Anda di halaman 1dari 16

A.

BANTUAN HIDUP DASAR


1. Pengertian Bantuan Hidup Dasar
Bantuan hidup dasar adalah bantuan yang diberikan pada orang yang mengalami henti
jantung, henti nafas, atau keduanya. Bantuan hidup dasar dilakukan agar peredaran darah
dan oksigen ke otak, jantung, dan organ tubuh penting lain tidak berhenti walaupun
seseorang mengalami henti jantung, henti nafas, atau keduanya. Bantuan hidup dasar harus
diberikan secepatnya karena otak akan rusak dalam 2 menit pada orang yang mengalami
henti jantung, henti nafas, atau keduanya. Bantuan hidup dasar boleh diberikan oleh siapa
saja yang mampu melakukannya. Tujuan Bantuan Hidup Dasar ini adalah memberikan
bantuan dengan cepat mempertahankan suplai oksigen ke otak, jantung dan alat-alat vital
lainnya sambil menunggu pengobatan lanjutan. Pengalaman menunjukkan bahwa
resusitasi jantung paru akan berhasil terutama pada keadaan 'henti jantung' yang
disaksikan (witnessed) dimana resusitasi segera dilakukan oleh orang yang berada di
sekitar korban.
Prinsip utama dalam resusitasi adalah memperkuat rantai kelangsungan hidup (chain
of survival). Keberhasilan resusitasi membutuhkan integrasi koordinasi rantai
kelangsungan hidup. Urutan rantai kelangsungan hidup pada pasien dengan henti jantung
(cardiac arrest) dapat berubah tergantung lokasi kejadian: apakah cardiac arrest terjadi di
dalam lingkungan rumah sakit (HCA) atau di luar lingkungan rumah sakit (OHCA).
Gambar 1 menunjukkan chain of survival pada kondisi HCA maupun OHCA
Gambar 1. Rantai Kelangsungan Hidup HCA dam OHCA

2. Bantuan Hidup Dasar Menurut Pembaruan Pedoman AHA 2015


Pembaruan Pedoman AHA 2015 untuk CPR dan ECC didasarkan pada proses
evaluasi bukti internasional yang melibatkan 250 orang pemeriksa dan berdasarkan
bukti dari 39 negara. Proses pemeriksaan sistematis ILCOR (2015 International Liaison
Committee on Resuscitation) cukup berbeda bila dibandingkan dengan proses yang
digunakan pada 2010 Untuk proses pemeriksaan sistematis 2015, tugas ILCOR
mengharuskan untuk memeriksa topik yang diprioritaskan, dengan kondisi munculnya
ilmu baru yang memadai atau terdapat kontroversi yang memerlukan pemeriksaan
sistematis.

Komite ECC menetapkan versi 2015 ini sebagai pembaruan, yang hanya
mencakup topik yang ditangani berdasarkan pemeriksaan bukti ILCOR 2015 atau yang
diminta oleh jaringan pelatihan. Keputusan ini memastikan bahwa kita hanya memiliki
satu standar untuk evaluasi bukti, yakni proses yang dibuat oleh ILCOR. Sebagai
hasilnya Pembaruan Pedoman AHA 2015 untuk CPR dan ECC 2015bukan merupakan
revisi menyeluruh dari Pedoman AHA 2010 untuk CPR dan ECC (2010 AHA
Guidelines for CPR and ECC).

Pertimbangan etis juga harus berkembangseiring dengan perkembangan praktik


resusitasi Mengelola beberapa keputusan terkait resusitasi adalah tugas yang sulit bila
dilihat dari berbagai perspektif, sama seperti halnya dengan saat penyedia layanan
kesehatan (HCP) menangani etika yang melingkupi keputusan untuk memberikanatau
menunda intervensi kardiovaskular darurat.

Masalah etis yang mencakup apakah akan memulai atau kapan akan
menghentikan CPR adalah masalah kompleks dan mungkin dapat beragam di seluruh
pengaturan (di dalam atau di luar rumah sakit), penyedia (dasar atau lanjutan), dan
populasi pasien (neonatal, pediatri, orang dewasa). Meskipun prinsip etis belum berubah
sejak Pedoman 2010 dipublikasikan, namun data yang menginformasikan berbagai
diskusi etis telah diperbarui melalui proses pemeriksaan bukti. Proses pemeriksaan bukti
ILCOR 2015 dan Pembaruan Pedoman AHA yang dihasilkan mencakup beberapa
pembaruan ilmu yang berimplikasi pada pengambilan keputusan etis untuk pasien
periarrest, saat terjadi serangan jantung, dan pasca-serangan jantung.

Bantuan Hidup Dasar Dewasa dan Kualitas CPR

Pada penanganan henti jantung, penolong akan dibedakan dalam beberapa


kelompok yaitu Penolong Tidak Terlatih dan Penyedia Layanan Kesehatan. Hal ini akan
mempermudah dalam penanganan pasien dengan henti jantung. Berikut adalah masalah
utama dan perubahan besar dalam rekomendasi permbaruan pedoman 2015 untuk CPR
orang dewasa pada penolong tidak terlatih.
a. Hubungan penting dalam Rantai Kelangsungan Hidup pasien dewasa di luar rumah
sakit tidak berubah sejak 2010, dengan tetap menekankan pada Algoritma BLS
(Bantuan Hidup Dasar) Dewasa universal yang disederhanakan.

b. Algoritma BLS Dewasa telah diubah untuk menunjukkan fakta bahwa penolong
dapat mengaktifkan sistem tanggapan darurat (misalnya, melalui penggunaan ponsel)
tanpa meninggalkan korban.
c. Masyarakat yang anggotanya berisiko terkena serangan jantung disarankan
menerapkan program PAD.
d. Rekomendasi telah diperkuat untuk mendorong pengenalan langsung terhadap
kondisi korban yang tidak menunjukkan reaksi, pengaktifan sistem tanggapan
darurat, dan inisiasi CPR jika penolong tidak terlatih menemukan korban yang tidak
menunjukkan reaksi juga tidak bernapas atau tidak bernapas dengan normal
(misalnya, tersengal).
e. Penekanan perihal identifikasi cepat terhadap kemungkinan serangan jantung oleh
operator telah ditingkatkan melalui penyediaan instruksi CPR secepatnya kepada
pemanggil (misalnya, CPR yang dipandu oleh operator).
f. Urutan yang disarankan untuk satu-satunya penolong telah dikonfirmasi: penolong
diminta untuk memulai kompresi dada sebelum memberikan napas buatan (C-A-B,
bukan A-B-C) agar dapat mengurangi penundaan kompresi pertama. Satu-satunya
penolong harus memulai CPR dengan 30 kompresi dada yang diikuti dengan 2 napas
buatan.
g. Terdapat penekanan lanjutan pada karakteristik CPR berkualitas tinggi:
mengkompresi dada pada kecepatan dan kedalaman yang memadai, memberikan
rekoil dada sepenuhnya setelah setiap kompresi, meminimalkan gangguan dalam
kompresi, dan mencegah ventilasi yang berlebihan.
h. Kecepatan kompresi dada yang disarankan adalah 100 hingga 120/min (diperbarui
dari minimum 100/min).
i. Rekomendasi yang diklarifikasi untuk kedalaman kompresi dada pada orang dewasa
adalah minimum 2 inci (5 cm), namun tidak lebih besar dari 2,4 inci (6 cm).

Berikut adalah masalah utama dan perubahan besar dalam rekomendasi pembaruan
pedoman 2015 untuk penyedia layanan kesehatan.

a. Rekomendasi ini memungkinkan eksibilitas untuk pengaktifan sistem tanggapan


darurat untuk lebih menyesuaikan dengan kondisi klinis HCP.
b. Penolong terlatih didorong untuk menjalankan beberapa langkah secara bersamaan
(misalnya, memeriksa pernapasan dan denyut sekaligus) dalam upaya mengurangi
waktu untuk kompresi dada pertama.
c. Tim terpadu yang terdiri atas penolong yang sangat terlatih dapat menggunakan
pendekatan terencana yang menyelesaikan beberapa langkah dan penilaian secara
bersamaan, bukan secara berurutan yang digunakan oleh masing-masing penolong
(misalnya, satu penolong akan mengaktifkan sistem tanggapan darurat dan penolong
kedua akan memulai kompresi dada, penolong ketiga akan menyediakan ventilasi
atau mengambil perangkat kantong masker untuk napas buatan, dan penolong
keempat mengambil dan menyiapkan defibrilator).
d. Peningkatan penekanan telah diterapkan pada CPR berkualitas tinggi menggunakan
target performa (kompresi kecepatan dan kedalaman yang memadai, sehingga
membolehkan rekoil dada sepenuhnya di antara setiap kompresi, meminimalkan
gangguan dalam kompresi, dan mencegah ventilasi yang berlebihan).
e. Kecepatan kompresi diubah ke kisaran 100 hingga 120/min. Kedalaman kompresi
untuk pasien dewasa diubah ke minimum 2 inci (5 cm), namun tidak melebihi 2,4
inci (6 cm).
f. Untuk mendukung rekoil penuh dinding dada setelah setiap kompresi, penolong
harus menjaga posisi agar tidak bertumpu di atas dada di antara kompresi.
g. Kriteria untuk meminimalkan gangguan diklarifikasi dengan sasaran fraksi kompresi
dada setinggi mungkin, dengan target minimum 60%.
h. Meskipun sistem EMS telah menerapkan paket perawatan yang melibatkan
kompresi dada berkelanjutan, namun penggunaan teknik ventilasi pasif dapat
dianggap sebagai bagian dari paket perawatan untuk korban OHCA.
i. Untuk pasien yang sedang menjalani CPR dan memiliki saluran udara lanjutan yang
dipasang, laju ventilasi yang disederhanakan disarankan 1 napas buatan setiap 6
detik (10 napas buatan per menit).
Tabel 1 Anjuran dan Larangan BLS untuk CPR Berkualitas Tinggi Dewasa
Penolong Harus Penolong Tidak Boleh

Melakukan kompresi dada pada Mengkompresi pada kecepatan lebih


kecepatan 100-120/min rendah dari 100/min atau lebih cepat dari
120/min

Mengkompresi ke kedalaman minimum 2 Mengkompresi ke kedalaman kurang dari


inci (5 cm) 2 inci (5 cm) atau lebih dari 2,4 inci (6
cm)

Memberikan recoil penuh setelah setiap Bertumpu di atas dada di antara kompresi
kali kompresi yang dilakukan

Meminimalkan jeda dalam kompresi Menghentikan kompresi lebih dari 10


detik

Memberikan ventilasi yang cukup Memberikan ventilasi berlebihan

(2 napas buatan setelah 30 kompresi, (misalnya, terlalu banyak napas buatan


setiap napas buatan diberikan lebih dari 1 atau memberikan dapas buatan dengan
detik, setiap kali diberikan dada akan kekuatan berlebihan)
terangkat)

Sumber : Guideline AHA 2015


Ringkasan Komponen CPR Berkualitas Tinggi untuk penyedia BLS
Sumber : Guideline AHA 2015
3. Algoritma BHD Menurut AHA 2015

Gambar.2 Algoritma Bantuan Hidup Dasar Pada Orang Dewasa bagi Penyedia Layanan
Kesehatan
B. TRIAGE
1. Pengertian TRIAGE
Triage adalah suatu proses yang mana pasien digolongkan menurut tipe dan
tingkat kegawatan kondisinya. Triage terdiri dari upaya klasifikasi kasus cedera secara
cepat berdasarkan keparahan cedera mereka dan peluang kelangsungan hidup mereka
melalui intervensi medis yang segera. Sistem triage tersebut harus disesuaikan dengan
keahlian setempat. Prioritas yang lebih tinggi diberikan pada korban yang prognosis
jangka pendek atau jangka panjangnya dapat dipengaruhi secara dramatis oleh perawatan
sederhana yang intensif. Triage adalah usaha pemilahan korban sebelum ditangani,
berdasarkan tingkat kegawatdaruratan trauma atau penyakit dengan mempertimbangkan
prioritas penanganan dan sumber daya yang ada.Triage adalah suatu sistem
pembagian/klasifikasi prioritas klien berdasarkan berat ringannya kondisi
klien/kegawatannya yang memerlukan tindakan segera. Dalam triage, perawat dan dokter
mempunyai batasan waktu (respon time) untuk mengkaji keadaan dan memberikan
intervensi secepatnya yaitu 10 menit.
Jadi dapat disimpulkan bahwa sistem triase ini digunakan untuk menentukan prioritas
penanganan kegawat daruratan. Sehingga perawat benar-benar memberikan pertolongan
pada pasien yang sangat membutuhkan, dimana keadaan pasien sangat mengancam
nyawanya, namun dengan penanganan secara cepat dan tepat, dapat menyelamatkan
hidup pasien tersebut. Tidak membuang wakunya untuk pasien yang memang tidak bisa
diselamatkan lagi, dan mengabaikan pasien yang membutuhkan. Tujuan utama triage
adalah untuk mengidentifikasi kondisi mengancam nyawa. Tujuan triage selanjutnya
adalah untuk menetapkan tingkat atau derajat kegawatan yang memerlukan pertolongan
kedaruratan.

Ada dua jenis keadaan yang akan mempengaruhi proses triage :

a. Multiple Casualties

Keadaan ini terjadi bila musibah masal dengan jumlah penderita dan beratnya
perlukaan tidak melampaui kemampuan petugas dan peralatan. Dalam keadaan ini
penderita dengan masalah yang mengancam jiwa dan multiple trauma akan dilayani
terlebih dahulu
b. Mass Casualties

Keadaan ini dijumpai jika musibah masal dengan jumlah penderita dan beratnya luka
melampaui kemampuan petugas dan peralatan. Dalam keadaan ini yang akan
dilayani terlebih dahulu adalah penderita dengan kemungkinan hidup /survival
terbesar, serta membutuhkan waktu, perlengkapan dan tenaga paling sedikit.

Prinsip dalam pelaksanaan triase :


a. Triase seharusnya dilakukan segera dan tepat waktu
Kemampuan berespon dengan cepat terhadap kemungkinan penyakit yang
mengancam kehidupan atau injuri adalah hal yang terpenting di departemen
kegawatdaruratan.
b. Pengkajian seharusnya adekuat dan akurat
Intinya, ketetilian dan keakuratan adalah elemen yang terpenting dalam proses
interview.
c. Keputusan dibuat berdasarkan pengkajian
Keselamatan dan perawatan pasien yang efektif hanya dapat direncanakan bila
terdapat informasi yang adekuat serta data yang akurat.
d. Melakukan intervensi berdasarkan keakutan dari kondisi
Tanggung jawab utama seorang perawat triase adalah mengkaji secara akurat
seorang pasien dan menetapkan prioritas tindakan untuk pasien tersebut. Hal
tersebut termasuk intervensi terapeutik, prosedur diagnostic dan tugas terhadap
suatu tempat yang dapat diterima untuk suatu pengobatan.
e. Tercapainya kepuasan pasien
Perawat triase seharusnya memenuhi semua yang ada di atas saat
menetapkan hasil secara serempak dengan pasien
Perawat membantu dalam menghindari keterlambatan penanganan yang
dapat menyebabkan keterpurukan status kesehatan pada seseorang yang
sakit dengan keadaan kritis.
Perawat memberikan dukungan emosional kepada pasien dan keluarga
atau temannya.
Time Saving is Life Saving (respon time diusahakan sesingkat mungkin), The Right
Patient, to The Right Place at The Right Time, with The Right Care Provider.

Pengambilan keputusan dalam proses triage dilakukan berdasarkan :


Ancaman jiwa mematikan dalam hitungan menit
Dapat mati dalam hitungan jam
Trauma ringan
Sudah meninggal
Klasifikasi dan Penentuan Prioritas
Berdasarkan Oman (2008), pengambilan keputusan triage didasarkan pada
keluhan utama, riwayat medis, dan data objektif yang mencakup keadaan umum pasien
serta hasil pengkajian fisik yang terfokus. Menurut Comprehensive Speciality Standard,
ENA tahun 1999, penentuan triase didasarkan pada kebutuhan fisik, tumbuh kembang
dan psikososial selain pada factor-faktor yang mempengaruhi akses pelayanan kesehatan
serta alur pasien lewat sistem pelayanan kedaruratan.Hal-hal yang harus dipertimbangkan
mencakup setiap gejala ringan yang cenderung berulang atau meningkat keparahannya .
Prioritas adalah penentuan mana yang harus didahulukan mengenai penanganan
dan pemindahan yang mengacu pada tingkat ancaman jiwa yang timbul. Beberapa hal
yang mendasari klasifikasi pasien dalam sistem triage adalah kondisi klien yang meliputi:
a. Gawat, adalah suatu keadaan yang mengancam nyawa dan kecacatan yang
memerlukan penanganan dengan cepat dan tepat
b. Darurat, adalah suatu keadaan yang tidak mengancam nyawa tapi memerlukan
penanganan cepat dan tepat seperti kegawatan
c. Gawat darurat, adalah suatu keadaan yang mengancam jiwa disebabkan oleh
gangguan ABC (Airway / jalan nafas, Breathing / pernafasan, Circulation /
sirkulasi), jika tidak ditolong segera maka dapat meninggal / cacat (Wijaya, 2010)
Berdasarkan prioritas perawatan dapat dibagi menjadi 4 klasifikasi :
Tabel 1. Klasifikasi Triage
KLASIFIKASI KETERANGAN
Gawat darurat (P1) Keadaan yang mengancam nyawa / adanya
gangguan ABC dan perlu tindakan segera,
misalnya cardiac arrest, penurunan kesadaran,
trauma mayor dengan perdarahan hebat
Gawat tidak darurat (P2) Keadaan mengancam nyawa tetapi tidak
memerlukan tindakan darurat. Setelah
dilakukan diresusitasi maka ditindaklanjuti
oleh dokter spesialis. Misalnya ; pasien kanker
tahap lanjut, fraktur, sickle cell dan lainnya
Darurat tidak gawat (P3) Keadaan yang tidak mengancam nyawa tetapi
memerlukan tindakan darurat. Pasien sadar,
tidak ada gangguan ABC dan dapat langsung
diberikan terapi definitive. Untuk tindak lanjut
dapat ke poliklinik, misalnya laserasi, fraktur
minor / tertutup, sistitis, otitis media dan
lainnya
Tidak gawat tidak darurat (P4) Keadaan tidak mengancam nyawa dan tidak
memerlukan tindakan gawat. Gejala dan tanda
klinis ringan / asimptomatis. Misalnya
penyakit kulit, batuk, flu, dan sebagainya

Tabel 2. Klasifikasi berdasarkan Tingkat Prioritas (Labeling)


KLASIFIKASI KETERANGAN
Prioritas I (merah) Mengancam jiwa atau fungsi vital, perlu resusitasi
dan tindakan bedah segera, mempunyai kesempatan
hidup yang besar. Penanganan dan pemindahan
bersifat segera yaitu gangguan pada jalan nafas,
pernafasan dan sirkulasi. Contohnya sumbatan jalan
nafas, tension pneumothorak, syok hemoragik, luka
terpotong pada tangan dan kaki, combutio (luka
bakar) tingkat II dan III > 25%
Prioritas II (kuning) Potensial mengancam nyawa atau fungsi vital bila
tidak segera ditangani dalam jangka waktu singkat.
Penanganan dan pemindahan bersifat jangan
terlambat. Contoh: patah tulang besar, combutio
(luka bakar) tingkat II dan III < 25 %, trauma thorak
/ abdomen, laserasi luas, trauma bola mata.
Prioritas III (hijau) Perlu penanganan seperti pelayanan biasa, tidak
perlu segera. Penanganan dan pemindahan bersifat
terakhir. Contoh luka superficial, luka-luka ringan
Prioritas 0 (hitam) Kemungkinan untuk hidup sangat kecil, luka sangat
parah. Hanya perlu terapi suportif. Contoh henti
jantung kritis, trauma kepala kritis.

Beberapa petunjuk tertentu harus diketahui oleh perawat triage yang mengindikasikan
kebutuhan untuk klasifikasi prioritas tinggi. Petunjuk tersebut meliputi :
Nyeri hebat
Perdarahan aktif
Stupor / mengantuk
Disorientasi
Gangguan emosi
Dispnea saat istirahat
Diaforesis yang ekstrem
Sianosis
Tanda vital di luar batas normal (Iyer, 2004).

2. START ( Simple triage And Rapid Treatment)

START adalah suatu system yang dikembangkan untuk memungkinkan paramedic


memilah korban dalam waktu yang singkat kira kira 30 detik. Yang perlu
diobservasi : Respiration, Perfusion, dan Mental Status ( RPM ). System START di
desain untuk membantu penolong untuk menemukan pasien yang menderita luka
berat.

Tahap pertama dalam START adalah untuk memberitahu orang / korban yang
dapat bangun dan berjalan untuk pindah ke area yang telah ditentukan. Supaya lebih
mudah untuk dikendalikan, bagi korban yang dapat berjalan agar dapat pindah dari
area tempat pertolongan korban prioritas utama (merah / immediate ). Korban ini
sekarang ditandai dengan status Minor / prioritas 3 ( hijau ). Jika korban protes disuruh
pindah dikarenakan nyeri untuk berjalan, jangan paksa mereka untuk pindah.

Tahap ke dua: Mulai dari tempat berdiri. Mulailah tahap ke 2 dari tempat berdiri,
bergeraklah pindah dengan pola yang teratur dan mengingat korban. Berhenti pada
masing masing individu dan melakukan assesment dan tagging dengan cepat.
Tujuannya adalah untuk menemukan pasien yang butuh penanganan segera
(immediate, merah).

START didasarkan pada 3 observasi : RPM ( respiration, perfusion, and Mental


Status )

a. Respiration / breathing

Jika pasien bernafas, kemudian tentukan frekuensi pernafasanya, jika lebih


dari 30x / menit, korban ditandai Merah / immediate. Korban ini menujukkan
tanda tanda primer shock dan butuh perolongan segera. Jika pasien bernafas
dan frekuensinya kurang dari 30x / menit, segera lakukan observasi
selanjutnya ( perfusion and Mental status ). Jika pasien tidak bernafas, dengan
cepat bersihkan mulut korban dari bahan bahan asing. Buka jalan nafas,
posisikan pasien untuk mempertahankan jalan nafasnya, dan jika pasien
bernafas tandai pasien dengan immediate, jika pasien tidak bernafas setelah
dialkukan maneuver tadi, maka korban tersebut ditandai DEAD.

b. Perfusion or Circulating

Bertujuan untuk mengecek apakah jantungnya masih memiliki kemampuan


untuk mensirkulasikan darah dengan adekuat, dengan cara mengecek denyut
nadi. Jika denyut nadi lemah dan tidak teratur korban ditandai immediate.
jika denyut nadi telah teraba segera lakukan obserbasi status mentalnya.

c. Mental status

Untuk mengetesnya dapat dilakukan dengan memnberikan instruksi yang


mudah pada korban tersebut : buka matamu atau tutup matamu .
Korban yang mampu mengikuti instuksi tersebut dan memiliki pernafasan dan
sirkulasi yang baik, ditandai dengan Delayed. Korban yang tidak bisa
mengikuti instruksi tersebut ditandai dengan Immediate.
Perawatan medis lanjut secepatnya atau paling lambat dalam satu jam (golden hour).

a. Korban label kuning dapat menunggu evakuasi sampai seluruh korban label merah
selesai ditranspor.
b. Jangan evakuasi korban label hijau sampai seluruh korban label merah dan kuning
selesai dievakuasi. Korban ini dapat menunda perawatan medis lanjut sampai
beberapa jam lamanya. Re-triase korban tetap dilakukan untuk melihat apakah
keadaan korban memburuk.
c. Reverse Triage

Sebagai tambahan pada standar triase yang dijalankan, terdapat beberapa kondisi
dimana korban dengan cedera ringan didahulukan daripada korban dengan cedera
berat. Situasi yang memungkinkan dilakukan reverse triage yaitu pada keadaan
perang dimana dibutuhkan prajurit yang terluka untuk kembali ke medan
pertempuran secepat mungkin. Selain itu, hal ini juga mungkin dilakukan bila
terdapat seumlah besar paramedis dan dokter yang mengalami cedera, dimana akan
merupakan suatu keuntungan jika mereka lebih dulu diselamatkan karena nantinya
dapat memberikan perawatan medis kepada korban yang lain.
3. Algoritma TRIAGE

Anda mungkin juga menyukai