Anda di halaman 1dari 26

1

ANALISIS USAHATANI KEDELAI (Glycine max L.) YANG BERKELANJUTAN


DI KECAMATAN SUKOREJO KABUPATEN PONOROGO

Sri Sulastri ' Yayuk Yuliati , Soemarno

Program Magister Pengelolaan Sumberdaya Lingkungan Dan Pembangunan


Pasca Sarjana Universitas Brawijaya Malang, Fakultas Pertanian, Universitas
Brawijaya Malang

Abstrak

SRI SULASTRI, Program Pascasarjana Universitas Brawijaya, Juli 2011.


Analisis Usahatani Kedelai (Glycine max L.) Yang Berkelanjutan di Kecamatan
Sukorejo Kabupaten Ponorogo. Komisi Pembimbing, Ketua: Yayuk Yuliati, Anggota:
Soemarno.

Kedelai merupakan salah satu komoditas utama kacang-kacangan yang menjadi


andalan nasional karena merupakan sumber protein nabati penting untuk
diversifikasi pangan dalam mendukung ketahanan pangan nasional. Produksi
kedelai saat ini belum mampu memenuhi kebutuhan nasional. Untuk itu
keberlanjutan komoditas kedelai sangatlah diharapkan, salah satu upayanya adalah
dengan teknik usahatani kedelai yang berkelanjutan. Tujuan penelitian adalah untuk
mengetahui: Apakah usahatani kedelai sudah efisien? Faktor-faktor produksi apakah
yang paling berpengaruh terhadap produksi kedelai? Apakah alokatif penggunaan
factor produksi pada usahatani kedelai sudah Optimum/efisien?. Penelitian
dilakukan di kecamatan Sukorejo kabupaten Ponorogo dengan pendekatan
kuantitatif, dan metode yang digunakan adalah metode survai.
Analisis data yang digunakan adalah dengan : RC ratio; Analisis fungsi Cobb-
Douglass; dan analisis rasio antara Nilai Produk Marginal (NPM) dengan harga
faktor produksi (NPM = Px).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa usahatani kedelai di lahan sawah dan
tegal sama-sama efisien, untuk usahatani kedelai lahan sawah tingkat efisiensi 2,52
dan pada usahatani lahan tegal tingkat efisiensi sebesar 1,82. Faktor-faktor produksi
atau input produksi secara bersama-sama berpengaruh terhadap produski kedelai,
namun secara individu input yang berpengaruh nyata terhadap peningkatan
produksi kedelai di lahan sawah adalah luas lahan, bibit, tenaga kerja pria dan
tenaga kerja wanita, sedangkan di lahan tegal adalah pupuk organic. Penggunaan
alokasi input produksi baik di lahan sawah maupun lahan tegal sama-sama belum
berada pada tingkat optimum, sehingga upaya untuk optimasi pendapatan usahatani
kedelai masih dapat dilakukan dengan penggunaan factor-faktor produksi (input)
yang efisien dan disesuaikan dengan kondisi lahan. Usahatani kedelai di kecamatan
Sukorejo berkelanjutan, hal ini dibuktikan dengan secara ekonomi menguntungkan,
secara ekologi/teknis penggunaan input produksi (alam, manusia) belum optimal,
dan secara social budaya tidak merubah tatanan/kondisi petani yang telah ada.

Kata kunci: efisiensi, berkelanjutan


2

SUMMARY

Sri Sulastri, Postgraduate Program Brawijaya University, July 2011. Analysis of


Farming Soybean (Glycine max L.) in Sub Sukorejo Sustainable Ponorogo.
Supervisor Commission: Yayuk Yuliati, Co-supervisor: Soemarno.

Soybean is one of the major commodity beans are a mainstay of national


because it is a source of vegetable protein is important for the diversification of food
in support of national food security. Soybean production has not been able to meet
the needs of national. For the sustainability of commodity soybeans is expected, one
of its efforts is the continuous soybean farming techniques. The purpose of this
research is to know: Does soybean farming has been efficient? Production factors
are most influential to the production of soybean? Is allocative use production factors
on soybean farming is Optimum / efficiently?. The study was conducted in the district
Sukorejo Ponorogo district with quantitative approach, and the method used is
survey method.
Analysis of the data used is the following: RC ratio; Analysis function Cobb-
Douglass; and analysis of the ratio between the value of marginal product (NPM) with
prices of production factors (NPM = Px).
The results showed that soybean farming in paddy fields and dry land are
equally efficient, for soybean farming paddy field and 2.52 levels of efficiency in dry
land farming efficiency level of 1.82. The factors of production or production inputs
jointly affect produski soy, but as individuals who had significant input to the increase
in soybean production in wetland is land area, seed, labor, male and female workers,
while on dry land as fertilizer organic. The use of the allocation of production inputs in
both wetland and dry land are equally not be at optimum level, so that efforts to
optimize revenue soybean farming can still be done with the use of production factors
(inputs) in an efficient and adapted to the conditions of land. Soybean farming in the
district Sukorejo sustainable, this proved to be economically profitable, ecologically /
technical use of production inputs (natural, man) is not optimal, and the social culture
does not change the structure / condition of farmers who have been.

Key words: efficiency, sustainable


3

PENDAHULUAN

Kondisi pembangunan secara gobal khususnya di bidang ekonomi telah


mendorong kondisi perekonomian menjadi semakin komplek dan kompetitif sehingga
menuntut tingkat efisiensi usaha yang tinggi. Begitu juga di bidang pertanian yang
mengharuskan terjadinya perubahan dari orientasi produksi kearah orientasi
peningkatan pendapatan petani, untuk itu diperlukan suatu pendekatan yang tepat
yaitu dengan system usahatani yang baik dan berkelanjutan.
Usahatani merupakan suatu organisasi produksi, petani sebagai pelaksana untuk
mengorganisasi tanah (alam), tenaga kerja dan modal yang ditujukan kepada
produksi di lapangan pertanian baik yang didasarkan atas pencaharian laba atau
tidak. Usahatani dikatakan berhasil apabila usahatani tersebut dapat menghasilkan
pendapatan untuk membayar semua biaya dan alat yang diperlukan, dengan kata
lain keberhasilan suatu usahatani berkaitan erat dengan pendapatan dan biaya yang
dikeluarkan. Kemampuan menghasilkan produk pertanian pangan ditentukan oleh
berbagai faktor, termasuk biofisik, sosial, ekonomi dan politik.
Dalam berusahatani terdapat banyak faktor yang mempengaruhi keputusan
petani dalam mengusahakan komoditi pada lahan yang dimilikinya. Faktor ekonomi
meliputi penguasaan modal, harapan keuntungan yang lebih besar dari usahatani
yang akan dipilih jika dibandingkan dengan bentuk usahatani lainnya, umur
tanaman, kestabilan hasil produksi, mudah tidaknya hasil tersebut dijual sewaktu-
waktu. Faktor teknis di antaranya adalah kualitas dan luas lahan yang dimiliki,
ketahanan komoditas terhadap hama dan penyakit, potensi produksi, tingkat
adaptasi dan kesesuaian dengan iklim. Faktor sosial meliputi tradisi dan
kebiasaan yang telah berlangsung lama, usahatani tetangga, ketersediaan tenaga
kerja, kepentingan petani dan keluarganya, tingkat pendidikan dan sebagainya.
Dalam pelaksanaan proses produksi pada suatu usahatani, petani
dihadapkan pada masalah intern dan ekstern, masalah intern diantaranya
keterbatasan faktor produksi, baik kualitas maupun kuantitas. Dengan demikian
petani harus pandai memilih dan mengkoordinasikan jenis-jenis tanaman yang
menguntungkan serta mengkombinasikan faktor produksi yang ada sehingga dapat
menghasilkan pendapatan yang maksimal. Sedangkan masalah ekstern adalah
kondisi alam atau musim serta serangan hama dan penyakit.
Salah satu komoditas pertanian yang menjadi perhatian pemerintah adalah
komoditas kedelai, dimana tingkat konsumsi masyarakat akan kedelai sangatlah
besar sementara disisi lain produksi dalam negri belum mampu untuk
memenuhinya sehingga pemerintah masih harus mengimport kedelai dari luar
negeri. Prospek pengembangan kedelai di dalam negeri untuk menekan impor
cukup baik, mengingat ketersediaan sumberdaya lahan yang cukup luas, iklim
yang cocok, teknologi yang telah dihasilkan, serta sumberdaya manusia yang
cukup terampil dalam usahatani. Di samping itu, pasar komoditas kedelai masih
terbuka lebar.
Kedelai (Glycine max L.) adalah salah satu komoditas utama kacang-kacangan
yang menjadi andalan nasional karena merupakan sumber protein nabati penting
untuk diversifikasi pangan dalam mendukung ketahanan pangan nasional. Setiap
tahun, kebutuhan kedelai mencapai 2 juta ton, sedangkan produksi kedelai dalam
negeri hanya 0,8 juta ton per tahun, sehingga untuk memenuhinya diperlukan
impor sebanyak 1,2 juta ton per tahun. Di masa mendatang proyeksi permintaan
kedelai akan terus meningkat seiring dengan meningkatnya konsumsi kedelai oleh
masyarakat Indonesia mengingat beberapa pertimbangan seperti : bertambahnya
4

populasi penduduk, peningkatan pendapatan per kapita, kesadaran masyarakat


akan gizi makanan. Konsumsi per kapita dari 8.12 kg pada tahun 2005 menjadi
9,46 kg pada tahun 2020. atau meningkat rata-rata 1.02% per tahun.
Jika dilihat dari peta produsen kedelai Indonesia, yang terbesar dihasilkan di
daerah Jawa Timur, karena Jawa Timur adalah salah satu sentra produksi
kedelai nasional dan selama tiga tahun produksi kedelai Jawa timur mengalami
kenaikan. Kenaikan produksi kedelai tersebut didukung oleh kenaikan luas panen
dan produktivitasnya . Luas panen dan produksi kedelai di Jawa Timur secara
rinci tersaji dalam tabel 1 dibawah.
5

Tabel 1. Perkembangan Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Kedelai


di Indonesia Menurut Wilayah, 2008-2010

Perkembangan 2008 2009 2010 2008-2009 2009-


2010
usaha (ARAM II)
Absolut % Absolut
%

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)


(8)

1. Luas Panen (ha)


- Jawa Timur 216.828 264.779 264.838 47.951 22,11 59
0,02
- Jawa 389.780 460.479 451.536 70.699 18,14 -8.943
-1,94
- Indonesia 590.956 722.791 678.441 131.835 22,31 -44.350
-6,14

2. Produktivitas (ku/ha)
- Jawa Timur 12,79 13,42 13,00 0,63 4,93 -0,42
-3,13
- Jawa 13,32 14,05 13,92 0,73 5,48 -0,13
-0,93
- Indonesia 13,13 13,48 13,67 0,35 2,67 0,19
1,41

3. Produksi (ton)
- Jawa Timur 277.281 355.260 344.391 77.979 28,12 -10.869
-3,06
- Jawa 518.997 646.839 628.576 127.842 24,63 -18.263
-2,82
- Indonesia 775.710 974.512 927.384 198.802 25,63 -47.128
-4,84

Keterangan: Bentuk produksi Kedelai adalah biji kering


Sumber : Anonymous, (2010)

Salah satu kabupeten penghasil kedelai di Jawa Timur adalah kabupeten


Ponorogo. di Ponorogo hanya ada dua varietas lokal yang berkembang pesat
yakni Gepak Kuning dan Gepak Ijo, yang menjadi icon hasil pertanian
Kabupaten Ponorogo dan telah mendapat pengakuan standar nasional dari
Departemen Pertanian sebagai produk unggulan lokal asli Ponorogo. Dan telah
mendapatkan sertifikat pendaftaran varietas lokal Nomor 64/PV/2008 tanggal 9
Desember 2008 (kedelai varietas Gepak Kuning) dan Nomor 63/PV/2008 tanggal 9
Desember 2008(kedelai varietas Gepak Ijo. Dibandingkan dengan varietas
unggul lainnya, Gepak Kuning dan Gepak Ijo mempunyai beberapa
keunggulan di antaranya: umur panen lebih genjah (70-75 hari), Gepak
Kuning mampu berproduksi 2,20 ton/ha dan Gepak Ijo 2,25 ton/ha, kadar
6

patinya tinggi dan rasanya gurih. Budidaya kedelai di Ponorogo bisa


dilakukan pada setiap musim tanam yaitu musim hujan (MH) MH dan MH1,
musim kemarau pertama (MK1) dan MK2 di sawah.

Potensi kedelai yang cukup besar di ponorogo belum diimbangi dengan


pengembangan ke arah perubahan dari orientasi produksi kearah orientasi
peningkatan pendapatan petani. Untuk mewujudkan perubahan tersebut
diperlukan suatu sistem usahatani yang tepat, diperlukan peningkatkan
pengetahuan dan keterampilan dalam mengenali potensi, menyusun rencana
usaha tani, mengatasi permasalahan, mengambil keputusan, dan menerapkan
teknologi yang sesuai dengan kondisi sumberdaya setempat secara sinergi dan
berwawasan lingkungan, sehingga usaha taninya menjadi efisien, berproduktivitas
tinggi dan berkelanjutan.

Adanya berbagai masalah atau hambatan mulai dari penyebaran lahan dengan
beragam komoditas, kepemilikan lahan yang sempit, harga yang berfluktuatif,
kebijakan yang kurang mendukung menyebabkan pengembangan usahatani
kedelai masih sulit terealisasi, hal ini akan berpengaruh pada rendahnya produksi
yang dihasilkan sehingga effisiensi produk masih rendah. Juga keterbatasan
pengetahuan petani kedelai akan kondisi lingkungan yang berkaitan dengan
penggunaan sumberdaya alam (hutan, lahan, air) dan sumberdaya manusia
(sarana produksi) dengan intensitas masih rendah. Berdasarkan uraian di atas
maka mendorong peneliti untuk mengkaji tentang efisiensi usahatani wortel yang
berkelanjutan dengan mengambil lokasi di salah satu daerah sentra produksi
kedelai di Jawa Timur yang mungkin dapat mewakili gambaran usahatani kedelai di
Jawa Timur, yang mana Jawa Timur merupakan penghasil atau sentra produksi
kedelai terbesar di Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah : Mengetahui besarnya
pendapatan dan effisiensi usahatani kedelai, mengetahui factor-faktor produksi
yang mempengaruhi produksi usahatani Kedelaidan Menganalisis effisiensi alokatif
penggunaan factor produksi pada usahatani kedelai
7

METODE PENELITIAN

a. Pendekatan Penelitian

Berdasarkan permasalahan dan tujuan penelitian maka, dalam penelitian


ini pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif, dan metode yang
digunakan adalah metode survai.

b . Metode Penentuan Lokasi penelitian


1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan dengan sengaja yaitu di Kecamatan Sukorejo
Kabupaten Ponorogo, dengan pertimbangan bahwa Kecamatan Sukorejo
merupakan kecamatan yang mempunyai luas panen, dan jumlah produksi
kedelai paling tinggi di banding kecamatan lainnya di kab.Ponorogo. Sedangkan
waktu penelitian dilakukan selama 3 (tiga) bulan, yaitu bulan Januari sampai
dengan bulan Maret 2011.

c. Metode Penentuan Responden

Responden dalam penelitian ditentukan secara sengaja yaitu seluruh petani


kedelai yang ada di kecamatan Sukorejo kabupaten Ponorogo pada MH 1 (MT
Nop10-Jan11). Dari hasil survai diketahui jumlah petani kedelai (responden)
sejumlah 62 orang, yang terdiri dari petani yang berusahatani kedelai di lahan
sawah sebanyak 35 orang dan petani yang berusahatani kedelai di lahan tegal
sebanyak 27 orang. Sedikitnya jumlah petani kedelai pada MH 1 menurut
Petugas Penyuluh Pertanian (PPL) dikarenakan panjangnya musim penghujan
sehingga mayoritas petani beralih ke usahatani padi.

d. Metode Pengumpulan Data

Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah meliputi data primer
dan data sekunder. Data primer diperoleh secara langsung dari petani kedelai
sebagai responden dan data sekunder meliputi data penunjang dari data primer,
yang diperoleh dari instansi terkait yang mempunyai relevansi dengan tujuan
penelitian.

Sedangkan metode pengambilan data yang digunakan dalam penelitian adalah:


a. Wawancara
b. Observasi dan dokumentasi

Analisis Data

Sesuai dengan tujuan penelitian, maka data yang dikumpulkan ditabulasi


kemudian dihitung dan dianalisis terhadap efisiensi , penggunaan faktor-faktor
produksi yang berpengaruh terhadap produksi, dan efisiensi penggunaan input
produksi.

1. Analisis RC ratio
8

Effisiensi ushatani dapat diperoleh dengan menghitung Return Cos Ratio


(Analisis R/C), yaitu perbandingan antara total penerimaan dengan total biaya
produksi.
R/C ratio = TR / TC
Dimana:
TR = Total penerimaan (Rp)
TC = Biaya total (Rp)
Analisis ini menunjukkan tingkat effisiensi ekonomi dari usahatani kedelai, yang
akan dicapai apabila :
- R/C ratio > 1 berarti usahatani effisien dan menguntungkan
- R/C ratio = 1 berarti usahatani tidak rugi dan tidak untung
- R/C ratio < 1 berarti usahatani belum effisien dan tidak untung.

2. Analisis fungsi produksi Cobb-Douglas (Imam Ghozali, 2009). Secara


matematis fungsi Cobb-Douglas dinyatakan sebagai berikut:
Y = a . X1b1 . X2b2 . X3b3 ......... Xnbn . eu
Agar fungsi produksi di atas dapat ditaksir, maka persamaan tersebut perlu
ditransformasiakan ke dalam bentuk linier sehingga menjadi:
Ln Y = Ln b0 + b1 Ln X1 + b2 Ln X2 + b3 Ln X3 +........ bn Ln Xn+ U
Dimana :
Y = Produksi kedelai (kg)
X1 = Luas lahan (ha)
X2 = bibit (kg)
X3 = Penggunaan pupuk An-organik (kg)
X4 = Penggunaan pupuk organik (kg0
X5 = Penggunaan obat-obatan (lt)
X6 = Penggunaan tenaga kerja pria (HOK)
X7 = Penggunaan tenaga kerja wanita (HOK)
bo = intersep
b1, b2,b3,b4,b5 = Elastisitas faktor produksi
e = bilangan natural ( 2,178)
U = error

3. Analisis rasio antara Nilai Produk Marginal (NPM) dengan harga faktor
produksi (NPM = Px) digunakan rumus sebagai berikut:

Y
b1 . ____ Py
NPM Xi bi.Y.Py
_____ = 1 atau ________ = 1 atau X i = ___________
Px Px P xi

Y
NPM = bi _______ Py
X

Dimana:
NPM xi = Nilai produk marginal faktor produksi ke-i;
bi = Elastisitas
Xi = Rata-rata penggunaan faktor produksi ke-i
Y = Rata-rata produksi per hektar
Pxi = Harga per satuan faktor produksi ke-i
9

Py = Harga satuan hasil produksi

Hipotesis statistik:
Ho : (NPM/Px) = 1
Ha : (NPM/Px) 1
Dengan kriteria sebagai berikut:

1. NPM/Px = 1, berarti secara ekonomis alokasi faktor produksi sudah efisien


2. NPM/Px > 1, berarti secara ekonomis penggunaan faktor produksi belum
berada pada tingkat optimum
3. NPM/Px < 1, berarti secara ekonomis alokasi faktor produksi tidak efisien.

(Py/Pxi).b.(Y/Xi)-1
t hitung = _________________
(Py/Pxi).(Y/Xi).Se

Dimana:
bi = Elastisitas
Se = Standart error elastisitas produksi
Xi = Rata-rata penggunaan faktor produksi ke-i
Y = Rata-rata produksi per hektar
Pxi = Harga per satuan faktor produksi ke-i
Py = Harga satuan hasil produksi
Kriteria keputusannya adalah sebagai berikut:
1. Bila thitung < ttabel, m aka Ho diterima, berarti penggunaan faktor
produksi (input) berada dalam keadaan yang optimal.
2. Bila thitung > ttabel , maka Ha diterima, berarti penggunaan faktor
produksi (input) belum optimal.
10

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Daerah Penelitian


Keadaan Geografi dan Topografi
Kecamatan Sukorejo merupakan salah satu kecamatan yang berada di
Kabupaten Ponorogo, secara geografis terletak antara 111 17 -111 52 bujur
timur, dan 7 49 - 8 20 lintang selatan. Jarak dengan Ibukota Propinsi adalah
200 km dan jarak dengan Ibukota Negara adalah 800 km, secara administrasi
kabupaten Ponorogo terbagi ke dalam dua puluh satu (21) kecamatan.
Kecamatan Sukorejo berbatasan dengan wilayah kabupaten atau kecamatan
yang lain yaitu :
Sebelah Utara : Kabupaten Madiun
Sebelah Selatan : Kecamatan Kauman dan Kecamatan Ponorogo
Sebelah Barat : Kecamatan Sampung
Sebelah Timur : Kecamatan Babadan
Kecamatan Sukorejo secara topografi terletak diketinggian 92 2.563 meter
diatas permukaan laut (dpl). Wilayah daratan terbagi menjadi dua sub area yaitu
area dataran tinggi dan area dataran rendah dengan perbandingan wilayah
dataran rendah lebih dominan. Dalam penggunaan lahan produktif dapat
diidentifikasi dalam 2 kategori yaitu lahan basah dan lahan kering. Luas lahan
basahnya adalah 3.396 km. Sedangkan sisanya adalah lahan kering, yaitu
seluas 2562 km.

1. Penggunaan Lahan
Pemanfaatan lahan produktif di kecamatan Sukorejo dipergunakan untuk
sawah irigasi teknis, dan irigasi tadah hujan. Secara rinci penggunaan irigasi di
kecamatan Sukorejo tersaji pada Tabel di bawah.
Tabel 2. Luas Lahan Sawah Dirinci Menurut Jenis Pengairan diKecamatan
Sukorejo, Kabupaten Ponorogo Tahun 2008

No. Jenis Pengairan Jumlah Persentase (%)


1 Irigasi Teknis 3.374 99,35
2 Irigasi Teknis - -
3 Irigasi Non Teknis - -
4 Irigasi Tadah Hujan 22 0.65
Jumlah 3.396 100,00
Sumber data : Ponorogo dalam Angka 2009, BPS Kabupaten Ponorogo

Pertanian merupakan sektor yang cukup penting karena sektor pertanian


memberikan kontribusi paling besar terhadap PDRB Ponorogo. Gambaran
keadaan Pertanian Tanaman Pangan dan hortikultura dapat dilihat dari tabel
dibawah ini.

Tabel 3. Penggunaan Lahan di Kecamatan Sukorejo Kabupaten Ponorogo


Tahun 2009
11

No Penggunaan Lahan Jumlah (Ha)

1. Lahan pertanian (sawah) 3.396

2. Lahan Tegal 66
Sumber
1,584 Data :
3. Pekarangan, Rumah, bangunan
Dinas
4. Hutan Negara 671 pertanian

5. Lain-lain 241

Luas Total 5,958


Kab.Ponorogo, 2009

Dari Tabel di atas terlihat bahwa secara umum penggunaan lahan di


kecamatan Sukorejo Kabupaten Ponorogo adalah lahan pertanian atau sawah,
yaitu sebesar 3.396 hektar, hal ini membuktikan bahwa mayoritas penduduknya
memang bekerja di bidang pertanian.

Komoditi pertanian di Kecamatan Sukorejo Kabupaten Ponorogo yang


menjadi komoditi pertanian (tanaman pangan) adalah jagung, ubi kayu, kedelai
dan padi sawah. Secara lengkap komoditi tanaman pangan di Kecamatan
Sukorejo tersaji pada Tabel di bawah.

Tabel 4. Luas Panen, Produksi dan Rata-rata Produksi Per ha Tanaman Pangan
di Kecamatan Sukorejo Kabupaten Ponorogo Tahun 2009

No Jenis Tanaman Luas Panen (Ha) Produksi (Kw)

1 Ubi Kayu 40 8.124

2 Jagung 1.131 71.985

3 Kedelai 2.214 35.867

4 Padi Sawah 6.836 465.442


Sumber Data : Dinas Pertanian Kabupaten Ponorogo, 2009

Berdasarkan data pada tabel 7 di atas dapat diketahui bahwa luas panen
padi di Kecamatan Sukorejo kabupaten Ponorogo paling luas yaitu sebesar 6.836
hektar dengan produksi 465.442 kwuintal, sedangkan luas kedelai menduduki
urutan ke dua dengan luas panen 2.214 hektar, jumlah produksi 35.867. Kemudian
baru jagung dan ubikayu.

2. Keadaan Penduduk
Jumlah penduduk berdasarkan hasil pencacahan Sensus Penduduk 2010 di
Kecamatan Sukorejo Kabupaten Ponorogo adalah sebagai berikut.

Tabel 5. Jumlah Penduduk Menurut Dewasa dan Anak-anak, tahun 2009.


No Kelompok Jenis Kelamin Jumlah Total
12

Umur (Jiwa) (Jiwa)


L P L+P
1. Dewasa 19,906 20,161 40,067
2. Anak-anak 5,654 5,387 11,041
Jumlah 36,601 25,548 62,149
Sumber data : Ponorogo dalam Angka 2009, BPS Kabupaten Ponorogo

Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa jumlah penduduk di Kecamatan


Sukorejo kabupaten Ponorogo sebesar 62.149 jiwa dengan rincian jumlah
penduduk laki-laki jiwa dan jumlah penduduk perempuan sebesar Jumlah
penduduk kelompok umur Dewasa 36,601 jiwa dan jumlah penduduk perempuan
sebesar 25,548 jiwa. Dan mjumlah umur dewasa atau produktif lebih banyak di
banding anak-anak, hal ini menunjukkan bahwa produktifitas tenaga kerja sangat
tinggi.
Gambaran umum mengenai sebaran dan jumlah penduduk berdasar jenis
pekerjaan tersaji pada Tabel di bawah.

Tabel 6. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Mata Pencaharian di Kecamatan


Sukorejo Kabupaten Ponorogo, tahun 2007

No. Jenis Pekerjaan Jumlah (Orang) Persentase (%)


1 Pegawai Negri 498 1,31
2 Pegawai Swasta 229 0,61
3 ABRI 54 0,14
4 Pensiunan 175 0,46
5 Petani 12444 32,77
6 Buruh Tani 9390 24,73
7 Pedagang 2068 5,44
8 Lainnya 13119 34,54
Jumlah 37977 100,00
Sumber Data : Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kab. Ponorogo, 2007
Dari Tabel di atas dapat dilihat bahwa mayoritas penduduk di kecamatan
Sukorejo mayoritas adalah petani dan buruhtani. Hal ini menunjukkan bahwa di
kecamatan Sukorejo merupakan daerah pertanian sehingga jumlah penduduknya
mayoritas bekerja di sektor pertanian.
3. Jumlah Sekolah
Jumlah sekolah di kecamatan Sukorejo Kabupaten Ponorogo mulai tingkat Taman
Kanak-kanak sampai Sekolah Menengah Atas tersaji pada tabel dibawah.

Tabel 7. Jumlah Sekolah Menurut Tingkatannya di Kecamatan Sukorejo


Kabupaten Ponorogo, Tahun 2009-2010

No Tingkatan Sekolah Jumlah Persentase (%)


1 TK 25 39,69
2 SD Negeri 35 55,56
3 SD Swasta 1 1,58
4 SLTP Negri 2 3,17
5 SLTP Kejuruan - -
6 SLTA - -
7 SMK - -
Jumlah 63 100,00
Sumber data : Ponorogo dalam Angka 2009, BPS Kabupaten Ponorogo
13

Dari Tabel di atas terlihat bahwa jumlah Sekolah Dasar Negri adalah
paling banyak yaitu 35 SD atau 55,56%. Akan tetapi jumlah Sekolah Lanjutan
Tingkat Atas (SLTA) tidak ada di kecamatan Sukorejo, sehingga para alumni atau
lulusan tingkat SLTP harus keluar dari kecamatan Sukorejo jika ingin melanjutkan
sekolah.

B. Karakteristik Petani Responden

1.Umur Responden

Petani yang berusahatani kedelai di daerah penelitian, mempunyai umur yang


berbeda, dimana umur petani sangat menentukan kemampuan untuk bekerja
dalam melakukan kegiatan usahataninya. Artinya apakah petani dalam
melaksanakan kegiatan usahataninya masih tergolong produktif atau kurang
produktif, karena akan menentukan produktivitas yang dihasilkan. Untuk melihat
klasifikasi umur petani responden petani kedelai di kecamatan Sukorejo dapat
terlihat pada table 13 di bawah.

Tabel 8. Komposisi Umur Responden Berdasarkan Kategori Umur pada


Usahatani
Kedelai di kecamatan Sukorejo, Kabupaten Ponorogo
MH1 (Mt Nop10 Jan11)

No Jenis Lahan Kategori Umur Jumlah (Orang) Persentase (%)


1 Sawah Produktif 24 68,57
Non-Produktif 11 31,43
Jumlah 35 100,00

2 Tegal Produktif 18 66,66


Non-Produktif 9 33,34
Jumlah 27 100,00
Sumber : Data diolah

Berdasarkan Tabel di atas dapat diketahui bahwa umur produktif petani kedelai
sebagai responden baik pada lahan sawah maupun lahan tegal mendominasi
dibanding umur petani responden yang non-produktif. Hal ini menunjukkan bahwa
umur petani responden di daerah penelitian banyak dilakukan oleh umur produktif,
sehingga mempunyai kemampuan kerja dalam melaksanakan usahataninya yang
pada akhirnya secara produktivitas akan kondusif dalam peningkatan produktivitas
produksi usahataninya.

2. Pendidikan Responden.
Tingkat pendidikan petani juga merupakan salah satu factor yang sangat
penting dan merupakan salah satu indicator dalam pengambilan keputusan dan
kualitas kerjanya, khususnya dalam mengadopsi inovasi teknologi pertanian dan
tehnik budidaya usahataninya. Dan yang pasti akan berpengaruh pada pola piker
petani. Untuk melihat klasifikasi petani responden menurut tingat pendidikan dapat
dilihat pada table 14 di bawah.
14

Tabel 9.Klasifikasi Tingkat Pendidikan Petani Responden pada Usahatani Kedelai


Di Kecamatan Sukorejo Kabupaten Ponorogo MH I (MT Nop10
Jan11)

No. Jenis Lahan Tingkat Jumlah Persentase (%)


Pendidikan (Orang)
1 Sawah - SD 19 54,28
- SLTP 8 22,86
- SLTA 7 20,00
- PT 1 2,86
Jumlah 35 100,00

2 Tegal - SD 12 44,44
- SLTP 13 48,15
- SLTA 2 7,41
- PT 0 0,00
Jumlah 27 100,00
Sumber : Data diolah

Dari Tabel di atas menunjukkan bahwa petani responden di daerah


penelitian ternyata 100% telah menempuh pendidikan formal. Dimana pada
responden lahan sawah tingkat pendidikan paling banyak ada pada tingkat
Sekolah Dasar (SD) yaitu 54,28%, dan pada responden lahan tegal tingkat
pendidikan tertinggi ada pada tingak Sekolah Menengah Tingkat Pertama (SLTP)
yaitu sebesar 48,15%. Masih rendahnya tingkat pendidikan di tingkat petani antara
lain disebabkan oleh kurangnya kesadaran masyarakat (petani) akan pentingnya
pendidikan, sehingga sumberdaya masyarakat (petani) kurang dibekali dengan
pendidikan yang cukup. Tingkat pendidikan responden dapat menjadi salah satu
indicator kualitas kerja petani karena pola piker, dan pengatahuannya.

3. Luas Lahan Garapan Responden


Luas lahan garapan di daerah penelitian bervariatif, yaitu berkisar 0,1 1,20
ha. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel di bawah.

Tabel 10. Luas Lahan Garapan Petani Responden pada Usahatani Kedelai
Di Kecamatan Sukorejo Kabupaten Ponorogo MH 1 (MT Nop10 Jan11)

No. Jenis Kategori Luas Jumlah Persentase


Lahan Lahan Orang (%)
1 Sawah - 0,5 hektar 29 82,86
- > 0,5 hektar 6 17,14
Jumlah 35 100,00

2 Tegal - 0,5 hektar 27 100


- > 0,5 hektar 0 0
Jumlah 27 100,00
Sumber : Data terolah

Dari Tabel di atas, menunjukkan bahwa luas lahan garapan responden


mayoritas 0,5 hektar, dimana pada lahan sawah kategori ini sebesar 82,86%
atau 29 petani responden dan pada lahan tegal sebesar 100% yaitu 27 responden.
Hal ini menunjukkan bahwa kepemilikan lahan garapan di daerah penelitian
mempunyai lahan yang relative sempit ( 0,5 hektar).
15

4. Pekerjaan Responden
Jenis pekerjaan retain responden di daerah penelitian tersaji pada Tabel di
bawah.

Tabel. 11. Jenis Pekerjaan Petani Responden pada Usahatani Kedelai


Di Kecamatan Sukorejo Kabupaten Ponorogo MH 1 (MT Nop10
Jan11)

No. Jenis Lahan Jenis Pekerjaan Jumlah (orang) Persentasi (%)


1 Sawah - Swasta 19 54,29
-P N S 1 2,86
- Buruhtani 15 42,85
Jumlah 35 100,00

2 Tegal -Swasta 12 44,44


- Buruhtani 15 55,56
Jumlah 27 100,00
Sumber: Data diolah

Dari Tabel 11 di atas menunjukkan bahwa mayoritas pekerjaan responden baik


di lahan sawah maupun tegal adalah swasta, yang tergolong di dalam swasta di
daerah penelitian adalah (pedagang, buruh bangunan, dll). Jadi selain sebagai
petani responden juga mempunyai pekerjaan lain seperti pedagang, buruh
bangunan dan lain-lain.

5. Pengalaman Berusahatani Kedelai Responden


Dari hasil survai di daerah penelitian ternyata pengalaman berusahatani
kedelai responden sangat bervariatif. Pada responden di lahan tegal rata-rata
pengalaman responden dalam berusahatani kedelai adalah 25,8 tahun, sedangkan
pada responden lahan sawah rata-rata pengalaman berusahatani kedelai adalah
26,5 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa pengalaman responden di daerah penelitian
adalah sudah sangat lama, ini juga diakui oleh responden bahwa pengalamannya di
peroleh dari orang tuanya atau dari pendahulunya.

C. 1. Analisis Usahatani Kedelai


Tanaman kedelai secara luas telah lama diusahakan di lahan garapan baik
sawah maupun tegal dii kecamatan Sukorejo, yang telah mempunyai varietas
kedelai local yang diberi nama varietas Gepak Kuning dan Gepak Ijo yang telah
berkembang pesat di masyarakat. Namun pada saat penelitian yang digunakan
responden hanya jenis gepak kuning.Teknologi yang digunakan dalam usahatani
kedelai di daerah penelitian dari informasi yang didapat masih manual. Di dalam
usahatani kedelai sarana produksi (input) yang digunakan atau dimanfaatkan oleh
petani dalam berusahatani meliputi bibit, pupuk, obat-obatan dan tenagakerja.
Secara rinci hasil analisis usahatani kedelai dapat dilihat pada table 12 sebagai
berikut.
16

Tabel 12. Hasil Analisis Usahatani Kedelai di Kecamatan Sukorejo Kabupaten


Ponorogo
MH 1 (Musim tanam Nop10 Jan11

No Input Jumlah Harga Biaya Input Penerimaan R/C


(kg, Lt, HOK) (Rp) (Rp) (Rp) ratio
1 Lahan
Sawah
Luas Lahan 0.3728 13.875 5.172,000
Bibit 12.8571 6.000 77.142,600
Pupuk An- 8.6571 2.000 17.314,200
organik
Pupuk 88.8571 500 44.428,550
organic
Obat-obatan 1.1 14.500 15.950,000
TK Pria 20.4285 25.000 510.712,500
TKWanita 9.3428 20.000 186.856,000

Biaya 857.575,850
Variabel
Biaya Tetap 60.143,000
Total Biaya 917.718,850
Produksi 386.7142 6000 2.320.285,200 2,52
2 Lahan Tegal
Luas Lahan 0.2740 13.875 3.801,700
Bibit 10.333 6.000 61.996,000
Pupuk An- 6.3703 2.000 12.740,600
organik
Pupuk 139.2592 500 69.629,600
17

organic
Obat-obatan 1.00 14.500 14.500,000
Tenagakerja 12.0370 25.000 300.925,000
Pria
Tenagakerja 8.8518 20.000 177.036,000
Wanita

Biaya 640.628,950
Variabel
Biaya Tetap 34.444,000
Total Biaya 675.072,950
Produksi 205.1851 6000 1.231.110.600 1,82
Sumber: Data diolah

(1) Bibit
Bibit yang digunakan oleh petani dalam berusahatani kedelai di daerah penelitian
adalah bibit local yaitu Gepak Kuning karena bibit jenis ini menurut mereka berpotensi
hasil lebih tinggi, umur panen pendek (73 hari). Bibit ini diperoleh petani selain
dengan cara mengusahakannya sendiri juga dibeli di pasaran, kemudian diseleksi
diambil biji yang bagus dan utuh.
Menurut hasil informasi dari petani responden di lapangan bapak bambang
Suceno, 55 tahun dan sudah mempunyai pengalaman berusahatani kedelai
selama 21 tahun, bahwa dengan mengusahakan bibit sendiri atau membeli di
pasaran yang belum berlabel akan mengurangi biaya produksi. Dan berdasarkan
pengalamannya selama berusahatani kedelai belum merasakan kegagalan dalam
panen kedelai. Asumsi mereka walaupun bibit yang digunakan belum sesuai standart
yang ditentukan (Distan), mereka masih mendapatkan hasil panen yang mereka
anggap sudah cukup.
Rata-rata penggunaan bibit pada usahatani kedelai di daerah peneltian untuk
lahan tegal sebanyak 10.333 kg, dengan harga bibit kedelai sebesar Rp 6.000,-/kg.
Sehingga rata-rata jumlah biaya bibit yang dikeluarkan petani responden adalah Rp
61.996,000 ,-/luas garapan. Sedangkan usahatani kedelai pada lahan sawah jumlah
bibit yang digunakan rata-rata sebesar 12.8571 kg dengan harga Rp .6000,-/kg,
sehingga rata-rata biaya bibit sebesar Rp 77.142,600 ,-/luas garapan.

(2) Pupuk
Dari hasil penelitian ternyata semua responden menggunakan pupuk An-
organik atau kimia dan pupuk organic (kompos/kandang). Namun jika dilihat dari
jumlah pupuk yang digunakan anatara An-organik dan organic perbandingannya cukup
besar, baik pada responden lahan tegal maupun sawah. Dimana penggunaan jumlah
pupuk organic lebih banyak dibanding penggunaan pupuk An-organik. Rata-rata
penggunaan pupuk an-organik pada responden lahan sawah adalah 8.6571 kg dengan
rata-rata biaya Rp17.314,200 -/luasan lahan dan pupuk organic rata-rata sebesar
88.8571 kg dengan rata-rata biaya Rp 44.428,550,-/luasan lahan, dan pada responden
di lahan tegal penggunaan pupuk An-organik 6.3703 rata-rata kg dengan rata-rata
biaya Rp 12.740,600,-/luasan lahan. Sedangkan penggunaan pupuk organic pada
responden di lahan tegal adalah 139,2592 kg dengan biaya rata-rata Rp
69.629,600,-/luasan lahan.

(3) Obat-obatan
Pengendalian hama dan penyakit pada tanaman kedelai di daerah penelitian
secara umum adalah penghisap polong, ulat grayak dan penggerek polong. Untuk
memberantasnya responden di daerah penelitian dengan menggunakan Furadan, dan
Arivo, dengan cara disemprotkan. Rata-rata obat-obatan yang digunakan oleh petani
18

responden kedelai di lahan tegal adalah 1,0 lt dengan rata-rata biaya sebesar 14.500,-/
luasan lahan, sedangkan pada responden di lahan sawah rata-rata 1,1 lt dengan biaya
rata-rata sebesar Rp 15.950,500,-/luasan lahan. Rendahnya biaya obat-obatan yang
digunakan ini tidak lepas dari pemahaman petani responden akan bahayanya oabt-
obatan kimia yang berlebihan terhadap kesehatannya dan lingkangannya.

(4) Tenagakerja
Tenagakerja yang digunakan oleh responden selain menggunakan tenagakerja
dalam keluarga juga dari luar keluarga. Tingkat upah yang berlaku di daerah
penelitian, yaitu tenagakerja pria sebesar Rp 25.000,-/HOK dan tenagakerja wanita
sebesar Rp 20.000,-/HOK. Kegiatan dalam usahatani kedelai meliputi pengolahan
lahan, penanaman, pemupukan, penyemprotan, penyiangan dan pemanenan.
Penggunaan tenagakerja yang digunakan dalam berusahatani kedelai di daerah
penelitian untuk lahan tegal rata-rata tenagakerja pria 12,0370/HOK dengan biaya
rata-rata Rp 300.925,000,-/luasan lahan dan tenagakerja wanita rata-rata 8,8518/HOK
dengan biaya rata-rata Rp 177.036,000,-/luasan lahan. Sedangkan untuk responden
lahan sawah tenagakerja pria rata-rata 20,4285/HOK dengan biaya rata-rata Rp
510.712,500,-/luasan lahan, dan tenagakerja wanita rata-rata 9,11 HOK dengan
besarnya biaya rata-rata Rp 188.571,000,-/luasan lahan.

(5) Penerimaan
Produksi kedelai yang dihasilkan oleh petani responden kedelai di Kecamatan
Sukorejo adalah hasil kedelai selama satu kali musim tanam. Di daerah penelitian
rata-rata produksi kedelai pada usahatani kedelai di lahan sawah adalah 386,7142kg
dengan tingkat harga di pasar Rp 6000,-/kg sehingga rata-rata penerimaan petani
responden adalah sebesar Rp 2.320.285,-/luasan lahan. Sedangkan pada usahatani
kedelai di lahan tegal rata-rata produksi kedelai yang diperoleh adalah 205,1851 kg
dengan tingkat harga jual di pasaran Rp 6000,-/kg, sehingga rata-rata penerimaan
petani kedelai di lahan tegal adalah Rp 1.231.110,.

(6) Efisiensi
Efisiensi usahatani kedelai yang diperoleh pada petani dari : besarnya
penerimaan yang diperoleh dibagi dengan biaya total yang dikeluarkan untuk proses
produksi. Pada usahatani kedelai di lahan tegal diperoleh tingkat efisiensi atau R/C
ratio = 1,82 dan pada usahatani kedelai lahan sawah sebesar R/C ratio = 2,52 . Dari
hasil tersebut dapat disimpulakan bahwa usahatani kedelai di daerah penelitian sama-
sama menguntungkan, akan tetapi pada lahan sawah lebih menguntungkan
disbanding pada lahan tegal.

2. Analisis Fungsi Produksi Cobb-Douglass Usahatani Kedelai


Untuk menganalisis bagaimana factor-faktor produksi (input) yang berpengaruh
nyata terhadap produksi kedelai di Kecamatan Sukorejo Kabupaten Ponorogo,
digunakan analisis regresi berganda dengan fungsi produksi Cobb-Douglass yang
ditransformasikan ke dalam bentuk logaritma natural (Ln). Dan hasil analisisnya
tertera pada tabel berikut.

Tabel 13. Hasil Analisis Regresi Fungsi Produksi Usahatani Kedelai Lahan Tegal
di Kecamatan Sukorejo Kabupaten Ponorogo MH 1 (MT Nop10-Jan11)
Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients
Model B Std.Error Beta t Sig.
1 (Constant) 3.349 1.104 3.033 0.007
Luas Lahan -.037 .158 -.051 -.234 0.818
Bibit .078 .191 .098 .409 0.687
19

Pupuk a-organik -.200 .204 -.156 -.978 0.340


Pupuk organic .377 .160 .596 2.355 0.029*
TK Pria .155 .086 .301 1.815 0.085
TK Wanita .299 .187 .303 1.595 0.127
Obat-obatan -.211 .139 -.262 -1.513 0.147
a. Dependent Variable: Ln Y (produksi kedelai)

Persamaan regresi yang diperoleh dari hasil analisis fungsi Cobb-Douglas


dengan menggunakan program SPSS 16 untuk usahatani lahan tegal adalah sebagai
berikut :
Y=3.349-0.037x1+0.078x2-0.200x3+0.377x4+0.155x5+0.299x6-0.211x7 U
Dari hasil pengujian model fungsi Cobb-Douglas yang dipakai diperoleh F
hitung > F table dengan selang kepercayaan 95 % ( = 0,05), maka Ha diterima. Berarti
ada pengaruh yang signifikan secara bersama-sama dari semua variable bebas
terhadap variable tidak bebas. Ketepatan model ini juga dapat dilihat dari besaran
koefisien determinasi ( R ) yang diperoleh mendekati 1, yaitu 0,651 sehingga dapat
dikatakan model yang dipakai makin tepat.
Hasil analisis pada Tabel 13 diatas, secara parsial dapat diinterpretasikan
sebagai berikut:
(1) Pupuk Organik
Untuk variable pupuk organic diperoleh koefisien regresi 0.377, koefisien ini
secara statistic nyata pada tingkat kepercayaan 95%, yang ditunjukkan dengan nilai t
hitung ( = 2.355) lebih besar dari t table (= 2.052). Sehingga bisa diartikan bahwa
penggunaan pupuk organik berpengaruh nyata dan positif terhadap produksi, yang
artinya bahwa penambahan penggunaan pupuk organic maka jumlah produksi juga
akan meningkat, sebaliknya jika jumlah penggunaan pupuk organic dikurangi maka
jumlah produksi juga akan berkurang.

Tabel 14. Hasil Analisis Regresi Fungsi Produksi Usahatani Kedelai Lahan Sawah di
Kecamatan Sukorejo Kabupaten Ponorogo MH 1(MTNop1-
Jan11)
Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients
Model B Std.Error Beta t Sig.
1 (Constant) 4.663 .652 7.152 .000
Luas Lahan .469 .100 .504 4.683 .000*
Bibit .268 .106 -.039 2.533 .017*
Pupuk a-organik -.080 .102 -.079 -.785 .439
Pupuk organic -.100 .070 -.065 -1.419 .167
Obat-obatan -.067 .059 .065 -1.135 .266
Tenaga kerja Pria .385 .117 .312 3.293 .003*
Tenagakerja .233 .090 .180 2.579 .016*
Wanita
a. Dependent Variable: Ln Y ( produksi kedelai)

Persamaan regresi yang diperoleh dari hasil analisis fungsi Cobb-Douglas dengan
menggunakan program SPSS 16 untuk usahatani lahan sawah adalah sebagai
berikut :
Y= 4.663+ 0.469x1+0.268x2-0.080x3-0.100x4-0.067x5+0.385x6+0.233x7 U
Dari hasil pengujian model fungsi Cobb-Douglas yang dipakai diperoleh F hitung > F
table dengan selang kepercayaan 95 % ( = 0,05), maka Ha diterima. Berarti ada
pengaruh yang signifikan secara bersama-sama dari semua variable bebas terhadap
variable tidak bebas, sehingga model tersebut dapat dipergunakan untuk menjelaskan
pengaruh-pengaruh factor produksi luas lahan, bibit, pupuk an-organic, pupuk organic,
20

obat-obatan, tenaga kerja pria, tenaga kerja wanita secara integrated terhadap
produksi
Hasil analisis pada Tabel 14 diatas, secara parsial dapat diinterpretasikan
sebagai berikut:
(1) Luas Lahan
Untuk luas lahan diperoleh koefisien regresi sebesar 4.663, koefisien ini secara
statistic nyata pada tingkat kepercayaan 95%, yang ditunjukkan dengan nilai t hitung ( =
7.152) lebih besar dari t table (= 2.031). Sehingga bisa diartikan bahwa penggunaan
luas lahan berpengaruh nyata dan positif terhadap produksi, yang artinya bahwa
dengan penambahan penggunaan lahan maka produksi juga akan meningkat,
sebaliknya jika jumlah penggunaan luas lahan dikurangi maka jumlah produksi juga
akan berkurang.

(2) Bibit
Untuk variable bibit diperoleh koefisien regresi 0.268, koefisien ini secara statistic
nyata pada tingkat kepercayaan 95%, yang ditunjukkan dengan nilai t hitung ( = 2.533)
lebih besar dari t table (= 2.031). Sehingga bisa diartikan bahwa penggunaan bibit
berpengaruh nyata dan positif terhadap produksi, yang artinya bahwa penambahan
penggunaan bibit akan diikuti dengan peningkatan jumlah produksi, sebaliknya jika
jumlah penggunaan bibit dikurangi maka jumlah produksi juga akan berkurang.

(3) Tenaga Kerja Pria


Untuk variable tenaga kerja pria diperoleh koefisien regresi 0.385, koefisien ini
secara statistic nyata pada tingkat kepercayaan 95%, yang ditunjukkan dengan nilai t
hitung ( = 3.293) lebih besar dari t table (= 2.031). Sehingga bisa diartikan bahwa
penggunaan tenaga kerja pria berpengaruh nyata dan positif terhadap produksi, yang
artinya bahwa penambahan penggunaan tenaga kerja pria akan diikuti dengan
peningkatan jumlah produksi, sebaliknya jika jumlah penggunaan tenaga kerja pria
dikurangi maka jumlah produksi juga akan berkurang.

(4) Tenaga kerja Wanita


Untuk variable tenaga kerja wanita diperoleh koefisien regresi 0.233, koefisien ini
secara statistic nyata pada tingkat kepercayaan 95%, yang ditunjukkan dengan nilai
t hitung ( = 2.579) lebih besar dari t table (= 2.031). Sehingga bisa diartikan bahwa
penggunaan tenaga kerja wanita berpengaruh nyata dan positif terhadap produksi,
yang artinya bahwa penambahan penggunaan tenaga kerja wanita akan diikuti dengan
peningkatan jumlah produksi, sebaliknya jika jumlah penggunaan tenaga kerja wanita
dikurangi maka jumlah produksi juga akan berkurang.

3. Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor-faktor Produksi (Input)


Efisiensi penggunaan input untuk optimasi pendapatan usahatani kedelai
berdasarkan Nilai produk Marginal (NPM) dan harga input (Px). Hasil analisis efisiensi
penggunaan input yang berpengaruh terhadap peningkatan produksi dan optimasi
pendapatan usahatani kedelai di kecamatan Sukorejo kabupaten Ponorogo tersaji
pada Tabel di bawah:

Tabel 15. Hasil Analisis Efisiensi Penggunaan Input Untuk Optimasi Pendapatan
Usahatani Kedelai Lahan Tegal Sawah MH 1 (MT Nop10-Jan11)

No Variabel Lahan Tegal Lahan Sawah


NPM/Pxi t-hitung NPM/Pxi t-hitung
1 X1=luas lahan 32.373 4.381 44.850367 3.996
2 X2 = Bibit 19.856 2.053 30.077778 2.214
3 X3= Pupuk An-Orgn 96.627 -0.885 134.0099 -0.711
21

4 X4 = Pupuk Organik 17.680 -2.236 52.225080 -1.155


5 X5 = Obat-obatan 84.904 -0.133 145.47245 -0.101
6 X6 = TK Pria 4.092 1.201 4.5432167 1.409
7 X7 = TK wanita 6.954 0.991 12.417431 1.694

Dari hasil analisis efisiensi Penggunaan input pada usahatani kedelai lahan
tegal dan sawah (NPM/Pxi) ternyata menunjukkan nilai NPM/Pxi > 1, berarti bahwa
di lahan tegal secara ekonomi alokasi faktor produksi belum berada pada tingkat
optimum, artinya jika penggunaan faktor produksi ditambah, maka penambahan
output total yang dihasilkan akan lebih besar dari penambahan faktor produksi itu
sendiri, sehingga upaya untuk optimasi pendapatan usahatani kedelai lahan sawah
masih dapat dilakukan dengan penggunaan factor produksi (input) yang efisien dan
disesuaikan dengan kondisi lahan dan tanaman.

4.Kondisi Lingkungan (Tanah dan Air)

a. Lahan Sawah

Kondisi lahan sawah di daerah penelitian dengan irigasi teknis. Penyiapan


lahan tanah sawah bekas tanaman padi tidak diolah (tanpa olah tanah = TOT).
Setelah panen padi, jerami dibiarkan karena jerami dapat digunakan sebagai mulsa
dan mulsa sangat berguna menjaga kelembaban tanah dan menekan pertumbuhan
gulma. Kemudian dibuat saluran drainase/irigasi dengan kedalaman 25-30 cm dan
lebar 30 cm, jarak antar jsaluran 2-5 cm. Saluran ini berfungsi untuk pengaturan air,
sehingga kebutuhan air akan terpenuhi. Dengan kondisi tanah sawah yang subur
dan kondisi air yang bisa diatur sesuai kebutuhan untuk pertumbuhan tanaman
kedelai maka pertumbuhan akan baik sehingga produksi yang dicapai juga akan baik
dan keuntungan yuang dicapai juga akan baik dibanding usahatani kedelai di lahan
tegal.
b. Lahan Tegal
Pada umumnya budidaya kedelai lahan tegal di daerah penelitian cara
pengolahan tanahnya masih sangat minim yaitu hanya dengan dicangkul, kondisi air
untuk pengairan sangat tergantung pada air hujan, sehingga pada musim kemarau
kemungkinan terjadi kekeringan sangat besar, hal ini menyebabkan ketersediaan air
dalam tanah tidak cukup atau tidak dapat diserap dengan baik oleh tanaman, dan
berakibat pada pertumbuhan tanaman kedelai tidak dapat maksimal, dan pada
musim hujan terjadi kelebihan air sehingga tanaman banyak yang busuk. Tanaman
kedelai lahan tegal juga rentan terhadap serangan hama penyakit sehingga akan
mengurangi jumlah produksi kedelai.

USAHATANI KEDELAI YANG BERKELANJUTAN

Keberlanjutan usahatani kedelai di Kecamatan Sukorejo kabupaten Ponorogo


dilihat dari tiga (3) aspek, yaitu aspek ekologi, aspek ekonomi dan aspek sosial.
Dari hasil penelitian dapat dijelaskan sebagai berikut.
1. Aspek Ekologi
Secara umum kondisi lahan di daerah penelitian adalah sawah dengan irigasi
teknis, artinya bahwa kebutuhan air dapat diatur sesuai dengan kebutuhan
tanaman dan lahan kering (tegal dan pekarangan) yang pengairannya sangat
tergantung dari air hujan. Kondisi lahan seperti di daerah penelitian
memungkinkan untuk tanaman kedelai, Karena tanaman kedelai dapat tumbuh di
22

berbagai agroekosistem dengan jenis tanah, kesuburan tanah, iklim, dan pola
tanam yang berbeda. Kedelai tidak menuntut struktur tanah yang khusus sebagai
suatu persyaratan tumbuh. Bahkan pada kondisi lahan yang kurang subur dan
agak asam pun kedelai dapat tumbuh dengan baik, asal tidak tergenang air yang
akan menyebabkan busuknya akar..
2. Aspek Ekonomi
Secara ekonomi usahatani kedelai di kecamatan Sukorejo menguntungkan, hal
ini terbukti dari hasil analisis RC ratio bahwa usahatani kedelai baik lahan sawah
maupun lahan tegal sama-sama memperoleh nilai RC >1, yang berarti usahatani
kedelai menguntungkan. Secara umum petani mengatakan bahwa tanaman
kedelai mampu memberikan tambahan pendapatan, karena selain budidaya
tanaman kedelai yang mudah juga tidak memerlukan biaya yang besar seperti
komoditas lainnya dalam penegelolaan usahataninya. Tanaman kedelai selain
dapat ditanam secara monokultur juga dapat ditanam secara tumpangsari dengan
tanaman lain.
3. Aspek Sosial
Tanaman kedelai di kecamatan Sukorejo sudah ditanam sejak puluhan tahun
lalu dan secara turun-temurun. Hal ini juga didukung dari hasil wawancara dengan
responden yang mengatakan bahwa rata-rata pengalaman berusahatani kedelai
mereka diatas 25 tahun. Namun secara umum keberadaan kedelai di Kecamatan
Sukorejo sudah lebih dari 50 tahun lalu. Keberadaan kedelai juga terbukti dengan
diakuinya kedelai varietas lokal Ponorogo gepak kuning dan gepak ijo yang telah
lama dibudidayakan masyarakat mendapat pengakuan standar nasional dari
Departemen Pertanian sebagai produk unggulan lokal asli yang telah mendapatkan
sertifikat pendaftaran varietas lokal Nomor 64/PV/2008 tanggal 9 Desember 2008
(kedelai varietas Gepak Kuning) dan Nomor 63/PV/2008 tanggal 9 Desember 2008
(kedelai varietas Gepak Ijo).
KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut:


1. Usahatani kedelai lahan sawah dan tegal sama-sama efisien, untuk usahatani
kedelai lahan sawah tingkat efisiensi 2,52 dan pada usahatani lahan tegal tingkat
efisiensi sebesar 1,82.
2. Faktor-faktor produksi atau input secara bersama-sama berpengaruh terhadap
produski, namun secara individu input yang berpengaruh nyata terhadap
peningkatan produksi kedelai di lahan sawah adalah luas lahan, bibit, tenaga kerja
pria dan tenaga kerja wanita, sedangkan di lahan tegal adalah pupuk organic.
3. .Penggunaan alokasi input produksi baik di lahan sawah maupun lahan tegal
belum berada pada tingkat optimum.
4. Usahatani kedelai di kecamatan Sukorejo berkelanjutan.
23

DAFTAR PUSTAKA

Anonymous, 2004b. Profil Kedelai (Glycine max). Ditjentan, Direktorat Kacang-


Kacangan dan Umbi-umbian. 50 hlm

__________, 2010. Pekan Kedelai Nasional Balitkabi, Malang, 28 - 30 Juni 2010.

__________, 2010. Berita Resmi Statistik Provinsi Jawa Timur, No.


40/07/35/Th.VIII,
01 Juli 2010

Atman, 2009. Budidaya Kedelai lahan sawah di Sumatra Barat. Jurnal Ilmiah
Tambua,
Vol. VIII, No.1, Januari-April 2009: 39-45 hlm. ISSN 1412-5838

Atman. 2006b. Pengembangan kedelai pada lahan sawah di Sumatera Barat.


Jurnal
lmiah Tambua Universitas Mahaputra Muhammad Yamin. Vol. V,
No. 3
September-Desember 2006;hlm 288-296. ISSN 1412-5838

Indah Susantun, 2000. Fungsi Keuntungan Cobb Douglas dalam Perdagangan


Efisiensi Ekonomi Relatif. Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol.5 No.
2, hal 149 161.

Mubyarto. 1994. Pengantar Ekonomi Pertanian, Edisi Ketiga. PT Pustaka LP3ES,


Jakarta
24

Soekartawi, 1995. Analisis Usahatani. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta

Atman, 2009. Budidaya Kedelai lahan sawah di Sumatra Barat. Jurnal Ilmiah
Tambua VIII (1): 39 - 45. ISSN 1412-5838

Atman. 2006b. Pengembangan kedelai pada lahan sawah di Sumatera Barat.


Jurnal
lmiah Tambua Universitas Mahaputra Muhammad Yamin. V (3):
288-296. ISSN 1412-5838

Atman dan N. Hosen. 2008. Dukungan Teknologi dan Kebijakan Dalam


Pengembangan Kedelai di Sumbar Jurnal Ilmiah Tambua
Universitas
Mahaputra Muhammad Yamin. VII (3): 347-359 . ISSN 1412-5838

Branson, Robert E. and Douglas G. Norvell. 1983. Introduction to Agricultural


Marketing. Mc Graw-Hill Book Company, New York.

Bungaran, S. . 1998. Agribisnis: Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi


Berbasis
Pertanian, Kumpulan Pemikiran. Editor Tungkot Sipayung, dkk.
Yayasan Mulia Persada, PT Surveyor Indonesia, dan Pusat Studi
Pembangunan LP IPB, Yakarta.

Colby, Michael E. 1990. Environmental Managemen in Development: The


Evolution Of Paradigms. World Bank Discussion Paper
Number
80. . The International Bank for Reconstruction and Development/
The World Bank. Washington DC. U.S.A.

Darmawan, A. 1999. Analisis Pendapatan Usahatani Kedelai Serta Nilai Tambah


Industri Tahu Dan Tempe (Kasus Desa Sindangratu Dan Situgede
Di
Kabupaten Garut Serta Kotamadya Bogor) Theses Fak. Ekonomi
dan Manajemen IPB. Penerbit IPB (Bogor Agricultural
University)

Dernberg, Thomas F, 1992, Konsep Teori dan Kebijakan Makroekonomi,


penerjemah Karyaman Muchtar, Erlangga, Jakarta

Gonzales, L.A. , F. Kasryno, N.D. Perez and M.W. Rosegrant. 1993. Economic
Incentives and Comparative Advantage in Indonesian Food Crop
Production. Reseacrh Report 93. Int. Food Polycy. Resch. Inst.
Washinton.DC.

Ghozali, I. 2009. Ekonometrika, Teori, Konsep dan Aplikasi SPSS 17. Penerbit
Universitas Diponegoro. ISBN 978-979-704-761-0.

Gunawan, Handoko dan Rika Asnita, 2009. Peningkatan Keuntungan


Usahatani
Kedelai Melalui PTT di ojonegoro. Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian Jawa Timur

Indah Susantun, 2000. Fungsi Keuntungan Cobb Douglas dalam Perdagangan


25

Efisiensi Ekonomi Relatif. Jurnal Ekonomi Pembangunan 5 (2):


149 161

Levitt, L. 1980. Responses of plants to environment stresses. Dep. Of Plant


Biology. Carnage Ins. Of Washington Stanford, California. P. 25-210.

Miller, Roger LeRoy dan Roger E. Meiners, 2000, Teori Mikroekonomi


Intermediate, penerjemah Haris Munandar, PT. Raja Grafindo
Persada,
Jakarta.

Mohammad Zainul A, 2010. Kelayakan Usahatani kedelai (Glycine max Merr)


Sebagai Alternatif Upaya Peningkatan Keuntungan Petani di Jawa
Timur. Theses Fak.Pertanian Universitas Jember. penerbit
GDLHUB / 2010-07-21 10:51:27

Mubyarto. 1994. Pengantar Ekonomi Pertanian, Edisi Ketiga. PT Pustaka


LP3ES, Jakarta.

Nielsen, D.C. and N.O.Nelson, 1998. Black bean sensitivity to water stress at
various growth stages. Crop Sci. 38.

Ramlan, 2008. Strategi Pengembangan Komoditas Kedelai di Propinsi


Bengkulu. Thesis Institut Pertanian Bogor. Master Theses from
MBIPB / 2010-08-13 14:45:28

Saragih.B, 1980. Economic Organization, Size and Relative Efficiensy : The


Carevof Oil Palm in Northem Sumatra Indonesia. Disertasi. North
Carolina State University. USA.

Simatupang P, Marwoto dan Dewa K.S. Swastika, 2005. Makalah


disampaikanpada: Lokakakarya Pengembangan Kedelai di Lahan
sub Optimal di BALITKABI Malang,Tanggal 26 Juli 2005.

Soekartawi, 1990. Teori Ekonomi Produksi dengan Pokok Bahasan Analisis


Fungsi Cobb-Douglas. Rajawali Press, Jakarta.

_________, 1993. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian Teori dan Aplikasi, PT.
Raja Grafindo, Jakarta.

_________, 1995. Analisis Usahatani. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta

Soedarsono, 1998, Pengantar Ekonomi Mikro, LP3ES, Jakarta

Sri Widodo, 1986. Total Productivity and Frontier Production, Agro Ekonomi.
BPFE UGM, Yogyakarta

Stanton, William, J, Prinsip Pemasaran, Erlangga, 1986

Subandi. 2007. Lima strategi pengembangan kedelai. Koran Sinar Tani Edisi
30 Mei-5Juni 2007.
26

Anda mungkin juga menyukai