Anda di halaman 1dari 82

ISSN 0854 -

Jurnal
7890

Nomor 36 Tahun 14, Januari 2006

* Karakteristik Abu Terbang PLTU Suralaya dan


Evaluasinya untuk Refraktori Cor
* Penelitian Abu Batu bara sebagai Pembenah
Tanah : Pengaruh Waktu Inkubasi terhadap
Parameter Kualitas Tanah (Derajat Keasaman
Material : alumina silikat
Tanah (pH-H2O), Mn, Fe, P - Total dan
P - Tersedia)
* Penelitian dan Pemisahan Ekstraksi Zirkon-
Hafnium dari Tailing Pencucian Timah Bangka
* Transformasi Pekerja Sektor Pertambangan
Secara Sektoral
Studi Kasus : Tenaga Kerja Unit Bisnis
Material : alumina silikat
Pertambangan (UBP) Bauksit Kijang
(PT. Antam Tbk.)
* Analisis Jalur Transportasi Batu bara untuk
Industri Tekstil di Kota/Kabupaten Bandung

PUSLITBANG TEKNOLOGI MINERAL DAN


tek MIRA BATUBARA
ISSN 0854 7890

Jurnal
Teknologi Mineral dan Batubara Nomor 36, Tahun 14, Januari 2006

Daftar Isi
Daftar Isi ........................................................................................................................................................... i
Sekapur Sirih .................................................................................................................................................... ii
Karakterisasi Abu Terbang PLTU Suralaya dan Evaluasinya untuk Refraktori Cor ............................................ 1 - 8
Muchtar Aziz, Ngurah Ardha dan Lili Tahli
Penelitian Abu Batu bara sebagai Pembenah Tanah : Pengaruh Waktu Inkubasi terhadap ............................. 9 - 17
Parameter Kualitas Tanah (Derajat Keasaman Tanah (pH-H 2O), Mn, Fe, P - Total dan P - Tersedia)
Nia Rosnia Hadijah dan Retno Damayanti
Penelitian Pemisahan dan Ekstraksi Zirkon-Hafnium dari Tailing Pencucian Timah Bangka ........................ 18 - 26
Supriyono HS, Rachmat Yusuf, Deden Amiruddin, Wawan Purnawan, Mutaqin
dan Wahyu Agus S.
Transformasi Pekerja Sektor Pertambangan Secara Sektoral ......................................................................... 27 - 40
Studi Kasus : Tenaga Kerja Unit Bisnis Pertambangan (UBP) Bauksit Kijang (PT. Antam Tbk.)
Bambang Yunianto dan Binarko Santoso
Analisis Jalur Transportasi Batu bara untuk Industri Tekstil di Kota/Kabupaten Bandung ............................ 41 - 47
Triswan Suseno
Petunjuk Bagi Penulis ...................................................................................................................................... 48

Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara terbit pada bulan Januari, Mei, September dan memuat karya ilmiah yang
berkaitan dengan litbang mineral dan batubara mulai dari eksplorasi, eksploitasi, pengolahan, lingkungan, kebijakan,
dan keekonomiannya.
Redaksi menerima sumbangan naskah yang relevan dengan substansi terbitan ini.
Biaya langganan : Rp 60.000,-/tahun, termasuk ongkos kirim, harga eceran Rp 20.000,-/eksemplar.

EDITOR IN CHIEF : Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara
PEMIMPIN REDAKSI : Ka. Bid Program dan Informasi
REDAKTUR PELAKSANA : Ka. Sub Bid Dokumentasi dan Informasi
EDITORIAL BOARD : Binarko Santoso (Ketua), Pramusanto (Anggota), Bukin Daulay (Anggota) dan Siti Rochani
(Anggota)
EDITOR : Tatang Wahyudi, Nining S. Ningrum, Darsa Permana, Retno Damayanti, Sri Handayani,
Maman Surachman, Tendi Rustendi dan Zulfahmi
STAF REDAKSI : Sumartono, Yusi Nuriana dan Bachtiar
PENERBIT : Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara
ALAMAT REDAKSI : Jl. Jend. Sudirman 623 Bandung 40211
Telpon : (022) 6030483 - 5, Fax : (022) 6003373
e-mail : smartono@tekmira.esdm.go.id

i
Sekapur
Sirih
Sidang pembaca yang budiman,

Abu terbang (fly ash) merupakan limbah padat yang dikeluarkan oleh PLTU berbahan bakar batu bara. Jumlahnya di
Indonesia melimpah; pada tahun 2006 ini saja diperkirakan akan mencapai 2 juta ton dan akan terus meningkat pada
tahun-tahun mendatang. Limbah ini perlu mendapat perhatian yang serius karena berpotensi besar menjadi masalah
lingkungan, bahkan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) telah menetapkannya sebagai Bahan Berbahaya dan Beracun
(B3) karena kandungan logam-logam berat yang bersifat toksik. Namun di sisi lain, telah diketahui pula bahwa abu
terbang mengandung komponen-komponen sebagai bahan agregat dan beberapa logam jarang yang mempunyai nilai
tinggi, sehingga abu terbang mempunyai potensi pula untuk dimanfaatkan. Dalam edisi kali ini, terdapat dua buah
tulisan yang berkaitan dengan masalah penanganan dan pemanfaatan abu terbang tersebut. Tulisan utama memaparkan
kemungkinan pemanfaatan abu terbang untuk bahan baku pembuatan refraktori cor, dan tulisan yang lain menjelaskan
kemungkinan menggunakan abu terbang sebagai bahan pembenah tanah (soil conditioner) dan sumber beberapa hara
mikro pada tanah ampas (tailing). Upaya-upaya penelitian tersebut dilakukan dengan harapan, bukan saja dapat mengatasi
masalah lingkungan di PLTU berbahan bakar batu bara, tetapi sekaligus dapat memberi nilai tambah terhadap limbah.
Hal itu merupakan bagian penting dari konsep sustainable production.

Sebuah tulisan lain, berjudul Penelitian pemisahan dan ekstraksi zirkon-hafnium dari tailing pencucian timah Bangka
masih terkait erat dengan konsep sustainable production, yaitu mencoba memanfaatkan dan memberi nilai tambah
kepada tailing pencucian timah dengan cara mengambil mineral-mineral dan logam berharga di dalamnya. Konsep
sustainable production adalah konsep industri masa depan yang sangat penting, terutama bagi industri pengolahan
mineral karena selalu menghasilkan berbagai produk samping yang menjadi masalah bagi lingkungan.

Di samping itu, terdapat masalah yang dihadapi oleh kegiatan pertambangan ketika memasuki masa pascatambang, yaitu
banyak pekerja yang kehilangan pekerjaan atau pindah kerja ke sektor lain. Sebuah tulisan menyajikan hasil observasi
dan studi mengenai pola alih kerja pada pascatambang dengan studi kasus di UPB Bauksit Kijang PT Antam Tbk dan
faktor- faktor yang melatarbelakanginya. Studi ini cukup penting bagi langkah antisipasi yang pasti akan dihadapi oleh
setiap kegiatan pertambangan.

Penggunaan batu bara untuk industri tekstil di Kota/Kabupaten Bandung, didatangkan dari luar Jawa melalui Cirebon.
Namun, untuk mencapai Bandung melalui jalur konvensional, terdapat kendala yang dikhawatirkan dapat menghambat
pasokan batubara, yaitu kepadatan lalulintas dan rawan longsor di beberapa tempat. Oleh karena itu, sebuah tulisan
mencoba memberi hasil kajian alternatif transportasi batu bara ini untuk menjamin kelancaran pasokan batu bara untuk
wilayah Kota dan Kabupaten Bandung.

Selamat membaca.

Salam Redaksi

ii
KARAKTERISASI ABU TERBANG PLTU SURALAYA DAN
EVALUASINYA UNTUK REFRAKTORI COR

MUCHTAR AZIZ, NGURAH ARDHA DAN LILI TAHLI

Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara


Jalan Jenderal Sudirman 623 Bandung 40211, Telp. (022) 6030483, Fax. (022) 6003373

SARI

Abu terbang dari PLTU berbahan bakar batu bara dapat dimanfaatkan untuk membuat berbagai produk, di
antaranya untuk pembuatan refraktori cor. Hasil karakterisasi dan evaluasi abu terbang PLTU-Suralaya
menunjukkan abu terbang tersebut secara teknis memiliki prospek untuk dijadikan sebagai salah satu komponen
bahan baku refraktori cor, yang dapat saling melengkapi dengan komponen bahan baku refraktori cor lainnya,
sehingga dapat memenuhi spesifikasi sebagai refraktori cor. Hasil evaluasi melalui rekayasa komposisi yang
dibuat dengan beberapa perbandingan komponen komposit mentah, menghasilkan tipikal komposisi kimia
yang memiliki nilai Al2O3/SiO2 tertinggi 1,69, yang dicapai pada komposisi abu terbang/grog/aloxi/Ca-
aluminat=3/2/3/2. Nilai ini memenuhi salah satu karakteristik refraktori cor komersial tipe CAJ-16 (Al 2O3/
SiO2=1,62). Semakin tinggi nilai Al2O3/SiO2, semakin tinggi sifat kerefraktoriannya (kestabilan pada suhu
tinggi). Komposisi komposit mentah lainnya dapat memenuhi refraktori cor komersial tipe CAJ-14 (Al 2O3/
SiO2=0,9), yaitu 1,24 dan 1,31, dengan perbandingan komposit mentah 3/3/3/1 dan 4/2/3/1.

ABSTRACT

Characterization and evaluation of fly ash of Suralaya coal-fired power station indicate that the fly ash techni-
cally has good prospect as a component of castable refractory raw material. The mixing of fly ash and other
components would react to form certain specification of castable refractory. A mixing of fly ash/grog/aloxi/Ca-
aluminate with composition of 3/2/3/2 by volume yielded the highest typical grade of Al 2O3/SiO2 = 1.69.
This value could be comparable to the grade of the commercial castable refractory of CAJ-16, in which the
typical grade of Al2O3/SiO2 is 1.62. The higher the value of Al2O3/SiO2, the higher the value of refractoriness.
Other compositions, 3/3/3/1 and 4/2/3/1 by volume yielded the grade of Al2O3/SiO2 of 1.24 and 1.31 respec-
tively, which were comparable to the commercial castable refractory of CAJ-14, with typical grade of Al2O3/
SiO2 is 0.9.

Keywords : fly ash, castable refractory, mixing, waste management

Karakterisasi Abu Terbang PLTU Suralaya dan Evaluasinya ... Muchtar Aziz, Ngurah Ardha dan Lili Tahli 1
1 pada tahun 2009. Refraktori suhu 1750 - 1860C,
. merupakan bahan bulk den-
Khusus untuk PLTU
tahan api sebagai sity 2,1 - 2,8 g/ml.
Suralaya, sejak tahun
penahan (isolator) Bahan refraktori yang
P 2000 hingga 2006
panas pada tanur-tanur baik harus memiliki
E diperkirakan ada
suhu tinggi yang kadar Al2O3 lebih
N akumulasi jumlah abu
D banyak digunakan tinggi daripada SiO2
sebanyak 219.000
A oleh berbagai industri, dengan
ton per tahun. Data perbandingan Al2O3
H selengkapnya dapat seperti industri
U peleburan logam, : SiO2 = 65% : 35%
dilihat pada Tabel
L kaca, keramik, atau nilai
1 dan Tabel 2. Jika Al2O3/SiO2=1,85.
U limbah abu ini tidak semen. Refraktori cor
A merupakan bahan
ditangani akan Kebutuhan akan
N tahan api berupa
menimbulkan refraktori dan bahan
masalah bubuk yang jika
Abu terbang (fly ash) bakunya untuk
pencemaran dicampur dengan air
dan abu dasar dan dibiarkan
lingkungan. Salah
(bottom ash) beberapa saat akan
satu kemungkinan
merupakan limbah mengeras (setting).
penanganannya
padat yang Penggunaannya
adalah dengan
dikeluarkan oleh sebagai isolator
memanfaatkan abu
PLTU berbahan bakar panas dilakukan
terbang ini untuk
batu bara. Menurut dengan cara
bahan baku
laporan teknik PT pengecoran adonan
pembuatan refraktori.
PLN (Persero) (1997), campuran bahan
di Indonesia produksi tersebut dengan air
limbah abu terbang pada dinding tanur
dan abu dasar dari yang akan diisolasi.
PLTU diperkirakan
akan mencapai 2 juta Ada 3 tipe refraktori
ton pada tahun cor berdasarkan
2006, dan meningkat kandungan
menjadi hampir 3,3 CaO-nya (Kumar et
juta ton al,2003;
Silvonen,2001)
yaitu:

- Low cement
castables
mengandung
maksimum
CaO 2,5 %
- Ultra - low
cement castables
mengandung CaO
< 1%
- No cement
castables
mengandung CaO
< 0,2 %

Menurut data produk


perdagangan dari
Sharada Ce- ramic
Ltd, India (2000),
refraktori cor yang
bersifat asam
mengandung Al2O3
65 - 95%, dan SiO2
Karakterisasi Abu Terbang PLTU Suralaya dan Evaluasinya ... Muchtar 5Aziz,
- Ngurah Ardha dan Lili Tahli 1
32%, tahan terhadap
industri cenderung rendah, dan sisa
meningkat namun karbon, serta
sampai saat ini masih kemungkinan adanya
dipenuhi melalui mineral mullite.
impor (PT
Indoporlen Re- Penelitian dan
fractories Indonesia, aplikasi pemanfaatan
2001). Salah satu abu terbang sebagai
bahan baku bahan refraktori
refraktori, mullite, sudah dilakukan di
pada tahun 1996 beberapa negara
diimpor sebanyak seperti India dan Cina.
250 ton namun pada Abu terbang PLTU-
tahun 2000 jumlah Suralaya diduga
impornya meningkat mempunyai potensi
menjadi 700 ton. sebagai salah satu
Bahan baku lainnya bahan baku
meliputi chamotte, refraktori.
andalusite, kyanite,
sil- limanite, zircon, Dalam rangka
diimpor sekitar 500 pemanfaatan abu
hingga 1000 ton per terbang PLTU-
tahun. Selain bahan Suralaya untuk bahan
baku juga masih baku pembuatan
diimpor bahan refraktori, khususnya
pengikat (binder) refraktori cor
seperti calcium (castable refractory),
aluminate. Bahan - perlu terlebih dahulu
bahan tersebut dilakukan penelitian
diimpor dari India, bahan baku (raw
Austra- lia dan Cina. materials) abu
terbang tersebut
Menurut Hwang untuk mengetahui
(1991), komponen karakteristiknya
mineral utama abu melalui serangkaian
terbang adalah penelitian dan
aluminosilikat, besi pengujian.
oksida, silikat densitas

Karakterisasi Abu Terbang PLTU Suralaya dan Evaluasinya ... Muchtar Aziz, Ngurah Ardha dan Lili Tahli 1
Tabel 1. Jumlah dan perkiraan produksi abu terbang dan abu dasar oleh PLTU di
Indonesia

Kapasitas Konsumsi Produksi Produksi


Jumlah abu
Tahun listrik PLTU batu bara abu dasar abu terbang
(Juta ton)
(MW) (Juta ton) (Juta ton) (Juta ton)
1996 2,66 7,3 0,04 0,25 0,29
2000 10,155 27,7 0,25 1,41 1,66
2006 12,22 33,3 0,30 1,70 2,00
2009 19,99 54,5 0,49 2,78 3,27

Tabel 2. Jumlah dan perkiraan produksi abu terbang dan abu dasar oleh PLTU Suralaya

1996 2000 2006 2009


Konsumsi batu bara (Juta ton/th) 4,36 9,27 9,27 9,27
Produksi abu dasar (Ribu ton/th) 44 93 93 93
Produksi abu terbang (Ribu ton/th) 175 175 175 175
Jumlah produksi abu (Ribu ton/th) 219 219 219 219

2 Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Nomor 36, Tahun14, Januari 2006 : 1
8
2. METODOLOGI PENGUJIAN/ memanjang adalah karakteristik khas dari
KARAKTERISASI mineral mullite, sedangkan kristal sugary adalah
khas corundum. Adapun kristal yang berbentuk
Sampling contoh-contoh dilakukan dengan teknik sugary tetapi bersudut adalah mineral
basung prapat (coning-quartering). Uji karakterisasi cristobalite . Mineral-mineral mullite,
abu terbang PLTU Suralaya dilakukan melalui analisis cristobalite dan corundum adalah mineral-
kimia, analisis fisik (distribusi ukuran, porositas, mineral yang tahan suhu tinggi.
berat jenis, analisis SEM). Hasil - hasil analisis yang
diperoleh kemudian dibandingkan dengan Komposisi kimia : Komponen/senyawa kimia yang
komposisi/ karakteristik yang dimiliki oleh terdeteksi dari analisis SEM untuk butiran kasar
refraktori cor komersial. Adapun alat/metoda terdiri atas Al 2O 3 =72,7%, SiO 2 =16,6%,
yang digunakan adalah sebagai berikut : CaO=1,18%, ZrO 2 =9,4% dan FeO dan
MoO3 dalam kadar rendah. Adapun partikel
- Analisis kimia dengan AAS halus terdiri atas senyawa Al2O 3=72,2%,
- Mineralogi dengan XRD SiO2=8,9%, ZrO2=5,71%, Ta2O5=13,2%
- Uji struktur mikro dengan SEM dan CaO, MgO, C kadar rendah. Keberadaan
- Uji distribusi ukuran dengan Fritsch Particle senyawa Zirkonia dan Tantalum menambah
Sizer, dan ayakan mesh Tyler ketahanan refraktori terhadap suhu tinggi.
- Uji porositas berdasarkan SNI 13-3604-1994 Adanya komponen C (karbon) kemungkinan
- Uji densitas berdasarkan SNI 13-3602-1994 berasal dari bahan abu terbang atau waktu
proses sinterisasi menggunakan bahan bakar
batu bara.
3. HASIL PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN
Hasil analisis kimia terhadap contoh refraktori cor
3.1 Karakteristik dan Evaluasi Refraktori komersial menunjukkan komposisi kimia seperti
Cor tercantum pada Tabel 3.2. Tampak bahwa CAJ-14
Komersial memiliki nilai Al 2 O 3/SiO 2 = 0,9 dan CAJ-16
memiliki nilai Al 2 O 3/SiO 2 = 1,6. Kandungan
Refraktori cor (berupa bubuk) komersial yang dijual pengotor Fe2O3, TiO2 dan CaO relatif tinggi.
di pasaran digunakan sebagai bahan pembanding
atau kontrol terhadap hasil-hasil karakterisasi abu Data meliputi pH pada 10% padatan= 10,0 dan
terbang PLTU Suralaya. Bahan pembanding tersebut bulk density bubuk = 1,74 g/ml. Dari hasil
adalah refraktori cor komersial tipe CAJ-14 dan tipe karakterisasi terlihat bahwa komposisi kimia utama
CAJ-16, masing-masing tahan terhadap suhu 1400oC bubuk refraktori cor tipe CAJ-16 adalah Al2O3, SiO2,
dan 1600oC. Ta2O5 dan ZrO2 dengan nilai Al2O3/SiO2 = 1,6
mengandung mineral-mineral mullite, cristobalite
Komposisi minera l : komposisi mineral untuk dan corundum. Tekstur dari partikel-partikelnya
kedua tipe refraktori cor komersial tersebut adalah sugary dan needle yang saling berikatan.
adalah sama yaitu Corundum (Al2O3), Mullite Adapun tipe CAJ-14 mempunyai nilai perbandingan
(Al6Si2O13) dan Cristobalite (SiO2). Al 2 O 3 /SiO 2 = 0,9. Semakin tinggi nilai
perbandingan Al2O3/SiO2 maka semakin tinggi sifat
Ukuran butir : distribusi ukuran butir ditunjukkan kerefraktoriannya.
pada Tabel 3.1, terlihat bahwa sekitar 44%
butiran berukuran +30 mesh (lebih kasar dari 3.2. Karakterisasi dan Evaluasi Abu Terbang
30 mesh). PLTU-Suralaya

Tekstur : Uji spot EDS menggunakan SEM terhadap Distribusi ukuran butiran : Hasil analisis distribusi
butiran kasar (+30 mesh) dan butiran halus ukuran menggunakan Fritch particle sizer
(-200 mesh) menunjukkan, butiran kasar menunjukkan bahwa rentang ukuran partikel-
bertekstur seperti butiran gula pasir (sugary) yang partikel abu terbang berkisar antara 0,31 - 300,74
berukuran < 3 m, dan partikel halus (fine) mm, dengan distribusi 80% berukuran 0,31 -
menunjukkan sugary dan tekstur jarum 40.99 mm, atau d 50 = 6,22 mm. Ukuran
(needle) yang panjangnya sekitar 3 m ( partikel yang sangat halus ini cocok sebagai
Gambar 3.1). bahan pengisi (fine grog) dalam sistem refraktori
cor.
Berdasarkan pengamatan Supomo et al,(1997) dan
Soewanto et al,(1997), kristal menjarum atau
Karakterisasi Abu Terbang PLTU Suralaya dan Evaluasinya ... Muchtar Aziz, Ngurah Ardha dan Lili Tahli 3
Tabel 3.1 Distribusi ukuran butir refraktori cor komersial CAJ-14 dan CAJ-16

Mesh 30 30 40 40 60 -200 Total


Berat, % 44,33 14,86 7,75 5,10 3,67 24,47 100

4 Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Nomor 36, Tahun14, Januari 2006 : 1
8
Sample code : CAJ-16 , Detected particle : Chunk; Sample code : CAJ-16; Detected particle : fine grain;
magnification, 10.000x magnification : 10.000x

Butiran kasar Partikel halus

Gambar 3.1 Mikrostruktur refraktori cor komersial (berupa bubuk)

Tabel 3.2 Komposisi kimia refraktori cor komersial

Kode %SiO2 %Al2O3 %Fe2O3 %TiO2 %CaO %MgO %K2O %Na2O %LOI
CAJ-14 38,2 35,3 1,48 1,28 3,64 0,53 0,88 0,7 0,58
CAJ-16 29,1 47,2 1,2 1,62 4,04 0,17 0,58 0,62 0,72
Komposisi mineral CAJ-14 dan CAJ-16 sama yaitu terdiri atas corundum, mullite dan cristobalite

Material : alumina silicate Material : alumina silicate

Gambar 3.2 Bentuk partikel mikro abu terbang PLTU-Suralaya

4 Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Nomor 36, Tahun14, Januari 2006 : 1
8
Bentuk partikelnya menunjukkan bentuk-bentuk mina lebih tinggi dengan nilai Al2O3/SiO2 =
membulat (spheres), berukuran <15 m seperti 0,6. Perbedaan ini kemungkinan disebabkan
terlihat pada Gambar 3.2. Partikel-partikel yang karena komposisi batu bara yang digunakan dulu
membulat tersebut satu sama lain terlepas (tidak dengan saat ini oleh PLTU-Suralaya sudah
berikatan). berubah. Saat ini batu bara yang digunakan
berasal dari PT. Adaro. Selain itu juga terlihat
Bentuk membulat kemungkinan disebabkan karena ada senyawa pengotor seperti Fe2O3, TiO2,
pada saat aluminosilikat mengalami pembakaran CaO, K 2O dan Na 2O yang relatif tinggi,
suhu tinggi dalam boiler PLTU, alkali di permukaan sehingga mungkin akan menurunkan kualitas
partikel meleleh. Terlihat pada Gambar 3.2 bahwa refraktori. Dengan kandungan CaO sekitar 3,2%
permukaan partikel membulat tersebut tidak merata maka abu terbang ini termasuk klasifikasi
yang menunjukkan kemungkinan proses ASTM kelas C yang lebih cocok berfungsi
pelelehannya tidak sempurna. Partikel-partikel yang sebagai bahan cementing castables refractory
permukaannya meleleh tidak sempurna dan yang tahan suhu relatif rendah. Berdasarkan
berukuran halus ini cenderung kandungan mineral dan komposisi kimianya
bergerak/berputar di dalam dapur pembakaran seperti terlihat pada Tabel 3.4, maka abu
batu bara akibat tekanan udara panas, dan terbang terbang ini selain berfungsi sebagai bahan
melalui cerobong sehingga disebut sebagai abu pengisi berbutir halus (fine grog) juga dapat
terbang. Bentuk partikel halus yang membulat berfungsi sebagai binder dalam sistem
cocok untuk bahan tahan api cor karena memiliki refraktori.
sifat lambat pengendapan dan self flowing
yang lebih baik. Keunggulan dari sifat Data yang ditunjukkan pada Tabel 3.5 adalah
pengendapan yang lambat adalah cenderung komposisi kimia abu PLTU-Suralaya hasil pengujian
membentuk distribusi merata sehingga produk menurut laporan teknik PT PLN, 1977. Data
refraktori cor akan mempunyai struktur fisik yang tersebut memperlihatkan kandungan Al2O3 yang
uniform dengan daya tahan abrasif yang lebih baik. relatif lebih tinggi yaitu 30,8% untuk abu terbang
dan 24% untuk abu dasar. Juga kandungan SiO2
Mullite yang terdeteksi melalui XRD jumlahnya yang lebih rendah yaitu 54% untuk abu terbang
sangat kecil karena tidak nampak adanya tekstur dan
menjarum/memanjang (tekstur khas mullite) seperti 63,4% untuk abu dasar. Untuk abu terbang, nilai
pada tekstur refraktori cor komersial. Selain itu juga perbandingan Al2O3/SiO2 adalah 0,57. Kandungan
tidak nampak adanya tekstur yang berikatan satu CaO relatif tinggi yaitu sekitar 4%. Menurut
sama lain yaitu tekstur akibat perlakuan suhu tinggi/ klasifikasi ASTM, abu terbang dengan nilai
pelelehan. Oleh karena itu, abu terbang-PLTU kandungan CaO tersebut termasuk kelas C, yang
Suralaya belum bersifat refraktori. lebih cocok berfungsi sebagai bahan cementing
castables refractory yang tahan suhu relatif rendah.
Komposisi mineral : Hasil uji terhadap contoh abu Untuk mencapai kualitas refraktori yang tahan suhu
terbang PLTU-Suralaya menunjukkan mineral tinggi, kandungan CaO maksimum 1%. Kualitas ini
dominan kuarsa dan sedikit mullite . termasuk low/ultra-low cement castable refractory,
Keberadaan mullite menunjukkan bahwa yaitu klasifikasi ASTM kelas F (Hwang,1991).
aluminosilikat pada abu terbang telah Oleh karena itu, untuk mencapai komposisi kimia
mengalami kontak dengan suhu tinggi di dalam refraktori diperlukan penambahan aluminium oksida
tungku pembakaran batu bara PLTU. Mullite atau bahan yang mengandung Al2O3 tinggi ke dalam
(3Al2O3.2SiO2) adalah mineral alumina silikat abu terbang guna mengurangi kadar SiO2, CaO, K2O,
yang tahan terhadap suhu tinggi hingga sekitar Na2O, Fe2O3 sehingga dapat mendekati komposisi
1875C, tetapi karena masih ada mineral kuarsa kimia refraktori cor komersial, dan memiliki nilai
kemungkinan ketahanan terhadap suhu akan Al2O3/SiO2 sekitar 1,6 1,85.
berkurang.
3.3 Rekayasa dan Hasil Penghitungan
Komposis i kimi a : komposisi kimia seperti Komposisi
tercantum pada Tabel 3.3 menunjukkan nilai
perbandingan Al2O3/SiO2 = 0,16 berarti Dari hasil karakterisasi abu terbang PLTU-Suralaya
kadar aluminanya sangat kecil dibandingkan yang telah dilakukan maka diperlukan penelitian
dengan silikanya. Jika dibandingkan dengan untuk merekayasa dan menghitung komposisi bahan
data dalam Tabel 3.4 (PT PLN,1997), terlihat baku refraktori cor (komposit mentah) yang terdiri
kadar alu- dari 4 komponen : abu terbang, grog aluminosilikat

Karakterisasi Abu Terbang PLTU Suralaya dan Evaluasinya ... Muchtar Aziz, Ngurah Ardha dan Lili Tahli 5
Tabel 3.3 Komposisi kimia abu terbang PLTU-Suralaya

%SiO2 %Al2O3 %Fe2O3 %TiO2 %CaO %MgO %K2O %Na2O %LOI


72,9 11,37 5,93 0,76 3,19 1,99 0,46 1,45 1,04

6 Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Nomor 36, Tahun14, Januari 2006 : 1
8
Tabel 3.4 Komposisi kimia abu pada Komponen lainnya adalah aluminium oksida (Aloxi)
limbah
yang berfungsi untuk menambah kandungan Al2O3
PLTU Suralaya
sehingga sifat kerefraktorian dari refraktori cor
diharapkan menjadi meningkat. Komposisi kimia
Abu dasar Abu terbang
Senyawa salah satu tipikal Aloxi dapat dilihat pada Tabel 3.6.
% %
Al2O3 24,0 30,8 Kalsium aluminate (Ca-aluminate) berfungsi sebagai
CaO 2,7 4,0 bahan pengikat, terutama saat pembentukan atau
Fe2O3 5,5 4,6 pencetakan untuk mempercepat waktu pengeringan
K2O 0,17 0,18 dan pengerasan (setting time). Salah satu tipikal
MgO 1,3 1,9 komposisi kimia Ca-aluminate ditunjukkan pada
Na2O 1,0 1,3 Tabel 3.7.
P2O5 - -
SO3 0,18 0,23 Salah satu tipikal komposisi yang kemungkinan bisa
SiO2 63,4 54,0 dibangun dan diuji adalah seperti disajikan pada Tabel
TiO2 - - 3.8.
Fe+Si+Al 92,9 89,4
CaO bebas <0,06 <0,06 Rekayasa komposisi yang dibuat dengan
Kand. Silika - 53,4 perbandingan komponen komposit mentah seperti
LOI 0,68 <0,5 ditunjukkan pada Tabel 3.9, menghasilkan tipikal
D50 - 15,5 (m) komposisi kimia seperti yang ditunjukkan pada Tabel
D90 - 67,9 (m) 3.10. Nilai Al 2O 3/SiO 2 tertinggi dicapai pada
komposit mentah kode A yaitu 1,69. Nilai ini
dapat memenuhi refraktori cor komersial tipe CAJ-
16. Komposit mentah kode B dan D dapat
(crushed brick), aluminium oksida, dan calcium
memenuhi refraktori cor komersial tipe CAJ-14.
aluminate (sebagai pengikat atau binder). Grog
adalah material granular yang dibuat dari bahan
tahan api hancur (crushed brick) sebagai pengisi bodi
4. KESIMPULAN DAN SARAN
berukuran kasar yang dapat berfungsi mengurangi
shrinkage dan thermal expansion, meningkatkan
4.1 Kesimpulan
stabilitas saat mengalami suhu tinggi. Abu terbang
mempunyai fungsi ganda yaitu sebagai grog,
- Hasil karakterisasi dan evaluasi abu terbang
pengisi refraktori berbutir halus dan sebagai binder
PLTU-Suralaya menunjukkan abu terbang
karena mengandung aluminosilika aktif. Sebagai
tersebut secara teknis memiliki prospek untuk
bahan grog kasar digunakan aluminosilikat yang
dijadikan salah satu komponen bahan baku
telah mengalami perlakuan suhu tinggi dan telah
refraktori cor, yang dapat saling melengkapi
dipecah (crushed brick). Salah satu tipikal grog
dengan komponen bahan baku refraktori cor
untuk refraktori cor biasanya dibuat berukuran
lainnya sehingga dapat memenuhi spesifikasi
30 mesh, mempunyai komposisi mineral:
sebagai refraktori cor.
corundum, mullite dan cristobalite. Komposisi
kimianya tercantum pada Tabel 3.5.

Tabel 3.5 Tipikal komposisi kimia grog

%SiO2 %Al2O3 %Fe2O3 %TiO2 %CaO %MgO %K2O %Na2O %LOI


39,0 54,0 1,70 2,18 1,33 0,62 0,65 0,22 0,12

6 Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Nomor 36, Tahun14, Januari 2006 : 1
8
Tabel 3.6 Tipikal komposisi kimia aluminium oksida (Aloxi)

%SiO2 %Al2O3 %Fe2O3 %TiO2 %CaO %MgO %K2O %Na2O %LOI


0,12 98,5 0,094 0,12 0,44 0,004 0,004 0,35 0,23

Tabel 3.7 Tipikal komposisi kimia Ca-aluminate

%SiO2 %Al2O3 %Fe2O3 %TiO2 %CaO %MgO %K2O %Na2O %LOI


5,24 40,5 12,18 2,18 35,6 0,30 Tt 0,039 3,52

Tabel 3.8 Tipikal komposisi kimia grog, aloxi dan Ca-aluminate

%SiO2 %Al2O3 %Fe2O3 %TiO2 %CaO %MgO %K2O %Na2O %LOI

Grog 39,0 54,0 1,70 2,18 1,33 0,62 0,65 0,22 0,12
Aloxi 0,12 98,5 0,094 0,12 0,44 0,004 0,004 0,35 0,23
Ca-aluminate 5,24 40,5 12,18 2,18 35,6 0,30 Tt 0,039 3,52

Tabel 3.9 Tipikal rekayasa komposisi komposit mentah refraktori cor (abu terbang,
grog, Aloxi,
Ca-aluminate)

Komponen Kode komposit mentah (perbandingan berat)


komposit mentah A B C D

Abu terbang 3 3 4 4
Grog 2 3 3 2
Aloxi 3 3 2 3
Ca-aluminate 2 1 1 1

Tabel 3.10 Tipikal hasil penghitungan komposisi kimia komposit mentah refraktori cor

Al2O3/
Kode %SiO2 %Al2O3 %Fe2O3 %TiO2 %CaO %MgO %K2O %Na2O %LOI
SiO2
CAJ-16 29,1 47,2 1,2 1,62 4,04 0,17 0,58 0,62 0,72 1,62
CAJ-14 38,2 35,3 1,48 1,28 3,64 0,53 0,88 0,7 0,58 0,9
A 30,8 52,0 4,5 1,0 8,5 1,9 0,2 0,6 1,1 1,69
B 34,1 42,2 3,5 1,0 5,1 2,4 0,3 0,7 0,7 1,24
C 41,3 34,4 4,1 1,1 5,4 2,6 0,3 0,8 0,7 0,83
D 37,4 49,0 3,9 0,9 5,2 2,0 0,2 0,7 0,8 1,31

Karakterisasi Abu Terbang PLTU Suralaya dan Evaluasinya ... Muchtar Aziz, Ngurah Ardha dan Lili Tahli 7
- Rekayasa komposisi yang dibuat dengan Kumar, D.S. Kumar, M.P. and Sankar R. 2003, Ef-
perbandingan komponen komposit mentah fect of Syntetic Aggregate on Alumina Castables
menghasilkan tipikal komposisi kimia yang Based on Fly Ash, Kyanite and Sillimanite,
memiliki nilai Al2O3/SiO2 tertinggi 1,69 yang Bulletin of American Ceramic Society, Abstract
dicapai pada komposit mentah kode A. Nilai on http://www.ceramicbulletin.org.28 January.
ini dapat memenuhi salah satu karakteristik 2004.
refraktori cor komersial tipe CAJ-16. Komposit
mentah kode B dan D dapat memenuhi PT.Indoporlen Refractories Indonesia 2001, (Brosur).
refraktori cor komersial tipe CAJ-14, bahkan
nilainya lebih tinggi, yaitu 1,24 dan 1,31. PT PLN (Persero) dan PT Kema Teknologi
Semakin tinggi nilai Al2O3/SiO2, semakin tinggi Indonesia 1997, Pengelolaan Abu Terbang dan
sifat kerefraktoriannya (kestabilan pada suhu Abu Dasar Pembangkit Listrik Dengan Bahan
tinggi). Bakar Batu bara di Indonesia, Laporan Teknik.

4.2 Sharada Ceramic Ltd. 2000, Product data of


Saran Castables Refractories , India, http:/ /
www.castablerefractories.com. 4 Febr. 2004.
Diperlukan penelitian lanjutan untuk melakukan
rekayasa komposit mentah refraktori cor serta Silvonen, J. 2001, Porous Ceramic Castable
pengujiannya untuk mendapatkan komposisi bahan Refractories, Presentation Outline, TUT,
baku refraktori cor yang optimal dengan abu terbang Institute of Materials Science, Ceramic
sebagai salah satu komponennya. Materials Laboratory.

Soewanto, R. dan Sagala, M. 1997, Karakterisasi


DAFTAR PUSTAKA Kromit Sulawesi Tengah s ebagai Bahan
Refraktori, Prosiding Kolokium Pengolahan
J.Y. Hwang, 1991; Beneficial Use of Fly Ash, Mineral Untuk Industri di Indonesia, Puslitbang
Technical Report, Michigan Technologycal Teknologi Mineral, hlm. 165.
University. http://www.ceramicbulletin.org, 28
Jan.2004. Supomo, Sagala, M. dan Pranggono, P. 1997,
Pembuatan Mulit dari Topaz, Prosiding
Hwang, J.Y dan Huang, X. 1995, Refractory Kolokium Pengolahan Mineral Untuk Industri
Material Produced from Beneficiated Fly Ash, di Indonesia, Puslitbang Teknologi Mineral,
Proceedings 11th International Symposium on hlm. 119.
Use and Management of Coal-Combustion By-
Products, Orlando, January, Vol.1, pp.32-1-13.

8 Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Nomor 36, Tahun14, Januari 2006 : 1
8
PENELITIAN ABU BATU BARA SEBAGAI PEMBENAH
TANAH : PENGARUH WAKTU INKUBASI TERHADAP
PARAMETER KUALITAS TANAH
(DERAJAT KEASAMAN TANAH (pH-H2O), Mn,
Fe, P-TOTAL DAN P-TERSEDIA)

NIA ROSNIA HADIJAH DAN RETNO DAMAYANTI

Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara


Jalan Jenderal Sudirman 623 Bandung 40211, Telp. (022) 6030483, Fax. (022) 6003373

SARI

Abu batu bara merupakan salah satu produk samping dari pembangkit tenaga listrik PLTU batu bara. Pada
penelitian ini abu batu bara digunakan sebagai pembenah tanah (soil conditioner) dan sumber beberapa hara
mikro pada tanah ampas (tailing), karena secara kimia abu batu bara mengandung unsur Fe, Ca, Al, Si, K dan
Mg dengan persentase tinggi, juga mengandung unsur Zn, B, Mn dan Cu dalam jumlah sedang, serta sejumlah
kecil unsur C dan N yang terdapat dalam bentuk silikat, oksida, sulfat dan karbonat. Ampas yang digunakan
berasal dari kegiatan pengolahan tembaga di Timika dan abu batu bara dari PLTU Asam-asam di Kalimantan.
Ampas dan abu batu bara, serta kompos dicampur dengan perbandingan A0 (200:25:25), A1 (225:0:25), A2
(225:25:0), A3 (175:0:75) dan A4 (175:75:0). Campuran diinkubasi selama 2, 4 dan 6 minggu. Metode
percobaan yang digunakan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 3 (tiga) ulangan. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa lama masa inkubasi berpengaruh terhadap parameter pH, unsur Mn, Fe, P-
total dan P-tersedia. Perubahan parameter tersebut optimum pada inkubasi 2 minggu. Terjadi penurunan Mn
dan Fe, penurunan Mn rata-rata terbesar 4,14 ppm (99,7%) dan penurunan Fe rata-rata terbesar 323,85 ppm
(99,75%) terjadi pada ikubasi 2 minggu. Kenaikan P-total dalam tanah berkisar 62,84 129,89 mg/100g
sedangkan P-tersedia adalah 31,19 70,12 mg/100g. Penambahan abu batu bara signifikan terhadap perubahan
parameter Fe dan Mn, tetapi peningkatan P-total dan P-tersedia hanya terjadi pada perlakuan penambahan
kompos.

ABSTRACT

Fly ash is a by product of pulverized coal fired thermal power stations. As the fly ash contains high concentra-
tion of Fe, Ca, Al, Si, K and Mg, medium concentration of Zn, B, Mn and Cu and small amounts of C and N,
it is predicted that fly ash can be used as the soil conditioner and as a source of some micro nutrient for
tailing management. Most of those elements present in the forms of silicates, oxides, sulphates and
carbonates. The tailing is from Timika copper processing plant and the fly ash is from Asam-asam Power
Plant. Compost must be added to change the texture of tailing mixture. The composition ratio of tailing,
fly ash and compost mixture were A0 (200:25:25), A1 (225:0:25), A2 (225:25:0), A3 (175:0:75) and A4
(175:75:0). The mixtures then were incubated for 2, 4 and 6 weeks. The experiment used Randomized
Block Design (Rancangan Acak Kelompok) method which repeated 3 times. Result showed that incubation
time influenced the soil parameter such as pH, Mn, Fe and P. The optimum changes occured in the 2
week of incubation. The Fe and Mn

Penelitian Abu Batu bara sebagai Pembenah Tanah ... Nia Rosnia Hadijah dan Retno 9
Damayanti
concentration reduced about 323.85 ppm (99.75%) and 4.14 ppm (99.7%) respectively. Increasing in total P
in soil was in the range of 62.84 129.89 mg/100 g and for the available P was 31.19 70.12 mg/100 g. It
means that fly ash addition caused the significant reduction in soil Fe and Mn parameters but changes in
phosphor concentration mostly came from compost addition.

Keywords : fly ash, soil conditioner, incubation, waste management

10 Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Nomor 36, Tahun14, Januari 2006 : 9
17
1 diameter rata-rata 10 memperbaiki tekstur Penambahan abu batu
. mm dan luas tanah, meningkatkan bara meningkatkan
permukaan yang porositas dan pH tanah terutama
P besar. Sifat kimia kapasitas pada tanah asam
E dan mineralogi abu penyimpanan air. daripada tanah yang
N batu bara bergantung cenderung basa,
D pada komposisi batu karena CO2 bereaksi
A bara asal, kondisi lebih reaktif dengan
H selama pembakaran CaO menghasilkan
U batu bara, CaCO3 sehingga pH
L penyimpanan dan tanah cenderung
U penanganan abu serta menjadi netral <
A iklim. http:/ /
N www.dailynews.lk/20
Secara kimia abu batu 04/02/17/fea09.html
Salah satu produk bara mengandung >. Pada penelitian
samping dari unsur Fe, Ca, Al, Si, ini telah dilakukan
pembangkit tenaga K dan Mg dengan percobaan terhadap
listrik PLTU batu persentase tinggi, kemungkinan
bara adalah abu batu juga mengandung pemanfaatan abu batu
bara. Abu batu bara unsur Zn, B, Mn dan bara sebagai bahan
dapat dimanfaatkan Cu dalam jumlah pembenah tanah (soil
karena berbentuk sedang, serta conditioner).
partikel halus amorf sejumlah kecil unsur
dan bersifat Pozzolan C dan N. Unsur-
dan dapat bereaksi unsur tersebut 2.
dengan kapur pada terdapat dalam bentuk B
suhu kamar dengan silikat, oksida, sulfat A
media air dan dan karbonat. Abu H
membentuk senyawa A
batu bara sendiri
yang bersifat N
dapat bersifat sangat
mengikat. Hingga D
asam (pH 3 4) tetapi
saat ini abu batu A
pada umumnya N
bara banyak bersifat basa (pH 10
dimanfaatkan untuk M
12). Secara fisika E
keperluan industri abu batu bara
semen dan beton, T
tersusun dari O
bahan pengisi untuk partikel berukuran D
bahan tambang dan silt yang mempunyai E
bahan galian serta karakteristik kapasitas
berbagai pengikatan air dari
pemanfaatan lainnya. 2
sedang sampai tinggi, .
Salah satu sifat-sifat pembentuk
pemanfaatan abu 1
semen yang dapat
batu bara yang menghambat
diteliti di Puslitbang B
perkembangan akar a
tekMIRA adalah untuk tanaman (Muhammad,
mengelola tanah h
2004). a
ampas (tailing) yang
n
berasal dari kegiatan Berdasarkan sifat-sifat
pengolahan emas. fisika dan kimia abu
Dalam hal ini, abu d
batu bara tersebut, abu a
batu bara digunakan batu bara digunakan n
sebagai pembenah untuk memperbaiki
tanah dan sumber tanah asam dan
beberapa hara mikro. P
basa serta e
memperkaya tanah. r
Secara fisik abu batu Dengan ukuran a
bara merupakan partikel yang kecil,
10 l Januari 2006 : 9
Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Nomor 36, Tahun14,
partikel yang sangat abu batu 17bara dapat a
kecil, dengan
t Fe2O3, TiO2, Pengujian Kimia diinkubasi selama
a K2O, Na2O, Lingkungan, 2, 4 dan 6 minggu
n P2O5, CaO, Pusat Penelitian dan pada masa
MgO, MnO, dan tersebut
Bahan yang digunakan SO32- dan hilang Pengembangan kelembaban
dalam penelitian ini pijar atau loss of Teknologi media diatur
meliputi: ignition/LOI), Mineral dan dengan cara
dan analisis Batu bara penyiraman
- Abu batu bara logam-logamnya (Puslitbang hingga mencapai
yang berasal (Cu, Pb, Zn, Cd, tekMIRA), di kapasitas lapang.
dari PLTU Cr, As dan Hg). Bandung.
Asam- asam di Disamping Pengujian Analisis tekstur
Kalimantan pengujian secara terhadap media tanam
- Ampas yang kimia, dilakukan contoh ampas dilakukan pada
berasal dari pula analisis meliputi akhir masa
kegiatan mineralogi analisis logam- inkubasi.
pengolahan dengan logamnya (Cu, Selanjutnya
tembaga di menggunakan Pb, Zn, Fe, Mn, analisis kualitas
Timika XRD. As dan Al), media tanam hasil
- Bahan organik pH, C-organik, inkubasi dilakukan
(kompos) yang b. N total, P2O5, di laboratorium
diperoleh dari Anal K2O, pengujian kimia
pasaran isis perbandingan C lingkungan untuk
kimi dan N, basa penentuan pH,
2.2 Penentuan a yang dapat P2 O5 dan
karakteristi cont dipertukarkan analisis logam-
k contoh oh (K, Na, Ca, Mg) logamnya (Fe,
abu batu amp dan kapasitas Mn).
bara dan as tukar
ampas Contoh ampas kation/KTK atau
dianalisis di cation exchange 3. HASIL
a. Laboratorium capac- ity/CEC. PENELITIAN DAN
Analisis Pengujian PEMBAHASAN
kimia Kimia Mineral c. Percobaan
contoh abu dan inkubasi 3.1
batu bara Laboratorium ampas sebagai Karak
Contoh abu batu media tanam teristi
bara yang berasal Pada percobaan k abu
dari Asam- asam, ini ampas dan batu
dianalisis di abu batu bara bara
Laboratorium dicampur
Pengujian Kimia dengan berbagai Karakterisasi abu batu
Mineral dan perbandingan. bara PLTU Asam-asam
Laboratorium Metode yang digunakan dalam
Pengujian percobaan penelitian ini meliputi
Kimia yang analisis komposisi
Lingkungan, digunakan oksida-oksida unsur-
Pusat menggunakan unsur mayor (SiO 2,
Penelitian dan Rancangan Al O
2 3 , Fe O
2 3 , TiO 2,
Pengembangan Acak K 2 O, Na 2 O, P 2 5,
O
Teknologi Kelompok CaO,
Mineral dan Batu (RAK) dengan 3 2-

bara (tiga) ulangan.


(Puslitbang Variasi takaran
tekMIRA), di abu batu bara
Bandung. dan yang dicoba
Pengujian abu dapat dilihat
batu bara meliputi pada Tabel 1.
analisis unsur- Selanjutnya
10
unsur mayornya Jurnal Teknologi Mineral dancampuran
Batubara Nomor 36, Tahun14, Januari 2006 : 9
(SiO2, Al2O3, 17 tersebut ini
terlihat bahwa di kapasitas tukar 0 bentuk garam- garam
samping oksida- kationnya (KTK). 0 bebas yang tidak
oksida di atas, abu Hasil dari analisis tersedia bagi tanaman
batu bara juga tersebut ditunjukkan g (tidak terikat dalam
mengandung pada Tabel 3. . kompleks jerapan).
beberapa logam Hal ini juga
berat seperti Pb, Cu Berdasarkan kriteria Kation-kation basa ditunjukkan dengan
dan Zn dan lain-lain penilaian kesuburan yang dapat nilai kejenuhan basa
dengan konsentrasi tanah, dapat dikatakan dipertukarkan (K, yang melampaui 100
yang tidak terlalu bahwa ampas yang Na, Ca dan Mg) juga % tetapi nilai KTK
tinggi (< 500 ppm). digunakan pada tergolong tinggi sangat rendah.
Perbandingan silika percobaan ini secara tetapi kation-kation
dan alumina dalam umum kesuburannya tersebut Perbandingan C/N
contoh asal Asam- rendah dengan kondisi diperkirakan ampas berdasarkan
asam sebesar 3.08 pH cenderung alkali terdapat dalam kriteria
sehingga (> 8). Kandungan
diperkirakan akan P2O5 dan K2O
dapat dihasilkan potensial (P2O5 dan
zeolit sintetis dari K2O dalam HCl
jenis faujasit atau 25 %) serta K2O
NaP. tersedianya (K2O
dalam sitrat 2 %)
3 cukup tinggi tetapi
. P2O5 tersedia rendah.
2 Kandungan
K P potensial dalam
a contoh ampas sangat
r tinggi yaitu
a 105 mg/100 g tetapi
k P tersedia (P2O5
t Sitrat 2 %) tergolong
e sangat rendah yaitu 3,3
r mg/100 g. Kandungan
is K potensial (K2O HCl
ti 25 %) dan tersedia
k (K2O Sitrat
c 2 %) tergolong tinggi
o yaitu masing-masing
n sebesar 247
t m
o g
h /
a 1
m 0
p 0
a
s
g
Karakterisasi contoh
d
ampas yang
a
digunakan dalam
n
penelitian ini
meliputi analisis
logam-logamnya 2
(Cu, Pb, Zn, Fe, Mn, 2
,
As dan Al), pH, C-
9
organik, N total,
P2O5, K2O,
perbandingan C dan m
N, basa yang dapat g
10 / Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Nomor 36, Tahun14, Januari 2006 : 9
dipertukarkan (K,
1 17
Na, Ca, Mg) dan
MgO, MnO, SO3 dan hilang pijar atau loss of kesuburan tanah tergolong sangat rendah yaitu 3,3.
ignition/LOI), analisis konsentrasi logam-logam Kandungan bahan organik yang rendah akan mengurangi
berat ketersediaan unsur hara bagi tanaman.
(Cu, Pb, Zn, Cd, Cr dan As). Hasil dari analisis
tersebut disajikan pada Tabel 2. Konsentrasi Fe dan Al dalam ampas relatif cukup
tinggi yakni untuk Fe: 1.61 12.78 % dan untuk Al:
Komposisi kimia dari contoh abu batu bara yang 2.5
diteliti terutama berupa silika (SiO2) dan alumina 5.0 %. Konsentrasi Mn dalam contoh ampas adalah
(Al2O3) dengan konsentrasi yang bervariasi 0.14 %.
masing- masing antara 55.3 59.3 % dan 19.40
30.9 %. Oksida-oksida lain yang terdapat dalam Logam Cu, Pb, Zn dan As dalam contoh ampas pada
abu batu bara adalah yang mencapai 12.52 %. umumnya ada dalam jumlah kelumit ( 100 ppm)
Oksida-oksida lain yang terdapat dalam abu batu kecuali konsentrasi Cu dan Zn yang mencapai nilai
bara adalah oksida- oksida asam seperti SO3 dan 1800 ppm dan 287 ppm.
P2O5. Pada Tabel 2

Penelitian Abu Batu bara sebagai Pembenah Tanah ... Nia Rosnia Hadijah dan Retno 11
Damayanti
Tabel 1. Takaran pemberian abu batu bara dan pupuk

Komposisi berat (gram)


Contoh
Ampas Abu batu bara Pupuk

A0 200 25 25
A1 225 - 25
A2 225 25 -
A3 175 - 75
A4 175 75 -

Tabel 2. Hasil analisis komposisi kimia abu batu bara asal PLTU Asam-asam

Abu batu bara


No. Parameter Satuan
Asam-asam

1. pH 7,0
2. SiO2 % 59,3
3. Al2O3 % 19,40
4. Fe2O3 % 12,52
5. TiO2 % 0,98
6. CaO % 2,13
7. MgO % 2,50
8. K2O % tt
9. Na2O % 0,16
10. MnO % 0,19
11. SO3 % 0,53
12. P2O5 % 0,104
13. LOI % 1,30
14. Pb ppm 19
15. Cu ppm 298
16. Zn ppm 391
17. Cr ppm 224
18. As ppm 10
19. H2O % 0,033

Keterangan:
Contoh diperiksa dari bahan kering (105 110 C) kecuali
H2O- yang ditentukan dari bahan asal.
tt : tidak terdeteksi

12 Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Nomor 36, Tahun14, Januari 2006 : 9
17
3.3 Contoh untuk
Kar pengujian sifat kimia
akt media tanam setelah
eris inkubasi ini diperiksa
tik dari bahan kering
me (105
dia 110 C). Data hasil
tan pengujian sifat kimia
am
media perlakuan
adalah sebagai
Dengan berbagai
berikut :
komposisi media
tanam, contoh-
3.3.1 Derajat
contoh ampas yang Keasaman Tanah (pH-
telah dicampur H2O)
dengan bahan
organik dan juga abu Hasil analisis pH-H2O
terbang diuji melalui setelah diinkubasi
percobaan inkubasi. selama 2,
Hasil percobaan
inkubasi kemudian
dibandingkan dengan
kriteria kesuburan
tanah dan dievaluasi.

12 Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Nomor 36, Tahun14, Januari 2006 : 9
17
Tabel 3. Hasil analisis ampas dan kompos
Ampas
No. Parameter Satuan
Timika Kriteria
1. pH H2O 8,45 AA
2. pH KCl 8,24 SR
3. C-organik N total % 0,33 R
4. Kejenuhan Basa % 0,10 SR
5. P2O5 (HCl 25%) % 4042 ST
6. P2O5 (Sitrat 2%) mg/100 gr 105 ST
7. K2O (HCl 25%) mg/100 gr 3,30 SR
8. K2O (Sitrat 2%) mg/100 gr 247 ST
9. C/N mg/100 gr 22,99 T
10. KTK - 3,3
11. mg/100 gr 1,15 SR
Kation dapat dipertukarkan

12. K mg/100 gr 0,94 TS


13. Na mg/100 gr 0,56 ST
14. Ca mg/100 gr 42,06 T
15. Mg mg/100 gr 2,89
Logam-logam
16. Fe % 12,78
17. Mn % 0,14
18. Al % 5,00
19. Cu ppm 1800
20. Pb ppm 18
21. Zn ppm 287
22. As ppm 21

Keterangan:
Data primer tahun 2004
Contoh diperiksa dari bahan kering (105 110 C)
AA: agak alkali SR: sangat rendah S: sedang
T : tinggi ST: sangat tinggi

Penelitian Abu Batu bara sebagai Pembenah Tanah ... Nia Rosnia Hadijah dan Retno 13
Damayanti
4 dan 6 minggu 3
mengalami .
perubahan yang 3
secara statistika .
perubahan itu 2
signifikan pada uji
varians. Hasil uji U
BNJ taraf nyata 5 n
% atau pada tingkat s
kepercayaan 95% u
menunjukkan r
perbedaan nyata.
M
pH ampas yang n
berasal dari Timika
bersifat agak al- kali Mineral Mn dalam
(AA) yaitu sebesar tanaman berfungsi
8.45. Pemberian abu dalam fotosintesis,
terbang pada ampas dan memecahkan air.
(tailing) Mn diserap dalam
menyebabkan media bentuk Mn2+.
cenderung menjadi Kelarutan Mn
netral. Peningkatan dikontrol oleh pH
pH tertinggi terjadi tanah, kelarutannya
pada contoh tailing menurun 100 kali
dengan penambahan jika pH naik
abu batu bara 1 unit
sebanyak 75 g (A4) http://www.tanind
dengan inkubasi o.com/abdi12 /
selama 6 minggu. h
a
l
1
5
0
1
.
h
t
m
.
>
.

Hasil uji BNJ taraf


nyata a 5 % atau
pada tingkat
kepercayaan 95%
menunjukkan
perbedaan nyata.

Penelitian Abu Batu bara sebagai Pembenah Tanah ... Nia Rosnia Hadijah dan Retno 13
Damayanti
Tabel 4. Uji varians taraf nyata 5 % atau pada tingkat kepercayaan 95%

JK db KT Fhitung F tabel

Fk 2,429.84
Jktot 75.31
Jk kel 0.22 2 0.11
Jk perl 73.20 14 5.23 77.26 2.07
JK g 1.89 28 0.07

A4

A3
Cont

A2
oh

A1
Ao

4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00


pH-H2O

2 minggu 4 minggu 6 minggu

Gambar 1. Pola perubahan pH-H2O pada tanah ampas


(tailing) yang diberi dosis abu batu bara
dan kompos dan lama inkubasi
yang berbeda

Tabel 5. Uji varians taraf nyata 5 % atau pada tingkat kepercayaan 95%

JK db KT Fhitung F tabel

Fk 2,700.18
Jktot 352.18
Jk kel 1.20 2 0.60
Jk perl 317.59 14 22.68 19.02 2.07
JK g 33.40 28 1.19

Tabel 6. Kadar Mn rata-rata pada tanah ampas (tailing) yang diberi dosis abu
batu bara dan kompos dan lama inkubasi yang berbeda

Waktu inkubasi (satuan ppm)


Kode contoh Rata-rata
2 minggu 4 minggu 6 minggu
Ao 5,28 10,52 8,67 8,16
A1 3,4 9,11 9,75 7,42
A2 4,85 10,33 9,49 8,22
A3 4,05 9,05 9,79 7,63
A4 3,1 10,34 8,47 7,3
Rata-rata 4,14 9,87 9,23

14 Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Nomor 36, Tahun14, Januari 2006 : 9
17
Kadar Mn rata-rata pada inkubasi 2 minggu adalah Kadar Fe dalam tanah ampas (tailing) berdasarkan
4,14 ppm (99,7%) dan pada masa inkubasi 4 minggu hasil analisis adalah 127.800 ppm. Kadar Fe rata-
adalah 9,87 (99,3%) ppm, sedangkan pada inkubasi rata setelah inkubasi 2 minggu adalah 323,85 ppm,
6 minggu 9,23 (99,34%). Ini membuktikan lamanya pada inkubasi 4 minggu, yaitu sebesar 799,8 ppm,
inkubasi berpengaruh terhadap kadar Mn dalam sedangkan Fe rata-rata pada inkubasi 6 minggu
tanah yang secara statistika pengaruhnya adalah 591,55 ppm. Persen penurunan Fe dengan
signifikan. masa inkubasi 2, 4 dan 6 masing-masing sebesar
99,75 %, 99,54% dan 99,37%.
Dari Tabel 6 terlihat bahwa kadar Mn rata-rata yang
terendah terdapat pada A4, yaitu media tanam Dari Tabel 8 terlihat bahwa kadar Fe rata-rata yang
dengan komposis ampas dan abu batu bara (175:75), terendah terdapat pada A4, yaitu media tanam
sehingga abu batu bara cukup efekktif sebagai dengan komposisi ampas dan abu batu bara (175:75),
pembenah tanah. sehingga abu batu bara cukup efekktif sebagai
pembenah tanah.
3.3.3 Unsur Fe
3.3.4 P-total dan P-tersedia
Unsur Fe diserap akar dalam bentuk Fe 2+ atau
Fe3+, umumnya Fe3+direduksi menjadi Fe2+ Hasil analisis P-total (P dalam HCl 25%) dan P-
sebelum penyerapan. Kelarutan mineral Fe dalam tersedia setelah 2, 4 dan 6 minggu diinkubasi
tanah sangat rendah, mineral amorf Fe(OH)3 mengalami perubahan. P-total dalam ampas adalah
mengatur kadar Fe dalam larutan tanah. Pada 105 mg/100g, peningkatan P total setelah inkubasi
tanah dengan drainase baik, kondisinya teroksidasi berkisar 62,84 129,89 mg/100g, kenaikan tertinggi
kadar Fe3+ lebih besar daripada Fe 2+. Sebaliknya terjadi pada inkubasi 2 minggu, pada contoh A3.
pada tanah jenuh air Fe3+ mengalami reduksi
menjadi Fe 2+. Kelarutannya juga berkurang 1000 Hasil uji BNJ taraf nyata 5 % atau pada tingkat
kali lipat pada tanah dengan pH tinggi. kepercayaan 95% menunjukkan perbedaan nyata.

Hasil uji BNJ taraf nyata 5 % atau pada tingkat P-tersedia (P dalam sitrat 2%) dalam ampas adalah
kepercayaan 95% menunjukkan perbedaan nyata.

Penelitian Abu Batu bara sebagai Pembenah Tanah ... Nia Rosnia Hadijah dan Retno 15
Damayanti
Tabel 7. Uji varians taraf nyata 5 % atau pada tingkat kepercayaan 95%

JK db KT F hitung F tabel

Fk 14,709,715.29
Jktot 2,923,513.46
Jk kel 35,589.21 2 17,794,61
Jk perl 2,325,260.20 14 166,090,01 8.27 2.07
JK g 562,664.05 28 20,095.14

Tabel 8. KadarFe rata-rata pada tanah ampas (tailing) yang diberi dosis abu
batu bara dan kompos dan lama inkubasi yang berbeda

Waktu inkubasi (satuan ppm)


Kode contoh Rata-rata
2 minggu 4 minggu 6 minggu
Ao 527,99 860,12 690,32 686,14
A1 338,98 790,02 686,19 605,06
A2 361,71 787,10 429,92 526,24
A3 372,40 746,35 489,91 536,22
A4 18,18 815,43 681,43 505,01
Rata-rata 323,85 799,80 591,55

Penelitian Abu Batu bara sebagai Pembenah Tanah ... Nia Rosnia Hadijah dan Retno 15
Damayanti
Tabel 9. Uji varians taraf nyata 5 % atau pada tingkat kepercayaan 95%

JK db KT Fhitung F tabel

Fk 1,833,124.61
Jktot 930,116.74
Jk kel 4,248.06 2 2,124.03
Jk perl 899,422.67 14 64,244.48 68.02 2.07
JK g 26,446.00 28 944.50

Tabel 10. Kadar P-total rata-rata (P dalam HCI 25%) pada tanah ampas (tailing) yang
diberi dosis abu batu bara dan kompos dan lama inkubasi yang berbeda

Waktu inkubasi (satuan ppm)


Kode contoh Rata-rata
2 minggu 4 minggu 6 minggu
Ao 164,99 206,6 187,8 186,46
A1 182,65 221,6 183,3 195,85
A2 91,197 102,2 95,068 96,16
A3 340,93 393,4 607,4 447,24
A4 59,41 89,6 100,9 83,30
Rata-rata 167,835 202,68 234,8936

Tabel 11. Uji varians taraf nyata 5 % atau pada tingkat kepercayaan 95%

JK db KT Fhitung F tabel

Fk 139,539.65
Jktot 264,483.90
Jk kel 1,171.00 2 585.80
Jk perl 255,473.70 14 82,248.12 65.18 2.07
JK g 7,839.19 28 279.97

Tabel 12. Kadar P-total rata-rata (P dalam sitrat) pada tanah ampas (tailing) yang
diberi dosis abu batu bara dan kompos dan lama inkubasi yang berbeda

Waktu inkubasi (satuan ppm)


Kode contoh Rata-rata
2 minggu 4 minggu 6 minggu
Ao 58,4 28,76 69,1 52,09
A1 59,2 24,9 78 54,03
A2 3,8 2,97 2,33 3,03
A3 239,5 233,7 18,1 163,77
A4 6,2 4,9 4,93 83,30
Rata-rata 73,42 59,046 34,492

16 Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Nomor 36, Tahun14, Januari 2006 : 9
17
3,3 mg/100g. Peningkatan P-tersedia berkisar antara terjadi pada waktu inkubasi 2 minggu dan
31,19 70,12 mg/100g. Dengan nilai tertinggi perlakuan penambahan kompos sebanyak 30%.
terjadi waktu inkubasi 2 minggu, pada contoh A3.
Ini membuktikan bahwa P-total maupun P-tersedia 3. Penambahan abu batu bara signifikan terhadap
meningkat dengan adanya kompos atau zat organik, perubahan parameter Fe dan Mn, tetapi
karena ketersediaan hara organik dalam tanah ikut peningkatan P-total dan P-tersedia hanya terjadi
menstimulasi aktifnya mikroorganisme dalam tanah. pada perlakuan penambahan kompos.

Hasil uji BNJ taraf nyata 5 % atau pada tingkat Pada penelitian selanjutnya perlu diukur kadar ion
kepercayaan 95% menunjukkan perbedaan nyata. logam yang terlindi setelah inkubasi, dengan
melakukan analisis ion logam dari abu batu bara
dan ampas.
4. KESIMPULAN DAN SARAN

1. Dari hasil perhitungan secara statistika pada uji DAFTAR PUSTAKA


varians dapat dikatakan berbeda nyata,
menunjukkan bahwa lama masa inkubasi Muhammad, B.C. 2004, Aplikasi Indeks Biokimia
berpengaruh terhadap parameter pH, unsur Mn, Dalam Penentuan Karakteristik dan Kesuburan
Fe, P-total dan P-tersedia. Tanah yang Diberi Bahan Organik Terinkubasi,
J. Agroland 11(1): 65 - 72.
2. Penambahan abu batu bara menyebabkan pH
ampas (tailing) berubah dari agak alkali menjadi V. Thivahary, 2004, Fly ash- A potentialsoil
netral. Terjadi penurunan Mn dan Fe, rata-rata amend- ment for increasing corp yields, 7
penurunan Mn terbesar 4,14 ppm (99,7%) Januari 2005,
terjadi pada ikubasi 2 minggu, dan rata-rata < http://www.dailynews.lk/2004/02/17 /
penurunan Fe terbesar 323,85 ppm (99,75%) fea09.html.>
terjadi pada ikubasi 2 minggu. Kenaikan P-total
dalam tanah berkisar 62,84 129,89 mg/100g Anonim 2005, Pentingnya Menjaga Keseimbangan
sedangkan P-tersedia adalah 31,19 70,12 mg/ Unsur hara makro dan Mikro untuk tanaman,
100g. Kenaikan P-total dan P-tersedia tertinggi 3 Februari, <http://www.tanindo.com/abdi12/
hal.1501.htm.>

Penelitian Abu Batu bara sebagai Pembenah Tanah ... Nia Rosnia Hadijah dan Retno 17
Damayanti
PENELITIAN PEMISAHAN DAN EKSTRAKSI ZIRKON-
HAFNIUM DARI TAILING PENCUCIAN TIMAH BANGKA

SUPRIYONO HS, RACHMAT YUSUF, DEDEN AMIRUDDIN, WAWAN PURNAWAN, MUTAQIN DAN
WAHYU AGUS S.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara


Jalan Jenderal Sudirman 623 Bandung 40211, Telp. (022) 6030483, Fax. (022) 6003373

SARI

Limbah dari pengolahan bijih timah milik PT. Timah dan PT. Kobatin, Bangka, banyak mengandung beberapa
mineral berharga diantaranya adalah mineral zirkon, ZrSiO4. Logam zirkonium yang berasal dari mineral
zirkon banyak digunakan sebagai bahan anti korosi dan penahan panas (refractory), dan bahan pada industri
keramik halus. Sampel dari limbah pengolah bijih timah, diambil dari PT. Timah dan PT. Kobatin, telah
berhasil ditingkatkan kadar zirkon dari 18,30% (bahan asal) hingga mencapai 94,76%. Hasil ini diperoleh
dengan cara peningkatan kadar dengan pemisah magnetik (magnetic separator) yang dilanjutkan cara kimiawi
melalui proses peleburan dengan Na2O2 dan pelindian dengan HCl pekat. Produk yang dihasilkan merupakan
ZrO2 yang masih bercampur dengan hafnium dengan kadar ZrO2 94,76%.

ABSTRACT

The tin ore processing waste at PT. Kobatin and PT. Timah (Persero), contains valuable minerals, such as
zircon, ZrSiO4. The zirconium metal that can be separated from zircon mineral has many applications, as anti
corrosion, refractories and also used in fine ceramic industry. The sampel in this research was taken from PT.
Timah and PT. Kobatin and the zircon was concentrated from 18,30% to 94,76%. Magnetic separator was
used to separate zircon from the impurities, and followed by fusing the zircon with sodium peroxide and then
leached with concentrated hydrochloric acid. The final separation to obtain hafnium (Hf) from zircon is still
in progress.

Keywords : tin ore processing waste, zircon, hafnium, extraction, separation, waste processing

18 Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Nomor 36, Tahun14, Januari 2006 : 18
26
1 bersama-sama
. dengan xenotim dan
monasit
P (Ce,La,Nd,Th)PO4
E yang merupakan
N bagian dari
D pemisahan senyawa
A yang non-konduktor
H dan non- magnetik.
U Zirkonia adalah
L bentuk antara
U sebelum menjadi
A logam zirkonium
N melalui jalur
pelindian agitasi
Penampilan suatu dengan media pelarut
bahan atau material, HCl.
dipengaruhi oleh
komposisi unsur - Zirkonium (Zr) dan
unsur Hafnium (Hf)
pembentuknya. masing-masing
Penambahan sedikit bernomor atom 40
unsur logam jarang dan 72, keduanya
ke dalam suatu bahan berada dalam
dapat memberikan golongan yang sama
karakteristik yang pada tabel periodik
khas terhadap bahan unsur kimia yaitu
itu, misalnya menjadi pada golongan IV B
kuat, tahan terhadap sehingga
korosi, keras dan mempunyai banyak
mengkilap ataupun kemiripan dalam sifat
kombinasi dari sifat- kimianya. Kedua
sifat tersebut. Begitu unsur ini selalu
juga sifat- sifat yang berasosiasi di alam
dimiliki oleh yang secara empiris
zirkonium dan mempunyai
hafnium, dua unsur perbandingan 10:1.
yang selalu Karena sifat kimia
berasosiasi di alam.
(Faith, 1965).

Mineral zirkon
(ZrO2.SiO2) banyak
dikandung dalam
tailing pengolahan
bijih timah dan
ditemukan

18 Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Nomor 36, Tahun14, Januari 2006 : 18
26
yang berdekatan, ekstraksi Zr dan Hf hanya dapat uji karakterisasi, peningkatan kadar (beneficiation)
dilakukan melalui cara kimiawi (ekstraksi pelarut). dan percobaan peleburan serta
ekstraksi.
Mineral zirkon (umumnya 65-66% ZrO2 + HfO2)
terdapat bersama-sama dengan rutil dan ilmenit pada Tujuan dari penelitian ini adalah pemisahan dan
pasir pantai, diolah melalui tiga tahap yang meliputi ekstraksi Zr-Hf dari mineral zirkon dengan
penambangan dengan pengerukan (dredging) atau pengamatan kondisi dan peubah yang mempengaruhi
scraping, konsentrasi basah (wet concentration) pelindian mineral zirkon dengan media pelindi HCI.
dengan proses gravitasi, kemudian dilakukan
pemisahan kering (dry separation) dengan proses Fokusnya adalah meningkatkan kadar zirkon dari
pemisahan magnetik dan elektrostatik. (Sukmadijaya, sampel yang ada, kemudian pemisahan zirkon
2000). terhadap senyawa pengotor termasuk hafnium
sebagai logam ikutan sehingga diperoleh zirkon yang
Zirkon digunakan dalam bentuk butiran pasir, bentuk lebih murni.
gilingan (-200 mesh atau 300 mesh) dan tepung
(1,5 atau 10 mikron), digunakan terutama pada alat
refractor, keramik dan paduan logam. Penggunaan 2. METODE PENELITIAN
zirkonium pada paduan logam akan memberikan
sifat tahan korosi sehingga banyak digunakan untuk 2.1 Bahan yang
keperluan pabrik pengolahan kimia dan pesawat digunakan
terbang. Jika unsur hafnium dapat dipisahkan, maka
zirkonium dapat digunakan pada peralatan reaktor Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ialah
nuklir. (Lynd and Lefond, 1975). sampel zirkon yang berasal dari PT. Timah dan PT.
Kobatin. Semua reagen dipakai dalam asam khlorida
Guna memperoleh unsur zirkonium (Zr) dan p.a (pro analyses) untuk pelindian, asam mandelat
hafnium (Hf) dari mineral zirkon dapat dilakukan untuk penetapan zirkon dan natrium peroksida yang
dengan cara pirometalurgi maupun hidrometalurgi. dipakai sebagai bahan pelebur. Peralatan yang
Dalam dunia industri, proses Kroll telah dikenal digunakan adalah pemisah magnetik untuk
sejak lama. Selain itu telah dikenal juga proses pemisahan pengotor yang bersifat magnet, XRD untuk
ekstraksi mineral zirkon melalui cara pelindian penentuan struktur kristal mineral, SEM dan AAS
dengan asam kuat, HCl. digunakan untuk analisis kimiawi dan alat
mikroskopi digunakan untuk analisis mineralogi.
Proses ekstraksi mineral zirkon melalui jalur
pelindian dengan media pelarut HCl dilakukan 2.2 Prosedur Percobaan
setelah ikatan zirkonium dengan senyawa silikat
dilepaskan karena mineral zirkon tidak dengan - Dilakukan preparasi terhadap sampel tailing
mudah terdekomposisi atau terurai secara langsung pengolahan bijih timah dengan menggiling halus
oleh HCl. Pemisahan ini dapat dilakukan dengan dalam ball mill.
penambahan Na 2 O 2 sehingga akan terbentuk
senyawa sodium zirkonat dan sodium silikat. - Seluruh ukuran sampel diratakan dan diayak
Terhadap zirkonat ini kemudian dilakukan pelindian menggunakan ukuran 200 mesh hingga
dengan HCl. Walaupun demikian, jika dilihat dari homogen.
diagram Eh-pH pada range tertentu, silikat (SiO2)
tidak larut dalam HCl, sedangkan zirkonium larut - Dilakukan pemisahan secara fisika menggunakan
sebagai ZrO2+ dan Zr4+ dan hafnium larut pula magnetic separator dan HTS (High Tension Sepa-
sebagai HfO2+ dan Hf4+ sehingga kemungkinan rator) untuk melepaskan senyawa/mineral
mineral zirkon langsung dilindi dengan HCl tetap pengganggu yang bersifat magnetik, (zirkon
dapat berlangsung. tergolong mineral yang bersifat non konduktor
dan non magnetik).
Kegiatan penelitian ini lebih menitikberatkan pada
pemanfaatan tailing pengolahan bijih timah, Bangka - Hasil pemisahan secara fisik dilanjutkan dengan
khususnya yang berasal dari PT. Kobatin dan PT. proses kimia melalui peleburan dengan Na2O2
Timah (Persero). Dengan menggunakan metoda grab dan proses pelindian dengan HCl untuk
sampling , sampel asal diambil dari lokasi memisahkan bagian zirkonat dan silikat.
penimbunan tailing, lalu dilakukan preparasi lanjutan
di Lab. Kimia tekMIRA dan selanjutnya dilakukan - Dilakukan pencucian dan kalsinasi sehingga
dihasilkan ZrO2 sebagai hasil akhir dari penelitian
Penelitian Pemisahan dan Ekstraksi Zirkon-Hafnium dari Tailing Pencucian ... Supriyono HS, 19
dkk
tahap ini.

Penelitian Pemisahan dan Ekstraksi Zirkon-Hafnium dari Tailing Pencucian ... Supriyono HS, 19
dkk
2.2.1 Penetapan ZrO2 Cara Peleburan dengan Na2SO3
Na2O2
Selama pelindian natrium silikat dapat dipisahkan
Prosedur :
1. Ditimbang 0,2 gram sampel zirkon (kadar di
atas 70%) + 2 gram Na2O2 dalam cawan
nikel/
2. Dilebur di atas nyala mekker ( 500 0C)
selama
30 menit
3. Setelah terjadi lelehan, diamkan sambil
digoyang-goyang 20-25 menit
4. Diangkat, dinginkan kemudian dimasukkan ke
dalam beaker glass 250 ml yang berisi 100 ml
H2O
5. Setelah terlindi dengan sempurna, ditambahkan
25 30 ml HCl p.a, dipanaskan di atas hot
plate sampai larut
6. Dinginkan, lalu ditambahkan larutan NH4OH
sampai terjadi endapan putih dari campuran
Si(OH) 4 dan Zr(OH) 4
7. Disaring dan diambil residu dan dicuci dengan
H2O panas ( 600C) 10 kali. Disemprotkan
air di atas kertas saring langsung ditampung
di dalam beaker glass (hati-hati jangan
sampai kertas saring rusak). Lalu ditambahkan
100 ml air.
8. Ditambahkan 5 ml H2SO4 1 : 1. Lalu
dipanaskan dan diuapkan larutan sampai keluar
asap putih (SO2) sampai terbentuk pasta.
9. Ditambahkan lagi 15 ml HCl pekat,
dipanaskan
sampai garam-garam zirkonat terlarut sempurna,
hal ini akan terjadi dua fraksi :
Residu sebagai SiO2
Larutan sebagai ZrOCl2 dan ZrCl4
10. Disaring, dan diambil filtrat, lalu dipanaskan
dan ditetapkan sebagai garam zirkonat dari asam
mandalat dengan menambahkan 16% asam
mandalat sebanyak 50 ml. Residu ditetapkan
sebagai SiO2 total

2.2.2 Percobaan Peleburan


Zirkon

Zirkon yang dilebur dengan natrium peroksida pada


suhu 600 0C selama 45 menit setelah dingin
kemudian dilindi dengan air. Setelah penyaringan
residu dilakukan pelindian langsung dengan asam
klorida pekat dan ditambah sedikit dengan asam sulfat
1 M untuk menghilangkan pengaruh silika bebas.
Proses ini berlangsung selama 4 hari agar terjadi
kontak pelindian antara sampel dengan asam kuat.
(Mohammad and Daher, 2002). Reaksi yang terjadi
adalah sebagai berikut :

ZrSiO4 + 4Na2O2 J Na2ZrO3 +


20 Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Nomor 36, Tahun14, Januari 2006 : 18
26
sedangkan natrium zirkonat dihidrolisis menjadi Baku
zirkon hidrat dengan reaksi sebagai berikut :
Analisis mikroskopi terhadap bahan asal
Na2ZrO3 + nH2O J ZrO2 (n-1)H2O + memperlihatkan bahwa kuarsa adalah mineral yang
dominan sedangkan kandungan zirkon hanya sekitar
2NaOH Percobaan ini dilakukan terhadap sampel seperlimanya dengan beberapa pengotor diantaranya

zirkon asal
PT. Kobatin hasil dari pemisahan bertingkat. Hal yang
sama dilakukan terhadap sampel asal PT. Timah
Bangka. Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 1 dan 2
berikut ini.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis terhadap bahan asal (tailing dari PT.


Kobatin) dilakukan untuk mengetahui karakteristik
dari pasir zirkon sehingga dapat ditentukan metoda
pengolahan yang tepat.

3.1 Hasil Analisis Kimia Bahan


Baku

Analisis kimia dilakukan dengan cara gravimetri,


sprektrofotometri dan AAS terhadap bahan asal.
Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 3.

3.2 Hasil Analisis Difraksi Sinar-X Bahan


Baku

Terhadap bahan asal juga dilakukan analisis dengan


alat difraksi sinar-X (XRD). Terlihat bahwa 3
komponen utama yang dominan adalah kuarsa,
zirkon dan monasit.

3.3 Hasil Analisis SEM Bahan


Baku

Hasil analisis menggunakan SEM pada bahan asal


menunjukkan terdapat tampilan coklat kemerahan
dan hitam. Deteksi dengan SEM dan EDS (dengan
perbesaran 450 x ) menunjukkan bahwa partikel
yang hitam adalah rutil, sedangkan yang transparan
dan berwarna merah kecoklatan adalah zirkon.
Tampak kristal zirkon bentuknya tetragonal.

Beberapa pengotor yang terdekteksi adalah Mg, Ti,


Mn, Fe, Al, Cr, Be, dan U. Di antara kedelapan
unsur pengotor tersebut yang paling dominan
adalah Be (97,02%). Kehadiran unsur-unsur
pengotor berpengaruh terhadap kuantitas zirkon.
Partikel zirkon yang di mapping terdapat unsur Zr
hanya 21,14% sedangkan dalam bentuk oksida
hanya 28,55%.

3.4 Hasil Analisis Mineralogi Bahan


20 Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Nomor 36, Tahun14, Januari 2006 : 18
26
Tailing Pengolahan Bijih Timah,
Bangka

Preparasi

Bijih magnet
Magnetik Separator
(Monasit & Xenotim)

Mineral Zirkon

Peleburan Na2O2

Pelindian dengan Air

Sodium Zirkonat Na2SiO3

Pelindian dengan HCl

Penelitian Pemisahan dan Ekstraksi Zirkon-Hafnium dari Tailing Pencucian ... Supriyono HS, 21
dkk
ZrOCl2 NaCl
HfOCl2

Gambar 1. Bagan alir pengolahan mineral zirkon-hafnium

Tabel 1. Hasil analisis kimia proses peleburan

Hasil (%)
No Asal sampel
ZrO2 SiO2

1 PT. Timah (Konsentrat) 26,15 18,35


25,25 20,50
2 PT. Kobatin 52,20 32,85
52,50 32,80

Tabel 2. Hasil analisis SEM proses peleburan

Hasil (%)
No Asal sampel
ZrO2 SnO2 Al2O3

1 PT. Timah (Konsentrat) 94,76 0 5,24

2 PT. Kobatin 78,15 21,85 0

Penelitian Pemisahan dan Ekstraksi Zirkon-Hafnium dari Tailing Pencucian ... Supriyono HS, 21
dkk
ilmenit, kasiterit, monasit/xenotim, dan pirit. Terhadap sampel K-1 dan T-1 dilakukan analisis
Komposisi mineral-mineral pada sampel bahan asal seperti dilakukan terhadap bahan asal.
dapat dilihat pada fomikrograf, Gambar 2 dan 3
berikut ini. 3.5 Analisis Kimia Hasil Pemisahan
Magnetik
Setelah dilakukan peningkatan kadar zirkon dengan
menggunakan pemisah magnetik (magnetic Analisis kimia pada bahan yang telah dilakukan
separa- tor) dengan meningkatkan perbesaran nilai pemisahan magnetik, hasilnya dapat dilihat pada
gauss (kekuatan magnet) di atas 10 ribu gauss, Tabel 4, dalam bentuk presen-berat.
diperoleh dua bagian hasil yang disebut sebagai
Magnetik (M- 3.6 Analisis Difraksi Sinar-X (XRD) Hasil
1) dan Non Magnetik (NM-1). Hal ini dilakukan Pemisahan Magnetik
untuk memisahkan bagian yang lebih bersifat mag-
net (diantaranya mineral ilmenit, monasit/xenotim Analisis menggunakan alat XRD terhadap sampel
dan pirit) dan non-magnetik. Adapun bagian yang M-1 dan NM-1 memperlihatkan bahwa telah terjadi
menjadi obyek penelitian ialah zirkon, masuk ke pemisahan yang relatif baik, karena pada sampel M-
dalam katagori non-magnetik dan non-konduktor, 1 (KS) terdapat mineral zirkon, kuarsa dan masih
sehingga proses pemisahan dilanjutkan dengan ada monasit. Pada sampel NM-1 (TL) hanya tinggal
menggunakan alat HTS (High Tension Separator). 2 mineral dominan yaitu kuarsa dan zirkon. Hasil

22 Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Nomor 36, Tahun14, Januari 2006 : 18
26
Tabel 3. Hasil analisis kimia bahan asal

SiO2 Al2O3 Fe2O3 TiO2 CaO MgO K2O Na2O SnO ZrO2 LOI

66,55 1,86 2,25 2,33 0,17 0,096 0,044 0,14 0,62 18,3 7,64

Gambar 2. Fotomikrograf sayatan Gambar 3. Fotomikrograf sayatan


poles sampel pasir zirkon poles sampel pasir zirkon
(konsentrat). Tampak (tailing). Tampak mineral
mineral zirkon (Z) dan zirkon (Z), kuarsa (K),
kuarsa (K).Nikol Sejajar xenotime-monasit (XM)
142X dan limonit (L). Nikol
Sejajar 71X

Tabel 4. Analisis kimia hasil pemisahan magnetik

Kode SiO2 Al2O3 Fe2O3 TiO2 CaO MgO K2O Na2O SnO ZrO2 LOI

M-1 7,55 2,34 3,57 2,10 0,16 0,093 tt 0,11 0,37 2,00 0,72
NM-1 59,5 1,41 0,63 0,66 0,26 0,10 0,04 0,17 0,80 21,2 0,46

22 Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Nomor 36, Tahun14, Januari 2006 : 18
26
selengkapnya dapat dilihat pada difraktogram perbesaran 10.000 x partikel zirkon coklat
XRD Gambar 4 dan 5. kemerahan memperlihatkan topografi yang
tidak rata menampilkan rona abu-abu dan putih.
3.7 Analisis SEM Hasil Pemisahan Hasilnya dapat dilihat pada Gambar 6, 7 dan 8.
Magnetik
3.8 Analisis Mineralogi Hasil Pemisahan
Analisis terhadap hasil pengkayaan kadar dengan
Magnetik
pemisah magnetik dan HTS, dilakukan pada sampel
yang kandungan zirkonnya lebih besar, yaitu sampel
Analisis mikroskopi dilakukan terhadap sampel
NM-1. Pada perbesaran 800x untuk zirkon transparan
magnetik maupun non magnetik yang hasilnya dapat
menunjukkan sistem kristal tetragonal yang telah
dilihat pada Tabel 5.
mengalami perubahan permukaan yang mungkin
karena pengaruh erosi, transportasi dan sedimentasi
Untuk proses peleburan (dengan Na2O2) perlu
yang berlangsung bertahun-tahun. Hal yang sama
ditingkatkan hasilnya hingga minimal mencapai
terjadi pada permukaan zirkon coklat kemerahan
60%. Oleh karena itu, sampel NM-1 ditingkatkan
yang dideteksi pada perbesaran 170 x. Pada

Penelitian Pemisahan dan Ekstraksi Zirkon-Hafnium dari Tailing Pencucian ... Supriyono HS, 23
dkk
Sample ident. : KS/1666/04 9-Sep-2004 10:16
[%]
100

64

36

16

0
0 10 20 30 40 50 [20] 60
090904AZ
06 - 0266 Zircon ZrSiO 4
05 - 0490 Quartz, low SiO 2
35 - 0731 Monazite - (La), syn LaPO 4

Gambar 4. Hasil difraktogram sampel konsentrat asal


PT. Kobatin,
Bangka

Sample ident. : II/1665/04 14 Sep-2004 10:03


[%]
100

64

36

16

0
0 10 20 30 40 50 [20] 60
090904A1
05 - 0490 Quartz, low S iO 2
06 - 0266 Zircon ZrS iO 4

Gambar 5. Hasil difraktogram sampel tailing asal


PT. Kobatin,
Bangka

Penelitian Pemisahan dan Ekstraksi Zirkon-Hafnium dari Tailing Pencucian ... Supriyono HS, 23
dkk
24 Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Nomor 36, Tahun14, Januari 2006 : 18
26
Gambar 6. Jenis zirkon coklat Gambar 7. Jenis zirkon transparan
kemerahan dengan (color- less) dengan
perbesaran 170x perbesaran 800x
menggunakan SEM menggunakan SEM

2 sampel yang selanjutnya diberi kode K-2


(konsentrat zirkon) dan TL-2 (tailing yang banyak
mengandung silika bebas).

3.9 Analisis SEM Hasil Pemisahan


Magnetik
Bertingkat

Analisis terhadap sampel KS-2 adalah sebagai berikut:


Partikel yang dideteksi adalah zirkon jenis transparan
berukuran sekitar 0,4 mm masih memperlihatkan
struktur kristal tetragonal yang baik. Ada dua unsur
yang dominan dalam partikel tersebut yaitu zirkon
dan silikon; hanya dibandingkan silikon, zirkon
Gambar 8. Jenis zirkon coklat terlihat mempunyai kuantitas lebih banyak (52,30%)
kemerahan dengan yang ditunjukkan pula oleh gradasi warna pada
pembesaran 10.000x permukaan partikel tersebut. Selain kedua unsur di
atas, terdeteksi pula oksigen. Puncak pada kurva
spektrum yang tidak ada notasinya adalah karbon
yang berasal dari carbon tape sebagai perekat
kadar zirkonnya dengan menggunakan meja goyang partikel.
untuk memisahkan silika bebas yang masih ada
dalam sampel tersebut. 3.10 Analisis Mineralogi Benefisiasi
Bertingkat
Perbedaan spesifik graviti antara silika dan zirkon
(4,7) cukup besar sehingga diharapkan prosentase Analisis mineralogi juga dilakukan terhadap sampel
zirkon bisa meningkat. Hasil dari pemisahan ini KS-2 dan TL-2 guna mengetahui meningkatnya
didapatkan prosentase zirkon dalam sampel tersebut. Hasil
analisis mineraloginya dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 5. Analisis mikroskopi hasil pemisahan magnetik

Kode Zirkon Kuarsa Monasit/xenotim Kasiterit Limonit Pirit

NM-1 20,61 35,16 34,30 2,61 6,78 0,54


M-1 20,51 15,05 59,69 1,62 1,96 1,17

24 Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Nomor 36, Tahun14, Januari 2006 : 18
26
Tabel 6. Hasil analisis mineralogi pemisahan magnetik bertingkat

Kode Zirkon Kuarsa Kasiterit Monasit/xenotim Ilmenit Pirit


TL-2 35,30 49,29 13,54 1,87 - -
KS-2 78,89 12,95 4,84 1,55 1,08 0,69

Gambar 9. Fotomikrograft sayatan poles sampel pasir zirkon (magnetik).


Tampak mineral kuarsa bebas (K) mendominasi. Nikol Sejajar 8X

Gambar 10. Fotomikrograft sayatan poles sampel pasir zirkon (non-


magnetik).
Tampak mineral kuarsa bebas (K) dan zirkon (Z). Nikol Sejajar 8X

Penelitian Pemisahan dan Ekstraksi Zirkon-Hafnium dari Tailing Pencucian ... Supriyono HS, 25
dkk
4. KESIMPULAN penanganan
DAN SARAN yang lebih tepat
guna
4.1 mendapatkan
KESIMPULAN kadar zirkon
yang lebih
Berdasarkan hasil tinggi.
yang telah dicapai
pada seluruh proses - Peleburan dengan
penelitian di atas menggunakan
dapat disimpulkan Na-peroksida
bahwa: dapat
menghasilkan
- Pasir zirkon yang zirkon yang
berasal dari lebih bersih
tailing dibandingkan
pencucian dengan
timah, Bangka menggunakan
masih banyak NaOH granular,
mengandung seperti yang
min- eral ikutan pernah
yang perlu dilakukan
dipisahkan penelitian
dengan cara fisik sebelumnya.
(magnetic
separator). - Kadar zirkon
yang dapat
- Mineral ikutan dicapai dari
tersebut antara proses
lain, ilmenit, peleburan
monasit/xenoti menggunakan
m dan kuarsa Na peroksida
bebas, perlu adalah
94,76%.
Peningkatan
kadar ini
signifikan
mengingat bahan
bakunya hanya
mengandung
zirkon 18,30%.

Penelitian Pemisahan dan Ekstraksi Zirkon-Hafnium dari Tailing Pencucian ... Supriyono HS, 25
dkk
DAFTAR PUSTAKA Mohammed, N.A. and A.M. Daher, 2002,
Prepara- tion of High-Purity Zirconia from
Faith, W.L. 1965, Industrial Chemical, 3th edition, Egyptian Zir- con : an Anion-exchange
John Willey and Sons, New York. Purification Process, Hydrometallurgy,
Elsevier, hal. 1 - 6.
Lynd, L.E. and Lefond, S.J. 1975, Industrial Mineral
and Rock, 4th edition, New York. Sukmadijaya, R.H.,S, 2000, Optimalisasi Pelindian
Ilmenit dari Pasir Besi Cilacap untuk
Mendapatkan TiO2 dengan Media Pelarut
H2SO4, PPTM-FTUI, hal. 25 - 28.

26 Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Nomor 36, Tahun14, Januari 2006 : 18
26
TRANSFORMASI PEKERJA SEKTOR PERTAMBANGAN
SECARA SEKTORAL
STUDI KASUS : TENAGA KERJA UNIT BISNIS PERTAMBANGAN (UBP)
BAUKSIT KIJANG (PT. ANTAM Tbk.)

BAMBANG YUNIANTO DAN BINARKO SANTOSO

Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara


Jalan Jenderal Sudirman 623 Bandung 40211, Telp. (022) 60304853, Fax. (022) 6003373
e-mail: yunianto@tekmira.esdm.go.id

SARI

Proses transformasi pekerja sektoral dipengaruhi oleh pertumbuhan sektor-sektor perekonomian dan karakteristik
tenaga kerja sektor tersebut. Kegiatan pertambangan yang memasuki masa pascatambang, akan ditunjukkan
oleh penurunan produksi, lalu tanpa produksi sama sekali. Sementara itu, banyak tenaga kerja yang akan
menganggur, atau mengalami transformasi pekerja ke sektor lainnya. Pola alih kerja dalam kasus pascatambang
UBP Bauksit Kijang (PT. Antam Tbk.) cenderung ke arah bidang wiraswasta (Sektor Jasa dan Perdagangan)
sebesar 55,1% dan Sektor Industri (30,6%). Pergeseran pekerja ke Sektor Jasa dan Perdagangan dipengaruhi
oleh peranan sektor ini yang memiliki kontribusi terbesar di Kabupaten Kepulauan Riau, sedangkan pergeseran
pekerja ke Sektor Industri didasari oleh keterkaitan secara keahlian yang memiliki kesamaan teknologi dengan
Sektor Pertambangan. Latar belakang proses transformasi pekerja tidak dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial
ekonomi, sosial spasial, dan persepsi mereka terhadap sektor non-tambang, tetapi dipengaruhi oleh kebutuhan
akan modal, pendidikan, peralatan, dan lainnya untuk alih kerja.

ABSTRACT

The transformation process of sectoral worker is influenced by the growth of economic sectors and
characteristic of the sectoral worker. Mining activity at post-mining period, will be indicated by product
declining, and followed gradually by zero production. Many workers will have no opportunity, or in condition
of being transformed to other sectors. A model of job transfer at post-mining of UBP Bauksit Kijang (PT.
Antam Tbk.) indicates the percentage of enterpreneur activity (Service and Trading Sectors) amounting 55,1%
and Industry Sector 30,6%. Worker transfer to Service and Trading Sectors is affected by the role of those
sectors that have a great contribution in Kepulauan Riau regency, meanwhile the worker transfer to Industry
Sector is caused by an interrelated skill which has similar tecnology with the Mining Sector. The causal factors
of worker transformation to non-mining sectors are not affected by social-economy, social-spatial and their
perception factors, but are affected by the need of financial capital, education, infrastructure and others.

Keywords : worker transformation, post mining, non-mining sector

Transformasi Pekerja Sektor Pertambangan Secara Sektoral ... Bambang Yunianto dan Binarko 27
Santoso
1. PENDAHULUAN variabel terhadap variabel lainnya, baik pengaruh
langsung maupun tidak langsung (Hair, 1992).
1.1 Latar Belakang Permasalahan Besarnya pengaruh suatu variabel penyebab terhadap
variabel akibat disebut dengan koefisien jalur dan
Transformasi pekerja secara sektoral dipengaruhi oleh diberi simbol pYX .
pertumbuhan sektor-sektor perekonomian dan
karakteristik tenaga kerja tiap sektor tersebut, yaitu:
Dalam kajian ini akan dilihat pola alih kerja dan
tingkat pendidikan (keahlian), produktifitas dan
latar belakang proses transformasi tenaga kerja di
kondisi sosial-demografisnya (Sigit, 1989). Sektor-
lingkungan UBP Bauksit Kijang dalam menghadapi
sektor yang tidak membutuhkan keahlian, biasanya
masa penutupan tambang, dengan beberapa variabel
menjadi tempat penampungan penganggur dan
penelitian: SES (Status Sosial Ekonomi), SPA (Kondisi
tenaga kerja tidak terdidik, seperti pertanian,
Sosial Spasial), PER (Persepsi Masyarakat), KEB
perikanan, perkebunan, transportasi, jasa serta
(Kebutuhan Masyarakat) dan AKS (Akseptabilitas
perdagangan. Tetapi, akibat terjadi pergeseran
Transformasi Struktural Pascatambang).
peranan sektoral akan diikuti oleh perubahan
kemampuan dalam penyerapan tenaga kerja, seperti
Sementara itu rumusan konseptual mengenai kondisi
penurunan sektor agraris ke arah non agraris diikuti
tenaga kerja dalam masa menghadapi pascatambang
oleh membengkaknya pekerja di sektor non-formal
adalah sebagai berikut:
(Rachbini, 1989).
a) Antara SES dengan SPA membentuk suatu
Dalam kajian ini akan dicoba membahas pola alih
hubungan korelatif.
kerja dan proses transformasi tenaga kerja
b) SES dan SPA sama-sama memberikan pengaruh
pertambangan pada saat terjadi penutupan tambang.
terhadap PER dan AKS.
Kajian ini mengambil contoh kasus pergeseran kerja
c) SES, SPA dan PER secara bersama-sama
secara sektoral yang terjadi pada tenaga kerja Unit
mempengaruhi KEB.
Bisnis Pertambangan (UBP) Bauksit Kijang pada
d) SES dengan SPA, dan PER dan KEB secara
saat akan memasuki masa penutupan tambang.
bersama-sama mempengaruhi AKS.
Sektor pertambangan merupakan sektor yang
membutuhkan tenaga kerja terdidik dan memiliki
keahlian khusus dalam bidang pertambangan.
2. KONDISI WILAYAH
Bagaimana pola transformasi pekerjanya terjadi
dan latar belakang apa saja yang mendasari pola
2.1 Lokasi Studi dan
alih kerja dari sektor tambang ke sektor lainnya?
Kewilayahan
Apakah keahlian di sektor pertambangan dapat
dijadikan bekal untuk alih kerja ke sektor non-
Secara geografis, wilayah operasional kegiatan UBP
tambang, ataukah tidak? Sementara itu, Propinsi
Bauksit Kijang terletak di wilayah Kabupaten
Riau merupakan daerah yang penuh dengan hasil
Kepulauan Riau dalam 4 kecamatan, yakni:
tambang (Purnama, dkk., 2000), apakah hal ini akan
Kecamatan Bintan Timur, Teluk Bintan, Tanjung
mempengaruhi pergeseran alih kerja antar sektor?
Pinang Timur dan Tanjung Pinang Barat. Berdasarkan
Undang-Undang No. 53 Tahun 1999, dan
1.2 Metodologi
diperbaharui dengan UU No.13 Tahun 2000,
keempat kecamatan tersebut termasuk dalam wilayah
Obyek dan lokasi penelitian adalah tenaga kerja UBP
Kabupaten Kepulauan Riau hasil pemekaran menjadi
Bauksit Kijang yang berada di Pulau Bintan,
3 buah kabupaten, yakni Karimun, Natuna dan
Kabupaten Kepulauan Riau, Propinsi Riau Kepulauan Riau. Luas wilayah daratan Kabupaten
(Gambar 1). Metode penelitian yang digunakan
Kepulauan Riau setelah pemekaran 4.303,3 km2
dalam kajian ini adalah dengan penelitian survai yang
dengan 513 buah pulau, 153 pulau di antaranya
mengoperasionalkan teknik observasi, wawancara,
sudah dihuni dan sisanya belum berpenghuni,
dan pendataan lapangan dengan kuesioner. dimanfaatkan untuk pertanian dan usaha perkebunan.
Pengolahan dan analisis data menggunakan teknik Secara administratif, kabupaten ini terdiri atas 9
analisis jalur dengan didukung teknik deskriptif, kecamatan dan 90 desa/kelurahan, tercatat tahun
kompilasi dan tabelisasi. Teknik analisis jalur 1999 terdapat 83 desa (92,2%) yang memiliki
digunakan untuk menentukan pengaruh suatu status swasembada dan 7 desa masih berstatus
swakarya (Tabel 1).

28 Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Nomor 36, Tahun14, Januari 2006 : 27
40
10330' BT 10400' 10430'
Santoso
Transformasi Pekerja Sektor Pertambangan Secara Sektoral ... Bambang Yunianto dan Binarko
130'
LU RENCANA PENUTUPAN UBP BAUKSIT
KIJANG PT ANEKA TAMBANG (PERSERO)
Tbk.

SINGAPORE PETA
1 Jam ORIENTASI
(Dengan Ferry)
PULAU BINTAN
Kec. Bintan Utara
U

0 10 20

Kec. Bintan Timur Kilometer

Kec. Karimun PULAU BINTAN


Keterangan
BATAM
Batas Kabupaten

100' Batas Kecamatan


KEPULAUAN KARIMUN
! Ibukota Kabupaten
Kec. Moro TANJUNG. PINAN!
Batas KP DU 21

G PULAU REPANG Batas KP DU 22


KIJANG

Kec. Kundur PULAU GALANG

MALAY SI A

Prop . Riau

Prop .
Sumate ra Bara t

P rop. Jamb i
Prop Su matera Sela ta n

030'

SUMBER :
- Peta Dasar Rupa Bumi Skala 1 :250.000
BAKOSURTANAL Datum WGS 84
PULAU - PT Aneka Tambang Kijang (Persero) Tbk

SUMATERA

Gambar 1. Peta orientasi Pulau Bintan


29
Tabel 1. Kecamatan dan
luasnya di
Dari hasil penelitian sosial ekonomi kerjasama
Kabupaten Dati II Kepulauan Bappeda Riau dan Pusat Penelitian Sosial Ekonomi
Riau Universitas Riau, 1999, diketahui bahwa sebagian
besar penduduk Kecamatan Bintan Timur bekerja di
Jumlah Sektor Pertanian dalam arti yang luas, mencapai
Luas hampir 85%, sisanya bekerja di Sektor Perdagangan,
No. Kecamatan Desa/
(km2) Industri dan Jasa. Mata pencaharian penduduk
Kelurahan
Kecamatan Tanjung Pinang Timur umumnya di
1 Singkep 892,00 10 Sektor Industri dan Bangunan sekitar 16,9%,
2 Tambelan 169,42 6 kemudian Sektor Pertanian 9,7%, Sektor Perdagangan
3 Senayang 396,00 7 3,4%, Sektor Transportasi 2,1% dan pegawai
4 Bintan Timur* 964,12 11 pemerintahan 28,7%. Sedangkan sisanya bergerak
5 Tanjung Pinang di bidang jasa-jasa lainnya. Sementara itu, penduduk
Timur* 169,00 5 Kecamatan Tanjung Pinang Barat yang bekerja di
6 Lingga 892,72 23 Sektor Pertanian sangatlah sedikit dan dianggap
7 Bintan Utara 627,59 14 sebagai usaha sambilan masyarakat. Mayoritas
8 Tanjung Pinang penduduknya bergerak di Sektor Jasa dan
Barat* 70,50 5 Perdagangan. Sedangkan untuk daerah Kecamatan
9 Teluk Bintan* 185,00 10 Teluk Bintan, tidak diperoleh rincian mengenai
Jumlah 4.303,35 90 ketenagakerjaan.
Sumber : BPS Kabupaten Kepulauan Riau, Tahun 2000
Keterangan : *) Wilayah Pengaruh Kegiatan UBP Bauksit
Masalah tenaga kerja yang dihadapi bersumber dari
Kijang (PT. Aneka Tambang Tbk.) adanya ketidakseimbangan antara permintaan dan
penawaran tenaga kerja. Penawaran atau
penyediaan tenaga kerja sering kali lebih tinggi
2.2 Penduduk dan Ketenagakerjaan daripada permintaan, sehingga tenaga kerja
yang dapat disalurkan jauh lebih sedikit. Selain
Dari hasil sensus tahun 2000 yang dilakukan Biro itu, adanya ketidaksesuaian kualifikasi kerja
Pusat Statistik (BPS), tercatat jumlah penduduk sehingga tidak semua lowongan kerja yang ada
318.566 jiwa. Dari jumlah tersebut diperoleh dapat terisi.
tingkat kepadatan penduduk 74 jiwa/km2.
Penduduk yang tinggal di daerah perkotaan 2.3 Sosial Budaya dan
tercatat 224.273 jiwa (atau 71,0%), lebih besar Fasilitasnya
dibandingkan yang tinggal di daerah pedesaan
sekitar 91.600 jiwa (Tabel 2). Laju pertumbuhan Secara umum, kemajuan dan tingkat kesejahteraan
penduduknya pada kurun 1990-2000 adalah 2,9%. sosial suatu daerah dapat dilihat dari berbagai
Dari segi perekonomian, hal ini dapat dipandang indikator penting yang diturunkan dari kondisi
sebagai suatu transformasi dari ekonomi pedesaan pendidikan, kesehatan, dan sosial lainnya.
menjadi ekonomi yang bercirikan perkotaan.
Dari catatan BPS (2000), kondisi pendidikan di

30 Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Nomor 36, Tahun14, Januari 2006 : 27
40
Tabel 2. Jumlah penduduk menurut jenis kelamin per kecamatan

No. Kecamatan Laki-laki Perempuan Total


1 Singkep 18.354 18.068 36.422
2 Tambelan 2.044 1.914 3.958
3 Senayang 8.572 8.165 16.737
4 Bintan Timur 28.232 26.458 54.717
5 Tanjung Pinang Timur 42.748 41.506 84.254
6 Lingga 11.622 10.906 22.528
7 Bintan Utara 17.263 21.852 39.115
8 Tanjung Pinang Barat 26.888 26.258 53.146
9 Teluk Bintan 3.988 3.691 7.689
Kep. Riau 159.721 158.854 318.566
Sumber : BPS Kabupaten Kepulauan Riau, Tahun 2000

30 Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Nomor 36, Tahun14, Januari 2006 : 27
40
Kabupaten Kepulauan Riau pada tahun 1999/2000 serta Sektor Industri Pengolahan (24,9%-26%).
meliputi sekolah taman kanak-kanak sebanyak 34 Kedua sektor ini memberikan kontribusi setengah
unit dengan jumlah guru sebanyak 120 orang, untuk dari total pendapatan daerah (Tabel 3).
sekolah dasar (SD) terdapat 285 unit dan 2.099
orang guru. Pendidikan menengah terbagi atas dua Peranan Sektor Pertanian terlihat sangat kecil, hanya
jenjang, yakni menengah pertama dan menengah 6,8% pada tahun 1998 dan 1999, karena
atas. Pada tahun 1999/2000, tercatat ada 41 unit penduduknya sebagian besar bermukim di daerah
Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) dengan perkotaan dan kurangnya minat bekerja di sektor ini.
jumlah guru sebanyak 756 orang. Untuk Sekolah Nilai PDRB Sektor Pertambangan dan Penggalian
Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) terdapat 21 unit yang 13 sebagian besar berasal dari kontribusi UBP Bauksit
unit di dalamnya berstatus sekolah negeri, dan Kijang.
sisanya dikelola oleh swasta. Sarana pendidikan
setingkat SLTA belum tersedia di setiap kecamatan.
3. KONDISI TENAGA KERJA PERUSAHAAN
Selama UBP Bauksit Kijang melakukan kegiatan
penambangan, banyak sarana dan prasarana sosial Jumlah tenaga kerja UBP Bauksit Kijang pada bulan
yang telah dibangun oleh pihak perusahaan. Sarana Maret tahun 2001 adalah 524 orang, terdiri atas
dan prasarana yang yang dibuat tersebut tidak hanya pegawai tetap 208 orang dan pegawai tidak tetap
untuk kepentingan perusahaan dan karyawannya, 314 orang. Pegawai tidak tetap ini terdiri atas :
akan tetapi manfaatnya banyak dirasakan oleh pegawai percobaan 1 orang, Tenaga Harian Tetap
masyarakat sekitar perusahaan/lokasi kegiatan (THT) 19 orang, Honor Full Time (HNR. FT) 7
penambangan maupun oleh Pemerintah Daerah orang, Honor Part Time (HNR. PT) 1 orang, dan
Kabupaten Kepulauan Riau. Sarana dan prasarana Karyawan Penunjang Operasi (KPO) 286 orang.
yang telah dibangun oleh pihak perusahaan tersebut Sementara itu jumlah tenaga kerja yang telah
antara lain jalan di lokasi penambangan dan jalan pensiun sebesar 607 orang (Tabel 4). Dilihat dari
yang menghubungkan lokasi perusahaan dengan tingkat pendidikan, pegawai tetap paling besar
daerah/lokasi lain. Dari sekian banyak sarana dan berpendidikan setingkat SD (85 orang) dan SLTA
prasarana yang telah dibuat oleh perusahaan sudah (60 orang) dari total pegawai sebesar 208 orang.
banyak yang telah diserahkan kepada Pemerintah
Daerah. Dengan adanya prasarana jalan tersebut Pegawai tidak tetap, di luar KPO, umumnya
telah menjadikan UBP Bauksit Kijang sebagai berpendidikan setingkat SD 12 orang. Untuk KPO
daerah pertumbuhan di Pulau Bintan.
Tabel 3. Distribusi PDRB Kabupaten
Selain prasarana jalan, prasarana lain yang telah Kepulauan Riau atas dasar
dibangun oleh perusahaan adalah bendungan air harga konstan 1993 menurut
untuk menyediakan kebutuhan air bagi karyawan lapangan usaha (persen)
dan masyarakat sekitar perusahaan. Sekarang,
penge- lolaannya telah diserahkan kepada No. Lapangan usaha 1998 1999
Pemerintah Daerah Kabupaten Kepulauan Riau
1. Pertanian, peternakan,
melalui PDAM. Sedangkan sarana yang dibangun
kehutanan dan perikanan 6,8 6,8
untuk kebutuhan karyawan dan masyarakat
2. Pertambangan dan
sekitarnya adalah rumah sakit, sekolah, sarana
penggalian 6,5 6,3
peribadatan, perumahan karyawan dan sarana
3. Industri pengolahan 24,9 26,0
lainnya. Di samping sarana yang dibangun oleh
4. Listrik, gas dan air bersih 1,0 1,4
perusahaan, tumbuh juga sarana lain yang dibangun
5. Bangunan/konstruksi 9,1 9,1
oleh masyarakat sebagai akibat adanya kegiatan
6. Perdagangan, hotel dan
usaha pertambangan di daerah ini, seperti Pasar
restoran 25,5 25,4
Kijang yang menjadi pemasok kebutuhan bahan
7. Pengangkutan dan
pokok bagi karyawan dan keluarganya serta
komunikasi 8,7 8,7
masyarakat sekitarnya.
8. Keuangan, persewaan dan
jasa perusahaan 8,0 7,8
2.4 Perekonomian
9. Jasa-jasa 9,0 9,0
Kondisi perekonomian Kabupaten Kepulauan Riau Produk Domestik Regional Bruto 100,0 100,0
selama tahun 1998 dan 1999, didominasi oleh Sektor
Perdagangan-Hotel dan Restoran (25,5%-25,4%) Sumber : BPS Kabupaten Kepulauan Riau, Tahun 2000

Transformasi Pekerja Sektor Pertambangan Secara Sektoral ... Bambang Yunianto dan Binarko 31
Santoso
dan Pensiunan tidak diketahui tingkat pendidikannya. tenaga kerja KPO pada diarahkan untuk ditampung
Secara organisatoris, jumlah tenaga kerja terbanyak oleh perusahaan baru pasca pengakhiran tambang.
ada pada kegiatan pengapalan, penimbunan dan Penyaluran tenaga kerja tersebut dijadwalkan pada
pemuatan sebesar 58 orang, kemudian disusul tenaga tahun 2004, dengan beberapa tahapan sesuai
kerja bidang SDM dan Umum sebesar 24 orang. keinginan dari pegawai-pegawai tersebut.
Berdasarkan prediksi pada pascatambang yang telah
dilakukan oleh PT. Antam (Persero) Tbk. terhadap 4. PEMBAHASAN
jumlah pegawai di UBP Bauksit Kijang diperkirakan
berjumlah 194 orang dan KPO sebanyak 284 orang. 4.1 Karakteristik Responden
Komposisi pegawai UBP Bauksit Kijang tersebut
adalah; 19 orang diatas 55 tahun, 63 orang berumur Dalam penelitian ini, didata tenaga kerja berjumlah
50 54 tahun, 68 orang berumur 45 49 tahun dan 98 orang sebagai responden, dengan karakteristik
44 orang dibawah umur 45 tahun. Bagi pegawai tetap sebagai berikut. Dari sekian responden tersebut
di bawah umur 50 tahun ditawarkan untuk pindah terdapat 89,8% orang berjenis kelamin laki-laki dan
ke unit lain, bagi pegawai tetap di atas umur 50 10,2% perempuan. Berdasarkan status perkawinan
tahun ditawarkan untuk pensiun dini. Sedangkan ternyata 88,8% berkeluarga. Sementara itu, apabila

32 Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Nomor 36, Tahun14, Januari 2006 : 27
40
Tabel 4. Kekuatan tenaga kerja UPB Kijang menurut pendidikan (keadaan Maret 2001)

Status pegawai/ Pendidikan


Total
peringkat S1 SM SLTA SLTP SD

A. Pegawai tetap:
1. I A 1 1
2. I B
3. II A 1 1 2
4. IIB
5. III A 2 2 4
6. III B 1 1 2
7. IV A 2 5 8 15
8. IV B 3 1 1 5
9. V 3 4 11 3 1 22
10. VI 28 15 10 53
11. VII 8 10 34 52
12. VIII 3 9 38 50
13. IX 2 2
JUMLAH (A) = 13 13 60 37 85 208
B. Pegawai tidak tetap
14. Pegawai percobaan 1 1
15. Tenaga harian tetap 4 5 10 19
16. Tenaga harian lepas
17. Honor FT 2 1 7
18. Honor PT 1 2 2 1
19. Karyawan penunjang operasi 286
20. Tenaga lain
JUMLAH (B) = 2 8 6 12 314
C. Pensiunan 607
JUMLAH (A+B+C) 15 13 68 43 97 921
Sumber : Laporan Kekuatan Pegawai UBP Bauksit Kijang Bulan Maret 2001

32 Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Nomor 36, Tahun14, Januari 2006 : 27
40
dilihat dari segi usia terdapat 28 orang (28,6%) yang menambah devisa daerah dan nasional (15 orang)
berusia dari 25-35 tahun. Sedangkan untuk usia dan 2 orang menjawab isu lingkungan, yang berarti
antara 36-45 tahun terdapat 26 orang (sekitar 26,5%), dapat membangun kesadaran masyarakat untuk
rentang usia 46-56 tahun ada 44 orang (atau 44,9%). menanggulangi masalah-masalah lingkungan.

Dari segi pendidikan terlihat bahwa mayoritas Tanggapan mengenai masalah yang paling
karyawan yang menjadi responden adalah tamatan mengganggu ternyata 54 orang menjawab ada
SLTA (hampir 55,1%), SLTP kurang lebih 18,4%. masalah dan 34 menyebutkan tidak ada masalah
Di atas Akademi/Perguruan Tinggi (S1) masing- yang berarti, dan 10 orang menjawab kosong.
masing adalah 16,3%. Dari segi daerah asal, ternyata Masalah limbah sisa operasional tambang, polusi,
karyawan dari putra daerah (Kepulauan Riau) yang dan debu merupakan 3 masalah utama menurut
sebesar 54,0% hampir berimbang dengan dari luar responden. Masalah lain yang timbul dalam kegiatan
Propinsi Riau (44,9%). UBP Bauksit Kijang adalah masalah ganti tanam
tumbuh dan lahan penambangan. Berbagai masalah
SES responden, dilihat dari segi pendapatan per tersebut, menurut sebagian besar responden, 95%
bulan pekerjaan pokoknya, ternyata rata-rata sudah diselesaikan.
berpendapatan di atas Rp 1.000.000,- ada
sebanyak 42,9%. Sementara mayoritas Dari aspirasi dan KEB ini, hampir 95,0% responden
pengeluaran keluarga mereka per bulannya adalah mengakui bahwa UBP Kijang sudah membantu
Rp 500.000,- 1.000.000,- (52,0%). Sebagian pembangunan masyarakat setempat, dengan sekitar
besar dari responden tidak memiliki pekerjaan 85,0% reponden menyebutkan bahwa bantuan
sampingan untuk menambah pendapatan tersebut sesuai dengan kebutuhan masyarakat
mereka, karena ada kebijaksanaan perusahaan. setempat. Hal ini menunjukkan bahwa apa yang
dibutuhkan masyarakat pada dasarnya sudah dapat
SPA responden dilihat dari peluang berusaha di dipenuhi/dibantu, dan bantuan tersebut dapat disebut
daerah Kijang dan sekitarnya terdapat 89,8% efektif, sebab apa yang sudah diberikan perusahaan
yang menyatakan tergantung situasi dan kondisi. ini sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh
Dari jajak pendapat ini juga diketahui bahwa masyarakat setempat. Bentuk bantuan yang ideal
bidang industri merupakan bidang yang potensial menurut responden adalah bantuan permodalan
untuk dikembangkan lebih lanjut. Sebagian besar untuk usaha (69 orang menjawab demikian).
responden tidak berkeberatan untuk pindah demi Mengenai saluran mana yang terbaik untuk
alasan pekerjaan yang lebih baik. menyalurkan bantuan tersebut, 59 orang
menyebutkan saluran musyawarah antara
Permasalahan yang sering muncul di dalam pemerintah, perusahaan dan masyarakat.
masyarakat, sebagian besar responden menyatakan
berupa masalah pengangguran dan kenakalan remaja 4.2 Pola Alih Kerja
menempati 2 peringkat utama. Dari sisi
kepemimpinan, peranan Ketua RT/RW setempat Pada bagian ini akan dikemukakan hasil pengamatan
dan tokoh agama ternyata masih cukup kuat. Hal atas potensi alih program kerja karyawan sehubungan
ini ditunjukkan dengan banyaknya jawaban terhadap dengan akan adanya penutupan operasional
kedua tokoh ini, dan juga didukung bahwa saluran penambangan UBP Bauksit Kijang. Pengamatan ini
komunikasi yang sering dimanfaatkan adalah dimaksudkan untuk melihat tanggapan kesiapan tenaga
semacam rapat desa merupakan pilihan tertinggi, di kerja untuk beralih kerja pada bidang-bidang yang
samping media massa dan kumpulan keagamaan. diinginkan. Untuk keperluan tersebut telah dilakukan
survai terhadap 98 orang tenaga kerja perusahaan. Di
Mengenai kemajuan daerah, responden umumnya antara jumlah tersebut diketahui bahwa 63 orang adalah
menilai bahwa pembangunan sarana dan prasarana pegawai tetap (64,3%) dan 35 orang lagi merupakan
pendidikan, tranportasi maupun perekonomian pegawai tidak tetap (35,7%). Dari data yang
masih kurang mendapat perhatian. Dari jawaban terkumpul, diketahui terdapat 8 orang (8,2%) yang
terbuka mengenai pandangan atas keberadaan ingin terus bekerja pada bidang pertambangan yang
UBP Bauksit Kijang mayoritas menjawab setuju, terdiri atas 6 pekerja tetap atau 6,1% dan 2 orang
dengan alasan utama mengurangi pegawai tidak tetap atau 2,0% (Tabel 5).
pengangguran/menyerap tenaga kerja lokal (48
orang), alasan meningkatkan Untuk para pegawai tetap yang berjumlah 63 orang
perekonomian/kemakmuran daerah (37 orang), ini, terlihat bahwa bidang usaha alih kerja yang

Transformasi Pekerja Sektor Pertambangan Secara Sektoral ... Bambang Yunianto dan Binarko 33
Santoso
paling banyak diminati adalah berwiraswasta, yakni pegawai (55,1%), bidang non-tambang (di luar
sebanyak 39 orang, dan bidang non-tambang (bukan wiraswasta) ada 32 orang (32,6%), bidang lainnya
wiraswasta) ada 16 orang. ada 4 orang (4,1%). Sementara yang ingin tetap di
bidang tambang ada 8 pegawai (8,2%). Untuk para
Sementara itu, untuk pegawai tidak tetap yang pegawai yang ingin tetap bekerja pada bidang
berjumlah 35 orang, terlihat bahwa bidang usaha tambang, distribusi bidang tambang yang diinginkan
alih kerjanya antara berwiraswasta dan non-tambang adalah tetap tambang bauksit (6,1%), batu bara
(di luar wiraswasta) sebanding, masing-masing 15 (1,0%), dan minyak (1,0%).
orang dan 16 orang (Tabel 6).
Sementara itu, distribusi bidang kerja baru bagi
Apabila dilihat dari keseluruhan pegawai, ternyata pegawai yang ingin berpindah kerja pada bidang
yang memilih untuk berwiraswasta ada sebanyak 54 non- tambang (di luar wiraswasta), wiraswasta dan
lainnya

34 Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Nomor 36, Tahun14, Januari 2006 : 27
40
Tabel 5. Potensi alih kerja dari pegawai tetap

Tenaga kerja Bidang alih kerja yang diminati


Total
Pegawai tetap Tambang Non-tambang Wiraswasta Lainnya
Perbengkelan 2 2 6 0 10
Keahlian yang dimiliki

Transportasi 0 1 2 0 3
Pendidikan 0 2 3 0 5
Pertambangan 2 4 7 0 13
Pertanian 0 2 2 0 4
Perkebunan 0 0 3 0 3
Perikanan 0 0 3 0 3
Kehutanan 0 0 0 0 0
Industri 0 0 0 0 0
Perdagangan 1 1 3 0 5
Keamanan 0 0 2 0 2
Lainnya 1 4 8 2 15
Jumlah 6 16 39 2 63
Sumber: Survai lapangan di UBP Bauksit Kijang, Kabupaten Kepulauan Riau, 2001

Tabel 6. Potensi alih kerja dari pegawai tidak tetap

Tenaga kerja Bidang alih kerja yang diminati


Total
Pegawai tetap Tambang Non-tambang Wiraswasta Lainnya
Perbengkelan 0 6 1 0 7
Keahlian yang dimiliki

Transportasi 1 1 1 0 3
Pendidikan 0 4 1 0 5
Pertambangan 0 1 1 1 3
Pertanian 0 0 0 0 0
Perkebunan 0 0 0 0 0
Perikanan 0 0 0 0 0
Kehutanan 0 0 0 0 0
Industri 0 1 1 0 2
Perdagangan 0 1 0 0 1
Keamanan 1 0 2 0 3
Lainnya 0 2 8 1 11
Jumlah 2 16 15 2 35
Sumber: Survai lapang di UBP Bauksit Kijang, Kabupaten Kepulauan Riau, 2001

34 Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Nomor 36, Tahun14, Januari 2006 : 27
40
sebagai berikut: industri (30,6%), perdagangan dalam bentuk uang 35,7%,
21,4%, transportasi 11,2%, pariwisata 8,2%,
perikanan 7,1%, PNS/ABRI 5,1%, perkebunan 3,0%,
pertanian 2,0%, lainnya 10,2%, dan kosong (tidak
memilih) 10,2%. Dari jawaban atas bidang kerja
yang baru ini, 30,6% dari 98 orang menyatakan
bidang industri merupakan bidang yang diminati.
Hal ini adalah wajar, sebab Sektor Industri di
Kepulauan Riau memiliki pertumbuhan dan
kontribusi yang tinggi. Sedangkan bidang berikutnya
banyak dipilih adalah bidang perdagangan sekitar
21,4% juga merupakan bidang usaha yang cukup
menjanjikan di Kepulauan Riau ini.

Dari kajian pola alih kerja ini diperoleh informasi,


bahwa pola alih kerja cenderung ke arah bidang
wiraswasta (Sektor Jasa dan Perdagangan) sebesar
55,1% dan Sektor-sektor Industri (30,6%). Pergeseran
pekerja ke Sektor Jasa dan Perdagangan
menunjukkan perubahan peranan sektor ini yang
memilki kontribusi terbesar di Kabupaten
Kepulauan Riau. Sementara itu, pergeseran pekerja
ke Sektor Industri lebih banyak didasari oleh
keterkaitan secara keahlian memiliki kesamaan
dengan Sektor Pertambangan.

Secara implisit diketahui pula bahwa mental para


pegawai sudah siap dalam menghadapi
kemungkinan alih kerja yang merupakan suatu
implikasi dari penutupan tambang. Hal ini
ditunjang juga oleh pernyataan sikap yang secara
mayoritas bernada positif mengenai pandangan
akan masa depan pekerjaan di sana. Sikap
optimisme mengenai masa depan pekerjaan di
Kepulauan Riau ini, secara men- tal, akan sangat
membantu para pegawai dalam menghadapi
program alih kerja ini. Dari hasil jajak pendapat,
ternyata sikap optimisme dimiliki oleh tenaga
kerja UBP Bauksit Kijang, jumlah pegawai yang
menyatakan sikap optimistis ada 55 orang (sekitar
56,0%) dan ragu-ragu berjumlah 37 orang ini (atau
sekitar 37,8%). Terlihat juga bahwa pegawai yang
merasa pesimistis hanya 6,0%. Hal tersebut
memberi gambaran bahwa dalam alih kerja tidak
akan timbul potensi konflik yang berarti, namun
dalam arti bahwa pihak-pihak yang terkait
(masyarakat, pemerintah dan perusahaan) tidak boleh
berpangku tangan begitu saja, melainkan harus ada
tindak lanjut untuk mendukung program alih kerja
ini melalui penyediaan segala seuatu hal yang
dibutuhkan untuk keperluan program alih kerja ini.

Dari hasil survai juga didapat suatu umpan balik


bahwa untuk membantu percepatan dan
kelancaran program alih kerja ini terdapat
beberapa hal yang dibutuhkan tenaga kerja UBP
Bauksit Kijang menurut prioritasnya, yakni modal
Transformasi Pekerja Sektor Pertambangan Secara Sektoral ... Bambang Yunianto dan Binarko 35
Santoso
pendidikan 33,7%, sarana dan prasarana 23,7%, Rumusan konseptual Setelah semua
dan dekat tempat tinggal 12,3%. Dalam dalam Gambar 2 koefisien jalur pada
mendorong upaya alih kerja ini ternyata hal yang menyatakan bahwa substruktur ini
paling banyak dibutuhkan atau yang paling banyak diagram jalur terdiri diketahui, maka
diminati adalah tersedianya modal, khususnya atas 3 buah langkah berikutnya
modal yang berbentuk uang (35,7%) dan substruktur dan adalah melihat
keterampilan melalui penyeleng- garaan melalui substruktur keberartian secara
pendidikan dan keahlian yang relevan (33,7%). ini koefisien jalur statistik nilai
Selain itu, para pegawai juga menyarankan apabila dihitung. koefisien-koefisien
terjadi konflik, maka jalur pemecahan yang Penghitungan jalur tersebut
terbaiknya dapat ditempuh melalui musyawarah koefisien jalur untuk melalui uji
antara pemerintah-pekerja dan perusahaan substruktur 1 signifikansi F
(82,6%), kemudian disusul cukup melalui (Gambar 3) adalah: sebagai berikut.
perusahaan (21,43%), melalui Berdasarkan kerangka
pemerintah/intansi terkait saja (3,1%), dan jalur PPER-SES = (CRSES- wacana konseptual
lainnya (1,0%). SES x rPER-SES)+ (CRSES- sebelumnya, akan
SPA x rPER-SPA) dilihat apakah
4.3 Pola Transformasi Pekerja = (1.0247 koefisien jalur pada
Sektor x -0.0359 substruktur 1 ini
Pertambangan )+( benar-benar berarti
0.1093x (secara statistik) atau
4.3.1 0.0682) tidak. Oleh karena itu
Pengujian = 0.0293 dipasangkan
PPER-SPA = (CRSPA- perumusan hipotesis
Untuk mengetahui latar belakang pola transformasi SES x rPER-
sebagai berikut:
SES)+
pekerja sektor pertambangan akan diuji dengan (CRSPA-
analisis jalur. Data yang digunakan diperoleh dari SPA x
H0 : PPER-SES =
kuesioner yang disebarkan. Dalam kuesioner ini rPER- SPA) PPER-SPA = 0
terdapat 5 buah variabel penelitian. Nilai untuk = (artinya
setiap variabel tersebut, diperoleh melalui cara 0.0659 koefisien jalur
menjumlahkan jawaban responden dalam tiap tidak berarti)
butir pada tiap variabel. Setelah diperoleh nilai Pengaruh variabel H
untuk setiap variabel tersebut, maka selanjutnya lainnya terhadap PER 1
dilakukan pengubahan skala dengan (di luar SES dan SPA)
menggunakan metode suksesif interval. Kelima dilambangkan :
variabel tersebut diukur dengan menggunakan dengan PPER-1,
instrumen pengukuran berskala ordinal, ukuran dihitung dengan cara P
sampel untuk penelitian ini sebesar P
2 E
98 orang. Oleh karena itu penghitungan koefisien R
korelasinya menggunakan Rank Spearman. -
S
E
Matrik Korelasi Rank Spearman untuk Lima S
Variabel
(r
) SES SPA PER KEB AKS
SES P -0.0550 -0.1078
1 -0.1053 -0.0359
SPA -0.1053 1 0.0682
P 0.0719 -0.0262
E
PER -0.0359 0.0682 R 1 0.1906 0.0091
KEB -0.0550 0.0719 0.1906- 1 0.4249
S
AKS -0.1078 -0.0262 0.0091
P 0.4249 1
A

Inverse Matrik Korelasi Rank Spearman untuk


Lima
Variabel (CR) 0

SES SPA PER KEB AKS


Transformasi Pekerja Sektor Pertambangan Secara Sektoral ... Bambang
SESYunianto
1.0247dan Binarko 35
0.1093 0.0295 -0.0063 0.1157
Santoso
SPA 0.1093 1.0235 -0.0492 -0.0912 0.0778
PER 0.0295 -0.0492 1.0481 -0.2335 0.0916
KEB -0.0063 -0.0912 -0.2335 1.2827 -0.5460
AKS 0.1157 0.0778 0.0916 -0.5460 1.2457
Statisti adalah P 0 i
i
0

k uji : P F
yang E
k
diguna R
=
( n k 1) P -
kan
x x rx x 1
i
=

1 =
- 1
R

PE
R k
- k (1
SE Px x
rx x )
S-
SP
A

D
i
m
a
n
a

:
0 i 0 i

R2
PE
R-
SES
-
SP
A
=
0,0
06
35
S (
e
9
hi 8
n
g
g
2
a
P
PE
R- 1
1 )
=
x
0 (
,
9 0
9 .
7 0
0
6
3
5
)
Transformasi Pekerja Sektor Pertambangan Secara Sektoral ... Bambang Yunianto dan Binarko 35
Santoso
0 anta Pada substruktur 2
= . r
= 0 (Gambar 4) tersebut,
0, varia
0 akan dilihat
3 bel
0 6 yang
bagaimana pengaruh
3 3 diteli variabel SES, SPA,
6 5 dan PER terhadap
2(1 ti
variabel KEB.
)
Adapun
Dari Tabel penghitungan
koefisien jalur untuk
Distri substruktur 2 ini
SE adalah sebagai
S busi berikut:
P
E F- PKEB-SES = (CRSES-
SES x rKEB-SES)+ (CRSES-
Snede PP SPA x rKEB-SPA)
SP SES ER- P +(CRKEB-
A cor SE EP PER x rKEB-
K S
R PER)
E diper r SES - P = (1.0247
SPA E x 0.0550)+
oleh:
R ( 0.1093x-
- 0.0719)+
Fa;k;(n- (-
1
0.2335x
k-1) = 0.1906)
=
F0.05;2; -0.0429
PKEB-SPA = (CRSPA-
(98-2-1)
SES x rKEB-SES )+
(CRSPA-SPA x rKEB- SPA)
= + (CRPER-SPA x rKEB-
PER)
3,11 =
(0.1093x
Karena F <
Fa;k;(n-k-1), maka 0.0550)+(
1.0235x-
H0 diterima,
berarti semua P 0.0719
)+(-
AK koefisien jalur PE 0.0492
pada Substruktur 1 ini SPA x0.190
R-
tidak berarti. 6) =
Atau dalam SP 0.0582
kata lain, A PKEB-PER =
variabel SES
(CRSP
dan SPA 1
tidak A-PER
memiliki x rKEB-
pengaruh SES)+
yang berarti (CRSP
terhadap A-SES x
variabel rKEB-
3 PER. SPA)+
(CRPE
Hubu
2 R-PER x
ngan
kausa rKEB-
Gambar 2. l PER)
Transformasi Pekerja Sektor Pertambangan Secara Sektoral ... Bambang Yunianto dan Binarko 35
Santoso
= 0.194 6
Pada substruktur 3
PPE
SE
RSES P (Gambar 5)
Pengaruh variabel S E
G tersebut akan
lainnya terhadap R
a PKEB-SES dihitung semua
m KEB (di luar SES,
koefisien jalur
b SPA dan PER),
P yang memberikan
a dilambangkan
K pengaruh terhadap
r dengan PKEB-2,
E variabel AKS.
yang
3 B Penghitungan
. - koefisien jalur
S P untuk substruktur
u E 3 ini adalah
b R sebagai berikut:
s P
t
P
r
u E

k R-

t
u 1
r

Transformasi Pekerja Sektor Pertambangan Secara Sektoral ... Bambang Yunianto dan Binarko 35
Santoso
rSES-SPA 1 2 PAKS-SES = (CRSES-SES x rAKS-SES) + (CRSES-SPA x
PPER-SPA
SPA rAKS-SPA) + (CRSES-PER x rAKS-PER) +
KEB (CRSES- KEB x rAKS-KEB) = -0.1157
PKEB-2
PKEB-SPA PAKS-SPA =(CRSPA-SPA x rAKS-SPA) + (CRSES-SPA x rAKS-SES)
+ (CRSPA-PER x rAKS-PER) + (CRSPA-KEB x
rAKS- KEB) = -0.0778
Gambar 4. PAKS-PER = (CRKEB-KEB x rAKS-PER) + (CRPER-KEB x rAKS-
Substruktur 2
KEB)
= -0.0876
PAKS-KEB = (CRKEB-KEB x rAKS-PER) + (CRPER-KEB x rAKS-
dihitung dengan cara :
KEB)
= 0.4432
2
PKEB-2= 1 - KEB-SES-SPA-PER
R KEB-SES-SPA-PER = PKEB-SESrKEB-SES + PKEB-SPArKEB-SPA
2
+ PKEB-PERrKEB-PER = 0.0436 1

Sehingga diketahui PKEB-2 = 0.978. SES PER

Langkah berikutnya adalah melihat keberartian secara AKS


statistik dari nilai koefisien-koefisien jalur tersebut,
atau dengan kata lain melihat apakah variabel SES, SPA
KEB
3
SPA dan PER tersebut memiliki pengaruh yang
berarti terhadap variabel KEB. Metode pengerjaannya 2
hampir mirip dengan pengerjaan pada substruktur
1, yakni:
Gambar 5.
H0 : PKEB-SES = PKEB-SPA = PKEB-PER = 0 (artinya Substruktur 3
koefisien jalur tidak berarti)
H1 : Sekurang-kurangnya ada satu koefisien jalur yang
0
Sedangkan pengaruh variabel lainnya terhadap AKS
(diluar SES, SPA dan PER dan KEB), dilambangkan
Statistik uji yang digunakan adalah :
dengan PAKS-3, yang dihitung dengan cara :
Dari Tabel Distribusi F-Snedecor diperoleh:
PAKS-3 = 1 -
R 2
AKS-KEB-SES-SPA-PER
k R AKS-KEB-SES-SPA-PER = PAKS-SESr AKS-SES + PAKS-SPAr AKS-SPA
2

( n k 1) P X0 XI r X 0 X I + PAKS-PERr AKS-PER + PAKS-KEBr AKS-KEB = 0.2020


i =1
F =
k
k (1 Diperoleh bahwa PAKS-3 adalah sebesar 0,8933.
P X0 XI r X 0X I )
i =1
Langkah selanjutnya adalah menguji keberartian dari
( 98 3 1)( 0,0436) koefisien-koefisen tersebut dengan cara seperti
= = 1,429
3(1 0,0436) sebelumnya. Digunakan pasangan hipotesis
konseptual sebagai berikut:
Fa;k;(n-k-1) = F0.05;3;(98-3-1) = 3,1
H0 : PAKS-SES=PAKS-SPA=PAKS-PER=PAKS-KEB=0
Karena F < Fa;k;(n-k-1), maka H0 diterima, berarti (koefisien jalur tidak berarti)
semua koefisien jalur pada Substruktur 2 ini tidak H1 : Sekurang-kurangnya ada satu koefisien jalur yang
berarti. Atau dalam kata lain, variabel SES, SPA dan 0
PER ini tidak memiliki pengaruh yang berarti
terhadap variabel KEB.

Transformasi Pekerja Sektor Pertambangan Secara Sektoral ... Bambang Yunianto dan Binarko 37
Santoso
Statistik uji yang digunakan adalah : H0 : PAKS-SPA = 0 (artinya koefisien jalur tidak berarti)
k H1 : PAKS-SPA = 0 (artinya koefisien jalur berarti)
(n k 1) P x x r x x

38 Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Nomor 36, Tahun14, Januari 2006 : 27
40
F i =1 ( 98 4 1)( 0 .2020) Statistik uji yang digunakan adalah :
11,77
0 i 0 i =
= = 4 (1 0.2020 )
k
k (1 P x0 x
i
r x0 x
i
) P AK S S P A
i= 1 t2 =
2
(1 R )(CRSPA SPA )
A K S S ES S PA PE R K EB
Dari Tabel Distribusi F-Snedecor diperoleh:
( n k 1)
Fa;k;(n-k-1) = F0.05;3;(98-3-1) = 3,1
0.0778
= = 0.7436
Karena F > Fa;k;(n-k-1), maka H0 ditolak, artinya ( 1 0 . 2020 )( 1 . 0235 )
semua
( 98 4 1)
koefisien jalur pada Substruktur 3 ini tidak sama
dengan nol. Atau dalam kata lain, ada beberapa Kemudian nilai t tersebut dibandingkan dengan tabel
variabel dari SES, SPA, PER dan KEB ini memiliki t untuk t(1-);93, yang diperoleh untuk t(1-0.05);93 =
pengaruh yang berarti terhadap variabel AKS. 1,989. Dengan aturan keputusan : terima H 0 jika t-
hitung berada dalam interval 1,989 <t-hitung<
Karena hasil uji keberartian koefisien jalur pada 1,989. Karena t-hitung berada dalam interval 1,989
substruktur 3 ini menunjukkan hasil yang signifikan, <t-hitung< 1,989 maka H0 diterima. Atau dengan
maka selanjutnya adalah mencari koefisien jalur kata lain koefisien jalur PAKS-SPA bernilai nol atau
mana yang sebenarnya tidak sama dengan nol. tidak berarti.
Langkah yang disarankan adalah dengan melakukan
uji individu terhadap semua koefisien jalur pada Pengujian koefisien jalur PER ke AKS atau PAKS-PER
substruktur 3 ini, dengan cara sebagai berikut: Digunakan pasangan hipotesis sebagai berikut:

Pengujian koefisien jalur SES ke AKS atau PAKS-SES H0 : PAKS-PER =0 (artinya koefisien jalur tidak
Digunakan pasangan hipotesis sebagai berikut: berarti)
H1 : PAKS-PER = 0 (artinya koefisien jalur berarti)
H0 : PAKS-SES = 0 (artinya koefisien jalur tidak
berarti) Statistik uji yang digunakan adalah :
H1 : PAKS-SES 0 (artinya koefisien jalur berarti)
P
Statistik uji yang digunakan adalah :
AK S P E R
t3 =
P AKS SES 2
t1 = (1 R AK S SES SPA PER K EB )( CRPE R PER )
( 1 R2AKS SES SPA PER KEB )( CR SES S ES) ( n k 1)
( n k 1)
0.0876
0.1157 = = 0.9236
= = 1.1055 (1 0.2020 )( 1.0481 )
( 1 0.2020 )(1. 0247
) ( 98 4 1)
( 98 4 1)
Dari hasil perbandingan dengan tabel t untuk t(1-);93,
Kemudian nilai t tersebut dibandingkan dengan maka t-hitung berada dalam interval 1,989 <t-
tabel hitung< 1,989 sehingga H0 diterima. Atau dengan
t untuk t(1-);93 , yang diperoleh untuk t(1-0.05);93 kata lain koefisien jalur PAKS-PER bernilai nol atau tidak
=1,989. Aturan keputusan : terima H0 jika t-hitung berarti.
berada dalam interval 1,989 <t-hitung< 1,989.
Karena t-hitung berada dalam interval 1,989 <t- Pengujian koefisien jalur KEB ke AKS atau PAKS-KEB
hitung< 1,989 maka H0 diterima. Atau dengan kata Digunakan pasangan hipotesis sebagai berikut :
lain koefisien jalur PAKS-SES bernilai nol atau tidak
berarti. H0 : PAKS-KEB =0 (artinya koefisien jalur tidak
berarti)
Pengujian koefisien jalur SPA ke AKS atau PAKS-SPA H1 : PAKS-KEB = 0 (artinya koefisien jalur berarti)
Digunakan pasangan hipotesis sebagai berikut:

38 Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Nomor 36, Tahun14, Januari 2006 : 27
40
Statistik uji yang digunakan adalah : oleh SES, SPA dan PER. Kedua hal ini dapat
ditunjukkan dengan adanya pengaruh residu masing-

Transformasi Pekerja Sektor Pertambangan Secara Sektoral ... Bambang Yunianto dan Binarko 39
Santoso
t4 = P A KS K E B masing yang sangat besar, yakni masing-masing untuk
(1
2
R AKS SES SPA PE R KEB)(CR KEB KEB ) PER adalah sebesar 99,4% dan untuk KEB adalah
sebesar 95,6%. Dalam kasus ini, ternyata faktor
( n k 1) kewilayahan tidak memiliki pengaruh terhadap
kondisi sosial ekonomi pekerja. Begitu pula, faktor
0 . 4432
= = 3.786 kewilayahan, sosial ekonomi, dan persepsi pekerja
(1 0. 2020 )( 1.2827) tidak memiliki pengaruh terhadap kebutuhan alih
kerja para pekerja UBP Bauksit Kijang. Dalam proses
( 98 4 1)
transformasi sektoral, mereka justru hanya
Dari hasil perbandingan dengan tabel t untuk t(1-a);93, mengandalkan berbagai macam kebutuhan yang
maka t-hitung berada diluar interval 1,989 <t- diperlukan dalam proses alih kerja tersebut.
hitung< 1,989 sehingga H0 ditolak. Atau dengan
kata lain koefisien jalur PAKS-KEB bernilai tidak nol Dari hasil pengujian, hanya variabel KEB saja yang
atau berarti. memiliki cukup bukti dalam mempengaruhi AKS.
Besar pengaruhnya secara langsung adalah sebesar
4.3.2 Analisis 19,64%. Ini menjelaskan bahwa pergeseran pekerja
UBP Bauksit Kijang ke Sektor Pertambangan
Wacana konseptual yang diajukan pada penelitian lainnya (bukan bauksit) dan sektor non-tambang
ini tidak seluruhnya dapat dibuktikan. Namun hanya dipengaruhi oleh faktor-faktor kebutuhan
setidaknya ada beberapa hal yang perlu yang diperlukan pada saat pascatambang, seperti:
diperhatikan, yakni: modal, pendidikan, peralatan dan lainnya.
Hal ini menunjukkan bahwa keahlian di sektor
a) Variabel SES dan variabel SPA memiliki pertambangan masih belum menjadi jaminan para
hubungan korelasi sebesar 0,1053, namun pekerja UBP Bauksit Kijang dalam pola alih
tidak signifikan. Artinya tidak terdapat bukti kerjanya ke sektor non-tambang, atau masih
yang cukup adanya hubungan korelasional membutuhkan tambahan pendidikan keahlian dan
antara keduanya. peralatan. Sementara itu, faktor-faktor sosial
b) SES dan SPA tidak memiliki hubungan ekonomi, sosial spasial dan persepsi mereka tidak
pengaruh yang signifikan terhadap PER, memiliki pengaruh sama sekali. Masalah ini muncul
baik secara sendiri-sendiri maupun bersama- karena dilatarbelakangi oleh beberapa faktor, antara
sama. lain: banyak pekerja yang akan kembali ke daerah
c) Variabel SES, SPA dan PER tidak memiliki asalnya (di luar Pulau Bintan), penghasilan sektor
pengaruh yang berarti terhadap KEB, baik secara non-tambang kurang menjanjikan, kecenderungan
sendiri-sendiri maupun bersama-sama. alih kerja ke Sektor Jasa dan Perdagangan
d) Variabel SES, SPA, dan PER tidak memiliki yang tidak didukung faktor wilayah (spasial) dan
pengaruh yang signifikan terhadap AKS baik lainnya.
secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama,
kecuali variabel KEB sendiri dengan besar
pengaruh yang sebesar 19,6%. 5. KESIMPULAN

Dari hasil analisis pada substruktur 1 dan substruktur Dari hasil kajian diperoleh hasil pola alih kerja dan
2 di atas diketahui tidak ada koefisien jalur yang latar belakang proses transformasi pekerja UBP
signifikan secara statistik. Atau dengan kata umum, Bauksit Kijang pada masa memasuki pascatambang.
dapat dikatakan bahwa pada penelitian pola
transformasi tenaga kerja sektor pertambangan pada 1) Pola alih kerja cenderung ke arah bidang
masa memasuki pascatambang ini tidak terdapat wiraswasta (Sektor Jasa dan Perdagangan) sebesar
bukti yang cukup dilatarbelakangi oleh variabel SES, 55,1% dan Sektor Sektor Industri (30,6%).
SPA dan PER, karena tidak ada hubungan pengaruh
yang signifikan dari SES, SPA, dan PER terhadap 2) Pergeseran pekerja ke Sektor Jasa dan
AKS. Selain itu, juga tidak terdapat bukti yang Perdagangan menunjukkan perubahan peranan
memadai (secara statistik) bahwa PER dipengaruhi sektor ini yang memiliki kontribusi terbesar di
oleh SES, SPA dan KEB. Sementara itu, KEB tidak Kabupaten Kepulauan Riau.
dipengaruhi

Transformasi Pekerja Sektor Pertambangan Secara Sektoral ... Bambang Yunianto dan Binarko 39
Santoso
3) Pergeseran pekerja ke Sektor Industri lebih DAFTAR PUSTAKA
banyak didasari oleh keterkaitan secara
keahlian memiliki kesamaan dengan Sektor Badan Pusat Statistik Kabupaten Kepulauan Riau
Pertambangan. 2000, Kabupaten Kepulauan Riau dalam Angka
1999, Tanjung Pinang.
4) Latar belakang proses transformasi pekerja UBP
Bauksit Kijang tidak dipengaruhi oleh faktor - Badan Pusat Statistik Kabupaten Kepulauan Riau
faktor sosial ekonomi, sosial spasial dan 2000, Monografi Kecamatan di Kabupaten
persepsi terhadap sektor non-tambang. Faktor - Kepulauan Riau Tahun 2000, Tanjung Pinang.
faktor yang berpengaruh adalah : modal kerja,
pendidikan, peralatan dan faktor lain untuk Bappeda Kabupaten Kepulauan Riau dan Pusat
dapat siap kerja di luar tambang bauksit. Penelitian Sosial Ekonomi Universitas Riau
1999, Rencana Pembangunan Lima Tahun
Sementara itu, latar belakang proses transformasi 1999/2000-2003/2004 Kabupaten Dati II
pekerja UBP bauksit Kijang tidak dipengaruhi oleh Kepulauan Riau. Tanjung Pinang.
faktor-faktor sosial ekonomi, sosial spasial dan
persepsi mereka terhadap sektor non-tambang. Justru, Hair, J.F. 1992, Multivariate Data Analysis. Max-
dalam proses transformasi sektoral tersebut hanya well Mac Millan.
dipengaruhi oleh faktor-faktor kebutuhan yang
diperlukan pada saat pascatambang, seperti: modal, PT. Aneka Tambang (Persero) Tbk. dan PT. Bita
pendidikan, peralatan dan lainnya. Faktor wilayah Bina Semesta 2000, Studi Persiapan
(sumber daya alam), sosial ekonomi dan persepsi Pemanfaatan Aset-aset PT. Aneka Tambang
pekerja terhadap sektor non-tambang bagi tenaga (Persero) Tbk. di Pulau Bintan, Jakarta.
kerja UBP Bauksit Kijang tidak menjadi penentu
dalam menyelesaikan pola alih kerja dan proses Purnama, D. dkk. 2000, Menanam Harapan di Bumi
transformasi pekerja secara sektoral. Tetapi mereka Riau, Badan Koordinasi Penanaman Modal
masih memerlukan berbagai kebutuhan dalam alih Daerah, Pekanbaru.
kerjanya. Hal ini menunjukkan bahwa keahlian di
sektor pertambangan masih belum menjadi jaminan Rachbini, Didik J. 1989, Dilema Transformasi
bagi para pekerja UBP Bauksit Kijang dalam pola Ketenagakerjaan, Prisma No. 5 Tahun XVIII,
alih kerjanya ke sektor non-tambang, masih 1989, LP3ES, Jakarta.
membutuhkan pendidikan keahlian dan peralatan.
Masalah ini muncul karena beberapa faktor, antara Sigit, Hananto 1989, Transformasi Tenaga Kerja di
lain: banyak pekerja yang akan kembali ke daerah Indonesia Selama Pelita, Prisma No. 5 Tahun
asalnya (di luar Pulau Bintan), secara sosial ekonomi XVIII, 1989, LP3ES, Jakarta.
mereka termasuk di atas rata-rata penduduk
Kabupaten Kepulauan Riau, sementara itu UBP Bauksit Kijang PT. Aneka Tambang (Persero)
penghasilan sektor non-tambang kurang Tbk. 2001, Program Penutupan dan
menjanjikan, kecenderungan alih kerja ke Pascatambang UBP Bauksit Kijang, Bahan
Sektor Jasa dan Perdagangan merupakan sektor Presentasi pada DPRD dan Pemerintah
unggulan yang tidak didukung faktor wilayah Kabupaten Kepulauan Riau. Kijang.
(sumber daya alam) dan lainnya.

40 Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Nomor 36, Tahun14, Januari 2006 : 27
40
ANALISIS JALUR TRANSPORTASI BATU BARA UNTUK
INDUSTRI TEKSTIL DI KOTA/KABUPATEN
BANDUNG

TRISWAN SUSENO

Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara


Jalan Jenderal Sudirman 623 Bandung 40211, Telp. (022) 6030483, Fax. (022) 6003373
e-mail: triswan@tekmira.esdm.go.id

SARI

Meningkatnya kepadatan lalu lintas jalur Cirebon-Sumedang-Bandung dan longsor adalah kendala yang dapat
menghambat pengiriman batu bara dari pemasok (Cirebon) ke penggunanya (industri tekstil) di Bandung.
Dalam upaya menjamin kelancaran pemasokan-kebutuhan batu bara dari Cirebon ke Bandung, telah
dilakukan pengkajian terhadap 5 jalur alternatif transportasi batu bara untuk dikaji kelayakannya baik dari segi
fisik jalan maupun biaya pengiriman. Berdasarkan hasil kajian tersebut, ternyata dari 5 jalur alternatif hanya 3
jalur yang layak digunakan untuk mengirim batu bara ke industri tekstil di Bandung, yaitu jalur Cirebon-
Cikampek- Bandung dengan biaya Rp. 55.000,00 per ton-km, jalur Cirebon-Cikajang-Kawali-Ciamis-
Malangbong dengan biaya Rp. 81.000,00 per ton-km dan jalur Cirebon-Cimalaka-Sumedang-Bandung dengan
biaya Rp. 40.000,00 per ton-km.

ABSTRACT

A lot of textile industries in the Bandung area have been using coal to substitute fuel oil for their burners. The
coal is supplied by suppliers located at Cirebon which transport the coal by the dump trucks from their
stockyards at Cirebon to the textiles stockyards in Bandung area. Until now, the coal transportation passes the
conventional line of Cirebon-Sumedang-Bandung, but this line is very crowded and threatened with
landslides at two points, Cadas Pangeran and Nyalindung. To maintain sustainable coal supply, a
study on five alternatives of coal transportation lines has been done to decide the most feasible line. Based
on this study, besides the conventional line there are three feasible alternative lines that could be
suggested : Cirebon- Cikampek-Bandung line with cost of Rp 55,000.- per ton-km, Cirebon-Cikajang-
Kawali-Ciamis-Malangbong- Bandung line with cost of Rp 81,000.- per ton-km, and Cirebon-Cimalaka-
Sumedang-Bandung line with cost of Rp 40,000.- per ton-km.

Keywords : coal transportation, conventional line, alternative line

Analisis Jalur Transportasi Batu bara untuk Industri Tekstil ... Triswan 41
Suseno
1 Nanjung dan
. Padalarang). Untuk
wilayah Kota
P Bandung penyebaran
E industri tekstil berbeda
N dengan penyebaran
D dengan Kabupaten
A Bandung. Di Kota
H Bandung,
U penyebarannya
L cenderung tidak
U terkonsentrasi dalam
A
satu sentra.
N
Sebagian besar bahan
Di wilayah Bandung
bakar yang digunakan
terdapat lebih dari
untuk boiler industri
300 perusahaan
tekstil adalah bahan
tekstil yang tersebar di
bakar minyak (solar
dua wilayah, yaitu di
atau residu) dan
Kota dan Kabupaten
hanya sebagian
Bandung. Di
kecil perusahaan
Kabupaten Bandung
yang sudah
industri tekstil
menggunakan batu
terkonsentrasi di
bara
tiga wilayah, yaitu
wilayah timur
(sepanjang Jalan
Cileunyi
Cicalengka),
Leuwigajah dan
wilayah tengah
(sepanjang Jalan
Mohammad Toha
Dayeuhkolot
Majalaya), dan
wilayah barat (sekitar

Analisis Jalur Transportasi Batu bara untuk Industri Tekstil ... Triswan 41
Suseno
sebagai bahan bakar pada boiler. Berdasarkan data 3. PEMASOKAN-KEBUTUHAN BATU
yang diperoleh dari Asosiasi Pertekstilan Indonesia BARA CIREBON-BANDUNG
(API) Bandung, pada tahun 2003 di wilayah Bandung
tercatat ada sebanyak 18 perusahaan yang telah 3.1 Pemasok Batu
menggunakan batu bara dengan kebutuhan sebesar Bara
274.163 ton. Hingga tahun 2004, bertambah
sebanyak 20 perusahaan tekstil yang menggunakan Pemasokan batu bara dimulai dari produsen batu
batu bara sebagai bahan bakar untuk boilernya. bara yang mengoperasikan tambangnya di lokasi-
Pemakaian batu bara hingga bulan Juni tahun 2004 lokasi penambangan di Kalimantan Selatan, seperti
tercatat sebesar 245.364 ton (Asosiasi Pertekstilan PT. Arutmin, PT. Adaro dan Koperasi Unit Desa, di
Indonesia, 2004). Tercatat 7 perusahaan yang pal- Kalimantan Selatan dengan kualitas yang diterima
ing banyak menggunakan batu bara yaitu PT. di lokasi pemakai berkisar antara 5400-6600 kkal/kg
Kahatex, PT. Panasia Filamen Inti, PT. Ayoe Taihotex, (Sudarto, 2004). Melalui kontrak pembelian yang
PT. Bintang Agung, PT. Central Georgete Nusantara, telah disetujui sebelumnya, batu bara hasil
Dewasuteratex dan PT. Trisulatex (Dinas Tenaga penambangan ini dikirim ke lokasi yang telah
Kerja Kota dan Kabupaten Bandung, 2004). ditentukan oleh para pembeli. Untuk pembeli yang
berlokasi di Cirebon maka tujuan pengirimannya
Untuk saat ini, pemasokan batu bara ke beberapa adalah pelabuhan Cirebon.
industri tekstil masih tampak lancar. Akan tetapi,
apabila seluruh perusahaan tekstil di Kota/Kabupaten Batu bara yang dihasilkan dari tambang, diangkut
Bandung telah menggunakan batu bara, maka dengan truk ataupun ban berjalan (belt coveyor)
kelancaran pemasokan batu bara harus tetap terjaga menuju terminal batu bara di pelabuhan. Di termi-
ketersediaannya. Selain jaminan pemasokan batu nal tersebut batu bara akan ditimbun sementara
bara, sarana transportasi seperti jalan dan kendaraan untuk menunggu dikirim ke lokasi pembeli. Pada
sangat mempengaruhi kelancaran pengiriman batu saat akan dikirim ke lokasi pembeli, batu bara
bara di masa mendatang sehingga penanggulangan tersebut dimuat ke atas tongkang untuk diangkut
sarana transportasi harus dilakukan sejak dini. Oleh menuju pelabuhan Cirebon. Tongkang yang
karena itu, penulis akan mencoba melakukan digunakan mempunyai kapasitas angkut yang
pengkajian/simulasi terhadap berbagai kemungkinan bervariasi antara 5000 MT - 8000 MT. Setelah
jalur transportasi pengiriman batu bara dari lokasi tongkang tersebut bersandar di dermaga pelabuhan
pemasokan (Cirebon) ke lokasi pemakai (industri Cirebon, muatan batu bara dibongkar dan diangkut
tekstil) di Kota dan Kabupaten Bandung. Model ini menuju stockyard yang dimiliki oleh para pembeli.
dapat dijadikan sebagai pedoman bagi pemerintah Secara keseluruhan jumlah batu bara yang diterima
daerah dalam mengurangi tingkat kepadatan lalu oleh pelabuhan Cirebon mencapai 150.000 ton
lintas akibat bertambahnya kebutuhan batu bara per bulan.
untuk industri tekstil di daerah ini.
Pengiriman dengan tongkang biasanya dilakukan
dengan menggunakan jasa perusahaan angkutan laut
2. DATA DAN MODEL ANALISIS yang dibiayai oleh pembeli. Hal ini dilakukan karena
perusahaan tambang biasanya hanya menyediakan
Untuk mengetahui jalur transportasi yang akan layanan pemuatan ke atas tongkang saja (Free on
menjadi alternatif pengiriman batu bara dari Cirebon Board). Demikian pula pembongkaran muatan batu
ke Bandung, penulis menelusuri 5 jalur transportasi bara dari atas tongkang dan pengangkutannya menuju
yang mungkin dapat dilalui. Data/informasi yang stockyard dibiayai oleh pembeli.
berkaitan dengan perusahaan pemasok di Cirebon
dan keberadaan perusahaan tekstil di Bandung Setelah batu bara tersebut berada di stockyard, baru
diperoleh dengan cara melalukan penelitian kemudian didistribusikan ke para konsumen, yaitu
(survai) ke lokasi tersebut. Data sekunder diperoleh industri-industri tekstil di wilayah Jawa Barat dan
dari Dinas Tenaga Kerja Kota/Kabupaten Bandung, wilayah lainnya.
Dinas Perindustrian dan Perdagangan dan Asosiasi
Pertekstilan Indone- sia Propinsi Jawa Barat. Model Untuk industri tekstil di wilayah Jawa Barat, pasokan
yang digunakan untuk menganalisis jalur alternatif batu bara dilakukan oleh pembeli yang berlokasi di
adalah Model Jaringan (Gaspersz, 1990). Cirebon. Sebagian pembeli juga bertindak/merangkap
sebagai pemasok (supplier) bagi pabrik-pabrik tekstil

42 Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Nomor 36, Tahun14, Januari 2006 : 41 -
47
di wilayah Bandung, Cimahi, Purwakarta, dan Secara keseluruhan jumlah stockyard di Cirebon
wilayah Jawa Tengah. Oleh karena itu, pemasok mencapai 14 buah dengan kapasitas setiap stockyard
tersebut membangun lokasi penyimpanan berkisar antara 3000-5000 ton. Kalau kapasitas rata-
(stockyard) yang berlokasi tidak jauh dari ratanya adalah 4000 ton, maka jumlah kapasitas
pelabuhan, yaitu di tepi jalan raya Losari dengan stockyard Cirebon akan mencapai 46.000 ton. Di
kapasitas yang bervariasi antara 3.0005.000 ton. sisi lain, konsumsi batu bara oleh pabrik tekstil rata-
Di samping itu, lokasi tersebut berdekatan rata mencapai 1.372 ton per hari atau 41.160 ton
dengan gerbang tol Kanci sehingga per bulan. Angka ini lebih rendah dari konsumsi batu
mempermudah pengiriman batu bara ke luar bara oleh pabrik tekstil di wilayah Bandung yang
daerah. Di lokasi ini, tercatat 8 buah pemasok tercatat di Pelabuhan Cirebon, yaitu 45.000 ton per
berada di sebelah timur tol Kanci dan 2 buah bulan. Selisih yang terjadi sebagai akibat dari adanya
pemasok di sebelah baratnya. Di samping itu, penimbunan batu bara di beberapa pabrik tekstil
terdapat 4 buah pemasok lain yang memilih stock- sebagai cadangan pada musim hujan. Namun
yard yang berlokasi di pelabuhan Cirebon. Nama demikian selain pabrik tekstil juga terdapat konsumen
dan lokasi para pemasoknya tertera pada Tabel 1. lain, di antaranya adalah : pabrik semen, pabrik
kertas, pabrik ban, dan industri peleburan baja.
Sebagian besar perusahaan tekstil membeli batu bara Besar konsumsi tiap pabrik tersebut tertera pada
secara langsung ke agen-agen penyedia batu bara di Tabel 2.
wilayah Cirebon, harganya berkisar antara
Rp.300.000 Rp.400.000 per ton sampai di tempat Dampak negatif yang ditimbulkan oleh stockyard
tujuan. batu bara adalah kebisingan dan debu di lokasi

Analisis Jalur Transportasi Batu bara untuk Industri Tekstil ... Triswan 43
Suseno
Tabel 1. Pemasok batu bara dan lokasi Stock Yard

No Nama pemasok Lokasi

1 Ad Coal Sebelah timur tol Kanci


2 Dharma Jaya Putra Sebelah timur tol Kanci
3 Berdikari Inti Mandiri Sebelah timur tol Kanci
4 Puskopad Sebelah timur tol Kanci
5 Berkala Sebelah timur tol Kanci
6 Dharma Jaya Putra Bandung Sebelah timur tol Kanci
7 Ekspres Lestari Terminal Batu Sebelah barat tol Kanci
8 bara Indah (TBI) Berdiri Inti Pelabuhan Cirebon
9 Mandiri (BIM) Pelabuhan Cirebon
10 Budi Usaha Makmur (BUM) Pelabuhan Cirebon
11 Sentral Batu bara Jawa Pelabuhan Cirebon

Sumber : Berdasarkan hasil survai

Tabel 2. Distribusi batu bara dari Stock Yard Cirebon

No Konsumen Jumlah (ton/bln)

1 Pabrik Tekstil Bandung dan sekitarnya 45.000


2 Pabrik Tekstil Batang, Pekalongan 6.000
3 Pabrik Semen Palimanan 50.000
4 Pabrik Semen Cibinong dan Cilacap 30.000
5 Pabrik lain-lain (ban, kertas, peleburan, dll) 19.000

Jumlah 150.000
Sumber : Sudarto, PT. Terminal Batu bara Indah, 2004, Cirebon

Analisis Jalur Transportasi Batu bara untuk Industri Tekstil ... Triswan 43
Suseno
bersangkutan dan sekitarnya. Kebisingan berasal dari Kemungkinan lainnya adalah terjadinya gangguan
deru mesin-mesin alat berat seperti buldoser, loader, pada jalur pengangkutan batu bara dari tambang ke
dan backhoe yang sedang bekerja mengumpulkan pembeli di Cirebon, ke pemasok, hingga ke
dan memuat batu bara. Di samping itu, kebisingan konsumen. Gelombang laut yang besar pada musim
juga berasal dari deru mesin-mesin truk pengangkut hujan, merupakan penghambat perjalanan tongkang
batu bara yang kesemuanya bermesin diesel batu bara menuju Cirebon. Di samping itu, gangguan
dengan kapasitas di atas 20 ton. keamanan yang pernah terjadi di lokasi stockyard
Cirebon sebagai akibat dari konflik/benturan
Debu batu bara berasal dari butiran batu bara kepentingan dengan masyarakat setempat serta
berukuran halus, 60 100 mesh. Selain berukuran semakin padatnya jalur lalulintas Cirebon-Bandung
halus, debu ini juga ringan sehingga sangat mudah merupakan faktor tambahan bagi keterlambatan
terbawa angin. Untuk mengurangi debu yang pasokan. Oleh karena itu, untuk mengantisipasi resiko
beterbangan, maka dilakukan penyemprotan air gangguan pasokan dapat dilakukan melalui
pada stockpile maupun halaman stockyard pada peningkatan cadangan dan pembangunan stockyard
periode tertentu. Upaya lain adalah memasang di wilayah Bandung dan sekitarnya. Stockyard
dinding yang tinggi sekitar 3-4 meter di sekeliling tersebut harus mampu memasok semua konsumennya
stockyard untuk mengurangi terpaan angin yang di wilayah Bandung dan sekitarnya. Keterlambatan
bertiup kencang. pasokan dari lokasi tambang ke pelabuhan Cirebon
pada musim hujan sekitar 2 minggu. Dengan
Penyemprota n air selain bermanfaat bagi demikian, cadangan di stockyard Bandung harus
pengurangan debu yang berterbangan juga berguna mampu menopang operasi boiler minimal selama 2
untuk menurunkan suhu stockpile. Intensitas minggu. Jumlah minimal cadangan batu bara di
pemanasan yang berlebihan yang bersumber dari stockyard tersebut adalah 14 x 1372 ton = 19.208
terik sinar matahari dapat berakibat meningkatnya ton.
suhu stockpile, sehingga beresiko terjadi swa bakar
(self combustion) pada stockpile tersebut. Pada umumnya industri tekstil yang telah
Swabakar tersebut adalah reaksi oksidasi yang memanfaatkan batu bara tidak terlepas dari
berlangsung secara alami pada batu bara, biasanya kekhawatiran mengenai pemasokan batu bara dan
untuk batu bara peringkat rendah, sehingga batu masalah lingkungan. Berkaitan dengan masalah
bara tersebut menjadi terbakar. lingkungan adalah abu dasar (bottom ash) dari hasil
pembakaran batu bara. Perusahaan mengalami
3.2 Pemakai Batu bara kesulitan untuk membuang abu batu bara tersebut
mengingat tidak tersedianya lokasi-lokasi tempat
Selama ini, pabrik tekstil yang mengoperasikan pembuangan.
boiler di wilayah Bandung memiliki cadangan batu
bara untuk operasi selama 4 8 hari, terutama Jika di masa mendatang semua industri tekstil di
pada musim hujan. Meskipun boiler tekstil di Bandung menggunakan batu bara, maka bukan tidak
wilayah Bandung dan sekitarnya mengkonsumsi mungkin akan menimbulkan permasalahan dalam
batu bara sebesar 41.160 ton per bulan (Dinas pemasokan batu bara dan juga transportasinya.
Tenaga Kerja Kota Bandung, 2004), belum ada
pemasok yang membangun stockyardnya di
Bandung. Dengan demikian, seluruh boiler di 4. PENGANGKUTAN BATU BARA
wilayah ini sangat bergantung pada pasokan batu
bara dari para pemasok di Cirebon. Apabila terjadi Dalam pengangkutan batu bara dari tambang sampai
gangguan terhadap pasokan tersebut sehingga ke konsumen diterapkan moda transportasi yang
pasokannya terhenti selama 8 hari atau lebih, maka beragam, yaitu transportasi darat dan laut. Berikut
operasi semua boiler batu bara tersebut akan adalah moda transportasi yang sedang diterapkan
terancam berhenti. untuk memasok batu bara dari tambang di Kalimantan
Selatan sampai di stockyard pabrik tekstil di
Pasokan dari tambang sering mengalami Bandung.
keterlambatan pada musim hujan antara bulan
Oktober sampai Januari, terutama tambang berskala Dalam bagian ini akan dibahas pengangkutan batu
kecil yang dikelola oleh koperasi setempat. Gangguan bara dari stockyard Cirebon sampai stockyard di
hujan tersebut berpengaruh langsung terhadap Bandung, sesuai dengan ruang lingkup kajian. Moda
tingkat produksi batu bara, baik dalam operasi
penggalian maupun pengangkutannya di daerah
tambang.
44 Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Nomor 36, Tahun14, Januari 2006 : 41 -
47
transportasi seperti tertera pada Tabel 3 adalah moda 1) Jalur Cirebon-Sumedang-Jalan Cagak-Bandung
transportasi yang sedang dan telah diterapkan pada
saat ini. Dengan moda tersebut, jalur transportasi Panjang jalur ini 156 km melalui daerah pegunungan
dari Cirebon menuju Bandung dilakukan dengan truk sehingga jalan yang dilalui berkelok-kelok, penuh
melalui jalan raya. Kepadatan lalu lintas sepanjang tanjakan dan turunan. Meskipun demikian, jalur dari
jalan raya menyebabkan truk pengangkut batu bara Cirebon sampai Jalan Cagak dapat dilalui oleh truk
memerlukan waktu sekitar 6 jam untuk menempuh tronton pengangkut batu bara dengan mudah. Masalah
jalur Cirebon-Sumedang-Bandung. terbesar adalah jalur Jalan Cagak sampai Bandung,
karena jalur ini harus melalui tanjakan Emen, yaitu
Jarak tempuh truk adalah 128 km sehingga tanjakan terpanjang dan tertinggi yang membentang
kecepatan rata-ratanya adalah 21,3 km/jam. Dalam dari Ciater sampai simpang tiga ke arah Tangkuban
transportasi ini, gangguan yang sering terjadi adalah Perahu. Truk tronton dengan muatan penuh 25 ton
terjadinya kemacetan lalu lintas dan tanah longsor. batu bara tidak akan mampu melalui tanjakan ini.
Kepadatan lalu lintas pada jalur tersebut Oleh karena itu, jalur alternatif ini tidak dapat dipilih
cenderung terus meningkat seiring meningkatnya untuk menggantikan jalur yang telah ada.
kegiatan ekonomi di wilayah Bandung-Cirebon dan
sekitarnya. Oleh karena itu, kecepatan pengangkutan 2) Jalur Cirebon-Indramayu-Pamanukan-Subang-
rata-rata terancam menurun dari 21,3 km/jam pada Bandung
tahun-tahun mendatang. Jalur Cirebon
Bandung menelusuri pinggang pebukitan, sehingga Panjang jalur ini 207 km, jauh lebih panjang dari
jalan yang dibangun sempit dan berkelok-kelok. jalur alternatif sebelumya. Jalur dari Cirebon
Kondisi morfologis yang demikian sangat IndramayuPamanukan merupakan bagian dari jalur
menyulitkan pemerintah setempat untuk pantura, sehingga jalannya relatif datar dan luas.
meningkatkan dan melebarkan jalan raya yang ada. Demikian pula jalur dari PamanukanSubang relatif
Di samping itu, lereng pebukitan yang curam dan datar sehingga tronton dengan mudah melaluinya.
tersusun oleh material lepas sangat rawan longsor. Namun karena jalur yang tersisa yaitu Subang
Daerah Nyalindung (Kecamatan Paseh) dan Cadas Bandung harus melalui tanjakan Emen, maka tronton
Pangeran (Kecamatan Rancakalong) di bermuatan penuh batu bara tidak akan mampu
Sumedang merupakan titik-titik rawan longsor, melewatinya. Dengan demikian, jalur alternatif ini
terutama pada musim hujan. Titik tersebut merupakan tidak layak untuk dipilih untuk menggantikan jalur
potensi gangguan terhadap pasokan batu bara ke yang telah ada.
Bandung dan sekitarnya. Pada saat terjadi longsor di
titik-titik tersebut, maka jalur transportasi ke dua arah 3) Jalur Cirebon-Cikampek-Bandung
tertutup sehingga menghambat pasokan sampai jalur
normal kembali. Jalur ini jauh lebih panjang dari jalur yang telah
ada, yaitu 231 km. Pada jalur ini pengangkutan batu
bara tidak menggunakan truk tronton, namun
5. ANALISIS JALUR ALTERNATIF menggunakan kereta api. Alternatif ini dimunculkan,
TRANSPORTASI BATU BARA karena selama ini telah tersedia jaringan rel kereta
api antara CirebonCikampekBandung. Bila jalur
Dengan semakin padatnya jalur transportasi Cirebon, ini dapat digunakan, maka pengangkutan batu bara
Sumedang, Bandung menyebabkan truk akan menjadi lebih mudah. Pengangkutan batu bara
pengangkut batu bara mengalami kesulitan dalam dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut: batu
pengirimannya. Oleh karena itu, dicari beberapa bara dari tongkang dibongkar ke atas truk, selanjutnya
jalur alternatif untuk menentukan jalur yang paling
sesuai untuk dilalui :

Analisis Jalur Transportasi Batu bara untuk Industri Tekstil ... Triswan 45
Suseno
Tabel 3. Moda transportasi pemasokan batu bara

Jalur transportasi Moda transportasi Keterangan

1. Tambang - Pelabuhan Tambang Darat, truk, belt conveyor -


2. Pelabuhan Tambang Pelabuhan Cirebon Laut, kapal/tongkang -
3. Pelabuhan Cirebon - Stockyard Cirebon Darat, jalan raya, truk Stockyard pelabuhan dan losari
4. Stockyard Cirebon - Stockyard Bandung Darat, jalan raya, truk 128 km lewat Sumedang

Analisis Jalur Transportasi Batu bara untuk Industri Tekstil ... Triswan 45
Suseno
truk bergerak menuju stasiun kereta api di pelabuhan. Dari ke lima jalur alternatif tersebut, ternyata hanya
Batu bara dari atas truk dipindahkan ke atas ada 3 jalur yang layak sebagai jalur transportasi
gerbong, selanjutnya diangkut ke Bandung melalui pengiriman batu bara, yaitu Jalur Cirebon-Cikampek-
Cikampek. Stasiun batu bara yang dipilih di Bandung, jalur Cirebon-Cikajang-Kawali-Ciamis-
Bandung adalah stasiun Gedebage.Biaya pengiriman Malangbong dan jalur Cirebon-Cimalaka-Sumedang-
batu bara dengan menggunakan kereta api melalui Bandung.
Cikampek sebesar Rp. 55.000,00 per ton.

4) Jalur Cirebon-Cikajang-Kawali-Ciamis - 6. PENUTUP


Malangbong
Proses penyediaan dan pemanfaatan batu bara
Jalur ini merupakan jalur transportasi terpanjang untuk boiler dalam industri tekstil di Propinsi Jawa
dengan menggunakan truk, yaitu 230 km melalui Barat, bukanlah suatu hal yang mudah dan
jalur selatan. Jalur yang dilalui adalah dari Cirebon sederhana, sehingga memerlukan penanganan
menuju Cikijing (Kab. Kuningan), terus ke arah yang khusus mengingat berbagai hal yang dapat
Kawali (Kab. Ciamis) dan menuju ke Kota Ciamis menimbulkan permasalahan. Berdasarkan hasil
sehingga menembus jalur selatan Jawa. Selanjutnya analisis di lapangan, terdapat beberapa
mengikuti jalur selatan ini menuju ke Bandung. permasalahan yang mungkin timbul mulai dari
pemesanan hingga pengirimannya, antara lain :
Selain panjang, jalur ini juga melewati daerah
pebukitan dengan banyak kelokan dan tanjakan, - Kedatangan batu bara di Pelabuhan Cirebon,
terutama di daerah Panawangan (Kab. Ciamis), akan menyebabkan terjadinya pembongkaran
Malangbong (Kab. Garut), dan Nagreg (Kab. batu bara. Jika telah banyak batu bara yang
Bandung). Oleh karena itu waktu yang diperlukan dibutuhkan, maka bukan tidak mungkin kapal
menjadi lebih besar dari jalur Cirebon-Sumedang- pengangkut batu bara (tongkang) akan semakin
Bandung yang panjangnya sekitar 128 km dengan banyak jumlahnya merapat di pelabuhan ini.
waktu tempuh 6 jam. Tranportasi lewat jalur selatan Akibat dari peristiwa ini akan menyebabkan
akan memerlukan waktu tempuh antara 1012 jam, antrian dari tongkang-tongkang yang akan
sehingga konsekuensi penggunaan jalur ini adalah melakukan pembongkaran. Untuk menanggulangi
meningkatnya waktu tempuh antara 4-6 jam dan kemungkinan tersebut, maka sebaiknya instansi
biaya transportasi. Dengan demikian, biaya yang terkait meningkatkan kapasitas bongkar dan
transportasi batu bara lewat jalur ini menjadi sekitar meningkatkan kapasitas sandar pelabuhan.
Rp 81.000,-/ton.
- Terbatasnya jalur transportasi pengiriman batu
Harga batu bara melalui jalur Selatan ini menjadi bara menyebabkan kemacetan/tingkat kepadatan
berkisar antara Rp. 300.000 - Rp 450.000 per ton, lalu lintas yang cukup tinggi. Penanganannya
namun demikian harga ini masih tetap lebih adalah dengan menyediakan jalur-jalur alternatif
ekonomis daripada harga BBM untuk operasi boiler yang dapat memperlancar pengiriman batu bara.
tekstil. Konsekuensi yang dihadapi adalah bertambahnya
biaya pengangkutan.
5) Jalur Cirebon-Cimalaka-Sumedang-Bandung
- Keterbatasan lahan penyediaan batu bara di
Analisis pada jalur ini didasarkan pada asumsi bahwa setiap perusahaan tekstil menyebabkan
rencana pembangunan jalan tol CileunyiCimalaka perusahaan mengalami kesulitan dalam
dapat segera diwujudkan. Oleh karena itu dengan penyimpanannya. Salah satu alternatif
melalui jalur ini, truk pengangkut batu bara dapat penanggulannya adalah dengan membuat atau
memperkecil jarak angkut dari 128 km menjadi mendirikan sentra-sentra penyediaan batu bara
113 km. Selain menghemat waktu dan jarak angkut, yang berdekatan dengan lokasi penyebaran
jalur ini tidak melewati dua titik rawan longsor di industri tekstil.
Sumedang, yaitu Cadas Pangeran dan Nyalindung.
Di samping itu, juga tidak dijumpai tanjakan- - Meningkatnya permintaan batu bara akan
tanjakan yang panjang dan tinggi, seperti menyebabkan kesulitan dalam penyimpanannya.
Malangbong dan Emen, sehingga biaya Penanggulannya adalah dengan menentukan
transportasi batu bara lewat jalur ini menjadi lahan penyimpanan yang sesuai dengan lokasi
sekitar Rp 40.000,-/ton.

46 Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Nomor 36, Tahun14, Januari 2006 : 41 -
47
penyebaran industri tekstil berdasarkan luas, 2004, Indonesian Textile and Garment,
lokasi serta memperhatikan masalah-masalah Guiding Book 2002 - 2004, Bandung.
lingkungan.
Dinas Tenaga Kerja Kota Bandung 2004, Daftar
- Kualitas batu bara sangat berpengaruh terhadap Perusahaan Tekstil Di Kota Bandung, Bandung.
daya tahan (life time) peralatan (boiler) yang
digunakan. Konsekuensinya adalah kerusakan Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Bandung 2004, Daftar
pada boiler dan penurunan kapasitas. Perusahaan Tekstil Di Kabupaten Bandung,
Penanganannya adalah dengan memilih/ Soreang.
membeli batu bara sesuai dengan spesifikasinya.
Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Bandung 2004,
- Proses pembakaran menjadi penyebab tingkat Statistik Industri Di Kabupaten Bandung,
pencemaran udara (gas, debu dan abu). Soreang.
Konsekuensinya adalah melampaui kadar abu
yang diijinkan (masalah lingkungan). Dinas Tenaga Kerja Kota Bandung 2004, Statistik
Pananganannya dengan melakukan pengawasan Industri Di Kota Bandung, Bandung.
yang ketat terjadap kegiatan industri tekstil oleh
badan yang berwenang. Gaspersz, Vincent, 1990, Analisis Sistem Terapan,
Edisi pertama, Tarsito, Bandung, hal. 326 - 352.

DAFTAR PUSTAKA Sudarto 2004, PT. Terminal Batu bara Indah,


Pelabuhan Cirebon, Cirebon.
Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jawa Barat

Analisis Jalur Transportasi Batu bara untuk Industri Tekstil ... Triswan 47
Suseno
Petunjuk Bagi Penulis
1. Naskah dan berkas dalam file dikirim ke Pemimpin 7. Nama penulis diketik pada halaman pertama di
Redaksi Jurnal tekMIRA, Jl. Jend. Sudirman No. 623 bawah judul naskah. Nama organisasi, alamat, nomor
Bandung 40211. Naskah dalam file akan sangat telepon dan faksimili, serta alamat e-mail (bila ada).
membantu dalam proses peredaksian.
8. Intisari naskah (abstract) memuat ringkasan yang
2. Naskah harus asli dan belum pernah diterbitkan jelas dari naskah tersebut serta ditulis dalam Bahasa
dalam publikasi lain. Judul naskah harus bersifat Indonesia dan Inggris.
deskriptif dan ringkas.
9. Hanya rumus matematika yang penting yang
3. Redaksi akan melakukan seleksi dan memberitahukan dimuat dalam naskah.
ke penulis, bila naskah sudah diterima atau naskah
tidak sesuai untuk penerbitan ini. 10. Daftar pustaka ditulis secara alfabet dengan huruf
pertama (bila penulis lebih dari seorang). Urutan
4. Naskah diketik dalam dua spasi menggunakan penulisan : nama penulis, judul referensi, penerbit,
kertas ukuran A4 dengan lebar margin kanan dan kota tempat buku diterbitkan dan tahun penerbitan.
atas 3 cm serta kiri dan bawah 2 cm.
11. Hanya artikel-artikel yang dipublikasikan yang
5. Gambar dan tabel harus diberi judul dengan jelas dimasukkan sebagai referensi. Bilamana mengacu
dan dalam kertas terpisah serta ditunjukkan kepada artikel yang tidak dipublikasikan agar
mengenai penempatan gambar dan tabel tersebut dijelaskan cara memperoleh bahan tersebut.
dalam naskah tulisan. Foto harus jelas dan siap
untuk dicetak (tidak dalam bentuk negatif film). 12. Catatan kaki supaya dihindarkan.
Peta maksimum berukuran A4 dan harus memakai
skala. Semua huruf dalam peta harus jelas dan bila 13. Izin untuk memproduksi hak cipta material adalah
ukuran peta harus diperkecil, tinggi huruf dalam tanggung jawab penulis. Pengutipan seminimal
peta tersebut tidak lebih kecil dari 1,5 mm. mungkin. Bila pengutipan melebihi 250 kata penulis
harus memperoleh izin tertulis dari penerbit dan
6. Jumlah halaman naskah tidak ditentukan. Naskah penulis referensi yang bersangkutan.
ditulis secara ringkas sesuai isinya.

48 Petunjuk Bagi Penulis

Anda mungkin juga menyukai