Anda di halaman 1dari 17

ANALISIS LOCATION QUOTIENT (LQ) DALAM

PENENTUAN KOMODITI UNGGULAN KECAMATAN DI


KABUPATEN MAROS.
AGRONOMI PERTANIAN ON KARYA TULIS, TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA DAN PETERNAKAN ON WEDNESDAY, AUGUST 27,

2014 WITH NO COMMENTS

Oleh
Ir. Pangerang, MP (Penyuluh Pertanian Kabupaten pada BPP-KP Kabupaten Maros)
Email AgronomiPertanian@gmail.com
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan komoditi unggulan pada setiap kecamatan
di Kabupaten Maros. Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Maros yang dimulai dari
bulan Pebuarisampai bulan April 2014 dengan Metode analisis data yang digunakan
adalah Analisis Location Quotient (LQ).
Hasil penelitian Analisis Location Quotient (LQ) berdasarkan rata-rata produksi dan
rata-rata luas panen lima tahun terakhir dari komoditi tanaman pangan pada setiap
Kecamatan di Kabupaten Maros menghasilkan komoditi unggulan yang terpilih
didasarkan pada Nilai LQ >1 dengan tingkat keunggulan berdasarkan nilai LQ tertinggi
pada masing-masing komoditi pada setiap kecamatan. Hasil penentuan komoditi
unggulan dengan urutan nilai LQ tertinggi berdasarkan rata-rata produksi lima tahun
terakhir sebagai berikut : 1). Kecamatan Mandai dengan komoditi unggulan terpilih:
padi ladang (1,23), padi sawah (1,14); 2). Kecamatan Moncongloe dengan komoditi
unggulan terpilih: ubi kayu (5,08), ubi jalar (2,24), jagung (1,63); 3). Kecamatan
Maros Baru dengan komoditi unggulan terpilih; kacang hijau (14,60), padi sawah
(1,18), ubi jalar (1,05); 4). Kecamatan Marusu dengan komoditi unggulan terpilih: ubi
jalar (1,66), padi ladang (1,32), ubi kayu (1,17), padi sawah (1,05); 5). Kecamatan
Turikale dengan komoditi unggulan terpilih: kacang hijau (2,68), padi sawah (1,26);
6). Kecamatan Lau dengan komoditi unggulan terpilih: kacang hijau (1,66), padi
sawah (1,27); 7). Kecamatan Bontoa dengan komoditi unggulan terpilih: padi sawah
(1,27); 8). Kecamatan Bantimurung dengan komoditi unggulan terpilih: padi sawah
(1,26); 9). Kecamatan Simbang dengan komoditi unggulan terpilih: kedelai (3,31),
padi sawah (1,16); 10). Kecamatan Tanralili dengan komoditi unggulan terpilih: ubi
jalar (2,30), ubi kayu (2,16), jagung (1,42), kedelai (1,11), padi ladang (1,07); 11).
Kecamatan Tompobulu dengan komoditi unggulan terpilih: padi ladang (4,52), jagung
(3,85), kedelai (3,62), ubi kayu (1,71), kacang tanah (1,52) ,ubi jalar (1,43); 12).
Kecamatan Camba dengan komoditi unggulan terpilih: kacang tanah (6,48), jagung
(1,60), ubi jalar (1,56,) padi ladang (1,26),; 13). Kecamatan Cenrana dengan komoditi
unggulan terpilih: kacang tanah (3,37), padi sawah (1.03); 14). Kecamatan Mallawa
dengan komoditi unggulan terpilih: kacang tanah (2,22),ubi jalar (1,74), jagung(1,17),
padi sawah (1.06). Kata kunci: Location Quotient, Komoditi Unggulan, Kabupaten
Maros

PENDAHULUAN

Sektor pertanian adalah sektor terpenting dan merupakan penggerak utama dalam
perekonomian Kabupaten Maros. Pemanfaatan lahan yang di bedakan menjadi lahan
pertanian (lahan sawah dan lahan bukan sawah) dan lahan bukan pertanian yang pada
tahun 2012 sebagian besar lahan yang ada. digunakan sebagai lahan pertanian yaitu
sebesar 79,32 persen ( tidak termasuk hutan rakyat). Hal inilah yang menjadikan
sektor pertanian (termasuk kehutanan didalamnya) terhadap peningkatan PDRB
(Product Domestic Regional Bruto) Kabupaten Maros pada tahun 2012 cukup tinggi
yaitu 33,34 persen dan menjadi sektor yang dominan peranannya terhadap struktur
perekonomian Kabupaten Maros dengan nilai pertumbuhan ekonomi selama dari tahun
2008 sampai dengan tahun 2012 mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 6,21
persen per tahun.
Penentuan komoditas unggulan pada suatu daerah merupakan langkah awal menuju
pembangunan pertanian yang berpijak pada konsep efisiensi untuk meraih keunggulan
konparatif dan kompetitif dalam menghadapi globalisasi perdagangan yang dihadapi.
Langkah menuju efisiensi dapat ditempuh dengan menggunakan komoditas yang
mempunyai keunggulan komparatif baik ditinjau dari sisi luas panen, produksi, dan
penawaran maupun permintaan.
Salah satu strategi yang dapat digunakan dalam pengembangan ekonomi daerah
melalui sektor pertanian pada era otonomi daerah saat ini adalah melalui
pengembangan komoditas unggulan daerah. Pengembangan wilayah berbasis
komoditas unggulan diharapkan dapat memacu pertumbuhan suatu wilayah yang pada
akhirnya dapat meningkatkan pendapatan masyarakat. Pemanfaatan potensi daerah
unggulan dan potensial secara optimal dan terpadu merupakan syarat yang perlu
diperhatikan agar kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat dapat dicapai
(Mubyarto, 2000).

Penetapan suatu komoditas sebagai komoditas unggulan daerah harus disesuaikan


dengan potensi sumberdaya alam dan sumberdaya manusia yang dimiliki oleh daerah.
Komoditas yang dipilih sebagai komoditas unggulan daerah adalah komoditas yang
memiliki produktifitas yang tinggi dan dapat memberikan nilai tambah sehingga
berdampak positif bagi kesejahteraan masyarakat. Selain itu penetapan komoditas
unggulan daerah juga harus mempertimbangkan kontribusi suatu komoditas terhadap
pertumbuhan ekonomi dan aspek pemerataan pembangunan pada suatu daerah
(Syahroni, 2005).

TINJAUAN PUSTAKA
A. Analisis Location Quotient (LQ)
Metode Location Quotient (LQ) bertujuan untuk mengidentifikasi suatu komoditas
unggulan (Miller dan Wright.1991) dalam Darmawansyah(2003). dan metode Analisis
komoditas yang ada pada suatu wilayah apakah termasuk ke dalam suatu basis atau
non basis. Setiap metode analisis memiliki kelebihan dan keterbatasan. begitu juga
dengan metode LQ.
Kelebihan metode LQ dalam menganalisis komoditas unggulan yaitu penerapannya
yang sederhana. mudah. tidak memerlukan program pengolahan data yang rumit.
memperhitungkan ekspor langsung dan ekspor tidak langsung serta dapat diterapkan
pada data historik untuk mengetahui trend yang sedang berlangsung. Keterbatasan
metode LQ antara lain diperlukan akurasi data untuk mendapatkan hasil yang valid.
Selain itu pada saat deliniasi wilayah kajian untuk menetapkan bahasan wilayah yang
dikaji dan ruang lingkup aktivitas. metode ini tidak memiliki acuan yang jelas oleh
karena itu data yang dijadikan sumber penelitian perlu diklarifikasi agar mendapatkan
hasil yang akurat. Kelemahan lainnya, dalam menggunakan metode LQ perlu
berasumsi bahwa pola permintaan di setiap daerah identik dengan pola permintaan
bangsa, bahwa produktivitas tiap pekerja di setiap sektor regional sama dengan
produktivitas tiap pekerja dalam industri-industri nasional dan tingkat ekspor
tergantung pada tingkat disagregasi. Untuk menghindari bias musiman dan tahunan
diperlukan nilai rata-rata data series yang cukup panjang, sehingga sangat dianjurkan
untuk menggunakaan data tidak kurang dari 5 (lima) tahun.

B. Kerangka Berpikir
METODE PENELITIAN
A. Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini menggunakan data sekunder yang di peroleh dari pemerintah daerah
Kabupaten Maros, Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Maros, dan buku-buku
referensi . Metode yang digunakan yaitu metode exploratory dalam menganalisis data
literatur. data sekunder melalui studi pustaka dengan mengkaji referensi terpilih dan
mengumpulkan data dan informasi terkait dengan bidang penelitian. Masing-masing
data 5 tahun terakhir. Penelitian ini dilaksanakan dimulai dari bulan Pebruari 2014
sampai bulan April 2014
B. Analisis Data
1. Menghitung LQ Produksi dan Luas Panen
Merupakan langkah terahkhir dalam perhitungan nilai LQ yaitu dengan memasukkan
notasi-notasi yang dipe roleh kedalam Rumus LQ yaitu sebagai pembilang dan sebagai
penyebut. Atau dengan Rumus :

dimana:
LQ = Location Quotient
pi= Produksi (luas panen ) jenis komoditas i pada tingkat kecamatan
pt= Produksi (luas panen) tanaman pangan semua komoditas j pada tingkat
kecamatan
Pi= Produksi (luas panen ) jenis komoditas i pada tingkat kabupaten
Pt= Produksi (luas panen) tanaman pangan komoditasi j pada tingkat kabupaten

2. Indikator/Pengambilan keputusan

LQ > 1 menunjukkan terdapat konsentrasi relative disuatu wilayah dibandingkan


dengan keseluruhan wilayah. Hal ini berarti komoditas i disuatu wilayah merupakan
sektor basis yang berarti komoditas i di wilayah itu memiliki keunggulam komparatif.

LQ = 1 merupakan sektor non basis, artinya komoditas i disuatu wilayah tidak memiliki
keunggulan komparatif. produksi komoditas yang dihasilkan hanya cukup untuk
memenuhi kebutuhan sendiri dalam wilayah itu.

LQ < 1. merupakan sektor non basis, artinya komoditas i disuatu wilayah tidak
memiliki keunggulan komparatif, produksi komoditas i di wilayah itu tidak dapat
memenuhi kebutuhan sendiri dan harus mendapat pasokan dari luar
wilayah. Komoditas yang menghasilkan nilai LQ > 1 merupakan strandar normative
untuk ditetapkan sebagai komoditas unggulan. Dan jika banyak komoditas yang
menghasilkan nilai LQ > 1 maka derajat keunggulan komparatif ditentukan
berdasarkan nilai LQ yang lebih tinggi di suatu wilayah, karena makin tinggi nilai LQ
maka menunjukkan semakin tinggi pula potensi keunggulan komoditas tersebut..
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Analisis Location Quotient (LQ)
Hasil analisis Nilai Location Quotient (LQ) terhadap rata-rata produksi dan rata-rata
luas panen tanaman pangan disajikan pada Tabel 5.9 dan Tabel 5.11.
Sedangkan klasifikasi Nilai Location Quotient (LQ) terhadap rata-rata produksi dan
rata-rata luas panen tanaman pangan di sajikan pada Tabel 5.10 dan Tabel 5.12.
1. Kecamatan Mandai
Hasil analisis Nilai Location Quotient (LQ) pada Kecamatan Mandai ditinjau dari segi
produksi seperti pada tabel 5.9 yang menunjukkan bahwa komoditi yang Nilai LQ > 1
padi ladang (1,23), padi sawah (1,14) dan pada tabel 5.10 menunjukkan bahwa
klasifikasi Nlai LQ dari kedua komoditi tersebut padi ladang, padi sawah tergolong
basis. Sedangkan ditinjau dari luas panen Nilai Location Quotient (LQ) pada tabel 5.11
menunjukkan bahwa komoditi yang Nilai LQ > 1 yaitu padi ladang (1,25), padi sawah
(1,17) dan pada Tebel 5.12 menunjukkan bahwa kedua komoditi tersebut tergolong
basis.
Padi ladang dan padi sawah adalah merupakan komoditi unggulan di Kecamatan
Mandai, sedangkang jagung, kedelai, ubi kayu, dan ubi jalar yang mempunyai nilai LQ
Nilai LQ < 1 belum merupakan komoditi unggulan dan tergolong dalan non basis.

2. Kecamatan Moncongloe
Hasil analisis Nilai Location Quotient (LQ) pada Kecamatan Moncongloe ditinjau dari
segi produksi pada tabel 5.9 yang menunjukkan bahwa komoditi yang Nilai LQ > 1
yaitu ubi kayu (5,08), ubi jalar (2,24), jagung (1,63) dan pada tabel 5.10 menunjukkan
bahwa klasifikasi Nlai LQ dari ketiga komoditi tersebut ubi kayu, ubi jalar, jagung
yaitu tergolong basis. Sedangkan ditinjau dari luas panen Nilai Location Quotient (LQ)
pada tabel 5.11 menunjukkan bahwa komoditi yang Nilai LQ > 1 yaitu ubi kayu (6,70),
ubi jalar (3,00), jagung (2,17) padi ladang (1,3) dan pada Tabel 5.12 menunjukkan
bahwa ketiga komoditi tersebut tergolong basis.
Ubi kayu, ubi jalar, jagung adalah merupakan komoditi unggulan di Kecamatan
Moncongloe, sedangkang, padi sawah, padi ladang, kedelai, kacang tanah, kacang
hijau yang mempunyai Nilai LQ < 1 belum merupakan komoditi unggulan dan tergolong
dalan non basis. Namun komoditi padi ladang dari segi luas panen mempunyai LQ > 1
yaitu (1,33) tetapi dari segi produksi termasuk dalam non basis.

3. Kecamatan Maros Baru


Hasil analisis Nilai Location Quotient (LQ) pada Kecamatan Maros Baru ditinjau dari
segi produksi pada tabel 5.9 yang menunjukkan bahwa komoditi yang Nilai LQ > 1
yaitu kacang hijau (14,60), padi sawah (1,18), ubi jalar (1,05) dan pada tabel 5.10
menunjukkan bahwa klasifikasi Nlai LQ dari ketiga komoditi tersebut kacang hijau,
padi sawah, ubi jalar tergolong basis. Sedangkan ditinjau dari luas panen Nilai
Location Quotient (LQ) pada tabel 5.11 menunjukkan bahwa komoditi yang Nilai LQ >
1 yaitu kacang hijau (13,79), padi sawah (1,11), ubi jalar (1,03) dan pada Tabel 5.12
menunjukkan bahwa ketiga komoditi tersebut tergolong basis.
Kacang hijau , padi sawah, ubi jalar adalah merupakan komoditi unggulan di
Kecamatan Maros Baru, sedangkang jagung, kedelai, kacang tanah dan ubi kayu yang
mempunyai nilai LQ Nilai LQ < 1 belum merupakan komoditi unggulan dan tergolong
dalan non basis.;

4. Kecamatan Marusu
Hasil analisis Nilai Location Quotient (LQ) pada Kecamatan Marusu ditinjau dari segi
produksi pada tabel 5.9 yang menunjukkan bahwa komoditi yang Nilai LQ > 1 yaitu ubi
jalar (1,66), padi ladang (1,32), ubi kayu (1,17), padi sawah (1,05) dan pada tabel
5.10 menunjukkan bahwa klasifikasi Nlai LQ dari keempat komoditi tersebut yaitu ubi
jalar, padi ladang, ubi kayu, padi sawah tergolong basis. Sedangkan ditinjau dari luas
panen Nilai Location Quotient (LQ) pada tabel 5.11 menunjukkan bahwa komoditi
yang Nilai LQ > 1 yaitu ubi jalar (1,76), padi ladang (1,37), ubi kayu (1,22), padi
sawah (1,12) dan pada Tabel 5.12 menunjukkan bahwa kempat komoditi tersebut
tergolong basis.
Ubi jalar, padi ladang, ubi kayu, padi sawah adalah merupakan komoditi unggulan di
Kecamatan Marusu, sedangkang jagung, kedelai, kacang tanah dan kacang hijau , yang
mempunyai nilai LQ Nilai LQ < 1 belum merupakan komoditi unggulan dan tergolong
dalan non basis.;

5. Kecamatan Turikale
Hasil analisis Nilai Location Quotient (LQ) pada Kecamatan Turikale ditinjau dari segi
produksi pada tabel 5.9 yang menunjukkan bahwa komoditi yang Nilai LQ > 1 yaitu
kacang hijau (2,68), padi sawah (1,26) dan pada tabel 5.10 menunjukkan bahwa
klasifikasi Nlai LQ dari kedua komoditi tersebut tergolong basis. Sedangkan ditinjau
dari luas panen Nilai Location Quotient (LQ) pada tabel 5.11 menunjukkan bahwa
komoditi yang Nilai LQ > 1 yaitu kacang hijau (2,82), padi sawah (1,25) dan pada
Tabel 5.12 menunjukkan bahwa kedua komoditi tersebut tergolong basis.
Kacang hijau, padi sawah adalah merupakan komoditi unggulan di Kecamatan
Turikale, sedangkang kedelai, ubi jalar yang mempunyai nilai LQ Nilai LQ < 1 belum
merupakan komoditi unggulan dan tergolong dalan non basis.;.

6. Kecamatan Lau
Hasil analisis Nilai Location Quotient (LQ) pada Kecamatan Lau ditinjau dari segi
produksi pada tabel 5.9 yang menunjukkan bahwa komoditi yang Nilai LQ > 1 yaitu
kacang hijau (1,66), padi sawah (1,27) dan pada tabel 5.10 menunjukkan bahwa
klasifikasi Nlai LQ dari kedua komoditi tersebut tergolong basis. Sedangkan ditinjau
dari luas panen Nilai Location Quotient (LQ) pada tabel 5.11 menunjukkan bahwa
komoditi yang Nilai LQ > 1 yaitu kacang hijau (1,69), padi sawah (1,27) dan pada
Tabel 5.12 menunjukkan bahwa kedua komoditi tersebut tergolong basis.
Kacang hijau, padi sawah adalah merupakan komoditi unggulan di Kecamatan Lau,
sedangkang jagung dan ubi jalar yang mempunyai nilai LQ Nilai LQ < 1 belum
merupakan komoditi unggulan dan tergolong dalan non basis.;

7. Kecamatan Bontoa
Hasil analisis Nilai Location Quotient (LQ) pada Kecamatan Bontoa ditinjau dari segi
produksi pada tabel 5.9 yang menunjukkan bahwa komoditi yang Nilai LQ > 1 yaitu
padi sawah (1,27) dan pada tabel 5.10 menunjukkan bahwa klasifikasi Nlai LQ dari
padi sawah tersebut tergolong basis. Sedangkan ditinjau dari luas panen Nilai Location
Quotient (LQ) pada tabel 5.11 menunjukkan bahwa komoditi yang Nilai LQ > 1 yaitu
padi sawah (1,29) dan pada Tabel 5.12 menunjukkan bahwa komoditi tersebut
tergolong basis.
Padi sawah adalah merupakan komoditi unggulan di Kecamatan Bontoa, sedangkang
kacang hijau yang mempunyai Nilai LQ < 1 belum merupakan komoditi unggulan dan
tergolong dalan non basis.;

8. Kecamatan Bantimurung
Hasil analisis Nilai Location Quotient (LQ) pada Kecamatan Bantimurung ditinjau dari
segi produksi pada tabel 5.9 yang menunjukkan bahwa komoditi yang Nilai LQ > 1
yaitu padi sawah (1,26) dan pada tabel 5.10 menunjukkan bahwa klasifikasi Nlai LQ
dari padi sawah tersebut tergolong basis. Sedangkan ditinjau dari luas panen Nilai
Location Quotient (LQ) pada tabel 5.11 menunjukkan bahwa komoditi yang Nilai LQ >
1 yaitu padi sawah (1,25) dan pada Tabel 5.12 menunjukkan bahwa komoditi tersebut
tergolong basis.
Padi sawah adalah merupakan komoditi unggulan di Kecamatan Bantimurung,
sedangkang jagung, kedelai, kacang hijau, ubi kayu dan ubi jalar yang mempunyai
Nilai LQ < 1 belum merupakan komoditi unggulan dan tergolong dalan non basis.;

9. Kecamatan Simbang
Hasil analisis Nilai Location Quotient (LQ) pada Kecamatan Simbang ditinjau dari segi
produksi pada tabel 5.9 yang menunjukkan bahwa komoditi yang Nilai LQ > 1 yaitu
kedelai (3,31), padi sawah (1,16) dan pada tabel 5.10 menunjukkan bahwa klasifikasi
Nlai LQ dari kedelai, padi sawah tersebut tergolong basis. Sedangkan ditinjau dari luas
panen Nilai Location Quotient (LQ) pada tabel 5.11 menunjukkan bahwa kedua
komoditi tersebut dengan yang Nilai LQ > 1 yaitu kedelai (2,94), padi sawah (1,06)
dan pada Tabel 5.12 menunjukkan bahwa komoditi tersebut tergolong basis.
Kedelai, padi sawah adalah merupakan komoditi unggulan di Kecamatan Simbang,
sedangkang padi ladang, jagung, kacang hijau, ubi kayu dan ubi jalar yang mempunyai
Nilai LQ < 1 belum merupakan komoditi unggulan dan tergolong dalan non basis.;

10. Kecamatan Tanralili


Hasil analisis Nilai Location Quotient (LQ) pada Kecamatan Tanralili ditinjau dari segi
produksi pada tabel 5.9 yang menunjukkan bahwa komoditi yang Nilai LQ > 1 yaitu ubi
jalar (2,30), ubi kayu (2,16), jagung (1,42), kedelai (1,11), padi ladang (1,07) dan
pada tabel 5.10 menunjukkan bahwa klasifikasi Nlai LQ dari ubi jalar , ubi kayu ,
jagung, kedelai, padi ladang tersebut tergolong basis. Sedangkan ditinjau dari luas
panen Nilai Location Quotient (LQ) pada tabel 5.11 menunjukkan bahwa kedua
komoditi tersebut dengan yang Nilai LQ > 1 yaitu ubi jalar (2,40), ubi kayu (2,31),
jagung (1,51), kedelai (1,16), padi ladang (1,13) dan pada Tabel 5.12 menunjukkan
bahwa komoditi tersebut tergolong basis.
Ubi jalar , ubi kayu , jagung, kedelai, padi ladang adalah merupakan komoditi
unggulan di Kecamatan Tanralili, sedangkang padi, kacang hijau, kacang hijau, yang
mempunyai Nilai LQ < 1 belum merupakan komoditi unggulan dan tergolong dalan non
basis.;

11. Kecamatan Tompobulu


Hasil analisis Nilai Location Quotient (LQ) pada Kecamatan Tompobulu ditinjau dari
segi produksi pada tabel 5.9 yang menunjukkan bahwa komoditi yang Nilai LQ > 1
yaitu padi ladang (4,52), jagung (3,85), kedelai (3,62), ubi kayu (1,71), kacang tanah
(1,52) ,ubi jalar (1,43), dan pada tabel 5.10 menunjukkan bahwa klasifikasi Nlai LQ
dari padi ladang, jagung, kedelai, ubi kayu, kacang tanah, ubi jalar, tersebut
tergolong basis. Sedangkan ditinjau dari luas panen Nilai Location Quotient (LQ) pada
tabel 5.11 menunjukkan bahwa kedua komoditi tersebut dengan yang Nilai LQ > 1
yaitu padi ladang (4,16), jagung (3,51), kedelai (3,40), ubi kayu (1,59), kacang tanah
(1,47) ,ubi jalar (1,29) dan pada Tabel 5.12 menunjukkan bahwa komoditi tersebut
tergolong basis.
Padi ladang, jagung, kedelai, ubi kayu), kacang tanah, ubi jalar adalah merupakan
komoditi unggulan di Kecamatan Tompobulu, sedangkang padi, kacang hijau, padi
sawah, kacang hijau, yang mempunyai Nilai LQ < 1 belum merupakan komoditi
unggulan dan tergolong dalan non basis.;

12. Kecamatan Camba


Hasil analisis Nilai Location Quotient (LQ) pada Kecamatan Camba ditinjau dari segi
produksi pada tabel 5.9 yang menunjukkan bahwa komoditi yang Nilai LQ > 1 yaitu
kacang tanah (6,48), jagung (1,60), ubi jalar (1,56,) padi ladang (1,26), dan pada
tabel 5.10 menunjukkan bahwa klasifikasi Nlai LQ dari kacang tanah , jagung, ubi
jalar, padi ladang, tersebut tergolong basis. Sedangkan ditinjau dari luas panen Nilai
Location Quotient (LQ) pada tabel 5.11 menunjukkan bahwa kedua komoditi tersebut
dengan yang Nilai LQ > 1 yaitu kacang tanah (5,50), jagung (1,46), ubi jalar (1,33)
padi ladang (1,10) dan pada Tabel 5.12 menunjukkan bahwa komoditi tersebut
tergolong basis.
Kacang tanah , jagung, ubi jalar, padi ladang, adalah merupakan komoditi unggulan di
Kecamatan Camba, sedangkang padi, kacang hijau, padi sawah, kedelai, kacang hijau,
dan ubi kayu yang mempunyai Nilai LQ < 1 belum merupakan komoditi unggulan dan
tergolong dalan non basis.;

13. Kecamatan Cenrana


Hasil analisis Nilai Location Quotient (LQ) pada Kecamatan Cenrana ditinjau dari segi
produksi pada tabel 5.9 yang menunjukkan bahwa komoditi yang Nilai LQ > 1 yaitu
kacang tanah (3,37), padi sawah (1.03) dan pada tabel 5.10 menunjukkan bahwa
klasifikasi Nlai LQ dari kacang tanah, padi sawah tersebut tergolong basis. Sedangkan
ditinjau dari luas panen Nilai Location Quotient (LQ) pada tabel 5.11 menunjukkan
bahwa kedua komoditi tersebut dengan yang Nilai LQ > 1 yaitu kacang tanah (3,21),
padi sawah (1.02) dan pada Tabel 5.12 menunjukkan bahwa komoditi tersebut
tergolong basis.
kacang tanah, padi sawah adalah merupakan komoditi unggulan di Kecamatan
Cenrana, sedangkang padi ladang, jagung,kedelai ubi kayu dan ubi jalar yang
mempunyai Nilai LQ < 1 belum merupakan komoditi unggulan dan tergolong dalan non
basis.;

14. Kecamatan Mallawa Hasil analisis Nilai Location Quotient (LQ) pada Kecamatan
Mallawa ditinjau dari segi produksi pada tabel 5.9 yang menunjukkan bahwa komoditi
yang Nilai LQ > 1 yaitu kacang tanah (2,22),ubi jalar (1,74), jagung(1,17), padi sawah
(1.06) dan pada tabel 5.10 menunjukkan bahwa klasifikasi Nlai LQ dari kacang tanah,
ubi jalar, jagung, padi sawah tersebut tergolong basis. Sedangkan ditinjau dari luas
panen Nilai Location Quotient (LQ) pada tabel 5.11 menunjukkan bahwa kedua
komoditi tersebut dengan yang Nilai LQ > 1 yaitu kacang tanah (2,05), ubi jalar (1,76),
jagung(1,08), padi sawah (1.02) dan pada Tabel 5.12 menunjukkan bahwa komoditi
tersebut tergolong basis.
Kacang tanah, ubi jalar, jagung, padi sawah adalah merupakan komoditi unggulan di
Kecamatan Mallawa, sedangkang padi ladang, kedelai, kacang hijau, ubi kayu dan ubi
kayu yang mempunyai Nilai LQ < 1 belum merupakan komoditi unggulan dan tergolong
dalan non basis.;

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN


A. Simpulan
Berdasarkan hasil Analisis Location Quotients (LQ) dapat disimpulkan bahwa setiap
kecamatan mempunyai komoditi unggulan (One Disctrik and one comodity), yang
diurut berdasarkan nilai LQ tertinggi pada setiap kecamatan dan yang tercetak tebal
adalah komoditi unggulan utama pada setiap kecamatan sebagai berikut :

1. Mandai : Padi Ladang, Padi Sawah;


2. Moncongloe : Ubi Kayu, Ubi Jalar, jagung
3. Maros Baru : Kacang Hijau, Padi Sawah, Ubi Jalar;
4. Marusu : Ubi Jalar, Padi Landang, Ubi kayu, Padi Sawah;
5. Turikale : Kacang Hijau, Padi Sawah;
6. Lau : Kacang Hijau, Padi Sawah;
7. Bontoa : Padi Sawah;
8. Bantimurung : Padi Sawah;
9. Simbang : Kedelai, Padi Sawah;
10. Tanralili : Ubi Jalar ,Ubi Kayu, Jagung, Kedelai, Padi Ladang;
11. Tompobulu : Padi Ladang, Jagung. Kedelai, Ubi Kayu, Kacang Tanah, Ubi Jalar;
12. Camba : Kacang Tanah, Jagung. Ubi Jalar, Padi Ladang;
13. Cenrana : Kacang Tanah, Padi Sawah;
14. Mallawa : Kacang Tanah, Ubi Jalar, Jagung, Padi Sawah.

B. Saran
Berdasarkan analisis-analisis yang diuraikan diatas maka dapat direkomdasikan
sebagai berikut :

1. Pemerintah daerah diharapkan dapat mempertahankan dan mengembangkan


komoditi yang menjadi unggulan pada setiap kecamatan untuk peningkatan
pendapatan daerah, sehingga komoditi unggulan pertanian diharapkan juga
dapat merangsang komoditi lain yang kurang memberikan kontribusinya
terhadap pembangunan daerah Kabupaten Maros.
2. Komoditi yang belum unggul pada beberapa kecamatan maka perlu dilakukan
identifikasi tentang penyebab merosotnya jumlah luas panen dan nilai produksi
sehingga bisa diketahui masalah-masalah yang dihadapi para petani dan bisa
dicari solusi yang menguntungkan.
3. Pemerintah daerah diharapkan dapat mengembangkan sarana dan prasarana
untuk pengembangan usaha pertanian yaitu dengan pengembangan teknologi,
membangun sarana irigasi. ketersediaan lahan. Penyediaan, modal bagi pelaku
produsen,dan sarana pendukung seperti transportasi dan komunikasi;
4. Pemerintah daerah hendaknya menggerakkan pembangunan pertanian yaitu
dengan memasarkan hasil-hasil komoditi pertanian seperti menjalin kerjasama
atau kemitraan dengan pengusaha sehingga dapat meningkat nilai tambah dari
hasil pertanian;
5. Meningkatkan SDM Pembina dan pelaku usaha dalam penguasaan teknologi
produksi, teknologi informasi, manajemen usaha atau kewirausahaan
kelompok, dan peningkatan kelas kemampuan kelompok tani, pembentukan
gabungan kelompok tani , fasilitasi kemitraan antara kelompok tani dengan
pihak ketiga, studi banding dengan petani atau daerah yang sudah berhasil
dalam manajemen komoditi unggulan dan mengadakan pelatihan manajemen
6. Informasi ini dapat dipergunakan untuk menentukan komoditi yang menjadi
unggulan atau andalan pada setiap kecamatan sehingga setiap kecamatan
minimal mempunyai satu komoditas unggulan (One Distric One Commodity ),
sehingga dalam pembangunan pertanian yang mengarah spesialisasi komoditas
akan mengefisienkan penggunaan sumberdaya;
7. Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mencari komoditi unggulan di tingkat
desa One Village One Commodity

DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik (BPS). 2009. Kabupaten Maros Dalam Angka Tahun 2009. Pemerintahan
Kabupaten Maros. Maros.
______________________. 2010. Kabupaten Maros Dalam Angka Tahun 2010.
Pemerintahan Kabupaten Maros. Maros
_____________________. 2011. Kabupaten Maros Dalam Angka Tahun 2011.
Pemerintahan Kabupaten Maros. Maros
_____________________. 2012. Kabupaten Maros Dalam Angka Tahun 2012.
Pemerintahan Kabupaten Maros. Maros
______________________. 2012. Statistik Penggunaan Lahan 2012 Ksbupaten Maros .
Pemerintahan Kabupaten Maros. Maros
______________________. 2013. Kabupaten Maros Dalam Angka Tahun 2013.
Pemerintahan Kabupaten Maros. Maros
Darmawansyah. 2003. Pengembangan Komoditi Unggulan Sebagai Basis Ekonomi
Daerah. Tesis S-2 Program Pasca Sarjana IPB. Bogor.
Mubyarto. 2000. Pengembangan Wilayah Pembangunan Pedesaan dan Otonomi
Daerah. Direktorat Kebijaksanaan Teknologi Untuk Pengembangan Wilayah. Badan
Pengkajian dan Penerapan Teknologi. Jakarta.
Syahroni. Muhammad. 2005. Analisis Strategi Pengembangan Komoditas Unggulan
Agribisnis di Kabupaten Dompu Provinsi Nusa Tenggara Barat.

Anda mungkin juga menyukai