Anda di halaman 1dari 44

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Chronic Kidney Disease, (CKD) merupakan gangguan fungsi

renal yang progresif dan irreversibel dimana kemampuan tubuh

gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan

dan elektrolit sehingga terjadi uremia. Diperkirakan hingga tahun

2015 Data WHO dengan kenaikan dan tingkat persentase dari tahun

2009 sampai sekarang 2011 sebanyak 36 juta orang warga dunia

meninggal dunia akibat penyakit Cronic Kidney Disease (CKD).

(Data survey, 2011)

Indonesia termasuk tingkat penderita gagal ginjal yang

cukup tinggi. Menurut data dari Penetri (Persatuan Nefrologi

Indonesia) sampai 2 Januari 2011 di perkirakan ada 70 ribu

penderita gagal ginjal di Indonesia yang membutuhkan cangkok

ginjal.

Pelayanan asuhan keperawatan di tujukan untuk

mempertahankan, meningkatkan kesehatan dan menolong individu

untuk mengatasi secara tepat masalah kesehatan sehari-hari,

penyakit, kecelakaan, atau ketidak mampuan bahkan kematian

(Depkes 2004).

1
B. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Yaitu memperoleh pengalaman secara nyata dalam memberikan

Asuhan Keperawatan pada klien diare secara komprehensif.

Meliputi: aspek biologi, psikologi, sosial dan spiritual

dengan pendekatan proses perawatan.

2. Tujuan Khusus

a) Dapat melakukan pengkajian dan menganalisa data untuk

menegakkan diagnosa keperawatan.

b) Dapat menyusun rencana Asuhan Keperawatan

c) Dapat melaksanakan tindakan Asuhan Keperawatan berdasarkan

perencanaan yang telah disusun

d) Dapat melakukan evaluasi Asuhan Keperawatan

C. Manfaat Penulisan

1. Rumah Sakit

Dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dan

masukan dalam

upaya meningkatkan mutu pelayanan Kesehatan khususnya

penerapan asuhan keperawatan pada klien Mengetahui Asuhan

Keperawatan Chronic Kidney Desease (CKD).

2. Institusi Pendidikan

Menjadi masukan bagi institusi guna menambah literatur /

referensi untuk kelengkapan perkuliahan.

2
3. Klien dan keluarga

Menambah pengetahuan klien dan keluarga tentang

penyakit Mengetahui Asuhan Keperawatan Chronic Kidney

Desease (CKD), terutama tentang cara pencegahan dan

penanggulangannya.

3
BAB II

KONSEP DASAR GAGAL GINJAL KRONIK

A. Pengertian

Gagal ginjal kronik adalah gangguan fungsi ginjal yang

progresif dan irreversibel (tubuh gagal dalam mempertahankan

metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit), sehingga

menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam

darah) (Muhammad, 2012).

Gagal ginjal kronik adalah penurunan fungsi ginjal dalam

skala kecil. Itu merupakan proses normal bagi setiap manusia

seiring bertambahnya usia. Namun hal ini tidak menyebabkan

kelainan atau menimbulkan gejala karena masih dalam batas-batas

wajar yang dapat ditolerir ginjal dan tubuh. Tetapi karena

berbagai sebab, dapat terjadi kelainan di mana penurunan fungsi

ginjal terjadi secara progresif sehingga menimbulkan berbagai

keluhan dari ringan sampai berat. Kondisi ini disebut gagal

ginjal kronik (Colvy, 2010).

B. Etiologi

Gagal ginjal kronik merupakan suatu keadaan klinis

kerusakan ginjal yang progresif dan ireversibel dari berbagai

penyebab :

1. Infeksi : pielonefritis kronik.

2. Penyakit peradangan : glomerulonefritis.

3. Penyakit vaskular hipertensif : nefroskeloris benigna,

nefrosklerosisi maligna, stenosis arteria renalis.

4
4. Gangguan jaringan penyambung : lupus eritematosus sistemik,

poliarteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif.

5. Gangguan kongenital dan herediter : penyakit ginjal polikistik

dan asidosis tubulus ginjal.

6. Penyakit metabolik : diabetes melitus, gout,

hiperparatiroidisme dan amiloidosis.

7. Nefropati toksik : penyalahgunaan analgesik dan nefropati

timbal.

8. Nefropati obstruktif : saluran kemih bagian atas (kalkuli,

eoplasma, fibrosis retroperitoneal) dan saluran kemih bagian

bawah (hipertrofi prostat, striktur uretra, anomali kongenital

apada leher kandung kemih dan uretra).

C. Tahap-Tahap Perkembangan Gagal Ginjal Kronik

Berikut ini tahap-tahap perkembangan penyakit gagal ginjal

kronik menurut Muhammad (2012), yaitu:

1. Penurunan cadangan ginjal (faal ginjal antara 40-75%)

Pada tahap ini, ada beberapa hal yang terjadi dalam tubuh

penderita, di antaranya:

a) Sekitar 40-75% nefron tidak berfungsi,

b) Laju filtrasi glomerulus 40-50% normal,

c) BUN dan kreatinin serum masih normal, dan

d) Pasien asimtomatik

Tahap ini merupakan tahap perkembangan penyakit ginjal

yang paling ringan, karena faal ginjal masih dalam kondisi baik.

Oleh karena itu, penderita juga belum merasakan gejala apapun.

5
Bahkan, hasil pemeriksaan laboratorium menunjukan bahwa faal

ginjal masih berada dalam batas normal.

Selain itu, kreatinin serum dan kadar BUN (blood urea

nitrogen) masih berada dalam batas normal dan penderita

asimtomatik. Gangguan fungsi ginjal baru diketahui setelah pasien

diberi beban kerja yang berat, seperti tes pemekatan kemih dalam

waktu lama atau melalui tes GFR dengan teliti.

2. Indufisiensi ginjal (faal ginjal antara 20-50%)

Pada tahap ini, beberapa hal yang terjadi dalam tubuh

penderita, di antaranya:

a) sekitar 75-80% nefron tidak berfungsi,

b) laju filtrasi glomerulus 20-40% normal,

c) BUN dan kreatinin serum mulai meningkat,

d) Anemia dan azotemia ringan, serta

e) Nokturia dan poliuria

Pada tahap ini, penderita masih dapat melakukan tugas-

tugas seperti biasa, walaupun daya dan konsentrasi ginjal

menurun. Pengobatan harus dilakukan dengan cepat untuk mengatasi

kekurangan cairan, kekurangan garam, dan gangguan jantung. Selain

itu, penderita juga harus diberi obat untuk mencegah gangguan

faal ginjal. Apabila langkah-langkah ini dilakukan dengan cepat

dan tepat, perkembangan penyakit ginjal yang lebih berat pun

dapat dicegah.

Pada stadium ini, lebih dari 75% jaringan ginjal yang

berfungsi telah rusak. Selain itu, kadar BUN dan kreatinin serum

juga mulai meningkat melampaui batas normal.

6
3. Gagal ginjal (faal ginjal kurang dari 10%)

Beberapa hal yang terjadi dalam tubuh penderita, di

antaranya:

a) laju filtrasi glomerulus 10-20% normal,

b) BUN dan kreatinin serum meningkat,

c) anemia, azotemia, dan asidosis metabolik,

d) poliuria dan nokturia, serta

e) gejala gagal ginjal.

4. End-Stage Meal Disease (ESRD)

Pada tahap ini, beberapa hal yang terjadi dalam tubuh

penderita, di antaranya:

a) lebih dari 85% nefron tidak berfungsi,

b) laju filtrasi glomerulus kurang dari 10% normal,

c) BUN dan kreatinin tinggi,

d) anemia, azotemia, dan asidosis metabolik,

e) berat jenis urine tetap 1,010,

f) oliguria, dan

g) gejala gagal ginjal.

Pada stadium akhir, kurang lebih 90% massa nefron telah

hancur. Nilai GFR 10% di bawah batas normal dan kadar

kreatinin hanya 5-10 ml/menit, bahkan kurang dari jumlah

tersebut. Selain itu, peningkatan kreatinin serum dan kadar

BUN juga meningkat secara mencolok.

Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita tidak sanggup

mempertahankan homeostatis cairan dan elektrolit didalam

7
tubuh. Biasanya, penderita menjadi oliguri (pengeluaran kemih

kurang dari 500ml/hari karena kegagalan glomerulus). Pada

stadium akhir gagal ginjal, penderita harus mendapatkan

pengobatan dalam bentuk transplantasi ginjal atau dialisis.

Berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui bahwa awalnya

penderita penyakit gagal ginjal tidak menunjukan gejala

apapun. Kemudian, penyakit ini berkembang secara perlahan-

lahan. Kelainan fungsi ginjal hanya dapat diketahui dari

pemeriksaan laboratorium. Pada tahap ringan dan sedang,

penderita penyakit gagal ginjal kronik masih menunjukan

gejala-gejala ringan, meskipun terjadi peningkatan urea

didalam darahnya.

Pada stadium ini, ginjal tidak dapat menyerap air dari air

kemih, sehingga volume air kemih bertambah. Oleh karena itu,

penderita mengalami nokturia (sering berkemih pada malam

hari). Selain itu, penderita juga mengalami tekanan darah

tinggi, karena ginjal tidak mampu membuang kelebihan garam dan

air. Hal inilah yang memicu penyakit stroke atau gagal

jantung.

Lambat laun, limbah metabolik yang tertimbun didalam darah

semakin banyak. Maka, penderita menunjukan berbagai macam

gejala, seperti mudah lelah, letih, kurang siaga, kedutan

otot, kelemahan otot, kram, anggota gerak seperti tertusuk

jarum, dan hilangnya rasa pada daerah-daerah tertentu. Selain

itu, nafsu makan penderita menurun, merasa mual dan muntah,

terjadi peradangan pada lapisan mulut (stomatitis), rasa tidak

8
enak dimulut, dan penderita mengalami penurunan berat badan

dan malnutrisi. Apabila tekanan darah tinggi, penderita akan

kejang. Dan kelainan kimia darah menyebabkan kelainan fungsi

otak penderita (Muhammad, 2012).

D. Patofisiologi

Fungsi ginjal menurun karena produk akhir metabolisme

protein tertimbun dalam darah, sehingga mengakibatkan terjadinya

uremia dan mempengaruhi seluruh sistem tubuh. Semakin banyak

timbunan produksi sampah maka gejala semakin berat (Nursalam dan

Fransisca, 2008).

Gangguan clearance renal terjadi akibat penurunan jumlah

glomerulus yang berfungsi. Penurunan laju filtrasi glomerulus

dideteksi dengan memeriksa clearance kreatinin urine tampung 24

jam yang menunjukan penurunan clearance kreatinin dan peningkatan

kadar kreatinin serum (Nursalam dan Fransisca, 2008).

Retensi cairan dan natrium dapat mengakibatkan edema, CHF,

dan hipertensi. Hipotensi dapat terjadi karena aktivitas aksis

renin angitensin dan kerja sama keduanya meningkatkan sekresi

aldosteron. Kehilangan garam mengakibatkan risiko hipotensi dan

hipovolemia. Muntah dan diare menyebabkan perpisahan air dan

natrium sehingga status uremik memburuk (Nursalam dan Fransisca,

2008).

Asidosis metabolik akibat ginjal tidak mampu mensekresi

asam (H) yang berlebihan. Penurunan sekresi asam akibat tubulus

ginjal tidak mampu men sekresi ammonia dan mengabsorpsi natrium

9
bikarbonat (HCO3). Penurunan ekskresi fosfat dan asam organik

lain terjadi (Nursalam dan Fransisca, 2008).

Anemia terjadi akibat produksi eritropoietin yang tidak

memadai, memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi,

dan kecendurungan untuk mengalami perdarahan akibat status uremik

pasien, terutama dari saluran pencernaan. Eritropoietin yang

diproduksi oleh ginjal, menstimulasi sumsum tulang untuk

menhasilkan sel darah merah, dan produksi eritropoietin menurun

sehingga mengakibatkan anemia berat yang disertai keletihan,

angina, dan sesak napas (Nursalam dan Fransisca, 2008).

Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat merupakan gangguan

metabolisme. Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh memiliki

hubungan timbal balik. Jika salah satunya meningkat, maka fungsi

yang lain akan menurun. Dengan menurunnya filtrasi melalui

glomerulus ginjal, maka meningkatkan kadar fosfat serum, dan

sebaliknya, kadar serum kalsium menurun. Penurunan kadar kalsium

serum menyebabkan sekresi parathormon, sehingga kalsium ditulang

menurun, menyebabkan terjadinya perubahan tulang dan penyakit

tulang. Demikian juga vitamin D (1, 25 dihidrokolekalsiferol)

yang dibentuk di ginjal menurun seiring perkembangan gagal ginjal

(Nursalam dan Fransisca, 2008).

10
E. Manifestasi Klinik

Menurut Muhammad (2012), manifestasi klinik gagal ginjal

kronik adalah sebagai berikut :

1. Gangguan pada system gastrointestinal

a) Anoreksia, nausea, dan vomitus yang berhubungan dengan

Gangguan

b) metabolisme protein didalam usus, terbentuknya zat-zat

toksik akibat metabolisme bakteri usus seperti ammonia dan

metal gaunidin, serta sembabnya mukosa .

c) Fetor uremik disebabkan oleh ureum yang berlebihan pada air

liur diubah oleh bakteri di mulut menjadi ammonia sehingga

nafas berbau ammonia.

d) Cegukan (hiccup) sebabnya yang pasti belum diketahui .

2. Gangguan sistem hematologi dan kulit

a) Anemia karena kekurangan produksi eritropoetin.

b) Kulit pucat dan kekuningan akibat anemia dan penimbunan

urokrom.

c) Gatal-gatal akibat toksis uremik

d) Trombositopenia (penurunan kadar trombosit dalam darah).

e) Gangguan fungsi kulit (fagositosis dan kematosis

berkurang).

3. Sistem saraf dan otot

a) Restless leg syndrome

Klien merasa pegal pada kakinya sehingga selalu digerakkan.

b) Burning feet syndrome

11
Klien merasa semutan dan seperti terbakar, terutama

ditelapak kaki.

c) Ensefalopati metabolik

Klien tampak lemah, tidak bisa tidur, gangguan

konsentrasi, tremor, mioklonus, kejang.

d) Miopati

Klien tampak mengalami kelemahan dan hipotrofi otot-

otot terutama otot-otot ekstremitas proximal.

4. Sistem kardiovaskular

a) Hipertensi akibat penimbunan cairan dan garam

b) Nyeri dada dan sesak nafas akibat perikarditis, efusi

pericardial, penyakit jantung koroner akibat aterosklerosis

yang timbul dini, dan gagal jantung akibat penimbunan

cairan

c) Gangguan irama jantung akibat aterosklerosis dini, gangguan

elektrolit, dan klasifikasi metastatik

d) Edema akibat penimbunan cairan

5. Sistem endokrin

a) Gangguan seksual/libido; fertilitas dan penurunan seksual

pada laki-laki serta gangguan menstruasi pada wanita.

b) Gangguan metabolisme glukosa retensi insulin dan gangguan

sekresi insun.

12
F. Pemeriksaan Penunjang

Untuk memperkuat diagnosis sering diperlukan pemeriksaan

penunjang baik pemeriksaan laboratorium maupun radiologi.

1. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium diperlukan untuk menetapkan adanya

GGK, menentukan ada tidaknya kegawatan, menentukan derajat

GGK, menetapkan gangguan sistem, dan membantu menetapkan

etologi. Dalam menentukan ada atau tidaknya gagal ginjal,

tidak semua faal ginjal perlu diuji. Untuk keperluan praktis

yang paling lazim diuji adalah laju filtrasi glomerulus.

Disamping diagnosis GGK secara faal dengan tingkatanya, dalam

rangka diagnosis juga ditinjau factor penyebab (etiologi) dan

faktor pemburukanya. Kedua hal ini disamping perlu untuk

kelengkapan diagnosis, juga berguna untuk pengobatan.

2. Pemeriksaan EKG

Untuk melihat kemungkinan hipertrofi ventrikel kiri, tanda-

tanda perikarditis (misalnya voltase rendah), aritmia dan

gangguan elektrolit (hiperkalemia, hipokalsemia).

3. Ultrasonografi (USG)

Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal korteks ginjal,

kepadatan parenkim ginjal, anatomi sistem, pelviokalises,

ureter proksimal, kandung kemih serta prostat. Pemeriksaan ini

bertujuan untuk mencari adanya factor yang reversibel seperti

obstruksi oleh karena batu atau masa tumor, juga untuk menilai

apakah proses sudah lanjut (ginjal yang lisut). USG ini sering

13
dipakai oleh karena non-infasif, tak memerlukan persiapan

apapun.

4. Foto Polos Abdomen

Sebaiknya tanpa puasa, karena dehidrasi akan memperburuk

fungsi ginjal, menilai bentuk dan besar ginjal dan apakah ada

batu atau obstruksi lain. Foto polos yang disertai tomogram

memberi keterangan yang lebih baik.

5. Pielografi Intra-Vena (PIV)

Pada GGK lanjut tak bermanfaat lagi oleh karena ginjal tak

dapat memerlukan kontras dan pada GGK ringan mempunyai resiko

penurunan faal ginjal lebih berat, terutama pada usia lanjut,

diabetes melitus, dan nefropati asam urat. Saat ini sudah

jarang dilakukan pada GGK. Dapat dilakukan dengan cara

intravenous infusion pyelography, untuk menilai sistem

pelviokalises dan ureter.

6. Pemeriksaan Pielografi Retrograd

Dilakukan bila dicurigai ada obsstruksi yang reversibel.

7. Pemeriksaan Foto Dada

Dapat terlihat tanda-tanda bendungan paru akibat kelebihan

air (fluid overload), efusi pleura, kardiomegali dan efusi

pericardial. Tak jarang ditemukan juga infeksi spesifik oleh

karena imunitas tubuh yang menurun.

8. Pemeriksaan Radiologi Tulang

Mencari osteodistrofi (terutama falang/jari), dan

kalsifikasi metastatik.

14
G. Penanganan dan Pengobatan

Menurut Colvy (2010), Penanganan dan pengobatan penyakit

gagal ginjal kronik adalah sebagai berikut :

1. Transplantasi ginjal

Transplantasi ginjal adalah suatu metode terapi dengan cara

mencangkokkan sebuah ginjal sehat yang diperoleh dari donor.

ginjal yang dicangkokkan ini selanjutnya akan mengambil alih

fungsi ginjal yang sudah rusak. Orang yang menjadi donor harus

memiliki karakteristik yang sama dengan penderita. Kesamaan

ini meliputi golongan darah termasuk resus darahnya, orang

yang baik menjadi donor biasanya adalah keluarga dekat. Namun

donor juga bisa diperoleh dari orang lain yang memiliki

karakteristik yang sama. Dalam proses pencangkokkan kadang

kala kedua ginjal lama, tetap berada pada posisinya semula,

tidak dibuang kecuali jika ginjal lama ini menimbulkan

komplikasi infeksi atau tekanan darah tinggi. Namun,

transplantasi ginjal tidak dapat dilakukan untuk semua kasus

penyakit ginjal kronik. Individu dengan kondisi seperti

kanker, infeksi serius, atau penyakit kardiovaskuler (pembuluh

darah jantung) tidak dianjurkan untuk menerima transplantasi

ginjal. Hal ini dikarenakan kemungkinan terjadinya kegagalan

transplantasi yang cukup tinggi. Transplantasi ginjal

dinyatakan berhasil jika ginjal dicangkokkan dapat bekerja

sebagai penyaring darah sebagaimana layaknya ginjal sehat dan

pasien tidak lagi memerlukan terapi cuci darah.

15
2. Dialisis (Cuci darah)

Dialisis atau dikenal dengan nama cuci darah adalah suatu

metode terapi yang bertujuan untuk menggantikan fungsi/kerja

ginjal yaitu membuang zat-zat sisa dan kelebihan cairan dari

tubuh. Terapi ini dilakukan apabila fungsi kerja ginjal sudah

sangat menurun (lebih dari 90%) sehingga tidak lagi mampu

untuk menjaga kelangsungan hidup individu, maka perlu

dilakukan terapi. Selama ini dikenal ada 2 jenis dialisis :

a) Hemodialisis (cuci darah dengan mesin dialiser)

Hemodialisis atau HD adalah dialisis dengan

menggunakan mesin dialiser yang berfungsi sebagai ginjal

buatan. Pada prose ini, darah dipompa keluar dari tubuh,

masuk kedalam mesin dialiser. Di dalam mesin dialiser,

darah dibersihkan dari zat-zat racun melalui proses difusi

dan ultrafiltrasi oleh dialisat (suatu cairan khusus untuk

dialisis), lalu setelah darah selesai dibersihkan, darah

dialirkan kembali kedalam tubuh. Proses ini dilakukan 1-3

kali seminggu di rumah sakit dan setiap kalinya membutuhkan

waktu sekitar 2-4 jam.

b) Dialisis Peritoneal (cuci darah melalui perut)

Terapi kedua adalah dialisis peritoneal untuk metode

cuci darah dengan bantuan membran peritoneum (selaput

rongga perut). Jadi, darah tidak perlu dikeluarkan dari

tubuh untuk dibersihkan dan disaring oleh mesin dialisis.

16
c) Obat-obatan

1) Diuretik adalah obat yang berfungsi untuk meningkatkan

pengeluaran urin. Obat ini membantu pengeluaran kelebihan

cairan dan elektrolit dari tubuh, serta bermanfaat membantu

munurunkan tekanan darah.

2) Obat antihipertensi untuk mempertahankan agar tekanan darah

tetap dalam batas normal dan dengan demikian akan

memperlambat proses kerusakan ginjal yang diakibatkan oleh

tingginya tekanan darah.

3) Eritropoietin

Gagal ginjal juga menyebabkan penderita mengalami

anemia. Hal ini terjadi karena salah satu fungsi ginjal

yaitu menghasilkan hormon eritropoietin (Epo) terhambat.

Hormon ini bekerja merangsang sumsum tulang untuk

memproduksi sel-sel darah merah. Kerusakan fungsi ginjal

menyebabkan produksi hormon Epo mengalami penurunan

sehingga pembentukan sel darah merah menjadi tidak normal,

kondisi ini menimbulkan anemia (kekurangan darah). Oleh

karena itu, Epo perlu digunakan untuk mengatasi anemia yang

diakibatkan oleh PGK. Epo biasanyan diberikan dengan cara

injeksi 1-2 kali seminggu.

4) Zat besi

Anemia juga disebabkan karena tubuh kekurangan zat

besi. Pada penderita gagal ginjal konsumsi zat besi

(Ferrous Sulphate) menjadi sangat penting. Zat besi

membantu mengtasi anemia. Suplemen zat besi biasanya

17
diberikan dalam bentuk tablet (ditelan) atau injeksi

(disuntik).

5) Suplemen kalsium dan kalsitrio

Pada penderita gagal ginjal kronik, kadar kalsium

dalam darah menjadi rendah, sebaliknya kadar fosfat dalam

darah menjadi terlalu tinggi. Untuk mengatasi

ketidakseimbangan mineral ini, diperlukan kombinasi

obat/suplemen yaitu kalsitriol (vitamin D bentuk aktif) dan

kalsium.

18
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. H DENGAN DIAGNOSA MEDIS CKD(CHRKONIC

KIDNEY DISEASE)DI RUANG IRNA II RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA MATARAM

TAHUN 2017

A. PENGKAJIAN

1. Identitas

a. Identitas pasien

Nama : Tn. H

Umur : 49 tahun

Jenis kelamin : laki-laki

Agama : Islam

Alamat : Ampenan

Suku/bangsa : sasak/Indonesia

Pekerjaan : PNS (Pol PP)

Tgl masuk RS : 15 januari 2017

Tgl pengkajian : 16 januari 2017

No. Med. Rec : 04. 20. 36

Diagnose Medis :CKD (Chronic kidney disease)/GGK(gagal

ginjal kronik )

b. Identitas penanggung jawab

Nama : Nurhidayati

Umur : 46 tahun

Jenis kelamin : perempuan

Agama : islam

Suku/bangsa : sasak/Indonesia

19
Alamat : Ampenan

Hub. Dengan pasien: istri

2. Riwayat kesehatan

a. Keluhan utama

Klien mengatakan BAB cair/diare, demam dan penurunan

kesadaran.

b. Riwayat kesehatan sekarang

Klien mengatakan badannya panas BAB 4-5 kali/hari, kemudian

keluarga membawa klien ke IGD RSUD Kota Mataram pada hari

minggu tanggal 15 januari 2017 jam 0.8.00 pagi. Setelah

menjalani perawatan 5 jam klien dipindahkan ke ruangan IRNA

II jam 13.30 untuk menjalani perawatan lebih lanjut pada saat

dikaji klien mengatakan tubuhnya badannya panas dan diare.

Tanda-tanda vital :

TD : 90/60 X/menit

N : 80

S : 380C

RR : 20 x/menit

c. Riwayat penyakit dahulu

Klien mengatakan pernah mengalami sakit ini sebelumnya tapi

tidak teralalu parah.

d. Riwayat penyakit keluarga

Klien dan keluarga mengatakan tidak ada anggota keluarga

yang mengalami sakit seperti yang dialami klien.

20
e. Genograam

Keterangan :

: perempuan : tinggal serumah

: Laki-laki : pasien

: meninggal perempuan/meninggal laki-laki

: garis pernikahan

: garis keturunan

21
22
3. Pengkajian Bio, Psiko, SOsial,Spiritual

a. Pola bernapas

Klien mengatakan sebelum sakit tidaka ada masalah dengan

dalam pola napasnya, klien bernapas dengan normal, frekuensi

napas napas 18 X/menit, selama sakit klien mengatakan tidak

ada gangguan dalam bernapas, frekuensi napas 18 X/menit.

b. Pola makan dan minum

Sebelum sakit klien mengatakan nafsu makannya bagus,

frekuensi makan 3 X/hari dengan porsi yang cukup dan minum 6-8

gelas/hari. Selama sakit klien memgatakantidak ada nafsu

makan, klien makan 3 X/hari dengan porsi setengah dari

biasanya dan minum 3-5 gelas/hari.

c. Pola eliminasi

Sebelum sakit klien mengatakan biasa BAB 1-2 X/hari

dengan karakteristik feses lunak berbentuk, warna kuning, bau

khas dan BAK 3-4 x/sehari dengan karakteristik urine jernih

kekuningan, bau khas, tidak ada keluhan. Selama sakit klien

mengatakan BAB sering 4-5 X/hari dengan konsistensi cair, BAK

4-5 X/hari.

d. Pola mobilisasi

Klien mengatakan sebelum sakit bisa beraktifitas secara

mandiri dan tidak dibantu oleh orang lain. Selama sakit klien

mengatakan merasa lemas dan beraktifitas dibantu oleh keluarga

seperti mandi, BA, BAK, dll.

23
e. Pola istirahat tidur

Klien mengatakan biasa tidur 8 jam/hari mulai tidur jam

21.30 bangun tidur jam 05.00. selama sakit klien mengatakan

klien tidur 6-7 jam/hari, sering bangun karena dorongan BAB.

f. Pola berpakaian

Klien mengatakan sebelum sakit tida ada gangguan dalam

berpakaian, klien bisa berpakaian dengan mandiri. Selama sakit

klien mengatakan untuk berpakaian dibantu oleh keluarga dan

mengganti pakaian 1 X/hari.

g. Pola mempertahankan suhu tubuh

Klien mengatakan sebelum memakai pakaian yang tebal dan

hangat bila bil cuaca dingin dan selalu menjaga suhu tubuh

dalam keadaan normal. Selama sakit klien mengatakan suhu tubuh

kadang naik kadang turun, pada sat pengkajian suhu tubuh klien

380C.

h. Pola menjaga kebersihan

Klien mengatakan sebelum sakit biasa mandi 2-3 X/hari,

sikat gigi 2 X/hari, keramas 3 X/minggu. Selama sakit klien

mengatakan tidak pernah mandi hanya di lap/seka saja di tempat

dengan handuk yang dibasahi atau menggunakan tissue basah.

i. Pola nyaman nyeri

Klien mengatakan sebelum dan selama sakit tidak ada

keluhan dengan pola nyaman nyeri.

j. Pola berkomunikasi

Klien mengtakan sebelum sakit tidak ada keluhan dalam

berkomunikasi dengan keluarganya maupun dengan teman-temannya.

24
Selama sakit klien mengatakan tidak ada gangguan dalam

berkomunikasi, klien berbicara dengan keluarga,keluarga yang

lain, perawat, dokter dengan baik.

k. Pola bekerja

Klien mengatakan sebelum sakit masih bisa bekerja dengan

baik. Selama sakit klien tidak bisa bekerja dengan kondisi

saat ini karena kondisi klien masih lemah dan sakit.

l. Pola bermain

Klien mengatakan sebelum sakit sering bermain dengan

keluarga, saudara dan teman-temannya. Selama sakit klien

mengatakan tidak bisa bermain karena lemah dan sakit, klien

hanya bisa tidur dan duduk ditempat tidur karena terpasang

infuse.

m. Pola beribadah

Klien mengatakan sebelum sakit pola beribadah tidak ada

masalah klien sholat 5 waktu dengan baik dan tepat waktu.

Selama sakit klien mengatakan tidak pernah sholat 5 waktu

karena masih lemas dan sakit.

4. Pemeriksaan fisik

1. Keadaan umum : lemah

2. Kesadaran : compos mentis

3. Vital sign : TD :90/80 mmHg, N : 85 x/menit, S : 380C, RR :

20 X/menit

4. TB : 165 cm, BB : 65 kg

5. Pemeriksaan head to toe

Kepala : inspeksi

25
bentu wajah oval, rambut warna hitam terlihat

bersih.

Palpasi

Tidak ada lesi, tidak ada odem dan tidak ada

nyeri tekan.

Mata : inspeksi

Mata kanan klien terdapat tumor sudah 4 tahun

yang lalu tampak bengkak dan kemerahan. Mata

kiri tidak ada kelainan.

Palpasi

Pada mata kanan klien terdapat nyeri tekan dan

odem. Sedangkan pada mata kiri tidak ada odem

dan nyeri tekan.

Hidung : ispeksi

Bersih tidak ada secret, fungsi penciuman baik.

Palpasi

Tidak ada nyeri tekan, tidak ada folip dan

tidak ada pernapasan cupinh hidung.

Mulut : inspeksi

Mukosa mulut tampak kering, lidah bersih, gusi

baik tida ada perdarahan.

Palpasi

Tidak ada odem dan nyeri tekan

Telinga : inspeksi

Telinga tampak bersih, kiri kanan simetris,

tidak ada gangguan pendengaran.

26
Palpasi

Tidak ada nyeri tekan, tidak ada odem, tidak

ada kelainan

Leher : inspeksi

Tidak tampak adanya pembesaran klenjar tiroid

Palpasi

Tidak ada odem, tidak ada pembesaran klenjar

tiroid.

Dada : inspeksi

Dada kiri-kanan tampak simetris

Palpasi

Tidak ada kelainan pada dada, tidak adem dan

nyeri tekan.

Auskultasi vesikuler tida ada hambatan, perkusi

paru sonor

Abdomen : inspeksi : Abdomen tampak simetris

Auskultasi :peristaltic usus 25 X/menit

Perkusi : suara timpani kuadran 1,2,3,4

Palpasi : tidak ada nyeri tekan.

Ekstremitas: atas

inspeksi

Tangan kanan terpasang infuse RL 20 tpm

Palpasi : tidak ada odem tidak ada nyeri tekan

Bawah

Inspeksi : tidak ada klainan, jari-jari

lengkap

27
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak

ada odem.

5. Pemeriksaan penunjang

1. Cek lab

Pemeriksaan kimia klinik

Jenis Hasil Satuan Nilai Keterangan

pemeriksaan normal

Glukosa : 14 g Mg % <160

sewaktu

Bilirubin : 32 U/L <37

direk

SGPT/AST 9 U/L <40

Urea 39,6 Mg % 10-50

kreatinin 2,15 Mg % 0,5-1,10

2. Cek elektrolit

Hasil pemeriksaan Hasil Nili rujukan

Elektrolit

Natrium 132 136-145 mmol/l

Kalium 3,7 3,5-5,1 mmol/l

Clorida - 97-111 mmol/l

Calcium ionized 1,05 1.120-1.320 mmol/l

6. Terapi obat-obatan

1. Kontrol intern (AKI)

28
2. Cek elektrolit

3. Inj. Pantoperol 1 vial/24 jam

4. Inj. Paracetamol 500 mg/6 jam

5. Inj. Ceptriaxon 1 gr/12 jam

6. Infu RL : arinozid 20 TPM

7. Analisa data

No Data Etiologi Problem

1 Ds : klien Output berlebih Defisit Volume

mengatakan BAB Cairan

4-5 x/hari Turgor kulit

dengan buruk

konsistensi cair
Do : klien Deficit volume
tampak lemas cairan
turgor kulit

lebih dari 2

detik, mulut

kering

2 Ds : klien Infeksi Hipertermi

mengatakan peradangan pada

badannya panas intestine

Do : klien

tampak teraba Stimulus

panas, suhu hypothalamus

tubuh : 380C,

29
bibir kering

Perubahan set

point

Suhu sistemik

meningkat

hipertermi

3 Ds : klien Anoreksia Gangguan

mengatakan napsu pemenuhan

makan berkurang Intake nutrisi kebutuhan

Do : berkurang nutrisi

klien hanya

menghabiskan

setangah porsi

dari makan

biasanya, klien

tampak lemas.

B. DIAGNOSA

1. Defisit volume cairan berhubungan dengan output berlebih

30
2. Hipertermi berhubungan dengan suhu sistemik meningkat

3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan intake nutrisi berkurang

C. PERENCANAAN

Rencana Tindakan

No DX. NOC NIC

Keperawatan

1. Defisit volume NOC Observasi TTV

cairan Fluid management Anjurkan banyak


berhubungan Hydration minum
dengan output
Nutrisional status Pertahankan intske
berlebih
: food & fluid dan output yang

intake akurat

Kriteria hasil : Monitor status

Mempertahankan hidrasi

output agar sesuai (kelembaban

dengan intake membrane mukosa,

Tekanan darah, nadi adekuat)

nadi, suhu tubuh Kolaborasikan

dalam batas normal pemberian cairan

Tidak ada tanda- IV

tanda dehidrasi, Monitor status

elastisitas turgor nutrisi

kulit baik, member Menganjurkan

mukosa lembab, keluarga untuk

31
tidak ada rasa haus memotivasi klien

berlebihan makan

2. Hipertermi - NOC Monitor suhu tubuh

berhubungan Termoregulation Monitor


dengan suhu Kriteria hasil : pengeluaran BAB
sistemik Suhu tubuh dalam dan urine
meningkat rentang normal Monitor warna

Nadi dan RR dalam kulit

rentang normal Monitor tekanan

Tidak ada perubahan darah dan RR

warna kulit Monitor penurunan

tingkat kesadaran

Monitor intake dan

output

Berikan

antipiretik

Berikan pengobatan

untuk penyebab

mengatasi demam

Selimuti pasien

32
Kolaborasikan

pemberian IV

kompres pasien

pada dahi, lipat

ketiak dan lipat

paha

3 Ketidakseimbangan NOC Kaji adanya

nutrisi kurang Nutritonal status alergi makanan

dari kebutuhan Nutritonal status : Kolaborasi dengan


tubuh berhubungan food and fluid ahli gizi untuk
dengan intake intake menentukan jumlah
nutrisi berkurang kalori dan
Nutritional status :

nutrient intake nutrisi yang

Kriteria hasil : dibutuhkan pasien

Mampu Anjurkan pasien

mengidentifikasi untuk

kebutuhan nutrisi meningkatkan

Tidak ada tanda- intake makanan

tanda malnutrisi dan damping

kelurga klien
Tidak terjadi
saat member makan
penurunan berat
klien
badan
Anjurkan keluarga

33
untuk memberikan

subtansi gula

Ajarkan pasien

untuk membuat

catatan makanan

harian

Monitor jumlah

nutrisi dan

kandungan kalori

Berikan informasi

tentang kebutuhan

nutrisi

34
D. PELAKSANAAN

Pelaksanaan I

Hari/tgl DX. Pelaksanaan Respon hasil TTD

/jam Keperawatan

Selasa/1 Defisit volume Mengobservasi TTV TD : 90/80 mmHg,

7-01-17 cairan berhubungan menganjurkan banyak suhu :37,80C,N:

15.30 dengan output minum 85,RR: 20X/menit

berlebih Kebutuhan cairan


mempertahankan

intake dan output tergantikan

yang akurat Untuk mengetahui

Memonitor status berapa kebutuhan

hidrasi (kelembaban cairan yang

membrane mukosa, dibutuhkan

nadi adekuat) Untuk mengetahui

mengkolaborasikan tanda-tanda

pemberian cairan IV hidrasi

Memonitor status mengetahui

nutrisi berapa kebutuhan

Menganjurkan cairan yang

keluarga untuk dibutuhkan

memotivasi klien agar kebutuhan

makan cairan klien

terpenuhi

35
Selasa/1 Hipertermi Memonitor suhu untuk mengetahui

7-01-17 berhubungan dengan tubuh suhu tubuh klien

16.30 suhu sistemik Memonitor untuk


meningkat pengeluaran BAB mengetahuihaluar

dan urine an klien

Memonitor warna untuk mengetahui

kulit suhu tubuh klien

Memonitor tekanan meningkat/tidak

darah dan RR untuk mengetahui

Memonitor fluktuasi tekan

penurunan tingkat darah dan RR

kesadaran mengetahui

Memonitor intake haluaran klien

dan output menurunkan demam

Berikan klien

antipiretik untuk

memberikan menyeimbangkan

pengobatan untuk suhu tubuh

36
mengatasi mengganti cairan

penyebab demam yang keluar

menganjurkan untuk menurunkan

keluarga untuk suhu tubuh

menyelimuti pasien

pasien

mengkolaborasikan

pemberian IV

menganjurkan

keluarga untuk

mengompres pasien

pada dahi, lipat

ketiak dan lipat

paha

Selasa/1 Ketidakseimbangan mengkaji adanya untuk mengetahui

7-01-17 nutrisi kurang dari alergi makanan adanya alergi

Jam kebutuhan tubuh mengkolaborasi mengetahui diit


18.00 berhubungan dengan dengan ahli gizi makanan klien
intake nutrisi untuk menentukan meningkatkan
berkurang jumlah kalori dan kebutuhan

nutrisi yang nutrisi pasien

dibutuhkan pasien megganti nutrisi

37
menganjurkan yang hilang

pasien untuk mengatur diit

meningkatkan makanan harian

intake makanan dan meningkatkan

mendampingi klien penegetahuan

saat keluarga klien tentang

memberi makan kebutuhan

menganjurkan nutrisi

keluarga untuk

memberikan

subtansi gula

mengajarkan pasien

untuk membuat

catatan makanan

harian

Memonitor jumlah

nutrisi dan

kandungan kalori

memberikan

informasi tentang

kebutuhan nutrisi

38
Pelaksanan II

Hari/tgl DX. Pelaksanaan Respon hasil TTD

/jam Keperawatan

Rabu/18- Defisit volume Mengobservasi TTV TD :100/80 mmHg,

01-17 cairan berhubungan menganjurkan banyak suhu :36,50C,N:

10.00 dengan output minum 83,RR: 20X/menit

berlebih Kebutuhan cairan


mempertahankan

intake dan output tergantikan

yang akurat Untuk mengetahui

Memonitor status berapa kebutuhan

hidrasi (kelembaban cairan yang

membrane mukosa, dibutuhkan

nadi adekuat) Untuk mengetahui

mengkolaborasikan tanda-tanda

pemberian cairan IV hidrasi

Memonitor status mengetahui

nutrisi berapa kebutuhan

Menganjurkan cairan yang

keluarga untuk dibutuhkan

memotivasi klien agar kebutuhan

makan cairan klien

terpenuhi

39
Rabu/18- Hipertermi Memonitor suhu untuk mengetahui

01-17 berhubungan dengan tubuh suhu tubuh klien

11.30 suhu sistemik Memonitor untuk


meningkat pengeluaran BAB mengetahuihaluar

dan urine an klien

Memonitor warna untuk mengetahui

kulit suhu tubuh klien

Memonitor tekanan meningkat/tidak

darah dan RR untuk mengetahui

Memonitor fluktuasi tekan

penurunan tingkat darah dan RR

kesadaran mengetahui

Memonitor intake haluaran klien

dan output menurunkan demam

Berikan klien

antipiretik untuk

memberikan menyeimbangkan

pengobatan untuk suhu tubuh

mengatasi mengganti cairan

penyebab demam yang keluar

menganjurkan untuk menurunkan

keluarga untuk suhu tubuh

menyelimuti pasien

pasien

mengkolaborasikan

40
pemberian IV

menganjurkan

keluarga untuk

mengompres pasien

pada dahi, lipat

ketiak dan lipat

paha

Rabu/18- Ketidakseimbangan mengkaji adanya untuk mengetahui

01-17 nutrisi kurang dari alergi makanan adanya alergi

Jam kebutuhan tubuh mengkolaborasi mengetahui diit


13.00 berhubungan dengan dengan ahli gizi makanan klien
intake nutrisi untuk menentukan meningkatkan
berkurang jumlah kalori dan kebutuhan

nutrisi yang nutrisi pasien

dibutuhkan pasien megganti nutrisi

menganjurkan yang hilang

pasien untuk mengatur diit


meningkatkan makanan harian
intake makanan dan
meningkatkan
mendampingi klien
penegetahuan
saat keluarga
klien tentang
memberi makan
kebutuhan

41
menganjurkan nutrisi

keluarga untuk

memberikan

subtansi gula

mengajarkan pasien

untuk membuat

catatan makanan

harian

Memonitor jumlah

nutrisi dan

kandungan kalori

memberikan

informasi tentang

kebutuhan nutrisi

42
43
DAFTAR PUSTAKA

Price, Sylvia A dan Lorraine M Wilson. (1995). Patofisiologi

Konsep Kllinis Proses-proses Penyakit. Edisi 4. Hal 912 Jakarta :

EGC

Doenges M, dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi III.

Hal 626 Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Smeltzer, S. C dan Brenda G Bare. (2001). Hal. 1448 Buku Ajar

Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta

:EGC

M. Arif dkk. 2001. Kapita Selekta, Gagal ginjal kronik Hal 531,

Penerbit Media Aesculapius. Fakultas kedokteran UI.

Long, B C. (1996). Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan

Proses Keperawatan) Jilid 3. Hal 368. Bandung : Yayasan Ikatan

Alumni Pendidikan Keperawatan

Suyono, Slamet. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3.

Jilid I II. Jakarta.: Balai Penerbit FKUI

44

Anda mungkin juga menyukai