Anda di halaman 1dari 93

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Syok merupakan suatu keadaan kegawat daruratan yang ditandai
dengan kegagalan perfusi darah ke jaringan, sehingga mengakibatkan
gangguan metabolisme sel. Dalam keadaan berat terjadi kerusakan sel
yang tak dapat dipulihkan kembali (syok irreversibel). Oleh karena itu
penting untuk mengenali keadaan-keadaan tertentu yang dapat
mengakibatkan syok, gejala ini berguna untuk penegakan diagnosis yang
cepat dan tepat untuk selanjutnya dilakukan suatu penatalaksanaan yang
sesuai. Syok merupakan gejala yang kompleks, tidak hanya satu organ saja
pada tubuh kita yang mendapatkan dampaknya tapi bisa seluruh tubuh
juga terkena. Kegagalan funsi organ ini disebabkan karena kegagalan
fungsi sirkulasi yang bersifat akut dan ditandai oleh perfusi organ dan
jaringan yang tidak adequat. Beberapa tipe syok yang dibahas yaitu syok
hipovolemik, syok kardiogenik, syok septik, syok anafilaktik, dan syok
neurogenik.
Saat ini, syok pada anak kebanyakan terjadi karena hipovolemia
yang disebabkan oleh gastroenteritis dan dehidrasi. Syok kardiogenik bisa
saja terjadi karena kerusakan pada primer pada miokardnya sehingga
menyebabkan gangguan perfusi jaringan dan penghantaran oksigen ke
jaringan. Syok anfilaktik, syok septik dan syok neurogenik lebih jarang
terjadi pada anak-anak. Meskipun telah dicapai beberapa kemajuan dalam
penanganannya, tapi syok tetap menyebabkan morbiditas dan mortalitas
yang serius pada anak.
Kehilamgan cairan yang cepat dan banyak menurunkan preload
ventrikel sehingga terjadi penurunan isi sekuncup dan curah jantung
sehingga terjadi penurunan hantaran oksigen kejaringan tubuh. Pada
renjatan karena perdarahan, selain terjadi penurunan cardiac output juga
terjadi pengurangan haemoglobin, sehingga transport dari oksigen ke
jaringan makin berkurang.

1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian, klasifikasi, etiologi, tanda dan gejala,
patofisiologi, pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan dan komplikasi
pada Syok pada anak ?
2. Bagaimana Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Syok pada anak?
3. Bagaimana contoh Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Syok Pada
Anak ?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian, klasifikasi, etiologi, tanda dan gejala,
patofisiologi, pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan dan komplikasi
pada syok pada anak
2. Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan pada pasien dengan syok pada
anak
3. Untuk mengetahui contoh Asuhan Keperawatan pada pasien dengan syok
pada anak

D. Manfaat Penulisan

Manfaat yang akan di dapat setalah mengetahui tentanag pengertian,


klasifikasi, etiologi, tanda dan gejala, patofisiologi, pemeriksaan penunjang,
penatalaksanaan dan komplikasi pada syok pada anak serta Asuhan
Keperawatan Pada pasien dengan syok pada anak adalah untuk menjadi acuan
dalam melakukan tindakan Asuhan Keperawatan kepada pasien yang
mengalami masalah syok pada anak

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. Definisi Syok Pada Anak
Syok adalah ketidakmampuan memberikan perfusi darah teroksigenasi
dan substrat ke dalam jaringan untuk mempertahankan fungsi organ, yang
disebabkan inadekuat transpor substrat glukosa, transpor oksigen atau
kegagalan mitokondria pada tahap sel. Syok adalah sindroma klinis yang
terjadi akibat gangguan hemodinamik dan metabolik yang ditandai dengan
kegagalan system sirkulasi untuk mempertahankan perfusi yanga dekuat
organ-organ vital tubuh. Syok adalah suatu sindrom klinis kegagalan akut
fungsi sirkulasi yang menyebabkan ketidakcukupan perfusi jaringan dan
oksigenasi jaringan, dengan akibat gangguan mekanisme
homeostasis.Hantaran oksigen berhubungan langsung dengan kandungan
oksigen arteri (saturasi oksigen dan konsentrasi hemoglobin) dan curah
jantung (isi sekuncup dan denyut jantung). Perubahan kebutuhan
metabolisme dipenuhi dengan penyesuaian curah jantung. Isi sekuncup
berhubungan dengan panjang serabut miokardium akhir diastole (preload),
kontraktilitas miokardium (inotropi), dan tahanan semburan darah dari
ventrikel (afterload). Pada bayi muda, jaringan kontraktil miokardiumnya
masih relatif sedikit sehingga peningkatan kebutuhan curah jantung dipenuhi
terutama dengan meningkatkan denyut jantung yang diperantarai oleh
ransangan saraf. Pada anak yang lebih besar dan remaja, curah jantung paling
efektif ditingkatkan dengan menambah isi sekuncup melalui pengaturan
neurohormon yang meningkatkan tonus vaskular sehingga aliran balik vena
ke jantung meningkat (meningkatkan preload), menurunan resistensi arteri
(menurunkan afterload), dan meningkatkan kontraktilitas miokardium.

3
2. Klasifikasi
Klasifikasi syok pada anak dapat di bagi sebagai berikut :
a. Syok Hipovolemia
Hipovolemik berarti berkurangnya volume intravaskuler. Sehingga
syok hipovolemik berarti syok yang di sebabkan oleh berkurangnya
volume intravaskuler. Di Indonesia shock pada anak paling sering
disebabkan oleh gastroenteritis dan dehidrasi, dan shock
perdarahan paling jarang, begitupun shock karena kehilangan
plasma pada luka bakar dan shock karena translokasi cairan.
b. Syok Sepsis
Sepsis merupakan penyakit sistemik yang disebabkan oleh kuman-
kuman atau bahan-bahan yang berasal dari atau dibuat oleh kuman-
kuman. Organism yang paling sering menyebabkan shock septic
dalah kuman gram negative. Tetapi shock juga bias disebabkn oleh
kuman gram positif bahkan jamur, rickettsia dan bermacam-macam
virus dapat menimbulkan shock yang sifatnya tidak banyak
berbeda.
Respon penderita terhadap pencetus yaitu masuknya kuman
kedalam tubuh ditentukan oleh keadaan penderita sebelumnya.
Faktor-faktor tersebut dibawah memegang peranan:
1) Efek langsung yang disebabkan oleh kuman atau bahan-bahan
terhadap system kardiovaskuler.
2) Kekacauan system metabolism
3) Efek kardiovaskuler terhadap produk-produk yang timbul secara
sekunder karena infeksi antara lain: komplemen, koagulasi
kalikrein dan bahan-bahan toksin.
4) Pelepasan bahan-bahan vasoaktif lain.
5) Mekanisme kompensasi penderita dan keadaan penderita
sebelum terjadi sepsis

4
Table. Terminologi dan Definisi Sepsis
Sindrom respon inflamasi sistemik
(SIRS: systemic inflammatory respons syndrome) respon tubuh terhadap
inflamasi sistemik mencakup 2 atau lebih keadaan berikut :
- suhu > 38o C
- frekuensi jantung > 90 kali/menit
- frekuensi nafas > 20 kali/menit atau PaCO2 < 32 mmHg
- leukosit darah > 12.000/ mm3, < 4000/mm3 atau stab > 10%
sepsis
keadaan klinis berkaitan dengan infeksi dengan manifestasi SIRS
sepsis berat
sepsis yang disertai dengan disfungsi rgan, hipoperfusi atau hipotensi
termasuk asidosis laktat, oliguria dan penurunan kesadaran.
Sepsis dengan hipotensi
Sepsis dengan tekanan darah sistolik <90 mmHg atau penurunan tekanan
darah sistolik >40 mmHg dan tidak ditemukan penyebab hipotensi
Renjatan septic
Sepsis dengan hipotensi meskipun telah diberikan resusitasi cairan secara
adekuat atau memerlukan vasopressor untuk mempertahankan tekanan darah
dan perfusi organ.

c. Syok Anafilaksis
Syok anafilaksis adalah suatu reaksi anafilaksis berat yang disertai
dengan insufisiensi sirkulasi. Anafilaksis merupakan kondisi alergi
di mana curah jantung dan tekanan arteri seringkali menurun
dengan hebat.
d. Syok Kardiogenis
Syok kardiogenis terjadi akibat gangguan fungsi miokardium yang
tercermin dengan depresi kontraktilitas miokardium dan curah
jantung dengan perfusi jaringan buruk. Syok kardiogenis primer
dapat terjadi pada anak yang mempunyai penyakit jantung bawaan.

5
Syok kardiogenis juga dapat terjadi sekunder pada anak yang
sebelumnya sehat akibat miokarditis virus,disritmia, atau gangguan
toksin atau metabolisme atau pasca jejas hipoksia-iskemia.
e. Syok Neurogenik
Syok neurogenik merupakan kegagalan pusat vasomotor sehingga
terjadi hipotensi dan penimbunan darah pada pembuluh tampung
(capacitance vessels). Syok neurogenik terjadi karena hilangnya
tonus pembuluh darah secara mendadak di seluruh tubuh.Syok
neurogenik juga dikenal sebagai syok spinal. Bentuk dari syok
distributif, hasil dari perubahan resistensi pembuluh darah sistemik
yang diakibatkan oleh cidera pada sistem saraf (seperti: trauma
kepala, cedera spinal, atau anestesi umum yang dalam).
f. Syok Obstruktif
Syok obstruktif terjadi karena obstruksi mekanis aliran ventrikel.
Etiologi syok obstruktif diantaranya: lesi kongenital, seperti
coarctatio aorta,arkus aorta yang terputus, stenosis valvular aorta
berat, bersamaan dengan penyait yang didapat(misalnya
kardiomiopati hipertrofi). Pada neonatus dengan gambaran klinis
syok, lesi obstruktif harus dipertimbangkan sebagai etiologinya.

3. Etiologi Penyakit
a. Syok hipovolemi
Penyebab dari syok hipovolemi dapat dilihat dari tabel di bawah ini

Intake kurang atau output kelebihan Translokasi cairan


1. Dehidrasi disebabkan: - intraintestinal (ileus paralitik,
a. Intake yang kurang (minum hirschprung)
kurang, anoreksia, hipodipsi - asites dan edema (sindroma nefrotik)
karena hipotalamus terganggu.
b. Output meningkat:
- keringat banyak/insensible loss
menigkat (hiperventilasi, panas

6
tinggi)
- osmotic dieresis (diabetes
insipidus, defisiensi A.D.H,
penyakit ginjal kronis)
- kehilangan Na (Na loss
nepropathy, pemakaian diuretic)
- kehilangan melalui saluran
percernaan (diare, ileostomi,
muntah, fistula
2. Kehilangan darah
- trauma
- perdarahan gastrointestinal
- perdarahan intracranial
3. Kehilangan plasma
- luka bakar
- peritonitis

b. Syok Kardiogenik
Syok kardiogenik disebabkan oleh kegagalan fungsi pompa jantung
yang mengakibatkan curah jantung menjadi berkurang atau
berhenti sama sekali untuk memenuhi kebutuhan metabolisme.
Syok kardiogenik ditandai oleh gangguan fungsi ventrikel, yang
mengakibatkan gangguan berat pada perfusi jaringan dan
penghantaran oksigen ke jaringan. Ventrikel kiri gagal bekerja
sebagai pompa dan tidak mampu menyediakan curah jantung yang
memadai untuk mempertahankan perfusi jaringan. Syok
kardiogenik dapat didiagnosa dengan mengetahui adanya tanda-
tanda syok dan dijumpai adanya penyakit jantung, seperti
infarkmiokard yang luas, gangguan irama jantung, rasa nyeri
daerah torak, atau adanya emboli paru, tamponade jantung,
kelainan katub atau sekat jantung.Masalah yang ada adalah

7
kurangnya kemampuan jantung untuk berkontraksi. Tujuan utama
pengobatan adalah meningkatkan curah jantung.
Penyebab dari syok kardiogenik adalah :
1) Infark miokard akut dengan kerusakan otot jantung
2) Kerusakan katup jantung: stenosis mitral, insufisiensi mitral,
stenosis katup aorta, insufisiensi katup aorta
3) Gangguan irama jantung: atrial fibrilasi, ventrikular fibrilasi,
ventrikular takhikardi
4) Gangguan sistem konduksi hantaran listrik jantung:
atrioventrikular blok, sinoaurikular blok.
c. Syok Sepsik
Syok sepsik dapat disebabkan oleh infeksi bakteri gram negatif
70% (Pseudomonas auriginosa, Klebsiella, Enterobakter, E. choli,
Proteus). Infeksi bakteri gram positif 20-40% (Stafilokokus aureus,
Stretokokus, Pneumokokus), infeksi jamur dan virus 2-3%
(Dengue Hemorrhagic Fever, Herpes viruses), protozoa (Malaria
falciparum). Sedangkan pada kultur yang sering ditemukan adalah
Pseudomonas, disusul oleh Stapilokokus dan Pneumokokus. Syok
sepsik yang terjadi karena infeksi gram negatif adalah 40% dari
kasus, sedangkan gram positif adalah 5-15% dari kasus (Japardi,
2002). Syok septik sering terjadi pada:
1) Bayi baru lahir,
2) Usia diatas 50 tahun,
3) Penderita gangguan sistem kekebalan.
d. Syok Anafilaksis
Penyebab dari syok anafilaksis yaitu :
1) Makanan : kacang, telur, susu, ikan laut, buah.
2) Allergen immunotherapy
3) Gigitan atau sengatan serangga
4) Obat-obat : penicillin, sulpha, immunoglobin (IVIG), serum,
NSAID
5) Latex

8
6) Vaksin
7) Exercise induce
8) Anafilaksis idiopatik : anafilaksis yang terjadi berulang tapa
diketahui penyebabnya meskipun sudah dilakukan
evaluasi/observasi dan challenge test, diduga karena kelainan
pada sel mast yang menyebabkan pengeluaran histamine.
e. Syok Neurogenik
Penyebab dari syok neurogenik antara lain :
2) Trauma medula spinalis dengan quadriplegia atau paraplegia
(syok spinal).
3) Rangsangan hebat yang kurang menyenangkan seperti rasa
nyeri hebat pada fraktur tulang.
4) Rangsangan pada medula spinalis seperti penggunaan obat
anestesi spinal/lumbal.
5) Trauma kepala (terdapat gangguan pada pusat otonom).
6) Suhu lingkungan yang panas, terkejut, takut.
f. Syok Obstruktif
Syok obstruktif terjadi akibat aliran darah dari ventrikel mengalami
hambatan secara mekanik, diakibatkan oleh gangguan pengisian
pada ventrikel kanan maupun kiri yang dalam keadaan berat bisa
menyebabkan penurunan Cardiaac Output. Hal ini biasa terjadi
pada obstruksi vena cava, emboli pulmonal, pneumotoraks,
gangguan pada pericardium (misalnya : tamponade jantung)
ataupun berupa atrial myxoma.
Penyebab dari masing-masing tersebut dapat juga dilihat pada tabel
dibawah ini :
Jenis Syok Penyebab
Hipovolemik 1. Perdarahan
2. Kehilangan plasma (misal pada luka bakar)
3. Dehidrasi, misal karena puasa lama, diare,
muntah, obstruksi usus dan lain-lain

9
Kardiogenik 1. Aritmia
Bradikardi / takikardi
2. Gangguan fungsi miokard
Infark miokard akut, terutama infark ventrikelkanan
Penyakit jantung arteriosklerotik
Miokardiopati
3. Gangguan mekanis
Regurgitasi mitral/aorta
Rupture septum interventrikular
Aneurisma ventrikel massif
Obstruksi:
Out flow : stenosis atrium
Inflow : stenosis mitral, miksoma atriumkiri/thrombus

Obstruktif Tension Pneumothorax


Tamponade jantung
Emboli Paru
Septik 1.Infeksi bakteri gram negative,
misalnya:
eschericia coli, klibselia pneumonia, enterobacter,
serratia,proteus,danprovidential.
2.Kokus gram positif,
misal:
stafilokokus, enterokokus, dan streptokokus
Neurogenik Disfungsi saraf simpatis, disebabkan oleh trauma tulang
belakang dan spinal syok (trauma
medulla spinalis dengan quadriflegia atau para
flegia)
Rangsangan hebat yang tidak menyenangkan,
misal nyeri hebat
Rangsangan pada medulla spinalis, misalnya

10
penggunaan obat anestesi
Rangsangan parasimpatis pada jantung yang
menyebabkan bradikardi jantung mendadak. Hal
ini terjadi pada orang yang pingan mendadak
akibat gangguan emosional

Anafilaksis Antibiotic
Penisilin, sofalosporin, kloramfenikol, polimixin,
ampoterisin B
Biologis
Serum, antitoksin, peptide, toksoid tetanus, dan gamma
globulin
Makanan
Telur, susu, dan udang/kepiting
Lain-lain
Gigitan binatang, anestesi local

4. Tanda dan Gejala


Seluruh bentuk syok menunjukkan adanya gangguan perfusi dan
oksigenasi. Etiologi syok dapat mengubah manifestasi awal dari tanda
dan gejala tersebut.
a. Syok Hipovolemia
Syok hipovolemia dibedakan dari bentuk syok yang lain
berdasarkan anamnesis serta tidak ditemukannya tanda gagal
jantung atau sepsis. Selain ada tanda aktivitas simpato-adrenal
(takikardia, vasokonstriksi) manifestasi klinis lainnya adalah
adanya tanda dehidrasi ( membrana mukosa kering, diuresis
berkurang) atau kehilangan darah (pucat).Tergantung pada
penyakit primer penyebab syok, kecepatan dan jumlah cairan yang
hilang, lama renjatan serta kerusakan jaringan yang terjadi, tipe

11
dan stadium renjatan. Secara klinis perjalanan renjatan dapat dibagi
dalam 3 fase yaitu fase kompensasi, dekomensasi, dan ireversibel.
Manifestasi Klinis Syok Hipovolemik
Tanda klinis Kompensasi Dekompensasi I reversible
Blood loss ( %) Sampai 25 25 40 >40

Heart rate Takikardia + Takikardia ++ Taki/bradikardia

Tekanan Normal Normal/menurun Tidak terukur


Sistolik

Nadi/volume Normal/menurun Menurun + Menurun ++

Capillary refill Normal/meningkat Meningkat >5 Meningkat ++


3-5 detik detik

Kulit Dingin, pucat Dingin/mottled Dingin+/deadly


pale

Pernafasan Takipneu Takipneu + Sighing


respiration

Kesadaran Gelisah Lethargi Reaksi -/ hanya


bereaksi terhadap nyeri

12
Perkiraan Kehilangan Cairan dan Darah Berdasarkan Presentasi Penderita

b. Syok Septis
Karena terdapat banyak jenis syok septik, maka sulit untuk
menggolongkan keadaan tersebut. Beberapa gejala antara lain:
1) Demam tinggi
2) Seringkali vasodilatasi nyata di seluruh tubuh, terutama pada
jaringan yang terinfeksi.
3) Curah jantung yang tinggi pada sekitar separuh penderita,
disebabkan oleh adanya vasodilatasi di jaringan yang terinfeksi
dan oleh derajat metabolik yang tinggi dan vasodilatasi di
tempat lain dalam tubuh, akibat dari rangsangan toksin bakteri
terhadap metabolisme sel dan dari suhu tubuh yang tinggi.
4) Melambatnya aliran darah, mungkin disebabkan oleh
aglutinasi sel darah merah sebagai respons terhadap jaringan
yang mengalami de-generasi.
5) Pembentukan bekuan kecil di daerah yang luas dalam tubuh,
keadaan yang disebut koagulasi intravaskular menyebar. Hal
ini juga menye-babkan faktor-faktor pembekuan menjadi habis
terpakai sehingga timbul perdarahan di banyak jaringan,
terutama dinding usus dan traktus intestinal.

13
Pada tahap dini dari syok septik, biasanya pasien tidak
memperlihatkan tanda-tanda kolaps sirkulasi tetapi hanya tanda-
tanda infeksi bakteri. Setelah infeksi menjadi lebih hebat, sistem
sirkulasi biasanya ikut terlibat baik secara langsung ataupun
sebagai akibat sekunder dari toksin bakteri. Akhirnya sampailah
pada suatu titik di mana kerusakan sirkulasi menjadi progresif
serupa dengan yang terjadi di seluruh jenis syok lainnya. Tahap
akhir dari syok septik tidak banyak berbeda dengan tahap akhir
syok hemoragik, meskipun faktor-faktor pencetusnya sangat
berlainan pada kedua macam syok tersebut.
c. Syok Anafilaksis
Reaksi timbul dalam beberapa detik atau menit sesudah paparan
allergen.
Gejala kardiovaskular : hipotensi/renjatan
Gejala saluran nafas : sekret hidung enter, hidung gatal, udema
hipopharing/laring, gejala asma.
Kulit : pruritus, erithema, urtikaria dan angioedema.
Gejala Intestinal : kolik abdomen, kadang-kadang disertai
muntah dan diare.
Gejala SSP : pusing, sincope, gangguan kesadaran sampai
koma.
d. Syok Neurogenik
Hampir sama dengan syok pada umumnya tetapi pada syok
neurogenik terdapat tanda tekanan darah turun, nadi tidak
bertambah cepat, bahkan dapat lebih lambat (bradikardi) kadang
disertai dengan adanya defisit neurologis berupa quadriplegia atau
paraplegia . Sedangkan pada keadaan lanjut, sesudah pasien
menjadi tidak sadar, barulah nadi bertambah cepat. Karena
terjadinya pengumpulan darah di dalam arteriol, kapiler dan vena,
maka kulit terasa agak hangat dan cepat berwarna kemerahan.

14
e. Syok Kardiogenis
Syok kardiogenis terjadi bila miokardium gagal memasok curah
jantung yang diperlukan untuk mendukung perfusi jaringan dan
fungsi organ tubuh. Karena mempunyai siklus mandiri, gagal
jantung dapat menyebabkan kematian secara cepat. Pasien syok
kardiogenis mengalami takikardia dan takipnea. Hepar biasanya
membesar, irama derap sering ditemukan dan mungkin ditemukan
distensi vena jugularis. Karena aliran darah ginjal buruk, maka
terjadi retensi air dan natrium sehingga mengakibatkan oliguria dan
edema perifer.
Syok kardiogenik ditandai oleh hal-hal berikut :
1) Tekanan arteri sistolik < 90 mmHg atau 30-60 mmHg dibawah
batas bawah sebelumnya
2) Adanya bukti penurunan aliran darah ke sistem organ-organ
utama :
a) Keluaran urin < 20 ml/jam, biasanya disertai penurunan
kadar natrium dalam urin
b) Vasokonstriksi perifer yang disertai gejala kulit dingi dan
lembab
c) Gangguan fungsi mental
3) Indeks jantung < 2,1 L/menit/m2
Bukti gagal jantung kiri dengan LVEDP/tekanan baji kapiler
paru (PCWP) 18-21 mmHg
Menurut Mubin (2008), diagnosis syok kardiogenik adalah
berdasarkan:
1) Keluhan Utama Syok Kardiogenik
a) Oliguri (urin < 20 mL/jam).
b) Mungkin ada hubungan dengan IMA (infark miokard akut).
c) Nyeri substernal seperti IMA.
2) Tanda Penting Syok Kardiogenik
a) Tensi turun < 80-90 mmHg.
b) Takipneu dan dalam.

15
c) Takikardi.
d) Nadi cepat, kecuali ada blok A-V.
e) Tanda-tanda bendungan paru: ronki basah di kedua basal
paru.
f) Bunyi jantung sangat lemah, bunyi jantung III sering
terdengar
g) Sianosis.
h) Diaforesis (mandi keringat).
i) Ekstremitas dingin.
j) Perubahan mental.
f. Syok obstruktif
Pembatasan curah jantung akan menyebabkan denyut jantung
meningkat dan perubahan isi sekuncup jantung. Tekanan nadi
menyempit (menyebabkan denyut nadi sulit diraba), dan waktu
pengisian kapiler memanjang. Hepar sering teraba membesar dan
distensi vena jugularis mungkin terlihat jelas.

5. Patofisiologi
1. Patofisiologi Syok Secara Umum
Faktor-faktor yang dapat mempertahankan tekanan darah normal:
a. Pompa jantung. Jantung harus berkontraksi secara efisien.
b. Volume sirkulasi darah. Darah akan dipompa oleh jantung ke dalam arteri
dan kapiler-kapiler jaringan. Setelah oksigen dan zat nutrisi diambil oleh
jaringan, sistem vena akan mengumpulkan darah dari jaringan dan
mengalirkan kembali ke jantung. Apabila volume sirkulasi berkurang
maka dapat terjadi syok.
c. Tahanan pembuluh darah perifer. Yang dimaksud adalah pembuluh darah
kecil, yaitu arteriole-arteriole dan kapiler-kapiler. Bila tahanan pembuluh
darah perifer meningkat, artinya terjadi vasokonstriksi pembuluh darah
kecil. Bila tahanan pembuluh darah perifer rendah, berarti terjadi
vasodilatasi. Rendahnya tahanan pembuluh darah perifer dapat
mengakibatkan penurunan tekanan darah. Darah akan berkumpul pada

16
pembuluh darah yang mengalami dilatasi sehingga aliran darah balik ke
jantung menjadi berkurang dan tekanan darah akan turun.

Gambar1 Patofisiologi Syok (sumber: Kumar and Parrillo, 2001)

17
Gambar 2. Berbagai jenis umpan balik yang dapat menimbulkan per-
kembangan syok.
Keadaan syok akan melalui tiga tahapan mulai dari tahap kompensasi
(masih dapat ditangani oleh tubuh), dekompensasi (sudah tidak dapat
ditangani oleh tubuh), dan ireversibel (tidak dapat pulih).
Fase1 : kompensasi
Pada fase ini fungsi-fungsi organ vital masih dapat dipertahankan
melalui mekanisme kompensasi tubuh dengan meningkatkan reflek
simpatis, yaitu meningkatnya resistensi sistemik dimana terjadi distribusi
selektif aliran darah dari organ perifer non vital ke organ vital seperti
jantung, paru dan otak. Tekanan darah sistolik tetap normal sedangkan
tekanan darah sistolik meningkat akibat peninggian resistensi arteriol
sistemik (tekanan nadi menyempit).
Untuk mencukupi curah jantung maka jantung mengkompensasi
secara temporer dengan meningkatkan frekuensi jantung. Disamping itu
terdapat peningkatan sekresi vasopressin dan renin angiotensin
aldosteron yang akan mempengaruhi ginjal untuk menahan natrium dan air
dalam sirkulasi.

18
Manifestasi klinis yang tampak berupa takikardia, gaduh gelisah,
kulit pucat dan dingin dengan pengisian kapiler (capillary refilling) yang
melambat > 2 detik.

Fase II : Dekompensasi.
Pada fase ini mekanisme kompensasi mulai gagal mempertahankan
curah jantung yang adekuat dan system sirkulasi menjadi tidak efisien lagi.
Jaringan dengan perfusi yang buruk tidak lagi mendapat oksigen yang
cukup, sehingga metabolisme berlangsung secara anaerobic yang tidak
efisien. Alur anaerobic menimbulkan penumpukan asam laktat dan asam-
asam lainnya yang berakhir dengan asidosis. Asidosis akan bertambah
berat dengan terbentuknya asam karbonat intra selular akibat ketidak
mampuan sirkulasi membuang CO2.
Asidemia akan menghambat kontraktilitas otot jantung dan respons
terhadap katekolamin. Akibat lanjut asidosis akan menyebabkan
terganggunya mekanisme energy dependent NaK-pump ditingkat selular,
akibatnya integritas membrane sel terganggu, fungsi lisosom dan
mitokondria akan memburuk yang dapast berakhir dengan kerusakan sel.
Lambatnya aliran darah dan kerusakan reaksi rantai kinin serta system
koagulasi dapat memperburuk keadaan syok dengan timbulnya agregasi
tombosit dan pembentukan trombos disertai tendensi perdarahan.
Pada syok juga terjadi pelepasan mediator-vaskular antara lain
histamin, serotonin, sitokin (terutama TNF=tumor necrosis factor dan
interleukin 1), xanthin, oxydase yang dapat membentuk oksigen radikal
serta PAF (platelets agregatin factor). Pelepasan mediator oleh makrofag
merupakan adaptasi normal pada awal keadaan stress atau injury, pada
keadan syok yang berlanjut justru dapat memperburuk keadaan karena
terjadi vasodilatasi arteriol dan peningkatan permeabilitas kapiler dengan
akibat volume intravaskular yang kembali kejantung (venous return)
semakin berkuarang diserai timbulnya depresi miokard.
Manifestasi klinis yang dijumpai berupa takikardia yang
bertambah, tekanan darah mulai turun, perfusi perifer memburuk (kulit

19
dingin dan mottled, capillary refilling bertambah lama), oliguria dan
asidosis (laju nafas bertambah cepat dan dalam) dengan depresi susunan
syaraf pusat (penurunan kesadaran).
Fase III : Irreversible
Kegagalan mekanisme kompensasi tubuh menyebabkan syok terus
berlanjut, sehingga terjadi kerusakan/kematian sel dan disfungsi system
multi organ lainnya. Cadangan fosfat berenergi tinggi (ATP) akan habis
terutama di jantung dan hepar, sintesa ATP yang baru hanya 2% / jam
dengan demikian tubuh akan kehabisan energi. Kematian akan terjadi
walaupun system sirkulasi dapat dipulihkan kembali. Manifestasi klinis
berupa tekanan darah tidak terukur, nadi tak teraba, penurunan kesadaran
semakin dalam (sopor-koma), anuria dan tanda-tanda kegagalan system
organ lain.

2. Patofisiologi Sesuai Klasifikasi Syok


a. Patofisologi Syok Hipovolemik
Patofisiologi sangat berhubungan dengan penyakit primer dari syok.
Namun secara umum bila terjadi penurunan tekanan darah maka tubuh
akan mengadakan respon untuk mempertahankan sirkulasi dan perfusi
yang adekuat pada organ-organ vital melalui reflex neurohumoral.
Integritas sirkulasi tergantung pada volume darah yang beredar, tonus
pembuluh darah dan system pompa jantung. Gangguan dari salah satu
fungsi tersebut dapat menyebabkan terjadinya syok. Bila terjadi syok
hipovolemik maka mekanisme kompensasi yang terjadi adalah melalui:
1) Baroreseptor
Reseptor ini mendapat rangsangan dari perubahan tagangan dalam
pembuluh darah. Bila terjadi penurunan tekanan darah maka
rangsangan terhadap baroreseptor akan menurun, sehingga rangsangan
yang dikirim baroreseptor ke pusat juga berkurang sehingga akan
terjadi:
- Penurunan rangsangan terhadap cardioinhibiotor centre
- Penurunan hambatan terhadap pusat vasomotor

20
Akibat dari kedua hal tersebut maka akan terjadi vasokonstriksi dan
takikardia. Baroreseptor ini terdapat di snus karotikus, arkus aorta, atrium
kiri dan kanan, ventrikel kiri dan dalam sirkulasi paru. Baroreseptor sinus
karotikus merupakan baroreseptor perifer yang paling berperan dalam
pengaturan tekanan darah.

2. Kemoreseptor
Respon baroreseptor mencapai respon maksimal bila tekanan darah
menurun sampai 60mmHg, maka yang bekerja adalah kemoreseptor,
yang terangsang bila terjadi hipoksia dan asidosis jaringan. Akibat
rangsangan kemoreseptor ini adalah vasokonstriksi yang luas dan
rangsangan pernafasan.
3. Cerebral ischkemic reseptor
Bila aliran darah ke otak menurun sampai <40mmHg maka akan
terjadi sympathetic discharge massif. Respon dari reseptor di otak ini
lebih kuat dari pada reseptor-reseptor perifer .
4. Reseptor humoral
Bila terjadi hipovolemik/ hipotensi maka tubuh akan mengeluarkan
hormone-hormon stress seperti epinefrin, glucagon, dan kortisol yang
merupakan hormone yang mempunyai efek kontra dengan insulin.
Akibat dari pengeluaran dari hormone ini adalah terjadinya takikardia,
vasokonstriksi dan hiperglikemi. Vasokonstriksi diharapkan akan
meningkatkan tekanan darah perifer dan preload, isi sekuncup dan
curah jantung. Sekresi ADH aleh hipofisee posteriosr juga meningkat
sehingga pengeluaran air dari ginjal dapat dikurangi.
5. Retensi air da garam oleh ginjal
Bila terjadi hipoperfusi ginjal maka akan terjadi pengeluaran rennin
oleh apparatus yukstaglomerulus yang merubah angiotensin menjadi
angiotensin I. angiotensin I ini oleh converting enzyme dirubah
menjadi angiotensin II yang mempunyai sifat:
- Vasokonstriksi kuat
- Merangsang pengeluaran aldosteron sehingga meningkatkan
reabsorbsi natrium di tubulus ginjal.

21
- Menigkatkan sekresi vasopressin.
6. Autotransfusi
Autotransfusi adalah suatu mekanisme didalam tubuh untuk
mempertahankan agar volume dan tekanan darah tetap stabil. Dalam
keadaan normal terdapat keseimbangan antara jumlah cairan
intravascular yang keluar ke ekstravaskular atau sebaliknya. Hal ini
tergantung pada keseimbangan antara tekanan hidrostatik intravascular
akan menurun makan akan terjadi aliran cairan dari ekstra ke
intravascular sehingga tekanan darah dapat dipertahankan. Hal ini
tergantung dari kecepatan hilangnya cairan, bila proses hilangnya
cairan tubuh cepat maka proses ini tidak akan mampu menaikkan
tekanan darah.
Akibat dari semua ini maka akan terjadi:
- Vasokonstriksi yang luas
Vasokonstriksi yang paling kuat terjadi pada pembu;uh darah
skeletal, splancnic dan kulit, sedang pada pembuluh darah otak dan
koronaria tidak terjadi vasokonstriksi, nahkan aliran darah pada
kelenjar adrenal meningkat sebagai usaha kompensasi tubuh utuk
meningkatkan respon katekolamin pada syok. Vasokonstriksi ini
menyebabkan suhu tubuh perifer menjadi dingin dan kulit menjadi
pucat.
- Sebagai akibat vasokonstriksi ini maka tekanan distolik akan
meningkat pada fase awal, sehingga tekanan nadi menyempit, tetapi
bila proses berlanjut ini tidak dapat dipertahankan dan tekanan datah
akan semakin menurun sampai tidak teratur.
- Takikardia
- Iskemia jaringan akan menyebabkan metabolism anaerobic dan
terjadi asidosis metabolic
- Hipovolemia menyebabkan aliran darah menjadi lambat sehingga
keseimbangan pertukaran O2 dan Co2 kedalam pembuluh darah lama
dan kaibatnya terjadi perbedaan yang besar antara tekanan O2 dan
CO2 arteri danvena.

22
Akibat dari hipoksia dan berkurangnya nutrisi kejaringan maka
metabolisme menjadi metabolisme anaerobic yang tidak efektif dan
hanya menghasilkan 2 ATP dari setiap molekul glukosa. Pada
metabolism oerobik dengan oksigen dan nutrisi yang cukup dengan
pemecahan 1 molukel glukosa akan menghasilkan 36 ATP. Akibat dari
metabolism anaerobic ini akan terjadi penumpukan asam laktat dan pada
khirnya metabolism tidak akan mampu lagi menyediakan energy yang
cukup untuk mempertahan homeostasis seluler, terjadi kerusakan popma
ionic dinding sel, natrium masuk ke dalam sel dan kalium keluar sel
sehingga terjadi akumulasi kalsium dalam sitosol, terjadi edema dan
kematian sel. Pada akhirnya terjadi banyak kerusakan sel organ-organ
tubuh atau terjadi kegagalan organ multiple dan renjatan yang ireversibel.

Tubuh manusia berespon terhadap perdarahan akut dengan


mengaktivasi sistem fisiologi utama sebagai berikut: sistem hematologi,
kardiovaskuler, ginjal, dan sistem neuroendokrin.

Sistem hematologi berespon terhadap kehilangan darah yang berat


dan akut dengan mengaktivasi kaskade koagulasi dan vasokonstriksi
pembuluh darah (melalui pelelepasan tromboksan A2 lokal). Selain itu,
platelet diaktivasi (juga melalui pelepasan tromboksan A2 lokal) dan
membentuk bekuan darah immatur pada sumber perdarahan. Pembuluh
darah yang rusak menghasilkan kolagen, yang selanjutnya menyebabkan
penumpukan fibrin dan menstabilkan bekuan darah. Dibutuhkan waktu
sekitar 24 jam untuk menyempurnakan fibrinasi dari bekuan darah dan
menjadi bentuk yang sempurna.

Sistem kardiovaskuler pada awalnya berespon terhadap syok


hipovolemik dengan meningkatkan denyut jantung, meningkatkan
kontraktilitas miokard, dan vasokonstriksi pembuluh darah perifer.
Respon ini terjadi akibat peningkatan pelepasan norepinefrin dan
penurunan ambang dasar tonus nervus vagus (diatur oleh baroreseptor di
arcus caroticus, arcus aorta, atrium kiri, dan penbuluh darah pulmonal).
Sistem kardiovaskuler juga berespon dengan mengalirkan darah ke otak,

23
jantung, dan ginjal dengan mengurangi perfusi kulit, otot, dan traktus
gastrointestinal.

Sistem renalis berespon terhadap syok hemoragik dengan


peningkatan sekresi renin dari apparatus juxtaglomeruler. Renin akan
mengubah angiotensinogen menjadi angiotensin I, yang selanjutnya akan
dikonversi menjadi angiotensin II di paru-paru dah hati. Angotensin II
mempunyai 2 efek utama, yang keduanya membantu perbaikan keadaan
pada syok hemoragik, yaitu vasokonstriksi arteriol otot polos, dan
menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron
bertanggungjawab pada reabsorbsi aktif natrium dan akhirnya akan
menyebabkan retensi air.

Sistem neuroendokrin berespon terhadap syok hemoragik dengan


meningkatan Antidiuretik Hormon (ADH) dalam sirkulasi. ADH
dilepaskan dari glandula pituitari posterior sebagai respon terhadap
penurunan tekanan darah (dideteksi oleh baroreseptor) dan terhadap
penurunan konsentrasi natrium (yang dideteksi oleh osmoreseptor).
Secara tidak langsung ADH menyebabkan peningkatan reabsorbsi air dan
garam (NaCl) pada tubulus distalis, duktus kolektivus, dan lengkung
Henle.

24
Volume sirkulasi

Preload

Volume sekuncup

Baroreseptor, kemoreseptor, cerebral ischemic reseptor

Cardio inhibitor center dihambat Aktivasi cardiostimulator center

Output simpatetik meningkatkat,output


parasimpatetik menurun

HR, kontraktilitas otot jantung ,


vasokonstriksi

Ginjal
Ngiotensi, vasopressin, aldosteron

Gambar 3.1 Refleks kardiovaskular pada hipotensi

b. Patofisiologi Syok Kardiogenik


Syok kardiogenik disebabkan oleh kegagalan faal pompa jantung
yang mengakibatkan curah jantung menjadi kecil atau berhenti sama
sekali. Secara mekanisme mungkin disebabkan oleh robeknya dinding
ventrikel, regurgitasi oleh karena infark juga mengenai katub jantung,
aritmia, atau disfungsi dari ventrikel kiri, kanan ataupun keduanya
Pada robeknya dinding ventrikel terjadi 3-6 hari sesudah infark
diikuti dengan tamponade dan syok dan peninggian CVP serta tekanan baji
pada arteri pulmonalis. Sedangkan regurgitasi dapat terjadi karena infark
mengenai muskulus papilaris. Disfungsi dari ventrikel kanan dapat dilihat
dari meningginya CVP sedangkan pada ventrikel kiri ditandai dengan
edema paru.

25
Kegagalan pompa jantung menyebabkan terjadinya penurunan
curah jantung (cardiac output) dan menyebabkan kegagalan perfusi ke
jaringan, akibatnya berbagai organ mengalami kekurangan oksigen
sementara terjadi kompensasi tubuh untuk mempertahankan pengaliran
darah ke otak.
Syok kardiogenik dapat dipandang sebagai bentuk yang berat dari
kegagalan ventrikel kiri. Penurunan kontraktilitas jantung mengurangi
curah jantung dan meningkatkan volume dan tekanan akhir diastolik
ventrikel kiri sehingga menyebabkan kongesti paru dan edema. Dengan
menurunnya tekanan arteri sistemik, maka terjadi perangsangan
baroreseptor pada aorta dan sinus karotikus. Perangsangan simpatoadrenal
menimbulkan reflek vasokonstriksi, takikardi, dan peningkatan
kontraktilitas untuk menambah curah jantung dan menstabilkan tekanan
darah. Kontraktilitas akan terus meningkat melalui hukum starling melalui
retensi natrium dan air. Jadi menurunnya kontraktilitas pada syok
kardiogenik akan memulai respon kompensatorik yang meningkatkan
beban akhir dan beban awal. Meskipun mekanisme ini pada mulanya akan
meningkatkan tekanan arteri darah dan perfusi jaringan, namun efeknya
terhadap miokard justru buruk karena meningkatkan beban kerja jantung
dan kebutuhan oksigen miokard. Aliran darah koroner yang tidak memadai
(terbukti dengan adanya infark) menyebabkan meningkatnya
ketidakseimbangan antara kebutuhan dan suplai oksigen terhadap
miokardium.
Syok kardiogenik dicirikan oleh lingkaran setan (vicious circle)
dimana terjadi penurunan kontraktilitas miokardium (depression
ofmyocardial contractility), biasanya karena iskemia, menyebabkan
pengurangan cardiac output dan tekanan arteri (arterial pressure), dimana
menghasilkan hipoperfusi miokardium dan iskemia lanjutan dan
penurunan cardiac output.
Disfungsi miokardial sistolik mengurangi stroke volume; dan
bersama dengan disfungsi diastolik, memicu peninggian tekanan end-
diastolic ventrikel kiri dan pulmonary capillary wedge pressure/PCWP (>

26
18 mmHg) seperti pada kongesti paru.
Penurunan/pengurangan perfusi koroner memacu pemburukan iskemia,
disfungsi miokardium progresif, dan spiral menurun yang cepat (rapid
downward spiral), bilamana jika tidak diputus, seringkali menyebabkan
kematian (Anurogo, 2009).
Sindrom respon peradangan sistemik [systemic inflammatory
response syndrome (SIRS)] dapat menyertai infark yang luas dan syok.
Sitokin peradangan (inflammatory cytokines), inducible nitric oxide
synthase (INOS), dan kelebihan nitric oxide dan peroxynitrite dapat
berkontribusi terhadap asal-usul (genesis) syok kardiogenik sebagaimana
yang mereka lakukan terhadap bentuk lain syok. Asidosis laktat dari
perfusi jaringan yang buruk dan hipoksemia dari edem paru (pulmonary
edema) dapat sebagai hasil dari kegagalan pompa dan kemudian
berkontribusi terhadap lingkaran setan ini dengan memburuknya iskemia
miokardium dan hipotensi. Asidosis berat (pH < 7,25) mengurangi daya
kemanjuran/efektivitas (efficacy) yang secara endogen dan eksogen telah
diberi katekolamin (catecholamines) (Anurogo, 2009).
c. Patofisiologi Syok Septic
Terjadinya syok septik dapat melalui dua cara yaitu aktivasi lintasan
humoral dan aktivasi cytokines. Lipopolisakarida (LPS) yang terdapat
pada dinding bakteri gram negatif dan endotoksinnya serta komponen
dinding sel bakteri gram positif dapat mengaktifkan:
1. Sistem komplemen,
2. Membentuk kompleks LPS dan protein yang menempel pada sel
monosit,
3. Faktor XII (Hageman faktor).
Sistem komplemen yang sudah diaktifkan akan merangsang netrofil
untuk saling mengikat dan dapat menempel ke endotel vaskuler, akhirnya
dilepaskan derivat asam arakhidonat, enzim lisosom superoksida radikal,
sehingga memberikan efek vasoaktif lokal pada mikrovaskuler yang
mengakibatkan terjadi kebocoran vaskuler. Di samping itu sistem
komplemen yang sudah aktif dapat secara langsung menimbulkan

27
meningkatnya efek kemotaksis, superoksida radikal, ensim lisosom. LBP-
LPS monosit kompleks dapat mengaktifkan cytokines, kemudian cytokines
akan merangsang neutrofil atau sel endotel, sel endotel akan mengaktifkan
faktor jaringan PARASIT-INH-1. Sehingga dapat mengakibatkan
vasodilatasi pembuluh darah dan Disseminated Intravascular Coagulation
(DIC). Cytokines dapat secara langsung menimbulkan demam, perobahan-
perobahan metabolik dan perobahan hormonal.

Faktor XII (Hageman factor) akan diaktivasi oleh peptidoglikan dan


asam teikot yang terdapat pada dinding bakteri gram positif. Faktor XII
yang sudah aktif akan meningkatkan pemakaian faktor koagulasi sehingga
terjadi DIC. Faktor XII yang sudah aktif akan mengubah prekallikrein
menjadi kalikrein, kalikrein mengubah kininogen sehingga terjadi
pelepasan hipotensive agent yang potensial bradikinin, bradikinin akan
menyebabkan vasodiltasi pembuluh darah. Terjadinya kebocoran kapiler,
akumulasi netrofil dan perubahan perubahan metabolik, perubahan
hormonal, vasodilatasi, DIC akan menimbulkan sindroma sepsis.
Hipotensi respiratory distress syndrome, multiple organ failure akhirnya
kematian.

d. Patofisiologi Syok Neurogenik


Syok neurogenik termasuk syok distributif dimana penurunan perfusi
jaringan dalam syok distributif merupakan hasil utama dari hipotensi
arterial karena penurunan resistensi pembuluh darah sistemik (systemic
vascular resistance). Sebagai tambahan, penurunan dalam efektifitas
sirkulasi volume plasma sering terjadi dari penurunan venous tone,
pengumpulan darah di pembuluh darah vena, kehilangan volume
intravaskuler dan intersisial karena peningkatan permeabilitas kapiler.
Akhirnya, terjadi disfungsi miokard primer yang bermanifestasi sebagai
dilatasi ventrikel, penurunan fraksi ejeksi, dan penurunan kurva fungsi
ventrikel. Pada keadaan ini akan terdapat peningkatan aliran vaskuler
dengan akibat sekunder terjadi berkurangnya cairan dalam sirkulasi. Syok
neurogenik mengacu pada hilangnya tonus simpatik (cedera spinal).
Gambaran klasik pada syok neurogenik adalah hipotensi tanpa takikardi

28
atau vasokonstriksi kulit. Syok neurogenik terjadi karena reaksi vasovagal
berlebihan yang mengakibatkan vasodilatasi menyeluruh di regio
splanknikus, sehingga perfusi ke otak berkurang. Reaksi vasovagal
umumnya disebabkan oleh suhu lingkungan yang panas, terkejut, takut
atau nyeri. Syok neurogenik bisa juga akibat rangsangan parasimpatis ke
jantung yang memperlambat kecepatan denyut jantung dan menurunkan
rangsangan simpatis ke pembuluh darah. Misalnya pingsan mendadak
akibat gangguan emosional. Pada penggunaan anestesi spinal, obat
anestesi melumpuhkan kendali neurogenik sfingter prekapiler dan
menekan tonus venomotor. Pasien dengan nyeri hebat, stress, emosi dan
ketakutan meningkatkan vasodilatasi karena mekanisme reflek yang tidak
jelas yang menimbulkan volume sirkulasi yang tidak efektif dan terjadi
sinkop, syok neurogenik disebabkan oleh gangguan persarafan simpatis
descendens ke pembuluh darah yang mendilatasi pembuluh darah dan
menyebabkan terjadinya hipotensi dan bradikardia.
e. Patofsiolgi Syok Anafilatik
Anafilaksis adalah reaksi sistemik yang disebabkan oleh antigen khusus
yang bereaksi dengan molekul IgE pada permukaan sel mast dan basofil
yang menyebabkan pengeluaran segera beberapa mediator yang kuat. Satu
efek utamanya adalah menyebabkan basofil dalam darah dan sel mast
dalam jaringan prekapiler melepaskan histamin atau bahan seperti
histamin. Histamin selanjutnya menyebabkan
1) Kenaikan kapasitas vaskular akibat dilatasi vena,
2) Dilatasi arteriol yang mengakibatkan tekanan arteri menjadi sangat
menurun, dan
3) Kenaikan luar biasa pada permeabilitas kapiler dengan hilangnya
cairan dan protein ke dalam ruang jaringan secara cepat. Hasil
akhirnya merupakan suatu penurunan yang luar biasa pada aliran balik
vena dan seringkali menimbulkan syok serius sehingga pasien
meninggal dalam beberapa menit.

29
Mediator ini menyebabkan timbulnya gejala-gejala urtikaria,
angioedema, spasme bronkus, spasme laring, meningkatnya permeabilitas
pembuluh darah, vasodilatasi, dan nyeri/kolik abdomen.

Jika seseorang sensitif terhadap suatu antigen dan kemudian terjadi


kontak lagi terhadap antigen tersebut, akan timbul reaksi hipersensitivitas.
Antigen yang bersangkutan terikat pada antibodi dipermukaan sel mast
sehingga terjadi degranulasi, pengeluaran histamin, dan zat vasoaktif lain.
Keadaan ini menyebabkan peningkatan permeabilitas dan dilatasi kapiler
menyeluruh. Terjadi hipovolemia relatif karena vasodilatasi yang
mengakibatkan syok, sedangkan peningkatan permeabilitas kapiler
menyebabkan edem. Pada syok anafilaktik, bisa terjadi bronkospasme
yang menurunkan ventilasi.

Mekanisme anafilaksis melalui beberapa fase :

1) Fase Sensitisasi, yaitu waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan Ig


E sampai diikatnya oleh reseptor spesifik pada permukaan mastosit
dan basofil. Alergen yang masuk lewat kulit, mukosa, saluran nafas
atau saluran makan di tangkap oleh Makrofag. Makrofag segera
mempresen-tasikan antigen tersebut kepada Limfosit T, dimana akan
mensekresikan sitokin (IL-4, IL-13) yang menginduksi Limfosit B
berproliferasi menjadi sel Plasma (Plasmosit). Sel plasma
memproduksi Immunoglobulin E (Ig E) spesifik untuk antigen
tersebut. Ig E ini kemudian terikat pada receptor permukaan sel Mast
(Mastosit) dan basofil.
2) Fase Aktivasi, yaitu waktu selama terjadinya pemaparan ulang dengan
antigen yang sama. Mastosit dan Basofil melepaskan isinya yang
berupa granula yang menimbulkan reaksi pada paparan ulang . Pada
kesempatan lain masuk alergen yang sama ke dalam tubuh. Alergen
yang sama tadi akan diikat oleh Ig E spesifik dan memicu terjadinya
reaksi segera yaitu pelepasan mediator vasoaktif antara lain histamin,
serotonin, bradikinin dan beberapa bahan vasoaktif lain dari granula
yang di sebut dengan istilah preformed mediators. Ikatan antigen-

30
antibodi merangsang degradasi asam arakidonat dari membran sel
yang akan menghasilkan Leukotrien (LT) dan Prostaglandin (PG)
yang terjadi beberapa waktu setelah degranulasi yang disebut Newly
formed mediators.
3) Fase Efektor adalah waktu terjadinya respon yang kompleks
(anafilaksis) sebagai efek mediator yang dilepas mastosit atau basofil
dengan aktivitas farmakologik pada organ organ tertentu. Histamin
memberikan efek bronkokonstriksi, meningkatkan permeabilitas
kapiler yang nantinya menyebabkan edema, sekresi mukus dan
vasodilatasi. Serotonin meningkatkan permeabilitas vaskuler dan
bradikinin menyebabkan kontraksi otot polos. Platelet activating
factor (PAF) berefek bronchospasme dan meningkatkan permeabilitas
vaskuler, agregasi dan aktivasi trombosit. Beberapa faktor kemotaktik
menarik eosinofil dan neutrofil. Prostaglandin yang dihasilkan
menyebabkan bronchokonstriksi, demikian juga dengan Leukotrien.

6. Pathway
(Pathway terlampirkan)

7. Pemeriksaan Penunjang
a. Syok Anafilatik
1) Leukositosis atau leukopenia
2) Faktor pembekuan menurun
3) Faal ginjal urea nitrogen menigkat
4) Eosinopfilia naik/normal/turun
5) EKG
6) AGD (asidosis dan konsentrasi o2 yang rendah)
b. Syok Hipovolemi
1) Hb dan Hct
2) UL
3) AGD

31
4) Pemeriksaan elektrolit serum (hiponatremia, hiperkalemia,
hipokalsemia)
5) Faal ginjal (BUN, serum kreatini meningkat)
c. Syok Neurogenik
Pemeriksaan laboratorium tidak membantu diagnosis. Rontgen
cervik, thorax, dan lumbosakral spinal merupakan sangat penting untuk
menentukan adanya patah tulang atau tidak. CT scan dan MRI akan
berguna untuk menentukan bagian medulla spinalis yang menyebabkan
kompresi medulla spinalis. (Duane, 2008)

d. Syok obstruktif
1) USG Doppler pada aliran darah anggota gerak
2) Venografi tungkai
3) Pletsimografi tungkai.
4) Pemeriksaan doopler
Analisis Doppler terhadap tanda morfologi jantung dapat membantu
dalam menegakkan keakuratan diagnosa klinis dan mendukung
pemeriksaan laboratorium dari pola hemodinamik pada tamponade
(Nichols, 2006 : 257)

5) Foto thorax menunjukkan pembesaran jantung


6) EKG menunjukkan electrical alternas atau amplitude gelombang P dan
QRS yang berkurang pada setiap gelombang berikutnya.
7) Echocardiografi adanya efusi pleura (Mansjoer, A., dkk. 2000: 298).
e. Syok Septic
1) Leukositosis
2) Hitung jenis leukosit bergeser ke kiri
3) AGD asidosis dan rendahnya konsentrasi oksigen
4) Kultur bakteri
f. Syok Kardiogenik
1) Enzim jantung (kreatinin kinase, troponin, myoglobin)
2) EKG (aritmia)
3) Ekokardiografi dan foto polos dada

32
8. Penatalaksanaan Medis
1) Langkah pertolongan pertama dalam menangani syok menurut
Alexander RH, Proctor H J. Shock., (1993 ; 75 94) :
1) Posisi Tubuh
a) Posisi tubuh penderita diletakkan berdasarkan letak luka. Secara
umum posisi penderita dibaringkan telentang dengan tujuan
meningkatkan aliran darah ke organ-organ vital.
b) Apabila terdapat trauma pada leher dan tulang belakang, penderita
jangan digerakkan sampai persiapan transportasi selesai, kecuali
untuk menghindari terjadinya luka yang lebih parah atau untuk
memberikan pertolongan pertama seperti pertolongan untuk
membebaskan jalan napas.
c) Penderita yang mengalami luka parah pada bagian bawah muka,
atau penderita tidak sadar, harus dibaringkan pada salah satu sisi
tubuh (berbaring miring) untuk memudahkan cairan keluar dari
rongga mulut dan untuk menghindari sumbatan jalan nafas oleh
muntah atau darah. Penanganan yang sangat penting adalah
meyakinkan bahwa saluran nafas tetap terbuka untuk menghindari
terjadinya asfiksia.
d) Penderita dengan luka pada kepala dapat dibaringkan telentang datar
atau kepala agak ditinggikan. Tidak dibenarkan posisi kepala lebih
rendah dari bagian tubuh lainnya.
e) Kalau masih ragu tentang posisi luka penderita, sebaiknya penderita
dibaringkan dengan posisi telentang datar.
f) Pada penderita-penderita syok hipovolemik, baringkan penderita
telentang dengan kaki ditinggikan 30 cm sehingga aliran darah balik
ke jantung lebih besar dan tekanan darah menjadi meningkat. Tetapi
bila penderita menjadi lebih sukar bernafas atau penderita menjadi
kesakitan segera turunkan kakinya kembali

33
2) Pertahankan Respirasi
Bebaskan jalan napas. Lakukan penghisapan, bila ada sekresi atau muntah.
a) Tengadah kepala-topang dagu, kalau perlu pasang alat bantu jalan
nafas (Gudel/oropharingeal airway).
b) Berikan oksigen 6 liter/menit.
c) Bila pernapasan/ventilasi tidak adekuat, berikan oksigen dengan
pompa sungkup (Ambu bag) atau ETT.
3) Pertahankan Sirkulasi
Segera pasang infus intravena. Bisa lebih dari satu infus. Pantau nadi,
tekanan darah, warna kulit, isi vena, produksi urin, dan (CVP).

2) Penatalaksanaan Syok Berdasarkan Jenisnya


1) Penatalaksanaan Syok Anafilaktik
Penatalaksanaan syok anafilaktik menurut Haupt MT and Carlson
RW (1989, hal 993-1002) adalah

Kalau terjadi komplikasi syok anafilaktik setelah kemasukan obat atau


zat kimia, baik peroral maupun parenteral, maka tindakan yang perlu
dilakukan, adalah:

a) Segera baringkan penderita pada alas yang keras. Kaki diangkat


lebih tinggi dari kepala untuk meningkatkan aliran darah balik
vena, dalam usaha memperbaiki curah jantung dan menaikkan
tekanan darah.
b) Penilaian A, B, C dari tahapan resusitasi jantung paru, yaitu:
(1) Airway (membuka jalan napas). Jalan napas harus dijaga tetap
bebas,tidak ada sumbatan sama sekali. Untuk penderita yang tidak
sadar, posisi kepala dan leher diatur agar lidah.tidak jatuh ke
belakang menutupi jalan napas, yaitu dengan melakukan ekstensi
kepala, tarik mandibula ke depan, dan buka mulut.
(2) Breathing support, segera memberikan bantuan napas buatan bila
tidak adatanda-tanda bernapas, baik melalui mulut ke mulut atau
mulut ke hidung. Pada syok anafilaktik yang disertai udem laring,
dapat mengakibatkan terjadinya obstruksi jalan napas total atau

34
parsial. Penderita yang mengalami sumbatan jalan napas parsial,
selain ditolong dengan obat-obatan, juga harus diberikan bantuan
napas dan oksigen. Penderita dengan sumbatan jalan napas total,
harus segera ditolong dengan lebih aktif, melalui intubasi
endotrakea, krikotirotomi, atau trakeotomi
(3) Circulation support, yaitu bila tidak teraba nadi pada arteri besar
(a. karotis,atau a. femoralis), segera lakukan kompresi jantung luar.

Penilaian A, B, C ini merupakan penilaian terhadap kebutuhan bantuan


hidup dasar yang penatalaksanaannya sesuai dengan protokol resusitasi
jantung paru. Thijs L G. (1996 ; 1 4)

(1) Segera berikan adrenalin 0.30.5 mg larutan 1 : 1000 untuk penderita dewasa
atau 0.01 mk/kg untuk penderita anak-anak, intramuskular. Pemberian ini
dapat diulang tiap 15 menit sampai keadaan membaik. Beberapa penulis
menganjurkan pemberian infus kontinyu adrenalin 24 ug/menit.
(2) Dalam hal terjadi spasme bronkus di mana pemberian adrenalin kurang
memberi respons, dapat ditambahkan aminofilin 56 mg/kgBB intravena
dosis awal yang diteruskan 0.40.9 mg/kgBB/menit dalam cairan infus
(3) Dapat diberikan kortikosteroid, misalnya hidrokortison 100 mg atau
deksametason 510 mg intravena sebagai terapi penunjang untuk mengatasi
efek lanjut dari syok anafilaktik atau syok yang membandel.
(4) Bila tekanan darah tetap rendah, diperlukan pemasangan jalur intravena untuk
koreksi hipovolemia akibat kehilangan cairan ke ruang ekstravaskular sebagai
tujuan utama dalam mengatasi syok anafilaktik. Pemberian cairan akan
meningkatkan tekanan darah dan curah jantung serta mengatasi asidosis
laktat. Pemilihan jenis cairan antara larutan kristaloid dan koloid tetap
merupakan perdebatan didasarkan atas keuntungan dan kerugian mengingat
terjadinya peningkatan permeabilitas atau kebocoran kapiler. Pada dasarnya,
bila memberikan larutan kristaloid, maka diperlukan jumlah 34 kali dari
perkiraan kekurangan volume plasma.Biasanya, pada syok anafilaktik berat
diperkirakan terdapat kehilangan cairan 20 40% dari volume plasma.
Sedangkan bila diberikan larutan koloid, dapat diberikan dengan jumlah yang

35
sama dengan perkiraan kehilangan volume plasma. Tetapi, perlu dipikirkan
juga bahwa larutan koloid plasma protein atau dextran juga bisa melepaskan
histamin.
(5) Dalam keadaan gawat, sangat tidak bijaksana bila penderita syok anafilaktik
dikirim ke rumah sakit, karena dapat meninggal dalam perjalanan. Kalau
terpaksa dilakukan, maka penanganan penderita di tempat kejadian sudah
harus semaksimal mungkin sesuai dengan fasilitas yang tersedia dan
transportasi penderita harus dikawal oleh dokter. Posisi waktu dibawa harus
tetap dalam posisi telentang dengan kaki lebih tinggi dari jantung.
(6) Kalau syok sudah teratasi, penderita jangan cepat-cepat dipulangkan, tetapi
harus diawasi/diobservasi dulu selama kurang lebih 4 jam. Sedangkan
penderita yang telah mendapat terapi adrenalin lebih dari 23 kali suntikan,
harus dirawat di rumah sakit semalam untuk observasi.

2) Penatalaksanaan Syok Hipovolemi


a) Mempertahankan Suhu Tubuh
Suhu tubuh dipertahankan dengan memakaikan selimut pada
penderita untuk mencegah kedinginan dan mencegah kehilangan
panas. Jangan sekali-kali memanaskan tubuh penderita karena akan
sangat berbahaya.

b) Pemberian Cairan
(1) Jangan memberikan minum kepada penderita yang tidak sadar,
mual-mual, muntah, atau kejang karena bahaya terjadinya aspirasi
cairan ke dalam paru.
(2) Jangan memberi minum kepada penderita yang akan dioperasi atau
dibius dan yang mendapat trauma pada perut serta kepala (otak).
(3) Penderita hanya boleh minum bila penderita sadar betul dan tidak
ada indikasi kontra. Pemberian minum harus dihentikan bila
penderita menjadi mual atau muntah.
(4) Cairan intravena seperti larutan isotonik kristaloid merupakan
pilihan pertama dalam melakukan resusitasi cairan untuk
mengembalikan volume intravaskuler, volume interstitial, dan intra

36
sel. Cairan plasma atau pengganti plasma berguna untuk
meningkatkan tekanan onkotik intravaskuler.
(5) Pada syok hipovolemik, jumlah cairan yang diberikan harus
seimbang dengan jumlah cairan yang hilang. Sedapat mungkin
diberikan jenis cairan yang sama dengan cairan yang hilang, darah
pada perdarahan, plasma pada luka bakar. Kehilangan air harus
diganti dengan larutan hipotonik. Kehilangan cairan berupa air dan
elektrolit harus diganti dengan larutan isotonik. Penggantian
volume intra vaskuler dengan cairan kristaloid memerlukan volume
34 kali volume perdarahan yang hilang, sedang bila menggunakan
larutan koloid memerlukan jumlah yang sama dengan jumlah
perdarahan yang hilang. Telah diketahui bahwa transfusi eritrosit
konsentrat yang dikombinasi dengan larutan ringer laktat sama
efektifnya dengan darah lengkap.
(6) Pemantauan tekanan vena sentral penting untuk mencegah
pemberian cairan yang berlebihan.
(7) Pada penanggulangan syok kardiogenik harus dicegah pemberian
cairan berlebihan yang akan membebani jantung. Harus
diperhatikan oksigenasi darah dan tindakan untuk menghilangkan
nyeri.
(8) Pemberian cairan pada syok septik harus dalam pemantauan ketat,
mengingat pada syok septik biasanya terdapat gangguan organ
majemuk. (Multiple Organ Disfunction). Diperlukan pemantauan
alat canggih berupa pemasangan CVP, Swan Ganz kateter, dan
pemeriksaan analisa gas darah.

3) Penatalaksanaan Syok Neurogenik


Konsep dasar untuk syok distributif adalah dengan pemberian vasoaktif
seperti fenilefrin dan efedrin, untuk mengurangi daerah vaskuler dengan
penyempitan sfingter prekapiler dan vena kapasitan untuk mendorong
keluar darah yang berkumpul ditempat tersebut. Penatalaksanaannya
menurut Wilson R F, ed.. (1981; c:1-42) adalah

37
(a) Baringkan pasien dengan posisi kepala lebih rendah dari kaki (posisi
Trendelenburg).Pertahankan jalan nafas dengan memberikan oksigen,
sebaiknya dengan menggunakan masker. Pada pasien dengan distress
respirasi dan hipotensi yang berat, penggunaan endotracheal tube dan
ventilator mekanik sangat dianjurkan. Langkah ini untuk menghindari
pemasangan endotracheal yang darurat jika terjadi distres respirasi
yang berulang. Ventilator mekanik juga dapat menolong menstabilkan
hemodinamik dengan menurunkan penggunaan oksigen dari otot-otot
respirasi.
(b) Untuk keseimbangan hemodinamik, sebaiknya ditunjang dengan
resusitasi cairan. Cairan kristaloid seperti NaCl 0,9% atau Ringer
Laktat sebaiknya diberikan per infus secara cepat 250-500 cc bolus
dengan pengawasan yang cermat terhadap tekanan darah, akral, turgor
kulit, dan urin output untuk menilai respon terhadap terapi.
(c) Bila tekanan darah dan perfusi perifer tidak segera pulih, berikan
obat-obat vasoaktif (adrenergik; agonis alfa yang indikasi kontra bila
ada perdarahan seperti ruptur lien) :
a) Dopamin: Merupakan obat pilihan pertama. Pada dosis > 10
mcg/kg/menit, berefek serupa dengan norepinefrin. Jarang terjadi
takikardi.
b) Norepinefrin: Efektif jika dopamin tidak adekuat dalam menaikkan
tekanan darah. Epinefrin. Efek vasokonstriksi perifer sama kuat
dengan pengaruhnya terhadap jantung Sebelum pemberian obat ini
harus diperhatikan dulu bahwa pasien tidak mengalami syok
hipovolemik. Perlu diingat obat yang dapat menyebabkan
vasodilatasi perifer tidak boleh diberikan pada pasien syok
neurogenik
c) Dobutamin: Berguna jika tekanan darah rendah yang diakibatkan
oleh menurunnya cardiac output. Dobutamin dapat menurunkan
tekanan darah melalui vasodilatasi perifer.

38
4) Penatalaksanaan Syok obtruktif
Pasien diletakkan dalam posisi Trendelenburg atau telentang dengan
kaki ditinggikan.

Untuk syok yang tidak terdiagnosis :

(a) Bebaskan jalan napas dan yakinkan ventilasi yang adekuat


(b) Pasang akses ke intravena
(c) Mengembalikan cairan
(d) Pertahankan produksi urine >0,5 ml/kgBB/jam

5) Penatalaksaan Syok Septic


1) Memberantas infeksi :
a) Meningitis, umur > 1 bulan
Ampiciline 300 400 mg/KgBB/hari dibagi 6 dosis

Chloramphenicol 100 mg/KgBB/hari dibagi 4 dosis

b) Resiko tinggi infeksi gram negatif kombinasi aminoglikosida


dan derivat penisilin
c) Moxalactam, cefotaxime, ceftazidime dan cephalosporin generasi
III untuk infeksi gram negatif aerob dan anaerob
d) Jamur Candida dapat diberikan amphotericin B

Dosis 0.25 0.30 mg/KgBB/hari dalam waktu 3 6 jam

Dosis dapat dinaikkan perlahan-lahan


0.1 0.25 mg/KgBB sampai 0.5 1.0 mg/KgBB/ hari (maksimal
50 mg/hari) dan diberikan selama 10 14 hari

Pemakaian Antibiotik. Setelah diagnosa sepsis ditegakkan,


antibiotik harus segera diberikan, dimana sebelumnya harus dilakukan
kultur darah, cairan tubuh, dan eksudat. Pemberian antibiotik tak perlu
menunggu hasil kultur. Untuk pemilihan antibiotik diperhatikan dari mana
kuman masuk dan dimana lokasi infeksi, dan diberikan terapi kombinasi
untuk gram positif dan gram negatif. Indikasi terapi kombinasi yaitu:

39
(1) Sebagai terapi pertama sebelum hasil kultur diketahui.
(2) Pasien yang dapat imunosupresan, khususnya dengan netropeni.
(3) Dibutuhkan efek sinergi obat untuk kuman yang sangat pathogen
(pseudomonas aureginosa, enterococcus).
e) Mempertahankan perfusi jaringan yang adekuat :
(1) Pemberian cairan & pengaturan keseimbangan asam basa :
Ringer laktat 10 20 ml/KgBB/beberapa menit sampai 1 jam
untuk memperbaiki volume cairan intravaskuler

(2) Kadar protein total 4.5 gr/100 ml dapat diberikan FFP


(3) Tekanan vena sentral 5 6 cmH2O dengan hipotensi diberi
cairan kristaloid lagi 10 20 ml/KgBB selama 10 menit
(4) Tekanan vena sentral 6 10 cmH2O cairan kristaloid 5
10 ml/KgBB sampai tekanan vena sentral mencapai 10 15
cmH2O
(5) Transfusi darah bila Ht 3% untuk mempertahankan Ht antara
35 40 %
(6) Sodium bikarbonat digunakan untuk koreksi gangguan asam
basa.
Jika dalam keadaan darurat diberi 1 2 mEq/KgBB dengan
kecepatan 1 mEq/kgBB/menit

(7) Obat-obat vasoaktif bila curah jantung tetap rendah


walaupun pemberian cairan sudah adekuat atau bila ada edema
paru diberikan:
(a)Golongan xanthine (aminophyllin)
(b) Glucagon
(c) Cardiac glucocide, digitalis dan derivatnya
(8) Golongan steroid yang diberikan :
(a)Dexamethasone 1 3 mg/kgBB atau
(b) Methyl prednisolon 30 mg/kgBB setiap 4-6 jam selama 72
jam
(c) Ventilasi

40
(1) Jalan nafas harus bebas
(2) Oksigenasi yang adekuat
(3) Bila ada tanda-tanda kegagalan pernafasan akut :
(a)Hiperventilasi
(b) Hipoksemia berat
(c) Hiperkapnea
(4) Bila terjadi adult respiratory distress syndrome
PEEP dan ventilator mekanik
(d) Pengobatan supportif
(1) Nutrisi dengan tinggi kalori protein, dan pemberian
mineral
(2) Bila ada gagal ginjal dipertimbangkan dialisis
peritoneal
(3) Koreksi PIM dengan komponen darah (FFP atau
trombosit)

6) Penatalaksanaan Syok Kardiogenik


1) Tindakan
a) Pastikan jalan nafas tetap adekuat, bila tidak sadar sebaiknya
dilakukan intubasi.
b) Berikanoksigen 8 - 15 liter/menitdenganmenggunakan masker
untukmempertahankan PO2 70 - 120 mmHg
c) Rasa nyeriakibatinfarkakut yang dapatmemperbesarsyok yang
adaharusdiatasidenganpemberianmorfin.
d) Koreksihipoksia, gangguanelektrolit, dankeseimbanganasambasa
yang terjadi.
e) Bilamungkinpasang CVP.
f) Pemasangankateter Swans Ganz untukmenelitihemodinamik.

2) Medikamentosa :

a) Morfinsulfat 4-8 mg IV, bilanyeri.


b) Anti ansietas, bilacemas

41
c) Digitalis, bilatakiaritmidan atrium fibrilasi.
d) Sulfas atropin, bilafrekuensijantung< 50x/menit.
e) Dopamindandobutamin(inotropikdankronotropik),
bilaperfusi jantungtidakadekuat.Dosisdopamin 2-15
mikrogram/kg/m.
f) Dobutamin 2,5-10 mikrogram/kg/m: bilaadadapat juga
diberikanamrinon IV.
g) Norepinefrin 2-20 mikrogram/kg/m.
h) Diuretik/furosemid 40-80 mg untukkongestiparudan
oksigenasijaringan.
i) Digitalis bilaadafibrilasi atrial atautakikardisupraventrikel

9. Komplikasi
1. Komplikasi
a. Syok anafilatik
1) Henti jantung (cardiac arrest) dan nafas.
2) Bronkospasme persisten.
3) Oedema Larynx (dapat mengakibatkan kematian).
4) Relaps jantung dan pembuluh darah (kardiovaskuler).
5) Kerusakan otak permanen akibat syok.
6) Urtikaria dan angoioedema menetap sampai beberapa bulan

b. Syok hipovolemik
1) Gagal ginjal akut
2) ARDS (acute respiratory distress syndrome/shock lung)
3) Depresi miokard-gagal jantung
4) Gangguan koagulasi/pembekuan
5) SSP dan Organ lain
Evaluasi gejala sisa SSP sangat penting, mengingat organ ini sangat
sensitif terhadap hipoksia yang dapat terjadi pada renjatan
berkepanjangan.
6) Renjatan ireversibel.
c. Syok neurogenik

42
1) Kegagalan multi organ akibat penurunan aliran darah dan hipoksia
jaringan yang berkepanjangan
2) Sindrome disstres pernafasan dewasa akibat destruksi pertemuan
alveolus kapiler karena hipoksia.
3) DIC (Koagulasi Intravaskuler Diseminasi) akibat hipoksia dan
kematian jaringan yang luas sehingga terjadi pengaktivan
berlebihan jenjang koagulasi
d. Syok Obtruktif
1) Kegagalan multi organ akibat penurunan alilran darah dan hipoksia
jaringan yang berkepanjangan.
2) Sindrom distress pernapasan dewasa akibat destruksi pertemuan
alveolus kapiler karena hipoksia.
3) DIC (Koagulasi intravascular diseminata) akibat hipoksia dan
kematian jaringan yang luas sehingga terjadi pengaktifan
berlebihan jenjang koagulasi.
e. Syok septic
Pemeriksaan darah menunjukkan jumlah sel darah putih yang
banyak atausedikit, dan jumlah faktor pembekuan yang menurun. Jika
terjadi gagal ginjal, kadar hasil buangan metabolik (seperti urea
nitrogen) dalam darah akan meningkat. Analisa gas darah menunjukkan
adanya asidosis dan rendahnya konsentrasi oksigen. Pemeriksaan EKG
jantung menunjukkan ketidakteraturan irama jantung,menunjukkan
suplai darah yang tidak memadai ke otot jantung. Biarkan darah
dibuatuntuk menentukan bakteri penyebab infeksi.
f. Syok kadiogenik

1) Cardiopulmonary arrest
2) Disritmi
3) Gagalmultisistem organ
4) Stroke
5) Tromboemboli

43
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN SYOK PADA ANAK
1. PENGKAJIAN
a. Primary Survey
Pemeriksaaan jasmaninya diarahkan kepada diagnosis cidera yang
mengancam nyawa dan meliputi penilaian dari A,B,C,D,E. Mencatat tanda
vital awal (baseline recordings) penting untuk memantau respon anak
terhadap terapi. Yang harus diperiksa adalah tanda-tanda vital, produksi
urin dan tingkat kesadaran anak. Pemeriksaan penderita yang lebih rinci
akan menyusul bila keadaan penderita mengijinkan.
1) Airway dan breathingprioritas pertama adalah menjamin airway yang
paten dengan cukupnya pertukaran ventilasi dan oksigenasi. Diberikan
tambahan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen lebih dari
95%.
2) Sirkulasi - kontrol perdarahantermasuk dalam prioritas adalah
mengendalikan perdarahan yang jelas terlihat, memperoleh akses intra
vena yang cukup, dan menilai perfusi jaringan. Perdarahan dari luka
luar biasanya dapat dikendalikan dengan tekanan langsung pada
tempat pendarahan. PASG (Pneumatick Anti Shock Garment) dapat
digunakan untuk mengendalikan perdarahan dari patah tulang pelvis
atau ekstremitas bawah, namun tidak boleh menganggu resusitasi
cairan cepat. Cukupnya perfusi jaringan menentukan jumlah cairan
resusitasi yang diperlukan. Mungkin diperlukan operasi untuk dapat
mengendalikan perdarahan internal.
3) Disability pemeriksaan neurologidilakukan pemeriksaan neurologi
singkat untuk menentukan tingkat kesadaran, pergerakan mata dan
respon pupil, fungsi motorik dan sensorik. Informasi ini bermanfaat
dalam menilai perfusi otak, mengikuti perkembangan kelainan
neurologi dan meramalkan pemulihan.perubahan fungsi sistem saraf
sentral tidak selalu disebabkan cidera intra kranial tetapi mungkin
mencerminkan perfusi otak yang kurang. Pemulihan perfusi dan
oksigenasi otak harus dicapai sebelum penemuan tersebut dapat
dianggap berasal dari cidera intra kranial.

44
4) Exposure pemeriksaan lengkap setelah mengurus prioritas- prioritas
untuk menyelamatkan jiwanya, penderita harus ditelanjangi dan
diperiksa dari ubun-ubun sampai jari kaki sebagai bagian dari mencari
cidera. Bila menelanjangi penderita, sangat penting mencegah
hipotermia.
5) Dilasi lambung dikompresi.Dilatasi lambung sering kali terjadi pada
penderita trauma, khususnya pada anak-anak dan dapat
mengakibatkan hipotensi atau disritmia jantung yang tidak dapat
diterangkan, biasanya berupa bradikardi dari stimulasi saraf fagus
yang berlabihan. Distensi lambung membuat terapi syok menjadi sulit.
Pada penderita yang tidak sadar distensi lambung membesarkan resiko
respirasi isi lambung, ini merupakan suatu komplikasi yang bisa
menjadi fatal. Dekompresi lambung dilakukan dengan memasukan
selamh atau pipa kedalam perut melalui hidung atau mulut dan
memasangnya pada penyedot untuk mengeluarkan isi lambung.
Namun, walaupun penempatan pipa sudah baik, masih mungkin
terjadi aspirasi.
6) Pemasangan kateter urin. Katerisasi kandung kemih memudahkan
penilaian urin akan adanya hematuria dan evaluasi dari perfusi ginjal
dengan memantau produksi urine. Darah pada uretra atau prostad pada
letak tinggi, mudah bergerak, atau tidak tersentuh pada laki-laki
merupakan kontraindikasi mutlak bagi pemasangan keteter uretra
sebelum ada konfirmasi kardiografis tentang uretra yang utuh.
b. Secondary survey.
Harus segera dapat akses kesistem pembuluh darah. Ini paling baik
dilakukan dengan memasukkan dua kateter intravena ukuran besar
(minimun 16 gaguage) sebelum dipertimbangkan jalur vena sentral
kecepatan aliran berbanding lirus dengan empat kali radius kanul, dan
berbanding terbalik dengan panjangnya (hukum poiseuille). Karena itu
lebih baik kateter pendek dan kaliber besar agar dapat memasukkan cairan
terbesar dengan cepat.

45
Pada anak-anak dibawah 6 tahun, teknik penempatan jarum intra-
osseus harus dicoba sebelum menggunakan jalur vena sentral. Faktor
penentu yang penting untuk memilih prosedur atau caranya adalah
pengalaman dan tingkat ketrampilan dokternya.Kalau kateter intravena
telah terpasang, diambil contoh darah untuk jenis dan crossmatch,
pemerikasaan laboratorium yang sesuai, pemeriksaan toksikologi, dan tes
kehamilan pada wanita usia subur. Analisis gas darah arteri juga harus
dilakukan pada saat ini. Foto torak haris diambil setelah pemasangan CVP
pada vena subklavia atau vena jugularis interna untuk mengetahui
posisinya dan penilaian kemungkinan terjadinya pneumo atau hemotorak.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

a. Ketidakefektifan pola nafas

b. Gangguan pertukaran gas

c. Kekurangan volume cairan

d. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer

e. Penurunan curah jantung

f. Resiko Infeksi

g. Hipotermia

46
3. INTERVENSI

Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


No Diagnosa Keperawatan
(NOC) (NIC)
1. Ketidakefektifan pola nafas Setelah dilakukan tindakan NIC
Batasan Karakteristik : keperawatan ..x.. jam diharapkan pola Oxygen Therapy
Bradipnea nafas pasien teratur dengan kriteria : Bersihkan mulut, hidung dan secret
Dispnea NOC : trakea
Fase ekspirasi memanjang Respiratory status : Ventilation Pertahankan jalan nafas yang paten
Ortopnea Respirasi dalam batas normal Siapkan peralatan oksigenasi
Penggunaan otot bantu (dewasa: 16-20x/menit) Monitor aliran oksigen
pernafasan Irama pernafasan teratur Monitor respirasi dan status O2
Penggunaan posisi tiga titik Kedalaman pernafasan normal Pertahankan posisi pasien
Peningkatan diameter anterior- Suara perkusi dada normal Monitor volume aliran oksigen dan
posterior (sonor) jenis canul yang digunakan.
Penurunan kapasitas vital Retraksi otot dada Monitor keefektifan terapi oksigen
Penurunan tekanan ekspirasi Tidak terdapat orthopnea yang telah diberikan
Penurunan tekanan inspirasi Taktil fremitus normal antara Observasi adanya tanda tanda
Penurunan ventilasi semenit dada kiri dan dada kanan hipoventilasi

47
Pernafasan bibir Ekspansi dada simetris Monitor tingkat kecemasan pasien
Pernafasan cuping hidung Tidak terdapat akumulasi yang kemungkinan diberikan terapi
Pernafasan ekskursi dada sputum O2
Pola nafas abnormal (mis., irama, Tidak terdapat penggunaan
frekuensi, kedalaman) otot bantu napas
Takipnea
Faktor yang berhubungan
Ansietas
Cedera medulaspinalis
Deformitas dinding dada
Deformitas tulang
Disfungsi neuromuskular
Gangguan muskuluskeletal
Gangguan Neurologis (misalnya :
elektroenselopalogram(EEG)
positif, trauma kepala, gangguan
kejang)
Hiperventilasi
Imaturitas neurologis

48
Keletihan
Keletihan otot pernafasan
Nyeri
Obesitas
Posisi tubuh yang menghambat
ekspansi paru
Sindrom hipoventilasi
2. Gangguan pertukaran gas Setelah dilakukan tindakan NIC
Batasan Karakteristik : keperawatan ..x.. jam diharapkan hasil Acid Base Management
Diaforesis AGD pasien dalam batas normal Pertahankan kepatenan jalan nafas
Dispnea dengan kriteria hasil : Posisikan pasien untuk
Gangguan pengelihatan NOC: mendapatkan ventilasi yang
Gas darah arteri abnormal Respiratory status: Gas Exchange adekuat(mis., buka jalan nafas dan
Gelisah PaO2 dalam batas normal (80- tinggikan kepala dari tempat tidur)
Hiperkapnia 100 mmHg) Monitor hemodinamika status (CVP
Hipoksemia PaCO2 dalam batas normal & MAP)
Hipoksia (35-45 mmHg) Monitor kadar pH, PaO2, PaCO2,
Iritabilitas pH normal (7,35-7,45) dan HCO3 darah melalui hasil
Konfusi SaO2 normal (95-100%) AGD

49
Nafas cuping hidung Tidak ada sianosis Catat adanya asidosis/alkalosis
Penurunan karbon dioksida Tidak ada penurunan yang terjadi akibat kompensasi
pH arteri abnormal kesadaran metabolisme, respirasi atau
Pola pernafasan abnormal (mis., keduanya atau tidak adanya
kecepatan, irama, kedalaman) kompensasi
Sakit kepala saat bangun Monitor tanda-tanda gagal napas
Sianosis Monitor status neurologis
Somnolen Monitor status pernapasan dan
Takikardia status oksigenasi klien
Warna kulit abnormal (mis., Atur intake cairan
pucat, kehitaman ) Auskultasi bunyi napas dan adanya
Faktor yang berhubungan : suara napas tambahan (ronchi,
Ketidakseimbangan ventilasi- wheezing, krekels, dll)
perfusi Kolaborasi pemberian nebulizer,
Perubahan membran alveolar- jika diperlukan
kapiler Kolaborasi pemberian oksigen, jika
diperlukan.

50
3. Kekurangan volume cairan Setelah diberikan asuhan keperawatan Fluid Management
Batasan Karakteristik: selama ..x. jam diharapkan Monitor hasil laboratorium yang sesuai
Haus masalah kekurangan volume cairan dengan retensi cairan (peningkatan
Kelemahan dapat teratasi dengan kriteria hasil : BUN, penurunan hematokrit,
Kulit kering NOC: peningkatan osmolaritas urin)
Membrane mukosa kering Fluid Balance Monitor tanda-tanda vital (tekanan
Peningkatan frekuensi nadi Tekanan darah dalam batas darah dan nadi)
Peningkatan hematokrit normal Monitor hemodinamik status (MAP)
Peningkatan konsentrasi urine MAP dalam batas normal Kolaborasikan terapi cairan lewat infus
Peningkatan suhu tubuh Denyut nadi dalam batas
Penurunan berat badan tiba-tiba normal Fluid Monitoring
Penurunan haluaran urine Tidak terjadi penurunan Monitor input dan output cairan
Penurunan pengisian vena kesadaran
Penurunan tekanan darah Kadar hematocrit dalam batas
Penurunan tekanan nadi normal
Penurunan turgor kulit Kadar serum elektrolit (BUN
Penurunan turgor lidah dan osmolaritas urin) dalam
Penurunan volume nadi batas normal)
Perubahan status mental Turgor kulit elastis

51
Faktor yang berhubungan : Intake dan output cairan 24
Kegagalan mekanisme regulasi jam seimbang
Kehilangan cairan aktif
4. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer Setelah diberikan asuhan keperawatan Circulatory Care : Arterial Insufficiency
Batasan Karakteristik: selama ...x jam, perfusi jaringan Lakukan penilaian komprehensif
Bruit Femoral perifer pasien menjadi efektif dengan sirkulasi perifer (seperti: cek
Edema kriteria hasil: sirkulasi nadi, udeme, crt, warna,
Indeks ankle-brakhial <0,90 NOC: dan suhu)
Kelambatan penyembuhan luka Tissue Perfusion Peripheral Tentukan indeks ABI dengan tepat
perifer Capilary refil pada jari-jari Evaluasi udeme periper dan nadi
Klaudikasi intermiten tangan dalam batas normal (< Periksa kulit untuk ulkus arteri atau
Nyeri ekstremitas 3 detik) kerusakan jaringan
Paresthesia Capilary refil pada jari-jari Tempatkan ekstremitas dalam
Pemendekan jarak bebas nyeri kaki dalam batas normal (< 3 posisi tergantung dengan tepat
yang ditempuh dalam uji berjalan detik) Kelola antiplatelet atau obat
6 menit Tekanan darah sistolik dalam anticoagulan dengan tepat
Pemendekan jarak total yang batas normal Ubah posisi pasien setidaknya
ditempuh dalam uji berjalan 6 Tekanan darah diastolik dalam setiap 2 jam dengan tepat
menit (400-700m pada orang batas normal Instruksikan pasien pada faktor-

52
dewasa) MAP dalam batas normal faktor yang mengganggu sirkulasi
Penurunan nadi perifer Nadi teraba kuat (mis merokok pakaian ketat,
Perubahan fungsi motorik Tidak terjadi udeme pada paparan suhu dingin, dan
Perubahan karakteristik kulit perifer. persimpangan dari kaki dan kaki)
(mis. Warna, elastisitas, rambut, Pertahankan hidrasi adequat untuk
kelembapan, kuku, sensasi, suhu) menurunkan kekentalan darah
Perubahan tekanan darah di Pantau status cairan, termasuk
ekstremitas asupan dan output
Tidak ada nadi perifer Circulatory Care : Venous Insufficiency
Waktu pengisian kapiler > 3 detik Lakukan penilaian komprehensif
Warna kulit pucat saat elevasi sirkulasi perifer (seperti memeriksa
Warna tidak kembali ke tungkai 1 denyut nadi perifer, edema,
menit setelah tungkai diturunkan pengisian kapiler, warna dan suhu).
Faktor yang Berhubungan: Evaluasi edema perifer dan nadi
Diabetes Melitus Periksa kulit untuk memastikan
Gaya hidup kurang gerak adanya ulkus stasis dan kerusakan
Hipertensi jaringan
Kurang pengetahuan tentang Tinggikan anggota badan yang
factor pemberat (mis. Merokok, terkena 20 derajat atau lebih dari

53
gaya hidup monoton, trauma, jantung
obesitas, asupan garam, Ubah posisi pasien setidaknya
imobilitas) setiap 2 jam
Kurang pengetahuan tentang Anjurkan latihan ROM pasif atau
proses penyakit (mis. Diabetes, aktif, terutama latihan ekstremitas
hiperlipidemia) bawah, selama istirahat.
Merokok Administrasikan antiplatelet atau
obat antikoagulan
melindungi ekstremitas dari cedera
(selimut untuk bagian kaki dan kaki
terbawah, papan kaki/ayunan pada
bagian bawah tempat tidur, sepatu
yang sesuai dengan ukuran).
Pertahankan hidrasi yang memadai
untuk menurunkan kekentalan
darah
Pantau status cairan, termasuk
asupan dan output

54
5. Penurunan curah jantung Setelah diberikan asuhan keperawatan Cardiac Care
Batasan Karakteristik: selama ..x. jam diharapkan Evaluasi adanya nyeri dada (Intesitas,
Perubahan Frekuensi/Irama Jantung masalah penurunan curah jantung lokasi, rambatan, durasi, serta faktor
Bradikardia dapat teratasi dengan kriteria hasil : yang menimbulkan dan meringankan
Perubahan EKG (Contoh : aritmia, NOC: gejala).
abnormalitas konduksi, iskemia) Cardiac Pump Effectiveness Monitor EKG untuk perubahan ST, jika
Palpitasi Tekanan darah sistolik dalam batas diperlukan.
Takikardia normal Lakukan penilaian komprehenif untuk
Perubahan Preload Tekanan darah diastolik dalam sirkulasi perifer (Cek nadi perifer,
Penurunan tekanan vena sentral batas normal edema,CRT, serta warna dan temperatur
(Central venous pressure, CVP) Heart rate dalam batas normal ekstremitas) secara rutin.
Peningkatan tekanan vena sentral Peningkatan fraksi ejeksi Monitor tanda-tanda vital secara teratur.
(Central venous pressure, CVP) Peningkatan nadi perifer Monitor status kardiovaskuler.
Penurunan tekanan arteri paru Tekanan vena sentral (Central Monitor disritmia jantung.
(Pulmonary artery wedge pressure, venous pressure) dalam batas Dokumentasikan disritmia jantung.
PAWP) normal Catat tanda dan gejala dari penurunan
Peningkatan tekanan arteri paru Gejala angina berkurang curah jantung.
(Pulmonary artery wedge pressure, Edema perifer berkurang Monitor status repirasi sebagai gejala
PAWP) Gejala nausea berkurang dari gagal jantung.

55
Edema Tidak mengeluh dispnea saat Monitor abdomen sebagai indikasi
Keletihan istirahat penurunan perfusi.
Murmur Tidak terjadi sianosis Monitor nilai laboratorium terkait
Distensi vena jugularis (elektrolit).
Peningkatan berat badan Circulation Status Monitor fungsi peacemaker, jika
Perubahan Afterload MAP dalam batas normal diperlukan.
Warna kulit yang abnormal (Contoh : PaO2 dalam btas normal (60-80 Evaluasi perubahan tekanan darah.
pucat, kehitam-hitaman/agak hitam, mmHg) Sediakan terapi antiaritmia berdasarkan
sianosis) PaCO2 dalam batas normal (35-45 pada kebijaksanaan unit (Contoh
Perubahan tekanan darah mmHg) medikasi antiaritmia, cardioverion,
Kulit lembab Saturasi O2 dalam batas normal (> defibrilator), jika diperlukan.
Penurunan nadi perifer 95%) Monitor penerimaan atau respon pasien
Penurunan resistensi vaskular paru Capillary Refill Time (CRT) dalam terhadap medikasi antiaritmia.
(Pulmonary Vascular Resistance, batas normal (< 3 detik) Monitor dispnea, keletihan, takipnea,
PVR) ortopnea.
Peningkatan resistensi vaskular paru
(Pulmonary Vascular Resistance, Cardiac Care : Acute
PVR) Monitor kecepatan pompa dan ritme
Penurunan resistensi vaskular sistemik jantung.

56
Systemic Vascular Resistance, PVR) Auskultasi bunyi jantung.
Peningkatan resistensi vaskular Auskultasi paru-paru untuk crackles
sistemik (Systemic Vascular atau suara nafas tambahan lainnya.
Resistance, PVR) Monitor efektifitas terapi oksigen, jika
Dispnea diperlukan.
Oliguria Monitor faktor-faktor yang
Pengisian kapiler memanjang mempengaruhi aliran oksigen (PaO2,
Perubahan Kontraktilitas nilai Hb, dan curah jantung), jika
Batuk diperlukan.
Crackle Monitor status neurologis.
Penurunan indeks jantung Monitor fungsi ginjal (Nilai BUN dan
Penurunan fraksi ejeksi kreatinin), jika diperlukan.
Penurunan indeks kerja pengisian Administrasikan medikasi untuk
ventrikel kiri (Left ventricular stroke mengurangi atau mencegah nyeri dan
work index,LVSWI) iskemia, sesuai kebutuhan.
Penurunan indeks volume sekuncup
(Stroke volume index, SVI)
Ortopnea
Dispnea parokismal nokturnal

57
Bunyi S3
Bunyi S4
Perilaku/Emosi
Kecemasan atau ansietas
Gelisah
Berhubungan dengan:
Perubahan frekuensi jantung (Heart
rate, HR)
Perubahan ritme jantung
Perubahan afterload
Perubahan kontraktilitas
Perubahan preload
Perubahan volume sekuncup
6. Resiko infeksi NOC NIC
Batasan Karakteristik : Immune status Infection Control
Penyakit kronis (diabetes melitus,
Knowledge : infection control Bersihkan lingkungan setelah dipakai
obesitas)
Pengetahuan yang tidak cukup untuk Risk control pasien lain
menghindari pemajanan patogen Kriteria hasil Pertahankan teknik isolasi
Pertahanan tubuh primer yang tidak
adekuat (gangguan, peritalsis, Klien bebas dari tanda dan gejala

58
kerusakan integritas kulit, perubahan infeksi Batasi pengunjung bila perlu
sekseri pH, penurunan kerja siliaris,
pecah ketuban dini, pecah ketuban Mendeskripsikan proses Instruksikan pada pengunjung untuk
lama, merokok, stasis cairan tubuh, penularann penyakit, factor yang mencuci tangan saat berkunjung
trauma jaringan)
mempengaruhi penularan serta meninggalkan pasien
Ketidakadekuatan pertahanan
sekunder (penurunan hemoglobin, penatalaksanaannya Gunakan sabun antimikroba untuk cuci
imunosepresi, supresi respon
inflamasi) Menunjukkan kemampuan untuk tangan
Vaksinasi tidak adekuat mencegah timbulnya infeksi Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah
Pemajanan terhadap patogen
Jumlah leukosit dalam batas tindakan keperawatan
lingkungan meningkat (wabah)
Prosedur Infasif normal Gunakan baju, sarung tangan sebagai
Malnutrisi
Menunjukkan perilaku hidup sehat alat penlindung
Pertahankan lingkunan aseptic selama
pemasangan alat
Ganti letak IV perifer dan line central
dan dressing sesuai dengan petunjuk
umum
Gunakan kateter intermiten untuk
menurunkan infeksi kandung kencing
Tingkatkan intake nutrisi

59
Berikan terapi antibiotic bila perlu

Infection protection
Monitor tanda dan gejala infeksi
sistemik dan local
Monitor hitung granulosit, WBC
Monitor kerentanan terhadap infeksi
Batasi pengunjung
Pertahankan teknik aspesis pada pasien
yang beresiko
Pertahankan teknik isolasi k/p
Berikan perawatan kulit pada area
epidema
Inspeksi kulit dan membrane mukosa
Terhadap kemerahan, panas, dan
drainase
Inspeksi kondisi luka/insisi bedah
Dorong masukkan nutrisi yang cukup

60
Dorong masukan cairan
Dorong istirahat
Instruksikan pasien untuk minum
antibiotic sesuai resep
Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan
gejala infeksi
Ajarkan cara menghindari infeksi
Laporkan kecurigaan infeksi
Laporkan kultur positif
7. Hipotermi NOC : NIC :
Thermoregulation Temperature regulation
Thermoregulation : neonate Monitor suhu minimal tiap 2 jam
Kriteria Hasil : Rencanakan monitoring suhu secara
Suhu tubuh dalam rentang normal kontinyu
Nadi dan RR dalam rentang normal Monitor TD, nadi, dan RR
Monitor warna dan suhu kulit
Monitor tanda-tanda hipertermi dan
hipotermi

61
Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
Selimuti pasien untuk mencegah
hilangnya kehangatan tubuh
Ajarkan pada pasien cara mencegah
keletihan akibat panas
Diskusikan tentang pentingnya
pengaturan suhu dan kemungkinan efek
negatif dari kedinginan
Beritahukan tentang indikasi terjadinya
keletihan dan penanganan emergency
yang diperlukan
Ajarkan indikasi dari hipotermi dan
penanganan yang diperlukan
Berikan anti piretik jika perlu

Vital sign Monitoring


Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
Catat adanya fluktuasi tekanan darah
Monitor VS saat pasien berbaring,

62
duduk, atau berdiri
Auskultasi TD pada kedua lengan dan
bandingkan
Monitor TD, nadi, RR, sebelum,
selama, dan setelah aktivitas
Monitor kualitas dari nadi
Monitor frekuensi dan irama
pernapasan
Monitor suara paru
Monitor pola pernapasan abnormal
Monitor suhu, warna, dan kelembaban
kulit
Monitor sianosis perifer
Monitor adanya cushing triad (tekanan
nadi yang melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik)
Identifikasi penyebab dari perubahan
vital sign

63
4. IMPLEMENTASI

Pelaksanaan atau implementasi merupakan realisasi dari rangkaian dan


penentuan diagnosa keperawatan. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana
tindakan disusun untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan.

5. EVALUASI

Evaluasi merupakan tahap akhir proses asuhan keperawatan. Pada tahap ini
kita melakukan penilaian akhir terhadap kondisi pasien dan disesuaikan dengan
criteria hasil yang sebelumnya telahdibuat

64
C. CONTOH ASUHAN KEPERAWATAN SYOK PADA ANAK

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA An JW


DENGAN DENGUE SYOK SYNDROME e.c DENGUE HAEMORRAGHIC
FEVER/DHF + UPPER GI BLEEDING OK TROMBOSITOPENIA
IGD RSUD. A

A. PENGKAJIAN
Identitas Pasien
Nama : An JW
Usia : 3 Tahun, 7 Bulan, 11 Hari
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jl. Bauksit no.75 kec.Blimbing
Tgl MRS : 04/10/2017
Jam : 12.00 WIB
Tgl Pengkajian : 04/10/2017
Jam : 12.00 WIB
Sumber Informasi : Orang tua pasien
Alasan Masuk : Pasien datang dengan kondisi lemas,
sebelumnya sempat mengalami muntah darah 3 kali
Initial Survey A (alertness) :-
V (verbal) :-
P (pain) :+
U (unrespons) :-

I. Pengkajian Primer / Survey Primer dan Resusitasi


A. AIRWAY
1. Keadaan Jalan Nafas
Tingkat Kesadaran : Somnolen
Pernafasan : Normal
Benda Asing di jalan Nafas : Tidak ada
Bunyi Nafas : Vesikuler

65
Bunyi Nafas Tambahan : Tidak ada
Hembusan Nafas : Terasa
2. Masalah Keperawatan
Tidak Ada
3. Intervensi / Implementasi
Tidak ada
4. Evaluasi
Tidak ada
B. BREATHING
1. Fungsi Pernafasan
Jenis Pernafasan : Normal
Frekwensi Pernafasan : 30 x/menit
Saturasi Oksigen : 98%
Retraksi Otot Bantu Nafas : Tidak ada
Kelainan Dinding Thoraks : Simetris, tidak ada perlukaan ataupun jejas
Bunyi Nafas : Vesikuler
Bunyi Nafas Tambahan : Tidak ada
Hembusan Nafas : Terasa
2. Masalah Keperawatan
Tidak ada
3. Intervensi / Implementasi
Tidak ada
4. Evaluasi
Tidak ada
C. CIRCULATION
1. Keadaan sirkulasi
Tingkat Kesadaran : Somnolen
Perdarahan (internal/eksternal): Pasien sempat muntah darah 3 kali
sebelum MRS.
Kapilari Refill : > 3 detik
Nadi Radial/carotis : Teraba, nadi cepat dan lemah, 120 x/menit
Tekanan Darah : 80/50 mmHg

66
Akral Perifer : Dingin
Produksi Urin : 20 cc (dalam 2jam)
2. Masalah Keperawatan
a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
b. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan volume
sekuncup
c. Hipertermi berhubungan dengan invasi virus dengue
3. Intervensi / Implementasi
a. Lakukan pemberian cairan infus RL
b. Lakukan pemeriksaan tanda-tanda vital (tingkat kesadaran, keadaan
umum, tekanan darah, nadi, suhu, respirasi)
c. Lakukan penilaian komprehensif sirkulasi perifer (seperti: cek
sirkulasi nadi, udema, crt, warna, dan suhu)
d. Delegatif dalam pengambilan sample darah untuk pemeriksaan Darah
Lengkap, AGD, dan elektrolit
e. Lakukan tindakan perekaman jantung (EKG)
f. Lakukan pemasangan dower cateter (DC) dan nasogastrik tube (NGT)
g. Pantau status cairan termasuk asupan dan output
4. Evaluasi
a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan
aktif
S : Keluarga pasien mengatakan pasien masih belum bisa makan
dan minum karena kesadarannya menurun dan sebelum MRS
pasien mengalami muntah darah sebanyak 3 kali
O : Pasien masih tampak pucat, tingkat kesadaran pasien
Somnolen, mukosa bibir kering, TD : 80/60mmHg, N : 120
x/menit, S : 38,8 C, terpasang NGT
A : Kekurangan Volume Cairan teratasi sebagian
P : Lanjutkan Intervensi
(Lanjutkan pemberian cairan IV , monitor input dan output
cairan, monitor jumlah cairan jika terjadi muntah dan berak)

67
b. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan volume
sekuncup
S : Keluarga pasien mengatakan pasien masih lemas
O : Pasien tampak masih lemas, pasien tampak masih pucat,
pasien mengalami penurunan kesadaran, ekstremitas teraba
dingin, TD : 80/60mmHg, N : 120 x/menit, S : 38,8 C, CRT >3
detik,
A : Penurunan Curah Jantung teratasi sebagian
P : Lanjutkan Intervensi (Lakukan pengkajian secara
komprehensif untuk sirkulasi seperti Tekanan darah, Nadi, Suhu
dan warna Kulit)
c. Hipertermi berhubungan dengan invasi virus dangue
S : Keluarga pasien mengatakan pasien masih demam
O : Pasien masih tampak lemas dan pucat, pasien masih
mengalami demam dengan suhu 38,8C, TD:80/60mmHg, Nadi:
120x/menit
A : Hipertermi teratasi sebagian
P : Lanjutkan Intervensi (Lanjutkan pemberian cairan IV,
Lakukan pemeriksaan komprehensif terhadap suhu tubuh dan
kolaborasi pemberian therapy antipiretik)
D. DISABILITY
1. Pemeriksaan Neurologis
GCS : E 2, V 3, M 4
Reflex Fisiologis : + + Reflex Patologis :
+ +
Kekuatan Otot : 333 333
333 333
Skala nyeri : Tidak ada nyeri
2. Masalah Keperawatan : Tidak ada
3. Intervensi / Implementasi : Tidak ada
4. Evaluasi : Tidak ada

68
E. EXPOSURE dan EMOSI
Tidak terdapat luka/jejas pada tubuh pasien dan keadaan emosional pasien
tidak terkaji, pasien dengan kesadaran somnolen.
II. Pengkajian Sekunder / Survey Sekunder
1. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Dahulu
1) Riwayat kehamilan
a. Prenatal care: Ibu melakukan pemeriksaan kehamilan secara rutin
9x di bidan. Selama hamil kesehatan ibu baik, tidak ada keluhan
perdarahan, tidak keputihan, tidak anyang-anyangen. Ibu tidak
mengkonsumsi jamu ataupun obat-obatan selama hamil, ibu hanya
mengkonsumsi vitamin yang diberikan oleh bidan. Ibu tidak pernah
mengalami penyakit darah tinggi, kencing manis, TBC saat hamil.
b. Natal care: Ibu melahirkan di tolong oleh bidan. Jenis persalinan
normal, anak langsung menangis, warna air ketuban jernih.
c. Postnatal care: Bayi lahir dengan BB 3500 gr, PB 50 cm, bayi
langsung menangis, pasien sudah mendapatkan imunisasi BCG,
Campak, DPT, polio, dan hepatitis.
2) Keluarga pasien mengatakan pasien tidak pernah mengalami sakit
yang mengharuskan dirawat dirumah sakit, sebelum MRS pasien
hanya mengeluh tidak enak badan, tidak nafsu makan dan minum.
3) Keluarga pasien mengatakan pasien tidak memiliki alergi obat-obatan,
makanan maupun minuman
4) Keluarga pasien mengatakan pasien tidak ada mengkonsumsi obat
rutin atau memiliki ketergantungan terhadap obat
5) Keluarga pasien biasanya pasien hanya sakit seperti pilek, batuk ,
demam dan setelah minum obat biasanya langung sembuh
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
1) Keluarga pasien mengatakan pasien sebelumnya mengalami demam
tinggi, tidak nafsu makan dan minum. Sempat diberikan obat penurun
panas namun tidak berfungsi baik. Keesokan harinya pasien
mengalami demam tinggi, muntah darah dan lemas.

69
2) Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga pasien mengatakan dikeluarganya tidak ada yang memiliki
riwayat penyakit seperti yang diderita pasien sekarang. Keluarga
pasien juga mengatakan di keluarganya tidak ada yang menderita
penyakit keturunan maupun menular seperti TBC, DM, Hipertensi dan
lain-lain
2. Riwayat dan Mekanisme Trauma
Pada hari jumat tanggal 29 September 2017 An JW dikeluhkan demam
dan belum sempat diberikan penangan. Kemudian pada tanggal 30 September
2017 demam anak semakin tinggi sehingga anak diberikan obat penurun
panas berupa sanmol, setelah diberikan obat panas tubuh anak turun namun
pada hari Selasa 3 Oktober 2017 panas badan anak meningkat lagi dan
disertai muntah bercampur darah dan pada pukul 16.00 Wita anak dibawa ke
dokter praktik, didokter praktik anak diberikan obat berupa puyer (keluarga
lupa nama obat) selanjutnya dari dokter praktik anak disarankan ke
Puskesmas untuk melakukan pemeriksaan. Tanggal 04 Mei 2014 pukul 09.00
Wita anak dibawa ke Puskesmas dan dari puskesmas anak dirujuk ke RS. A.
An J tiba di IGD RS.A Pukul 12.00 WIB dan diberikan terapi awal berupa:
pemasangan Infuse 2 line, O2 nasal kanul 6 LPM, Dobutamin 0,8 ml/jam
(IV), Ranitidin 20 mg (IV), paracetamol 160 mg (IV), paracetamol 160 (PO),
Sucralfet 2,5 cc (PO). dan pada pukul 16.00 WIB anak dipindahkan ke ruang
HCU untuk mendapatkan perawatan lebih lanjut.
3. Pemeriksaan Fisik (Head to Toe)
a. Kepala: Bentuk kepala normachepalic dan simetris, tidak terdapat lesi atau
kelainan pada tulang kepala, ubun-ubun menutup, rambut berwarna putih.
Kulit Kepala: Bersih
Mata: Mata lengkap dan simetris antara kanan dan kiri, tidak terdapat
edema, konjungtiva tinak anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor dengan
diameter 2-3 mm dan miosis saat terkena cahaya, kornea jernih.
Telinga: Bentuk telinga sama besar atau simetris kanan dan kiri, tidak ada
kelainan bentuk, ukuran sedang atau normal, pada lubang telinga tidak

70
terdapat perdarahan atau pengeluaran cairan. Pada ketajaman pendengaran
kurang baik.
Hidung: Pada hidung tidak ditemukan adanya kelainan, tulang hidung
simetris kanan dan kiri, posisi septum nasi tegak di tengah, mukosa hidung
lembab, tidak ditemukan adanya sumbatan, tidak terdapat epistaksis serta
ada pernafasan cuping hidung, terpasang selang NGT
Mulut dan Gigi: Pada pemeriksaan bibir, mukosa bibir kering, tidak ada
sariawan, mulut berbau. Keadaan gusi dan gigi kurang bersih, lidah kotor
dan pada orofaring tidak terdapat peradangan dan pembesaran tonsil.
Wajah: Struktur wajah simetris dan lengkap, warna kulit putih pucat
Leher: Pada leher posisi simetris dan tidak ada penyimpangan. Tiroid
tidak ada pembesaran. Vena jugularis tidak mengalami pembesaran dan
denyut nadi karotis teraba cepat dan lemah 110 x/menit.
b. Dada/thoraks
1) Paru-paru
a) Inspeksi: Simetris kanan dan kiri, tidak ada kelainan bentuk, tidak
terdapat jejas, terdapat penggunaan alat bantu pernafasan yaitu otot
sternokleidomastoid dan otot pektoralis. Irama pernafasan dengan
frekuensi 30 x/menit.
b) Palpasi: Getaran suara atau vokal fremitus sama kiri dan kanan
c) Perkusi: Sonor
d) Auskultasi: Terdapat suara nafas vesikuler
2) Jantung
a) Inspeksi: Ictus cordis tidak nampak
b) Palpasi: Ictus cordis teraba di ICS 5 linea media clavicularis sinistra
c) Auskultasi : bunyi jantung S1/S2 tegak, murmur (-).
3) Abdomen
a) Inspeksi: Bentuk abdomen datar, tidak ada benjolan, tidak tampak
adanya trauma, tidak terlihat adanya bendungan pembuluh darah
vena pada abdomen
b) Palpasi: Nyeri tekan tidak ada, benjolan atau massa tidak ada, tanda
ascites tidak ada

71
c) Perkusi: Suara abdomen tympani
d) Auskultasi: Terdengar bising usus 10 x/menit
4) Pelvis
a) Inspeksi: Tidak terlihat benjolan
b) Palpasi: Tidak ada nyeri tekan
5) Perineum dan Rektum
Tidak terdapat kelaianan, pasien mengalami berak darah
6) Genetalia
Terpasang kateter, Produksi Urin 20cc (dalam 2 jam)
7) Ekstermitas
a) Status Sirkulasi: Nadi brakialis teraba cepat dan lemah yaitu 120
x/menit, CRT >3 detik, akral dingin, turgor kulit menurun
b) Keadaan Injury: tidak terdapat trauma/edema pada ekstremitas
bawah (kaki kanan dan kiri).
8) Neurologis
a) Fungsi Sensorik: baik
b) Fungsi Motorik: fleksi menarik
4. Pengkajian riwayat perkembangan:
a. BB saat ini: 13 Kg
b. PB : 83 cm
c. LK : 40 cm
d. LILA: 15,5 cm
e. BBL :3000 gr
f. Pengkajian perkembangan DDST sebelum sakit (untuk anak
usia3 tahun 7 bulan).
Personal Sosial: Anak dapat melakukan tugas personal sosialnya yaitu
anak dapat bermain dengan teman seusianya
Adaptif Motorik halus: Anak dapat melakukan motorik halus sesuai
usianya yaitu mencoret-coret pada buku gambar
Bahasa: Anak sudah dapat berbahasa sesuai usianya
Motorik kasar: Anak sudah dapat berjalan pada usia 1 tahun

72
5. Hasil Laboratorium
a. Hasil pemeriksaan Hematologi tanggal 3 Mei 2013 pukul 12.12 wita
Jenis Nilai
No Tanggal Pemeriksaan Hasil Keterangan
pemeriksaan rujukan
1. 04/05/2014 HEMATOLOGI - HGB 14,20 g/dl 11,4 15,1 Kesimpulan :
Ppt dalam
batas normal
- RBC erit 5,16 106/L 4,0 5,0 APPT
memanjang
- WBC leuko 8,28 103/L 3,5 10,0
- Hematokrit 38,10% 38 42
- PLT tromb0 17 103/L 142 112
- MCV 73,80 fL 80 93
- MCH 27,50 pg 27 31
- MCHC 37,30 g/dl 32 36
- RDW 12,80% 11,5 14,5
- PDW - fL 9 13
- MPV - fL 7,2 11,1
- P-LCR - % 15,0 25,0
- PCT - % 0,150-0,400
- Hitung jenis:
Eusinofil 0,0% 0-4
Basofil 1,6% 0-1
Neutrofil 55,4% 51-67
Limfosit 29,7% 25-33
Monosit 12,9% 2-5
FAAL
HEMOSTASIS
PPT - Pasien 12,90 detik 11,1-11,6
- INR 1 0,8-1,30
APTT - Pasien 28,9-30,6

73
2 04/04/2014 KIMIA KLINIK - Natrium (Na) 124 mmol/L 136 145
(ELEKTROLIT) - Kalium (K) 3,65 3,5 5,0
mmol/L
- Klorida (Cl) 106 mmol/L 98 106
3 04/05/2014 HEMATOLOGI - HGB 11,80 11,4 15,1
- RBC 11,26
106/L
- WBC 6,31
- HEMATOKRIT 31,60
- PLT 11
- MCV 74,20
- MCH 27,70
- MCHC 37,30
- RDW 12,20
- Hitung Jenis :
Eusinofil 0,0
Basofil 0,2
Neutrofil 40,7
Limfosit 49,3
Monosit 9,8
KIMIA KLINIK - Kalsium (Ca) 7,1 mg/dL 7,6 11,0
ELEKTROLIT - Fosfor 2,0 mg/dL 2,7 4,5

6. Terapi Dokter
a. O2 nasal kanul 5 lpm
b. IVFD RL 30 tpm (IV)
c. Drip Dabutamin 0,8 ml/jm (IV)
d. Ranitidin 20 mg (IV)
e. Paracetamol 160 mg (IV)
f. Paracetamol 160 (PO)
g. Sucralfet 2,5 cc (PO)

74
B. ANALISIS DAN SINTESIS DATA
NO DATA ETIOLOGI PROBLEM
1. DS : Infeksi virus dengue Kekurangan
Keluarga pasien mengatakan heterologus sekunder Volume Cairan
Anaknya sempat muntah berhubungan
darah 3 hari sebelum dibawa Replikasi virus respon dengan
ke rumah sakit dan sekarang antibody kehilangan
keadaannya masih lemah cairan aktif
DO: Komplek virus antibody
a. Suhu tubuh 38,80C
b. Nadi : 120x/mnt Aktivasi komplemen
c. TD : 80/50
d. RR : 30x/mnt Anafilatoksin
e. Keadaan klien lemah
f. Trombosit 17 103/L Kebocoran plasma
g. Leukosit 8,28 103/L
h. Natrium 124 mmol/L Hipovolemia
i. Kalium 3,65 mmol/L
j. Klorida 106 mmol/L

75
2. DS : Dengue syok sydrome Penurunan
Keluarga pasien mengatakan Curah Jantung
pasien lemas, dan Menurunnya volume berhubungan
mengalami muntah darah intravaskuler dengan
sebelum MRS. perubahan
DO : Menurunnya tekanan volume
a. Pasien tampak lemas pengisian sirkulasi sekuncup
b. Pasien tampak pucat sistemik dan Menurunnya
c. TD : 80/50mmHg aliran balik vena ke
d. N : 120 x/menit jantung
e. S : 38,8 C
Penurunan Curah
Jantung

76
3. DS: Invasi virus dengue Hipertermia
Tubuh anaknya panas tinggi berhubungan
DO: merangsang sel sel dengan invasi
a. Suhu tubuh 38,80C monosit, virus dengue
b. Klien gelisah eusinofil,netrofil,makrofag
c. Nadi 120x/menit untuk mengeluarkan zat
d. RR : 30x/mnt zat firogen, endogen
e. TD : 80/50
f. Trombosit 17 103/L impuls disampaikan ke
hipotalamus bagian
termoregulator melalui
duktus toraticus

suhu tubuh meningkat

Hipertermia

C. Prioritas Diagnosa Keperawatan :


1. Kekurangan Volume Cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
2. Penurunan Curah Jantung berhubungan dengan perubahan volume sekuncup
3. Hipertermi berhubungan dengan invasi virus dengue

77
D. INTERVENSI KEPERAWATAN
N Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Intervensi
o Kriteria Hasil (NIC)

(NOC)
1 Kekurangan Volume Setelah diberikan NIC
Cairan berhubungan asuhan keperawatan Fluid Management
dengan kehilangan selama 1x2 jam Monitor hasil
cairan aktif diharapkan masalah laboratorium yang sesuai
kekurangan volume dengan retensi cairan
cairan dapat teratasi (peningkatan BUN,
dengan kriteria hasil penurunan hematokrit,
: peningkatan osmolaritas
NOC: urin)
Fluid Balance Monitor tanda-tanda
Tekanan darah vital (tekanan darah dan
dalam batas nadi)
normal Monitor hemodinamik
MAP dalam batas status (MAP)
normal Kolaborasikan terapi
Denyut nadi cairan lewat infus
dalam batas
normal Fluid Monitoring
Tidak terjadi Monitor input dan output
penurunan cairan
kesadaran
Kadar hematocrit
dalam batas
normal
Kadar serum
elektrolit (BUN
dan osmolaritas

78
urin) dalam batas
normal)
Turgor kulit
elastis
Intake dan output
cairan 24 jam
seimbang

2 Penurunan Curah Setelah diberikan Cardiac Care


Jantung berhubungan asuhan keperawatan Evaluasi adanya nyeri
dengan perubahan selama. 1 x 2 jam dada (Intesitas, lokasi,
volume sekuncup diharapkan masalah rambatan, durasi, serta
penurunan curah faktor yang
jantung dapat menimbulkan dan
teratasi dengan meringankan gejala).
kriteria hasil : Monitor EKG untuk
NOC: perubahan ST, jika
Cardiac Pump diperlukan.
Effectiveness Lakukan penilaian
Tekanan darah komprehenif untuk
sistolik dalam sirkulasi perifer (Cek
batas normal nadi perifer,
Tekanan darah edema,CRT, serta

79
diastolik dalam warna dan temperatur
batas normal ekstremitas) secara
Heart rate dalam rutin.
batas normal Monitor tanda-tanda
Peningkatan vital secara teratur.
fraksi ejeksi Monitor status
Peningkatan nadi kardiovaskuler.
perifer Monitor disritmia
Tekanan vena jantung.
sentral (Central Dokumentasikan
venous pressure) disritmia jantung.
dalam batas Catat tanda dan gejala
normal dari penurunan curah
Gejala angina jantung.
berkurang Monitor status repirasi
Edema perifer sebagai gejala dari
berkurang gagal jantung.
Gejala nausea Monitor abdomen
berkurang sebagai indikasi
Tidak mengeluh penurunan perfusi.
dispnea saat Monitor nilai
istirahat laboratorium terkait
Tidak terjadi (elektrolit).
sianosis Monitor fungsi
peacemaker, jika
Circulation Status diperlukan.
MAP dalam Evaluasi perubahan
batas normal tekanan darah.
PaO2 dalam btas Sediakan terapi
normal (60-80 antiaritmia berdasarkan
mmHg) pada kebijaksanaan
PaCO2 dalam unit (Contoh medikasi

80
batas normal antiaritmia,
(35-45 mmHg) cardioverion,
Saturasi O2 defibrilator), jika
dalam batas diperlukan.
normal (> 95%) Monitor penerimaan
Capillary Refill atau respon pasien
Time (CRT) terhadap medikasi
dalam batas antiaritmia.
normal (< 3 Monitor dispnea,
detik) keletihan, takipnea,
ortopnea.

Cardiac Care : Acute


Monitor kecepatan
pompa dan ritme
jantung.
Auskultasi bunyi
jantung.
Auskultasi paru-paru
untuk crackles atau
suara nafas tambahan
lainnya.
Monitor efektifitas
terapi oksigen, jika
diperlukan.
Monitor faktor-faktor
yang mempengaruhi
aliran oksigen (PaO2,
nilai Hb, dan curah
jantung), jika
diperlukan.
Monitor status

81
neurologis.
Monitor fungsi ginjal
(Nilai BUN dan
kreatinin), jika
diperlukan.
Administrasikan
medikasi untuk
mengurangi atau
mencegah nyeri dan
iskemia, sesuai
kebutuhan

3 Hipertermiaberhubung Setelah dilakukan NIC :


an dengan invasi virus tindakan
Fever Treatment
dengue keperawatan 1 x
Pantau suhu dan tanda-
2jam diharapkan
tanda vital lainnya
mampu
Monitor warna kulit dan
mempertahankan
suhu
suhu tubuh dalam
Monitor asupan dan
rentang normal
keluaran, sadari
dengan kriteria :
perubahan kehilangan
NOC : cairan yang tak
dirasakan
Thermoregulation
Beri obat atau cairan IV
Suhu tubuh dalam (misalnya, antipiretik,
rentang normal agen antibakteri, dan
(36,5 C 37,5 C)
0 0
agen anti menggigil )
Denyut nadi Tutup pasien dengan
dalam rentang selimut atau pakaian
normal ringan, tergantung pada
Respirasi dalam fase demam (yaitu :
batas normal (16

82
20x/menit) memberikan selimut
Tidak menggigil hangat untuk fase dingin
Tidak dehidrasi ; menyediakan pakaian
Tidak mengeluh atau linen tempat tidur
sakit kepala ringan untuk demam dan
Warna kulit fase bergejolak /flush)
normal Dorong konsumsi cairan
Vital Sign Fasilitasi istirahat,
terapkan pembatasan
Suhu tubuh
aktivitas-aktivitas jika
dalam
diperlukan
rentang
Berikan oksigen yang
normal
sesuai
(36,50C
Tingkatkan sirkulasi
37,50C)
udara
Denyut
Pantau komplikasi-
jantung
komplikasi yang
normal (60-
berhubungan dengan
100 x/menit)
demam serta tanda dan
Irama
gejala kondisi penyebab
jantung
demam (misalnya,
normal
kejang, penurunan
Tingkat
tingkat
pernapasan
kesadaran,ketidakseimba
dalam
ngan asam basa, dan
rentang
perubahan abnormalitas
normal (16-
sel)
20 x/menit)
Pastikan tanda lain dari
Irama napas
infeksi yang terpantau
vesikuler
pada orang karena hanya
Tekanan
menunjukkan demam
darah
ringan atau tidak demam
sistolik

83
dalam sama sekali selama
rentang proses infeksi
normal (90- Pastikan langkah
120 mmHg) keamanan pada pasien
Tekanan yang gelisah
darah Lembabkan bibir dan
diastolik mukosa hidung yang
dalam kering
rentang Vital Sign Monitoring
normal (70- Monitor tekanan darah,
90 mmHg) nadi, suhu, dan status
Kedalaman pernapasan dengan tepat
inspirasi Monitor warna kulit,
dalam suhu, dan kelembaban
rentang Monitor sianosis sentral
normal dan perifer
Infection Severity Monitor akan adanya
Tidak ada kuku berbentuk clubbing
kemerahan Monitor terkait dengan
Cairan adanya tiga tanda
(luka) tidak Cushing Reflex
berbau (misalnya : tekanan nadi
busuk lebar, bradikardia, dan
Tidak ada peningkatan tekanan
sputum darah sistolik)
purulen Identifikasi
Tidak ada kemungkinan perubahan
rrainase tanda-tanda vital
purulent Fluid Management
Tidak ada Jaga intake yang adekuat
piuria/ nanah dan catat output pasien
dalam urine Monitor status hidrasi

84
Suhu tubuh (misalnya : membran
stabil mukosa lembab, denyut
(36,50C nadi adekuat, dan
37,50C) tekanan darah ortostatik)
Tidak ada Monitor hasil
nyeri laboratorium yang
Tidak relevan dengan retensi
mengalami cairan (misalnya :
lethargy peningkatan berat jenis,
Nafsu peningkatan BUN,
makan penurunan hematokrit,
normal dan peningkatan kada
Jumlah sel osmolalitas urin)
darah putih Monitor status gizi
normal Distribusikan asupan
dalam cairan selama 24 jam
rentang Konsultasikan dengan
normal (4,10 dokter jika tanda-tanda
11,00 dan gejala kelebihan
10^3/l) volume cairan
Hidration memburuk

Turgor kulit
elastis
Membran
mukosa
lembab
Intake cairan
adekuat
Output urin
Tidak
merasa haus
Warna urin

85
tidak keruh
Tekanan
darah dalam
rentang
normal
Denyut nadi
dalam
rentang
normal dan
adekuat
Tidak ada
peningkatan
hematokrit
Tidak ada
penurunan
berat badan
Otot rileks
Tidak
mengalami
diare
Suhu tubuh
dalam
rentang
normal

86
E. PELAKSANAAN
Hari/Tgl/Jam Dx Implementasi Respon Paraf
Selasa, 4 1,2,3 Menerima pasien DS : Keluarga pasien
Oktober mengatakan kondisi
2017 pasien panas tidak
Pukul 12.00 turun-turun, lemas dan
WITA sebelumnya sempat
mengalami muntah
darah
DO : Pasien tampak
lemas dan pucat,
terpasang infus di
tangan, pasien rujukan
dari puskesmas
Pukul 12.05 1,2,3 Mengobservasi DS : Keluarga
WITA keluhan pasien mengatakan pasien
lemas
DO : Pasien tampak
lemah, kesadaran
menurun
Pukul 12.10 1,2,3 Melakukan DO :
WITA pemeriksaan tanda- TD: 80/50mmHg S :
tanda vital pasien 38,8 C
N: 120x/menit RR: 30
x/menit
Pukul 12.25 1,2,3 Memberikan klien DO :
WITA therapy oksigen sesuai Terpasang O2 dengan
dengan kebutuhan nasal canul 5 liter

Pukul 12.30 1,2,3 Memerikan klien DO :


WITA posisi yang nyaman Pasien tampak lebih
(head up 30) untuk nyaman dalam posisi

87
memaksimalkan head up
ventilasi
Pukul 12.35 1,2,3 Memonitor status DS : Keluarga
WITA cairan pasien mengatakan
sebelumnya pasien
sudah sempat dibawa
ke puskesmas
DO : Terpasang cairan
infus RL
Pukul 12.40 1,2,3 Kolaboratif dalam DO :
WITA meelakukan pemberian Lanjut pemberian
therapy cairan lewat cairan infus RL 30 tpm
infus karena tekanan darah
masih dibawah
100/70mmHg
Pukul 12.45 1,2,3 Monitor tingkat DS : Keluarga pasien
WITA kesadaran pasien dan mengatakan pasien
GCS lemas
DO : Pasien mengalami
penurunan kesadaran
tingkat kesadaran
somnolen dengan GCS:
E3 V3 M4
Pukul 12.50 1,2,3 Memonitor perdarahan DS : Pasien
WITA yang terjadi mengatakan pasien
(internal/eksternal) sebelum MRS
mengalami muntah
darah
DO : Pasien tampak
pucat, CRT > 3 detik

88
Pukul 12.55 3 Melakukan DS : Pasien kooperatif
WITA pemeriksaan EKG DO : Pemeriksaan EKG
sudah dilakukan
Pukul 13.10 1,2,3 Melakukan DO : Tidak terdapat
WITA pemeriksaan head to trauma dari kepala
toe untuk mengetahui sampai extremitas
ada/tidak trauma yang bawah
terjadi
Pukul 13.20 1,2,3 Mengecek riwayat DS : Keluarga
WITA alergi pasien. mengatakan pasien
tidak memiliki
riwayatalergi terhadap
obat-obatan
DO : Dilakukan skin
test, alergi (-)
Pukul 13.35 1,2,3 Delegatif dalam DO : Obat masuk (+),
WITA pemberian obat reaksi alergi (-)

Pukul 13.45 1,2,3 Melakukan DO :


WITA pemeriksaan tanda- TD: 90/60mmHg S :
tanda vital 38 C
N: 110 x/menit RR :
28 x/menit
Pukul 13.50 1,2,3 Mengobservasi DS : Keluarga pasien
WITA kembali keadaan mengatakan pasien
umum pasien masih lemah
DO : Pasien tampak
lemah

89
Pukul 13.55 1,2,3 Mengobservasi status DS : Keluarga
WITA cairan pasien mengatakan pasien
masih lemas
DO :
Lanjut pemberian
cairan IV RL 30 tpm.
Produksi urin 20 cc
(dalam 2 jam)
Pukul 13.58 1,2,3 KIE keluarga tentang DS : Keluarga pasien
WITA faktor-faktor yang dapat mengerti
akan mengganggu DO : Pasien tidak
sirkulasi darah (misal menggunakan pakaian
penggunaan pakaian ketat
ketat)
Pukul 14.00 1,2,3 Mengobservasi DS : Keluarga pasien
WITA kembali keadaan mengatakan kesadaran
umum pasien dan GCS pasien masih menurun
DO : Kesdaran pasien
masih mengalami
penurunan/Somnolen
GCS : E3 V3 M4

90
F. EVALUASI
No Tgl/Jam Catatan Perkembangan Paraf
Dx.
1 Selasa, 4 S : Keluarga pasien mengatakan pasien masih belum bisa makan
Oktober 2017 dan minum karena kesadarannya menurun dan sebelum MRS
Pukul 14.00 pasien mengalami 3 kali muntah darah
Wita O:
- Pasien masih tampak pucat
- Tingkat kesadaran pasien Somnolen
- Mukosa bibir kering
- TD : 90/60mmHg
- N : 110 x/menit
- S : 38 C
A : Kekurangan Volume Cairan teratasi sebagian
P : Lanjutkan Intervensi
(Lanjutkan pemberian cairan IV, monitor input dan output
cairan, monitor jumlah cairan jika terjadi muntah dan berak)

2 Selasa, 4 S : Keluarga pasien mengatakan pasien masih lemas


Oktober 2017 O:
Pukul 14.05 - Pasien tampak masih lemas
Wita - Pasien tampak masih pucat
- TD : 90/60mmHg
- N : 110 x/menit
- S : 38 C
A : Penurunan Curah Jantung teratasi sebagian
P : Lanjutkan Intervensi
(Lakukan pengkajian secara komprehensif untuk sirkulasi
seperti Tekanan darah, Nadi, Suhu dan warna Kulit)

91
3 Selasa, 4 S : Keluarga pasien mengatakan pasien masih panas
Oktober 2017 O:
Pukul 14.10 - Suhu pasien 38 C
Wita - TD : 90/60 mmHg
- Nadi : 110 x/menit
- Pasien masih tampak lemas dan pucat
- Akral dingin
- CRT >3 detik
A : Hipertermi teratasi sebagian
P : Lanjutkan Intervensi
(Lanjutkan pemberian cairan IV, Lakukan pemeriksaan
komprehensif terhadap suhu tubuh dan kolaborasi pemberian
therapy antipiretik)

92
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Syok adalah ketidakmampuan memberikan perfusi darah teroksigenasi
dan substrat ke dalam jaringan untuk mempertahankan fungsi organ, yang
disebabkan inadekuat transpor substrat glukosa, transpor oksigen atau
kegagalan mitokondria pada tahap sel. Hantaran oksigen berhubungan
langsung dengan kandungan oksigen arteri (saturasi oksigen dan konsentrasi
hemoglobin) dan curah jantung (isi sekuncup dan denyut jantung). Perubahan
kebutuhan metabolisme dipenuhi dengan penyesuaian curah jantung. Isi
sekuncup berhubungan dengan panjang serabut miokardium akhir diastole
(preload), kontraktilitas miokardium (inotropi), dan tahanan semburan darah
dari ventrikel (afterload). Dalam klasifikasi syok pada anak dibagi menjadi
syok hipovolemia, syok sepsis, syok anafilaksis, syok kardiogenis, syok
neurogenik, dan syok obstruktif. Seluruh bentuk syok menunjukkan adanya
gangguan perfusi dan oksigenasi. Etiologi syok dapat mengubah manifestasi
awal dari tanda dan gejala tersebut.

B. Saran
Dengan makalah ini diharapkan sebagai seorang perawat bisa menerapkan
nursing process yaitu sebagai berikut.
1. Meningkatkan kembali pengetahuan terkait konsep dasar pada pasien dengan
syok pada anak
2. Meningkatkan pengetahuan perawat dalam pemberian layanan asuhan
keperawatan dengan syok pada anak
3. Memperluas kembali pengetahuan demi perkembanga keperawatan terutama
pada klien dengan gangguan syok

93

Anda mungkin juga menyukai