PENDAHULUAN
Pada tahun 2014,di dunia terdapat 9,4 juta kasus Tuberkulosis (TB) dan 1,5 juta
meninggal karena penyakit TB.Asia diestimasikan sebagai lokasi terbanyak kasus TB di
tahun 2014. TB terjadi di setiap bagian di dunia. Angka terbesar kasus TB baru terjadi di
wilayah Asia Tenggara dan Pasifik Barat, yaitu sekitar 58% kasus secara global.Afrika
merupakan negara yang paling parah, dengan 281 kasus per 100.000 populasi di tahun
2014.Enam negara yang dianggap sebagai negara dengan kasus TB terbanyak adalah
India (1.683.915), China (826.155), Indonesia (324.539), Afrika Selatan (318.193),
Pakistan (316.577) dan Filipina (267.436).(WHO, 2015)
Jumlah kasusTB Parudi Indonesia pada tahun 2014 didapatkan 324.539 kasus di
seluruh provinsi.(WHO,2015)Provinsi DKI Jakarta tahun 2012 yang di buat Suku Dinas
Kesehatan DKI Jakarta yaitu sebanyak 24.500 ribu kasus, terdapat 256 kasus TB paru per
100.000 penduduk. Di kotamadya Jakarta Barat didapatkan kasus baru dan lama
berjumlah 4154 orang dan kematian akibat TB paru 22 orang. (Kementerian Kesehatan,
2012)Di Puskesmas Kembangan Selatan pada tahun 2014 berjumlah 24 orang, dan pada
tahun 2015 dari bulan Januari sampai Oktober berjumlah 14 orang penderita TB Paru
baru.(Puskesmas Kembangan Selatan, 2015)
Kami memilih pasien Tn. H26 tahun sebagai kunjungan kasus karena Tn. H
menderita penyakit TB yang putus berobat selama 2 bulan.Kunjungan ini perlu dilakukan
untuk memantau perkembangan penyakit dan mencegah terjadinya penularan.Apabila Tn.
1
H tidak dikunjungi maka dikhawatirkanTn. H tidak melanjutkan pengobatan dan menjadi
sumber penularan di lingkungan tempat tinggal dan lingkungan kerja, serta dapat terjadi
resistensi OAT kategori I pada Tn.H.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
2.2 Etiologi
TB adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh kuman dari kelompok
Mycobacterium yaitu Mycobacterium TB. Terdapat beberapa spesies Mycobacterium,
antara lain: M.Tuberkulosis, M. Africanum, M. Bovis, M Leprae, yang juga dikenal
sebagai bakteri tahan asam. (Kementrian Kesahatan RI, 2014)
Secara umum sifat kuman TB antara lain adalah sebagai berikut (Kementrian
Kesahatan RI, 2014):
Berbentuk batang dengan panjang 1-10 mikron, lebar 0,2 0,6 mikron
Bersifat tahan asam dalam pewarnaan dengan metode Ziehl Neelsen
Memerlukan media khusus untuk biakan, antara lain Lowenstein Jensen, Ogawa.
Kuman tampak berbentuk batang berwarna merah dalam pemeriksaan di bawah
mikroskop
Tahan terhadap suhu rendah sehingga dapat bertahan hidup dalam jangka waktu
lama pada suhu antara 4oC sampai minus 70 oC.
Kuman sangat peka terhadap panas, sinar matahari dan sinar ultraviolet.
Paparan langsung terhadap sinar ultraviolet, sebagian besar kuman akan mati
dalam waktu beberapa menit.
Dalam dahak pada suhu antara 30 37 oC akan mati dalam waktu lebih kurang 1
minggu.
Kuman bersifat dormant (tidur / tidak berkembang)
3
2.3 Epidemiologi
Pada tahun 2014, TB membunuh 1,5 juta orang (1,1 juta HIV-negatif dan 0,4 juta
HIV-positif). Terdiri dari 890.000 laki-laki, 480.000 perempuan dan 140.000 anak-
anak.Sekarang peringkat TB bersama HIV merupakan penyebab utama kematian di
seluruh dunia.(WHO,2015)
Di seluruh dunia, 9,6 juta orang diperkirakan sakit TB pada tahun 2014 dengan
5,4 juta laki-laki, 3,2 juta perempuan dan 1 juta anak. Secara global, 12% dari 9,6 juta
kasus TB baru pada tahun 2014 adalah HIV-positif. Untuk mengurangi masalah ini,
deteksi dan pengobatan harus dibenahi.(WHO,2015)
Pada tahun 2014, WHO melaporkan terdapat 6 juta kasus baru TB ataukurang
dari dua pertiga (63%) dari 9,6 juta orang diperkirakan sakit TB. Ini berarti bahwa di
seluruh dunia, 37% dari kasus baru tidak terdiagnosis atau tidak dilaporkan.(WHO,2015)
Gambar 2.1 Case Notification Rate (CNR) semua kasus TB antar profinsi, 2014
(Kementerian Kesehatan,2015)
4
Catatan
CNR adalah angka yang menunjukan seluruh pasien TB yang ditemukan dan
tercatat diantara 100.000 penduduk disuatu wilayah.
Infeksi akan terjadi apabila orang lain menghirup udara yang mengandung percik
renik dahak yang infeksius tersebut. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan
kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei/ percik renik). Sekali batuk
dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak. (Kementrian Kesahatan RI, 2013)
2.5 Patogenesis
Paru merupakan jalur masuk lebih dari 98% kasus infeksi TB. Kuman TB dalam
percik renik (droplet nuclei) yang ukurannya sangat kecil (<5 m), akan terhirup dan
dapat mencapai alveolus. Pada sebagian kasus, kuman TB dapat dihancurkan seluruhnya
oleh mekanisme imunologis nonspesifik, sehingga tidak terjadi respons imunologis
spesifik. Akan tetapi, pada sebagian kasus lainnya, tidak seluruhnya dapat
dihancurkan. Pada individu yang tidak dapat menghancurkan seluruh kuman, makrofag
5
alveolus akan memfagosit kuman TB yang sebagian besar dihancurkan. Akan tetapi,
sebagian kecil kuman TB yang tidak dapat dihancurkan akan terus berkembang biak di
dalam makrofag, dan akhirnya menyebabkan lisis makrofag. Selanjutnya, kuman TB
membentuk lesi di tempat tersebut, yang dinamakan focus primer Ghon. (Kementrian
Kesahatan RI, 2013 )
Dari fokus primer Ghon, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju
kelenjar limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi
fokus primer. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe
(limfangitis) dan di kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika fokus primer terletak
di lobus bawah atau tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat adalah kelenjar limfe
parahilus (perihiler), sedangkan jika fokus primer terletak di apeks paru, yang akan
terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Gabungan antara fokus primer, limfangitis, dan
limfadenitis dinamakan kompleks primer (primary complex). (Kementrian Kesahatan RI,
2013 )
6
Setelah imunitas selular terbentuk, fokus primer di jaringan paru biasanya akan
mengalami resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah terjadi
nekrosis perkijuan dan enkapsulasi. Kelenjar limfe regional juga akan mengalami
fibrosis dan enkapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya tidak sesempurna fokus
primer di jaringan paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan menetap selama bertahun-
tahun dalam kelenjar ini, tetapi tidak menimbulkan gejala sakit TB. (Kementrian
Kesahatan RI, 2013 )
Kompleks primer dapat juga mengalami komplikasi akibat fokus di paru atau di
kelenjar limfe regional. Fokus primer di paru dapat membesar dan menyebabkan
pneumonitis atau pleuritis fokal. Jika terjadi nekrosis perkijuan yang berat, bagian tengah
lesi akan mencair dan keluar melalui bronkus sehingga meninggalkan rongga di jaringan
paru (kavitas). (Kementrian Kesahatan RI, 2013 )
7
Gambar2.2 Patofisiologi TB (Kementrian Kesahatan RI, 2013)
2. Kompleks primer terdiri dari fokus primer (1), limfangitis (2), dan limfadenitis
regional (3).
TB ekstra paru adalah TB yang terjadi pada organ selain paru, misalnya: pleura,
kelenjar limfe, abdomen, saluran kencing, kulit, sendi, selaput otak dan tulang. Diagnosis
TB ekstra paru dapat ditetapkan berdasarkan hasil pemeriksaan bakteriologis atau
klinis.Diagnosis TB ekstra paru harus diupayakan berdasarkan penemuan Mycobacterium
TB. Pasien TB ekstra paru yang menderita TB pada beberapa organ, diklasifikasikan
sebagai pasien TB ekstra paru pada organ menunjukkan gambaran TB yang terberat.
2.7 GejalaTB
b. Demam lama 3 minggu dan/atau berulang tanpa sebab yang jelas (bukan
demam tifoid, infeksi saluran kemih, malaria, dan lain-lain). Demam umumnya
tidak tinggi. Keringat malam saja bukan merupakan gejala spesifik TB pada anak
apabila tidak disertai dengan gejala-gejala sistemik/umum lain.
c. Berat badan turun tanpa sebab yang jelas atau berat badan tidak naik dengan
adekuat atau tidak naik dalam 1 bulan setelah diberikan upaya perbaikan gizi yang
baik.
d. Nafsu makan tidak ada (anoreksia) atau berkurang, disertai gagal tumbuh
(failure to thrive).
Gejala klinis pada organ yang terkena TB, tergantung pada jenis organ yang
terkena, misalnya kelenjar limfe, susunan saraf pusat (SSP), tulang dan kulit, adalah
sebagai berikut:
c. TB sistem skeletal :
11
Tulang belakang (spondilitis) : Penonjolan tulang belakang (gibbus).
Tulang lutut (gonitis) : Pincang dan/atau bengkak pada lutut tanpa sebab yang
jelas.
d. Skrofuloderma:
Ditandaiadanya ulkus disertai dengan jembatan kulit antar tepi ulkus (skin bridge).
e. TB mata:
12
2.8 Diagnosis
a. Anamnesis
Gejala lokal respiratorik yaitu batuk 2 minggu, batuk dapat diikuti
dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas,
dan nyeri di dada
Gejala sistemik yaitu demam lebih dari 3 minggu, berkeringat malam hari
tanpa kegiatan fisik, badan terasa lemas, nafsu makan menurun, malaise, dan
berat badan menurun.
b. Pemeriksaan Fisik
Pada TB paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan struktur
paru.Pada permulaan (awal) perkembangan penyakit umumnya tidak (atau sulit
sekali) menemukan kelainan.Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah
lobus superior terutama daerah apex dan segmen posterior, serta daerah apex
lobus inferior. Pada pemeriksaan fisik ditemukan antara lain suara napas
bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru,
diafragma & mediastinum.
Pada pleuritis tuberkulosa, kelainan pemeriksaan fisik tergantung dari
banyaknya cairan di rongga pleura.Pada perkusi ditemukan pekak, pada auskultasi
suara napas yang melemah sampai tidak terdengar pada sisi yang terdapat cairan.
Pada limfadenitis tuberkulosa, terlihat pembesaran kelenjar getah bening,
tersering di daerah leher (pikirkan kemungkinan metastasis tumor), kadang-
kadang di daerahketiak. Pembesaran kelenjar tersebut dapat menjadi cold
abscess
c. Pemeriksaan Bakteriologik
Pemeriksaan bakteriologik untuk menemukan kuman TB mempunyai arti
yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis. Bahan untuk pemeriksaan
bakteriologik ini dapat berasal dari dahak, cairan pleura, cairan cerebrospinal,
bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar (bronchoalveolar
lavage/BAL), urin, faeces dan jaringan biopsi (termasuk biopsi jarum halus/BJH)
Pemeriksaan dilakukan dengan mikroskopik
13
Mikroskopik biasa : pewarnaan Ziehl-Nielsen, pewarnaan Kinyoun Gabbett
Mikroskopik fluoresens : pewarnaan Auramin-Rhodamin (khususnya untuk
screening)
d. Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA dengan atau tanpa foto lateral.
Pemeriksaan lain atas indikasi : foto apiko-lordotik, oblik, CT-Scan. Pada
pemeriksaan foto toraks, TB dapat memberi gambaran bermacam-macam bentuk
(multiform).
14
Kavitas, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau
nodular
Bayangan bercak milier
Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)
Luas lesi yang tampak pada foto toraks untuk kepentingan pengobatan
dapat dinyatakan sebagai berikut (terutama pada kasus BTA dahak negatif) :
Lesi minimal, bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru dengan
luas tidak lebih dari volume paru yang terletak di atas chondrostemal junction
dari iga kedua depan dan prosesus spinosus dari vertebra torakalis 4 atau
korpus vertebra torakalis5 (sela iga2) dan tidak dijumpai kavitas
Lesi luas bila proses lebih luas dari lesi minimal. (PDPI, 2011)
e. Pemeriksaan Penunjang
15
Hasil pemeriksaan PCR dapat membantu untuk menegakkan diagnosis
sepanjang pemeriksaan tersebut dikerjakan dengan cara yang benar dan sesuai
standar seperti Gene Xpert MTB/RIF.
Pemeriksaan analisis cairan pleura & uji Rivalta cairan pleura perlu
dilakukan pada penderita efusi pleura untuk membantu menegakkan
diagnosis.Interpretasi hasil analisis yang mendukung diagnosis TB adalah uji
Rivalta positif dan kesan cairan eksudat, serta pada analisis cairan pleura terdapat
sel limfosit dominan dan glukosa rendah.
16
Gambar 2.3. Diagnosis TB Dewasa (PDPI, 2011)
Dimodifikasi dari : treatment of TB, Guidelines for national Programme, WHO, 2003)
17
Keterangan :
1. Pemeriksaan klinis secara cermat dan hasilnya di catat sebagai data daar kondisi
pasien dalam rekam medis. Untuk fasilitas kesahatan yang memiliki alat tes cepat,
pemeriksaan mikroskopis langsung tetap dilakukan untuk terduga TB tanpa
kecurigaan/bukti HIV maupun resistensi OAT.
2. Hasil pemeriksaan BTA negatif pada semua contoh uji dahak (SPS) tidak
menyingkirkan diagnosis TB. Apabila akses memungkinkan dapat dilakukan
pemeriksaan tes cepat dan biakan.
3. Sebaiknya pembacaan hasil foto toraks oleh seorang ahli radiologi
4. Pemberian antibiotic non-OAT yang tidak memberikan efek pengobatan TB
termasuk Kuinolon
5. Untuk memastikan diagnosis TB
6. Dilakukan TIPK (Test HIV atas Inisiatif pemberi Pelayanan Kesehatan dan
Konseling)
7. Bila hasil pemeriksaan ulang tetap BTA negatif, lakukan observasi dan terapi
lanjutan oleh dokter untuk faktor-faktor yang mengarah ke TB.
2.9 Pengobatan
Tahap Awal : pengobatan diberikan setiap hari. Panduan pengobatan tahap ini
adalah dimaksudkan untuk secara efektif menurunkan jumlah kuman yang ada
dalam tubuh pasien dan meminimalisir pengaruh dari sebagian kecil kuman
yang mungkin sudah resisten sejak sebelum pasien mendapat pengobatan.
Pengobatan tahap awal pada semua pasien baru harus diberikan selama 2
bulan. Pada umumnya dengan pengobatan secara teratur dan tanpa adanya
penyulit, daya penularan sudah sangat menurun setelah pengobatan selama 2
minggu.
Tahap Lanjutan : merupakan tahap yang paling penting untuk membunuh sisa-
sisa kuman yang masih ada dalam tubuh khususnya kuman persistensehingga
pasien dapat sembuh dan mencegah terjadinya kekambuhan.
19
arthritis
Dosis
Harian 3 x / minggu
OAT
Kisaran dosis Kisaran dosis Maksimum /
Maksimum hari( mg)
(mg/kg BB) (mg/kg BB)
20
Catatatan :
Pemberian streptomisin untuk pasien yang baru berumur > 60 tahun atau pasien dengan
berat badan <50 kg mungkin tidak dapat mentoleransi dosis > 500mg/hari, beberapa buku
rujukan menganjurkan penuruna dosis menjadi 10mg/kgBB/hari.
Paket Kombipak adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniazid,
Rifampisin, Pirazinamid dan Etambutol. Paduan OAT ini disediakan program
untuk digunakan dalam pengobatan pasien yang terbukti mengalami efek
samping pada pengobatan dengan OAT KDT sebelumnya. Paduan OAT kategori
Anak disediakan dalam bentuk paket obat kombinasi dosis tetap (OAT-
KDT).Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 3 jenis obat dalam satu
tablet.Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien.Paduan ini dikemas dalam
satu paket untuk satu pasien.
a. Kategori -1 : 2(HRZE)/4(HR)3
22
5 tab 4KDT 5 tab 2KDT
71kg 5 tab 4KDT
+ 1000mg Streptomisin Inj. + 5 tab Etambutol
Meninggal Pasien TB yang meninggal oleh sebab apapun sebelum memulai atau
sedang dalam pengobatan.
Putus berobat Pasien TB yang tidak memulai pengobatannya atau yang pengobatannya
(loss to follow up) terputus selama 2 bulan terus menerus atau lebih.
Tidak Dievaluasi Pasien TB yang tidak diketahui hasil akhir pengobatannya. Termasuk
dalam kriteria ini adalah pasien pindah (transfer out) ke
kabupaten/kota lain dimana hasil akhir pengobatannya tidak diketahui
oleh kabupaten/kota yang ditinggalkan.
23
2.9.6. Evaluasi Pengobatan
Evaluasi penderita meliputi evaluasi klinik, bakteriologik, radiologik, dan
efek samping obat,serta evaluasi keteraturan berobat. (PDPI,2011)
1. Evaluasi klinik
Penderita dievaluasi setiap 2 minggu pada 1 bulan pertama pengobatan
selanjutnya setiap 1 bulan.Evaluasi respons pengobatan dan ada tidaknya
efek samping obat serta ada tidaknya komplikasi penyakit. Evaluasi klinik
meliputi keluhan, berat badan, pemeriksaan fisik.
2. Evaluasi bakteriologik (0 - 2 - 6 /9)
Tujuan untuk mendeteksi ada tidaknya konversi dahak
Pemeriksaan & evaluasi pemeriksaan mikroskopik
- Sebelum pengobatan dimulai
- Setelah 2 bulan pengobatan (setelah fase intensif)
- Pada akhir pengobatan
Bila ada fasilitas biakan : pemeriksaan biakan (0 - 2 - 6/9)
3. Pemeriksaan dan evaluasi foto toraks dilakukan pada:
Sebelum pengobatan (0 bulan), setelah 2 bulan pengobatan
Pada akhir pengobatan (6/9 bulan)
4. Evaluasi efek samping secara klinik
o Bila mungkin sebaiknya dari awal diperiksa fungsi hati, fungsi ginjal dan
darah lengkap
o Fungsi hati (SGOT,SGPT, bilirubin), fungsi ginjal (ureum, kreatinin) dan
gula darah untuk data dasar penyakit penyerta atau efek samping
pengobatan
o Asam urat diperiksa bila menggunakan pirazinamid
o Pemeriksaan visus dan uji buta warna bila menggunakan etambutol
o Penderita yang mendapat streptomisin harus diperiksa uji keseimbangan
dan audiometri
o Pada anak dan dewasa muda umumnya tidak diperlukan pemeriksaan awal
tersebut. Yang paling penting adalah evaluasi klinik kemungkinan terjadi
efek samping obat. Bila pada evaluasi klinik dicurigai terdapat efek
samping, maka dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk
memastikannya dan penanganan efek samping obat sesuai pedoman
24
5. Evalusi keteraturan berobat
Yang tidak kalah pentingnya selain dari paduan obat yang digunakan
adalah keteraturan berobat.Diminum / tidaknya obat tersebut. Dalam hal
ini maka sangat penting penyuluhan atau pendidikanmengenai penyakit
dan keteraturan berobat yang diberikan kepada penderita, keluarga dan
lingkungan. Ketidakteraturan berobat akan menyebabkan timbulnya
masalah resistensi.
6. Evaluasi penderita yang telah sembuh
Penderita TB yang telah dinyatakan sembuh tetap dievaluasi minimal
dalam 2 tahun pertama setelah sembuh untuk mengetahui terjadinya
kekambuhan.Yang dievaluasi adalah mikroskopik BTA dahak dan foto
toraks.Mikroskopik BTA dahak 3,6,12 dan 24 bulan setelah dinyatakan
sembuh.Evaluasi foto toraks 6, 12, 24 bulan setelah dinyatakan sembuh.
25
Tabel 2.6 Tindakan pada pasien yang putus berobat antara 1-2bulan(Kementerian
Kesehatan RI, 2014)
Tindakan Pertama Tindakan Kedua
Apabila hasilnya BTA
negatif atau pada awal Lanjutkan pengobatan dosis yang tersisa
pengobatan adalah sampai seluruh dosis pengobatan terpenuhin*
pasien TB ektra paru
Total dosis Lanjutkan pengobatan
pengobatan dosis tersisa sampai
1. Lacak pasien
sebelumnya 5 seluruh dosis
2. Diskusikan dengan pasien
bulan pengobatan terpenuhi*
untuk mencari faktor
Kategori 1:
penyebab putus berobat
1.Lanjutkan
3. Periksan dahak SPS dan
Apabila salah satu pemeriksaan tes cepat
melanjutkan pengobatan
atau lebih hasilnya 2. Berikan Kategori 2
sementara menunggu Total dosis
BTA positif mulai dari pengobatan
hasilnya pengobatan
awal**
sebelumnya 5
Kategori 2:
bulan
Lakukan tes cepat atau
di rujuk ke RS Pusat
Rujukan TB MDR***
Tabel 2.7 Tindakan pada pasien yang putus berobat 2 bulan atau lebih (Loss to follow-up)
(Kementerian Kesehatan RI, 2014)
Tindakan Pertama Tindakan Kedua
Keputusan pengobatan selanjutnya ditetapkan
oleh dokter tergantung pada kondisi klinis
pasien, apabila :
Apabila hasilnya
1.Sudah ada perbaikan nyata: hentikan
BTA negatif atau
pengobatan dan pasien tetap diobservasi, apabila
pada awal
terjadi perburukan klinis pasien diminta untuk
pengobatan adalah
pemeriksaan kembali atau
TB ektra paru
2.Belum ada perbaikan nyata: lanjutkan
1.Lacak pasien pengobatan dosis yang tersisa sampai seluruh
2.Diskusikan dengan dosis pengobatan terpenuhi*
pasien untuk mencari Kategori I
faktor penyebab putus
Dosis pengobatan Berikan pengobatan
berobat
sebelumnya <1bulan Kat I mulai dari awal
3.Periksan dahak SPS
Dosis pengobatan Berikan pengobatan
atau tes cepat
sebelumnya >1bulan Kat II mulai dari awal
4.Hentikan pengobatan Apabila salah satu
Kategori II
sementara menunggu atau lebih hasil BTA
hasilnya positif dan tidak Dosis pengobatan Berikan pengobatan
terbukti resistensi sebelumnya < 1bulan Kat II mulai dari awal
Dirujuk ke layanan
Dosis pengobatan spesialistik untuk
sebelumnya >1bulan pemeriksaan lebih
lanjut
26
atau lebih hasilnya rujukan TB MDR
BTA positif dan ada
bukti resistensi
Keterangan :
* Lanjutkan pengobatan dosis yang tersisa sampai seluruh dosis pengobatan
terpenuhidan dilakukan pemeriksaan ulang dahak kembali setelah menyelesaikan dosis
pengobatan pada bulan ke 5 dan AP
** Sementara menunggu hasil pemeriksaan uji kepekaan pasien dapat diberikan
pengobatan OAT kategori II
*** Sementara menunggu hasil pemeriksaan uji kepekaan pasien tidak diberikan
pengobatan panduan OAT
2.10 Pencegahan
Cara terbaik untuk mencegah TB adalah mendiagnosa, mengisolasi kasus menular
dengan cepat dan mengelolah pengobatan yang tepat sampai kuman tidak infeksius
(biasanya 2-4 minggu setelah dimulainya pengobatan yang tepat) dan penyakitnya
sembuh. Strategi tambahan mencakup vaksinasi BCG dan pengobatan orang dengan
infeksi TB laten yang berisiko tinggi menjadi aktif.(Harrison, 2012)
Strategi nasional program pengendalian TB nasional terdiri dari 7 strategi :
1. Memperluas dan meningkatkan pelayanan DOTS yang bermutu.
2. Menghadapi tantangan TB/HIV, MDR-TB, TB anak dan kebutuhan masyarakat
miskin serta rentan lainnya.
3. Melibatkan seluruh penyedia pelayanan pemerintah, masyarakat (sukarela),
perusahaan dan swasta melalui pendekatan Pelayanan TB Terpadu Pemerintah
dan Swasta (Public Private Mix) dan menjamin kepatuhan terhadap Standar
Internasional Penatalaksanaan TB (International Standards for TB Care).
4. Memberdayakan masyarakat dan pasien TB.
5. Memberikan kontribusi dalam penguatan sistem kesehatan dan manajemen
program pengendalian TB.
6. Mendorong komitmen pemerintah pusat dan daerah terhadap program TB
7. Mendorong penelitian, pengembangan dan pemanfaatan informasi strategis.
27
2.11 Pasien TB dengan Diabetes Melitus (DM)
Paduan OAT yang diberikan pada prinsipnya sama dengan paduan OAT bagi
pasien TB tanpa DM dengan syarat kadar gula darah terkontrol
Apabila kadar gula darah tidak terkontrol, maka lama pengobatan dapat
dilanjutkan sampai 9 bulan
Hati hati efek samping dengan penggunaan Etambutol karena pasien DM sering
mengalami komplikasi kelainan pada mata
Perlu diperhatikan penggunaan Rifampisin karena akan mengurangi efektifitas
obat oral anti diabetes (sulfonil urea) sehingga dosisnya perlu ditingkatkan
Perlu pengawasan sesudah pengobatan selesai untuk mendeteksi dini bila terjadi
kekambuhan kelompok. (PDPI, 2011)
3. Pemberian obat jangka pendek yang diawasi secara langsung, dikenal dengan istilah
DOT (Directly Observed Therapy)
28
A. Tujuan DOTS :
Mencapai angka kesembuhan yang tinggi
Mencegah putus berobat
Mengatasi efek samping obat jika timbul
Mencegah resistensi
B. Pengawasan
Pengawasan terhadap pasien TB dapat dilakukan oleh :
Pasien berobat jalan
Bila pasien mampu datang teratur, misal tiap minggu maka paramedis atau petugas
sosial dapat berfungsi sebagai PMO. Rumah PMO harus dekat dengan rumah
pasien TB untuk melaksanakan DOT ini.
Beberapa kemungkinan yang dapat menjadi PMO adalah petugas kesehatan, kader,
tokoh masyarakat, suami/ istri, dan orang serumah.
Pasien di rawat
Selama perawatan di rumah sakit yang bertindak sebagai PMO adalah petugas
rumah sakit, selesai perawatan untuk pengobatan selanjutnya sesuai dengan
berobat jalan.
C. Langkah Pelaksanaan DOT
Langkah pelaksanaan DOT, sebelum pengobatan pertama kali dimulai, pasien
diberikan penjelasan bahwa harus ada seorang PMO dan PMO tersebut harus ikut
hadir di poliklinik untuk mendapatkan penjelasan tentang DOT.
D. Persyaratan PMO
PMO bersedia dengan sukarela membantu penderita TB sampai sembuh selama
pengobatan dengan OAT dan menjaga kerahasiaan penderita HIV/AIDS. PMO dapat
berasal dari kader dasawisma, kader PPTI, PKK, atau anggota keluarga yang disegani
penderita.
E. Tugas PMO
Bersedia mendapat penjelasan di poliklinik
Melakukan pengawasan terhadap pasien dalam hal minum obat
Mengingatkan pasien untuk pemeriksaan ulang dahak sesaui jadwal yang di
tentukan
Memberikan dorongan terhadap pasien untuk berobat secara teratur hingga selesai
29
Mengenali efek samping ringan obat, dan menasehati pasien agar tetap mau
menelan obat
Merujuk pasien jika efek samping semakin berat
Melakukan kunjungan rumah
Menganjurkan anggota keluarga untuk memeriksa dahak bila di temuai gejala TB
F. Penyuluhan
30
31
BAB III
METODE PENETILITAN
Bulan
Kegiatan
Juli Agustus September Oktober November
Penyusunan Proposal
Pengumpulan Data
Pengolahan dan
Analisis
Penyusunan Laporan
Pelaporan Hasil
3.3.1 Populasi
Populasi target dalam penelitian ini adalah warga dsn. Pala pasang yang datang pada
saat pelayanan di dsn. Pala pasang.
32
3.3.2 Sample
Subjek terpilih atau sample yang dikehendaki dalam penelitian ini adalah warga dsn
pala pasang yang datang pada saat pelayanan yang aktif berkerja dan berusia diatas 20 tahun
dan yang memenuhi criteria inklusi.
Cara pengambilan sample pada penelitian ini adalah dengan cara random sampling
dengan jumlah sample sebanyak 20 orang dipilih secara acak.
c. aktif berkerja
1. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah tingkat pengetahuan warga dsn. Pala
pasang
1. Tingkat pengetahuan adalah hasil tahu yang terjadi setelah seseorang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Tingkat pengetahuan yang diukur mengenai
33
gambaran klinis penyakit TBC. Cara pegukuran dengan kuisioner. Skala pengukuran adalah
skala ordinal dengan kategori :
b. Cukup : 56 75 %
c. Kurang : < 56 %
2. Penyakit TBC berdasarkan gambaran klinis adalah penyakit TBC yang ditinjau dari
tanda dan gejala pada penyakit TBC. Cara pengukuruan dengan kuisioner. Skala pengukuran
adalah skala ordinal.
Penilaian pada penelitian ini dengan cara memberikan nilai terhadap jawaban
kuisioner yang diberikan. Teknik penilaian pengetahuan menggunakan perhitungan sebagai
berikut : dari 10 pertanyaan, jika menjawab dengan benar diberi nilai 1, jika salah diberi nilai
0. Jadi, nilai total adalah 10. Kemudian dihitung peresntase nilai jawaban pengetahuan
mahasiswa terhadap nilai total jawaban benar dengan rumus sebagai berikut :
P = X/N x 100%
Anlisis data disesuaikan dengan tujuan dan skala data dari variable yang akan diuji.
Alaisis univariat dilakukan untuk menggambarkan distribusi frekuensi dari variable yang
diteliti yang disajikan dalam bentuk persentase (%).
35
BAB IV
Populasi target pada penelitian ini adalah warga dsn. Pala pasang yang datang pada
saat pelayanan. Secara keseluruhan populasi penelitian yang didapat adalah 20 orang dengan
15 orang perempuan dan 5 orang laki laki .
Populasi Sample
25%
Laki - Laki
Perempuan
75%
Berdasarkan umur, warga sample yang datang sebagian besar berusia 30 40 tahun,
sebagian kecil berusia 20 30 tahun dan diatas 40 tahun. Sebanyak 60 % ( 12 orang ) warga
sample berusia 30 40 tahun. Sebanyak 10% ( 2 orang ) berusia 20 30 tahun dan sebanyak
30% ( 6 orang ) berusia diatas 40 tahun.
36
Usia Populasi
10%
30%
20 - 30 tahun
30 - 40 tahun
diatas 40 tahun
60%
Warga dsn. Pala pasang sebagian besar berkerja sebagai petani di kebun, sebagian
kecil adalah ibu rumah tangga. Sebanyak 80% ( 16 orang ) warga adalah petani dan 20% ( 4
orang ) adalah ibu rumah tangga.
Perkerjaan Populasi
20%
Petani
Ibu Rumah Tangga
80%
37
Klasifikasi Pengetahuan
0
15%
Baik
Cukup
Kurang
1.4
Pada penelitian ini didapatkan tingkat pengetahuan warga dsn. Pala Pasang
sebagian besar berada di kategori kurang, yaitu sebanyak 85% ( 17 orang ) dan sebanyak 15%
( 3 orang ) berpengetahuan cukup.
4.2 Pembahasan
Pada tahun 2014, TB membunuh 1,5 juta orang (1,1 juta HIV-negatif dan 0,4 juta
HIV-positif). Terdiri dari 890.000 laki-laki, 480.000 perempuan dan 140.000 anak-anak.
Sekarang peringkat TB bersama HIV merupakan penyebab utama kematian di seluruh dunia.
CNR semua kasus TB yang terendah di Provinsi DI Yogyakarta (74 kasus/100.000
38
penduduk). Apabila pada tahun 2014 jumlah penduduk DIY sebanyak 3.679.200 jiwa, maka
dapat dikatakan pada tahun 2014 ditemukan 2.733 kasus di provinsi DIY. CNR tertinggi di
Provinsi Papua (302 kasus/100.000 penduduk) atau dapat dikatakan telah di temukan 9.511
kasus TB di provinsi Papua pada tahun 2014.
Hasil penelitian tingkat pengetahuan warga dsn pala pasang mengenai penyakit
TBC didapatkan bahwa sebanyak 17 orang sampel atau 85% memiliki pengetahuan kurang, 3
orang atau 15% memiliki pengetahuan cukup dan 0 yang memiliki pengetahuan baik terhadap
penyakit TBC. Tingkat pengetahuan yang kurang dari warga dapat disebabkan oleh beberapa
factor, diantaranya adalah tingkat pengetahuan warga yang kurang, sosial ekonomi yang
rendah dan sulitnya akses kepada warga sehingga para tenaga kesehatan kesulitan
memberikan informasi yang cukup. Dari penelitian ini diharapkan terjadi perbaikan dari
pengetahuan warga sehingga warga bias lebih waspada dan dapat mencegah menularnya
penyakit TBC.
39
BAB V
5.1 Kesimpulan
1. Sebagian besar pekerjaan warga dusun pala pasang adalah petani / berkebun
2. Tingkat pengetahuan warga dusun pala pasang mengenai penyakit TBC adalah
sebanyak 85% berkategori kurang, 15% berkategori cukup dan 0% berkategori baik.
5.2 Saran
40
DAFTAR PUSTAKA
Amin Z, Bahar A. (2014). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, edisi IV, Internapublishing,
Jakarta: pp. 870-1
Kementrian Kesehatan RI. (2012). Profil Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, Jakarta
diakses 7 Nov 2015,
http://www.depkes.go.id/resources/download/profil/PROFIL_KES_PROVINSI_2
012/11%20Profil_Kes.Prov.DKIJakarta_2012.pdf
Munoz FM, Starke JR. (2007). Nelson Text Book of Pediatrics, edisi 18th, Saunder
Elsevier, USA : pp1242
OBrien RJ, Raviglione MC. (2012). Harrison Principles of Internal Medicine, edisi 18th,
MCGraw Hill Companies, USA : pp 1356
Puskesmas Kembangan Selatan. (2015). Register Balai Pengobatan Umum 2014, Jakarta
41
World Health Organization (WHO). (2009).Treatment of TBGuidelines, 4th ed, WHO,
Geneva,
www.who.int/TB/publications/2009/who_htm_TB_2009_420_beforeprint.pdf
World Health Organization (WHO). (2015). Global TB Report, diakses 8 Nov 2015,
http://www.who.int/TB/publications/global_report/gTBr15_annex02.pdf
World Health Organization (WHO). (2015). Indonesian TB Report, diakses 8 Nov 2015,
https://extranet.who.int/sree/Reports?op=Replet&name=/WHO_HQ_Reports/G2/PROD/
EXT/TBCountryProfile&ISO2=ID&outtype=html
42