Anda di halaman 1dari 22

Bed Side Teaching

Ambliopia

Oleh :

Alfioni Parsiska 1310311096


Nabila Arifah 1310311111

Pembimbing :
dr. Julita, Sp.M

BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA


RSUP DR. M. DJAMIL PADANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2017

1
BAB 1
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ambliopia
2.1.1 Definisi
Ambliopia adalah suatu keadaan mata dimana tajam penglihatan tidak
mencapai optimal sesuai dengan usia dan intelegensinya walaupun sudah
dikoreksi kelainan refraksinya.1 Ambliopia berasal dari bahasa Yunani yaitu
amblyos (tumpul) dan opia (penglihatan) dikenal juga dengan lazy eye atau mata
malas.2

2.1.2 Epidemiologi
Ambliopia adalah suatu masalah kesehatan masyarakat yang penting oleh
karena menyebabkan penderitaan seumur hidup. Usaha-usaha untuk mengatasinya
memerlukan biaya yang besar, kedisiplinan yang tinggi dari dokter dan pasiennya,
juga waktu yang lama. Prevalensi ambliopia di Amerika Serikat sulit untuk
ditaksir dan berbeda pada tiap literatur, berkisar antara 1 3,5% pada anak yang
sehat sampai 4 5,3% pada anak dengan problema mata. Hampir seluruh data
mengatakan sekitar 2% dari keseluruhan populasi menderita ambliopia.1,3,10 Di
Cina, menurut data bulan Desember tahun 2005, sekitar 3 5 % atau 9 hingga 5
juta anak menderita ambliopia.2
Di Indonesia, suatu penelitian dengan sampel murid-murid kelas 1 SD di
kotamadya Bandung, menunjukkan angka prevalensi Ambliopia berkisar 1,56%.11
Pada sebuah penelitian di Yogyakarta, didapatkan bahwa insidensi Ambliopia
pada anak di kawasan perkotaan adalah sebesar 0,25% sedangkan di pedesaaan
sebesar 0,20%.12
Tidak ada perbedaan insidensi berdasarkan jenis kelamin dan ras. Usia
terjadinya ambliopia yaitu pada periode kritis dari perkembangan mata. Resiko
meningkat pada anak yang perkembangannya terlambat, prematur dan/atau
dijumpai adanya riwayat keluarga ambliopia.3

2
2.1.3 Patofisiologi
Pada ambliopia didapatkan adanya kerusakan penglihatan sentral,
sedangkan daerah penglihatan perifer dapat dikatakan masih tetap normal. Studi
eksperimental pada binatang serta studi klinis pada bayi dan balita, mendukung
konsep adanya suatu periode kritis yang peka dalam berkembangnya keadaan
amblyopia. Periode kritis ini sesuai dengan perkembangan sistem penglihatan
anak yang peka terhadap masukan abnormal yang diakibatkan oleh rangsangan
deprivasi, strabismus, atau kelainan refraksi yang signifikan.8
Secara umum, periode kritis untuk ambliopia deprivasi terjadi lebih
cepat dibanding strabismus maupun anisometropia. Lebih lanjut, waktu yang
dibutuhkan untuk terjadinya ambliopia ketika periode kritis lebih singkat pada
rangsang deprivasi dibandingkan strabismus ataupun anisometropia.1 Periode
kritis tersebut adalah:
1. Perkembangan tajam penglihatan dari 20/200 (6/60) hinga 20/20 (6/6), yaitu
pada saat lahir sampai usia 3 5 tahun.
2. Periode yang beresiko (sangat) tinggi untuk terjadinya ambliopia deprivasi,
yaitu di usia beberapa bulan hingga usia 7 8 tahun.
3. Periode dimana kesembuhan ambliopia masih dapat dicapai, yaitu sejak
terjadinya deprivasi sampai usia remaja atau bahkan terkadang usia dewasa.9
Walaupun mekanisme neurofisiologi penyebab ambliopia masih belum
jelas, studi eksperimental modifikasi pengalaman dalam melihat pada binatang
dan percobaan laboratorium pada manusia dengan ambliopia telah memberi
beberapa masukan, pada binatang percobaan menunjukkan gangguan sistem
penglihatan fungsi neuron yang dalam/besar yang diakibatkan pengalaman
melihat abnormal dini. Sel pada korteks visual primer dapat kehilangan
kemampuan dalam menanggapi rangsangan pada satu atau kedua mata, dan sel
yang masih responsif fungsinya akhirnya dapat menurun. Kelainan juga terjadi
pada neuron badan genikulatum lateral. Keterlibatan retina masih belum dapat
disimpulkan.8
Sistem penglihatan membutuhkan pengalaman melihat dan terutama
interaksi kompetitif antar jalur penglihatan di kedua mata pada visual korteks
untuk berkembang hingga dewasa.13 Bayi sudah dapat melihat sewaktu lahir, tapi

3
mereka harus belajar bagaimana menggunakan mata mereka. Mereka harus
belajar bagaimana untuk fokus, dan bagaimana cara menggunakan kedua mata
bersamaan.14 Penglihatan yang baik harus jernih, bayangan terfokus sama pada
kedua mata. Bila bayangan kabur pada satu mata, atau bayangan tersebut tidak
sama pada kedua mata, maka jaras penglihatan tidak dapat berkembang dengan
baik, bahkan dapat memburuk.15 Bila hal ini terjadi, otak akan mematikan mata
yang tidak fokus dan orang tersebut akan bergantung pada satu mata untuk
melihat.14

2.1.4 Klasifikasi
Ambliopia dibagi kedalam beberapa bagian sesuai dengan
gangguan/kelainan yang menjadi penyebabnya, yaitu:8
- Ambliopia Strabismik
- Ambliopia Anisometropik
- Ambliopia Isometropia
- Ambliopia Deprivasi

Ambliopia Strabismik
Ambliopia yang paling sering ditemui ini terjadi pada mata yang
berdeviasi konstan (lihat gambar 2.1). Tropia yang tidak bergantian
(nonalternating, khususnya esodeviasi) sering menyebabkan ambliopia yang
signifikan.8 Ambliopia umumnya tidak terjadi bila terdapat fiksasi yang
bergantian, sehingga masing masing mata mendapat jalan/akses yang sama ke
pusat penglihatan yang lebih tinggi. Bila deviasi strabismus berlangsung
intermiten, maka akan ada suatu periode interaksi binokular yang normal sehingga
kesatuan sistem penglihatan tetap terjaga baik.16
Ambliopia strabismik diduga disebabkan karena kompetisi atau
terhambatnya interaksi antara neuron yang membawa input yang tidak menyatu
(fusi) dari kedua mata, yang akhirnya akan terjadi dominasi pusat penglihatan
kortikal oleh mata yang berfiksasi dan lama kelamaan terjadi penurunan respon
terhadap input dari mata yang tidak berfiksasi.8
Penolakan kronis dari mata yang berdeviasi oleh pusat penglihatan
binokular ini tampaknya merupakan faktor utama terjadinya amblyopia

4
strabismik. Pengaburan bayangan foveal oleh karena akomodasi yang tidak sesuai,
dapat juga menjadi faktor tambahan.16 Hal tersebut di atas terjadi sebagai usaha
inhibisi atau supresi untuk menghilangkan diplopia dan konfusi.17 Konfusi adalah
melihat 2 objek visual yang berlainan tapi berhimpitan satu di atas yang lain.18

Gambar 2.1 Ambliopia Strabismik

Fiksasi Eksentrik
Fiksasi eksentrik mengacu kepada penggunaan regio nonfoveal retina
terus-menerus untuk penglihatan monokular oleh mata ambliopia.8 Fiksasi
eksentrik terdapat sekitar 80% dari penderita ambliopia.19 Fiksasi eksentrik ringan
(derajat minor), hanya dapat dideteksi dengan uji khusus seperti visuskop. Hal ini
banyak dijumpai pada penderita ambliopia strabismik dan hilangnya tajam
penglihatan ringan.1 Secara klinis bukti adanya fiksasi eksentrik, dapat dideteksi
dengan melihat reflek kornea pada mata ambliopia yang tidak berada pada posisi
sentral, dimana ia memfiksasi cahaya dengan mata dominan ditutup. 8 Umumnya
tajam penglihatan adalah 20/200 (6/60) atau lebih buruk lagi. 8,11 Penggunaan regio
nonfoveal untuk fiksasi tidak dapat disimpulkan sebagai penyebab utama
menurunnya penglihatan pada mata yang ambliopia. Mekanisme fenomena ini
masih belum diketahui.8

Ambliopia Anisometropik
Terbanyak kedua setelah ambliopia strabismik adalah amblyopia
anisometropik. Terjadi ketika adanya perbedaan refraksi antara kedua mata yang
menyebabkan lama kelamaan bayangan pada satu retina tidak fokus. 8 Jika
bayangan di fovea pada kedua mata berlainan bentuk dan ukuran yang disebabkan
karena kelainan refraksi yang tidak sama antara kiri dan kanan, maka terjadi
rintangan untuk fusi. Lebihlebih fovea mata yang lebih ametropik akan

5
menghalangi pembentukan bayangan (form vision).18
Kondisi ini diperkirakan sebagian akibat efek langsung dari bayangan
kabur pada perkembangan tajam penglihatan pada mata yang terlibat, dan
sebagian lagi akibat kompetisi interokular atau inhibisi yang serupa (tapi tidak
harus identik) dengan yang terjadi pada ambliopia strabismik.8
Derajat ringan anisometropia hyperopia atau astigmatisma (1-2 D) dapat
menyebabkan ambliopia ringan. Myopia anisometropia ringan ( 3 D) biasanya
tidak menyebabkan ambliopia, tapi myopia tinggi unilateral (-6 D) sering
menyebabkan ambliopia berat.8 Begitu juga dengan hiperopia tinggi unilateral
(+6 D). Tapi pada beberapa pasien (kemungkinan onset-nya terjadi pada umur
lanjut) gangguan penglihatan adalah ringan. Bila gangguan penglihatan amat
sangat besar, sering didapat bukti adanya malformasi atau perubahan degeneratif
pada mata ametropia yang menyebabkan kerusakan fungsional atau menambah
faktor ambliopiogenik.16

Gambar 2.2 Ambliopia Anisometropik

Ambliopia Isometropia
Ambliopia isometropia terjadi akibat kelainan refraksi tinggi yang tidak
dikoreksi, yang ukurannya hampir sama pada mata kanan dan mata kiri.8 Dimana
walaupun telah dikoreksi dengan baik, tidak langsung memberi hasil penglihatan
normal. Tajam penglihatan membaik sesudah koreksi lensa dipakai pada suatu
periode waktu (beberapa bulan). Khas untuk ambliopia tipe ini yaitu, hilangnya
penglihatan ringan dapat diatasi dengan terapi penglihatan, karena interaksi
abnormal binokular bukan merupakan faktor penyebab.9 Mekanismenya hanya
karena akibat bayangan retina yang kabur saja.8 Pada ambliopia isometropia,
bayangan retina (dengan atau tanpa koreksi lensa) sama dalam hal kejelasan/
kejernihan dan ukuran.9 Hyperopia lebih dari 5 D dan myopia lebih dari 10 D
beresiko menyebabkan bilateral ambliopia dan harus dikoreksi sedini mungkin

6
agar tidak terjadi ambliopia.11

Ambliopia Deprivasi
Istilah lama ambliopia ex anopsia atau disuse amblyopia sering masih
digunakan untuk ambliopia deprivasi. Ambliopia ini sering disebabkan oleh
kekeruhan media kongenital atau dini yang akan menyebabkan terjadinya
penurunan pembentukan bayangan yang akhirnya menimbulkan amblyopia (lihat
gambar 2.6) .11 Bentuk ambliopia ini sedikit kita jumpai namun merupakan yang
paling parah dan sulit diperbaiki.8 Ambliopia bentuk ini lebih parah pada kasus
unilateral dibandingkan bilateral dengan kekeruhan identik.11
Anak kurang dari 6 tahun, dengan katarak kongenital padat/total yang
menempati daerah sentral dengan ukuran 3 mm atau lebih, harus dianggap dapat
menyebabkan ambliopia berat. Kekeruhan lensa yang sama yang terjadi pada usia
> 6 tahun lebih tidak berbahaya.8 Ambliopia oklusi adalah bentuk ambliopia
deprivasi disebabkan karena penggunaan patch (penutup mata) yang berlebihan. 8
Ambliopia berat dilaporkan dapat terjadi satu minggu setelah penggunaan
patching unilateral pada anak usia < 2 tahun sesudah menjalani operasi ringan
pada kelopak mata.10

Gambar 2.3 Ambliopia Deprivasi

2.1.5 Gejala Klinis


Ambliopia sering tidak terdeteksi karena tidak bergejala, kecuali terdapat
abnormalitas pada mata anak tersebut. Anak-anak sering mengeluh penglihatan
satu mata baik sedangkan mata lainnya buruk. Oleh karena itu peran orang tua
sangat dibutuhkan. Beberapa tanda pada mata dengan ambliopia, seperti:

Berkurangnya penglihatan satu mata.

7

Menurunnya tajam penglihatan terutama pada fenomena crowding.

Hilangnya sensitivitas kontras.

Mata mudah mengalami fiksasi eksentrik.

Adanya anisokoria.

Tidak mempengaruhi penglihatan warna.

Biasanya daya akomodasi menurun.

Sering menutup satu mata bila membaca atau melihat papan tulis

ERG dan EEG penderita ambliopia dapat normal yang berarti tidak terdapat
kelainan organik pada retina maupun korteks serebri.1

2.1.6 Diagnosis
Ambliopia didiagnosis bila terdapat penurunan tajam penglihatan yang
tidak dapat dijelaskan, dimana hal tersebut ada kaitan dengan riwayat atau kondisi
yang dapat menyebabkan ambliopia.8
Anamnesis
Bila menemui pasien ambliopia, ada 4 pertanyaan penting yang harus kita
tanyakan dan harus dijawab dengan lengkap, yaitu:9
1. Kapan pertama kali dijumpai kelainan ambliogenik? (seperti strabismus,
anisometropia, dll).
2. Kapan penatalaksanaan pertama kali dilakukan?
3. Terdiri dari apa saja penatalaksanaan itu?
4. Bagaimana kedisiplinan pasien terhadap penatalaksanaan itu?
Pada pasien yang dicurigai menderita ambliopia harus ditanyakan tentang
riwayat penggunaan patch pada mata atau penggunaan obat tetes mata
sebelumnya. Juga harus dicari tentang riwayat penyakit mata dan operasi mata.
Sebagai tambahan, penting juga ditanyakan riwayat keluarga yang menderita
strabismus atau kelainan mata lainnya, karena hal tersebut merupakan predisposisi
seorang anak menderita ambliopia.3
Strabismus dijumpai sekitar 4% dari keseluruhan populasi. Frekuensi
strabismus yang diturunkan berkisar antara 22 66%. Frekuensi esotropia
diantara saudara sekandung, dimana pada orang tua tidak dijumpai kelainan
tersebut, adalah 15%. Jika salah satu orang tuanya esotropia, frekuensi meningkat

8
hingga 40%. Informasi ini tidak mempengaruhi prognosis, tapi penting untuk
keturunannya).15

Pemeriksaan Penunjang
1. Tajam Penglihatan
Penderita ambliopia kurang mampu untuk membaca bentuk/huruf yang
rapat dan mengenali pola apa yang dibentuk oleh gambar atau huruf tersebut.
Tajam penglihatan yang dinilai dengan cara konvensional, yang berdasarkan pada
kedua fungsi tadi, selalu subnormal.16 Telah diketahui bahwa penderita ambliopia
sulit untuk mengidentifikasi huruf yang tersusun linear (sebaris) dibandingkan
dengan huruf yang terisolasi, maka dapat kita lakukan dengan meletakkan balok
disekitar huruf tunggal. Hal ini disebut Crowding Phenomenon.16
Terkadang mata ambliopia dengan tajam penglihatan 20/20 (6/6) pada
huruf isolasi dapat turun hingga 20/100 (6/30) bila ada interaksi bentuk (contour
interaction). Perbedaan yang besar ini terkadang muncul juga sewaktu pasien
yang sedang diobati kontrol, dimana tajam penglihatannya jauh lebih baik pada
huruf isolasi daripada huruf linear. Oleh karena itu, ambliopia belum dikatakan
sembuh hingga tajam penglihatan linear kembali normal.16
Menentukan tajam penglihatan mata ambliopia pada anak adalah
pemeriksaan yang paling penting.8 Walaupun untuk mendapatkan hasil
pemeriksaan yang dapat dipercaya sulit pada pasien anakanak, tapi untungnya
penatalaksanaan ambliopia sangat efektif dan efisien pada anakanak. 10 Anak
yang sudah mengetahui huruf balok dapat di tes dengan karta Snellen standar.
Untuk nonverbal Snellen, yang banyak digunakan adalah tes E dan tes
HOTV.10 Tes lain adalah dengan simbol LEA. Bentuk ini mudah bagi anak usia
1 tahun (todler), dan mirip dengan konfigurasi huruf Snellen. Caranya sama
dengan tes HOTV.16 Berikut ini adalah contoh balok interaktif yang mengelilingi
huruf Snellen dan simbol LEA:

9
Gambar 2.4: Balok interaktif yang mengelilingi huruf Snellen. 16

Gambar 2.5 Simbol LEA16


2. Neutral Density (Nd) Filter Test
Tes ini digunakan untuk membedakan ambliopia fungsional dan organik.
Filter densitas netral (Kodak No.96, ND 2.00 dan 0,50) dengan densitas yang
cukup untuk menurunkan tajam penglihatan mata normal dari 20/20 (6/6) menjadi
20/40 (6/12) ditempatkan di depan mata yang ambliopik. 10,12 Bila pasien menderita
ambliopia, tajam penglihatan dengan NDF tetap sama dengan visus semula atau
sedikit membaik.7
Jika ada ambliopia organik, tajam penglihatan menurun dengan nyata bila
digunakan filter, misalnya 20/100 (6/30) menjadi hitung jari atau lambaian
tangan.7 Keuntungan tes ini bisa digunakan untuk screening secara cepat sebelum
dikerjakan terapi oklusi, apabila penyebab ambliopia tidak jelas.12

Menentukan Sifat Fiksasi

Pada pasien ambliopia, sifat fiksasi harus ditentukan. Penglihatan sentral


terletak pada foveal; pada fiksasi eksentrik, yang digunakan untuk melihat adalah
daerah retina parafoveal. Hal ini sering dijumpai pada pasien dengan strabismik
ambliopia daripada anisometropik ambliopia.11 Fiksasi eksentrik ditandai dengan
tajam penglihatan 20/200 (6/60) atau lebih buruk lagi. 8,11 Tidak cukup kiranya
menentukan sifat fiksasi hanya pada posisi refleks cahaya korneal. Fiksasi
didiagnosis dengan menggunakan visuskop dan dapat didokumentasi dengan
kamera fundus Zeiss. Tes lain dapat dengan tes tutup alternat untuk fiksasi
eksentrik bilateral.18

3. Visuskop

10
Visuskop adalah oftalmoskop yang telah dimodifikasi yang
memproyeksikan target fiksasi ke fundus. Mata yang tidak diuji ditutup.
Pemeriksa memproyeksikan target fiksasi ke dekat makula, dan pasien
mengarahkan pandangannya ke tanda bintik hitam (asterisk).11,18
Posisi tanda asterisk di fundus pasien dicatat. Pengujian ini diulang
beberapa kali untuk menentukan ukuran daerah fiksasi eksentrik. 18 Pada fiksasi
sentral, tanda asterisk terletak di fovea. Pada fiksasi eksentrik, mata akan bergeser
sehingga asterisk bergerak ke daerah ekstrafoveal dari fiksasi retina.11 Berikut
adalah gambaran visuskop:

Gambar 2.6 Visuskop


4. Tes Tutup Alternat (Alternat Cover Test) untuk Fiksasi Eksentrik Bilateral
Fiksasi eksentrik bilateral adalah suatu kelainan yang jarang dijumpai dan
terjadi pada pasien pasien dengan ambliopia kongenital kedua belah mata dan
dalam hal ini pada penyakit makula bilateral dalam jangka lama. 18 Misalnya bila
kedua mata ekstropia atau esotropia, maka bila mata kontralateral ditutup, mata
yang satunya tetap pada posisi semula, tidak ada usaha untuk refiksasi bayangan.
Berikut ini adalah contoh tes tutup alternat untuk fiksasi eksentrik bilateral:

Gambar 2.7 Fiksasi Eksentrik Bilateral16

11
2.1.6 Penatalaksanaan
Ambliopia, pada kebanyakan kasus, dapat ditatalaksana dengan efektif
selama satu dekade pertama. Lebih cepat tindakan terapeutik dilakukan, maka
akan semakin besar pula peluang keberhasilannya. Bila pada awal terapi sudah
berhasil, hal ini tidak menjamin penglihatan optimal akan tetap bertahan. Maka
para klinisi harus tetap waspada dan bersiap untuk melanjutkan penatalaksanaan
hingga penglihatan matang (sekitar umur 10 tahun).16
Penatalaksanaan ambliopia meliputi langkah langkah berikut :8
1. Menghilangkan (bila mungkin) semua penghalang penglihatan seperti katarak
2. Koreksi kelainan refraksi
3. Paksakan penggunaan mata yang lebih lemah dengan membatasi penggunaan
mata yang lebih baik.

Pengangkatan Katarak
Katarak yang dapat menyebabkan ambliopia harus segera dioperasi, tidak
perlu ditundatunda. Pengangkatan katarak kongenital pada usia 2-3 bulan
pertama kehidupan, sangat penting dilakukan agar penglihatan kembali pulih
dengan optimal. Pada kasus katarak bilateral, interval operasi pada mata yang
pertama dan kedua sebaiknya tidak lebih dari 1- 2 minggu. Terbentuknya katarak
traumatika berat dan akut pada anak dibawah umur 6 tahun harus diangkat dalam
beberapa minggu setelah kejadian trauma bila memungkinkan. Yang mana katarak
traumatika itu sangat bersifat amblyopiogenik. 8
Kegagalan dalam menjernihkan media, memperbaiki optikal, dan
penggunaan regular mata yang terluka, akan mengakibatkan ambliopia berat
dalam beberapa bulan, selambat lambatnya pada usia 6 hingga 8 tahun.16

Koreksi Refraksi
Bila ambliopia disebabkan kelainan refraksi atau anisometropia, maka
dapat diterapi dengan kacamata atau lensa kontak. 2 Ukuran kaca mata untuk mata
amblyopia diberi dengan koreksi penuh dengan penggunaan sikloplegia.8 Bila
dijumpai myopia tinggi unilateral, lensa kontak merupakan pilihan, karena bila
memakai kacamata akan terasa berat dan penampilannya (estetika) buruk.16

12
Karena kemampuan mata ambliopia untuk mengatur akomodasi cenderung
menurun, maka ia tidak dapat mengkompensasi hiperopia yang tidak dikoreksi
seperti pada mata anak normal. Koreksi afakia pada anak dilakukan segera
mungkin untuk menghindarkan terjadinya deprivasi penglihatan akibat keruhnya
lensa menjadi defisit optikal berat. Ambliopia anisometropik dan ambliopia
isometropik akan sangat membaik walau hanya dengan koreksi kacamata selama
beberapa bulan.8

Terapi Oklusi
Terapi oklusi sudah dilakukan sejak abad ke-18 dan merupakan terapi
pilihan. Keberhasilan terapi oklusi baik dan cepat. Terdapat dua bentuk terapi
oklusi, yaitu: oklusi penuh waktu (full time) atau oklusi paruh waktu (part-
time).3,11
- Oklusi Full Time
Pengertian oklusi full-time pada mata yang lebih baik adalah oklusi untuk
semua atau setiap saat kecuali 1 jam waktu berjaga (Occlusion for all or all but
one waking hour),8,14 Arti ini sangat penting dalam pentalaksanaan ambliopia
dengan cara penggunaan mata yang rusak.8 Biasanya penutup mata yang
digunakan adalah penutup adesif (adhesive patches) yang tersedia secara
komersial.8 Berikut ini adalah contoh terapi oklusi:

Gambar 2.8 Oklusi Optikal16


Penutup (patch) dapat dibiarkan terpasang pada malam hari atau dibuka
sewaktu tidur. Kacamata okluder (spectacle mounted ocluder) atau lensa kontak
opak,atau Annisas Fun Patches dapat juga menjadi alternatif full-time patching
bila terjadi iritasi kulit atau perekat patch-nya kurang lengket. 8 Full-time
patching baru dilaksanakan hanya bila strabismus konstan menghambat

13
penglihatan binokular, karena full-time patching mempunyai sedikit resiko,
yaitu bingung dalam hal penglihatan binokular.8
Terdapat suatu aturan bahwa full-time patching diberi selama 1 minggu
untuk setiap tahun usia.3,14,16 Misalnya penderita ambliopia pada mata kanan
berusia 3 tahun harus memakai full-time patch selama 3 minggu, lalu dievaluasi
kembali.16 Hal ini untuk menghindarkan terjadinya ambliopia pada mata yang
baik.3
- Oklusi Part-time
Oklusi part-time adalah oklusi selama 1-6 jam per hari yang akan memberi
hasil sama dengan oklusi full-time. Durasi interval buka dan tutup patch-nya
tergantung dari derajat amblyopia.8 Amblyopia Treatment Studies (ATS) telah
membantu dalam penjelasan peranan full-time patching dibanding part-time.
Studi tersebut menunjukkan, pasien usia 3-7 tahun dengan ambliopia berat
(tajam penglihatan antara 20/100 = 6/30 dan 20/400 = 6/120 ), full-time
patching memberi efek sama dengan penutupan selama 6 jam per hari. Dalam
studi lain, patching 2 jam/hari menunjukkan kemajuan tajam penglihatan
hampir sama dengan patching 6jam/hari pada ambliopia sedang/moderate
(tajam penglihatan lebih baik dari 20/100) pasien usia 3 7 tahun. Dalam studi
ini, patching dikombinasi dengan aktivitas melihat dekat selama 1 jam/ hari.3
Idealnya, terapi ambliopia diteruskan hingga terjadi fiksasi alternatif
atau tajam penglihatan dengan Snellen linear 20/20 (6/6) pada masing masing
mata. Hasil ini tidak selalu dapat dicapai. Sepanjang terapi terus menunjukkan
kemajuan, maka penatalaksanaan harus tetap diteruskan.10

Degradasi Optikal
Metode lain untuk penatalaksanaan ambliopia adalah dengan
menurunkan kualitas bayangan (degradasi optikal) pada mata yang lebih baik
hingga menjadi lebih buruk dari mata yang ambliopia, sering juga disebut
penalisasi (penalization). Sikloplegik (biasanya atropine tetes 1% atau
homatropine tetes 5%) diberi satu kali dalam sehari pada mata yang lebih baik
sehingga tidak dapat berakomodasi dan kabur bila melihat dekat dekat.8
ATS menunjukkan metode ini memberi hasil yang sama efektifnya dengan
patching untuk ambliopia sedang (tajam penglihatan lebih baik daripada 20/100).

14
ATS tersebut dilakukan pada anak usia 37 tahun. ATS juga memperlihatkan
bahwa pemberian atropine pada akhir minggu (weekend) memberi perbaikan
tajam penglihatan sama dengan pemberian atropine harian yang dilakukan pada
kelompok anak usia 37 tahun dengan ambliopia sedang.3 Ada juga studi terbaru
yang membandingkan atropine dengan patching pada 419 orang anak usia 3-7
tahun,menunjukkan atropine merupakan pilihan efektif. Sehingga, ahli mata yang
tadinya masih ragu ragu, memilih atropine sebagai pilihan pertama daripada
patching.2
Pendekatan ini mempunyai beberapa keuntungan dibanding dengan oklusi,
yaitu tidak mengiritasi kulit dan lebih apik dilihat dari segi kosmetis. Dengan
atropinisasi, anak sulit untuk menggagalkan metode ini. Evaluasinya juga tidak
perlu sesering oklusi.16
Metode pilihan lain yang prinsipnya sama adalah dengan memberikan
lensa positif dengan ukuran tinggi (fogging) atau filter. Metode ini mencegah
terjadinya efek samping farmakologik atropine.1 Keuntungan lain dari metode
atropinisasi dan metode non-oklusi pada pasien dengan mata yang lurus (tidak
strabismus) adalah kedua mata dapat bekerjasama, jadi memungkinkan
penglihatan binokular.16
2.1.7 Komplikasi
Semua bentuk penatalaksanaan ambliopia memungkinkan untuk terjadinya
ambliopia pada mata yang baik. Oklusi full-time adalah yang paling beresiko
tinggi dan harus dipantau dengan ketat, terutama pada anak balita. Follow-up
pertama setelah pemberian oklusi dilakukan setelah 1 minggu pada bayi dan 1
minggu per tahun usia pada anak (misalnya 4 minggu untuk anak usia 4 tahun).
Oklusi part-time dan degradasi optikal, observasinya tidak perlu sesering oklusi
full-time, tapi follow-up reguler tetap penting.8
Hasil akhir terapi ambliopia unilateral adalah terbentuknya kembali fiksasi
alternat, tajam penglihatan dengan Snellen linear tidak berbeda lebih dari satu
baris antara kedua mata. Waktu yang diperlukan untuk lamanya terapi tergantung
pada hal berikut:
1. Derajat ambliopia
2. Pilihan terapeutik yang digunakan
3. Kepatuhan pasien terhadap terapi yang dipilih

15
4. Usia pasien8
Semakin berat ambliopia, dan usia lebih tua membutuhkan
penatalaksanaan yang lebih lama. Oklusi full-time pada bayi dan balita dapat
memberi perbaikan ambliopia strabismik berat dalam 1 minggu atau kurang.
Sebaliknya, anak yang lebih berumur yang memakai penutup hanya seusai
sekolah dan pada akhir minggu saja, membutuhkan waktu 1 tahun atau lebih
untuk dapat berhasil.8

2.1.8 Kekambuhan (Rekurensi)


Bila penatalaksanaan amblopia dihentikan setelah perbaikan penuh atau
masih sebagian tercapai, sekitar setengah dari pasien-pasien akan mengalami
kekambuhan, yang selalu dapat disembuhkan lagi dengan usaha terapeutik baru.
Kegagalan dapat dicegah dengan memakai pengaturan pada penglihatan, seperti
patching selama 1 3 jam per hari, penalisasi optikal dengan kacamata, atau
penalisasi farmakologik dengan atropine selama 1 atau 2 hari per minggu.
Pengaturan ini diteruskan hingga ketajaman penglihatan telah stabil tanpa terapi
lain selain kacamata biasa. Keadaan ini perlu tetap dipantau secara periodik
sampai usia 8 10 tahun. Selama penglihatan tetap stabil, interval kunjungan
untuk follow-up dapat dilakukan tiap 6 bulan.8

2.1.9 Prognosis
Prognosis ambliopia tergantung pada usia pasien, derajat, dan tipe
ambliopia. Semakin awal ambliopia terjadi dan semakin lambat terapinya
mempunyai prognosis lebih buruk. Pada umumnya, ambliopia bilateral berespon
baik daripada ambliopia unilateral, dan ambliopia anisometropik miopik
responnya lebih baik daripada ambliopia anisometropik hipermetropik. Perbaikan
ketajaman penglihatan telah dilaporkan dapat juga terjadi pada pasien dengan usia
lebih tua atau yang menderita katarak kongenital setelah menjalani operasi.20
Setelah 1 tahun, sekitar 73% pasien menunjukkan keberhasilan setelah
terapi oklusi pertama.3 Bila penatalaksanaan dimulai sebelum usia 5 tahun, visus
normal dapat tercapai. Hal ini semakin berkurang seiring dengan pertambahan
usia. Hanya kesembuhan parsial yang dapat dicapai bila usia lebih dari 10 tahun. 17
Faktor resiko gagalnya penatalaksanaan ambliopia adalah sebagai berikut:

16
- Jenis ambliopia: Pasien dengan anisometropia tinggi dan pasien dengan
kelainan organik, prognosisnya paling buruk. Pasien dengan amblyopia
strabismik prognosisnya paling baik.
- Usia dimana penatalaksanaan dimulai: semakin muda pasien maka prognosis
semakin baik.
- Dalamnya ambliopia pada saat terapi dimulai: semakin bagus tajam penglihatan
awal pada mata amblyopia, maka prognosisnya juga semakin baik.3

17
BAB II

LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Penderita

Nama : Tn. A

MR : 98.44.21

Umur : 7 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

2.2 Anamnesis

Seorang anak laki-laki datang ke Poliklinik Mata RSUP Dr.M.Djamil tanggal

14 September 2017 dengan

Keluhan utama :

- Pasien datang untuk kontrol

Riwayat Penyakit Sekarang :

- Kedua mata kabur yang disadari sejak 6 bulan yang lalu saat baru masuk

sekolah
- Mata juling tidak ada
- Pasien rujukan dari RS swasta, dan telah diberi kacamata sejak 7 bulan

yang lalu (ODS +7.50)


- Riwayat pemakaian lensa kontak disangkal
- Riwayat infeksi pada mata disangkal

Riwayat Penyakit Dahulu :

- Pasien tidak pernah merasakan keluhan yang sama sebelumnya

- Pasien tidak pernah menderita penyakit mata lain sebelumnya

- Pasien tidak memiliki riwayat diabetes melitus

Riwayat Penyakit Keluarga :

- Ibu pasien memakai kacamata sejak 8 bulan yang lau (ODS -1,25)

18
Status Oftalmologi

Status Ophthalmikus OD OS
Visus tanpa koreksi 2/16 6/21
Visus dengan koreksi 2/16 6/12
Refleks fundus (+) (+)
Silia / superlia Trikiasis (-), Madarosis (-) Trikiasis (-), Madarosis (-)
Edem (-), ekimosis (-), Edem (-), ekimosis (-),
ektropion (-), entropion (-), ektropion (-), entropion (-),
Palpebra superior
lagoftalmus, pseudoptosis lagoftalmus, pseudoptosis
(-), ptosis (-) (-), ptosis (-)
Edem (-), ekimosis (-), Edem (-), ekimosis (-),
ektropion (-), entropion (-), ektropion (-), entropion (-),
Palpebra inferior
lagoftalmus, pseudoptosis lagoftalmus, pseudoptosis
(-), ptosis (-) (-), ptosis (-)
Margo palpebra Ektropion (-), Entropion (-) Ektropion (-), Entropion (-)
Aparatus Lakrimalis Normal Normal
Konjungtiva tarsalis Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Hiperemis (-)
Konjungtiva forniks Hiperemis (-),
Injeksi konjungtiva (-), Injeksi konjungtiva (-),
Konjungtiva bulbi
injeksi siliar (-) injeksi siliar (-)
Sklera Putih Putih
Cornea Bening, Bening,
COA Cukup dalam Cukup dalam
Iris Coklat , rugae (+) Coklat, rugae (+)
Bulat, Rf +/+, diameter Bulat, Rf +/+, diameter
Pupil 3mm 3mm
Lensa Bening Bening
Corpus Vitreus Bening Bening

Bening
Fundus : Bulat batas tegas c/d 0,3 - Bening
- Media 0,4 Bulat batas tegas c/d 0,3-
- Papilla N.Optikus aa:vv : 2:3 0,4
Perdarahan (-), eksudat (-) aa:vv : 2:3
- P.darah Reflek fovea (+) Perdarahan (-), eksudat (-)
- Retina Reflek fovea (+)
- Makula
Tekanan bulbus oculi Normal palpasi Normal palpasi
Posisi bulbus okuli Ortho Ortho
Gerakan bulbus oculi bebas Bebas
Pemeriksaan gerak mata

19
I I I
I I I
I I I

DIAGNOSIS KERJA

- Ambliopia isoametropia

DIAGNOSIS BANDING

TINDAKAN PENGOBATAN

- Cam Vision Therapy

PROGNOSIS

Quo ad vitam : bonam

Quo ad fungsionam : bonam

Quo ad sanationam : dubia ad bonam

DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas S, 2007. Ilmu penyakit mata edisi ketiga. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
2. Lee J, Bailey G; Thompson V. Amblyopia (Lazy Eye). Available at:
http://www.allaboutvision.com/conditions/amblyopia.htm
3. Yen, K.G; Amblyopia. Available at:
http://www.emedicine.com/OPH/topic316.htm
4. Vaughan DG, Asbury T, Eva PR. 2009. Konjungtiva. Dalam oftamologi umum.
Edisi 17. Jakarta: EGC.
5. Langston DP. Manual of ocular diagnosis and therapy; 5 th edition. Lippincott
Williams & Wilkins; Philadelphia. Hal 344-6.

20
6. Leske MC, Hawkins BS, 2004. Screening: Relationship to diagnosis and
therapy in Duanes clinical ophtalmology, Chapter 54(5):11.
7. Gunawan W, 2007. Gangguan penglihatan pada anak karena ambliopia dan
penanganannya. Yogyakarta: Fakultas Kedokteran Gajah Mada.
8. American Academy of Ophthalmology, 2005. Pediatric ophthalmology;
Chapter 5: Amblyopia. Section 6, Basic and Clinical Science Course; hal. 63
70.
9. Ciufrfreda KJ, Levi DM, Selenow A, 1991. Amblyopia basic and clinical
aspects. Butterworth Heinemann.
10. Amblyopia in Common Eye Conditions Disorders and Diseases. Available at:
http://www.middleseweye.com/eye_conditions.htm
11. Sastraprawira. 1989. Prevalensi Ambliopia pada murid kelas 1 Sekolah Dasar
di Kotamadya Bandung. Bandung.
12. Suharjo, Ulfah M, 2002. Insidensi ambliopia pada murid sekolah dasar di
perkotaan dan di pedesaaan. Bagian Mata FK UGM/ RSUP Sarjito
Yogyakarta.
13. American Academy of Ophthalmology. International Ophthalmology; Chapter
10: Amblyopia; Section 13; Basic and Clinical Science Course; 2004 2005;
p111-119
14. Amblyopia: Treat Lazy Eye in early childhood. Available at:
http://www.eyesite.ca/english/public-information/eye
conditions/pdfs/amblyopia. Pdf # search =amblyopia
15. Amblyopia in Children: What It Is and How It Is Treated. Available
at:http://familydoctor.org/460.xml?printxml
16. Greenwald MJ, Parks, MM; in Duanes Clinical Ophthalmology; Volume 1;
Revised Edition; Lippincott Williams & Wilkins; 2004; Chapter 10 p.1-19;
Chapter 11 hal 1-8.
17. Henkind, P; Priest, R.S; Schiller, G; Compendium of Ophthalmolgy;
J.B.Lippincott Company; Philadelphia and Toronto; 1983; p 78-93
18. Noorden,G.K.V; Atlas Strabismus; Edisi 4; EGC; Jakarta; 1988; p78-93
19. Cleary, M ; Efficacy of Occlusion for Strabismic Amblyopia : Can an optimal
duration be identified?. Available at: http://www.bjo.com

21
20. Wright, Kenneth W, et. al. 2006. Handbook of pediatric ophtalmology and
strabismus. Springer: New York.

22

Anda mungkin juga menyukai