n Geometrik Jalan
BAB I
PENDAHULUAN
Beberapa istilah - istilah yang perlu diketahui adalah sebagai berikut (Tata Cara
Perencanaan Geometrik jalan antar kota, 1997)
Badan Jalan adalah bagian jalan yang meliputi seluruh jalur lalu lintas,
median, dan bahu jalan.
Bahu Jalan adalah bagian daerah manfaat jalan yang berdampingan dengan
jalur lalu lintas untuk menampung kendaraan yang berhenti, keperluan
darurat, dan untuk pendukung samping bagi lapis pondasi bawah, lapis pondasi,
dan lapis permukaan.
Batas Median Jalan adalah bagian median selain jalur tepian, yang biasanya
ditinggikan dengan batu tepi jalan.
Daerah di Luar Kota adalah, daerah lain selain daerah perkotaan.
Ruang Manfaat Jalan (Rumaja) adalah daerah yang meliputi seluruh badan
jalan, saluran tepi jalan dan ambang pengaman.
Ruang Milik Jalan (Rumija) adalah daerah yang meliputi seluruh daerah
manfaat jalan dan daerah yang diperuntukkan bagi pelebaran jalan dan
penambahan jalur lalu lintas di kemudian hari serta kebutuhan ruangan untuk
pengaman jalan.
Ruang Pengawasan Jalan (Ruwasja) adalah lajur lahan yang berada di
bawah pengawasan penguasa jalan, ditujukan untuk penjagaan terhadap
terhalangnya pandangan bebas pengemudi kendaraan bermotor dan untuk
pengamanan konstruksi jalan dalam hal ruang daerah milik jalan tidak
mencukupi.
Daerah Perkotaan adalah daerah kota yang sudah terbangun penuh atau
areal pinggiran kota yang masih jarang pembangunannya yang diperkirakan
akan menjadi daerah yang terbangun penuh dalam jangka waktu kira-kira 10
tahun mendatang dengan proyek perumahan, industri, komersil, dan berupa
pemanfaatan lahan lainnya yang bukan untuk pertanian.
Ekivalen Mobil Penumpang (emp) adalah faktor dari berbagai kendaraan
dibandingkan terhadap mobil penumpang sehubungan dengan pengaruhnya
kepada kecepatan mobil penumpang dalam arus lalu lintas campuran.
Faktor-K adalah faktor berupa angka yang memperbandingkan volume lalu
lintas per jam yang didasarkan pada jam sibuk ke 30-200 dengan volume lalu
lintas harian rata - rata tahunan.
BAB II
KRITERIA PERENCANAAN GEOMETRIK ANTAR KOTA
Muatan Sumbu
Fungsi Kelas Terberat
MST (ton)
I > 10
Arteri II 10
IIIA 8
IIIA
Kolektor 8
IIIB
Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik jalan antar kota (1997)
Kemiringan Medan
No. Jenis Medan Notasi
(%)
1. Datar D <3
2. Perbukitan B 3 25
3. Pegunungan G > 25
Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik jalan antar kota (1997)
.. ( 2.1)
di mana :
K (disebut faktor K), adalah faktor volume lalu lintas jam sibuk, dan
F (disebut faktor F), adalah faktor variasi tingkat lalu lintas
perseperempat jam dalam satu jam.
VJR digunakan untuk menghitung jumlah lajur jalan dan fasilitas lalu
lintas lainnya yang diperlukan.
Tabel 2.5 menyajikan faktor-K dan faktor-F yang sesuai dengan VLHR-
nya.
Tabel 2.5. Penentuan faktor K dan faktor F berdasarkan volume lalu
lintas harian
VLHR FAKTOR FAKTOR F
K (%)
.. (2.2)
di mana :
VR = kecepatan rencana (km/jam)
disederhanakan menjadi:
.. (2.3)
.. (2.4)
di mana :
..(2.5)
.. (2.6)
..(2.9)
BAB III
Tc = Rc . tg 1/2 .. (3.1)
Ec = Tc . tg 1/4 .. (3.2)
Lc = Rc dengan dalam derajat .. (3.3)
180
Lc = B . Rc dengan dalam radian .. (3.4)
Syarat pemakaian :
a. Tergantung dari harga v yang ada (design speed)
Mis : Untuk Vp = 80 Km/jam
R > 110
# R dicoba dahulu pada gambar pengukuran staking out.
# R dan V dapat dilihat pada daftar II Standart Perencanaan Geometrik
Jalan raya
b. Harga dihitung secara analitis berdasarkan koordinat, setelah itu diukur dengan
menggunakan busur.
c. Ac > 0
d. Lc > 20 cm
(= Ls).
TS adalah titik peralihan bagian lurus ke bagian berbentuk spiral dan titik
SC adalah titik peralihan bagian spiral ke bagian lingkaran.
.. (3.5)
.. (3.6)
.. (3.7)
Sudut pusat busur lingkaran = dan sudut spiral = , jika besarnya sudut
.. (3.8)
.. (3.9)
.. (3.10)
..(3.11)
Syarat pemakaian :
( Ls Min < dan L < 2Ts) ; (AC > 0 dan Lc > 20)
Spiral-Spiral (SS) atau Lengkung Spiral-Spiral
Syarat pemakaian :
a. Harga dihitung secara analitis, namun dalam hal ini harga dihitung
atau diukur langsung dengan mengunakan busur.
b. s =
3.1.2 Trase
.. (3.16)
di mana :
Rmin = Jari jari tikungan minimum (m),
VR = Kecepatan Rencana (km/j),
emax = Superelevasi maximum (%),
F = Koefisien gesek, untuk perkerasan aspal f=0,14-
0,24
Gambar 3.7 Tikungan Gabungan Gambar Balik Dengan Sisipan Bagian Lurus
Minimum
Sepanjang 20 meter
Sumber: Tata Cara Perencanaan Geometrik jalan antar kota (1997)
3.1.6. Superelevasi
Superelevasi adalah suatu kemiringan melintang di tikungan yang
berfungsi mengimbangi gaya sentrifugal yang diterima kendaraan pada saat
berjalan melalui tikungan pads kecepatan VR.
Rumus umum:
n(b'c) (n 1)Td z
dimana:
b = 2,40 R 2
R2 2 p2
Td = R2 (2 P ) R
z = 0,105
R
dimana:
= Lebar perkerasan jalan tikungan (m)
= Jumlah jalur
b = Lebar lintasan kendaraan pada tikungan (m)
c = Kebebasan samping
- Untuk lebar jalan 6,00 m = 0,8
4. Kenyamanan pengemudi
5. Keluwesan bentuk
L= S2 .. (3.22)
405
di mana :
L = Panjang lengkung vertikal (m),
A = Perbedaan grade (m),
Jh = Jarak pandangan henti (m),
Y = Faktor penampilan kenyamanan, didasarkan pada tinggi
obyek 10 cm dan tinggi mata 120 cm.
Panjang lengkung vertikal bisa ditentukan langsung sesuai Tabel 3.6 vang
didasarkan pada penampilan, kenyamanan, dan jarak pandang. Untuk
jelasnya lihat Gambar 3.7 dan Gambar 3.8
Panjang kritis yaitu panjang landai maksimum yang harus disediakan agar
kendaraan dapat mempertahankan kecepatannya sedemikian sehingga
c. lengkung vertikal cekung pada kelandaian jalan yang lurus dan panjang
harus dihindarkan;
d. dua atau lebih lengkung vertikal dalam satu lengkung horizontal harus
dihindarkan; dan
e. tikungan yang tajam di antara 2 bagian jalan yang lurus dan panjang
harus dihindarkan.
Gambar 3.9. Koordinasi yang ideal antara alinemen horizontal dan vertikal yang
berimpit
Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik jalan antar kota (1997)
Gambar 3.11 Koordinasi yang harus dihindarkan dimana pada bagian yang lurus
pandangan pengemudi terhalang oleh puncak alinemen vertikal
sehingga pengemudi sulit memperkirakan arah alinyemen dibalik
puncak tersebut.
Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik jalan antar kota (1997)