Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Dalam rangka pengelolaan pertambangan yang baik dan benar ini, maka terdapat 2 unsur utama yang
melaksanakannya, yaitu Pelaku Bisnis dan pembuat kebijakan.
Agar tercapai maksud pengelolaan tersebut diatas, maka pelaku bisnis dalam mengelola
pertambangan haruslah melaksanakannya dengan baik dengan selalu memperhatikan beberapa hal
antara lain : efisiensi, keuntungan yang wajar, resiko yang rendah, kepedulian terhadap lingkungan dan
kepedulian terhadap masyarakat.
Sedangkan bagi pembuat kebijakan beberapa hal yang wajib menjadi perhatiannya antara lain
adalah bagaimana agar pembangunan masyarakat dan daerah dapat berjalan baik, pembangunan dapat
berkelanjutan, menekan agar pelaku bisnis taat terhadap aturan, melaksanakan kegiatan berpedoman
pada azas konservasi bahan galian agar dapat meningkatkan nilai tambah dan menekan terjadinya
kecelakaan serta pentingnya melaksanakan perlindungan terhadap lingkungan.
Peran birokrat (pembuat kebijakan) pada hakekatnya adalah : membuat kebijakan yang tepat dan
kondusif, menjamin keamanan, menjamin kepastian hukum menjadi fasilitator yang baik serta membuat
pedoman terhadap pelaksanaan kegiatan.
Penulis berharap dengan adanya makalah ini dapat memberikan sumbangan pemikiran kepada
mahasisawa/mahasiswi dalam rangka Penerapan Pengelolaan Penambangan yang Baik Dan Benar / Good
Mining Practice.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, maka rumusan masalahnya adalah:
1. Apakah pengertian dan teknis pertambangan yang baik dan benar ?
2. Bagaimana penerapan K3 dalam lingkungan pertambangan serta penerapan reklamasi ?
3. Bagaimana Hubungan Pertambangan dengan Lingkungan serta Masyarakat dan Birokrat ?
1.3 Tujuan Penulisan Makalah
Tujuan penulisan makalah ini adalah:
1. Mengetahui pengertian dan teknis pertambangan yang baik dan benar.
2. Mengetahui penerapan K3 dalam lingkungan pertambangan serta penerapan reklamasi.
3. Mengetahui Hubungan Pertambangan dengan Lingkungan serta Masyarakat dan Birokrat.
1.4 Teknik Penulisan Makalah
Dalam menyusun makalah ini, penulis menggunakan beberapa metode/teknik pengumpulan data untuk
melengkapi data-data yang dibutuhkan penulis. Metode-metode tersebut adalah sebagai berikut:
1. Metode Kepustakaan
Metode pengumpulan data yang berhubungan dengan masalah yang dihadapi penulis, sehingga penulis
mampu menyusunnya menjadi sebuah makalah.
2. Metode Pengambilan Data (Browsing Internet)
Metode atau teknik pengambilan data pada beberapa situs yang memiliki kaitan erat dengan pokok
masalah yang di angkat oleh penulis.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Pertambangan


Pertambangan adalah rangkaian kegiatan dalam rangka upaya pencarian, penambangan
(penggalian), pengolahan, pemanfaatan dan penjualan bahan galian (mineral, batubara, panas
bumi, migas). Paradigma baru kegiatan industri pertambangan ialah mengacu pada konsep
Pertambangan yang berwawasan Lingkungan dan berkelanjutan, yang meliputi
Penyelidikan Umum (prospecting)
Eksplorasi : eksplorasi pendahuluan, eksplorasi rinci
Studi kelayakan : teknik, ekonomik, lingkungan (termasuk studi amdal)
Persiapan produksi (development, construction)
Penambangan (Pembongkaran, Pemuatan,Pengangkutan, Penimbunan)
Reklamasi dan Pengelolaan Lingkungan
Pengolahan (mineral dressing)
Pemurnian / metalurgi ekstraksi
Pemasaran
Corporate Social Responsibility (CSR)
Pengakhiran Tambang (Mine Closure)

Gambar 2.1 Lokasi Penambangan

Ilmu Pertambangan : ialah ilmu yang mempelajari secara teori dan praktik hal-hal yang berkaitan
dengan industri pertambangan berdasarkan prinsip praktik pertambangan yang baik dan benar
(good mining practice).

Menurut UU No.11 Tahun 1967, bahan tambang tergolong menjadi 3 jenis, yakni Golongan A
(yang disebut sebagai bahan strategis), Golongan B (bahan vital), dan Golongan C (bahan tidak
strategis dan tidak vital).Bahan Golongan A merupakan barang yang penting bagi pertahanan,
keamanan dan strategis untuk menjamin perekonomian negara dan sebagian besar hanya diizinkan
untuk dimiliki oleh pihak pemerintah, contohnya minyak, uranium dan plutonium. Sementara,
Bahan Golongan B dapat menjamin hayat hidup orang banyak, contohnya emas, perak, besi dan
tembaga. Bahan Golongan C adalah bahan yang tidak dianggap langsung mempengaruhi hayat
hidup orang banyak, contohnya garam, pasir, marmer, batu kapur dan asbes.

2.2 Teknis Pertambangan yang Baik dan Benar


Pada prinsipnya, Teknis Pertambangan yang baik dapat dilakukan apabila didalam aktifitas
pertambangan tersebut dilakukan hal-hal sebagai berikut :
Eksplorasi harus dilaksanakan secara baik, benar dan memadai.
Perhitungan cadangan layak tambang harus ditetapkan dengan baik (tingkat akurasi tinggi).
Studi Geohidrologi, Geoteknik dan Metalurgi harus dilakukan secara baik dan benar.
Studi Kelayakan (Feasibility Study) yang komprehensif dengan didukung data yang cukup, perlu
disusun dengan baik, termasuk studi lingkungannya (AMDAL atau UKL/UPL).
Teknik dan sistim tambang serta proses pengolahan/pemurnian harus direncanakan dan dilak-
sanakan secara baik (sistim tambang pada material lepas dan padu sangat berbeda, demikian pula
proses pengolahannya)
Teknis konstruksi dan Pemilihan peralatan harus tepat guna.
Sistim pengangkutan bahan tambang harus terencana baik, termasuk pemilihan alat angkut dan
alat berat lainnya.
Produksi hendaknya disesuaikan dengan jumlah ketersediaan cadangan dan spesifikasi.
Program pasca tambang harus terencana dengan baik sebelum seluruh aktifitas dihentikan.
Pada pasca tambang harus segera dilakukan kegiatan penataan dan reklamasi pada lahan ex
tambang yang disesuaikan dengan perencanaannya. Pelaksanaan penataan dan reklamasi
sebaiknya mengacu pada rencana tata ruang daerah yang bersangkutan dan disesuaikan dengan
kondisi lahan.
Jika Teknis Pertambangan tidak dilakukan dengan baik dan benar, maka akan berakibat pada :

Kesulitan dalam pelaksanaan kegiatan.


Hasil tambang tidak akan efisien dan ekonomis.
Produksi akan tersendat / tidak lancar.
Kemungkinan terjadinya kecelakaan tambang akan tinggi.
Pengrusakan dan gangguan terhadap lingkungan akan timbul.
Terjadinya pemborosan bahan galian.
Pasca tambang akan mengalami kesulitan dan sulit penanganannya.
Semua pihak akan mendapat rugi (Pemerintah, perusahaan dan masyarakat).
Kegiatan pertambangan akan dituding sebagai suatu kegiatan yang merusak lingkungan.

2.3 Penerapan K3 dan Konservasi Bahan Galian


Peraturan yang menyangkut tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pertambangan Umum telah
diatur dalam Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor : 555.K/26/M.PE/1995, tanggal
22 Mei 1995. Segala aspek menyangkut K-3 Pertambangan Umum telah diatur didalamnya, antara
lain tentang :
Pihak-pihak penanggung jawab
Program dan manajemen K-3
Kewajiban melaksanakan pendidikan dan pelatihan bagi pekerja tambang.
Tatacara inspeksi tambang oleh Pelaksana Inspeksi Tambang dan Kepala Teknik Tambang.
Kondisi kerja, peralatan kerja, rambu-rambu/tanda-tanda peringatan.
Kewajiban menyusun Standard Operation Procedure (SOP).
Tatacara pencegahan dan penanggulangan kemungkinan terjadinya bahaya dan kecelakaan.
Tatacara penanganan, penggunaan dan penyimpanan bahan peledak.
Dimensi tambang.
Kewajiban pemeriksaan kesehatan terhadap pekerja tambang.
Aturan-aturan penggunaan alat angkut.
Pengamanan alat-alat berputar.
Pembiayaan-pembiayaan pelaksanaan program K-3
Beberapa hal lainnya dalam upaya pencegahan terjadinya kecelakaan tambang.
Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi ini berlaku untuk kegiatan pertambangan terbuka
/diatas permukaan tanah dan pertambangan bawah tanah.
Pada prinsipnya penerapan azas konservasi pada pemanfaatan bahan galian tambang adalah cara
bagaimana pemanfaatan bahan galian tersebut dilakukan secara optimal dengan memperhatikan
hal-hal :
Memperhitungkan kebutuhan akan bahan galian tersebut (pengusahaan/pemanfaatan tepat
waktu).
Pengambilan bahan galian (penambangan) harus tepat teknologi pada saat kegiatan berjalan.
Adanya upaya untuk menghindari terjadinya kehilangan bahan galian dalam penambangannya.
Adanya upaya melakukan pemilahan dalam pengambilan antara bahan galian berkadar
tinggi dan rendah, dimana bahan galian berkadar tinggi diambil terlebih dahulu dan bahan galian
berkadar rendah tetap disimpan sebagai cadangan masa depan dan diambil jika teknologi
telah mampu mengolah bahan galian tersebut.
Adanya upaya untuk memanfaatkan mineral-mineral ikutan secara optimal.

Mengingat umumnya bahan galian tambang bersifat unrenewable resources (tidak


terbaharukan), maka jika hal-hal tersebut diatas dapat dilakukan dengan baik dan benar, maka
ketersediaan suatu bahan galian akan dapat dimanfaatkan untuk jangka waktu yang lama dan dapat
berlanjut sesuai dengan kemajuan teknologi manusia nantinya.

2.4 Penerapan Reklamasi


Jika berbicara reklamasi di daerah tambang, umumnya orang berpikir bahwa itu adalah tahap
paling akhir dari aktivitas penambangan, artinya bahan ataupun cadangannya telah habis dikeruk
dan tidak ekonomis lagi dan mulai masuk ke fase penutupan. Asumsi ini tidaklah salah, wajar saja
bia banyak orang berpikir seperti itu. Namun disini ada sedikit kekeliruan, reklamasi tidak
seluruhnya dikerjakan pada saat tambang telah berakhir, melainkan saat tambang masih beroperasi
hanya dikerjakan pada lahan yang dianggap selesai dieksploitasi. Mudahnya begini, jika
perusahaan tambang A memiliki 6 lokasi kerja yaitu A1, A2, A3 A6, dan lokasi A2 telah selesai
dieksplotasi, maka lokasi ini yang di reklamasi, sementara mereka masih dapat menambang di
lahan lainnya.

Menurut pengertiannya secara bahasa, reklamasi berasal dari kosa kata dalam Bahasa Inggris, to
reclaim yang artinya memperbaiki sesuatu yang rusak. Secara spesifik dalam Kamus Bahasa
Inggris-Indonesia terbitan PT. Gramedia disebutkan arti reclaim sebagai menjadikan tanah (from
the sea). Masih dalam kamus yang sama, arti kata reclamation diterjemahkan sebagai pekerjaan
memperoleh tanah. Pengertian lain dari reklamasi yang dihubungkan dengan kegiatan
pertambangan yaitu suatu usaha memperbaiki atau memulihkan kembali lahan dan vegetasi dalam
kawasan hutan yang rusak sebagai akibat kegiatan usaha pertambangan dan energi agar dapat
berfungsi secara optimal sesuai dengan peruntukannya.

Istilah lain yang berkaitan dengan reklamasi yaitu rehabilitasi lahan dan revegetasi. Rehabilitasi
lahan adalah usaha memperbaiki, memulihkan kembali dan meningkatkan kondisi lahan yang
rusak (kritis), agar dapat berfungsi secara optimal, baik sebagai unsur produksi, media pengatur
tata air maupun sebagai unsur perlindungan alam lingkungan. Revegetasi merupakan suatu usaha
atau kegiatan penanaman kembali lahan bekas tambang.

Berdasarkan keputusan menteri kehutanan dan perkebunan tentang pedoman reklamasi bekas
tambang dalam kawasan hutan pada BAB 2 PASAL 3 berisi tentang tujuan reklamasi yaitu untuk
memulihkan kondisi kawasan hutan yang rusak sebagai akibat kegiatan usaha pertambangan dan
energi sehingga kawasan hutan yang dimaksud dapat berfungsi kembali sesuai dengan
peruntukannya.

Reklamasi ini menjadi kewajiban bagi perusahaan tambang baik operasional tambang terbuka
(open pit), tambang bawah tanah (underground), tambang placer maupun tambang bawah laut
(kalo yang ini masih perlu penelusuran bagaimana cara reklamasinya ya..). Pada tambang terbuka
umumnya aktivitas operasional dilakukan dengan membuat jenjang (bench) kemudian menggaruk
dan menempatkan top soil dan overburden ke lokasi stock mengingat top soil ini suatu saat akan
dikembalikan lagi. Jika cadangan dianggap tidak ekonomis lagi, maka mulailah lahan eks tambang
ini masuk tahap reklamasi untuk mengembalikan fungsi fisik sesuai peruntukannya. Beberapa
tahapan umum teknis yang dilakukan jika suatu institusi akan melakukan reklamasi yaitu:

Melakukan penimbunan lahan kemudian menempelkan lapisan tanah yang subur (top soil) di lahan
yang akan direklamasi. Ini bertujuan untuk memberikan lapisan penyubur sehingga memudahkan
tanaman untuk tumbuh dan memberikan kekuatan menyangga tanah karena lahan eks tambang
umumnya miskin unsur hara, memiliki porositas tinggi dan penyerapan air rendah.

Kemudian lanjut ke tahap persiapan lahan yaitu dengan perataan lahan (contour leveling). Tahapan
ini adalah meratakan sehingga nantinya memudahkan penimbunan top soil, menguatkan porositas
da menyerap air. Reklamasi memang dapat dilakukan di lahan miring atau lereng meskipun akan
ditemui banyak kesulitan. Lahan yang kemiringannya sudah diratakan akan memudahkan proses
lanjut reklamasi. Pemadatan lapisan tanah untuk menstabilkan lereng ini dilakukan dengan tractor,
grader atau bulldozer (sheep foot roller). Di beberapa lokasi lahan yang curam, maka pemadatan
ini ditarik dengan bulldozer. Setelah tanah dipadatratakan, maka selanjutnya perlu dibuat saluran
drainase untuk mengatur penyaliran.

Tahapan selanjutnya setelah penyiapan lahan adalah proses hydroseeding. Hydroseeding adalah
aktivitas penyebaran atau penyemaian lahan reklamasi dengan bibit tanaman perintis (umumnya
yang digunakan adalah centrocema) yang sebelumnya telah dicampurkan dengan fertilizer dan
aditif lainnya. Penyebaran dilakukan dengan truck hydro seeder. Hydro seeding ini bertujuan untuk
meningkatkan kualitas tanah sehingga tanaman akan mendapatkan lingkungan yang baik.

Untuk penanaman pohon, maka disusun pembuatan lubang tanam untuk anakan dengan dimensi
disesuaikan dengan kebutuhan. Media tanam yang diperlukan umumnya adalah tanah top soil,
pupuk (kompos) dan fertilizer lainnya. Jarak tanam juga disesuaikan. Untuk memperkuat lahan
maka biasanya ditambahkan jarring (mesh) di selanjang lokasi juga untuk mencegah longsor.
Pemilihan pohon cepat tumbuh (sengon, angsana/Pterocarpus Indicus atau akasia/Acacia
Mangium) adalah alternative awal untuk merevegatasi lahan eks tambang. Tanaman ini adalah dua
dari beberapa jenis tanaman reklamasi yang cepat tumbuh. Dalam beberapa tahun dengan
maintenance yang baik, hampir dapat dipastikan reklamasi akan berjalan bagus.

2.5 Hubungan Pertambangan dengan Lingkungan serta Masyarakat dan Birokrat


Dalam rangka penerapan Praktek Pertambangan Yang Baik dan Benar, maka perlu dipikirkan
hubungan antara Lahan Tambang dengan Kegiatan Pertambangan itu sendiri dan Lingkungan.
Hubungan ketiga komponen tersebut pada hakekatnya saling berinteraksi dan dapat disinergikan
antara satu sama lainnya yang dapat digambarkan dalam hubungan segitiga interaksi.
Hubungan ketiga komponen tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
Dari Lahan Tambang yang mengandung bahan galian tambang tertentu, dapat dimanfaatkan guna
menunjang segala aktifitas dan kehidupan manusia serta merupakan peluang usaha bagi pelaku
bisnis ( 1 2 ). Didalam aktifitas Pertambangan, eksploitasi harus dilakukan sesuai aturan,
terencana secara teknis, efisien, menerapkan azas konservasi, menghasilkan nilai tambah untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat ( 2 1 ).
Selanjutnya untuk mencegah timbulnya pengrusakan terhadap lingkungan, maka dalam
melakukan aktifitas Pertambangan, pelaku kegiatan harus mampu mengendalikan dan memelihara
lingkungan, menjamin keselamatan kerja, merencanakan dan melaksanakan upaya
rehabilitasi/reklamasi serta mengakomodir kemauan dan partisipasi masyarakat ( 2 3 ), sehingga
jika hal tersebut terlaksana dengan baik maka Lingkungan (kondisi alam dan masyarakat) akan
memberikan feed-back terhadap keberlanjutan, keamanan, kelancaran dan ketenangan bagi
pelaku kegiatan dalam melaksaanakan kegiatan pertambangan tersebut ( 3 2 ).
Dilain sisi dengan baiknya Lingkungan merespons kegiatan pertambangan, maka pada pasca
tambang, Lingkungan tersebut akan mampu menciptakan suatu kondisi lingkungan baru yang
dapat bermanfaat serta berdaya guna kembali (3 1), dan pada Lahan Tambang yang telah
dieksploitasi, secara berangsur akan terpulihkan kembali dengan kondisi baru dengan
peruntukan lainnya yang lebih bermanfaat di masa mendatang ( 1 3 ).
Jika hubungan ketiga komponen ini berjalan baik, saling berinteraksi dan bersinergi, maka dari
hubungan tersebut dapat tercapai sasaran sebagai berikut :

Bekas LAHAN TAMBANG dalam kondisi Aman, Layak dimanfaatkan, Indah, Harmonis, bersifat
Fasilitatif jika dipergunakan, mendatangkan Untung jika dimanfaatkan, bersifat Natural, dibentuk
secara Geometris, sebagai lahan yang Strategis dalam pemanfaatannya dan dapat dimanfaatkan
secara Integratif ( ALIH FUNGSI ).
Selanjutnya dalam aktifitas PERTAMBANGAN dilakukan secara Profesional, Realistis, Objektif,
Fair, Inovatif dan Transparan dalam pengeksploitasian dan pengelolaannya ( P R O F I T ).
Sedangkan kondisi LINGKUNGAN diharapkan akan Sehat, bersifat Ekologis, Ramah, Adaptatif,
Sinergik dan mampu untuk saling melakukan Interaksi terhadap aktifitas Pertambangan dan
kondisi pada bekas Lahan Tambang ( SERASI ).
Dalam Praktek Pertambangan Yang Baik dan Benar ini, peranan Birokrat adalah : membuat
kebijakan yang bersifat kondusif, menjamin kepastian hukum, menjamin keamanan, menyusun
pedoman dan menjadi fasilitator serta melakukan tugas pemantauan, pengawasan bimbingan dan
pembinaan serta melakukan evaluasi terhadap aktifitas pertambangan.
Bimbingan dan Pengawasan yang dilakukan oleh Birokrat sudah wajib dilakukan sejak tahap
perencanaan sampai dengan tahap pasca tambang.
Sedangkan peran masyarakat terhadap aktifitas pertambangan juga dapat dilakukan, terutama pada
tahap pelaksanaan kegiatan sampai dengan tahapan pasca tambang (tidak tertutup kemungkinan
peran mereka juga bisa dari sejak tahap perencanaan).
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Berdasarkan informasi dan pengetahuan yang penulis uraikan dalam makalah di atas, maka dapat
ditarik kesimpulan yang berhubungan dengan Penerapan Pengelolaan Penambangan yang Baik
Dan Benar / Good Mining Practice, yaitu sebagai berikut :

1. Pada prinsipnya penerapan azas konservasi pada pemanfaatan bahan galian tambang adalah cara
bagaimana pemanfaatan bahan galian tersebut dilakukan secara optimal.
2. Pada pasca tambang harus segera dilakukan kegiatan penataan dan reklamasi pada lahan bekas
tambang yang disesuaikan dengan perencanaannya. Pelaksanaan penataan dan reklamasi
sebaiknya mengacu pada rencana tata ruang daerah yang bersangkutan dan disesuaikan dengan
kondisi lahan.
3. Bimbingan dan Pengawasan yang dilakukan oleh Birokrat sudah wajib dilakukan sejak tahap
perencanaan sampai dengan tahap pasca tambang. Sedangkan peran masyarakat terhadap aktifitas
pertambangan juga dapat dilakukan, terutama pada tahap pelaksanaan kegiatan sampai dengan
tahapan pasca tambang (tidak tertutup kemungkinan peran mereka juga bisa dari sejak tahap
perencanaan).

Anda mungkin juga menyukai