Anda di halaman 1dari 12

A.

PENDAHULUAN

PERILAKU KONSUMEN

DEFINISI PERILAKU KONSUMEN

Perilaku konsumen adalah proses yang dilalui oleh seseorang/ organisasi dalam mencari,
membeli, menggunakan, mengevaluasi, dan membuang produk atau jasa setelah dikonsumsi
untuk memenuhi kebutuhannya. Perilaku konsumen akan diperlihatkan dalam beberapa tahap
yaitu tahap sebelum pembelian, pembelian, dan setelah pembelian. Pada tahap sebelum
pembelian konsumen akan melakukan pencarian informasi yang terkait produk dan jasa. Pada
tahap pembelian, konsumen akan melakukan pembelian produk, dan pada tahap setelah
pembelian, konsumen melakukan konsumsi (penggunaan produk), evaluasi kinerja produk, dan
akhirnya membuang produk setelah digunakan.Atau kegiatan-kegiatan individu yang secara
langsung terlibat dalam mendapatkan dan menggunakan barang dan jasa termasuk di dalamnya
proses pengambilan keputusan pada persiapan dan penentuan kegiatan-kegiatan tersebut.

Konsumen dapat merupakan seorang individu ataupun organisasi, mereka memiliki peran
yang berbeda dalam perilaku konsumsi, mereka mungkin berperan sebagai initiator, influencer,
buyer, payer atau user.

Dalam upaya untuk lebih memahami konsumennya sehingga dapat memenuhi kebutuhan
dan keinginan konsumen, perusahaan dapat menggolongkan konsumennya ke dalam kelompok
yang memiliki kemiripan tertentu, yaitu pengelompokan menurut geografi, demografi,
psikografi, dan perilaku.

Perilaku konsumen mempelajari di mana, dalam kondisi macam apa, dan bagaimana
kebiasaan seseorang membeli produk tertentu dengan merk tertentu. Kesemuanya ini sangat
membantu manajer pemasaran di dalam menyusun kebijaksanaan pemasaran perusahaan. Proses
pengambilan keputusan pembelian suatu barang atau jasa akan melibatkan berbagai pihak, sesuai
dengan peran masing-masing.

Peran yang dilakukan tersebut adalah: (1) Initiator, adalah individu yang mempunyai
inisiatif pembelian barang tertentu; (2) Influencer, adalah individu yang berpengaruh terhadap
keputusan pembelian. Informasi mengenai kriteria yang diberikan akan dipertimbangkan baik
secara sengaja atau tidak; (3) Decider, adalah yang memutuskan apakah akan membeli atau
tidak, apa yang akan dibeli, bagaimana membelinya; (4) Buyer, adalah individu yang melakukan
transaksi pembelian sesungguhnya; (5) User, yaitu individu yang mempergunakan produk atau
jasa yang dibeli.

Banyak faktor yang mempengaruhi seseorang melakukan pembelian terhadap suatu produk.
Manajemen perlu mempelajari faktor-faktor tersebut agar program pemasarannya dapat lebih
berhasil. Faktor-faktor tersebut diantaranya adalah faktor ekonomi, psikologis, sosiologis dan
antropologis.
Alasan mengapa seseorang membeli produk tertentu atau alasan mengapa membeli pada
penjual tertentu akan merupakan faktor yang sangat penting bagi perusahaan dalam menentukan
desain produk, harga, saluran distribusi, dan program promosi yang efektif, serta beberapa aspek
lain dari program pemasaran perusahaan.

Dalam teori perilaku konsumen terdapat dua pendekatan utama untuk melakukan analisis
mengenai perilaku konsumen dalam menikmati barang atau jasa untuk memuaskan
kebutuhannya. Dua pendekatan tersebut adalah pendekatan kardinal dan pendekatan ordinal.

a. Pendekatan Kardinal (Cardinal Approach)

Pendekatan kardinal merupakan gabungan dari beberapa pendapat para ahli ekonomi aliran
subjektif seperti Herman Heinrich Gossen (1854), William Stanley Jevons (1871), dan Leon
Walras (1894). Pendekatan kardinal dapat dianalisis dengan menggunakan konsep utilitas
marjinal (marginal utility). Asumsi dalam pendekatan ini antara lain:

1. konsumen bertindak rasional (ingin memaksimalkan kepuasan sesuai dengan batas


anggarannya);
2. pendapatan konsumen tetap;
3. uang memiliki nilai subjektif yang tetap.

Menurut pendekatan kardinal utilitas suatu barang dan jasa dapat diukur dengan satuan util.
Contoh, sebuah raket akan lebih berguna bagi pemain tenis dari pada pemain sepak bola. Namun
bagi pemain sepak bola, bola akan lebih berguna daripada raket. Beberapa konsep mendasar
yang berkaitan perilaku konsumen melalui pendekatan kardinal adalah konsep utilitas total (total
utility) dan utilitas marjinal (marginal utility). Utilitas total adalah yang dinikmati konsumen
dalam mengonsumsi sejumlah barang atau jasa tertentu secara keseluruhan. Adapun utilitas
marjinal adalah pertambahan utilitas yang dinikmati oleh konsumen dari setiap tambahan satu
unit barang dan jasa yang dikonsumsi.

Sampai pada titik tertentu, semakin banyak unit komoditas yang dikonsumsi oleh individu, akan
semakin besar kepuasan total yang diperoleh. Meskipun utilitas total meningkat, namun
tambahan (utilitas) yang diterima dari mengonsumsi tiap unit tambahan komoditas tersebut
biasanya semakin menurun.

Hal tersebut yang mendasari hukum utilitas marjinal yang semakin berkurang (the law of
diminishing marginal utility). Menurut hukum ini jumlah tambahan utilitas yang diperoleh
konsumen akan semakin menurun dengan bertambahnya konsumsi dari barang atau jasa tersebut.
Hukum tersebut diperkenalkan pertama kali oleh H.H. Gossen (18101858), seorang ahli
ekonomi dan matematika Jerman, dan selanjutnya hukum ini dikenal dengan nama Hukum
Gossen I. Sebagai contoh, jika Anda dalam keadaan haus, segelas teh manis atau dingin akan
terasa sangat menyegarkan, gelas kedua masih terasa segar, sampai gelas ketiga mungkin Anda
merasa kekenyangan bahkan mual. Contoh di atas memperlihatkan turunnya utilitas total sampai
pada tingkat tertentu.

Contoh tersebut akan lebih jelas dengan menggunakan data kuantitatif, seperti Tabel 1.
Kuantitas Barang yang Marginal Utility (MU)
Total Utility (TU) (util)
Dikonsumsi (unit) (util)
0 0
1 4 4
2 7 3
3 9 2
4 10 1

Dari Tabel 1. terlihat bahwa utilitas total (TU) meningkat sejalan dengan kenaikan konsumsi,
akan tetapi dengan laju pertumbuhan yang semakin menurun. Adapun utilitas marjinal (MU)
semakin menurun sejalan dengan adanya kenaikan konsumsi. Jika seseorang mengkonsumsi dua
unit barang, utilitas marjinalnya adalah 7 4 = 3 util, dan jika mengonsumsi tiga unit barang,
utilitas marjinalnya adalah 9 7 = 2 util, begitu seterusnya.

Tabel 1. dapat digambarkan dalam Kurva 1. yaitu sebagai berikut.


Kurva 1. Total Utilitas dan Marjinal Utilitas

Dari Kurva 1. terlihat bahwa utilitas total meningkat seiring dengan bertambahnya konsumsi,
akan tetapi dengan proporsi yang semakin menurun. Adapun utilitas marjinal dari setiap
tambahan barang akan menurun sejalan dengan meningkatnya konsumsi. Selanjutnya kebutuhan
manusia tidak hanya terdiri atas satu atau dua kebutuhan, tetapi berbagai jenis kebutuhan. Oleh
karena itu, bagaimana manusia dapat mengatur kebutuhannya untuk memuaskan kebutuhan atas
berbagai jenis barang atau jasa? Gossen menjelaskan bahwa konsumen akan memuaskan
kebutuhan yang beragam tersebut sampai memiliki tingkat intensitas yang sama.

Dengan tegas, Gossen menyatakan bahwa konsumen akan melakukan konsumsi sedemikian rupa
sehingga rasio antara utilitas marjinal dan harga setiap barang atau jasa yang dikonsumsi
besarnya sama. Selanjutnya, pernyataan ini dikenal dengan Hukum Gossen II.
Hukum Gossen II menunjukkan adanya upaya setiap orang untuk memprioritaskan pemenuhan
kebutuhannya berbanding harga barang hingga memperoleh tingkat optimalisasi konsumsinya.
Dengan tingkat pendapatan tertentu seorang konsumen akan berusaha men dapatkan kombinasi
berbagai macam kebutuhan hingga rasio antara utilitas marjinal (MU) dan harga sama untuk
semua barang atau jasa yang dikonsumsinya.

b. Pendekatan Ordinal (Ordinal Approach)

Pendekatan ordinal kali pertama diperkenalkan oleh Francis Edgeworth dan Vilfredo Pareto.
Asumsi yang dipergunakan dalam pendekatan ini antara lain:

1. konsumen bertindak rasional (ingin memaksimumkan kepuasannya);


2. konsumen memiliki pola pilihan (preferensi) terhadap barang yang disusun berdasarkan
urutan besar kecilnya (pilihan) nilai guna;
3. konsumen memiliki sejumlah uang tertentu;
4. konsumen konsisten dengan pilihannya. Jika ia memilih A dibanding B, memilih B
dibanding C, maka ia akan memilih A dibanding C.

Pendekatan ordinal menganggap bahwa utilitas suatu barang tidak perlu diukur, cukup untuk
diketahui dan konsumen mampu membuat urutan tinggi rendahnya utilitas yang di peroleh dari
mengonsumsi sejumlah barang atau jasa. Selanjutnya konsumsi dipandang sebagai upaya
optimalisasi dalam konsumsinya.

Pendekatan ordinal dapat dianalisis dengan menggunakan kurva indiferen (indifference curve)
dan garis anggaran ( budget line).

1) Kurva Indiferen

Kurva indiferen adalah kurva yang menunjukkan kombinasi dua macam barang konsumsi yang
memberikan tingkat utilitas yang sama. Seorang konsumen membeli sejumlah barang, misalnya,
makanan dan pakaian dan berusaha mengombinasikan dua kebutuhan yang menghasilkan utilitas
yang sama, digambarkan dalam Tabel 2. yaitu sebagai berikut.

Situasi Makanan Pakaian


A 4 2
B 3 4

Apabila konsumen menyatakan bahwa.

1. a) A>B, berarti makan 4 kali sehari dengan membeli pakaian 2 kali setahun lebih berdaya
guna dan memuaskan konsumen daripada makan 3 kali sehari dan membeli pakaian 4
kali setahun.
2. b) A<B, berarti makan 3 kali sehari dengan membeli pakaian 4 kali setahun lebih berdaya
guna dan memuaskan konsumen daripada makan 4 kali sehari dengan membeli pakaian 2
kali setahun.
3. c) A=B, berarti makan 4 kali sehari dengan membeli pakaian 2 kali setahun dan makan 3
kali sehari dengan membeli pakaian 4 kali setahun memberikan utilitas yang sama kepada
konsumen.

Contoh situasi tersebut dapat digambarkan dalam kurva indiferen sebagaimana ditunjukkan
dalam kurva 2.

Kurva 2. Indiferen Kombinasi Makanan dan Pakaian.

Dari Kurva 2. terlihat bahwa dengan memperoleh lebih banyak barang yang satu akan
menyebabkan kehilangan sebagian barang yang lain. Kombinasi makanan dan pakaian yang
memberikan utilitas sama digambarkan sebagai kurva indiferen.

Ciri-ciri kurva indiferen adalah sebagai berikut:

Turun dari kiri atas ke kanan bawah, hal ini berakibat pada terjadinya keadaan yang
saling meniadakan trade-off), yaitu jika konsumen ingin menambah konsumsi atas satu
barang, ia harus mengurangi konsumsi atas barang lainnya.
Cembung ke arah titik asal (angka 0), yang menunjukkan jika konsumen menambah
konsumsi satu unit barang, jumlah barang lain yang dikorbankan semakin kecil. Dalam
analisis ilmu ekonomi hal ini sering disebut sebagai tingkat substitusi marginal (marginal
rate of substitution atau MRS), yaitu tingkat ketika barang X bisa disubstitusikan dengan
barang Y dengan tingkat utilitas yang tetap.

Kurva indiferen tidak saling berpotongan.


Jika kombinasi barang yang dikonsumsi memiliki kualitas yang semakin banyak, maka
akan memberikan utilitas yang semakin tinggi yang ditunjukan oleh kurva indiferen yang
semakin menjauhi titik 0.

Kurva indiferen digagas pertama kali oleh ekonom kelahiran Irlandia, Francis Edgeworth (1845-
1926) dan ekonom kelahiran Italia, Vilfredo Pareto (1848-1923). Mereka berdua menyatakan
bahwa pendekatan ordinal seharusnya membentuk basis analisis ekonomi ketimbang pendekatan
kardinal. Edgeworth dan juga Pareto mengembangkan perangkat analisis yang sekarang disebut
kurva indeferen (indifference curve).

2) Garis Anggaran ( Budget Line)

Adanya keterbatasan pada pendapatan akan membatasi pengeluaran konsumen untuk


mengonsumsi sejumlah barang. Hal ini digambarkan dalam garis anggaran ( budget line), yaitu
garis yang menunjukkan berbagai kombinasi dari dua macam barang yang berbeda oleh
konsumen dengan pendapatan yang sama.

Persamaan garis anggaran adalah:

I = Px.X + Py.Y

Misalnya seorang konsumen mengonsumsi barang X dan Y, harga barang X (Px) dan harga
barang Y (Py) adalah Rp1.000,00 dan pendapatan konsumen (I) pada saat itu adalah
Rp10.000,00 dan semuanya dibelanjakan untuk barang X dan Y.
Kurva 3. Garis Anggaran Barang X dan Barang Y.

Jika konsumen membelanjakan semua pendapatannya untuk barang Y, dia dapat membeli
sebanyak 10 unit barang X , hal tersebut ditunjukkan oleh titik A. Sebaliknya jika konsumen
membelanjakan semua pendapatannya untuk barang X, dia dapat membeli sebanyak 0 unit
barang Y , ditunjukkan oleh titik B. Menghubungkan titik A dan B dengan suatu garis lurus
dapat diperoleh garis anggaran AB yang memperlihatkan kombinasi yang berbeda dari dua jenis
barang yang dapat dibeli konsumen dengan tingkat pendapatan yang terbatas. Selanjutnya untuk
mengetahui pada saat kapan konsumen optimalisasi dalam mengkonsumsi secara optimal, yaitu
pada saat kurva indiferen (IC2) bersinggungan dengan garis anggaran (AB), terjadi di titik (E).

Adapun kurva indiferen (IC1) dan kurva indiferen (IC3) merupakan kurva yang tidak diharapkan
oleh konsumen, karena kurva-kurva tersebut tidak menunjukkan keseimbangan barang dan jasa
yang dikonsumsi.

Teori Nilai Konsumen

Pada halaman sebelumnya, kita telah membahas tentang pendekatan teori kardinal yang di
dalamnya telah disinggung mengenai marginal utility, law of diminishing marginal utility, dan
total utility.Di dalam teori nilai konsumen, akan dibahas secara lebih lanjut!
Dalam ilmu ekonomi, berbagai keputusan yang diambil oleh konsumen dalam melakukan
konsumsi dijelaskan dengan teori nilai guna. Nilai guna atau utilitas berarti kepuasan yang
diperoleh konsumen dari konsumsi suatu barang atau jasa. Nilai guna total seorang konsumen
biasanya meningkat saat ia mengkonsumsi suatu produk dalam jumlah yang semakin meningkat,
namun pada tingkat yang umumnya lebih lambat. Artinya, setiap unit tambahan yang dikonsumsi
menambahkan nilai guna marjinal yang lebih kecil dibandingkan dengan unit sebelumnya,
sejalan dengan kejenuhan individu bersangkutan terhadap produk tersebut. Pada umumnya, kita
dapat menggolongkan teori nilai guna ke dalam empat macam sebagai berikut.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsumen

Faktor Internal

1. Pendapatan

Pendapatan konsumen berpengaruh pada besarnya konsumsi yang dilakukan. Semakin tinggi
pendapatan konsumsi, konsumsi cenderung semakin besar pula. Sebaliknya, konsumen yang
berpendapatan rendah biasanya tidak akan banyak melakukan kegiatan konsumsi karena daya
belinya juga rendah. Pendapatan dan konsumsi dapat digambarkan dengan rumus sebagai
berikut:

2. Motivasi

Setiap orang mempunyai motivasinya sendiri-sendiri dalam melakukan kegiatan konsumsi. Ada
yang melakukan konsumsi untuk memenuhi kebutuhan yang benar-benar diperlukan. Namun ada
pula orang yang membeli barang hanya karena ikut-ikutan orang lain, padahal sebenarnya ia
tidak membutuhkannya. Sebagian lain mengkonsumsi barang/jasa tertentu demi memperlihatkan
status sosial/gengsi. Misalnya seorang siswa membeli handphone keluaran terbaru agar dianggap
keren oleh teman-temannya.

3. Sikap dan kepribadian

Sikap dan kepribadian individu juga mempengaruhi perilaku konsumsinya. Orang yang hemat
hanya akan membeli barang-barang yang telah direncanakan, sementara orang yang boros
seringkali membeli barang-barang diluar perhitungannya. Orang yang menyukai barang kuno
akan berani membeli barang itu dengan harga tinggi, sementara orang yang tidak menyukai
barang kuno tidak akan membeli barang itu meskipun diberi gratis.

4. Selera

Masing-masing individu mempunyai selera yang berbeda-beda dalam memilih berbagai jenis
barang/jasa. Ini juga berpengaruh terhadap pola konsumsi. Misalnya, meskipun sama-sama
remaja, kalian dan teman-temanmu memiliki selera yang berbeda dalam pemilihan benda
konsumsi. Dalam hal celana, misalnya. Temanmu mungkin menyukai jins sementara kalian
menyukai celana kargo.
Faktor Eksternal

1. Kebudayaan

Kebudayaan yang terdapat di suatu daerah berpengaruh pada pola konsumsi masyarakat di
daerah tersebut.Di Jepang dan Cina, orang makan dengan menggunakan dengan menggunakan
sumpit. Sementara di negara barat, sendok dan garpu sering ditemani pisau. Bagaimana dengan
kalian sebagai orang Indonesia? Apakah kalian makan dengan cara orang barat, cara orang Cina
atau makan dengan menggunakan tangan?

2. Status Sosial

Status/posisi seseorang di dalam masyarakat dengan sendirinya akan membentuk pola konsumsi
orang tersebut. Konsumsi seorang presiden, raja, atau menteri sudah jelas berbeda dengan
konsumsi sopir, tukang kayu, atau pengusaha kecil. Bagi tukang kayu, makan nasi dan tempe
sudah cukup. Namun bagi seorang konglomerat, harus ada pilihan lauk hingga lima macam dan
tempatnya harusnya mewah.

3. Harga Barang

Sudah menjadi hukum ekonomi bahwa bila harga barang naik, konsumsi akan menurun, dan bila
harga barang rendah, konsumsi akan tinggi. Ini juga berlaku untuk tingkat harga barang
substitusi, seperti yang sudah yang diuraikan dalam pembahasan tentang hukum permintaan dan
penawaran.

B. PEMBAHASAN

Contoh Soal:

Utility total dan utility marginal dalam mengkonsumsi beras.

Harga beras per Jumlah beras Uang yang harus Kegunaan total Marginal utility
Kg yang dikonsumsi dikeluarkan Rp (TU) (util) (MU)(util)
Rp.10.000 0 0 0 0
Rp.10.000 1 Rp.10.000 Rp.50.000 Rp.75.000
Rp.10.000 2 Rp.20.000 Rp.125.000 Rp.60.000
Rp.10.000 3 Rp.30.000 Rp.185.000 Rp.40.000
Rp.10.000 4 Rp.40.000 Rp.225.000 Rp.25.000
Rp.10.000 5 Rp.50.000 Rp.250.000 Rp.-25.000
Rp.10.000 6 Rp.60.000 Rp.225.000 Rp.-25.000
C. PENUTUP

KESIMPULAN:
A. Teori Kardinal
Teori ini menyatakan bahwa kegunaan dasar dapat dihitung secara nominal. Satuan ukuran
kegunaan (utility) adalah util. Keputusan untuk mengonsumsi suatu barang berdasarkan
perbandingan antara manfaat yang diperoleh dengan biaya yang harus dikeluarkan. Tokohnya
adalah ahli ekonomi aliran subjektif dari Austria seperti: Gosssen, Yeavon, dan Leon Walras.

Dalam pendekatan kardinal yang digunakan adalah pendekatan Guna Batas (Marginal
Utility, MU). MU adalah tambahan kepuasan sebagai akibat bertambahnya satu satuan barang
yang dikonsumsi. Semakin banyaknya barang yang dikonsumsi maka daya guna marginal
(tambahan kepuasan) semakin berkurang, bahkan setelah mencapai titik tertentu menjadi
negatif.

Marginal Utility ini diturunkan menjadi Total Utility, di mana Total Utility menunjukan
jumlah kepuasan yang diperoleh dari mengonsumsi berbagai jumlah barang.
Asumsi pendekatan kardinal:
Kepuasan bisa diukur Konsumen rasional, artinya konsumen bertujuan memaksimalkan
kepuasannya dengan batasan pendapatannya. Diminishing marginal utility, artinya tambahan
utilitas yang diperoleh konsumen semakin menurun dengan bertambahnya konsumsi dari
komoditas tersebut. Pendapatan konsumen tetap Constant marginal utility of money, artinya
uang mempunyai nilai subjektif yang tetap. Total utility, adalah addtive dan independent.
Addtive artinya daya guna dari sekumpulan barang adalah fungsi dari kuantitas masing-masing
barang yang dikonsumsi. Sedangkan independent mengandung pengertian bahwa data guna Xi
tidak dipeengaruhi leh tindakan mengonsumsi barang, dan sebaliknya.

B. Teori Ordinal
Menurut teori ini, kegunaan tidak dapat dihitung, hanya dapat dibandingkan. Dasar
pemikiran dari pendekatan ini adalah semakin banyak barang yang dikonsumsi semakin
memberikan kepuasan terhadap konsumen.

Asumsi pendekatan ordinal:


Konsumen rasional Konsumen mempunyai pola preferensi terhadap barang yang disusun
berdasarkan urutan besar kecilnya daya guna Konsumen mempunyai sejumlah uang tertentu
Konsumen selalu berusaha mencapai kepuasan maksimum Konsumen konsisten Berlaku hukum
transitif.

Anda mungkin juga menyukai