Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN

DAN ASUHAN KEPERAWATAN


SYNDROM ADDISON

OLEH :

Kelompok 7 Kelas E
Semester 4
1. Neni Arista A (201501182)
2. Mike Nurmayanti (201501191)
3. Edi khoiruman (201501215)
4. Satli (201501199)
5. Rahmat indika (201501204)
6. Yuyun Dwi (201401129)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

STIKES BINA SEHAT PPNI MOJOKERTO

TAHUN AJARAN 2016/2017


KATA PENGANTAR

Tiada kata yang lebih mulia selain ungkapan puji syukur alhamdulillah
kehadirat Allah SWT.karena berkat rahmat dan karunia-Nya kami dapat
menyelesaikan makalah Sistem Endokrin tentang Syndrom Addison ini sesuai
dengan waktu yang telah ditentukan guna memenuhi tugas yang diberikan.

Tidak lupa pula kami mengucapkan terima kasih kepada referensi, buku dan
media massa yang berhubungan dengan sistem endokrin yang telah membantu
dalam penyusun asuhan keperawatan ini hingga selesai dan juga kami ucapkan
banyak terima kasih atas pemberian tugas ini, karena kami dapat lebih memahami.
Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi kami sendiri dan para
pembaca pada umumnya.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa asuhan keperawatan ini masih jauh dari
sempurna. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang
sifatnya membangun dan para pembaca sehingga dapat membantu kearah
perubahan yang lebih baik di kemudian hari.

Mojokerto, 06 Maret 2017

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul.............................................................................................. i

Kata Pengantar ............................................................................................ ii

Daftar Isi..................................................................................................... iii

BAB 1 PENDAHULUAN .......................................................................... 1


1.1 Latar Belakang .............................................................................. 1
1.2 Rumusan masalah .......................................................................... 2
1.3 Tujuan ............................................................................................ 3
BAB 2 LAPORAN PENDAHULUAN ...................................................... 4
2.1 Definisi .......................................................................................... 4
2.2 Etiologi .......................................................................................... 6
2.3 Manifestasi Klinis.......................................................................... 7
2.5 Komplikasi .................................................................................... 9
2.6 Pemeriksaan diagnostik ................................................................. 9
2.7 Penatalaksanaan ........................................................................... 10
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN (KASUS) ...................................... 13
3.1 Pengkajian ................................................................................... 13
3.2 Diagnosa Keperawatan ................................................................ 18
3.3 Intervensi ..................................................................................... 19
BAB 4 PENUTUP .................................................................................... 25
4.1 Kesimpulan .................................................................................. 25
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... IV

iii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sindrom insufisiensi korteks adrenal terjadi akibat defisiensi


sekresi kortisol dan aldosterone. Apabila tidak diobati, maka penyakit
ini dapat menyebabkan kematian. Penyebaba utama insufisiensi korteks
adrenal adalah (1) penyakit primer korteks adrenal atau (2) defisiensi
sekresi hormone adrenokortikotropik (ACTH).defisisensi
corticotropin-realising-hormone (CRH) saja dapat meyebabkan
defisiensi ACTH dan kortisol. Tetapi penyakit ini hanya dijumpai pada
pajajn kronik glukookortikoid dosis farmakologik atau setelah
pengangkatan adenoma adrenokorteks penghasil kortisol.

Apabila penyebab insufisiensi korteks adrenal adalah suatu


proses patologik dikorteks adrenal, maka penyakit ini
disebut penyakit Addison. Pasien dengan penyakit Addison
memperlihatkan ketiga zona korteks sehingga terjadi difisiensi semua
sekresi korteks adrenal: kortisol, aldosterone, dan androgen. Kadang-
kadang pasien datang dengan defisiensi parsial sekresi hormone korteks
adrenal. Defisiensi ini dijumpai pada kasus-kasus hipoaldesteronisme-
hiporeninemik, yang hanya mengenai sekresi aldesteron, atau
hiperplasi adrenal konginetal, dengan suatu defek enzim persial yang
hanya menghambat sekresi kortisol.

Penyakit Addison jarang dijumpai dan memiliki prevalensi 4


dari 100.000 orang; dua pertiga pasien adalah perempuan. Diagnose
ditegakkan antara usia 20 dan 50 tahun. Dahulu, tuberkolosis adalah
penyabab utama penyaki Addison. Saat ini, dengan kemoterapi yang
lebih baik, hanya sedikit pasien tuberkolosis yang mempunyai
insufisiensi adrenal. Kerusakan korteks adrenal merupakan akibat dari

1
proses autoimun pada lebih dari 50% pasien penyakit Addison.
Autoantibodi adrenal ditemukan dalam titer tinggi pada sebagian pasien
dengann penyakit Addison. Antibody ini bereaksi dengan antigen
dikorteks adrenal, termasuk enzim 21 hidroksilase dan menyebabkan
reaksi peradangan yang akhirnya menghancurkan kelenjar adrenal.
Biassanya lebih dari 80% dari kedua kelenjar harus rusak sebelum
timbul gejala dan tanda insufisiensi. Penyakit Addison dapat timbul
bersaam dengan penyakit endokrin lain yang memiliki dasar
autoimuitas. Diantaranya adalah tiroiditis hashimoto, beberapa kasus
diabetes mellitus type 1, dan hipoparatiroidisme. Juga tampaknya
terdapat predisposisi familial untuk penyakit endrokin autoimun, yang
mungkin berkaitan dengan kelainan reaktifitas system imun pasien.
Penyebab penyakit Addison yang lebih jarang adalah pendarahan yang
disebabkan oleh pemakaina antikoogulan jangka panjang terutama
heparin, penyakit granulomatosa non perkijuan, infeksi sitomegalovirus
(CMV) pada pasien dengan sindrom imonodefisiensi didapat (AIDS),
dan neuplasma metastatic yang mengenai kedua kelenjar adrenal.
Pernah dilaporkan kasus-kasus jarang yaitu, insufisiensikorteks adrenal
primer terjadi akibat mutasi di gen-gen yang mengode protein yang
mengendalikan perkembangan adrenal atau steroidogenesis.( Price,
Sylvia. 2006)

1.2 Rumusan masalah

Dengan memperhatikan latar belakang tersebut, agar dalam


penulisan ini kami dapat memperoleh hasil yang di inginkan,maka
kami mengemukakan beberapa rumusan masalah. Rumusan masalah
tersebut yakni :

1. Definisi addison tersebut ?


2. Etiologi dari addison tersebut ?

2
3. apa saja jenis-jenis dari addison tersebut ?
4. Bagaimana manifestasi serta penatalaksanaan addison
tersebut ?
5. Bagaimana PNP/ Nursing pathway penyakit addison
tersebut ?
6. Bagaimana cara menganalis kasus pada penderita
glaukoma ?

1.3 Tujuan

1. Tujuan umum
Supaya mahasiswa atau para pembaca mampu mengerti dan
memahami tentang addison serta menerapkan dari penatalaksanaan pada
saat di Rumah Sakit.
2. Tujuan khusus
Mahasisa mampu menjelaskan etiologi.
Mahasiswa mampu membuat PNP (Pathway Nursing) serta
menjelaskannya.
Mahasiswa mampu menguasai asuhan keperawatan pada penderita
yg terkena addison.

3
BAB 2

LAPORAN PENDAHULUAN

2.1 Definisi

Penyakit addison adalah gangguan akibat kerusakan atau disfungsi korteks

adrenal. Akibatnya adalah kekurangan kortisol, aldosteron, dan androgen

adrenal yang kronik, yang disertai pigmentasi kulit. Ini dapat terjadi disegala

usia meski lebih umum terjadi pada dewasa dibawah usia 60 tahun. Seperti

penyakit endrokin lainnya penyakit addison lebih umum terjadi pada wanita.

Hipofungsi adrenal dapat dibedakan menjadi hipofungsi primer ataupun

skunder. Hipofungsi atau insufiensi adrenal yang primer( penyakit Addison )

berasal dari dalam kelenjar adrenal dan ditandai oleh penurunan sekresi

hormon hormon mineralokortikoid, glukokortikoid,serta androgen.

Hipofungsi adrenal sekunder terjadi karena gangguan diluar kelenjar adrenal,

seperti gangguan sekresi kortikotropin oleh kelenjar hipofisis. Keadaan ini

ditandai oleh penurunan sekresi glukokortikoid utama, umumnya tidak

terganggu.

4
Penyakit addison relatif jarang dijumpai dan dapat terjadi pada segala usia

serta pada laki-laki maupun perempuan. Hipofungsi adrenal sekunder terjadi

ketika pasien mendadak menghentikan penggunaan teraapi steroid eksogenus

yang sudah lama dijalani atau kelenjar hipofisis mengalami cedera karena

tumor atau karena proses infiltrasi ataupun auto imun. Keadaan yang trakhir

ini terjadi ketika anti bo dy yang beredar dalam darah bereaksi secara khusus

terhadap jaringan adrenal sehingga timbul inflamasi dan infiltrasi oleh limfosit.

Dengan diagnosis dini dan terapi sulih yang adekuat, baik hipofungsi adrenal

yang primer maipun sekunder memiliki prognosis yang baik.

Krisis adrenal ( krisis adisonian ), yang merupakan defisiensi

mineralokortioid dan glukokortikoid, umumnya terjadi sesudah orang

mengalami stres akut, sepsis, trauma,pembedahan, atau sesudah terapi steroid

dihentikan pada pasien insufisiensi adrenal yang kronis. Krisis adrenal

merupakan keadaan kedaruratan medis yang memerlukan penangan intensif

dan segera. Penyakit addison yang bersifat autoimun paling sering ditemukan

pada wanita kulit putih dan kemungkinan besar terhadap predis posisi genetik.

Penyakit ini lebih sering terjadi pada pasien dengan redis posisi familiar

terhadap pnyakit endokrin yang bersifat autoimun. Sebagian besar pasien

penyakit adison didiaknosis pada usia dekade ketiga hingga kelima mereka.

5
2.2 Etiologi

a. Primer
Penyakit Addison (kerusakan > 90% pada kedua kelenjar
adrenal dan biasanya disebabkan oleh proses autoimun,
ketika antibodi beredar dalam darah bereaksi secara khusus
terhadap jaringan adrenal).
Penyebab lain meliputi :
Tuberculosis (pernah menjadi penyebab utama, tetapi kini
merupakan penyebab pada kurang dari 20% kasus dewasa)
Adrenalektomi : prosedur pengangkatan salah satu atau
kedua kelenjar adrenal karena pertumbuhan tumor
Perdarahan pada kelenjar adrenal
Neoplasma : sekumpulan sel yang abnormal yang terbentuk
oleh sel sel yang tumbuh terus menerus secara tidak
terbatas, tidak terkoordinasi dengan jaringan sekitarnya dan
tidak berguna bagi tubuh
Riwayat penyakit autoimun dalam keluarga ( dapat menjadi
faktor predisposisi untuk penyakit Addison )

b. Sekunder
Hipopituitarisme : kelainan pada hipofisis yang ditandai
dengan sekresi beberapa hormon dalam jumlah rendah,
disebabkan oleh kerusakan pada kelenjar hipofisis adrenal (
yang menyebabkan penurunan sekresi kartikotropin )
Penghentian mendadak terapi kortikosteroid jangka panjang
( stimulasi kostikosteroid eksogenus jangka panjang
menekan sekresi kortikotropin oleh hipofisis sehingga terjadi
atrofi kelenjar adrenal
Pengangkatan tumor yang menyekresi kortikotropin.

6
2.3 Manifestasi Klinis

A. SISTEM INTEGUMEN
Perlambatan penyembuhan luka
Hiperpigmentasi
B. SISTEM KARDIOVASKULER
Hipotensi postural
Aritmia
Takikardia
C. SISTEM SARAF PUSAT
Latergi
Tremor
Labilitas emosi
Bingung
D. SISTEM MUSKULOSKETLETAL
Kelemahan
Pengecilan otot
Nyeri sendi
Nyeri otot
E. SISTEM GASTROINTESTINAL
Anoreksia
Mual dan muntah
Diare
F. SISTEM REPRODUKSI
Perubahan menstruasi

G. EFEK METABOLIK
Hiperkalemia
Hiponatremia
Hipohlikemi

7
8
2.5 Komplikasi

Komplikasi hipofungsi adrenal yang mungkin terjadi meliputi:

Hiperpireksia : adalah suatu keadaan dimana suhu tubuh lebih dari


41,1oC atau 106oF (suhu rectal).
Reaksi psikotik
Terapi steroid yang kurang atau berlebihan
Syok (akibat dari infeksi akut atau penurunan asupan garam)
Hipoglikemia yang berat
Akhirnya kolaps vaskuler, renal shutdwon, koma, dan kematian (
jika keadaan ini tidak ditangani dengan baik).

2.6 Pemeriksaan diagnostik

Pemeriksaan darah menunjukkan adanya kekurangan


kortikostreroid (terutama kortisol), kadar natrium yang rendah dan
kadar kalium yang meningkat.
Penilaian fungsi ginjal (misalnya pemeriksaan darah untuk nitrogen
dan kreatinin), biasanya menunjukkan bahwa ginjal tidak bekerja
dengan baik.
Rontgen
CT Scan : menunjukkan adanya pengapuran pada kelenjar adrenal.
Tes stimulating ACTH kortisol darah dan urine di ukur sebelum dan
setelah suatu bentuk sintetik dari ACTH di berikan dengan suntikan.
Pada tes ACTH yang di sebut pendek cepat. Pengukuran kortisol
dalam darah di ulang 30 sampai 60 menit setelah suatu suntikan
ACTH adalah suatu kenaikan tingkatan-tingkatan kortisol dalam
darah dan urine, namun pada orang dnegan penyakit Addison
kortisol darah dan plasma tidak naik atau hanya sedikit kenaikannya.

9
Tes Stimulating CRH : ketika respon pada tes pendek ACTH adalah
abnormal, suatu tes stimulasi CRH panjang di perlukan untuk
menentukan penyebab ketidak cukupan adreanal. Pada tes ini, CRH
sintetik di suntikkan secara intravena dan kortisol darah di ukur
sebelum 30, 60, 90 dan 120 menit setelah suntikan. Pasien - pasien
dengan ketidak cukupan adrenal sekunder mempengaruhi respon
kekurangan kortisol namun tidak hadir atau penundaan respon -
respon ACTH. Ketidak hadiran respon respon ACTH
menunjukkan pada pituitary sebagai penyebab suatu penundaan
respon ACTH menunjukkan pada hipotalamus sebagai penyebab.
Pemeriksaan lainnya
Apabila diagnosis penyakit Addison telah ditegakkan, lakukan USG
atau X-Ray abdomen untuk melihat penumpukan kalsium pada
kelenjar adrenal. Penumpukan kalsium mengindikasikan ada
perdarahan pada kelenjar adrenal atau TBC.

2.7 Penatalaksanaan

1. Medis
Pengobatan penyakit addison yang rutin adalah pemberian hormon
glukokortikoid dan mineralkortikoid. Beberapa penyait addison
memerlukan pengobatan spesidik sesuai penyebab yang mendasari seperti
obat anti tuberkolosis (OAT) pada penyakit addison yang disebabkan
karena TBC.
a. Gluokortikoid yang sering digunakan adlaah hidrokortison
dnegan dosis 15 25 mg/ hari yang dibagi dalam 2 3 dosis.
Dosis terdiri atas 10 mg saat bangun tidur, 5 mg pada siang hari
dan 5 mg pada malam hari. Dosis hidrokortison dipertahankan
atas dasar penilaian klinis. Observasi status kesehatan pasien
(seperti hipertensi, peningkatan BB, dan intoleransi glukosa)
serta tanda dosis kurang sperti (kehilangan BB dan pigmentasi).

10
Selama periode kambuhan, perioperatif, atau berbagai macam
stress, dosis hidrokortison harus ditingkatkan. Beberapa obat
seperti rifampisin, fenobarbitol dan fenitoin akan meningkatkan
metabolisme hepatik glukokortikoid, karena itu pada pasien ini
dosis hidrokortison harus ditingkatkan.
b. Pemberian mineralkortikoid. Obat yang diberikan adalah
fludrokortison dnegan dosis 100g / hari, atau disesuaikan
(biasanya 50 200 g / hari) sesuai dengan respons klinis pasien.
Adanya hipertensi dan edema pergelangan kaki menunjukkan
terapi yang berlebihan, sedangkan mengidam makanan asin,
hipotensi postural, dan hiperkalemia menunjukkan terapi masih
kurang.
2. Perawatan
a. Pengaturan diet : untuk mempertahankan keseimbangan
natrium dna kalium. Jika pasien mengalami anoresia,
anjurkan makan enam kali sehari dengan porsi kecil untuk
meningkatkan asupan kalori.
b. Amati keadaan pasien yang mendapat terapi steroid untuk
mendeteksi tanda- tanda chusingoid, seperti retensi cairan
disekitar mata dan wajah. Awasi kemungkinan
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, khususnya bila
pasien mendapat preparat mineralkortikoid. Pantau berat
badan dan cek tekanan darah pasien untuk menilai status
cairan tubuhnya.
Ingat, steroid yang diberikan pada waktu senja atau malam
hari dapat menstimulasi SSP dan menimbulkan insomnia
pada sebagian besar pasien. Lakukan pemerikasaan untuk
menemukan ptekie karena pasien ini mudah mengalami
memar. Ajarkan pasien gejala kelebihan dosis steroid
(edema dan kenaikan BB) serta kekurangan dosis steroid
(letargi dan lemah)

11
c. Ingatkan pasien bahwa keadaan stress dapat membuat pasien
memerlukan kortison tambahan untuk mencegah krisis
adrenal. Infeksi, cedera, atau pengeluaran keringat yang
sangat banyak pada cuaca panas dapat memicu krisis
adrenal.
d. Instruksikan pasien untuk selalu membawa karru pengenal
medis yang menyatakan bahwa pasien memakai preparat
steroid dengan mencantumkan nama obat serta takarannya.
e. Beritahu pasien agar selalu menyediakan kotak obat darurat
yang berisi preparat hidrokortison dalam spuit siap pakai
untuk disuntikkan pada saat saat stress. Ajarkan pasien dan
keluarganya cara memberikan suntikan hidrokortison.
f. Pengukuran TTV
g. Memberikan rasa nyaman dengan mengatur atau
menyediakan waktu istirahat pasien
h. Menempatkan pasien dalam posisi setengah duduk dengan
kedua tungkai ditinggikan
i. Memberikan suplemen makanan dengan penambahan garam
j. Follow up: mempertahankan berat badan, tekanan darah dan
elektrolit yang normal disertai regresi gambaran klinis
k. Memantau kondisi pasien untuk mendeteksi tanda dan gejala
yang menunjukan adanya krisis Addison

12
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN (KASUS)

SYNDROM ADDISON

Trigercase

Tn. A berumur 50 tahun datang ke RS bersama istrinya Ny. S. Ny. S


memberitahu perawat bahwa suaminya telah merasa sakit selama beberapa
minggu terakhir, tetapi saat bangun pagi hari ini, ia merasa lemah hingga tidak
bisa membuka bajunya sendiri. Ny. S memberitahu perawat bahwa suaminya
juga mual muntah, jantungnya berdebar debar, diare 5x sehari dan warna
kulitnya berubah seperti perunggu, suaminya juga minum obat obatan
kortison untuk terapi artritis reumatiknya selama 2 tahun terakhir, tetapi
menyatakan kami tidak punya uang untuk membelinya bulan ini. Hasil
pemeriksaan TTV didapatkan hasil TD : 80/ 50 mmHg, Nadi : 110x/ menit, RR
: 24x / menit, Suhu : 36,5oC. Hasil pemeriksaan fisik hipoglikemi, takikardi,
aritmia. Hasil pemeriksaan Lab menunjukkan kortisol menurun, Hb turun,
natrium menurun, kalium meningkat, glukosa menurun. Diagnosa medis
menunjukkan Syndrom Addison.

3.1 Pengkajian

a Identitas

Identitas pasien

Nama : Tn. A
Tempat tanggal lahir : Mojokerto, 07 Juli 1970
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jokorawas, Trawas Mojokerto
Pekerjaan : Wiraswasta

13
No RM : 00009
Dx Medis : Syndrom Addison
Tanggal MRS : 23 Januari 2017
Tgl Pengkajian : 23 Januari 2017

b Keluhan Utama

Keluarga pasien mengatakan pasien mengalami kelemahan yang berat

pagi hari ini hingga tidak bisa membuka baju sendiri

c Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang dengan keluhan lemah yang berlebihan, pusing, mual

muntah, mudah lelah dan warna kulit berubah yang awalnya sawo matang

menjadi warna seperti perunggu. Pasien mengatakan sudah 1 minggu sakit.

Dan pagi tadi pada tanggal 23 Januari 2017 pasien mengalami kelemahan

yang berlebihan dan hiperpigmentasi langsung dibawa ke RS. Prof. dr.

Soetomo untuk dilakukan pemeriksaan. Disarankan dokter untuk rawat

inap.

d Riwayat Penyakit Dahulu

pasien memiliki riwayat penyakiti artritis reumatik dan pernah dirawat di

RS. Sakinah 2 bulan

e Riwayat Penyakit Keluarga

keluarga tidak pernah memiliki riwayat penyakit yang sama dengan pasien

dan keluarga tidak punya penyakit menular & menurun lainnya.

f Pemeriksaan Fisik

B1 (Breathing)
Inspeksi

14
Bentuk dada simetris, saat inspirasi dan ekspirasi dada
mengembang bersamaan, RR : 28x / menit, tidak ada lesi,
Palpasi
Tidak ada benjolan di sekitar dada
Perkusi
Paru-paru Sonor
Auskultasi
Whezing (-), ronchi (-)

B2 (Blood)
Inspeksi : Distensi vena jugularis (-)
Palpasi : CRT > 2 detik, akral hangat, konjungtiva anemis
Auskultasi : terjadi hipotensi dengan tekanan darah 80/50 mmHg,
suara jantung melemah dan tidak ada suara jantung tambahan,
murmur jantung (-).
B3 (Brain)
kesadaran somnolen, GCS 3-5-4, tidak ada benjolan di kepala dan
leher.
B4 (Bladder)
Mengalami oliguri (produksi urin kurang dari 400 mL/ hari)
B5 (Bowel)
Pasien mengalami diare sehari 5x sehari, bising usus 34x/ menit
B6 (Bone)
Kekuatan tonus otot menurun, lemas mudah lelah, kekuatan otot

4 4

4 4

15
Hasil Pemeriksaan Laboratorium
Natrium : 126 mEq/L (N :135-145 mEq/L)

Kalium : 6,3 mEq/L (N : 3,5 5,0 mEq/L)

Kadar Glukosa : 60 mg/dl (N : 70 -110 mg/dl)

Leukosit : 12.000 mm3 (N : 4000-10.000/mm3)

Kortisol : 9 mkg/ dl di pagi hari dan lebih rendah di

malam hari

CT Scan menunjukkan pembesaran kelenjar adrenal

g Analisa Data

No Data Etiologi Problem


1. Ds : pasien mengatakan Aldosteron menurun Gangguan perfusi
pusing, lemah berlebihan, jaringan
merasa jantungnya Volume cairan
berdebar debar. elektrolit berkurang
Do :
1. keadaan umum : lemah Dehidrasi
2. GCS : 4-5-4
3. TTV : Hipotensi postural
TD : 80/50 mmHg
N : 110 x/menit Penurunan curah
4. CRT > 2 dtk jantung
5. membran mukosa
kering Gangguan perfusi
6. akral hangat jaringan

16
2. Ds : keluarga pasien TD dan CO menurun Gangguan
mengatakan pasien sesak pertukaran Gas
Do : Transpor O2 menurun
Nadi : 110x/menit
TD : 80/50 mmHg Hipoksia dan
RR : 28x / menit hipoventilasi
Aritmia
Kesadaran somnolen,
hipoksia

3. Ds : Keluarga Pasien Penyerapan Na+ Kekurangan


mengeluh mual muntah, menurun volume cairan
Do : Pasien tampak lemah,
hasil TTV : Kadar K+ meningkat
Nadi : 110x/menit
TD : 80/50 mmHg Ekskresi Air
Mukosa bibir kering
Konjungtiva anemis, CRT Volume ekskresi
> 2 detik meningkat

Dehidrasi

Kekurangan volume
cairan
4. Ds : keluarga pasien Kortisol Perubahan nutrisi
mengatakan pasien kurang dari
mengalami diare dan BB Glukoneogenesis kebutuhan tubuh
turun, nafsu makan
berkurang

17
Do : porsi makan tidak Hipoglikemia
habis, muntah setelah
selesai makan BB

3. Ds : keluarga pasien Hipoglikemi Gangguan


mengatakan kalau pasien intoleransi aktivitas
mudah lelah. Kelemahan
Do :
TD : 80/50 mmHg
Pasien tidak mampu
melepas bajunya sendiri.
Kekuatan otot menurun.
-
4. Ds : keluarga pasien Pembentukan melanin Kerusakan
mengatakan warna kulit oleh melanosit dikulit
integritas kulit
pasien berubah.
Do :
- Hiperpigmentasi Pengendapan melanin
pada kulit.
Hiperpigmentasi

3.2 Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan cardiac output,

penurunan sirkulasi serta kondisi hiperkalemia yang ditandai dengan

hipotensi, aritmia, anemia, konjungtiva anemis

2. Gangguan pertukaran gas b/d ketidakseimbangan perfusi ventilasi ,

hipoventilasi ditandai dengan hipoksia, dispnea

18
3. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan absorbsi NaCl dan air menurun ditandai dengan mual

muntah, diare

4. Perubahan nutriri kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

defisiensi glukokortikoid, metabolisme lemak abnormal, protein dan

karbohidrat ditandai dnegan mual muntah anoreksia

5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan hipoglikemi ditandai dengan

kelemahan umum

6. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pengendapan melanin

yang ditandai dengan hiperpigmentasi.

3.3 Intervensi

No Diagnosa Tujuan dan Intervensi dan rasional

Kriteria Hasil

1. Gangguan perfusi jaringan Setelah dilakukan Bina Hubungan Saling

berhubungan dengan penurunan tindakan Percaya

cardiac output ditandai dengan keperawatan R : Untuk

hipotensi, aritmia, anemia, selama 3x 24 jam mempermudah

konjungtiva anemis diharapkan pemberian tindakan.

kelemahan yang Observasi TTV

dialami pasien R : untuk mengetahui

dengan kriteria perkembangan tekanan

hasil : darah, nadi, RR

19
a. pasien dapat Selidiki perubahan

membuka atau tingkat kesadaran,

memakai keluhan pusing.

pakaiannya R : mengontrol tingkat

sendiri perubahan kesadaran

b. Hb dalam batas Observasi nadi perifer,

normal awasi kecepatan

c. Tekanan Darah jantung / irama.

dalam batas R : terabanya nadi

normal perifer dan irama

d. CRT < 2 detik jantung yang reguler

e. kesadaran Awasi upaya

composmentis pernapasan.
R : Dipsnea
f. Nadi perifer
menunjukkan gangguan
teraba jantung karena
peningkatan
kompensasi curah
jantung.
Kolaborasi pengawasan
hasil pemeriksaan
laboratorium.
R : Mengidentifikasi
defisiensi dan
kebutuhan pengobatan
atau respon terhadap
terapi.

20
Kolaborasi pemberian
dalam pemberian
oksigen tambahan
sesuai indikasi.
R : Memaksimalkan
transport oksigen ke
jaringan.

No Diagnosa Tujuan dan Intervensi dan Rasional


kriteria hasil
Gangguan pertukaran gas Setelah dilakukan Bina Hubungan Saling

b/d ketidakseimbangan perfusi tindakan Percaya

ventilasi , hipoventilasi ditandai keperawatan R : Untuk mempermudah

dengan hipoksia, dispnea selama 3 x 24 jam pemberian tindakan.

diharapkan tidak Observasi TTV

terjadi R : untuk mengetahui

hipoventilasi perkembangan tekanan

dengan kriteria darah, nadi, RR

hasil : Pantau saturasi O2

a. RR normal R : saturasi O2

menentukan terjadinya

hipoventilasi

21
b. saturasi O2 Kolaborasi pemberian

dalam batas Oksigen sesuai indikasi

normal R : mengurangi adanya

dispnea

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi dan Rasional


Hasil
Ketidakseimbangan cairan dan Setelah dilakukan Bina Hubungan Saling
dindakan
elektrolit kurang dari Percaya
keperawatan selama
kebutuhan tubuh berhubungan R : Untuk
3x 24 jam
dengan absorbsi NaCl dan air diharapkan cairan mempermudah
dan elektrolit
menurun ditandai dengan mual pemberian tindakan.
terpenuhi dengan
muntah, diare
kriteria hasil : Observasi TTV

a. Turgor kulit R : untuk mengetahui


normal dengan CRT
perkembangan tekanan
< 2 detik
b. urine output darah, nadi, RR

normal Kaji rasa haus, kelelahan,


c. membran mukosa nadi cepat, pengisian
lembab kapiler memanjang,
d. konjungtiva turgor kulit jelek,
normal (tidak membran mukosa kering,
anemis) warna kulit dan
temperatur.
R : Untuk
mengindikasikan

22
berlanjutnya
hipovolemia dan
mempengaruhi
kebutuhan pengobatan.
Anjurkan cairan oral >
3000 ml/hr sesuai
dengan kemampuan
pasien.
R : kembalinya fungsi
saluran cerna
memungkinkan
pemberian cairan.
Kolaborasi pemberian
cairan (larutan salin dan
larutan glukosa)
R : Sebagai cairan
pengganti untuk
mengatasi kekurangan
natrium.
Kolaborasi pemberian
obat (kortison)
R : Obat pilihan untuk
mengganti kekurangan
kortison dan
meningkatkan reabsorbsi
natrium.
Kolaborasi tentang
pasang / pertahankan
kateter.

23
R : Memfasilitasi
pengukuran haluaran
dengan akurat.
Pantau pemeriksaam
laboratorium .
R : Peningkatan kadar
ureum dan kreatini
mengindikasikan
kerusakkan tingkat sel
karena dehidrasi.

24
BAB 4

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Penyakit addison adalah gangguan akibat kerusakan atau disfungsi korteks

adrenal. Akibatnya adalah kekurangan kortisol, aldosteron, dan androgen adrenal

yang kronik, yang disertai pigmentasi kulit. Kecuali terjadinya krisis adrenal,

kesehatan dan usia pasien biasanya normal, sedangkan pigmentasi kulit bisa

menetap. Penyakit addison hanya bisa dikendalikan atau dikontrol, tidak bisa

disembuhkan , karena membutuhkan terapi terus menerus meski seperti itu

prognosis penyakit addison baik.

25
DAFTAR PUSTAKA

iv

Anda mungkin juga menyukai