Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Ibadah merupakan kewajiban bagi umat manusia kepada tuhannya


dan dengan ibadah manusia akan mendapatkan ketenangan dan
kebahagiaan didunia dan diakhirat nanti. Bentuk dan jenis-jenis ibadah
sangat bermacam, seperti shalat, puasa, zakat, haji dan sebagainya.

Shalat merupakan salah satu kewajiban bagi kaum muslimin yang


sudah baligh berakal dan harus dikerjakan bagi seorang mukmin dalam
keadaan bagaimanapun.

Shalat merupakan rukun ilam yang kedua setelah syahadat. Islam


didirikan atas lima tiang yang didalamnya terdapat sholat, sehingga barang
siapa yang mendirikan sholat, maka dia telah mendirikan agama dan
barang siapa yang meninggalkan sholat, maka ia meruntuhkan sholat.
Seperti gambarannya pulpen yang digenggam dengan lima jari, ketika jari
kelingking dilambangkan sebagai haji dan kelingking itu dibuka maka
pulpen itu belum terlepas. Ketika jari manis dan jari tengah terbuka,
pulpen masih tetap bisa digenggam, tapi jika jari telunjuk itu dibuka dan
jari telunjuk itu dilambangkan sebagai sholat, maka pulpen itu terlepas dari
genggaman. Dari gambaran tersebut kita ambil pelajaran bahwa jika kita
meninggalkan sholat, maka lepaslah sudah agama yang kita pegang.

Shalat yang wajib harus didirikan dalam sehari semalam sebanyak


lima kali, berjumlah 17 rakaat. Shalat tersebut wajib dilaksanakan oleh
muslim baligh tanpa terkecuali baik dalam keadaan sehat maupun sakit,
dalam keadaan susah maupun senang, lapang ataupun sempit. Selain shalat
wajib yang lima ada juga shalat sunnat.

1
Untuka membatasi masalah bahasan, maka penulis hanya
membahas tentang shalat wajib yang berkaitan dengan kehidupan sehari-
hari.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian sholat?
2. Kapan waktu-waktu shalat dilksanakan?
3. Apa saja syarat-syarat shalat?
4. Apa saja rukun-rukun dalam shalat?
5. Apa saja hal-hal yang membatalkan shalat?

C. TUJUAN PENULISAN
1. Mengetahui pengertian sholat
2. Mengetahui waktu-waktu shalat dilksanakan
3. Mengetahui syarat-syarat shalat
4. Mengetahui rukun-rukun dalam shalat
5. Mengetahui hal-hal yang membatalkan shalat

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN SHOLAT
Asal makna shalat berasal dari kata shalla ( ) yang berarti
berdoa. Agama islam mengajak para pemeluknya untuk senantiasa
mengingat allah dengan melakukan sholat. Namun secara terminologi
syara adalah sekumpulan ucapan dan perbuatan yang diawali dengan
takbir dan diakhiri dengan salam. 1
Ia disebut sholat karena ia menghubungkan seorang hamba kepada
penciptanya, dan shalat merupakan manifestasi penghambaan dan
kebutuhan diri kepada Allah SWT. Maka , sholat dapat menjadi media
permohonan pertolongan dalam menyingkirkan segala bentuk kesulitan
yang ditemui manusia dalam perjalanan hidupnya, sebagaimana firman
Allah SWT dalam QS. Al-Baqarah : 153:

Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu .

B. WAKTU-WAKTU SHALAT
1. Shalat Fardhu

Shalat fardhu dilaksanakan lima kali sehari semalam dalam lima


waktu pula, yaitu zuhur, Ashar, Maghrib, Isya dan Subuh. Firman Allah
SWT QS. Annisa : 103

sesungguhnya shalat itu diwajibkan atas orang yang beriman ,


menurut waktu yang tertentu

1
Azzam, Abdul Aziz Muhammad., Hawwas, Abdul Wahhab Sayyed. 2013. Fiqh Ibadah. Jakarta:
Amzah. Hlm.145. Cet.III

3
Penetapan kewajiban (al-ijab) disandarkan kepada Allah SWT.,
sedangkan kewajiban (al-wujub) disandarkan pada perbuatan hamba, yaitu
shalat. Allah SWT berfirman : Dirikanlah shalat dari sesudah matahari
tergelincir (QS. Al-Isra:78) yaitu bergesernya matahari dari tengah-
tengah bumi setelah pertengahan siang, Allah SWT juga berfirman: dan
dirikanlah shalat itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada
bagian permulaan daripada malam (QS. Hud:114) 2

Dari nash-nash diatas dapat diketahui penjelasan mengenai waktu-


waktu shalat yang diwajibkan, dimulai dari shalat zuhur, karena ia
merupakan kewajiban pertama yang disyariatkan. 3

a. Waktu Zhuhur
Awal waktunya dimulai sejak matahari condong (tergelincir)
kebarat dan diakhiri apabila bayangan suatu benda sama panjang
4
dengan benda itu sendiri. Sementara, dibuku lain berakhirnya shalat
Zhuhur ini masih diperselisihkan. Namun, mereka mengambil pendapat
yang rajih (diunggulkan) yaitu waktu Zhuhur berakhir seiring dengan
masuknya awal waktu ashar. Seperti sabda Rasulullah SAW:

Waktu zhuhur ialah apabila tergelincir matahari ke sebeah barat dan


bayangan seseorang sama persis dengan tinggi badannya selama
belum datang waktu Ashar (HR. Muslim)

b. Waktu Ashar
Permulaannya adalah ketika ukuran bayangan sesuatu sama
5
panjang dengan ukuran aslinya. Setelah tergelincirnya matahari.

2
Op.cit. Abdul Aziz Muhammad., Hawwas, Abdul Wahhab Sayyed. hlm 154
3
Op.cit. Abdul Aziz Muhammad., Hawwas, Abdul Wahhab Sayyed . hlm 155
4
Munir, A., Sudarsono. 2013. Dasar-Dasar Agama Islam. Jakarta: Rineka Cipta. Hlm. 50. Cet.III
5
Op.cit. Abdul Aziz Muhammad., Hawwas, Abdul Wahhab Sayyed. Hlm 156

4
Adapun akhir waktu shalat ashar adalah tenggelamnya matahari
berdasarkan hadist Abu Hurairoh, bahwasannya nabi bersabda:

Barangsiapa menjumpai satu rakaat dari shalat ashar sebelum


matahari tenggelam , maka ia telah melaksanakan shalat ashar (HR.
Enam Perawi Utama.)
Ada beberapa kalangan yang berpegang pada hadits Jibril dan
menyatakan bahwa batas akhir akhir waktu ashar adalah ketika
bayangan segala sesuatu dua kali panjang aslinya. Hadits Jibril ini harus
dimaknai sebagai waktu yang tidak makruh . sehingga setelah waktu
tersebut hingga maghrib adalah waktu makruh untuk shalat ashar. 6

c. Waktu Maghrib

Menurut imam maliki yaitu, sesungguhnya waktu sholat maghrib


itu sempit. Waktunya khusus dari awal tenggelamnya matahari sampai
diperkirakan dapat melaksanakan shalat maghrib itu, yang mana
termasuk didalamnya cukup untuk bersuci dan adzan tidak boleh
mengakhirkannya (mengundurkan) dari waktu ini dengan sengaja. 7

Sedangkan menurut imam syafiI dan hambali yaitu: waktu


maghrib dimulai dari hilangnya sinar matahari dan berakhir sampai
8
hilangnya cahaya merah diarah barat.

Berdasarkan HR. Muslim adalah

Dan waktu Maghrib adalah selama warna putih pada rona merah
(yang terbentuk setelah matahari tenggelam) belum hilang

6
Op.cit. Abdul Aziz Muhammad., Hawwas, Abdul Wahhab Sayyed. Hlm 157
7
Mughniyah, Muhaammad Jawad. 2008. Fiqh Lima Mazhab. Jakarta: Lentera. Hlm 75 cet.23
8
Ibid. Mughniyah, Muhaammad Jawad

5
Berdasarkan penjelasan diatas, maka penetapan waktu sholat
maghrib adalah dimulai dari matahari tenggelam sampai sebelum
syafaq. Syafaq adalah cahaya matahari yang terpancar ditepi langit,
sesudah terbenamnya, ada dua rupa mula-mula merah dan hilang yang
merah ini dating cahaya putih. 9

d. Waktu Isya
Waktu isya dimulai sejak hilangnya mega merah , dan berakhir
pada sepertiga malam yang pertama. 10 Berdasarkan riwayat Abu
Hurairah RA bahwasannya Nabi SAW bersabda : Andai tidak
memberatkan umatku, niscaya aku perintahkan kepada mereka agar
menakhirkan isya hingga sepertiga malam atau pertengahannya (HR.
Ahmad)
Berdasarkan hadits diatas bahwasannya waktu sholat isya boleh
dilaksanakan diawal waktu, pertengahan waktu, maupun diakhir waktu.
Namun shalat yang paling afdhal adalah diawal waktu shalat.

e. Waktu Subuh
Dimulai dari terbitnya fajar shadiq sampai dengan terbitnya
matahari dari timur. (fajar shadiq adalah cahaya matahari sewaktu akan
11
terbit, bertebran melintang ditepi langit sebelah timur).

2. Waktu Larangan Shalat


a. Shalat setelah melakukan Shalat subuh dan ashar
Nabi melarang melakukan shalat setelah shalat subuh dan
ashar . diriwayatkan dari Abu Said Al-Khudri bahwasannya nabi
bersabda:Tidak ada shalat setelah shalat subuh hingga matahari
meninggi dan idak ada shalat ashar hingga terbenam matahari

9
Op.cit. Munir, A., Sudarsono. Dasar-Dasar Agama Islam.hlm 50
10
Op.cit. Azam, Abdul Aziz Muhammad.; Hawwas, Abdul Wahhab Sayyed. Hlm 158
11
Op.cit. Munir, A., Sudarsono. Dasar-Dasar Agama Islam. Hlm 51

6
(HR. Ahmad) Shalat Yang dilarang pelaksanaannya pada kedua
waktu tersebut adalah sholat sunnah, bukan sholat wajib.
Maka diperbolehkan melakukan sholat qadha pada kedua
waktu tersebut. 12
b. Shalat Pada Waktu Matahari Terbit , Tepat Ditengah-Tengah
Dan Pada Saat Terbenam
Uqbah bin Ammar mengatakan: Ada tiga wktu yang nabi
larang kami untuk menjalankan shalat didalamnya atau mengubur
mayat-mayat kami di waktu-waktu tersebut: 1.ketika matahari
terbit hingga meninggi , 2. Ketika tengah hari persis hingga
matahari tergelincir, dan 3. Ketika matahari condong kearah
tenggelam hingga ia benar-benar tenggelam. (HR. Muslim)
Hadits ini diartikan sebagai larangan shalat sunnah.
Pengecualian dua rakaat thawaf , dan shalat sunnah tengah hari
pada hari jumat.
Pengecualian lainnya adalah shalat wajib bagi orang yang
lupa shalat harus melaksanakannya ketika ingat. Hal ini didapat
dengan cara penggabungan beberapa hadits yang secara zhahir
saling bertentangan , dan ini merupakan pendapat yang dikatakan
oleh kalangan ulama mazhab Syafii. 13
c. Shalat Setelah Terbit Fajar Sebelum Masuk Waktu Zuhur
Makruh hukumnya shalat setelah terbit fajar shadiq, kecuali
dua rakaat fajar yang lebih baik daripada dunia dan seisinya,
sebagaimana yang dikatakan Hafshah ra: Setiap kali terbit fajar,
nabi SAW ridak shalat kecuali dua rakaat ringan (HR. Muslim)
d. Setelah Iqamah

Shalat sunnah setelah dikumandangkannya iqamah shalat idak


disyariatkan , merujuk hadits narasi abi hurairah ra bahwasannya
Nabi SAW bersabda:
12
Op.cit. Azam, Abdul Aziz Muhammad.; Hawwas, Abdul Wahhab Sayyed. Hlm 163
13
Op.cit. Azam, Abdul Aziz Muhammad.; Hawwas, Abdul Wahhab Sayyed. Hlm 165

7
jika iqamah shalat dikumandangkan, maka tidak shalat kecuali
shalat wajib (HR. Muslim)
Hal itu dikarenakan agar para jamaah konsentrasi
melaksanakan shalat fardhu diawal waktu serta menjaga
kesempurnaan dan etika-etikanya.

C. SYARAT-SYARAT SHALAT
1. Syarat-Syarat Wajib Shalat
a. Islam. Hal itu dikarenakan obyek yang dituntut untuk
melaksanakan kewajiban syariat seperti shalat, zakat dan lain
sebagainya adalah orang islam bukan orang kafir. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa islam merupakan syarat wajib
sekaligus syarat sah.
b. Berakal. Shalat tidak wajib dan juga tidak sah jika dilakukan oleh
orang gila.
c. Suci dari haid dan nifas. Khusus bagi wanita selama masih dalam
keadaan haid atau nifas, seorang wanita dibebaskan dari kewajiban
shalat tanpa harus mengqadhanya pada waktu yang lain ketika
sudah suci. Hal ini berbeda dengan kewajiban puasa atas mereka.
Seorang wanita yang tidak berpuasa dibulan Ramadhan karena
haid atau nifas, ia wajib mengqadhanya sebanyak hari yang
ditinggalkan itu. 14
d. Mampu melaksanakan. Kewajiban hanya dibebankan kepada
orang yang mampu melaksanakan, sehingga orang yang tidak
mampu tidak wajib melaksanakannya. Menurut penjelasan, ada
batasan tertentu seseorang mampu atau tidak dalam melaksanakan
shalat sehingga memberikan beberapa rukhsah agar tetap
elaksanakan shalat. Jika dalam melaksanakan shalat tidak mampu

14
Op.cit. Munir, A., Sudarsono. Dasar-Dasar Agama Islam. Hlm 65

8
berdiri, maka diperbolehkan duduk dalam melaksanakannya, bila
duduk tidak bisa, maka berbaringlah. Jika berbaring tidak bisa,
maka menggunakan kedipan mata sebagai isyarat gerakan
shalatnya. Jika mengedipkan mata tidak bisa, maka dengan hati.
Jika dengan hati tidak bisa, maka disat itulah seseorang tidak
mampu dalam melaksanakan shalat sebagai kewajibannya kepada
sang pencipta.
e. Baligh. Shalat tidak wajib atas anak kecil, karena tidak ada
perintah baginya. Adapun bagi laki-laki batas baligh ketika telah
mengalami mimpi basah atau saat berusia 15 tahun, sedangkan
perempuan batas balighnya itu setelah ia mengalami menstruasi.
Bagi orang yang mendidiknya wajib memerintahkannya untuk
menjalankan shalat pada usia 7 tahun dan memukulnya (jika
meninggalkannya) pada usia 10 tahun. Seperti telah diterangkan
dalam hadits:

perintahkanlah anak-anak kalian untuk menjalankan shalat saat


mereka berusia 7 tahun dan pukullah mereka jika
meninggalkannya saat mereka berusia 10 tahun. (HR. Ahmad)

2. Syarat-Syarat Sah Shalat


a. Suci dari Hadats. Hal ini dapat dilakukan dengan wudlu, mandi
(wajib), dan tayyamum
b. Suci badan, pakaian, dan tempat dari najis. Dari dua syarat
tersebut, mushalli (orang yang shalat) harus menyempurnakan
kesucian dari hadats dan najis.
c. Mengetahui masuknya waktu shalat. Ini adalah syarat yang
ditujukan pada seorang mukallaf, dan ini juga dianggap sebagai

9
syarat sah shalat, sehingga tidak sah shalat seseorang yang
dilakukan sebelum datangnya waktu shalat.
d. Menutup aurat. Semua ahli fiqh menyepakati batalnya shalat
yang dilakukan dengan aurat terbuka bagi orang yang mampu
menutupinya, meskipun ia sendirian ditempat yang gelap gulita,
sebagaimana yang difirmankan Allah SWT: Hai anak Adam,
pakailah pakaianmu yang indah disetiap (memasuki) masjid (QS.
Al-Araf:31) Perhiasan yang dimaksud ayat ini adalah pakaian,
sedangkan yang dimaksud masjid adalah shalat, sehingga
maknanya adalah pakailah sesuatu yang menutupi aurat kalian
ketika shalat.
Ketentuan aurat dalam shalat juga didasarkan pada hadits Nabi
SAW yang dilansir Aisyah ra:

Allah tidak menerima shalat wanita yang sudah haid kecuali


dengan memakai tudung kepala (HR. Abu Dawud)
Menutup aurat dalam hal ini harus menutupi arti menutup secra
sempurna. Oleh karena itu, belum dianggap menutup aurat jika
seseorang shalat dengan memakai pakaian tipis menerawang yang
dapat menggambarkan warna kulitnya.
Menutup aurat tidak hanya diwajibkan pada waktu shalat, tetapi ia
juga diwajibkan diluar waktu shalat.
Batasan Aurat
Aurat laki-laki pada waktu shalat maupun diluar shalat, adalah
dari pusar sampai lutut. Walaupun batasan aurat laki-laki sebatas
itu, tidak berarti yang harus ditutupi hanya sebatas itu pula.
Sehingga, menganggap shalat cukup dengan memakai celana
pendek saja. Hal ini tentu menyalahi perintah allah dalam ayat
yang telah disebutkan sebelumnya, yaitu mengenakan perhiasan
ketika akan shalat. Jadi saat shalat, kaum laki-laki sebaiknya

10
memakai celana panjang dan sarung sehingga auratnya benar-benar
tertutup. 15
Sementara itu, aurat waniita masih kecil berumur 7 tahun didalam
shalat maupun diluar shalat adalah seluruh tubuhnya kecuali wajah
dan kedua telapak tangannya, sebagaimana firman Allah swt:

dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang


biasa (nampak) darinya. (QS. An-Nur:31)
Batasan ini diambil dari riwayat Aisyah ra bahwasannya asma binti
Abu Bakar masuk menemui Rasulullah mengenakan baju tipis, lalu
Nabi bersabda: Hai Asma, sesungguhnya eorang perempuan yang
sudah akil baligh tidak boleh terlihat auratnya, kecuali ini dan
ini!(Nabi menunjuk pada wajah dan telpak tangannya) (HR. Abu
Dawud)

e. Menghadap kiblat. Hal ini merujuk pada ketetapan Al-Quran,,


sunnah, dan kesepakatan para ulama (ijma)
Allah SWT berfirman:

Palingkanlah mukamu kearah Masjidil Haram, dan dimana saja


kamu berada, palingkanlah mukamu kearahnya (QS. Al-
Baqarah:144)
Yang dimaksud masjidil haram dalam ayat ini adalah kabah. 16
Dalam hadits diriwayatkan dari abi hurairah ra bahwasannya Nabi
SAW bersabda pada orang yang tidak sempurna shalatnya,

15
Amiruddin, Aam. 2015. Sudah Benarhak Shalatku?. Bandung: Khazanah Intelektual. Hlm. 97.
Cet 16
16
Op.cit. Azam, Abdul Aziz Muhammad.; Hawwas, Abdul Wahhab Sayyed. Hlm 173

11
Jika engkau hendak melaksanakan shalat, wudhulah dengan
sempurna, kemudian menghadaplah qiblat. (HR. Al-Bukhari)
Para ulama telah sepakat bahwa menghadap kabah ketika mampu
dan dalam keadaan aman adalah hal yang harus dilakukan dan
dijadikan sebagai sandaran sahnya shalat. Hal ini berlaku jika
posisinya dekat dengan kabah, dimana fisik kabah dapat dilihat.
Sedangkan jika jauh dari kabah, maka pendapat para ulama
menyatakan bahwa yang dituntut adalah menghadap kearah kabah
bukan menghadap kebentuk kabah bukan menghadap kebentuk
fisik kabah. 17
D. RUKUN-RUKUN SHALAT
1. Niat
Niat menurut bahasa adalah ketetapan hati, sedangkan menurut
terminologi syara, niat berarti ketetapan hati untuk melakukan sesuatu
dibarengi dengan pekerjaannya. Nabi pernah bersabda:

Sesungguhnya segala perbuatan tergantung pada niatnya, dan


sesungguhnya bagi setiap orang apa yang diniatkannya (HR.
Bukhari)
Bagi mushalli (orang yang shalat), ia cukup mengatakannya dalam hati
tanpa perlu diucapkan. 18
2. Takbiratul Ihram
Takbiratul Ihram, yakni mengucapkan Allahu Akbar. Dalam
prakteknya takbiratul ihram harus bersambung dengan niat, diucapkan
dalam posisi berdiri, kecuali bagi yang masbuq (terlambat).
Sebagaiman dalam hadits narasi Abu Hurairah:

17
Op.cit. Azam, Abdul Aziz Muhammad.; Hawwas, Abdul Wahhab Sayyed. Hlm 174
18
Op.cit. Azam, Abdul Aziz Muhammad.; Hawwas, Abdul Wahhab Sayyed. Hlm 188

12
Sesungguhnya imam ditunjuk untuk dimakmumi, maka jika ia
bertakbir, bertakbirlah kalian. (HR. Bukhari Muslim)
3. Berdiri
Diantara rukun shalat adalah berdiri bagi yang mampu. Dijelaskan
dalam sabda nabi saw adalah :

Bershalatlah kamu dalam keadaan berdiri, jika tidak mampu


duduklah dan jika tidak berkemampuan maka berbaringlahna
Para ulama 4 mazhab telah sepakat mewajibkan berdiri tegak ketika
shalat fardhu bagi individu yang berkemampuan. Walau
bagaimanapun, tidak wajib berdiri ketika shalat sunat walaupun dalam
keadaan mampu, karena kerangka asas shalat sunat dibina atas dasar
keringanan. Namun pahalanya adalah separuh dari pahala mereka yang
shalat sunatnya berdiri. 19
Sunat shalat saat berdiri didalam shalat:
Jarak Diantara Dua Kaki Saat Berdiri
Memberi jarak dua kaki pada saat shalat memang tidak ada
dalil khusus yang menetapkan jarak tertentu secara spesifik.
Tapi, para ulama mazhab memberi kemudahan masing-masing
yang dikira mampu membawa khusyu dalam shalat. 20
Pandangan ulama mengenai jarak diantara kedua kaki: 21
a. Mazhab Hanafi : menurutnya jarak diantara kedua kaki
adalah 4 jari tangan, jika kurang atau lebih adalah
makruh
b. Mazhab Syafii : jarak diantara dua kaki adalah
sejengkal

19
Abdurrahman, Zaharrudddin. 2008. Formula Shalat Sempurna. Kuala Lumpur: Telaga Biru. Hlm
25
20
Op.cit.. Abdurrahman, Zaharrudddin. Hlm 26
21
Ibid. Abdurrahman, Zaharrudddin.

13
c. Maliki dan Hanbali : jaraknya adalah sederhana
menurut urf tidak terlalu luas dan tidak terlalu rapat.
Namun, jarak dua kaki menjadi penting dan tergolong dalam
sunat yang khusus apabila melaksanakan shalat secara
berjamaah. Ini karena saat shalat berjamaah, saf perlu
dirapatkan. Hal ini dijelaskan dalam hadits nabi diantaranya:

luruskanlah safmu (ketika shalat), sesungguhnya aku melihat


kamu dari belakangku (HR. bukhari)

supaya kamu meluruskan saf kamu atau kamu akan melakukn


kesalahan dengan arahan Allah dihadapan-Nya(HR. Al-
Bukhari)
Hadits diatas sangat penting dan memberikan ancaman bagi
mereka yang tidak mau merapatkan dan meluruskan safnya
dalam shalat.
Posisi Tangan Ketika Berdiri dalam Shalat
Posisi tangan ketika berdiri daam shalat, para ulama telah
sepakat bahwa hal ini bukanlah rukun ataupun syarat sah
shalat. Ini hanya sunat saja menurut beberapa mazhab. 22
Dalil-dalil yang menjelaskan posisi tangan saat berbiri dalam
shalat setelah takbiratul ihram:

krmudian Nabi saw meletakkan tangan kanannya diatas


permukaan tangan kirinya dan pergelangannya dan awal
lengan. (HR. Muslim ahmad, abu daud)

22
Op.cit. Abdurrahman, Zaharrudddin. Hlm 42

14
Menurut mazhab Syafii: meletakkan tangan dengan berdakap
diantara dada dan pusat. 23
Dalam hal ini bebas memilih meletakkan tangan diatas dada
atau meletakkan tangannya diantara dada dan pusar. Walaupun
demikin, siap yang ingin memegang pendapat yang lain,
kembali lagi pada mereka dan keyakinan ilmu yang ada pada
mereka. 24
4. Membaca Surah Al-Fatihah
Membaca surat Al-Fatihah adalah fardhu bagi mushalli, baik shalat
fardu maupun sholat sunat. Membaca al-fatihah diwajibkan
membacanya bagi yang mampu. 25 Berdasarkan hadit nabi saw:

tidak sah shalat seseorang yang tidak membaca fatihah al-kitab


(HR. Ahmad, Bukhari, Muslim, An-Nasai)
Adapun bagi yang tidak mampu, seperti orang yang tidak dapat
membaca dan bisu, maka ia tidak wajib membacanya, melainkan
cukup berdiri dan diam saja, dan disunnahkan berdzikir dan mengikuti
yang bacaannya bagus. 26
5. Ruku
Ruku hukumnya fardu dalam shalat. Ruku dilakukan setelah
membaca surat-surat pendek. Prakteknya, yaitu dengan mengangkat
tangan etinggi bahu atau telingasambil membaca Allahu Akbar.
Kemudian diteruskan dengan badannya membengkok, tangan
memegang lutut dan ditekankan supaya antara punggung dan kepala
rata. Sedangkan mata tetap memandang kearah tempat sujud. 27

23
Op.cit.. Abdurrahman, Zaharrudddin. Hlm 45
24
Ibid. Abdurrahman, Zaharrudddin.
25
Op.cit. Azam, Abdul Aziz Muhammad.; Hawwas, Abdul Wahhab Sayyed. Hlm 191
26
Op.cit. Azam, Abdul Aziz Muhammad.; Hawwas, Abdul Wahhab Sayyed. Hlm 192
27
Op.cit. Abdurrahman, Zaharrudddin. Hlm 58

15
Ruku bagi mushalli samnil duduk dapat diperoleh dengan
menundukkan kepala disertai dengan memiringkan punggung dan
wajah kira-kira didepan kedua lutut. Dan ia dikatakan sempurna jika
kening mendekati tempat sujud. 28

6. Bangkit dari ruku dan Itidal


Apabila selesai melakukan ruku, diteruskan pula dengan itidal. Yaitu
bangkit berdiri tegak dengan mengangkat kedua tangan sampai bahu
atau telinga dengan jari-jari terbuka sedikit seperti melakukan
takbiratul ihram.
7. Sujud
Sujud menurut etimologi bahasa adalah tunduk. Sujud terlaksana
dengan menempelkan dahi atau hidung ketanah atau pada sesuatu yang
menempel di tanah. Dengan syarat yang menempel itu harus tetap,
seperti sajadah, dan tikar. Sedangkan esempurnaannya sujud adalah
dengan meletakkan kedua telapak tangan, kedua lutut, kedua telapak
kaki, kening dan hidung ditempat sujud. 29 Hal ini merujuk pada hadits
narasi Abbas bin Abdul Muthalib ra, bahwasannya nabi saw pernah
bersabda:

jika seorang hamba sujud, hendaklah ikut sujud bersamanya tujuh


anggota badan: wajahnya, kedua telapak tangannya, kedua lututnya
dan kedua tungkai kakinya. (HR. muslim)

28
Op.cit. Azam, Abdul Aziz Muhammad.; Hawwas, Abdul Wahhab Sayyed. Hlm 194
29
Op.cit. Azam, Abdul Aziz Muhammad.; Hawwas, Abdul Wahhab Sayyed. Hlm 194

16
8. Duduk antara Dua Sujud
Duduk antara dua sujud yang dinamakan duduk iftirasy, karena telapak
kaki yng kiri diduduki dan menjadi eperti alas (firasy), dan telapak
kaki yang kanan, ditegakkan diatas lantai. Sementara ujung jari kaki
menghadap kearah kiblat (duduk bersimpuh). Tidak ada perbedaan
antara duduk laki-laki dan perempuan. 30

9. Duduk Akhir
Duduk akhir yang dimaksud, yaitu duduk diakhir shalat meskipun
tidak dudahului oleh duduk pertama seperti shalat yang dua rakaat,
duduk akhir merupakan salah satu fardhu shalat menurut kesepakatan
ulama (ijma), karena tapa adanya duduk akhir, tidak dapat
dibayangkan adanya tasyahud dan salam. 31
Para ulama berselisih pendapat dalam menentukan ukuran duduk akhir
apakah kira-kira kadar membaca tasyahud dan shalawat, ataukah kira-
kira kadar bacaan tasyahud dan dua salam. Kadar terakhir inilah yang
paling unggul, karena Nabi saw terbiasa dengan hal tersebut dan beliau
pernah bersabda: shalatlah sebagaimana kalian melihat aku shalat.
Ini adalah pendapat yang dinyatakan oleh kalangan ulama mazhab
hanbali. 32
Menurut mazhab maliki, syafii dan hanbali, duduk yang sunat bagi
tahiyat akhir ialah duduk secara tawaruk. Duduk tawaruk adalah
dengan punggung didudukkan diatasa lantai, kaki kiri dimasukkan
kebawah kaki kanan dan kaki kanan ditegakkan. 33
Dalil untuk duduk secara tawaruk:

30
Op.cit. Abdurrahman, Zaharrudddin. Hlm 81
31
Op.cit. Azam, Abdul Aziz Muhammad.; Hawwas, Abdul Wahhab Sayyed. Hlm 196
32
Ibid. Azam, Abdul Aziz Muhammad.; Hawwas, Abdul Wahhab Sayyed
33
Op.cit. Abdurrahman, Zaharrudddin. Hlm 97

17
sehingga tatkala nabi saw berada pada sujud (terakhir) yang ada
padanya taslim (memberi salam penutup salat), baginda nab saw
megeluarkan kakinya (tidak duduk diatas kakinya) dan duduk diatas
sebelah kirinya bersimpuh (HR. Bukhari)

10. Tasyahud Akhir


Ulama telah berbeda pendapat dalam menenukan hukum tasyahud
akhir seperti berikut: 34
Rukun dan wajib: menurut umar al-khattab, ibn umar, al-
Syafii dan ahmad
Tidak wajib : menurut ibn abu hanifan dan malik
Agar sholat ebih sempurna, sebaiknya agar ia dibaca. Keperluan ini
didasarkanarahan bginda Nabi saw dan setiap arahannya tidak
mempunyai sembarang qarinah yang mengalihkannya daripada hukum
asal. Maka hukum asal dilihat wajibsebagaiman lafaz perintah dalam
hadits nabi berikut: 35

sebutlah attahiyat (bacaan tasyahud)... (HR.Muslim)

Dan bacaan tasyahud yang paling sempurna adalah versi Ibnu Abbas,
ia bertutur: Rasulullah saw mengajari kami tasyahud sebagaimana
beliau mengajari kami al-quran. Beliau berucap:

11. Salam
Mengucapkan salam untuk keluar dari shalat merupakan salah satu
rukun shalat. Salam harus diucapkan dengan menggunakan huruf alif

34
Op.cit. Abdurrahman, Zaharrudddin. Hlm 96
35
Op.cit. Abdurrahman, Zaharrudddin. Hlm 97

18
dan lam dan harus dengan bentuk jamak/plural. Dua kali salam adalah
yang paling shahihdari Nabi saw dalam shalat fardu.
Diriwayatkan dari In Masud ra bahwasannya Nabi saw mengucapkan
salam (dengan menengok) kekanan dan kekiri hingga pipi putih beliau
terlihat: Assalamualaikum wa rahmatulla! Assalamualaikum
warahmtullah! (HR. Ahmad, Abu Dawud, At-Tirmidzi, dan Ibn
Majah). Tidak ada halangan untuk menambahkan wabarakatuh pada
salam pertama mengingat penuturan Wail bin Hajar: aku pernah
shalat bersama Naabi saw. Ketika menoleh kekanan, beliau
mengucapkan salam: assalamualaikum warahmatullah wabarakatuh!
Dan Assalamualaikum warahmatullah! Ketika menoleh kekiri.
(HR. Abu Dawud)
12. Tertib Rukun-Rukunnya
Artinya mushalli harus mendahulukan berdiri daripada ruku, ruku
daripada itidal, dan itidal daripada sujud, sebagaimna diterangkan
dalam hadis orang yang buruk shalatnya, dan ini merupakan petunjuk
dari Rasulullah dalam melaksanakan da menjalankan shalat. 36

E. HAL-HAL YANG MEMBATALKAN SHOLAT


Menurut mazhab Syafii dan lain-lainnya, perkara yang membatalkan
shalat adalah sebagai berikut: 37
1. Jika salah satu syarat rukunnya tidak dikerjakan atau sengaja
ditinggalkan.
2. Berlaku hadas kecil dan hadas besar.
3. Terkena najis secara lengsung yang tidak dapat dimaafkan pada badan,
pakaian atau tempat shalat.
4. Berkata-kata dengan percakapan luar shalat
5. Terbuka auratnya, dengan sengaja sehingga kelihatan daripda
anggota wudlunya. Walau bagaimanapun, sekiranya dengan pantas ia

36
Op.cit. Azam, Abdul Aziz Muhammad.; Hawwas, Abdul Wahhab Sayyed. Hlm 198
37
Op.cit. Abdurrahman, Zaharrudddin. Hlm 13-14

19
menutupny kembali, maka tidak membatalkan shalat menurut Syafii
dan Hanbali.
6. Makan minum, walaupun hanya sedikit karena ia bertentangan dengan
sifat sholat. Sholat juga batal jika makan dengan banyak, walaupun
dalam keadaan lupa. Demikian menurut al-Syafii dan Hanbali.
7. Mengubah niat ketika sedang shalat.
8. Bergerak besar berturu-turut sebanyak 3x seperti melangkah atau
berjalan. Demikian menurut mazhab syafii. Maksud berturut-turut
ialah apabila dikira setiap satu pergerakan terpisah dengan yang lain.
Bagaimana pun pergerakan sedikit tidak membatalkan shalat
berdalilkan kepada tindaakan nabi saw yang pernah membuka pintu
untuk aisyah ketika beliau sedang shalat.
Baginda juga pernah menggendong cucunya bernama umamah yang
mana ketika shalat, nabi saw meletakannya ditepi ketika sujud dan
apabila ingin bangkit berdiri, Nabi saw kembali menggendongnya.
(HR. Muslim)
9. Membelakangi kiblat.
10. Menambah rukun.
11. Tertawa terbahak-bahak.
12. Mendahului imamnya.
13. Murtad (keluar dari islam).

20
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Asal makna shalat berasal dari kata shalla ( ) yang berarti
berdoa. Namun secara terminologi syara adalah sekumpulan ucapan dan
perbuatan yang diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam. Dalam
melaksanakan shalat, baik shalat wajib maupun sunnah telah ditetapkan
waktunya. Dalam shalat, terdapat syarat-syarat tertentu yang harus dimiliki
oleh seorang mushalli (orang yang shalat). Baik itu syarat wajib maupun
syarat sahnya shalat. Dan dalam prakteknya, ada beberaparukun dalam
shalat yang tidak boleh ditinggalkan agar shalat yang kita laksanakan
dikategorikan sempurna.

B. SARAN
Dalam melaksanakan shalat, diusahakan dilakukan dengan sebaik-
baiknya sesuai nash-nash yang ada mengenai shalat, sehingga shalat yang
kita laksanakan benar-benar diterima dan mendapatkan pahala yang pol.

21

Anda mungkin juga menyukai