Anda di halaman 1dari 11

REFLEKS SPINAL PADA KATAK

Oleh :
Nama : Safrina Rahmah Nasution
NIM : B1A015019
Rombongan : VIII
Kelompok :2
Asisten : Annisa Fitri Larassagita

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN II

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2017
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hewan vertebrata dan beberapa hewan avertebrata memiliki suatu sistem


yang mengatur koordinasi keseluruhan gerak tubuhnya. Tugas itu dilaksanakan
oleh sistem yang disebut sistem saraf. Sistem ini sangat kompleks
perkembangannya pada hewan vertebrata dalam mengatur fungsi alat-alat tubuh
(Campbell et al., 1999). Sel saraf bekerja dengan cara menimbulkan dan
menjalarkan impuls (potensial aksi). Impuls dapat menjalar pada sebuah sel saraf,
tetapi juga dapat menjalar ke sel lain dengan melintasi sinaps. Penjalaran impuls
melintasi sinaps dapat terjadi dengan cara transmisi elektrik atau transmisi
kimiawi (dengan bantuan neurotransmitter) (Isnaeni, 2006).
Saraf adalah suatu sistem yang bertugas menyampaikan impuls yang
diterima oleh reseptor dan dikirim ke sistem saraf pusat untuk ditanggapi. Saraf
berfungsi dengan mekanisme depolarisasi dan repolarisasi. Kedua mekanisme
tersebut berkaitan dengan transportasi ion menembus membran (transmembran).
Transportasi transmembran tersebut terkait dengan ion natrium dan kalium
sehingga kedua jenis ion itu termasuk jenis ion yang esensial bagi mekanisme
dalam saraf. Mekanisme tersebut memunculkan gelombang depolarisasi.
Komunikasi intrasel yang kompleks dan amat cepat itu ditengahi oleh impuls-
impuls saraf terjadi pada hewan tingkat tinggi. Neuron-neuron (sel-sel saraf)
secara elektrik menghantar sinyal (impuls) melalui bagian saraf yang terjulur
memanjang (sekitar 1 mm pada hewan berukuran besar). Impuls tersebut berupa
gelombang-gelombang berjalan yang berbentuk arus-arus ion. Transmisi sinyal
antara neuron-neuron dan antara neuron otot (juga neuron-kelenjar) seringkali
dimediasi secara kimiawi oleh neurotransmitter (Gunawan, 2002).
Gerak merupakan pola terkoordinasi yang sangat sederhana untuk
menjelaskan penghantaran impuls oleh saraf. Gerak pada umumnya terjadi secara
sadar, namun ada pula gerak yang terjadi tanpa disadari. Refleks adalah suatu
respon organ efektor (otot atau kelenjar) yang bersifat otomatis atau tanpa sadar
terhadap rangsang tertentu. Refleks spinal merupakan refleks yang paling
sederhana, meskipun refleks dapat melibatkan berbagai bagian otak dan sistem
saraf otonom. Refleks spinal yang khas adalah refleks rentang yang digambarkan
dengan refleks pemukulan ligamentum partela, sehingga menyebabkan otot lutut
terentang (Frandson, 1992).

1.2 Tujuan

Tujuan praktikum kali ini adalah untuk mengetahui terjadinya refleks


spinal pada katak (Fejervarya cancrivora).
II. MATERI DAN CARA KERJA

2.1 Materi

Alat yang digunakan adalah jarum, pinset, sarung tangan, alat tulis, dan
baki preparat.
Bahan yang digunakan adalah katak sawah (Fejervarya cancrivora) dan
larutan asam sulfat (H2SO4) 1%.

2.2 Cara Kerja

Cara kerja yang digunakan dalam praktikum kali ini ialah:


1. Otak katak dirusak dengan jarum preparat
2. Refleks katak diamati seperti pembalikan tubuh, penarikan kaki depan dan
belakang kemudian dicelupkan kakinya pada H2SO4 1%.
3. Bagian medulla spinalis dirusak dari mulai , , , dan semua bagiannya
lalu refleks yang terjadi pada point sebelumnya diamati.
4. Hasil dimasukkan ke dalam tabel.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil

Tabel 3.1.1 Hasil Pengamatan Refleks Spinal Katak

Respon
Rangsangan Penarikan Penarikan Pencelupan
Pembalikan
Ekstremitas Ekstremitas Kaki ke
Tubuh
Anterior Posterior H2SO4
Perusakan otak + ++ + +++
Perusakan 1/4 +++ +++ +++ +++
medula spinalis
Perusakan 1/2 + + + +++
medula spinalis
Perusakan 3/4 - - - +++
medula spinalis
Perusakan total - - - -
medula spinalis

Keterangan :
+++ : Respon sangat cepat
++ : Respon cepat
+ : Respon lambat
- : Respon tidak ada
3.2 Pembahasan

Berdasarkan hasil percobaan perusakan otak tetap terjadi respon, pada


pembalikan tubuh responnya lambat, respon cepat pada penarikan ekstremitas
anterior, respon lambat pada penarikan ekstremitas posterior, dan respon sangat
cepat saat kaki dicelupkan pada larutan H2SO4. Perlakuan perusakan pada
medula spinalis, respon sangat cepat pada pembalikan tubuh, penarikan
ekstremitas anterior, penarikan ektremitas posterior serta pencelupan kaki pada
larutan H2SO4. Perlakuan perusakan medula spinalis, respon lambat pada
pembalikan tubuh, penarikan ekstremitas anterior, dan penarikan ekstremitas
posterior, serta respon sangat cepat saat pencelupan pada larutan H2SO4.
Perlakuan perusakan medula spinalis tidak memberikan respon pada
pembalikan tubuh, penarikan ekstremitas anterior , dan penarikan ekstremitas
posterior, serta memberikan respon sangat cepat saat pencelupan kaki pada larutan
H2SO4. Perusakan total medula spinalis tidak memberikan respon pada
pembalikan tubuh, penarikan ekstremitas anterior, penarikan ekstremitas posterior,
dan pencelupan kaki pada larutan H2SO4. Hal ini sesuai dengan pernyataan Trueb
& Duellman (1986), bahwa perusakan dari sumsum tulang belakang tidak
merusak semua sistem saraf yang menyebabkan refleks spinal, jadi masih ada
respon positifnya, demikian juga untuk perusakan dan sumsum tulang
belakang. Semakin lebar kerusakan sumsum tulang belakang, responnya akan
semakin melemah.
Pearce (2005), menyatakan bahwa sumsum tulang belakang merupakan
pusat gerak refleks, sehingga semakin tinggi tingkat perusakan sumsum tulang
belakang maka semakin lemah respon yang diberikan. Hal ini yang akan
menyebabkan refleks pembalikkan tubuh, penarikan ekstremitas anterior dan
ekstremitas posterior serta pencelupan ke dalam larutan H2SO4 semakin lemah
seiring dengan peningkatan perusakan. Perusakan tulang belakang juga merusak
tali spinal sebagai jalur saraf, namun dengan adanya respon refleks yang
sederhana dapat terjadi melalui aksi tunggal dari tali spinal meskipun adanya
perusakan sumsum tulang belakang.
Berdasarkan letaknya sistem saraf terbagi menjadi dua bagian yaitu sistem
saraf pusat dan sistem saraf perifer (tepi). Sistem saraf pusat memiliki peran dalam
mengatur keseluruhan fungsi alat tubuh serta dalam pengolahan berbagai respon
dalam kehidupan serta efek yang akan dilakukan diatur di sistem saraf pusat.
Sedangkan sistem saraf tepi atau sistem saraf perifer merupakan simpulsimpul
saraf perpanjangan dari sistem saraf pusat yang berfungsi untuk menerima respon
secara langsung dan penyaluran respon tersebut ke sistem saraf pusat (Kimball,
1988). Menurut Hildebrand (1995), sumsum tulang belakang sebagai syaraf
perifer mengandung tali spinal sehingga menimbulkan sinap yang dibawa neuron
yang selanjutnya menyebabkan gerak refleks.
Medulla spinalis merupakan lanjutan dari medulla oblongata yang masuk
ke dalam kanalis vertebralis. Medulla spinalis pada Amphibi mengalami
pembesaran di bagian servikalis. Medulla spinalis berfungsi menghantarkan
impuls sensori dari saraf perifer ke otak dan menyampaikan impuls motoris dari
otak ke saraf perifer dan merupakan pusat dari refleks (Madhusoodanan, 2007).
Sistem saraf tak sadar (gerak refleks) disebut juga saraf otonom adalah
sistem saraf yang bekerja tanpa diperintah oleh sistem saraf pusat dan terletak
khusus pada sumsum tulang belakang. Sistem saraf otonom terdiri dari saraf
simpatis dan parasimpatis, sistem saraf otonom yang (ANS) primer berfungsi
untuk mempertahankan homeostasis. Berbagai organ memiliki dual pasokan
parasimpatik dan simpatik. Disituasi seperti itu, dua sistem sering berlawanan
efek. Sebagai contoh, di dalam hati, stimulasi parasimpatis memperlambat denyut
jantung, sedangkan stimulasi simpatis meningkatkan denyut jantung (Colgan,
2012). Sistem saraf motorik secara garis besar dibagi atas sistem otonom dan
somatik. Sistem saraf otonom sesuai dengan namanya bersifat otonom
(independen) dimana aktifitasnya tidak dibawah control kesadaran secara
langsung. Sistem saraf otonom (SSO) terutama berfungsi dalam pengaturan fungsi
organ dalam seperti curah jatung, aliran darah ke berbagai organ, sekresi dan
motilitas gastrointestinal, kelenjar keringat dan temperatur tubuh. Aktifasi SSO
secara prinsip terjadi dipusat di hipothalamus, batang otak dan spinalis. Impuls
akan diteruskan melalui sistem simpatis dan parasimpatis (Indra, 2012).
Gerakan yang tidak disadari atau gerak refleks merupakan suatu reaksi
yang bersifat otomatis atau tanpa disadari. Impuls saraf pada gerak refleks melalui
alur impuls pendek. Mekanisme gerakan tak sadar yaitu alur impuls dimulai dari
reseptor sebagai penerima rangsangan, kemudian dibawa oleh neuron ke sumsum
tulang belakang, tanpa diolah oleh pusat saraf. Kemudian tanggapan dikirim oleh
saraf motorik menuju ke efektor. Alur impuls pada gerak refleks disebut lengkung
refleks. Gerak refleks sendiri memiliki mekanisme yang secara sederhana
dituliskan sebagai berikut : Reseptor saraf sensoris saraf konektor saraf
motoris efektor atau reseptor stimulus neuron affektor saraf tulang
belakang neuron effektor efektor refleks (Frandson, 1992). Pada gerak
refleks impuls melalui jalan pendek dari reseptor penerima rangsang kemudian
diteruskan oleh syaraf sensori ke syaraf pusat, dimana diterima oleh syaraf
penghubung (asosiasi) tanpa diolah dan langsung dikirim ke syaraf motor untuk
disampaikan ke efektor yang berupa otot, ataupun kelenjar (Wulandari, 2009).
Sistem saraf sadar adalah sistem saraf yang mengatur segala gerakan yang
dilakukan secara sadar atau dibawah koordinasi saraf pusat atau otak. Gerakan
yang terjadi karena proses yang disadari yang disebut juga gerak sadar atau
gerakan biasa. Mekanisme gerakan biasa atau gerakan sadar adalah gerak yang
terjadi melalui serangkaian alur impuls. Alur impuls tersebut dimulai dari reseptor
sebagai penerima rangsangan, lalu ke saraf sensorik sebagai penghantar impuls,
kemudian dibawa ke saraf pusat yaitu otak untuk diolah. Setelah diolah di otak,
akhirnya muncul tanggapan yang akan disampaikan ke saraf motorik menuju ke
efektor dalam bentuk gerak yang disadari. Contoh gerakan sadar antara lain:
berjalan, olah raga, makan, minum dan sebagainya. Jalannya impuls padam gerak
sadar adalah sebagai berikut:Impuls dari reseptor neuron sensorik pusat
saraf (otak) respon efektor neuron motorik efektor (gerak anggota tubuh)
(Frandson, 1992).
Faktor-faktor yang mempengaruhi reflek spinal antara lain :
1. Ada tidaknya rangsangan/stimulus.
Rangsangan dari luar contohnya adalah derivat dari temperatur, kelembaban,
sinar, tekanan, zat-zat dan sebagainya.rangsangan dari dalam yaitu dari makanan,
oksigen, air dan lainnya. Beberapa rangsangan langsung bereaksi pada sel atau
jaringan tetapi kebanyakan hewan-hewan mempunyai kepekaan yang spesial.
Pada refleks spinal, somato sensori dimasukkan dalam urat spinal sampai bagian
dorsal. Sensori yang masuk dari kumpulan reseptor yang berbeda memberikan
pengaruh hubungan pada urat spinal sehingga terjadi refleks spinal (Richard &
Gordon, 1989).
2. Berfungsinya sumsum tulang belakang.
Sumsum tulang belakang mempunyai dua fungsi penting yaitu untuk mengatur
impuls dari dan ke otak dan sebagai pusat refleks, dengan adanya sumsum tulang
belakang pasangan syaraf spinal dan kranial menghubungkan tiap reseptor dan
effektor dalam tubuh sampai terjadi respon. Apabila sumsum tulang belakang
telah rusak total maka tidak ada lagi efektor yang menunjukkan respon terhadap
stimulus/rangsang (Ville et al., 1988).
3. Adanya refleks spinal katak berupa respon dengan menarik kaki belakang saat
perusakan sumsum tulang belakang disebabkan karena masih terjadi
interkoneksi dari satu sisi korda spinalis ke sisi yang lain (Subowo, 1992).
IV. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa


Perusakan otak masih memungkinkan katak merespon stimulus. Perusakan
medula spinalis pada katak menyebabkan koordinasi sistem saraf menjadi mati
sehingga tidak terjadi gerak refleks secara bertahap sesuai kedalaman
perusakanya. Perusakan total pada medula spinalis menyebabkan katak tidak dapat
merespon terhadap stimulus yang diberikan.
DAFTAR REFERENSI

Campbell, N.A., J.B. Reece & L.G. Mitchell. 1999. Biology. 5th ed. California:
Addison Wesley Longman, Inc.
Colgan, Wes. 2012. Classic clinical technique adapted to demonstrate autonomic
nervous system physiology in an undergraduate laboratory course. The
Journal of undergraduate neuroscience education. 11(1), pp.158-160.
Frandson, R. D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Yogyakarta: UGM Press.
Gunawan, A. 2002. Mekanisme Penghantaran dalam Neuron (Neourotransmisi).
Integral, 7 (1), pp. 38-43.
Hildebrand, M. 1995. Analysis of Vertebrate Structure, 4th Edition. New York:
John Willey & Sons INC.
Indra, I. 2012. Aktivitas Otonom. Jurnal Kedokteran Syiah Kuala. 12(3), pp. 180-
186.
Isnaeni, W. 2006. Fisiologi Hewan. Yogyakarta: Kanisius.
Kimball, J.W. 1988. Biologi II. Jakarta: Erlangga.
Madhusoodanan, M. G. P. 2007. Continence Issues in the Patient with
Neurotrauma. Senior Consultant Surgery, Armed Forces Medical
Services M Block, Ministry of Defence, DHQ, New Delhi. Indian
Journal of Neurotrauma (IJNT). 4(2), pp. 75-78.
Pearce, E.C. 2005. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
Richard, W.H & Gordon. 1989. Animal Physiology. New York: Harper Collins
Publisher.
Subowo. 1992. Histologi Umum. Jakarta: Bumi Aksara.
Trueb, L.A. & Duellman. 1986. Biology of Amphibians. New York: Mc Graw Hill
Company.
Villee, C.A., Walker, W.F., & Barnes, R.D. 1988. General Zoology. Philadelphia:
W.B. Saunders Company.
Wulandari, I.P. 2009. Pembuatan Alat Ukur Kecepatan Respon Manusia Berbasis
Mikrokontroller At 89S8252. Jurnal Neutrino. 1(2), pp. 208-219.

Anda mungkin juga menyukai