Anda di halaman 1dari 10

Malnutrisi

A. Definisi Malnutrisi

Malnutrisi adalah suatu keadaan tidak terpenuhinya energi, protein


atau keduanya dari asupan makanan (Lipoeto N, 2006). Ketidakmamppuan
memenuhi kebutuhan nutrisi ini dapat menyebabkan gangguan dalam
pertumbuhan, perkembangan dan aktifitas.

B. Etiologi Malnutri
Etiologi malnutrisi menurut sifatnya, dapat dikelompokan menjadi :
1. Malnutrisi bersifat primer yaitu apabila kebutuhan individu yang
sehat akan protein, energy atau keduanya tidak dipenuhi oleh
makanan yang adekuat. Pada malnutrisi protein energy primer,
kekurangan kalori mumnya dikaitkan dengan keadaan-keadaan
perang, kekacauan sosial, ketidaktahuan, kemiskinan, penyakit
infeksi dan ketidakseimbangan distribusi makanan. Dengan
demikian gangguan sosial ekonomi dapat dianggap sebagai
penyebab paling global kelaparan pada anak disertai efeknya
yang buruk pada pertumbuhan dan perkembangan anak.
2. Malnutrisi bersifat sekunder, yaitu akibat adanya penyakit yang
dapat menyebabkan asupan suboptimal, gangguan
penyerapan, atau pemakaian nutrient dana tau peningkatan
kebutuhan karena terjadi kehilangan nutrient atau keadaan
stres.

C. Epidemiologi Malnutrisi

World Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa 175 juta


anak di negara berkembang mengalami malnutrisi dilihat dari data berat
badan menurut umur dan sekitar 230 juta mengalami stunted dilihat dari
tinggi badan menurut umur. Pada tahun 2007, hampir 20 juta anak bawah
lima tahun (balita) menderita malnutrisi berat akut. Menurut WHO, anak
penderita gizi buruk berisiko kematian 5-20 kali lebihbesar daripada anak
dengan nutrisi baik.

Di Indonesia, sekitar 50% atau lebih dari 100 juta orang menderita
berbagai gangguan defisiensi nutrisi, sekitar 15% penduduk dewasa
mengalami kelebihan berat badan dan mulai mengalami penyakit tidak
menular kronik seperti penyakit jantung, diabetes, keganasan, dan
osteoporosis. Pada tahun 2008, prevalensi balita penderita gizi buruk di
Indonesia masih tergolong tinggi. Laporan provinsi tahun 2005, terdapat
76.178 balita yang mengalami gizi buruk dan data Susenas menyatakan
bahwa prevalensi balita gizi buruk adalah 8,8%. Di DIY, pada tahun 2015
angka gizi buruk diprediksi melampaui target nasional (15%), tetapi penderita
gizi buruk masih dijumpai di wilayah DIY (Kuntari, dkk. 2013)

D. Klasifikasi Malnutrisi

Masalah malnutrisi lebih cendrung mengalami Kurang Energi Protein


(KEP). KEP sendiri merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh
rendahnya konsumsi dan protein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak
memenuhi angka kecukupan gizi (AKG) (Depkes RI, 1997). Katagori KEP
berdasarkan KMS yang baru, dibedakan menjadi 2 yaitu :

1. KEP Sedang-Berat
Anak disebut masuk ke dalam kategori Sedang-Berat bila berat
badan kurang dari 70% buku rujukan BB/WHO-NCHS.
2. KEP Ringan
Anak disebut KEP ringan bila berat badan 70% sampai kurang
80% baku rujukan BB/U WHO-NCHS

Secara klinis, KEP dapat dibagikan kepada tiga tipe yaitu:

1. Marasmus
Marasmus merupakan bentuk malnutrisi protein kalori, terutama
akibat kekurangan kalori berat dan kronis, paling sering terjadi
selama tahun pertama kehidupan, disertai retardasi pertumbuhan
serta atrofi lemak subkutan dan otot.
2. Kwashiorkor
Kwashiorkor merupakan bentuk malnutrisi protein-energi yang
disebabkan defisiesi protein yang berat, asupan kalori biasanya
juga mengalami defisiensi. Gejala meliputi retardasi pertumbuhan,
perubahan pigmen rambut dan kulit, edema, defisiensi imun dan
perubahan patologis pada hati.
3. Marasmik-kwashiorkor
Campuran gejala klinis kwashiorkor dan marasmus.

E. Faktor Resiko Malnutrisi

Faktor resiko yang dapat menyebabkan malnutrisi, diantaranya :

1. Asupan makanan
Asupan makanan yang kurang disebabkan oleh berbagai faktor,
antara lain tidak tersedianya makanan secara adekuat, anak tidak
cukup atau salah mendapat makanan bergizi seimbang, dan pola
makan yang salah. Kebutuhan nutrisi yang dibutuhkan balita
adalah air, energi, protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral.
2. Status sosial ekonomi
Sosial ekonomi merupakan suatu konsep dan untuk mengukur
status sosial ekonomi keluarga dilihat dari variabel tingkat
pekerjaan. Rendahnya ekonomi keluarga, akan berdampak dengan
rendahnya daya beli pada keluarga tersebut.Selain itu rendahnya
kualitas dan kuantitas konsumsi pangan, merupakan penyebab
langsung dari kekurangan gizi pada anak balita. Keadaan sosial
ekonomi yang rendahberkaitan dengan masalah kesehatan yang
dihadapi karena ketidaktahuan dan ketidakmampuan untuk
mengatasi berbagai masalah tersebut.
3. Pendidikan ibu
Kemiskinan dan kekurangan persediaan pangan yang bergizi
merupakan faktor penting dalam masalah kurang gizi.Salah satu
faktor yang menyebabkan timbulnya kemiskinan adalah pendidikan
yang rendah.
4. Pengetahuan ibu
Ibu merupakan orang yang berperan penting dalam penentuan
konsumsi makanan dalam keluaga khususnya pada anak balita.
Pengetahuan yang dimiliki ibu berpengaruh terhadap pola
konsumsi makanan keluarga. Kurangnya pengetahuan ibu tentang
gizi menyebabkan keanekaragamanmakanan yang berkurang.
Keluarga akan lebih banyak membeli barang karenapengaruh
kebiasaan, iklan,dan lingkungan. Selain itu, gangguan gizi juga
disebabkan karena kurangnya kemampuan ibu menerapkan
informasi tentang gizi dalam kehidupan sehari-hari.
5. Berat Badan Lahir Rendah
Gizi buruk dapat terjadi apabila BBLR jangka panjang.Pada BBLR
zat anti kekebalan kurang sempurna sehingga lebih mudah terkena
penyakit terutama penyakit infeksi. Penyakit ini menyebabkan balita
kurang nafsu makan sehingga asupan makanan yang masuk
kedalam tubuh menjadi berkurang.

F. Manifestasi Klinis Malnutrisi

Manifestasi klinis malnutrisi dapat dilihat pada klien dengan KEP,


diantaranya :

1. Marasmus :
Pada penderita yang menderita marasmus, pertumbuhannya
akan berkurang atau terhenti, sering berjaga pada waktu malam,
mengalami konstipasi atau diare. Diare pada penderita marasmus
akan terlihat berupa bercak hijau tua yang terdiri dari sedikit lendir
dan sedikit tinja. Gangguan pada kulit adalah tugor kulit akan
menghilang dan penderita terlihat keriput. Apabila gejala
bertambah berat lemak pada bagian pipi akan menghilang dan
penderita terlihat seperti wajah seorang tua. Vena superfisialis
akan terlihat jelas, ubun-ubun besar cekung, tulang pipi dan dagu
menonjol dan mata tampak besar dan dalam. Perut tampak
membuncit atau cekung dengan gambaran usus yang jelas dan
tampak atropi (Hassan et al, 2005).
2. Kwashiorkor
Pada penderita yang menderita kwashiorkor, anak akan
mengalami gangguan pertumbuhan, perubahan mental yaitu pada
biasanya penderita cengeng dan pada stadium lanjut menjadi
apatis dan sebagian besar penderita ditemukan edema. Selain itu,
pederita akan mengalami gejala gastrointestinal yaitu anoreksia
dan diare. Hal ini mungkin karena gangguan fungsi hati, pankreas
dan usus. Rambut kepala penderita kwashiorkor senang dicabut
tanpa rasa sakit (Hassan et al, 2005).
Pada penderita stadium lanjut, rambut akan terlihat kusam,
kering, halus, jarang dan berwarna putih. Kulit menjadi kering
dengan menunjukkan garis-garis yang lebih mendalam dan lebar.
terjadi perubahan kulit yang khas yaitu crazy pavement dermatosis
yang merupakan bercak-bercak putih atau merah muda dengan
tepi hitam dan ditemukan pada bagian tubuh yang sering mendapat
tekanan dan disertai kelembapan. Pada perabaan hati ditemukan
hati membesar, kenyal, permukaan licin, dan pinggiran tajam.
Anemia ringan juga ditemukan dan terjadinya kelainan kimia yaitu
kadar albumin serum yang rendah dan kadar globulin yang normal
atau sedikit meninggi (Hassan et al, 2005).
3. Marasmik-kwashiorkor
Campuran gejala klinis kwashiorkor dan marasmus.

G. Patofisiologi Malnutrisi
(Terlampir)

H. Penilaian Status Gizi pada Malnutrisi

Status gizi sebagai refleksi kecukupan zat gizi, merupakan salah satu
parameter penting dalam menilai tumbuh kembang anak dan keadaan sehat
anak umumnya. Cara penilaian status gizi dilakukan atas dasar anamesis,
pemeriksasan jasmani, data antropometrik dan pemeriksaan laboratorium.

1. Anamnesis
Dengan anamnesis yang baik akan diperoleh informasi tentang nutrisi
selama dalam kandungan, saat kelahiran, keadaan waktu lahir
(termasuk berat dan panjang badan), penyakit dan kelainan yang
diderita, dan imunisasi, data keluarga serta riwayat kontak dengan
penderita penyakit menular tertentu (Markum dkk, 1991).
2. Pemeriksaan jasmani
Bermanfaat untuk memperoleh kesan klinis tentang tumbuh kembang
secara umum perlu diperhatikan bentuk serta perbandingan bagian
kepala, tubuh dan anggota gerak. Demikian pula keadaan mental anak
yang komposmentis, bersifat cengeng atau apatik (Markum dkk, 1991).
3. Antropometri
Pengukuran antropometri untuk menilai ukuran dan bentuk badan dan
bagian badan khusus dapat membantu mengenai masalah nutrisi.
Pengukuran ini meliputi berat badan, tinggi badan, lingkar kepala,
lingkar lengas atas dan lipatan kulit. Berat badan merupakan indicator
untuk menilai keadaan gizi dan tumbuh kembang anak. Tinggi badan
dipakai sebagai dasar perbandingan terhadap perubahan relative
pertumbuhan. Lingkar kepala untuk menilai pertumbuhan otak. Lingkar
lengan atas mencerminkan tumbuh kembang jaringan lemak dan otot.
Lipatan kulit di daerah triseps dan sub scapula merupakan relfkesi kulit
tumbuh kembang jaringan lemak bawah kulit dan mencerminkan
kecukupan gizi (FKUI, 1993).
4. Pemeriksaan laboratorium.
Terutama mencakup pemeiksasan darah rutin seperti kadar
haemoglobn dan protein serum (albumin, globulin) serta pemeriksasan
kimia darah lain bila diperlukan dengan non esensial, kadar lipid, kadar
kolesterol (Markum dkk, 1991).

I. Penatalaksanaan Malnutrisi

Penatalaksanaan yang akan diberikan pada anak malnutrisi yaitu


berupa pengobatan yang berbentuk makanan yang mengandung banyak
protein bernilai tinggi, banyak cairan, cukup vitamin dan mineral, masing-
masing cukup mudah dicerna dan diserap. Pasien yang menderita defisiensi
tidak selalu dibawa ke rumah sakit, keculai yang menderita malnutrisi berat
atau malnutrisi dengan komplikasi penyakit lainnya. Cara memberikan
makanan kepada balita dengan mallnutrisi selama anak masih mau makan
peroral diberikan secara berulang-ulang. Tetapi jika dilihat bahwa makanan
selalu masih sisa lebih dari setengahnya lebih baik diberikan melalui sonde.
Biasanya bisa lebih 3-4 hari disonde berat badan sudah mulai naij dan nafsu
makan mulai timbul, pemberian makanan secara bertahap (Ngastiyah, 2005).

J. Komplikasi Malnutrisi

Bahaya komplikasi pada pasien melnutrisi KEP sangat mudah mendapatkan


infeksi karena daya tubuhnya rendah terutama sistem kekebalan tubuh.
Infeksi yang paling sering ialah bronkopneumonia dan tuberculosis. Adanya
atrofili usus menyebabkan penyerapan terganggu mengakibatkan pasien
sering diare (Ngastiyah, 2005).
Daftar Pustaka

Kuntari, Titik, dkk. 2013. Faktor Resiko Malnutrisi pada Balita. [online]:
http://jurnalkesmas.ui.ac.id. Diaskes pada 29 Februari 2016.

Lipoeto, N.I., N.Megasari, dan A.E.Putra. 2006. Malnutrisi dan Asupan Kalori
Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit.Majalah Kedokteran Indonesia, vol.
56 No.11, hal: 3.

Ngastiyah. 2005. Keperawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC.

Nurprarida, Siti, dkk. 2013. Peran Tim Terapi Gizi (TTG) dalam Mengatasi
Malnutrisi Pasien Selama Dirawat di Rumah Sakit : Suatu Kajian
Literatur. [online] : http://pustaka.unpad.ac.id. Diaskes pada 29
Februari 2016.
Project Based Learning (PjBL)

Malnutrisi

Disusun oleh

Nama : Ni Luh Putu Saptya Widyatmi

NIM : 135070201111010

Kelompok : Kelompok 4-Kelas 1

Program Studi Ilmu Keperawatan


Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya

Malang-2016

Anda mungkin juga menyukai