Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

TUBERKULOSIS
DI RUANG 27 RSSA
DEPARTEMEN MEDIKAL
Untuk Memenuhi Tugas Profesi Departemen Medikal

Oleh:
LIA DEWI MUSTIKA SARI
NIM: 125070200111010

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2016
LAPORAN PENDAHULUAN

1. DEFINISI
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama
menyerang penyakit parenkim paru (Brunner & Suddarth, 2002).
Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksius yang menyerang paru-paru
yang secara khas ditandai oleh pembentukan granuloma dan
menimbulkan nekrosis jaringan. Penyakit ini bersifat menahun dan dapat
menular dari penderita kepada orang lain (Santa, dkk, 2009). Menurut
Depkes (2007) Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang
disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian
besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ
tubuh lainnya.
Terdapat beberap spesies Mycobacterium, antara lain: M.
Tuberculosis, M. Africanum, M.bovis, M.leprae dsb yang juga dikenal
sebagai bakteri Tahan Asam (BTA). Keompok bakteri mycobakterium
selain Mycobcterium Tuberculosis yang bisa menimbulkan gangguan
pada saluran nafas dikenal dengan MOTT (Mycobacterium Other than
tberculosis) yang terkadang bisa menganggu penegakan diagnosis dan
pengbatan TB. Untuk itu pemeriksaan bakteriologis yang mampu
melakukan identifikasi terhada p mycobacterium tuberculosis menjadi
sarana ideal untuk TB.
Secara umum sifat kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis) antara lain
adalah seagai berikut:
a. Berbentuk batang dengan panjang 1-10 mikron, lebar 0,2-0,6
mikron
b. Bersifat tahan asam dalam pewarnaan dengan metode Ziehl
neelsen
c. Memerlukan media khusus biakan antara lain Lowenstein Jensen
Ogawa
d. Kuman nampak berbentuk batang berwarna merah dalam
pemeriksaan dibawh mikroskopik
e. Tahan erhadap suhu rendah sehingga dapat bertahan hidup
dalam jangka waktu lama pada suhu antara 40C sampai minus
700C
f. Kuman sangat peka terhadap panas, sinar matahar, dan sinar
ultraviolet
g. Paparan langsung terhadap sinar ultraviolet, sebagian besar
kuman akan mati dlam waktu beberapa menit
h. Dalam dahak pada suhu 30-370C akan mati dalam waktu lebih
kurang 1 minggu
i. Kuman bersifat dormant (tidur/tidak berkembang)

Menurut Atmosukarto (2000), kuman tuberkulosis dapat


bertahan hidup pada tempat yang sejuk, lembaba, gelap tanpa
sinar matahari sampai bertahun - tahun lamanya. Tetapi kuman
tuberkulosis akan mati bila terke na sinar matahari, sabun, lisol,
karbol dan panas api Atmosukarto & Soewasti, 2000). Menurut
Girsang (1999), kuman tuberkulosis jika terkena cahaya matahari
akan mati dalam waktu 2 jam, selain itu kuman tersebut akan mati
oleh tinctura iodi sela ma 5 menit da n juga oleh ethanol 80 %
dalam wa ktu 2 sampai 10 menit serta oleh fenol 5 % dalam waktu
24 jam.
Bakteri Mycobacterium tuberculosa seperti halnya bakteri
lain pada umumnya, akan tumbuh dengan subur pada lingkungan
dengan kelembaban yang tinggi. Air membentuk lebih dari 80 %
volume sel bakteri dan merupakan hal essensial untuk
pertumbuhan dan kelangsungan hidup sel bakteri (Gould &
Brooker, 2003). Menurut Notoatmodjo (2003), kelembaban udara
yang meningkat merupakan media yang baik untuk bakteri-bakteri
patogen termasuk tuberkulosis. Menurut Gould & Brooker (2003),
bakteri Mycobacterium tuberculosa memiliki rentang suhu yang
disukai. Mycobacterium tuberculosa merupakan bakteri mesofilik
yang tumbuh subur dalam rentang 25 40 C, tetapi akan tumbuh
secara optimal pada suhu 31-37 C (Gould & Brooker, 2003;
Gibson, 1996; Girsang, 1999; Salvato dalam Lubis, 1989).
Manusia merupakan reservoar untuk penularan kuman
Mycobacterium tuberculosa (Gibson, 1996; Tambajong, 2000;
Atmosukarto, 2000). Kuman tuberkulosis menular melalui droplet
nuclei. Seorang penderita tuberkulosis dapat menularkan pada 10-
15 orang (Depkes RI, 2002). Menurut penelitian pusat ekologi
kesehatan (1991), menunjukkan tingkat penularan tuberkulosis di
lingkungan keluarga penderita cukup tinggi, dimana seorang
penderita rata -rata dapat menularkan kepada 2-3 orang di dalam
rumahnya. Di dalam rumah dengan ventilasi baik, kuman ini dapat
hilang terbawa angin dan akan lebih baik lagi jika ventilasi
ruangannya menggunakan pembersih udara yang bisa
menangkap kuman TB (Atmosukarto & Soeswati, 2000).

2. PENULARAN TB
a. Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif melalui percik
renik dahak yang dikeluarkan. Namun, bukan berarti bahwa
pasien TB dengan hasil pemeriksaan BTA negatif tidak
mengandung kuman dalam dahaknya. Hal tersebut bisa saja
terjadi oleh karena jumlah kuman yang terkandung dalam contoh
uji dari 5000 kuman/cc dahak sehngga sulit dideteksi melalui
pemeriksaan mikroskopis langsung
b. Pasien TB dengan BTA negatif juga masih memiliki kemungkianan
menularkan penyakit TB. Tingkat penularan pasien TB BTA
posistif adalah 65%, pasien TB BTA negatif dengan hasil kultur
positif adalah 265 sedangkan pasien TB dengan hasil kultur
negatif dan foto thoraks positif adalah 17%.
c. Infeksi akan terjadi apabila orang lain menghirup udara yang
mengandung percik renik dahak yang infeksius tersebut.
d. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke
udara dalam betuk percikan dahak atau droplet nuclei/percik
pernik. Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan
dahak.

3. KLASIFIKASI
Ada beberapa klasifikasi Tb paru yaitu menurut Depkes (2007) yaitu1:
a. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena:
1) Tuberkulosis paru
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang
jaringan (parenkim) paru. tidak termasuk pleura (selaput paru)
dan kelenjar pada hilus.
2) Tuberkulosis ekstra paru
Tuberkulosis Ekstra Paru adalah tuberkulosis yang
menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura,
selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe,
tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat
kelamin, dan lain-lain. TB ekstra-paru dibagi berdasarkan
pada tingkat keparahan penyakitnya, yaitu:
1) TB Ekstra Paru Ringan
Misalnya: TB kelenjar limphe, pleuritis eksudativa
unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan
kelenjar adrenal.

2) TB Ekstra-Paru Berat
Misalnya: meningitis, millier, perikarditis, peritonitis,
pleuritis eksudativa duplex, TB tulang belakang, TB usus,
TB saluran kencing dan alat kelamin.

b. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis,


yaitu pada Tb Paru:
1) Tuberkulosis paru BTA positif
- Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS
hasilnya BTA positif.
- 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto
toraks dada menunjukkan gambaran tuberkulosis.
- 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan
kuman Tb positif
- 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3
spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya
hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah
pemberian antibiotika non OAT.
2) Tuberkulosis paru BTA negatif
Kriteria diagnostik Tb paru BTA negatif harus meliputi:
- Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif.
- Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran
tuberkulosis.
- Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non
OAT.
- Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi
pengobatan.

c. Klasifikasi berdasarkan tipe pasien ditentukan berdasarkan


riwayat pengobatan sebelumnya. Ada beberapa tipe pasien yaitu:
1) Kasus baru
Pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau
sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
2) Kasus kambuh (relaps)
Pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat
pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh tetapi
kambuh lagi.
3) Kasus setelah putus berobat (default )
Pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau
lebih dengan BTA positif.

4) Kasus setelah gagal (failure)


Pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau
kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama
pengobatan.
5) Kasus lain
Semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas,
dalam kelompok ini termasuk kasus kronik, yaitu pasien dengan
hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai
pengobatan ulangan (Depkes RI, 2006).
4. PERJALANAN ALAMIAH TB

5. EPIDEMIOLOGI
Indonesia sekarang berada pada ranking kelima negara dengan
beban TB tertinggi di dunia. Estimasi prevalensi TB semua kasus adalah
sebesar 660,000 (WHO, 2010) dan estimasi insidensi berjumlah 430,000
kasus baru per tahun. Jumlah kematian akibat TB diperkirakan 61,000
kematian per tahunnya.
6. PATOFISIOLOGI (TERLAMPIR)
7. MANIFESTASI KLINIS
Keluhan yang diraskan pasien pasien tuberkulosis dapat
bermacam-macam atau malah banyak ditemukan TB paru tanpa keluhan
sama sekali dalam pemeriksaan kesehatan .keluhan yang terbanyak:
a. Demam
Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi kadang-
kadang pana badan dapat mencapai 40-410 Celsius. Serangan
demam pertama dapat sembuh sebentar ,tetapi kemudian dapat
timbul kembali. Begitulah seterusnya hilang timbul demam influenza
ini ,sehingga pasien merasa tidak pernah terbeba dari serangan
demam influenza. Keadaan ini sangat terpengaruh oleh daya tahan
tubuh pasien dan berat ringannya infeksi kuman tuberkolosis masuk.
b. Batuk/batuk berdarah
Gejala ini bayak ditemukan dengan lama > 3 minggu. Batuk terjadi
karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk
membuang produk-produk radang keluar. Karena terlibatnya bronkus
pada setiap penyakit tidak sama.mungkin saja batuk baru ada setelah
penyakit berkembang dalam jaringan paru yakni setelah minggu-
mimggu atau berbulan-bulan peradangan bermula.sifat batuk dimulai
dari batuk kering (non-produktif) kemudian setelah timbul peradagan
menjadi produktif(menghasilkal sputum). keadaan yang lanjut adalah
berupa batuk darah karena terdapat pembuLuh darah yang pecah.
kebanyakan batuk darah pada tuberkulusis terjadi pada kavitas, tetapi
dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronkus.
c. Sesak bernafas
pada penyakit ringan (baru tumbuh)belum dirasakan sesak
nafas.sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah
lanjut,yang infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian paru-paru dan
takipneu.
d. Nyeri dada
Gejala ini agak jarang ditemukan.nyeri dada timbul bila infiltrasinya
radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis
.terjadi gesekan kedua pleura sewaktu pasien menarik/melepaskan
napasnya.
e. Malaise dan kelelahan
Penyakit tuberculosis bersifat radang menahun, gejala malaise sering
ditemukan berupa anaoreksia tidak ada nafsu makan,badan makin
kurus (berat badan turun), sakit kepala, keringat malam, dll. Selain itu
juga terjadi kselitan tidur pada malam hari (Price, 2005). Gejala
malaise ini makin lama makin berat dan terjadi ilang timbul secara
tidak teratur.
Takikardia
(Amin, 2007)
8. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Pemeriksaan fisik
Tanda-tanda yang di temukan pada pemeriksaan fisik tergantung
luas dan kelainan struktural paru. Pada lesi minimal, pemeriksaan fisis
dapat normal atau dapat ditemukan tanda konsolidasi paru utamanya
apeks paru. Tanda pemeriksaan fisik paru tersebut dapat berupa: fokal
fremitus meingkat, perkusi redup, bunyi napas bronkovesikuler atau
adanya ronkhi terutama di apeks paru . Pada lesi luas dapat pula
ditemukan tanda-tanda seperti : deviasi trakea ke sisi paru yang
terinfeksi, tanda konsolidasi, suara napas amporik pada cavitas atau
tanda adanya penebalan pleura.

b. Pemeriksaan Dahak
Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis,
menilai keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan.
Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan
mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari
kunjungan yang berurutan sewaktu-pagis-ewaktu (SPS) 9.
1. S(sewaktu):
Dahak ditampung pada sata terduga pasien TB datang
berkunjung pertama kali ke fasyankes. Pada saat pulan, terduga
pasien membawa sebuah pot dahak untuk menampung dahak
pagi pada hari kedua
2. P(pagi):
Dahak ditampung dirumah pada pagi hari kedua, segera setelah
bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri ke petugas
difasyankes
3. S (sewaktu):
Dahak ditampung di fasyankes pada hari kedua, saat
menyerahkan dahak pagi
c. Bronchografi : merupakan pemeriksaan khusus untuk melihat kerusakan
bronchus atau kerusakan paru karena TB.
d. Laboratorium :
- Darah : leukosit meninggi, LED meningkat
- Sputum : pada kultur ditemukan BTA
e. Tes Tuberkulin: Mantoux Test (indurasi lebih dari 10-15mm)
f. Pemeriksaa Radiologi
Pemeriksaan standar adalah foto toraks PA. Pemeriksaan lain
atas indikasi ialah foto lateral, top lordotik, oblik, CT-Scan. Pada kasus
dimana pada pemeriksaan sputum SPS positif, foto toraks tidak
diperlukan lagi. Pada beberapa kasus dengan hapusan positif perlu
dilakukan foto toraks bila:
- Curiga adanya komplikasi (misal : efusi pleura, pneumotoraks)
- Hemoptisis berulang atau berat
- Didapatkan hanya 1 spesimen BTA +
Pemeriksaan foto toraks memberi gambaran bermacam-macam
bentuk. Gambaran radiologi yang dicurigai lesi Tb paru aktif:
- Bayangan berawan/nodular di segmen apikal dan posterior lobus
atas dan segmen superior lobus bawah paru.
- Kaviti terutama lebih dari satu, dikelilingi bayangan opak
berawan atau nodular
- Bayangan bercak milier.
- Efusi Pleura
Gambaran radiologi yang dicrigai Tb paru inaktif :
- Fibrotik, terutama pada segmen apical dan atau posterior lobus
atas dan atau segmen superior lobus bawah.
- Kalsifikasi
- Penebalan pleura.

9. PENATALAKSANAAN
a. Prinsip pengobatan
Sesuai dengan sifat kuman TB, untuk memperoleh efektifitas
pengobatan, maka prinsip-prinsip yang dipakai adalah :
- Menghindari penggunaan monoterapi. Obat Anti Tuberkulosis
(OAT) diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis
obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan
kategori pengobatan. Hal ini untuk mencegah timbulnya
kekebalan terhadap OAT.
- Untuk menjamin kepatuhan penderita dalam menelan obat,
pengobatan dilakukan dengan pengawasan langsung (DOT =
Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan
Obat (PMO).
b. Pengobatan TB
- Tahap intensif
Pada tahap intensif (awal) penderita mendapat obat
setiap hari dan perlu diawasi secara langsung untuk
mencegah terjadinya kekebalan obat.
Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara
tepat, biasanya penderita menular menjadi tidak menular
dalam kurun waktu 2 minggu.
Sebagian besar penderita TB BTA positif menjadi BTA
negatif (konversi) dalam 2 bulan.
- Tahap Lanjut
Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih
sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama
Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister
(dormant) sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.

c. Regimen Pengobatan
Penggunaan Obat Anti TB yang dipakai dalam pengobatan TB
adalah antibotik dan anti infeksi sintetis untuk membunuh kuman
Mycobacterium. Aktifitas obat TB didasarkan atas tiga mekanisme, yaitu
aktifitas membunuh bakteri, aktifitas sterilisasi, dan mencegah resistensi.
Obat yang umum dipakai adalah Isoniazid, Etambutol, Rifampisin,
Pirazinamid, dan Streptomisin. Kelompok obat ini disebut sebagai obat
primer. Isoniazid adalah obat TB yang paling poten dalam hal membunuh
bakteri dibandingkan dengan rifampisin dan streptomisin. Rifampisin dan
pirazinamid paling poten dalam mekanisme sterilisasi. Sedangkan obat
lain yang juga pernah dipakai adalah Natrium Para Amino Salisilat,
Kapreomisin, Sikloserin, Etionamid, Kanamisin, Rifapentin dan Rifabutin.
Natrium Para Amino Salisilat, Kapreomisin, Sikloserin, Etionamid, dan
Kanamisin umumnya mempunyai efek yang lebih toksik, kurang efektif,
dan dipakai jika obat primer sudah resisten. Sedangkan Rifapentin dan
Rifabutin digunakan sebagai alternatif untuk Rifamisin dalam pengobatan
kombinasi anti TB.
Rejimen pengobatan TB mempunyai kode standar yang
menunjukkan tahap dan lama pengobatan, jenis OAT, cara pemberian
(harian atau selang) dan kombinasi OAT dengan dosis tetap. Contoh :
2HRZE/4H3R3 atau 2HRZES/5HRE.
Kode huruf tersebut adalah akronim dari nama obat yang dipakai, yakni :
H = Isoniazid
R = Rifampisin
Z = Pirazinamid
E = Etambutol
S = Streptomisin

Sedangkan angka yang ada dalam kode menunjukkan waktu atau


frekwensi. Angka 2 didepan seperti pada 2HRZE, artinya digunakan
selama 2 bulan, tiap hari satu kombinasi tersebut, sedangkan untuk
angka dibelakang huruf, seperti pada 4H3R3 artinya dipakai 3 kali
seminggu ( selama 4 bulan). Sebagai contoh, untuk TB kategori I
dipakai 2HRZE/4H3R3, artinya :
Tahap awal/intensif adalah 2HRZE : Lama pengobatan 2 bulan, masing
masing OAT (HRZE) diberikan setiap hari.
Tahap lanjutan adalah 4H3R3 : Lama pengobatan 4 bulan, masing
masing OAT (HR) diberikan 3 kali seminggu.
d. Paduan OAT Yang Digunakan Di Indonesia
Paduan pengobatan yang digunakan oleh Program Nasional
Penanggulangan TB oleh Pemerintah Indonesia :
- Kategori 1 : 2HRZE/4H3R3.
- Kategori 2 : 2HRZES/HRZE/5H3R3E3.
- Kategori 3 : 2 HRZ/4H3R3.
Disamping ketiga kategori ini, disediakan paduan obat sisipan (HRZE)

1. KATEGORI-1 (2HRZE/4H3R3)
Tahap intensif terdiri dari HRZE diberikan setiap hari selama 2
bulan. Kemudian diteruskan dengan tahap lanjutan yang terdiri dari
HR diberikan tiga kali dalam seminggu selama 4 bulan.
Obat ini diberikan untuk:
- Penderita baru TB Paru BTA Positif.
- Penderita baru TB Paru BTA negatif Rntgen Positif yang sakit
berat
- Penderita TB Ekstra Paru berat

2. KATEGORI -2 (2HRZES/HRZE/5H3R3E3)
Tahap intensif diberikan selama 3 bulan, yang terdiri dari 2 bulan
dengan HRZES setiap hari. Dilanjutkan 1 bulan dengan HRZE setiap
hari. Setelah itu diteruskan dengan tahap lanjutan selama 5 bulan
dengan HRE yang diberikan tiga kali dalam seminggu.
Obat ini diberikan untuk penderita TB paru BTA(+) yang sebelumnya
pernah diobati, yaitu:
- Penderita kambuh (relaps)
- Penderita gagal (failure)
- Penderita dengan pengobatan setelah lalai (after default).

3. KATEGORI-3 (2HRZ/4H3R3)
Tahap intensif terdiri dari HRZ diberikan setiap hari selama 2
bulan (2HRZ), diteruskan dengan tahap lanjutan terdiri dari HR
selama 4 bulan diberikan 3 kali seminggu.
Obat ini diberikan untuk:
- Penderita baru BTA negatif dan rntgen positif sakit ringan,
- Penderita TB ekstra paru ringan.
e. Efek samping obat OAT
Sebagian besar pasien TB dapat menyelesaikan pengobatan
tanpa efek samping. Namun sebagian kecil dapat mengalami efek
samping, oleh karena itu pemantauan kemungkinan terjadinya efek
samping sangat penting dilakukan selama pengobatan. Efek samping
yang terjadi dapat ringan atau berat, bila efek samping ringan dan dapat
diatasi dengan obat simtomatik maka pemberian OAT dapat
dilanjutkan.adapun efek samping OAT antara lain yaitu:
- Isoniazid (INH)
Efek samping ringan dapat berupa tanda-tanda keracunan
pada syaraf tepi, kesemutan, rasa terbakar di kaki dan nyeri otot.
Efek ini dapat dikurangi dengan pemberian piridoksin dengan
dosis 100 mg perhari atau dengan vitamin B kompleks. Pada
keadaan tersebut pengobatan dapat diteruskan. Kelainan lain
ialah menyerupai defisiensi piridoksin (syndrom pellagra).
Efek samping berat dapat berupa hepatitis imbas obat
yang dapat timbul pada kurang lebih 0,5% pasien. Bila terjadi
hepatitis imbas obat atau ikterik, hentikan OAT dan pengobatan
sesuai dengan pedoman TB pada keadaan khusus.
- Rifampisin
Efek samping ringan yang dapat terjadi dan hanya
memerlukan pengobatan simtomatik ialah : Sindrom flu berupa
demam, menggigil dan nyeri tulang, Sindrom perut berupa sakit
perut, mual, tidak nafsu makan, muntah kadang-kadang diare,
Sindrom kulit seperti gatal-gatal kemerahan
Efek samping yang berat tetapi jarang terjadi ialah :
Hepatitis imbas obat atau ikterik, bila terjadi hal tersebut
OAT harus distop dulu dan penatalaksanaan sesuai
pedoman TB pada keadaan khusus
Purpura, anemia hemolitik yang akut, syok dan gagal
ginjal. Bila salah satu dari gejala ini terjadi, rifampisin
harus segera dihentikan dan jangan diberikan lagi
walaupun gejalanya telah menghilang
Sindrom respirasi yang ditandai dengan sesak napas
Rifampisin dapat menyebabkan warna merah pada air
seni, keringat, air mata, air liur. Warna merah tersebut
terjadi karena proses metabolisme obat dan tidak
berbahaya. Hal ini harus diberitahukan kepada pasien
agar dimengerti dan tidak perlu khawatir.
- Pirazinamid
Efek samping utama ialah hepatitis imbas obat
(penatalaksanaan sesuai pedoman TB pada keadaan khusus).
Nyeri sendi juga dapat terjadi (beri aspirin) dan kadang-kadang
dapat menyebabkan serangan arthritis Gout, hal ini kemungkinan
disebabkan berkurangnya ekskresi dan penimbunan asam urat.
Kadang-kadang terjadi reaksi demam, mual, kemerahan dan
reaksi kulit yang lain.
- Etambutol
Etambutol dapat menyebabkan gangguan penglihatan
berupa berkurangnya ketajaman, buta warna untuk warna merah
dan hijau. Meskipun demikian keracunan okuler tersebut
tergantung pada dosis yang dipakai, jarang sekali terjadi bila
dosisnya 15-25 mg/kg BB perhari atau 30 mg/kg BB yang
diberikan 3 kali seminggu. Gangguan penglihatan akan kembali
normal dalam beberapa minggu setelah obat dihentikan.
Sebaiknya etambutol tidak diberikan pada anak karena risiko
kerusakan okuler sulit untuk dideteksi
- Streptomisin
Efek samping utama adalah kerusakan syaraf kedelapan
yang berkaitan dengan keseimbangan dan pendengaran. Risiko
efek samping tersebut akan meningkat seiring dengan
peningkatan dosis yang digunakan dan umur pasien. Risiko
tersebut akan meningkat pada pasien dengan gangguan fungsi
ekskresi ginjal. Gejala efek samping yang terlihat ialah telinga
mendenging (tinitus), pusing dan kehilangan keseimbangan.
Keadaan ini dapat dipulihkan bila obat segera dihentikan atau
dosisnya dikurangi 0,25gr. Jika pengobatan diteruskan maka
kerusakan alat keseimbangan makin parah dan menetap
(kehilangan keseimbangan dan tuli). Reaksi hipersensitiviti
kadang terjadi berupa demam yang timbul tiba-tiba disertai sakit
kepala, muntah dan eritema pada kulit. Efek samping sementara
dan ringan (jarang terjadi) seperti kesemutan sekitar mulut dan
telinga yang mendenging dapat terjadi segera setelah suntikan.
Bila reaksi ini mengganggu maka dosis dapat dikurangi 0,25gr.
Streptomisin dapat menembus barrier plasenta sehingga tidak
boleh diberikan pada wanita hamil sebab dapat merusak syaraf
pendengaran janin. (http://www.klikpdpi.com/konsensus/tb/tb.pdf)
Diagnosa
No. Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
keperawatan
1. Bersihan jalan NOC: 1. Buka jalan nafas, gunakan teknik chin lift
nafas tidak efektif atau jaw thrust bila perlu
b.d. adanya Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan
eksudat di alveolus jam, diharapkan bersihan jalan nafas efektif dengan ventilasi
kriteria hasil: 3. Identifikasi pasien perlunya pemasangan
alat bantu pernafasan
No Indikator Awal Target4. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
5. keluarkan sekret dengan batuk atau suction
1. Tidak didapatkan demam 6. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
2. Tidak didapatkan kecemasan tambahan
7. Berikan pelembab udara
8. Atur intake untuk cairan mengoptimlkan
3. Frekuensi pernafasan sesuai keseimbangan
dengan yang diharapkan 9. Monitor respirasi dan status O2

4. Pengeluaran sputum pada


jalan nafas

5. Bebas dari suara nafas


tambahan

Keterangan:

1=Keluhan ekstrim

2= Keluhan berat

3= Keluhan sedang
4= Keluhan ringan

5= Tidak ada keluhan

2. Ketidakseimbanga NOC: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1. Kaji pola makan, kebiasaan makan dan
n nutrisi: kurang 3x24 jam diharapkan kebutuhan nutrisi menjadi makanan yang disukai
dari kebutuhan seimbang, dengan kriteria 2. Berikan makanan sesuai diet dan berikan
tubuh b.d selagi hangat
ketidaakmampuan 3. Anjurkan pasien makan sedikit tapi sering
mencerna, N Targe 4. Anjurkan pasien untuk meningkatkan nutrisi
memasukkan, Indikator Awal yang adekuat
o t
mengasorbsi 5. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian
makanan karena 1. Masukan peroral diet sesuai indikasi
faktor biologi. meningkat 6. Ukur berat badan pasien

2. Porsi makan yang


disediakan habis

3. Tidak terjadi
penurunan berat badan

4. Dapat mengidentifikasi
kebutuhan nutrisi

Ket:
1=Keluhan ekstrim
2= Keluhan berat
3= Keluhan sedang
4= Keluhan ringan
5= Tidak ada keluhan
3. Nyeri (akut) NOC : 1. Kaji nyeri secara komprehensif (skala,
berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan , diharapkan kualitas, lokasi dan intensitas)
dengan agen injury nyeri hilang/terkendali dengan skala : 2. Observasi reaksi pasien terhadap nyeri
biologi 3. Jelaskan faktor penyebab nyeri
N Targe 4. Gunakan komunikasi terapeutik
Indikator Awal
o t 5. Kaji TTV
6. Berikan posisi yang nyaman
1. Mengenali faktor 7. Ajarkan teknik relaksasi (misal : nafas
penyebab dalam, pijat punggung )
8. Berkolaborasi dengan dokter dalam
2. Mengenali lamanya pemberian obat
(onset) sakit (skala,
intensitas, frekuensi dan
tanda nyeri)

3. Menggunakan metode
non-analgetik untuk
mengurangi nyeri

4. Melaporkan bahwa nyeri


berkurang dengan
menggunakan
manajemen nyeri
5. Menyatakan rasa
nyaman setelah nyeri
berkurang
6. Tanda vital dalam
rentang normal

1 = Tidak pernah
2 = Jarang
3 = Kadang-kadang
4 = Sering
5 = Konsisten menunjukkan

Anda mungkin juga menyukai