Anda di halaman 1dari 38

PRESENTASI KASUS

Para 2 Abortus 0 Usia 51 Tahun Dengan Mola Hidatidosa Post Kuretase,


Anemia, Hipoalbumin

Pembimbing :
dr. Sutrisno, Sp.OG

Disusun Oleh:
Dzurratun Naseha G4A015205
Onika Adi Wijaya G4A015206
Ika Tyas Agus Prastiwi G4A016076

SMF ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN


RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO

2017
HALAMAN PENGESAHAN

Telah dipresentasikan dan disetujui presentasi kasus dengan judul :


Para 2 Abortus 0 Usia 51 Tahun Dengan Mola Hidatidosa Post Kuretase,
Anemia, Hipoalbumin

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mengikuti ujian


di Bagian Obstetri dan Ginekologi Program Profesi Dokter
di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto

Disusun Oleh :

Dzurratun Naseha G4A015205


Onika Adi Wijaya G4A015206
Ika Tyas Agus Prastiwi G4A016076

Purwokerto,

Mengetahui,
Dokter Pembimbing,

dr. Sutrisno, Sp. OG

2
I. PENDAHULUAN

Mola hidatidosa atau lebih dikenal dengan hamil anggur merupakan


penyakit trofoblastik gestasional yang sering ditemukan. Penyakit ini merupakan
salah satu kelainan dari kehamilan yang ditandai dengan perkembangan embrionik
yang abnormal. Penyakit ini biasanya terjadi pada kebanyakan wanita Asia dan
Afrika. Angka kejadian mola di rumah sakit besar di Indonesia sekitar 1 : 80
persalinan normal sedangkan di Amerika Serikat, angka kejadian hanya 1 : 1000
dan di negara Barat 1 : 600 kehamilan.
Etiologi dari penyakit ini bermacam macam termasuk berbagai kombinasi
dari faktor lingkungan dan genetik. Usia merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi dimana mola biasanya muncul pada pasien yang berusia muda (<
16 tahun) dan usia yang lebih tua yaitu >45 tahun.
Penyakit ini dibagi menjadi 2 yaitu mola hidatidosa parsial dan komplit.
Pembagian ini didasarkan atas morfologi makroskopis, histopatologis dan
kariotipe. Penyakit ini masih kurang disadari dan dimengerti oleh banyak orang.
Hal ini ditandai dengan kebiasaan penderita yang datang ke rumah sakit saat ia telah
menderita perdarahan, anemia berat bahkan syok sampai perkembangan menjadi
degenerasi malignan.5 Angka kejadian degenerasi malignan sebesar 9 20 % pada
mola komplit dan 1 % pada mola parsial. Oleh karena hal tersebut maka dibutuhkan
deteksi dini yang dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan pelayanan primer melalui
anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang, serta pemahaman patofisiologi, dan
manajemen yang baik agar didapatkan hasil yang efektif dan efisien.

3
II. LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
1. Nama : Ny. M
2. Usia : 51 tahun
3. Alamat : Pager Gunung, Kalikajar, Wonosobo
4. Waktu datang : 06 September 2017

B. ANAMNESIS
1. Keluhan utama
Perdarahan dari jalan lahir
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien baru rujukan dari RSUD KRT. Setjonegoro Wonosobo, datang
ke VK IGD RSMS pukul 21.00 WIB (6 September 2017) dengan keluhan
keluar darah dari jalan lahir disertai nyeri pada perut bagian bawah.
Sebelumnya pasien datang ke RSUD KRT. Setjonegoro dengan keluhan
keluar perdarahan dari jalan lahir sejak satu hari sebelum masuk ke rumah
sakit. Darah yang keluar berwarna merah segar tanpa disertai dengan adanya
gumpalan darah berwarna seperti hati (-), gelembung seperti mata ikan (+).
Darah yang keluar sebanyak 3x ganti pembalut dan tidak berbau. Keluhan
disertai nyeri pada perut (+) namun tidak ada keluhan keputihan atau nyeri
pada daerah kelamin. Pasien mengaku ada riwayat mual muntah sejak satu
bulan sebelum masuk rumah sakit dan merasa perutnya membesar. Di RSUD
KRT. Setjonegoro pasien diperiksa menggunakan USG dan didiagnosis hamil
anggur serta dilakukan kuretase. Saat ini pasien menyangkal dada terasa
berdebar-debar dan keluar keringat berlebihan.
3. Riwayat Menstruasi
a. Lama haid : 6 hari
b. Siklus haid : teratur
c. Jumlah : 2-3x ganti pembalut/hari.
Pasien sudah tidak haid selama +- 10 tahun yang lalu.
4. Riwayat Obstetrik

4
Para 2 Abortus 0
I Perempuan/25 tahun meninggal/ Spontan/ 3500 gram/ Dukun
II Perempuan/ 22 tahun/ Spontan/ 2800 gram/ Dukun
5. Riwayat Pernikahan
Pasien menikah 1 kali, pernikahan sudah berlangsung 25 tahun
6. Riwayat Kontrasepsi
Pasien pernah menggunakan kontrasepsi suntik dan implan.
7. Riwayat Penyakit Dahulu
a. Riwayat hipertensi : diakui
b. Riwayat asma : disangkal
c. Riwayat alergi : disangkal
d. Riwayat kencing manis : disangkal
e. Riwayat penyakit jantung : disangkal
f. Riwayat penyakit ginjal : disangkal
g. Riwayat operasi : diakui, curetase 1x
8. Riwayat Penyakit Keluarga
a. Riwayat hipertensi : disangkal
b. Riwayat alergi : disangkal
c. Riwayat kencing manis : disangkal
d. Riwayat penyakit jantung : disangkal
e. Riwayat penyakit kandungan: disangkal
9. Riwayat nutrisi
Pasien mengaku sering mengonsumsi hidangan sayuran dan buah.
Sehari-hari pasien mengonsumsi nasi putih dengan lauk-pauk yang dimasak
sendiri. Pasien tidak merokok dan tidak mengonsumsi alkohol.
10. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien berasal dari sosial ekonomi menengah, pasien adalah seorang
ibu rumah tangga, suami pasien bekerja sebagai karyawan swasta. Pasien
menggunakan pembayaran BPJS non PBI.

C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum/kesadaran : sedang/compos mentis

5
2. Tinggi badan : 150 cm
Berat badan : 67 kg
IMT : 2,8 kg/m2
3. Vital sign
Tekanan Darah : 170/100 mmHg
Nadi : 78 x/menit
Respiratory Rate : 32 x/menit
Suhu : 36,50C
4. Pemeriksaan kepala
Mata : konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-), edem
palpebra -/-
Hidung : discharge (-/-), napas cuping hidung (-/-)
Mulut : sianosis (-)
5. Pemeriksaan leher
Tiroid : tak ada kelainan
6. Pemeriksaan dada
Cor : S1>S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : SD vesikuler (+/+), wheezing (-/-), rhonki (-/-)
Dinding dada : Simetris, ketinggalan gerak (-/-)
7. Pemeriksaan abdomen
Dinding perut : cembung
Hepar/lien : tidak teraba pembesaran
Usus : bising usus (+) normal
8. Pemeriksaan ekstremitas : Edema -/-/+/+
9. Pemeriksaan limphonodi: tak ada pembesaran kelenjar getah bening
10. Pemeriksaan reflek : reflek fisiologis (+), reflek patologis (-)
11. Pemeriksaan turgor kulit: capillary refill < 2 detik
12. Pemeriksaan akral : hangat +/+/+/+

D. PEMERIKSAAN LOKAL
Status Lokalis
Abdomen

6
Inspeksi : Cembung, venektasi (-), Spider nevi (-), striae
gravidarum (+)
Palpasi : NT+, massa (-), uterus setinggi pusat, ballottement
(-)
Perkusi : pekak
Auskultasi : BU (+) Normal, regular

Pemeriksaan Genitalia
Inspeksi : Fluksus (+), vulva tak
Inspekulo : Fluksus (+), vulva/vagina tak, tampak gelembung mola, portio licin,
OUE terbuka
Pemeriksaan dalam : Fluksus (+), vulva/vagina tak, portio kenyal, OUE terbuka
2-3cm, nyeri goyang (-)
CU : Sesuai usia kehamilan 14-16 minggu
CD : Tidak menonjol
A/P bilateral : Lemas, nyeri tekan (-), massa (-)

E. PERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan USG

Gambar 2.1 Hasil Pemeriksaan USG tanggal 6 September 2017

7
2. Pemeriksaan Darah Lengkap, Kimia Klinik dan Pemeriksaan Urin
Tabel 2.1. Hasil Pemeriksaan 07 September 2017
PEMERIKSAAN HASIL NILAI SATUAN
DARAH NORMAL
Darah Lengkap
Hemoglobin 8.1 L 11.7-15.5 g/dL
Leukosit 15120 H 3600-11000 U/L
Hematokrit 23 L 35-47 %
Eritrosit 2.6 L 3.8-5.2 10^6/uL
Trombosit 168000 150000-440000 /uL
Kimia Klinik
Ureum darah 66.6 H 14.98-38.52 mg/dL
Kreatinin darah 1.66 H 0.55-1.02 mg/dL
SGOT duplo 1042 H 15-37 U/L
SGPT duplo 907 14-59 U/L
Albumin 2.00 L 3.40-5.00 g/dL
Natrium 141 134-146 mg/dL
3.4 3.4-4.5 mmol/L
Klorida 112 H 6-108 mmol/L
7.4 L 8.5-10.1 mmol/L
Glukosa Sewaktu 81 <=200 mg/dL

Tabel 2.2. Hasil Pemeriksaan 8 September 2017


PEMERIKSAAN HASIL NILAI SATUAN
DARAH NORMAL
Seroimunologi
Free T3 1.5 L 2.3-4.2 pg/mL
Free T4 0.73 L 0.89-1.76 ng/dL
TSHs 0.276 L 0.51-4. 94 uIU/mL

Tabel 2.3. Hasil Pemeriksaan 11 September 2017


PEMERIKSAAN HASIL NILAI SATUAN
DARAH NORMAL
Darah Lengkap
Hemoglobin 10.3 L 11.7-15.5 g/dL
Leukosit 15210 H 3600-11000 U/L
Hematokrit 30 L 35-47 %
Eritrosit 3.4 L 3.8-5.2 10^6/uL
Trombosit 215000 150000-440000 /uL
Kimia Klinik
Ureum darah 28.1 14.98-38.52 mg/dL
Kreatinin darah 1.03 0.55-1.02 mg/dL
Albumin 1.86 L 3.40-5.00 g/dL
Seroimunologi
Free T3 1.2 L 2.3-4.2 pg/mL
Free T4 0.73 L 0.89-1.76 ng/dL

8
TSHs 1.282 0.51-4. 94 uIU/mL
Anti HCV Non reaktif Non reaktif

Tabel 2.4. Hasil Pemeriksaan 12 September 2017


PEMERIKSAAN HASIL NILAI SATUAN
DARAH NORMAL
Kimia Klinik
Total protein 4. 95 L 6.40-8.20 g/dL
Globulin 3.02 2.70-3.20 mg/dL
Albumin 1.93 L 3.40-5.00 g/dL

Tabel 2.5. Hasil Pemeriksaan 14 September 2017


PEMERIKSAAN HASIL NILAI SATUAN
DARAH NORMAL
Kimia Klinik
SGOT duplo 33 15-37 U/L
SGPT duplo 45 14-59 U/L

Tabel 2.6. Hasil Pemeriksaan 15 September 2017


PEMERIKSAAN HASIL NILAI SATUAN
DARAH NORMAL
Hematologi
PT 11.2 9.3-11.4 detik
APTT 45 H 2.0-40.2 detik
Kimia Klinik
Total protein 5.00 L 6.40-8.20 g/dL
Globulin 3.38 2.70-3.20 mg/dL
Albumin 1.62 L 3.40-5.00 g/dL
SGOT 69 H 15-37 U/L
SGPT 43 14-59 U/L
Seroimunologi
Free T3 1.6 L 2.3-4.2 pg/mL
Free T4 0. 98 0.89-1.76 ng/dL
TSHs 1.697 0.51-4. 94 uIU/mL

Tabel 2.7. Hasil Pemeriksaan 16 September 2017


PEMERIKSAAN HASIL NILAI SATUAN
DARAH NORMAL
Darah Lengkap
Hemoglobin 6.0 L 11.7-15.5 g/dL
Leukosit 20660 H 3600-11000 U/L
Hematokrit 17 L 35-47 %
Eritrosit 1.9 L 3.8-5.2 10^6/uL
Trombosit duplo 632000 H 150000-440000 /uL

9
Tabel 2.8. Hasil Pemeriksaan 18 September 2017
PEMERIKSAAN HASIL NILAI SATUAN
DARAH NORMAL
Darah Lengkap
Hemoglobin 12.2 11.7-15.5 g/dL
Leukosit 67940 H 3600-11000 U/L
Hematokrit 37 35-47 %
Eritrosit 4.5 3.8-5.2 10^6/uL
Trombosit duplo 410000 150000-440000 /uL

F. DIAGNOSA KLINIK
Para 2 Abortus 0 Usia 51 Tahun dengan Mola Hidatidosa post Kuretase,
anemia, hipoalbumin

G. TINDAKAN DAN TERAPI VK IGD


1. Komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) pasien mengenai penyakitnya
dan rencana terapi atau tindakan yang akan diberikan
2. Rencana kuretase ulang setelah perbaikan keadaan umum
3. Usaha darah 2 PRC
4. Rawat ruangan

H. FOLLOW UP IGD DAN BANGSAL


Tabel 2.5. Catatan Perkembangan Pasien
Hari, Subjektif dan Objektif Assessment Planning
tanggal
Rabu, S: Pasien baru rujukan dari P2A0 Usia 51 - Cek Lab
06 RSUD KRT. Setjonegoro tahun dengan Lapor dr. Eva, instruksi:
September Wonosobo, datang ke VK Mola Hidatidosa - Rencana Kuret
2017 IGD RSMS pukul 21.00 WIB post kuretase , ulangsetelah perbaikan
(6 September 2017) dengan anemia, keadaan umum
Di VK keluhan keluar darah dari hipoalbumin - Usaha darah 2 prc
IGD jalan lahir disertai nyeri pada - Rawat ruangan
Pukul perut bagian bawah.
21.47 Sebelumnya pasien datang ke
RSUD KRT. Setjonegoro
dengan keluhan keluar
perdarahan dari jalan lahir

10
disertai dengan gelembung-
gelembung seperti telur ikan
sejak satu hari sebelum
masuk ke rumah sakit. Pasien
mengaku ada riwayat mual
muntah sejak satu bulan
sebelum masuk rumah sakit
dan merasa perutnya
membesar. Di RSUD KRT.
Setjonegoro pasien diperiksa
menggunakan USG dan
didiagnosis hamil anggur
serta dilakukan kuretase. Saat
ini pasien menyangkal dada
terasa berdebar-debar dan
keluar keringat berlebihan.
O: TD: 170/100 BB: 150 kg
N: 78 x/menit TB: 67 cm
RR: 32 x/menit
S: 36,5 C
Kamis, S: pasien mengeluh perut bagian P2A0 Usia 51 - perbaikan KU
07 bawah terasa nyeri dan masih keluar tahun dengan - infus RL 20tpm
September perdarahan dari jalan lahir Mola Hidatidosa - transfusi 2 PRC
2017 O: TD: 160/90 pst kuretase , (premed inj dexa 1
N: 72 x/menit anemia, amp)
Di Teratai RR: 24 x/menit hipoalbumin - pro kuretasebila hb>=
Pukul S: 36,5 C 10
07.17 Mata : CA+/+ - koreksi albmin 20% 1
Telinga/ hidung: dbn flash
Mulut dan gigi : dbn - cek beta HCG
Paru : SDV +/+, RBH-/-, RBK-/-, - paracetamol 3x500 mg
WH-/- - kalnex 3x500 PO
Jantung : s1>s2
Status lokalis abdomen: BU+N,
NT+ hipogastrik, timpani, TFU
setinggi pusat
Status vegetatif: BAK+, BAB+,
FL+

11
Status genilatis externa: ppv+ +-
10cc, fa-
Jumat , S: pasien mengeluh perut bagian P2A0 Usia 51 - perbaikan KU
08 bawah terasa nyeri dan masih keluar tahun dengan - infus RL 20tpm
September perdarahan dari jalan lahir, diare Mola Hidatidosa - transfusi 2 PRC
2017 O: TD: 160/90 post kuretase , (premed inj dexa 1 amp)
N: 92 x/menit anemia, - pro kuretasebila hb>=
Di Teratai RR: 24 x/menit hipoalbumin 10
Pukul S: 36,5 C - koreksi albumin 20% 1
06.06 Mata : CA+/+ flash
Telinga/ hidung: dbn - cek beta HCG
Mulut dan gigi : dbn - paracetamol 3x500 mg
Paru : SDV +/+, RBH-/-, RBK-/-, - kalnex 3x500 PO
WH-/- - cek ft3, ft4, TSHs
Jantung : s1>s2 - ekg
Status lokalis abdomen: BU+N, - konsul IPD
NT+ hipogastrik, timpani, TFU - Rencana USG senin
setinggi pertengahan simfisis dan 11/9/2017
umbilikus
Status vegetatif: BAK+, BAB+,
FL+
Status genilatis externa: ppv+ +-
5cc, fa-
Sabtu, S: pasien mengeluh perut bagian P2A0 Usia 51 - perbaikan KU
09 bawah terasa nyeri dan masih keluar tahun, - infus RL 20tpm
September perdarahan dari jalan lahir, diare, molahidatidosa - transfusi 2 PRC
2017 demam post kuretase, (premed inj dexa 1 amp)
O: TD: 180/100 anemia, - pro kuretasebila hb>=
Di Teratai N: 92 x/menit hipotiroid, 10
Pukul RR: 24 x/menit hipoalbumin - koreksi albumin 20% 1
06.06 S: 38.1 C flash
Mata : CA+/+ - cek beta HCG
Telinga/ hidung: dbn - kalnex 3x500 PO
Mulut dan gigi : dbn - ekg
Paru : SDV +/+, RBH-/-, RBK-/-, - konsul IPD
WH-/- - Rencana USG senin
Jantung : s1>s2 11/9/2017
- inj ceftriakson 2x1 gram iv

12
Status lokalis abdomen: BU+N, - infus metronidazol
NT+ hipogastrik, timpani, TFU 3x500mg

setinggi pertengahan simfisis dan - infus paracetamol

umbilikus 3x500mg

Status vegetatif: BAK+, BAB+, - inj furosemid 2x1 ampul

FL+
Status genilatis externa: ppv+ +-
5cc, fa-
Senin, S: pasien mengeluh perut bagian P2A0 Usia 51 - perbaikan KU
11 bawah terasa nyeri dan masih keluar tahun, - infus RL 20tpm
September perdarahan dari jalan lahir, diare, molahidatidosa - transfusi 2 PRC
2017 demam post kuretase, (premed inj dexa 1 amp)
O: TD: 180/100 anemia, hipotiroid - pro kuretasebila hb>=
Di Teratai N: 92 x/menit dan hipoalbumin 10
Pukul RR: 24 x/menit - koreksi albumin 20% 1
06.06 S: 38.1 C flash
Mata : CA+/+ - cek beta HCG
Telinga/ hidung: dbn - kalnex 3x500 PO
Mulut dan gigi : dbn - ekg
Paru : SDV +/+, RBH-/-, RBK-/-, - konsul IPD
WH-/- - inj ceftriakson 2x1 gram iv
Jantung : s1>s2 - infus metronidazol
Status lokalis abdomen: BU+N, 3x500mg

NT+ hipogastrik, timpani, TFU - infus paracetamol


3x500mg
setinggi pertengahan simfisis dan
- inj furosemid 2x1 ampul
umbilikus
Status vegetatif: BAK+, BAB+,
FL+
Status genilatis externa: ppv+ +-
5cc, fa-
Selasa, S: pasien mengeluh perut bagian P2A0 Usia 51 - perbaikan KU
12 bawah terasa nyeri dan masih keluar tahun, - infus RL 20tpm
September perdarahan dari jalan lahir, pusing molahidatidosa - cek beta HCG tunggu
2017 O: TD: 140/ 90 post kuretase, hasil
N: 72 x/menit hipotiroid dan - tata laksana interna:
Di Teratai RR: 24 x/menit hipoalbumin Infus NS 10tpm, O2 2
Pukul S: 36.8 C LPM nasal kanul,
06.06 Mata : CA-/-

13
Telinga/ hidung: dbn inj.lasix 3x1 amp, po
Mulut dan gigi : dbn digoxin 1x1 2 tab
Paru : SDV +/+, RBH-/-, RBK-/-, - rencana kuretase,
WH-/- konsul interna
Jantung : s1>s2
Status lokalis abdomen: BU+N,
NT+ hipogastrik, timpani, TFU
setinggi pertengahan simfisis dan
umbilikus
Status vegetatif: BAK+, BAB+,
FL+
Status genilatis externa: ppv+ +-
5cc, fa-
Rabu, S: pasien mengeluh perut bagian P2A0 Usia 51 Jawaban interna:
13 bawah terasa nyeri dan masih keluar tahun, - SNMC 2X1 AMP
September perdarahan dari jalan lahir, demam molahidatidosa - Euthyrox 2x 100mg
2017 O: TD: 160/ 90 post kuretase, selama 7 hari
N: 72 x/menit hipotiroid dan - curcuma 2x1 tab
Di Teratai RR: 20 x/menit hipoalbumin - cek SGOT SGPT
Pukul S: 37.6 C setelah 3 hari koreksi
06.15 Mata : CA-/- - belum acc operasi
Telinga/ hidung: dbn Obsgyn:
Mulut dan gigi : dbn - rencana TAH dan BSO
Paru : SDV +/+, RBH-/-, RBK-/-, setelah perbaikan KU
WH-/-
Jantung : s1>s2
Status lokalis abdomen: BU+N,
NT+ hipogastrik, timpani, TFU
setinggi pertengahan simfisis dan
umbilikus
Status vegetatif: BAK+, BAB+,
FL+
Status genilatis externa: ppv+ +-
5cc, fa-
Kamis, S: pasien mengeluh perut terasa P2A0 Usia 51 - SNMC 2X1 AMP
14 nyeri seperti diremas dan masih tahun, - Euthyrox 2x 100mg
September terdapat flek dari jalan lahir molahidatidosa selama 7 hari
2017 O: TD: 140/ 90 post kuretase, - curcuma 2x1 tab

14
N: 72 x/menit hipotiroid dan - infus RL 20 tpm
Di Teratai RR: 20 x/menit hipoalbumin - rencana TAH dan BSO
Pukul S: 37.0 C tanggal 16 september
06.55 Mata : CA-/- 2017
Telinga/ hidung: dbn
Mulut dan gigi : dbn
Paru : SDV +/+, RBH-/-, RBK-/-,
WH-/-
Jantung : s1>s2
Status lokalis abdomen: BU+N,
NT+ hipogastrik, timpani, TFU
setinggi pertengahan simfisis dan
umbilikus
Status vegetatif: BAK+, BAB+,
FL+
Status genilatis externa: ppv+ +-5cc,
fa-
Jumat S: pasien mengeluh perut terasa P2A0 Usia 51 - SNMC 2X1 AMP
15 nyeri seperti diremas dan masih tahun, - Euthyrox 2x 100mg
September terdapat flek dari jalan lahir molahidatidosa selama 7 hari
2017 O: TD: 140/ 90 post kuretase, - curcuma 2x1 tab
N: 72 x/menit hipotiroid dan - infus RL 20 tpm
Di Teratai RR: 20 x/menit hipoalbumin - inj ceftriakson 2x1 gram
Pukul S: 37.0 C - inj paracetamol drips
05.50 Mata : CA-/- bila suhu >= 38 c
Telinga/ hidung: dbn - cek ft3,ft4, TSHs
Mulut dan gigi : dbn - cek albumin, pt, aptt
Paru : SDV +/+, RBH-/-, RBK-/-, - periksa ekg
WH-/- - rencana TAH dan BSO
Jantung : s1>s2 tanggal 16 september
Status lokalis abdomen: BU+N, 2017
NT+ hipogastrik, timpani, TFU
setinggi pertengahan simfisis dan
umbilikus
Status vegetatif: BAK+, BAB+,
FL+
Status genilatis externa: ppv+ flek,
fa-

15
Sabtu S: pasien mengeluh perut terasa P2A0 Usia 51 Pro tah+bso hari ini.
16 nyeri seperti diremas dan masih tahun,
September terdapat flek dari jalan lahir molahidatidosa
2017 O: TD: 140/ 90 post kuretase,
N: 72 x/menit hipotiroid dan
Di Teratai RR: 20 x/menit hipoalbumin
Pukul S: 37.0 C
06.00 Mata : CA-/-
Telinga/ hidung: dbn
Mulut dan gigi : dbn
Paru : SDV +/+, RBH-/-, RBK-/-,
WH-/-
Jantung : s1>s2
Status lokalis abdomen: BU+N,
NT+ hipogastrik, timpani, TFU
setinggi pertengahan simfisis dan
umbilikus
Status vegetatif: BAK+, BAB+,
FL+
Status genilatis externa: ppv+ flek,
fa-
Senin S: nyeri pada luka bekas operasi P2A0 usia 51 RL 20 tpm
18 O: TD: 140/ 80 tahun post Ceftriakson 2x1 gram
September N: 80 x/menit subtotal IV
2017 RR: 20 x/menit histerektomi dan Ketorolac 3x30 mg IV
S: 37.0 C bilateral salpingo Asam Tranexamat
Di Teratai Mata : CA+/+ ooforektomi a.i 3x500 mg IV
Pukul Telinga/ hidung: dbn perforasi uterus Transfusi prc
06.15 Mulut dan gigi : dbn post kuret mola Mobilisasi duduk dan
Paru : SDV +/+, RBH-/-, RBK-/-, hidatidosa H2 dan jalan-jalan
WH-/- anemia
Jantung : s1>s2
Status lokalis abdomen: drain+,
kassa+, rembes-, NT+, BU+N,
Timpani
Status vegetatif: BAK+, BAB-,
FL+
Status genilatis externa: ppv- fa-

16
Selasa, 19 S: nyeri pada luka bekas operasi P2A0 usia 51 Tramadol 3x50mg
September O: TD: 140/ 90 thun post subtotal Cefixim 2x100 mg
2017 N: 80 x/menit histerektomi dan Adfer 1x1
RR: 20 x/menit bilateral salpingo Mobilisasi duduk dan
Di Teratai
S: 37.0 C ooforektomi a.i jalan-jalan
Pukul
Mata : CA-/- perforasi uterus Aff drain dan dc
Telinga/ hidung: dbn post kuretase
Mulut dan gigi : dbn mola H3
Paru : SDV +/+, RBH-/-, RBK-/-,
WH-/-
Jantung : s1>s2
Status lokalis abdomen: drain+,
kassa+, rembes-, NT+, BU+N,
Timpani
Status vegetatif: BAK+ dc, BAB-
, FL-
Status genilatis externa: ppv- fa-
Selasa, 19 S: nyeri pada luka bekas operasi P2A0 usia 51 Tramadol 3x50mg
September O: TD: 160/ 90 tahun post Cefixim 2x100 mg
2017 N: 80 x/menit subtotal Adfer 1x1
RR: 20 x/menit histerektomi dan BLPL
Di Teratai
S: 37.0 C bilateral salpingo Kontrol poli kandungan
Pukul
Mata : CA-/- ooforektomi a.i 2/10/2017
Telinga/ hidung: dbn perforasi uterus
Mulut dan gigi : dbn post kuret mola
Paru : SDV +/+, RBH-/-, RBK-/-, hidatidosa H4
WH-/-
Jantung : s1>s2
Status lokalis abdomen: kassa+,
rembes-, NT+, BU+N, Timpani
Status vegetatif: BAK+ , BAB-,
FL-
Status genilatis externa: ppv- fa-

I. DIAGNOSA AKHIR
Para 2 Abortus 0 usia 51 tahun post subtotal histerektomi dan bilateral salpingo
ooforektomi a.i perforasi uterus post kuret mola hidatidosa

17
J. PROGNOSIS

18
III. DISKUSI MASALAH

Diagnosis awal kasus saat di VK IGD adalah Para 2 Abortus 0 Usia 51 Tahun
dengan Mola Hidatidosa post kuretase, dengan anemia dan hipoalbumin, diagnosis
akhir kasus adalah Para 2 Abortus 0 usia 51 tahun post subtotal histerektomi dan bilateral
salpingo ooforektomi a.i perforasi uterus post kuret mola hidatidosa. Adapun masalah
yang perlu dibahas terkait dengan kasus tersebut adalah mengenai Mola Hidatidosa.

19
IV. TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Mola hidatidosa adalah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar
dimana terjadi keabnormalan dalam konsepsi plasenta yang disertai dengan
perkembangan parsial atau tidak ditemukan adanya pertumbuhan janin dan
hampir seluruh vili korialis mengalami perubahan berupa degenerasi
hidropobik. Janin biasanya meninggal akan tetapi villus-villus yang membesar
dan edematus terus tumbuh. Gambaran yang diberikan adalah sebagai segugus
buah anggur. Jaringan trofoblast pada vilus berproliferasi dan mengeluarkan
hormon human chorionic gonadotrophin (HCG) dalam jumlah yang lebih
besar daripada kehamilan biasa (Sumapraja, 2011; Manuaba, 2007;
Prawirohadjo, 2009).

B. Epidemiologi
Frekuensi mola hidatidosa umumnya di wanita Asia lebih tinggi (1 per
120 kehamilan) daripada wanita di negara Barat (1 per 2.000 kehamilan). Di
Indonesia, mola hidatidosa dianggap sebagai penyakit yang penting dengan
insiden yang tinggi (data RS di Indonesia, 1 per 40 persalinan), faktor risiko
banyak, penyebaran merata serta sebagian besar data masih berupa hospital
based. Faktor risiko mola hidatidosa terdapat pada usia kurang dari 20 tahun
dan di atas 35 tahun, gizi buruk, riwayat obstetri, etnis dan genetik
(Prawirohadjo, 2009).

C. Etiologi dan Faktor Resiko


Mola hidatidosa disebabkan oleh adanya produksi berlebihan jaringan
yang membentuk plasenta. Dalam keadaan kehamilan normal, plasenta
berfungsi memberikan nutrisi untuk janin. Namun pada kasus mola hidatidosa,
jaringan berkembang menjadi suatu masa yang abnormal sehingga tidak dapat
berfungsi secara normal (Sebire, 2008).

Penyakit trofoblastik gestasional disebabkan oleh gangguan genetik


dimana sebuah spermatozoon memasuki ovum yang telah kehilangan
nukleusnya atau dua sperma memasuki ovum tersebut. Pada lebih dari 90
persen, mola komplit hanya ditemukan gen dari ayah dan 10 persen mola

20
bersifat heterozigot. Sebaliknya, mola parsial biasanya terdiri dari kromosom
triploid yang memberi kesan gangguan sperma sebagai penyebab (John, 2006).

Pembuluh darah primitif di dalam vilus tidak terbentuk dengan baik


sehingga embrio kekurangan nutrisi, mati, dan kemudian diabsorpsi,
sedangkan trofoblas terus tumbuh dan pada keadaan tertentu mengadakan
invasi ke jaringan ibu. Peningkatan aktivitas sinsitiotrofoblas menyebabkan
peningkatan produksi hCG, tirotrofin korionik dan progestron. Sekresi
estrodiol menurun karena sintesis hormon ini memerlukan enzim dari janin
yang telah meninggal. Peningkatan kadar hCG dapat menginduksi
perkembangan kista teka-lutein di dalam ovarium (Mochtar, 2008)
Penyebab mola hidatidosa tidak diketahui secara pasti, namun faktor
penyebabnya yang kini telah diakui adalah :
1. Faktor ovum : ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi
terlambat dikeluarkan.
2. Usia ibu yang terlalu muda (<20 tahun) atau tua (36-40 tahun) beresiko
50% terkena penyakit ini.
3. Imunoselektif dari sel trofoblast
4. Keadaan sosioekonomi yang rendah
5. Paritas tinggi
6. Defisiensi vitamin A
7. Kekurangan protein
8. Infeksi virus dan factor kromosom yang belum jelas.
D. Patogenesis
Menurut Sarwono (2010), patofisiologi dari kehamilan mola hidatidosa
yaitu karena tidak sempurnanya peredaran darah fetus yang terjadi pada sel
telur patologik, yaitu : hasil pembuahan dimana embrionya mati pada umur
kehamilan 3 5 minggu dan karena pembuluh darah villi tidak berfungsi maka
terjadi penimbunan cairan di dalam jaringan mesenkim villi (Sumapraja, 2011;
Prawirohadjo,2009).
Analisis sitogenetik pada jaringan yang diperoleh dari kehamilan mola
memberikan beberapa petunjuk mengenai asal mula dari lesi ini. Kebanyakan
mola hidatidosa adalah mola komplit dan mempunyai 46 kariotipe XX.

21
Penelitian khusus menunjukkan bahwa kedua kromosom X itu diturunkan dari
ayah. Secara genetik, sebagian besar mola hidatidosa komplit berasal dari
pembuahan pada suatu telur kosong (yakni, telur tanpa kromosom) oleh satu
sperma haploid (23 X), yang kemudian berduplikasi untuk memulihkan
komplemen kromosom diploid (46 XX). Hanya sejumlah kecil lesi adalah 46
XY (John, 2006; Mochtar, 1998, Cunningham,2012).
Pada mola yang tidak lengkap atau sebagian, kariotipe biasanya suatu
triploid, sering 69 XXY (80%). Kebanyakan lesi yang tersisa adalah 69 XXX
atau 69 XYY. Kadang-kadang terjadi pola mozaik. Lesi ini, berbeda dengan
mola lengkap, sering disertai dengan janin yang ada secara bersamaan. Janin
itu biasanya triploid dan cacat (John, 2006; Cunningham, 2012).

Gambar 4.1. Susunan sitogenetik dari mola hidatidosa. A. Sumber kromosom dari
mola lengkap. B. Sumber kromosom dari mola sebagian yang triploid (Hacker,
2010).
Ada beberapa teori yang diajukan untuk menerangkan patogenesis dari
penyakit trofoblas (Sumapraja, 2011):
1. Teori missed abortion.
Teori ini menyatakan bahwa janin mati pada usia kehamilan 3-5
minggu (missed abortion). Hal inilah yang menyebabkan gangguan
peredaran darah sehingga terjadi penimbunan cairan dalam jaringan
mesenkim dari villi dan akhirnya terbentuklah gelembung-gelembung.
Menurut Reynolds, kematian janin itu disebabkan karena kekurangan gizi

22
berupa asam folik dan histidine pada kehamilan hari ke 13 dan 21. Hal ini
menyebabkan terjadinya gangguan angiogenesis.

2. Teori neoplasma
Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Park. Pada penyakit
trofoblas, yang abnormal adalah sel-sel trofoblas dimana fungsinya juga
menjadi abnormal. Hal ini menyebabkan terjadinya reabsorpsi cairan yang
berlebihan kedalam villi sehingga menimbulkan gelembung. Sehingga
menyebabkan gangguan peredaran darah dan kematian janin.

Secara makroskopik, mola hidatidosa mudah dikenal yaitu


berupa gelembung-gelembung putih, tembus pandang, berisi cairan
jernih, sehingga menyerupai buah anggur, atau mata ikan. Karena itu
disebut juga hamil anggur atau mata ikan. Ukuran gelembung-
gelembung ini bervariasi dari beberapa milimeter sampai 1-2 cm. Secara
mikroskopik terlihat trias: (1) Proliferasi dari trofoblas; (2) Degenerasi
hidropik dari stroma villi dan kesembaban; (3) Hilangnya pembuluh
darah dan stroma. Sel-sel Langhans tampak seperti sel polidral dengan
inti terang dan adanya sel sinsitial giantik (syncytial giant cells). Pada
kasus mola banyak dijumpai ovarium dengan kista lutein ganda
berdiameter 10 cm atau lebih (25-60%). Kista lutein akan berangsur-
angsur mengecil dan kemudian hilang setelah mola hidatidosa sembuh
(Sumparja, 2011; Hacker, 2010).

E. Klasifikasi
Mola hidatidosa dapat diklasifikasikan menjadi 2 yaitu bila tidak
disertai janin maka disebut mola hidatidosa atau Complete mole, sedangkan
bila disertai janin atau bagian dari janin disebut mola parsialis atau Parsials
mole (Sumapraja, 2005; Manuaba, 2007; Cunningham, 2012).

23
Tabel 4.1. Perbandingan bentuk mola hidatidosa

Gambaran Mola Komplit Mola Parsial


Kariotipe 46,XX atau 46,XY Umumnya 69,XXX
atau 69,XXY (tripoid)
Patologi
Edema villus Difus Bervariasi,fokal
Proliferasi trofoblastik Bervariasi, ringan s/d berat Bervariasi, fokal,
ringan s/d sedang
Janin Tidak ada Sering dijumpai
Amnion, sel darah Tidak ada Sering dijumpai
merah janin
Gambaran klinis
Diagnosis Gestasi mola Missed abortion
Ukuran uterus 50% besar untuk masa Kecil untuk masa
kehamilan kehamilan
Kista teka-lutein 25-30% Jarang
Penyulit medis Sering jarang
Penyakit pascamola 20% <5-10%
Kadar hCG Tinggi Rendah tinggi

Gambar 4.2. Mola hidatidosa komplet (Hacker, 2010).

24
Gambar 4.4. Mola hidatidosa (Hacker, 2010).

F. Gejala Klinis
Tanda dan gejala kehamilan dini didapatkan pada mola hidatidosa.
Kecurigaaan biasanya terjadi pada minggu ke 14 - 16 dimana ukuran rahim
lebih besar dari kehamilan biasa, pembesaran rahim yang terkadang diikuti
perdarahan, dan bercak berwarna merah darah (Cuningham, 2012).

1. Terdapat tanda-tanda kehamilan. Mual dan muntah yang parah yang


menyebabkan 10% pasien masuk RS
2. Pembesaran rahim yang tidak sesuai dengan usia kehamilan (lebih besar)
3. Gejala gejala hipertitoidisme seperti intoleransi panas, gugup, penurunan
BB yang tidak dapat dijelaskan, tangan gemetar dan berkeringat, kulit
lembab
4. Gejala gejala pre-eklampsi seperti pembengkakan pada kaki dan tungkai,
peningkatan tekanan darah, proteinuria (terdapat protein pada air seni)
Dan menurut Cuningham, 1995. Dalam stadium pertumbuhan mola
yang dini terdapat beberapa ciri khas yang membedakan dengan kehamilan
normal, namun pada stadium lanjut trimester pertama dan selama trimester
kedua sering terlihat perubahan sebagai berikut (Cunningham, 2012) :

1. Perdarahan
Perdarahan uterus merupakan gejala yang mencolok dan bervariasi
mulai dari spoting sampai perdarahan yang banyak. Perdarahan ini dapat
dimulai sesaat sebelum abortus atau yang lebih sering lagi timbul secara
intermiten selama berminggu-minggu atau setiap bulan. Sebagai akibat

25
perdarahan tersebut gejala anemia ringan sering dijumpai. Anemia
defisiensi besi merupakan gejala yang sering dijumpai.

2. Ukuran uterus
Uterus tumbuh lebih besar dari usia kehamilan yang sebenarnya dan
teraba lunak. Saat palpasi tidak didapatkan balotement dan tidak teraba
bagian janin.

3. Aktivitas janin
Meskipun uterus cukup membesar mencapai bagian atas sympisis,
secara khas tidak akan ditemukan aktivitas janin, sekalipun dilakukan test
dengan alat yang sensitive sekalipun. Kadang-kadang terdapat plasenta
yang kembar pada kehamilan mola hidatidosa komplit. Pada salah satu
plasentanya sementara plasenta yang lainnya dan janinnya sendiri terlihat
normal. Demikian pula sangat jarang ditemukan perubahan mola inkomplit
yang luas pada plasenta dengan disertai dengan janin yang hidup.

4. Embolisasi
Trofoblas dengan jumlah yang bervariasi dengan atau tanpa stroma
villus dapat keluar dari dalam uterus dan masuk aliran darah vena. Jumlah
tersebut dapat sedemikian banyak sehingga menimbulkan gejala serta tanda
emboli pulmoner akut bahkan kematian. Keadaan fatal ini jarang terjadi.
Meskipun jumlah trofoblas dengan atau tanpa stroma villus yang
menimbulkan embolisasi ke dalam paru-paru terlalu kecil untuk
menghasilkan penyumbatan pembuluh darah pulmoner namun lebih lanjut
trofoblas ini dapat menginfasi parenkin paru. Sehingga terjadi metastase
yang terbukti lewat pemeriksaan radiografi. Lesi tersebut dapat terdiri dari
trofoblas saja (koriokarsinoma metastasik) atau trofoblas dengan stroma
villus (mola hidatidosa metastasik). Perjalanan selanjutnya lesi tersebut bisa
diramalkan dan sebagian terlihat menghilang spontan yang dapat terjadi
segera setelah evakuasi atau bahkan beberapa minggu atau bulan kemudian.
Sementara sebagian lainnya mengalami proliferasi dan menimbulkan
kematian wanita tersebut tidak mendapatkan pengobatan yang efektif.

5. Ekspulsi Spontan

26
Kadang-kadang gelembung-gelembung hidatidosa sudah keluar
sebelum mola tersebut keluar spontan atau dikosongkan dari dalam uterus
lewat tindakan. Ekspulsi spontan paling besar kemungkinannya pada
kehamilan sekitar 16 minggu. Dan jarang lebih dari 28 minggu (John, 2006).

G. Diagnosis

1. Anamnesis
Tanda dan gejala kehamilan yang berlebihan, perdarahan
pervaginam berulang cenderung berwarna coklat dan kadang
bergelembung seperti busa (Cunningham, 2012).

a) Perdarahan vaginal
Gejala klasik yang paling sering pada mola komplet
adalah perdarahan vaginal. Jaringan mola terpisah dari desidua
sehingga menyebabkan perdarahan. Uterus membesar
(distensi) oleh karena jumlah darah yang banyak dan cairan
gelap yang dapat mengalir melalui vagina. Gejala ini terdapat
dalam 97% kasus.

b) Hiperemesis
Penderita juga mengeluhkan mual dan muntah yang
berat. Hal ini merupakan akibat dari peningkatan secara tajam
hormon -HCG.

c) Hipertiroid
Setidaknya 7% penderita memiliki gejala seperti
takikardi, tremor dan kulit yang hangat.

d) Preeklamsi
Didapatkan pula adanya gejala preeklamsia yang
terjadi pada 27% kasus dengan karakteristik hipertensi ( TD >
140/90 mmHg), protenuria (>300 mg.dl) dan edema dengan
hiperefleksia.

2. Pemeriksaan Fisik (Cunningham, 2012)


a) Inspeksi

27
b) Palpasi :
(1) Uterus membesar tidak sesuai dengan tuanya kehamilan, teraba
lembek
(2) Tidak teraba bagian-bagian janin dan ballotement dan gerakan
janin.
c) Auskultasi : tidak terdengar bunyi denyut jantung janin
d) Pemeriksaan dalam :
(1) Memastikan besarnya uterus
(2) Uterus terasa lembek
(3) Terdapat perdarahan dalam kanalis servikalis

3. Pemeriksaan Laboratorium
a) Pemeriksaan kadar B-hCG
Pemeriksaan kadar B-hCG dengan nilai pemeriksaan
berupa BetaHCG urin > 100.000 mlU/ml dan beta HCG serum >
40.000 IU/ml. Berikut adalah gambar kurva regresi hCG normal yang
menjadi parameter dalam penatalaksanaan lanjutan mola hidatidosa
(Cunningham, 2012).

Gambar 4.5. Nilai rata-rata dari 95 % confidence limit yang


menggambarkan kurva regresi normal gonadotropin korionik subunit
pasca mola (Cunningham, 2012).
b) Pemeriksaan kadar T3 /T4

28
B-hCG>300.000 mIU/ml mempengaruhi reseptor thyrotropin,
mengakibatkan aktifitas hormon-hormon tiroid (T3/T4) meningkat.
Pasien akan merasakan gejala-gejala hipertiroidisme berupa
hipertensi, takikardia, tremor, hiperhidrosis, gelisah, emosi labil,
diare, muntah, dan nafsu makan meningkat tetapi berat badan menuru.
Mola hidatidosa dapat terjadi krisis hipertiroid tidak terkontrol yang
disertai hipertermia, kejang, kolaps kardiovaskular, toksemia,
penurunan kesadaran sampai delirium-koma (Cunningham, 2012).

4. Pemeriksaan Imaging
a) Ultrasonografi (Hacker, 2010; John, 2006) :
(1) Gambaran seperti sarang tawon tanpa disertai adanya janin
(2) Ditemukan gambaran snow storm atau gambaran seperti badai
salju.

Gambar 4.6. USG Mola hidatidosa komplet tampak gambaran


snowstorm (Hacker, 2010; John, 2006).

29
Gambar 4.7 USG Mola hidatidosa inkomplet tampak gambaran swiss cheese
(Hacker, 2010; John, 2006).
b) Plain foto abdomen-pelvis: tidak ditemukan tulang janin (Hacker,
2010; John, 2006).
c) Amniografi
Penggunaan bahan radiopak yang dimasukkan ke dalam uterus
secara trans abdominal akan memberikan gambaran radiografik khas
pada kasus mola hidatidosa kavum uteri ditembus dengan jarum untuk
amniosentesis. Hipaque sebanyak 20 ml disuntikkan segera dan 5-10
menit kemudian dibuat foto anteroposterior. Pola sinar X seperti
sarang tawon yang khas ditimbulkan oleh bahan kontras yang
mengelilingi gelombang-gelombang korion. Dengan semakin
banyaknya sarana USG yang tersedia teknik pemeriksaan amniografi
ini sudah jarang dipakai lagi. Bahan radiopaq yang dimasukan ke
dalam uterus akan memberikan gambaran seperti sarang tawon
(Hacker, 2010; John, 2006).

5. Pemeriksaan Histopatologi
a) Mola lengkap (complete mole)
Pemeriksaan histopatologi tidak tampak jaringan janin (fetal
tissue), namun terlihat jelas proliferasi trofoblas yang berat (severe

30
trophoblastic proliferation), hydropic villi. Mola lengkap
menunjukkan overexpression dari beberapa faktor pertumbuhan
(growth factors), termasuk c-myc, faktor pertumbuhan epidermal, dan
c-erb B-2. Hal itu tidak dijumpai pada plasenta normal (Hacker, 2010;
John, 2006).
b) Mola parsial (partial mole)
Pemeriksaan histopatologi menunjukkan adanya jaringan
janin (fetal tissue), amnion, sel-sel darah merah janin, vili hidrofik,
dan proliferasi trofoblas. Menurut Prof. Dr. Djamhoer
Martaadisoebrata, dr.SpOG(K), MSPH. (2005) gambaran khas mola
hidatidosa parsial memiliki empat gambaran khas (Hacker, 2010;
John, 2006):
(1) Vili korialis dari berbagai ukuran dengan degenerasi hidropik,
kavitasi, dan hiperplasi trofoblas.
(2) Scalloping yang berlebihan dari vili.
(3) Inklusi stroma trofoblas yang menonjol.
(4) Ditemukan jaringan embrionik atau janin.

6. Pemeriksaan Lainnya
a) Uji sonde Hanifa
Sonde dimasukan pelan-pelan dan hati-hati ke dalam kanalis
servikalis dan cavum uteri . bila tidak ada tahanan sonde diputar
setelah ditarik sedikit bila tetap tidak ada tahanan maka kemungkinan
adalah mola (Hacker, 2010; John, 2006).
H. Penatalaksanaan

1. Evakuasi
a) Operatif
(1) Bila mola sudah keluar spontan dilakukan kuretase atau kuretase
isap.
(2) Bila kanalis servikalis belum terbuka dipasang laminaria dan 12
jam kemudian dilakukan kuret.
Penatalaksanaan operatif berupa kuretase bertingkat setelah 7-
10 hari setelah kuretase pertama, dilakukan kuretase kedua untuk

31
membersihkan sisa-sisa jaringan. Histeriktomi total dilakukan pada
mola resiko tinggi usia lebih dari 30 tahun, Paritas 4 atau lebih, dan
uterus yang sangat besar yaitu setinggi pusat atau lebih

b) Medikamentosa
Pemberian pengobatan dapat berupa antibiotik dan uterotonika.

2. Pengawasan Lanjutan
a) Ibu dianjurkan untuk tidak hamil dan dianjurkan memakai kontrasepsi
oral pil.
b) Mematuhi jadwal periksa ulang selama 2-3 tahun :
(1) Setiap minggu pada Triwulan pertama
(2) Setiap 2 minggu pada Triwulan kedua
(3) Setiap bulan pada 6 bulan berikutnya
(4) Setiap 2 bulan pada tahun berikutnya, dan selanjutnya setiap 3
bulan.
c) Setiap pemeriksaan ulang perlu diperhatikan :
(1) Gejala Klinis : Keadaan umum dan perdarahan
(2) Pemeriksaan dalam :
(a) Keadaan Serviks
(b) Uterus bertambah kecil atau tidak
(3) Laboratorium
(4) Reaksi biologis dan imunologis :
(a) 1x seminggu sampai hasil negatif
(b) 1x2 minggu selama Triwulan selanjutnya
(c) 1x sebulan dalam 6 bulan selanjutnya
(d) 1x3 bulan selama tahun berikutnya
(e) Kalau hasil reaksi titer masih (+) maka harus dicurigai
adanya keganasan
d) Sitostatika Profilaksis
Metoreksat 3x 5 mg selama 5 hari

32
Gambar 4.8 Skema tatalaksana mola hidatidosa

I. Prognosis
Di negara maju, kematian karena mola hidatidosa hampir tidak ada..
Mortalitas akibat mola hidatidosa ini mulai berkurang oleh karena diagnosis
yang lebih dini dan terapi yang tepat. Di negara berkembang, kematian akibat
mola masih cukup tinggi yaitu berkisar antara 2,2% dan 5,7%. Kematian pada
mola hodatidosa biasanya disebabkan oleh karena perdarahan, infeksi,
eklamsia, payah jantung dan tirotoksikosis (Sumapraja, 2011; Cunningham,
2012).

33
Lebih dari 80% kasus mola hidatidosa tidak berlanjut menjadi
keganasan trofoblastik gestasional, akan tetapi walaupun demikian tetap
dilakukan pengawasan lanjut yang ketat, karena hampir 20% dari pasien mola
hidatidosa berkembang menjadi tumor trofoblastik gestasional (Sumapraja,
2011; Cunningham, 2012).
Pada 10-15% kasus mola akan berkembang menjadi mola invasive,
dimana akan masuk kedalam dinding uterus lebih dalam lagi dan menimbulkan
perdarahan dan komplikasi yang lain yang mana pada akhirnya akan
memperburuk prognosisnya. Pada 2-3% kasus mola dapat berkembang
menjadi korio karsinoma, suatu bentuk keganasan yang cepat menyebar dan
membesar (Cunningham, 2012).

J. Komplikasi
Perdarahan yang hebat sampai syok
Perdarahan berulang-ulang yang dapat menyebabkan anemia
Infeksi sekunder
Perforasi karena tindakan atau keganasan

34
DAFTAR PUSTAKA

Cunninngham. F.G. .2012. Mola Hidatidosa Penyakit Trofoblastik Gestasional


Obstetri Williams. Edisi 21. Vol 2. EGC: Jakarta.

Sumapraja S, Martaadisoebrata D. 2011. Penyakit Serta Kelainan Plasenta dan


Selaput Janin, dalam: Ilmu Kebidanan, Edisi ketiga, Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawiroharjo: Jakarta

Hacker, N.F., Moore, J.G. 2010. Neoplasia Trofoblast Gestasi, dalam: Esensial
Obstetri dan Ginekologi, Edisi 2. Hipokrates : Jakarta

John T. 2006. Gestational Throphoblastic Disease. The American College of


Obstetricians and Gynecologists. Lippincott Williams & Wilkins. Diakses
dari http://www.utilis.net/Morning%20Topics/Gynecology/GTN.PDF , pada
25 September 2017.

Manuaba I.B.G.F, Manuaba, I.D.C. 2007. Penyakit Trofoblas, dalam: Pengantar


Kuliah Obstetri. EGC: Jakarta

Mochtar, R. 2008. Penyakit Trofoblast, dalam Sinopsis Obstetri, Jilid I, Edisi


kedua. EGC: Jakarta

Prawirohadjo S, Wiknjosastro H. 2009. Mola Hidatidosa. Ilmu Kandungan.


Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohadjo: Jakarta

35
V. KESMPULAN

1. Diagnosis awal pasien ini adalah G3P2A0 Usia 28 Tahun Hamil 33 Minggu 5
Hari dengan Perdarahan Antepartum, Preeklampsia Berat dan Riwayat Sectio
Caesarean 2x

2. Diagnosis akhir pasien ini adalah P3A0 Usia 28 Tahun post SCTP + MOW +
Lynch Procedure a.i Plasenta Previa, Uterus Couvelaire, Preeklampsia Berat,
Riwayat SC 2x

3. Preeklampsia Berat adalah kelainan malafungsi endotel yang menyebabkan


terjadi vasospasme setelah usia kehamilan 20 minggu, mengakibatkan
terjadinya hipertensi, dan dijumpai proteinuria 300mg per 24 jam atau 30mg/dl
(+1 pada dipstick).

4. Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada bagian segmen bawah
rahim, sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh jalan lahir yang ditandai
dengan perdarahan uterus yang dapat keluar melalui vagina tanpa adanya rasa
nyeri pada kehamilan trimester terakhir,

5. Solusio plasenta merupakan terlepasnya sebagian atau seluruh permukaan


maternal plasenta dari tempat implantasinya yang normal pada sebelum
waktunya yakni antara minggu 20 dan lahirnya anak.

6. Terdapat hubungan yang berimplikasi antara pre eklampsia berat, plasenta


previa, solusio plasenta dan uterus couvellaire

7. MOW merupakan tindakan penutupan terhadap kedua saluran telur kanan dan
kiri yang menyebabkan sel telur tidak dapat melewati saluran telur, dengan
demikian sel telur tidak dapat bertemu dengan sperma laki laki sehingga tidak
terjadi kehamilan

36
DAFTAR PUSTAKA

Asih L, Juliaan F, 2010. Pola Pemakaian Kontrasepsi. Puslitbang KB dan


Kesehatan Reproduksi 2010.

Badan Pusat Statistik (BPS), BKKBN, Departemen Kesehatan dan Macro


International Inc. (MI), 2008. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia
2007. Columbia, Maryland, USA : BPS dan MI.

Bari A, Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Prawirohadjo S. Jakarta:


Yayasan Bina Pustaka.

Chalik, T.M.A., 2008. Perdarahan Pada Kehamilan Lanjut dan Persalinan. Dalam:
Prawirohardjo, Sarwono., 2008. Ilmu Kebidanan. Edisi ke-4 Cetakan I.
Jakarta: Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.pp: 492-502

Cunningham, FG., et al. 2013. Obstetri Williams (Williams Obstetri). Jakarta: EGC.

De Cheney, AH., Nathaan, L., 2007. Current obstetric and gynecologic diagnosis
and treatment. 10th edition. New York: Mc. Graw Hill.pp: 336-338

Gasong MS, Hartono E, Moerniaeni N. Penatalaksanaan Perdarahan Antepartum.


Bagian Obstetri danGinekologi FK UNHAS; 1997. 3-8.

Hartanto, Hanafi. 2004.KB dan Kontrasepsi. Jakarta: Sinar Harapan,

Meilani, Niken., Setyawati, Nanik., Estiwidani, Dwiani., Suherni. 2010.Pelayanan


Keluarga Berencana. Yogyakarta: Tramaya.

Mochtar, Rustam. 2008.Sinopsis Obstetri. Jakarta: EGC,

Mose, Johanes C. 2004. Penyulit Kehamilan; Perdarahan Antepartum; Dalam:


Obstetri Patologi, edisi ke-2. Editor: Prof. Sulaiman Sastrawinata, dr,
SpOG(K), Prof. Dr. Djamhoer Martaadisoebrata, dr, MPSH, SpOG(K),
Prof. Dr. Firman F. Wirakusumah, dr, SpOG(K). Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC dan Padjadjaran Medical Press. h. 91-96

Noviawati, Sujiyawati. 2009. Panduan Lengkap KB Terkini,:p.165-166.

Oxorn, H., 2003. Ilmu Kebidanan: Patologi Dan Fisiologi Persalinan. Yogyakarta:
Yayasan Essentia Medica.pp: 425-428

Pritchard JA, MacDonald PC, Gant NF. Williams Obstetrics, 23th ed. R Hariadi, R
Prajitno Prabowo, Soedarto, penerjemah. Obstetri Williams. Edisi 20.
Surabaya: Airlangga University Press, 2013; 456-70.

Prawirohardjo S. 2009 Ilmu Kebidanan. Edisi IV. Jakarta. PT Bina Pustaka


Sarwono Prawirohardjo; hal. 495-502

37
Puslitbang KB dan Kesehatan Reproduksi, 2010. Pemantauan PUS Melalui Mini
Survei di Indonesia Tahun 2009.

Rabe, Thomas. 2003.Ilmu Kandungan. Jakarta: Hipokrates.

Rachimhadhi T. Perdarahan Antepartum. Dalam: Ilmu Kebidanan, edisi III. Jakarta:


Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2009; 362-85.

Sastrawinata S, Martaadisoebrata D, Wirakusumah FF, editor. 2004. Obstetri


Patologi:Ilmu Kesehatan Reproduksi. Edisi II. Jakarta : EGC.

Schmidt, E, Diedrich J, et al. 2014. Surgical Procedures of Tubal Sterilization. In:


The Global Library of Womens Medicine.

Sri H, Buku Ajar Pelayanan KB. Yogyakarta: Pustaka Rihama: 2010.

Suyono,Lulu,Gita,Harum,Endang. 2007. Hubungan Antara Umur Ibu Hamil


Dengan Frekuensi Solusio Plasenta di RSUD Dr. Moewardi Surakarta;
Dalam: Cermin Dunia Kedokteran vol.34 no.5.h 233-238

Wardana, GA dan Karkata, MK., 2007. Faktor Risiko Plasenta Previa . CDK 34:
229-32.
AvailableFrom:http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/158_05Faktorrisikop
lasentaprevia.pd f/158_05Faktorrisikoplasentaprevia.html [Accessed 11 juli
2017]

WHO. Managing Complications in Pregnancy and Childbirth. Geneva: WHO,


2003. 518-20.

38

Anda mungkin juga menyukai