Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

Batu empedu merupakan salah satu penyakit tersering yang pada traktus
digestivus. Prevalensi dari kolelitiasis dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya
etnis, gender, komorbiditas, umur, dan genetic, diabetes, Obesitas, kehamilan, diet,
Crohns disease, spherocytosis herediter, sickle cell, dan talasemia meningkatkan
terbentuknya batu empedu.1
Insidensi kolelitiasis di negara Barat adalah sekitar 10-20 %, dan biasanya
terjadi pada orang dewasa tua dan lanjut usia. Prevalensi kolelitiasis di Asia dan
Afrika lebih rendah daripada negara Barat. Angka kejadian pada wanita lebih banyak
2-3 kali lebih banyak daripada pria.2
Kolelitiasis dapat menimbulkan gejala dan tidak. Perpindahan batu menuju
duktus sistikus saat kontraksi kandung empedu menyebabkan kolik bilier selain itu
dapat menyebabkan kolesistitis akut. Kolangitis dapat terjadi ketika batu menghambat
duktus hepaticus atau ductus billiaris sehingga mengakibatkan infeksi dan inflamasi.
Dikenal tiga jenis batu empedu yaitu, batu kolesterol, batu pigmen atau batu
bilirubin yang terdiri dari kalsium bilirubinat, serta batu campuran. Patofisiologi dari
terjadinya batu tersebut berbeda-beda.
Kolelitiasis kronik menyebabkan fibrosis dan hilangnya fungsi dari kandung
empedu, selain itu merupakan faktor predisposisi terjadinya kanker pada kandung
empedu.3
Pengobatan pada kolelitiasis tergantung pada tingkat dari penyakitnya. Jika
tidak ada gejala maka tidak diperlukan kolesistektomi. Tapi jika satu kali saja terjadi
gejala, maka diperlukan kolesistektomi. 4
BAB II
ISI

2.1 Definisi

Batu empedu merupakan gabungan dari beberapa unsur yang membentuk


suatu material mirip batu yang dapat ditemukan dalam kandung empedu
(kolesistolitiasis) atau di dalam saluran empedu (koledokolitiasis) atau pada kedua-
duanya.5

Gambar 1. Berbagai macam letak batu empedu

2
2.2 Anatomi Kandung Empedu

Kandung empedu terletak pada fossa untuk kandung empedu yang berada
pada permukaan viseral dari hepar. Fossa yang dangkal ini terletak pada pertemuan
antara lobus kanan dan kiri hepar. Kandung empedu berbentuk bulat lonjong seperti
buah pear dengan panjang sekitar 7-10 cm dan berisi 30-50 ml empedu. Secara
anatomis, kandung empedu terbagi menjadi : fundus yang terdiri dari otot polos,
corpus yang terdiri dari jaringan elastis, infundibulum dan collum yang berhubungan
dengan duktus sistikus. Bagian fundus umumnya menonjol sedikit keluar ke luar tepi
hati, di bawah lengkung iga kanan ke 9, di tepi lateral muskulus rectus abdominis.
Peritoneum membungkus fundus kandung empedu dan mengikat bagian corpus dan
collum pada hepar.. Apabila kandung empedu mengalami distensi akibat bendungan
oleh batu, maka infundibulum menonjol seperti kantong (kantong Hartmann). 6
Duktus sistikus menghubungkan collum kandung empedu dengan ductus
hepaticus communis, panjangnya 3-4 cm, mukosanya berbentuk lipatan spiral yang
disebut Valve of Heister, yang membantu menjaga terbukanya duktus sistikus,
sehingga empedu dengan mudah dapat dialihkan ke kandung empedu saat bagian
distal saluran empedu tertutup oleh sfingter saluran empedu dan atau sphincter
hepatopancreaticus Duktus sistikus bergabung dengan ductus hepaticus communis
menjadi ductus biliaris communis (duktus koledokus).4 Arteri dan vena cysticus
memperdarahi kandung empedu dan duktus sistikus. Persarafan oleh plexus coeliacus
dan nervus vagus.6
Saluran empedu ekstrahepatik terletak di dalam ligamentum hepatoduodenale
dengan batas atas porta hepatis sedangkan batas bawahnya distal papila Vateri. Bagian
hulu saluran empedu intrahepatik bermuara ke saluran yang paling kecil yang disebut
kanikulus empedu yang meneruskan curahan sekresi empedu melalui duktus
interlobaris ke duktus lobaris dan selanjutkan ke duktus hepatikus di hilus.
Panjang duktus hepatikus kanan dan kiri masing-masing antara 1-4 cm.
Panjang duktus hepatikus komunis sangat bervariasi bergantung pada letak muara
duktus sistikus. Duktus koledokus berjalan menuju duodenum dari sebelah belakang,
akan menembus pankreas dan bermuara di sebelah medial dari duodenum descendens.
Dalam keadaan normal, duktus koledokus akan bergabung dengan ductus
pancreaticus Wirsungi (baru mengeluarkan isinya ke duodenum) Tapi ada juga
3
keadaan di mana masing-masing mengeluarkan isinya, pada umumnya bergabung
dulu. Pada pertemuan (muara) duktus koledokus ke dalam duodenum, disebut
choledochoduodenal junction. Tempat muaranya ini disebut Papilla Vatteri. Ujung
distalnya dikelilingi oleh sfingter Oddi, yang mengatur aliran empedu ke dalam
duodenum.

Gambar 2. Anatomi sistem biliaris

2.3 Fisiologi

Empedu diproduksi oleh sel hepatosit sebanyak 500-1000 ml/hari. Diluar


waktu makan, empedu disimpan untuk sementara di dalam kandung empedu, dan di
sini mengalami pemekatan sekitar 50%. Fungsi primer dari kandung empedu adalah
memekatkan empedu dengan absorpsi air dan natrium.4 Kandung empedu mensekresi
glikoprotein dan H+. Glikoprotein berfungsi untuk memproteksi jaringan mukosa,
sedangkan H+ berfungsi menurunkan pH yang dapat meningkatkan kelarutan kalsium,
sehingga dapat mencegah pembentukan garam kalsium. Pengaliran cairan empedu
diatur oleh tiga faktor, yaitu sekresi empedu oleh hati, kontraksi kandung empedu, dan

4
tahanan sfingter koledokus. Dalam keadaan puasa, empedu yang diproduksi akan
disimpan di dalam kandung empedu. Setelah makan, kandung empedu akan
berkontraksi, sfingter relaksasi dan empedu mengalir ke dalam duodenum.5
Menurut Guyton &Hall, empedu melakukan dua fungsi penting yaitu :
Empedu memainkan peranan penting dalam pencernaan dan absorpsi lemak,
karena asam empedu yang melakukan dua hal antara lain: asam empedu
membantu mengemulsikan partikel-partikel lemak yang besar menjadi partikel
yang lebih kecil dengan bantuan enzim lipase yang disekresikan dalam getah
pankreas, Asam empedu membantu transpor dan absorpsi produk akhir lemak
yang dicerna menuju dan melalui membran mukosa intestinal.
Empedu bekerja sebagai suatu alat untuk mengeluarkan beberapa produk
buangan yang penting dari darah, antara lain bilirubin, suatu produk akhir dari
penghancuran hemoglobin, dan kelebihan kolesterol yang di bentuk oleh sel- sel
hati.
Pengosongan kandung empedu dipengaruhi oleh hormon kolesistokinin, hal ini
terjadi ketika makanan berlemak masuk ke duodenum sekitar 30 menit setelah makan.
Dasar yang menyebabkan pengosongan adalah kontraksi ritmik dinding kandung
empedu, tetapi efektifitas pengosongan juga membutuhkan relaksasi yang bersamaan
dari sfingter oddi yang menjaga pintu keluar duktus biliaris komunis kedalam
duodenum. Selain kolesistokinin, kandung empedu juga dirangsang kuat oleh serat-serat
saraf yang menyekresi asetilkolin dari sistem saraf vagus dan enterik. Kandung empedu
mengosongkan simpanan empedu pekatnya ke dalam duodenum terutama sebagai
respon terhadap perangsangan kolesistokinin. Saat lemak tidak terdapat dalam
makanan, pengosongan kandung empedu berlangsung buruk, tetapi bila terdapat jumlah
lemak yang adekuat dalam makanan, normalnya kandung empedu kosong secara
menyeluruh dalam waktu sekitar 1 jam.6

5
Gambar 3a. Kontraksi sfingter Oddi dan pengisian empedu ke kandung
empedu. 3b. Relaksasi sfingter Oddi dan pengosongan kandung empedu

Garam empedu, lesitin, dan kolesterol merupakan komponen terbesar (90%)


cairan empedu. Sisanya adalah bilirubin, asam lemak, dan garam anorganik. Garam
empedu adalah steroid yang dibuat oleh hepatosit dan berasal dari kolesterol.
Pengaturan produksinya dipengaruhi mekanisme umpan balik yang dapat ditingkatkan
sampai 20 kali produksi normal kalau diperlukan.5
2.4 Epidemiologi

Insiden kolelitiasis di negara barat adalah 20% sedangkan angka kejadian di


Indonesia tidak berbeda jauh dengan negara lain di Asia Tenggara. Peningkatan
insiden batu empedu dapat dilihat dalam kelompok resiko tinggi yang disebut 4 F :
female (wanita), fertile (subur)-khususnya selama kehamilan, fat (gemuk), dan forty
(empat puluh tahun).
Faktor-faktor yang berperan terhadap pembentukan batu empedu , terutama batu
kolesterol adalah :
1. Seks
Wanita dua kali lebih mungkin sebagai laki-laki untuk mengembangkan batu
empedu . Estrogen berlebih dari kehamilan , terapi penggantian hormon , dan
pil KB tampaknya meningkatkan kadar kolesterol dalam empedu dan
mengurangi gerakan kantong empedu , yang dapat menyebabkan batu empedu
2. Riwayat keluarga
3. Berat badan
Sebuah studi klinis besar menunjukkan bahwa menjadi kelebihan berat badan
bahkan cukup meningkatkan risiko untuk mengembangkan batu empedu .
Alasan yang paling mungkin adalah bahwa jumlah garam empedu dalam

6
empedu berkurang , sehingga lebih banyak kolesterol . Peningkatan kolesterol
mengurangi pengosongan kandung empedu . Obesitas merupakan faktor risiko
utama untuk batu empedu , terutama pada wanita .
4. Diet
Diet tinggi lemak dan kolesterol dan rendah serat meningkatkan risiko batu
empedu karena peningkatan kolesterol dalam empedu dan berkurangnya
pengosongan kandung empedu.
5. Umur
Orang tua dengan usia > 60 tahun. Seiring bertambahnya usia, tubuh
cenderung mengeluarkan lebih banyak kolesterol ke dalam empedu .
6. Etnis
Indian Amerika memiliki kecenderungan genetik untuk mengeluarkan
kolesterol dalam empedu lebih tinggi.
7. Obat penurun kolesterol
Obat yang menurunkan kadar kolesterol dalam darah justru meningkatkan
jumlah kolesterol disekresikan ke dalam empedu . Pada gilirannya , risiko batu
empedu meningkat .
8. Diabetes
Penderita diabetes umumnya memiliki kadar tinggi asam lemak yang disebut
trigliserida . Asam lemak ini dapat meningkatkan risiko batu empedu.7

2.5 Etiologi

Penyebab batu pigmen tidak sepenuhnya dipahami. Batu-batu cenderung terdapat


pada orang yang memiliki sirosis hati, infeksi saluran empedu, atau keturunan darah
gangguan-seperti sickle cell anemia sehingga hati membuat terlalu banyak bilirubin.

2.6 Jenis batu empedu


2.6.1 Batu Kolesterol

Berwarna kuning - hijau dan terjadi karena kolesterol mengeras. Jumlahnya biasa
multiple dan ukurannya bermacam-macam.80% batu empedu merupakan batu
kolesterol.
Faktor yang menentukan terbentuknya batu kolesterol adalah :
a. Jumlah kolesterol yang disekresikan oleh sel-sel hati
b. Tingkat konsentrasi dan tingkat stasis empedu di kandung empedu.7

7
Batu kolesterol berhubungan dengan jenis kelamin wanita, ras Eropa,
penduduk asli Amerika, dan penambahan usia. Sindrom metabolik, resistensi insulin,
DM tipe 2, hiperlipidemia sangat berhubungan dengan peningkatan sekresi kolesterol
dan merupakan faktor risiko major dari terjadinya batu kolesterol. Batu kolesterol
lebih sering pada wanita dengan kehamilan yang berulang. Karena tingginya
progesteron. Progesteron menurunkan motilitas kandung empedu, sehingga terjadi
retensi dan meningkatnya kosentrasi empedu pada kandung empedu. Penyebab lain
statisnya kandung empedu, pemberian nutrisi secara parenteral, penurunan berat
badan yang cepat (diet, gastric bypass surgery).1,2
Pemakaian estrogen meningkatkan risiko terjadi batu kolesterol. Clofibrate
atau golongan fibrate meningkatkan eliminasi kolesterol via sekresi empedu. Analog
somatostatin menurunkan proses pengosongan pada kandung empedu.2

2.6.2 Batu Pigmen

Bilirubin, pigmen kuning yang berasal dari pemecahan heme, secara aktif
disekresikan ke dalam empedu oleh sel-sel hati. Sebagian besar bilirubin dalam
empedu dalam bentuk konjugat glukuronat, yang cukup larut dalam air dan stabil,
tetapi sebagian kecil terdiri dari unconjugated bilirubin. Unconjugated bilirubin,
seperti asam lemak, fosfat, karbonat, dan anion lainnya, cenderung membentuk
endapan tidak larut dengan kalsium. Kalsium memasuki empedu pasif bersama
dengan elektrolit lain. Dalam situasi pergantian heme tinggi, seperti hemolisis kronis
sirosis, herediter sferositosis, dan beta thalassemia, unconjugated bilirubin dapat hadir
dalam empedu di lebih tinggi dari konsentrasi normal. Kalsium bilirubinate kemudian
dapat mengkristal dari larutan dan akhirnya membentuk batu.

2.7 Patogenesis dan Patofisiologi

Batu empedu hampir selalu dibentuk dalam kandung empedu dan jarang pada
saluran empedu lainnya dan diklasifikasikan berdasarkan bahan pembentuknya.
Etiologi batu empedu masih belum diketahui dengan sempurna, akan tetapi, faktor
predisposisi yang paling penting tampaknya adalah gangguan metabolisme yang
disebabkan oleh perubahan susunan empedu, stasis empedu dan infeksi kandung
empedu. Perubahan susunan empedu mungkin merupakan yang paling penting pada
pembentukan batu empedu, karena terjadi pengendapan kolesterol dalam kandung
empedu. Stasis empedu dalam kandung empedu dapat meningkatkan supersaturasi

8
progesif, perubahan susunan kimia, dan pengendapan unsur tersebut. Infeksi bakteri
dalam saluran empedu dapat berperan sebagian dalam pembentukan batu, melalui
peningkatan dan deskuamasi sel dan pembentukan mukus.
Sekresi kolesterol berhubungan dengan pembentukan batu empedu. Pada
kondisi yang abnormal, kolesterol dapat mengendap, menyebabkan pembentukan batu
empedu. Berbagai kondisi yang dapat menyebabkan pengendapan kolesterol adalah :
terlalu banyak absorbsi air dari empedu, terlalu banyak absorbsi garam-garam empedu
dan lesitin dari empedu, terlalu banyak sekresi kolesterol dalam empedu, Jumlah
kolesterol dalam empedu sebagian ditentukan oleh jumlah lemak yang dimakan
karena sel-sel hepatik mensintesis kolesterol sebagai salah satu produk metabolisme
lemak dalam tubuh. Untuk alasan inilah, orang yang mendapat diet tinggi lemak
dalam waktu beberapa tahun, akan mudah mengalami perkembangan batu empedu.

a. Batu Kolesterol
Batu kolesterol murni merupakan hal yang jarang ditemui dan prevalensinya
kurang dari 10%. Biasanya merupakan soliter, besar, dan permukaannya halus.
Empedu yang di supersaturasi dengan kolesterol bertanggung jawab bagi lebih dari 90
% kolelitiasis di negara Barat. Sebagian besar empedu ini merupakan batu kolesterol
campuran yang mengandung paling sedikit 75 % kolesterol berdasarkan berat serta
dalam variasi jumlah fosfolipid, pigmen empedu, senyawa organik dan inorganik lain.
Kolesterol dilarutkan di dalam empedu dalam daerah hidrofobik micelle, sehingga
kelarutannya tergantung pada jumlah relatif garam empedu dan lesitin. Ini dapat
dinyatakan oleh grafik segitiga, yang koordinatnya merupakan persentase konsentrasi
molar garam empedu, lesitin dan kolesterol.1
Proses fisik pembentukan batu kolesterol terjadi dalam empat tahap:
Supersaturasi empedu dengan kolesterol.
Pembentukan nidus.
Kristalisasi/presipitasi.
Pertumbuhan batu oleh agregasi/presipitasi lamelar kolesterol dan senyawa
lain yang membentuk matriks batu.

Grafik 1. Perbandingan kolesterol, lesithin, dan garam empedu dalam hal


kelarutan
b. Batu pigmen
Batu pigmen merupakan sekitar 10 % dari batu empedu di Amerika Serikat.
Ada dua bentuk yaitu batu pigmen murni yang lebih umum dan batu kalsium
bilirubinat. Batu pigmen murni lebih kecil (2 sampai 5 mm), multipel, sangat keras
dan penampilan hijau sampai hitam. Batu-batu tersebut mengandung dalam jumlah
bervariasi kalsium bilirubinat, polimer bilirubin, asam empedu dalam jumlah kecil
kolesterol (3 sampai 26%) dan banyak senyawa organik lain. Didaerah Timur, batu
kalsium bilirubinat dominan dan merupakan 40 sampai 60 % dari semua batu
empedu. Batu ini lebih rapuh, berwarna kecoklatan sampai hitam.2
Patogenesis batu pigmen berbeda dari batu kolesterol. Kemungkinan
mencakup sekresi pigmen dalam jumlah yang meningkat atau pembentukan pigmen
abnormal yang mengendap dalam empedu. Sirosis dan stasis biliaris merupakan
predisposisi pembentukan batu pigmen. Pasien dengan peningkatan beban bilirubin
tak terkonjugasi (anemia hemolitik), lazim membentuk batu pigmen murni. Di negara
Timur, tingginya insiden batu kalsium bilirubinat bisa berhubungan dengan invasi

10
bakteri sekunder dalam batang saluran empedu yang di infeksi parasit Clonorchis
sinensis atau Ascaris Lumbricoides. E.coli membentuk B-glukoronidase yang
dianggap mendekonjugasikan bilirubin di dalam empedu, yang bisa menyokong
pembentukan kalsium bilirubinat yang tak dapat larut.2,3

c. Batu campuran
Merupakan batu campuran kolesterol yang mengandung kalsium. Batu ini
sering ditemukan hampir sekitar 90 % pada penderita kolelitiasis. batu ini bersifat
majemuk, berwarna coklat tua. Sebagian besar dari batu campuran mempunyai dasar
metabolisme yang sama dengan batu kolesterol.
Batu kandung empedu dapat berpindah kedalam duktus koledokus melalui
duktus sistikus. Didalam perjalanannya melalui duktus sistikus, batu tersebut dapat
menimbulkan sumbatan aliran empedu secara parsial atau komplet sehingga
menimbulkan gejalah kolik empedu. Kalau batu terhenti di dalam duktus sistikus
karena diameternya terlalu besar atau tertahan oleh striktur, batu akan tetap berada
disana sebagai batu duktus sistikus.

2.8 Manifestasi klinis


2.8.1 Batu Kandung empedu (Cholecystolithiasis)

1. Asimptomatik
Batu yang terdapat dalam kandung empedu sering tidak memberikan gejala
(asimptomatik). Dapat memberikan gejala nyeri akut akibat kolesistitis, nyeri bilier,
nyeri abdomen kronik berulang ataupun dispepsia, mual. Studi perjalanan penyakit
sampai 50% dari semua pasien dengan batu kandung empedu, tanpa
mempertimbangkan jenisnya, adalah asimtomatik. Kurang dari 25 % dari pasien yang
benar-benar mempunyai batu empedu asimtomatik akan merasakan gejalanya yang
membutuhkan intervensi setelah periode waktu 5 tahun. Tidak ada data yang
merekomendasikan kolesistektomi rutin dalam semua pasien dengan batu empedu
asimtomatik.2,5

2. Simptomatik
Keluhan utamanya berupa nyeri di daerah epigastrium, kuadran kanan atas yang
dapat menjalar ke ujung scapula kanan (Collins sign). Kolik bilier terjadi jika batu
empedu berada pada duktus sistikus ketika kontraksi kandung empedu, sehingga
meningkatkan ketegangan dinding kandung empedu. Dari awal, nyeri meningkat terus
selama sekitar 10 sampai 20 menit dan kemudian secara bertahap berkurang ketika
kantong empedu berhenti kontraksi dan batu jatuh kembali ke dalam kantong

11
empedu.2 Kolik bilier, nyeri pascaprandial kuadran kanan atas, biasanya dipresipitasi
oleh makanan berlemak, terjadi 30-60 menit setelah makan, berakhir setelah beberapa
jam dan kemudian pulih. Mual dan muntah sering kali berkaitan dengan serangan
kolik bilier. 1,2

3. Komplikasi
Kolesistitis akut merupakan komplikasi penyakit batu empedu yang paling
umum dan sering meyebabkan kedaruratan abdomen, khususnya diantara wanita usia
pertengahan dan manula. Peradangan akut dari kandung empedu, berkaitan dengan
obstruksi duktus sistikus atau dalam infundibulum. Gambaran tipikal dari kolesistitis
akut adalah nyeri perut kanan atas yang tajam dan konstan, baik berupa serangan akut
ataupun didahului sebelumnya oleh rasa tidak nyaman di daerah epigastrium post
prandial. Nyeri ini bertambah saat inspirasi atau dengan pergerakan dan dapat
menjalar kepunggung atau ke ujung skapula. Keluhan ini dapat disertai mual, muntah
dan penurunan nafsu makan, yang dapat berlangsung berhari-hari. Pada pemeriksaan
dapat dijumpai tanda toksemia, nyeri tekan pada kanan atas abdomen dan tanda klasik
Murphy sign (pasien berhenti bernafas sewaktu perut kanan atas ditekan). Masa
yang dapat dipalpasi ditemukan hanya dalam 20% kasus.2

2.8.2 Batu Saluran Empedu (Choledocholithiasis)

Pada batu duktus koledokus, terdapat riwayat nyeri atau kolik di epigastrium
dan perut kanan atas disertai tanda sepsis, seperti demam dan menggigil bila terjadi
kolangitis. Apabila timbul serangan kolangitis yang umumnya disertai obstruksi, akan
ditemukan gejala klinis yang sesuai dengan beratnya kolangitis tersebut. Kolangitis
akut yang ringan sampai sedang biasanya kolangitis bakterial non piogenik yang
ditandai dengan trias Charcot yaitu demam dan menggigil, nyeri didaerah hati, dan
ikterus. Keadaan ini dapat berlanjut secara cepat disertai dengan septikemia dan
perubahan status mental yang disebut pentade Reynold.
Koledokolitiasis sering menimbulkan masalah yang sangat serius karena
komplikasi mekanik dan infeksi yang mungkin mengancam nyawa. Batu duktus
koledokus disertai dengan bakterobilia dalam 75% persen pasien serta dengan adanya
obstruksi saluran empedu, dapat timbul kolangitis akut. Episode parah kolangitis akut
dapat menyebabkan abses hati. Migrasi batu empedu kecil melalui ampula Vateri
sewaktu ada saluran umum diantara duktus koledokus distal dan duktus pankreatikus

12
dapat menyebabkan pankreatitis batu empedu. Tersangkutnya batu empedu dalam
ampula akan menyebabkan ikterus obstruktif.7

2.9 Pemeriksaan Penunjang


2.9.1 Laboratorium

Batu kandung empedu yang asimptomatik umumnya tidak menunjukkan


kelainan laboratorik. Bila terjadi peradangan akut terjadi leukositosis. Bila ada
sindrom Mirizzi, ditemukan kenaikan ringan bilirubin serum akibat penekanan ductus
choledocus oleh batu. Batu kandung empedu yang asimptomatik umumnya tidak
menunjukan kelainan laboratorium. Apabila terjadi peradangan akut dapat terjadi
leukositosis.
Kadar bilirubin serum yang tinggi mungkin disebabkan batu di dalam ductus
choledocus. Bila obstruksi saluran empedu lengkap, bilirubin serum memuncak 25
sampai 30 mg per 100 ml. Nilai > 30 mg per 100 ml berarti terjadi bersaamaan
dengan hemolisis atau disfungsi ginjal atau sel hati.
Alanin aminotransferase ( SGOT = Serum Glutamat Oksalat Transaminase )
dan aspartat aminotransferase ( SGPT = Serum Glutamat Piruvat Transaminase )
merupakan enzim yang disintesis dalam konsentrasi tinggi di dalam hepatosit.
Peningkatan serum sering menunjukkan kelainan sel hati, tapi bisa timbul bersamaan
dengan penyakit saluran empedu terutama obstruksi saluran empedu.
Fosfatase alkali disintesis dalam sel epitel saluran empedu. Kadar yang sangat
tinggi, sangat menggambarkan obstruksi saluran empedu karena sel ductus
meningkatkan sintesis enzim ini.
Pemeriksaan fungsi hepar menunjukkan tanda-tanda obstruksi. Ikterik dan
alkali fosfatase pada umumnya meningkat dan bertahan lebih lama dibandingkan
dengan peningkatan kadar bilirubin.
Waktu protombin biasanya akan memanjang karena absorbsi vitamin K
tergantung dari cairan empedu yang masuk ke usus halus, akan tetapi hal ini dapat
diatasi dengan pemberian vitamin K secara parenteral.

2.9.2 Radiologi

Foto sinar-X polos abdomen

13
Sekitar 10-15 % batu empedu radiopaque dan dengan demikian terlihat pada film
polos abdomen. Batu empedu yang membesar dapat terlihat bagaikan suatu massa
jaringan lunak.
Ultrasound
Merupakan suatu metoda pemeriksaan saluran empedu pada ikterus obstruktif
yang aman, sederhana, tidak mahal dan cukup dapat diandalkan. Kalau saluran
membesar, maka ada penyumbatan empedu. Kalau saluran empedu tak membesar
maka tak mungkin ada penyumbatan.
Kolangiografi transhepatik perkutan
Merupakan cara yang baik untuk mengetahui adanya obstruksi dibagian atas kalau
salurannya melebar, meskipun saluran yang ukurannya normal dapat dimasuki
oleh jarum baru yang "kecil sekali" Gangguan pembekuan, asites dan kolangitis
merupakan kontraindikasi.
Kolangiopankreatografi endoskopi retrograde (ERCP = Endoscopic
retrograde kolangiopankreatograft)
Kanulasi duktus koledokus dan/atau duktus pankreatikus melalui ampula Vater
dapat diselesaikan secara endoskopis. Lesi obstruksi bagian bawah dapat
diperagakan. Pada beberapa kasus tertentu dapat diperoleh informasi tambahan
yang berharga, misalnya tumor ampula, erosis batu melalu ampula, karsinoma
yang menembus duodenum dan sebagainya) Tehnik ini lebih sulit dan lebih mahal
dibandingkan kolangiografi transhepatik. Kolangitis dan pankreatitis merupakan
komplikasi yang mungkin terjadi. Pasien yang salurannya tak melebar atau
mempunyai kontraindikasi sebaiknya dilakukan kolangiografi transhepatik, ERCP
semakin menarik karena adanya potensi yang 'baik untuk mengobati penyebab
penyumbatan tersebut (misalnya: sfingterotomi untuk jenis batu duktus koledokus
yang tertinggal).
CT scan
CT scan dapat memperlihatkan saluran empedu yang melebar, massa hepatik dan
massa retroperitoneal (misalnya, massa pankreatik).Bila hasil ultrasound masih
meragukan, maka biasanya dilakukan CT scan.

2.10 Penatalaksanaan

Konservatif
a). Lisis batu dengan obat-obatan

14
Sebagian besar pasien dengan batu empedu asimtomatik tidak akan
mengalami keluhan dan jumlah, besar, dan komposisi batu tidak berhubungan dengan
timbulnya keluhan selama pemantauan. Kalaupun nanti timbul keluhan umumnya
ringan sehingga penanganan dapat elektif. Terapi disolusi dengan asam ursodeoksilat
(ursodiol) dengan dosis 8-10 mg/kg/hari PO untuk melarutkan batu empedu kolesterol
dibutuhkan waktu pemberian obat 6-18 bulan dan diperlukan monitoring hingga
dicapai disolusi. Terapi efektif pada ukuran batu kecil dari 1 cm dengan angka
kekambuhan 50 % dalam 5 tahun.2

b). Litotripsi (Extarcorvoral Shock Wave Lithotripsy =ESWL)


Litotripsi gelombang elektrosyok meskipun sangat populer beberapa tahun
yang lalu, analisis biaya-manfaat pada saat ini hanya terbatas untuk pasien yang
benar-benar telah dipertimbangkan untuk menjalani terapi ini. Efektifitas ESWL
memerlukan terapi adjuvant asam ursodeoksilat.

Penanganan operatif
a). Open kolesistektomi
Operasi ini merupakan standar untuk penanganan pasien dengan batu empedu
simtomatik. Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris
rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut. Komplikasi yang berat jarang terjadi, meliputi
trauma CBD, perdarahan, dan infeksi. Data baru-baru ini menunjukkan mortalitas
pada pasien yang menjalani kolesistektomi terbuka pada tahun 1989, angka kematian
secara keseluruhan 0,17 %, pada pasien kurang dari 65 tahun angka kematian 0,03 %
sedangkan pada penderita diatas 65 tahun angka kematian mencapai 0,5 %. 4
Kontraindikasi absolut pada tindakan ini adalah koagulopati yang tidak terkontrol dan
stadium akhir penyakit hati. 1
b). Cholecystectomy laparoscopic
Kelebihan tindakan ini meliputi nyeri pasca operasi lebih minimal, pemulihan
lebih cepat, hasil kosmetik lebih baik, menyingkatkan perawatan di rumah sakit dan
biaya yang lebih murah. Indikasi tersering adalah nyeri bilier yang berulang. Kontra
indikasi absolut serupa dengan tindakan terbuka yaitu tidak dapat mentoleransi
tindakan anestesi umum dan koagulopati yang tidak dapat dikoreksi. Komplikasi yang
terjadi berupa perdarahan, pankreatitis, bocor stump duktus sistikus dan trauma
duktus biliaris. Resiko trauma duktus biliaris sering dibicarakan, namun umumnya
berkisar antara 0,51%. Dengan menggunakan teknik laparoskopi kualitas pemulihan
lebih baik, tidak terdapat nyeri, kembali menjalankan aktifitas normal dalam 10 hari,

15
cepat bekerja kembali, dan semua otot abdomen utuh sehingga dapat digunakan untuk
aktifitas olahraga.1,6

BAB 3
Kesimpulan

Kolelitiasis dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya etnis, jenis


kelamin, komorbiditas, dan genetic. Insidens kolelitiasis di negara Barat adalah
sekitar 10-20 %, dan biasanya terjadi pada orang dewasa tua dan lanjut usia.
Prevalensi kolelitiasis di Asia dan Afrika lebih rendah daripada negara Barat. Angka
kejadian pada wanita lebih banyak 2-3 kali lebih banyak daripada pria. Risiko
terjadinya kolelitiasis juga meningkat dengan bertambahnya umur.
Dikenal tiga jenis batu empedu yaitu, batu kolesterol, batu pigmen atau batu
bilirubin yang terdiri dari kalsium bilirubinat, serta batu campuran. Patofisiologi dari
terjadinya batu tersebut berbeda-beda. Pada Asia lebih banyak batu pigmen.
Kolelitiasis dapat menimbulkan gejala dan tidak. Perpindahan batu menuju
duktus sistikus saat kontraksi kandung empedu menyebabkan kolik bilier selain itu
dapat menyebabkan kolesistitis akut. Kolangitis dapat terjadi ketika batu menghambat
duktus hepaticus atau ductus billiaris sehingga mengakibatkan infeksi dan inflamasi.
Kolelitiasis kronik menyebabkan fibrosis dan hilangnya fungsi dari kandung empedu,
selain itu merupakan faktor predisposisi terjadinya kanker pada kandung empedu.

16
Ultrasonografi merupakan modalitas yang terpilih jika terdapat kecurigaan
penyakit kandung empedu dan saluran empedu.
Pengobatan pada kolelitiasis tergantung pada tingkat dari penyakitnya. Jika
tidak ada gejala maka tidak diperlukan kolesistektomi. Tapi jika satu kali saja terjadi
gejala, maka diperlukan kolesistektomi. Selain itu juga dapat dilakukan penanganan
non operatif dengan cara konservatif yaitu melalui obat (ursodioksilat) dan ESWL.

17

Anda mungkin juga menyukai