Anda di halaman 1dari 14

HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA DALAM PEMILU

TUGAS UTS

Oleh:

I Gede Omy Wira Dharma (25)

1502622010321

AKUNTANSI C

FAKULTAS EKONOMI PROGRAM STUDI AKUNTANSI

UNIVERSITAS MAHASARASWATI DENPASAR

2016
BAB 1 PENDAHULUAN

1.Latar Belakang Masalah

Demokrasi berdiri berdasarkan prinsip persamaan, yaitu bahwa setiap warga

negara memiliki kesamaan hak dan kedudukan didalam Pemerintahan, karena itu

setiap warga negara sejatinya memiliki kekuasaan yang sama untuk memerintah.

Kekuasaan rakyat inilah yang menjadi sumber legitimasi dan legalitas kekuasaan

negara. Dikebanyakan negara demokrasi, Pemilu dianggap lambang, sekaligus

tolak ukur dari demokrasi. Hasil Pemilu yang diselenggarakan dalam suasana

keterbukaan dengan kebebasan berpendapat dan kebebasan berserikat, dianggap

mencerminkan dengan agak akurat partisipasi serta aspirasi masyarakat. Dengan

adanya Pemilu diharapkan dapat menghasilkan wakil-wakil rakyat yang mampu

mengerti mengenai aspirasi dari rakyat terutama dalam proses perumusan

kebijakan publik dengan adanya sistem pergiliran kekuasaan. Pemilu juga

memberikan peluang bagi terpentalnya sejumlah partai politik dari parlemen pada

setiap Pemilu berikutnya. Sehingga kekuasaan dalam membentuk Undang-

Undang tidak serta merta menjadikan partai politik yang berada di parlemen lupa

sehingga setiap partai politik tidak dapat mempertahankan kekuasaannya.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa peranan hak dan kewajiban warga negara pada Pemilu dalam

kaitannya dengan Undang-Undang Dasar.

2. Masalah apa saja yang terjadi dalam penerapan hak dan kewajiban warga

negara pada Pemilu.


BAB 2 PEMBAHASAN

2.1 Peranan Hak Dan Kewajiban Warga Negara Pada Pemilu Dalam

Kaitannya Dengan Undang-Undang Dasar

Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan kedaulatan rakyat, sesuai

dengan Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Dasar 1945 yang menjelaskan:

Kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang

Dasar. Kedaulatan yang dipunyai oleh rakyat itu antara lain tercemin dengan

dilaksanakannya pemilihan umum dalam waktu-waktu tertentu. Pemilihan umum

adalah salah satu hak asasi warga negara yang sangat prinsipil. Karenanya dalam

rangka pelaksanaan hak-hak asasi adalah suatu keharusan bagi pemerintah untuk

melaksanakan pemilihan umum.

Didalam konstitusi kita Undang-Undang Dasar 1945 mengatur tentang adanya

pemilu yaitu di bab VIIB Pasal 22E yaitu tentang Pemilihan Umum yang

berbunyi:

(1) Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur,

dan adil setiap lima tahun sekali. ***)

(2) Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan

Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden dan Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah. ***)

(3) Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat

dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah partai politik. ***)
(4) Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Daerah

adalah perseorangan. ***)

(5) Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang

bersifat nasional, tetap, dan mandiri. ***)

(6) Ketentuan lebih lanjut tentang pemilihan umum diatur dengan undang-

undang.***)

Sesuai dengan asas bahwa rakyatlah yang berdaulat, maka semuanya itu harus

dikembalikan kepada rakyat untuk menentukannya. Adalah suatu pelanggaran

terhadap hak-hak asasi apabila pemerintah tidak mengadakan pemilihan umum

atau memperlambat pemilihan umum tanpa persetujuan dari wakil-wakil rakyat.

Wakil-wakil rakyat tersebut bertindak atas nama rakyat, dan wakil-wakil rakyat

tersebutlah yang menentukan corak dan cara pemerintahan, serta tujuan apa yang

hendak dicapai baik dalam waktu yang relatif pendek, maupun dalam jangka

waktu yang panjang.

Dalam perkembangannya, demokrasi sebagai pemerintahan oleh rakyat secara

sepenuhnya hanya mungkin terjadi pada negara yang wilayahnya dan jumlah

warganya sangat kecil, seperti di negara kota (polis) pada masa Yunani Kuno.Hal

ini melahirkan sistem demokrasi perwakilan yang bertujuan agar kepentingan dan

kehendak warga negara tetap dapat menjadi bahwa pembuatan keputusan melalui

orang-orang yang mewakili mereka. Didalam gagasan demokrasi perwakilan

kekuasaan tertinggi (kedaulatan) tetap ditangan rakyat, tetapi dijalankan oleh

wakil-wakil rakyat yang dipilih oleh rakyat sendiri.


Agar wakil-wakil rakyat tersebut benar-benar dapat bertindak atas nama rakyat

maka wakil-wakil rakyat itu harus ditentukan sendiri oleh rakyat.Asas langsung,

umum, bebas dan rahasia terkait dengan cara pemilih menyampaikan suaranya,

yaitu harus secara langsung tanpa diwakilkan berlaku umum bagi semua warga

negara, dilakukan secara bebas tanpa adanya paksaan, dan secara rahasia. Asas

jujur mengandung arti bahwa Pemilu harus dilaksanakan sesuai dengan aturan

untuk memastikan bahwa setiap warga negara yang berhak dapat memilih sesuai

dengan kehendaknya, dan setiap suara pemilih memiliki nilai yang sama untuk

menentukan wakil rakyat yang akan terpilih. Sesuai dengan asas jujur, tidak boleh

ada suara pemilih yang dimanipulasi. Sedangkan asas adil, adalah perlakuan yang

sama terhadap peserta Pemilu dan pemilih, tanpa ada pengistimewaan ataupun

diskriminasi terhadap peserta Pemilu atau pemilih tertentu.

Asas jujur dan adil mengikat tidak hanya kepada pemilih ataupun peserta pemilu,

tetapi juga penyelenggara Pemilu. Asas jujur dan adil tidak hanya terwujud dalam

mekanisme prosedural pelaksanaan Pemilu, tetapi juga harus terwujud dalam

segala tindakan penyelenggaraan, peserta, pemilih, bahkan pejabat pemerintah.

Dengan demikian, asas jujur dan adil menjadi spirit keseluruhan pelaksanaan

Pemilu.

Menurut Jimly Asshiddiqie, asas luber menyangkut sifat objektif yang harus

ada dalam proses pelaksanaan atau mekanisme Pemilu, terutama pada saat

seseorang melaksanakan hak pilihnya, sedangkan asas Jurdil terutama terkait

dengan sikap subjektif penyelenggara dan pelaksana Pemilu yang harus bertindak

jujur dan adil. Untuk memastikan bahwa seluruh warga negara yang memiliki
hak pilih dapat menggunakan haknya tentu diperlukan prosedur tertentu, Prosedur

juga diperlukan untuk menghindari kemungkinan kecurangan Pemilu yang

bertentang dengan asas Luber dan Jurdil, semisal kemungkinan seorang pemilih

menggunakan hak pilihnya lebih dari satu kali. Selain itu, prosedur juga

diperlukan sebagai satu kesatuan perencanaan penyelenggaraan Pemilu terkait

dengan logistik Pemilu penentuan pembagian TPS, serta distribusi logistik.

Namun demikian pembentukan prosedur tidak boleh menghalangi hal yang

substansial, yaitu memenuhi hak pemilih untuk memilih.

2.2 Masalah Yang Terjadi Dalam Penerapan Hak Dan Kewajiban Warga

Negara Pada Pemilu

Setiap orang memiliki hak yang sama untuk ikut berpartisipasi dalam

pemerintahan, dimana hak tersebut merupakan bagian dari hak asasi manusia

sebagaimana diatur dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan

secara lebih rinci dijabarkan dalam Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999

tentang Hak Asasi Manusia. Hak asasi manusia merupakan hak-hak dasar yang

melekat dalam diri setiap orang sebagai anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa

yang harus dihormati, dilindungi dan dijunjung tinggi baik oleh sesama manusia,

pemerintah maupun oleh negara. Bahkan, keberadaan hak asasi manusia ini

bersifat melekat dan tidak dapat dicabut maupun dikurangi dari diri setiap orang

oleh siapa pun dan kapanpun.

Setiap warga negara mendapat jaminan untuk diperlakukan sama oleh negara. Hal

ini sebagaimana disebutkan dalam Pasal 27 ayat (1) UUD Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 yang berbunyi, Segala warga negara bersamaan

kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum

dan pemerintahan dengan tidak ada kecualinya. Lebih lanjut Pasal 28I ayat (2)

berbunyi, Setiap orang bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas

dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang

bersifat diskriminatif itu. Ketentuan tersebut menegaskan bahwa setiap orang

memiliki kedudukan yang sama dan harus diperlakukan secara sama oleh negara.

Selanjutnya Pasal 3 ayat (3) Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak

Asasi Manusia juga memuat ketentuan tentang hak setiap orang untuk

mendapatkan perlindungan hak asasi dan kebebasan dasarnya tanpa adanya

diskriminasi.

Indonesia sebagai negara peratifikasi Kovenan Internasional tentang Hak-hak

Sipil dan Politik (International Covenant on Civil and Political Rights) melalui

Undang-undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang International Covenant on Civil

and Political Rights (Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik),

telah terikat secara hukum dan negara mempunyai suatu tanggung jawab

(kewajiban) dalam hal perlindungan (to protect), pemajuan (to promote),

penegakan dan pemenuhan (to fullfil), serta penghormatan (to respect) terhadap

hak-hak asasi manusia.

Pasal 25 Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik mengatur

tentang hak setiap warga negara untuk ikut serta dalam penyelenggaraan urusan

publik, untuk memilih dan dipilih, serta hak akses berdasarkan persyaratan umum

yang sama pada jabatan publik di negaranya.


Pasal tersebut memuat ketentuan tentang hak untuk memilih dan dipilih,

termasuk hak memilih dalam pelaksanaan pemilihan umum. Hak pilih dimiliki

oleh setiap warga negara yang telah memenuhi persyaratan. Dalam sistem

demokrasi, ikut serta dalam pemilihan umum merupakan hak politik bagi setiap

warga negara. Hak ini menyangkut hak untuk menyelidiki/menjajaki alternatif

yang ada dan hak untuk berpartisipasi dalam memutuskan siapa yang akan dipilih

(Robert A. Dahl,2001: 68).

Tidak semua manusia diciptakan secara sempurna, ada sebagian dari saudara kita

yang harus hidup dengan berbagai kekurangan, salah satunya adalah penyandang

disabilitas , yaitu setiap orang yang mempunyai kelainan fisik dan/atau mental,

yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan untuk

melakukan aktivitas selayaknya. Kondisi ini tidak boleh menjadi penyebab

hilangnya harkat dan martabat penyandang disabilitas, atau menjadi alasan untuk

tidak mensejajarkan mereka dengan warga lain dalam segala bidang kehidupan,

baik politik, ekonomi, sosial dan budaya (Zainul Daulay, 2013:1).

Menjadi seorang penyandang disabilitas bukanlah sebuah pilihan hidup, tetapi hal

tersebut merupakan pemberian Tuhan Yang Maha Esa.Oleh karena itu, terhadap

penyandang disabilitas tetaplah memiliki kedudukan, hak, kewajiban dan peran

yang sama tanpa adanyadiskriminasi.

Pemberdayaan dan peningkatan peran para penyandang disabilitas dalam

pembangunan nasional perlu mendapat perhatian dan pendayagunaan yang

khusus. Kelainan fisik dan/atau mental mengakibatkan gangguan pada fungsi


tubuhnya, sehingga mereka kesulitan dalam melakukan aktivitas, termasuk

kesulitan berpartisipasi dalam pembangunan nasional.

Penyandang disabilitas juga banyak mengalami hambatan dalam mobilitas fisik,

termasuk untuk mengakses informasi yang mempunyai konsekuensi lanjut pada

terhambatnya penyandang disabilitas untuk terlibat dan berpartisispasi dalam

kehidupan sosial, politik dan ekonomi.

Dalam kenyataannya, penyandang disabilitas tetap merupakan kelompok yang

paling rentan dan termarjinalkan dalam masyarakat. Mereka belum mendapatkan

hak untuk memperoleh kesempatan dan perlakuan agar bisa bertindak dan

beraktivitas sesuai dengan kondisi mereka (Zainul Daulay, 2013: 1). Salah satu

kesulitan yang dihadapinya dalam bidang politik adalah ketika pelaksanaan

pemilihan umum dalam menggunakan hak pilihnya.

Masih terjadi pengabaian hak politik penyandang disabilitas dalam Pemilu, antara

lain (Muladi, 2009: 261):

a. Hak untuk didaftar guna memberikan suara;

b. Hak atas akses ke TPS;

c. Hak atas pemberian suara yang rahasia;

d. Hak untuk dipilih menjadi anggota Legislatif;

e. Hak atas informasi termasuk informasi tentang pemilu;

f. Hak untuk ikut menjadi pelaksana dalam pemilu.


Pada dasarnya dalam berdemokrasi di Indonesia masih terdapat tiga

masalah pokok dalam meninjau peran serta penyandang disabilitas pada

pemilihan umum (pemilu) yaitu (Utami Dewi: 15):

Keterbatasan fasilitas dalam pemungutan suara bagi penyandang

disabilitas.

Dalam hal ini beberapa masalah dalam memfasilitasi pemungutan suara bagi

penyandang disabilitas yaitu tempat pemungutan suara yang terlalu tinggi hingga

tidak cukup memudahkan para tunadaksa yang menggunakan kursi roda dan tidak

adanya kertas suara dalam huruf Braille bagi penyandang disabilitas netra.

.Mobilisasi dan manipulasi yang dialami penyandang disabilitas agar

mencoblos partai tertentu.

Hal ini berdasar anggapan bahwa penyandang disabilitas tidak cukup punya

kecerdasan dalam berpolitik dan mempunyai standar intelektual yang cukup

rendah. Padahal selain penyandang disabilitas grahita, penyandang disabilitas

tidaklah rusak sistem kerja otak melainkan hanya sensorik dan cacat anggota

tubuh.

Tidak adanya garansi perubahan nasib penyanang disabilitas dalam

pemilu.

Hal tersebut mendorong penyandang disabilitas untuk membuat kontrak politik

terhadap beberapa caleg karena membutuhkan pengetahuan tentang aksesibilitas

penyandang disabilitas dan jaminan bahwa akan terperhatikannya hak hak

penyandang disabilitas.
Hak dan kewajiban kaum disabilitas juga diatur dalam Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD

dan DPRD.

Pada pasal 142 disebutkan bahwa:

Selain perlengkapan pemungutan suara sebagaimana dimaksud pada ayat

(1),untuk menjaga keamanan, kerahasiaan, dan kelancaran pelaksanaan

pemungutan suara dan penghitungan suara, diperlukan dukungan perlengkapan

lainnya.yang dimaksud dengan dukungan perlengkapan pemungutan

suaralainnya meliputi sampul kertas tanda pengenal KPPS/KPPSLN, tanda

pengenal TPS/TPSLN, tanda pengenal saksi, karet pengikat surat suara, lem,

kantong plastik, ballpoint, gembok, spidol, formulir untuk berita acara dan

sertifikat, sticker nomor kotak suara, tali pengikat alat pemberi tanda pilihan dan

alat bantu tuna netra.

Pada Pasal 156 disebutkan bahwa:

1. Pemilih tuna netra, tuna daksa dan yang mempunyai halangan fisik lain saat

memberikan suaranya di TPS dapat dibantu oleh orang lain atas permintaan

pemilih.

2. Orang lain yang membantu pemilih dalam memberikan suaranya sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) wajib merahasiakan pilihan pemilih.

3. Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian bantuan kepada pemilih ditetapkan

dengan peraturan KPU.


Pada Pasal 164 disebutkan bahwa:

1. Pemilih tuna netra, tuna daksa dan yang mempunyai halangan fisik lain saat

memberikan suaranya di TPSLN dapat dibantu oleh orang lain atas permintaan

pemilih.

2. Orang lain yang membantu pemilih dalam memberikan suaranya sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) wajib merahasiakan pilihan pemilih.

3. Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian bantuan kepada pemilih ditetapkan

dengan peraturan KPU.

Pada Pasal 295 disebutkan bahwa:

Setiap orang yang bertugas membantu pemilih yang dengan sengaja

memberitahukan pililhan pemilih kepada orang lain sebagiamana dimaksud dalam

pasal 165 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan

dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan denda paling sedikit Rp.3.000.000.- dan

paling banyak Rp.12.000.000.-


BAB 3 PENUTUP

3.1 Kesimpulan

1.Peranan hak dan kewajiban warga negara sangat dominan dalam terlihat dalam

Pemilu,di mana Indonesia sendiri merupakan negara demokrasi yang memiliki

kedaulatan tertinggi di tangan rakyat,yang sudah sangat jelas mencantumkan hak

dan kewajiban warga negara dalam bermokrasi dalam perundang-undangan.

2.Penyelenggaraan hak dan kewajiban warga negara dalam Pemilu tak pernah

lepas dari yang namanya pro dan kontra serta diskriminasi sosial terlepas dari

kesetaraan hak dan kewajiban setiap warga negara dalam hukum seperti yang

tercantum dalam perundang-undangan

3.2 Saran

1.Sebaiknya warga negara lebih mempelajari tentang batasan hak dan

kewajibanya dalam pemilu demi meningkatnya kesadaran masyarakat akan hak

dan kewajiban yang dimilikinya sebagai warga negara.

2.Sebaiknya pengawasan dan evaluasi dalam penyelenggaraan hak dan kewajiban

warga negara pada pemilu lebih ditingkatkan demi menghindari diskriminasi

sosial terhadap golongan tertentu serta mengurangi timbulnya masalah baru dan

penyimpangan penerapan hak dan kewajiban warga negara .


Daftar Pustaka

eprints.uny.ac.id/23563/3/3.%20BAB%20I.pdf

online-journal.unja.ac.id/index.php/jimih/article/download/.../1516

kpu.go.id/dmdocuments/modul_1a.pdf

repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/42001/5/Chapter%20I.pdf

UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN

1945/Pustaka Agung Harapan/Surabaya

Anda mungkin juga menyukai