang memiliki diagnosis yang sama yang
menunjukkan pola dan variasi perilaku yang sama persis. Autisme sesungguhnya adalah
sekumpulan gejala klinis atau sindrom yang dilatarbelakangi oleh berbagai faktor yang
sangat bervariasi dan berkaitan satu sama lain dan unik karena tidak sama untuk masing-
masing kasus.3

Etiologi
Penyebab autisme adalah multifaktorial. Faktor genetik maupun lingkungan diduga
mempunyai peranan yang signifikan. Sebuah studi mengemukakan bahwa apabila 1
keluarga memiliki 1 anak autis maka risiko untuk memiliki anak kedua dengan kelainan
yang sama mencapai 5%, risiko yang lebih besar dibandingkan dengan populasi umum. Di
lain pihak, lingkungan diduga pula berpengaruh karena ditemukan pada orang tua maupun
anggota keluarga lain dari penderita autistik menunjukkan kerusakan ringan dalam

13
kemampuan sosial dan komunikasi atau mempunyai kebiasaan yang repetitif. Akan tetapi
penyebab secara pasti belum dapat dibuktikan secara empiris.1

Patofisiologi
Saat ini telah diketahui bahwa autisme merupakan suatu gangguan perkembangan,
yaitu suatu gangguan terhadap cara otak berkembang. Akibat perkembangan otak yang
salah maka jaringan otak tidak mampu mengatur pengamatan dan gerakan, belajar dan
merasakan serta fungsi-fungsi vital dalam tubuh.1
Penelitian post-mortem menunjukkan adanya abnormalitas di daerah-daerah yang
berbeda pada otak anak-anak dan orang dewasa penyandang autisme yang berbeda-beda
pula. Pada beberapa bagian dijumpai adanya abnormalitas berupa substansia grisea yang
walaupun volumenya sama seperti anak normal tetapi mengandung lebih sedikit neuron. 5
Kimia otak yang paling jelas dijumpai abnormal kadarnya pada anak dengan autis
adalah serotonin 5-hydroxytryptamine (5-HT), yaitu sebagai neurotransmiter yang bekerja
sebagai pengantar sinyal di sel-sel saraf. Anak-anak penyandang autisme dijumpai 30-50%
mempunyai kadar serotonin tinggi dalam darah. Perkembangan norepinefrine (NE),
dopamin (DA), dan 5-HT juga mengalami gangguan.1

Gejala Klinis
Biasanya tidak ada riwayat perkembangan yang jelas, tetapi jika dijumpai
abnormalitas tampak sebelum usia 3 tahun. Selalu dijumpai hendaya kualitatif dalam
interaksi sosialnya yang berupa tidak adanya apresiasi adekuat terhadap isyarat
sosioemosional, yang tampak sebagai kurangnya respon terhadap emosi orang lain dan atau
kurang modulasi terhadap perilaku dalam konteks sosial; buruk dalam menggunakan isyarat
sosial dan lemah dalam integrasi perilaku sosial, emosional dan komunikatif; dan
khususnya, kurang respon timbal balik sosio-emosional.5
Selain itu juga terdapat hendaya kualitatif dalam komunikasi yang berupa
kurangnya penggunaan sosial dari kemampuan bahasa yang ada; hendaya dalam permainan
imaginatif dan imitasi sosial; buruknya keserasian dan kurangnya interaksi timbal balik
dalam percakapan; buruknya fleksibilitas dalam bahasa ekspresif dan relatif kurang dalam
kreatifitas dan fantasi dalam proses pikir; kurangnya respon emosional terhadap ungkapan
verbal dan nonverbal orang lain; hendaya dalam meggunakan variasi irama atau tekanan

14
modulasi komunikatif; dan kurangnya isyarat tubuh untuk menekankan atau mengartikan
komunikasi lisan.5
Kondisi ini juga ditandai oleh pola perilaku, minat dan kegiatan yang terbatas,
pengulangan dan stereotipik. Ini berupa kecenderungan untuk bersifat kaku dan rutin dalam
aspek kehidupan sehari-hari;ini biasanya berlaku untuk kegiatan baru atau kebiasaan sehari-
hari yang rutin dan pola bermain. Terutama sekali dalam masa dini anak, terdapat kelekatan
yang aneh terhadap benda yang tidak lembut. Anak dapat memaksakan suatu kegiatan rutin
seperti ritual dari kegiatan yang sepertinya tidak perlu; dapat menjadi preokuasi yang
stereotipikdengan perhatian pada tanggal, rute dan jadwal; sering terdapat stereotipik
motorik; sering menunjukkan perhatian yang khusus terhadap unsur sampingan dari benda
(seperti bau dan rasa); dan terdapat penolakan terhadap dari rutinitas atau tata ruang dari
kehidupan pribadi (perpindahan dari mebel atau hiasan dalam rumah).5

Diagnosis
Ada beberapa instrumen screening untuk autisme: 3
1. CARS rating system (Childhood Autism Rating Scale), dikembangkan oleh Eric
Schopler pada awal 1970an, berdasarkan pengamatan terhadap perilaku. Di dalamnya
terdapat 15 nilai skala yang mengandung penilaian terhadap hubungan anak dengan
orang, penggunaan tubuh, adaptasi terhadap perubahan, respon pendengaran, dan
komunikasi verbal.
2. Checklist for Autism in Toddlers (CHAT) digunakan untuk screening autisme pada
usia 18 bulan. Dikembangkan oleh Simon Baron-Cohen pada awal 1990an untuk
melihat apakah autisme dapat terdeteksi pada anak umur 18 bukan. alat screening ini
menggunakan kuesioner yang terbagi 2 sesi, satu melalui penilaian orang tua, yang lain
melalui penilaian dokter yang menangani.
3. Autism Screening Questionnaire adalah 40 poin skala skreening yang telah digunakan
untuk anak usia 4 tahun ke atas untuk mengevaluasi kemampuan berkomunikasi dan
fungsi sosialnya.

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada autisme harus secara terpadu, meliputi semua disiplin ilmu
yang terkait: tenaga medis (psikiater, dokter anak, neurolog, dokter rehabilitasi medik) dan

15
non medis (tenaga pendidik, psikolog, ahli terapi bicara/okupasi/fisik, pekerja sosial).
Tujuan terapi pada autis adalah untuk mengurangi masalah perilaku dan meningkatkan
kemampuan belajar dan perkembangannya terutama dalam penguasaan bahasa. Dengan
deteksi sedini mungkin dan dilakukan manajemen multidisiplin yang sesuai yang tepat
waktu, diharapkan dapat tercapai hasil yang optimal dari perkembangan anak dengan
autisme.2
Manajemen multidisiplin dapat dibagi menjadi dua yaitu non medikamentosa dan
medika mentosa.
1. Non medikamentosa
a. Terapi edukasi
Intervensi dalam bentuk pelatihan keterampilan sosial, keterampilan sehari-
hari agar anak menjadi mandiri. Tedapat berbagai metode penganjaran antara lain
metode TEACHC (Treatment and Education of Autistic and related
Communication Handicapped Children) metode ini merupakan suatu program
yang sangat terstruktur yang mengintegrasikan metode klasikal yang individual,
metode pengajaran yang sistematik terjadwal dan dalam ruang kelas yang ditata
khusus.
b. Terapi perilaku
Intervensi terapi perilaku sangat diperlukan pada autisme. Apapun
metodenya sebaiknya harus sesegera mungkin dan seintensif mungkin yang
dilakukan terpadu dengan terapi-terapi lain. Metode yang banyak dipakai adalah
ABA ( Applied Behaviour Analisis) dimana keberhasilannya sangat tergantung
dari usia saat terapi itu dilakukan (terbaik sekitar usia 2 5 tahun ).
c. Terapi wicara
Intervensi dalam bentuk terapi wicara sangat perlu dilakukan, mengingat
tidak semua individu dengan autisme dapat berkomunikasi secara verbal. Terapi
ini harus diberikan sejak dini dan dengan intensif dengan terapi-terapi yang lain.
d. Terapi okupasi/fisik
Intervensi ini dilakukan agar individu dengan autisme dapat melakukan
gerakan, memegang, menulis, melompat dengan terkontrol dan teratur sesuai
kebutuhan saat itu.
e. Sensori integrasi

16
Sensor integrasi adalah pengorganisasian informasi semua sensori yang ada
(gerakan, sentuhan, penciuman, pengecapan, penglihatan, pendengaran)untuk
menghasilkan respon yang bermakna. Melalui semua indera yang ada otak
menerima informasi mengenai kondisi fisik dan lingkungan sekitarnya, sehingga
diharapkan semua gangguan akan dapat teratasi.
f. AIT (Auditory Integration Training)
Pada intervensi autisme, awalnya ditentukan suara yang mengganggu
pendengaran dengan audimeter. Lalu diikuti dengan seri terapi yang mendengarkan
suara-suara yang direkam, tapi tidak disertai dengan suara yang menyakitkan.
Selanjutnya dilakukan desentisasi terhadap suara-suara yang menyakitkan tersebut.
g. Intervensi keluarga
Pada dasarnya anak hidup dalam keluarga, perlu bantuan keluarga baik
perlindungan, pengasuhan, pendidikan, maupun dorongan untuk dapat tercapainya
perkembangan yang optimal dari seorang anak, mandiri dan dapat bersosialisai
dengan lingkungannya. Untuk itu diperlukan keluarga yang dapat berinteraksi satu
sama lain (antar anggota keluarga) dan saling mendukung. Oleh karena itu
pengolahan keluarga dalam kaitannya dengan manajemen terapi menjadi sangat
penting, tanpa dukungan keluarga rasanya sulit sekali kita dapat melaksanakan
terapi apapun pada individu dengan autisme.
2. Medikamentosa
Individu yang destruktif seringkali menimbulkan suasana yang tegang bagi
lingkungan pengasuh, saudara kandung dan guru atau terapisnya. Kondisi ini
seringkali memerlukan medikasi dengan medikamentosa yang mempunyai potensi
untuk mengatasi hal ini dan sebaiknya diberikan bersama-sama dengan intervensi
edukational, perilaku dan sosial.
a. Jika perilaku destruktif yang menjadi target terapi, manajemen terbaik adalah
dengan dosis rendah antipsikotik/neuroleptik tapi dapat juga dengan agonis alfa
adrenergik dan antagonis reseptor beta sebagai alternatif.
I. Neuroleptik
Neuroleptik tipikal potensi rendah Thioridazin dapat menurunkan agresifitas
dan agitasi.

17
Neuroleptik tipikal potensi tinggi Haloperidol dapat menurunkan agresifitas,
hiperaktifitas, iritabilitas dan stereotipik.
Neuroleptik atipikal risperidon akan tampak perbaikan dalamhubungan
sosial, atensi dan absesif.
II. Agonis reseptor alfa adrenergik
Klonidin, dilaporkan dapat menurunkan agresifitas, impulsifitas dan
hiperaktifitas.
III. Beta adrenergik blocker
IV. Propanolol dipakai dalam mengatasi agresifitas terutama yang disertai dengan
agitasi dan anxietas.
a. Jika perilaku repetitif menjadi target terapi
Neuroleptik (Risperidon) dan SSRI dapat dipakai untuk mengatasi perilaku
stereotipik seperti melukai diri sendiri, resisten terhadap perubahan hal-hal rutin
dan ritual obsesif dengan anxietas tinggi.
b. Jika inatensi menjadi target terapi
Methylphenidat (Ritalin, Concerta) dapat meningkatkan atensi dan mengurangi
destruksibilitas.
c. Jika insomnia menjadi target terapi
Dyphenhidramine (Benadryl) dan neuroleptik (Tioridazin) dapat mengatasi
keluhan ini.
d. Jika gangguan metabolisme menjadi problem utama
Ganguan metabolisme yang sering terjadi meliputi gangguan pencernaan, alergi
makanan, gangguan kekebalan tubuh, keracunan logam berat yang terjadi akibat
ketidak mampuan anak-anak ini untuk membuang racun dari dalam tubuhnya.
Intervensi biomedis dilakukan setelah hasil tes laboratorium diperoleh. Semua
gangguan metabolisme yang ada diperbaiki dengan obatobatan maupun
pengaturan diet. 4

Prognosis
Intervensi dini yang tepat dan program pendidikan terspesialisasi serta pelayanan
pendukung mempengaruhi hasil pada penderita autisme. Autisme tidak fatal dan tidak
mempengaruhi harapan hidup normal. Penderita autis yang dideteksi dini serta langsung

18
mendapat perawatan dapat hidup mandiri tergantung dari jenis gangguan autistik apa yang
diderita dan berapa umurnya saat terdeteksi dan ditangani sebagai penderita autis.1

Kesimpulan

Pertumbuhan dan perkembangan anak merupakan suatu proses pembentukan pola


pikir, fisik dan mental anak itu sendiri, dimana proses ini perlu adanya pembelajaran serta
perhatian dan pengawasa orang tua. Jika pada proses ini ada yang terlewat, anak bisa
mengalami gangguan tingkah laku dan kepribadiannya.Untuk memperbaiki keadaan
gangguan tingkah laku ini bisa dilakukan terapi psikoterapi pada anak.

19

Anda mungkin juga menyukai