Bab Ii Kajian Pustaka
Bab Ii Kajian Pustaka
KAJIAN PUSTAKA
sebelum saatnya persalinan dan terjadi saat usia kehamilan belum mencapai aterm
atau 37 minggu. Faktor risiko terjadinya ketuban pecah dini pada kehamilan
solusio plasenta. Saat dirawat di Rumah sakit, 75% menjadi inpartu, 5% lahir
dengan komplikasi, 10% bersalin dalam waktu 48 jam, 7% terjadi persalinan lebih
terdapat sekitar 2-5 % dari seluruh kehamilan (Getahun, 2010). Sekitar 70%
kasus ketuban pecah dini terjadi pada kehamilan di aterm, tetapi di pusat rujukan,
lebih dari 50% kasus dapat terjadi pada kehamilan prematur. Meskipun beberapa
dini preterm dan pencegahan kemungkinan terulangnya, tetapi ketuban pecah dini
preterm tetap menjadi kontributor utama bagi keseluruhan masalah lahir prematur
(Mochtar, 2012).
24
25
besarnya angka morbiditas dan mortalitas perinatal. Pada penelitian yang ada di
pada sekitar 150.000 kehamilan setiap tahun di Amerika Serikat. Ketika ketuban
pecah dini preterm terjadi, risiko yang signifikan terjadi baik untuk janin dan ibu.
India sekitar 30%, Afrika selatan sekitar 15%, Sudan 31% dan Malaysia 10%. Di
Indonesia angka kejadian prematuritas nasional belum ada, namun angka kejadian
bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) dapat mencerminkan angka
kejadian prematuritas secara kasar. Angka kejadian BBLR Nasional Rumah Sakit
sekitar 8,3% dari seluruh persalinan. Sedangkan pada periode Januari 2008
adalah pecahnya selaput ketuban secara spontan pada saat belum menunjukkan
tanda-tanda persalinan, bila satu jam kemudian tidak timbul tanda-tanda awal
minggu disebut ketuban pecah dini preterm / preterm rupture of the membrane
Ketuban pecah dini terjadi pada 12% kehamilan (Mochtar, 2012) dan
dapat terjadi komplikasi seperti korioamnionitis sampai 30% dari kasus ketuban
dimana 80% kasus ketuban pecah dini preterm akan terjadi proses persalinan
kurang dari 7 hari dengan risiko infeksi yang akan meningkat baik pada ibu
maupun bayinya. Reaksi radang yang hebat ditempat pecahnya selaput ketuban
sudah ditemukan sejak 1950, dan hal ini diketahui sebagai infeksi. Pajanan invitro
(Cunningham, 2010).
Mekanisme pecah ketuban yang terjadi sebelum aterm terjadi oleh karena
berbagai faktor yang akhirnya mempercepat lemahnya membran ketuban. Hal ini
Asending infeksi melalui kolonisasi bakteri juga dapat menyebabkan lokal respon
steril dan atau dibawah 1% pada persalinan aterm terdapat bakteri dalam cairan
ketuban. Isolasi bakteri dalam cairan ketuban adalah temuan patologis yang
tersebut subklinis dan tidak terdeteksi tanpa analisis cairan ketuban. Frekuensi
tergantung pada presentasi klinis dan usia kehamilan. Pada pasien dengan
persalinan prematur dengan membran utuh, didapatkan kultur bakteri pada cairan
pada saat dimulai proses pengeluaran janin, frekuensi menjadi hampir dua kali
lipat (22%). Pada ketuban pecah dini preterm didapatkan kultur bakteri pada
cairan ketuban adalah 32,4%, dan kemudian dilakukan pengukuran kembali pada
saat dimulai proses pengeluaran janin menjadi 75% (Agrawal, et al., 2011).
reaksi inflamasi akan merangsang produksi sitokin, MMP, dan prostaglandin oleh
28
netrofil PMN dan makrofag. IL-1, IL6, TNF- yang diproduksi oleh monosit akan
meningkatkan aktivitas MMP-1 dan MMP-3 pada sel korion (Dudley, 1997).
pecah dini preterm karena menyebabkan irritabilitas pada uterus dan terjadi
oleh sel korion akibat perangsangan sitokin yang diproduksi oleh monosit. Sitokin
kolagen pada selaput ketuban dan meningkatkan aktivitas matriks MMP-1 dan
risiko pecahnya selaput ketuban preterm yang diakibatkan oleh degradasi dari
fosfolipase A2 ini akan melepaskan asam arakhidonat. Lebih lanjut, respon imun
tubuh terhadap infeksi bakteri akan meningkatkan produksi sitokin yang akan
meningkatkan kadar MMP yang akan mengakibatkan degradasi kolagen dan akan
adanya gangguan pada struktur kolagen. Asam askorbat yang berperan dalam
ketuban. Zat tersebut kadarnya lebih rendah pada kasus ketuban pecah dini
(Chalis, 2005).
kondisi janin dan berpengaruh pada kejadian persalinan prematur. Beberapa faktor
30
lain rendahnya berat badan ibu sebelum kehamilan, indeks massa tubuh, dan
kolagenase. Hormon relaxin diproduksi oleh sel desidua dan plasenta berfungsi
aktivitas MMP-3 dan MMP-9 dalam membran janin. Aktivitas hormon ini
meningkat sebelum persalinan pada selaput ketuban saat aterm (Goldsmith, et al.,
2005).
kematian sel. Proses apoptosis sangat dipengaruhi oleh sinyal yang berasal dari
infeksi yang telah lama dikenal sebagai pencetus ketuban pecah dini, sedangkan
faktor intraseluler diperankan oleh p53 yang merupakan suatu protein yang
proteinom. Pada keadaan dimana jumlah p53 rendah maka p53 akan berperan
31
Kadar p53 pada selaput amnion lebih tinggi pada kehamilan dengan
ketuban pecah dini dibandingkan dengan kehamilan normal. Kadar p53 > 0,97
U/ml berisiko lebih dari 30 kali menyebabkan ketuban pecah dini ( Suhaimi,
2012)
kimia yang menyebabkan selaput ketuban rapuh pada bagian tertentu saja, bukan
karena seluruh selaput ketuban rapuh. Pada ketuban pecah dini aterm ditemukan
sel-sel yang mengalami kematian sel terprogram (apaptosis) di amnion dan korion
terjadinya kematian sel. Kematian sel terprogram terjadi setelah proses degradasi
kehamilan dengan ketuban pecah dini baik melalui jalur caspase-dependent dan
endonuclease- G ini muncul paling awal dan dominan sebagai bentuk respons
ketuban seperti MMP-1 pada membran. IL-6 yang diproduksi dari sel amnion dan
jaringan spesifik dan inhibitor protease. Pecahnya selaput ketuban saat persalinan
MMP ini merupakan suatu grup enzim yang dapat memecah komponen-
ketuban. MMP-1 dan MMP-8 berperan pada pembelahan tripel heliks dari
kolagen fibrin (tipe I dan III), dan selanjutnya didegradasi oleh MMP-2 dan
MMP-9 yang juga memecah kolagen tipe IV. Pada selaput ketuban juga
TIMP-3 dan TIMP-4 mempunyai aktivitas yang sama dengan TIMP-1 (Heaps, et
al., 2005)
33
cairan dan metabolik. Lapisan ini menghasilkan zat penghambat MMP-1. Sel
Upaya yang dilakukan ketika terjadi ketuban pecah dini preterm ada dua yaitu:
spontan.
janin mempunyai waktu yang cukup untuk proses pematangan paru janin.
membuat tinjauan tentang pecah ketuban dini preterm. Faktor risiko yang
sebelumnya, infeksi cairan amnion tersembunyi, janin ganda dan solusio plasenta
(Cunningham, 2010).
ini merupakan penyebab 20% kematian perinatal selama periode waktu ini. Pecah
komplikasi-komplikasi ini, seksio sesaria dilakukan pada 40% wanita. Pada saat
masuk, 75% wanita sudah inpartu, 5% melahirkan karena penyulit lain, dan 10%
wanita yang proses kelahirannya tertunda 48 jam atau lebih setelah pecah ketuban.
Periode waktu dari ketuban pecah preterm sampai proses kelahiran berbanding
terbalik dengan usia gestasi saat ketuban pecah. Jika ketuban pecah pada trimester
III, hanya diperlukan beberapa hari saja hingga kelahiran terjadi dibandingkan
2.2 Peran Sitokin Dan Prostaglandin Pada Ketuban Pecah Dini Preterm
Sitokin (Bahasa Yunani : Cyto : Sel ; dan Kinos : Gerakan) adalah satu
dari sejumlah zat yang disekresikan oleh sel-sel spesifik sistem kekebalan tubuh
yang membawa sinyal lokal antara sel dan memiliki efek pada sel-sel lain. Sitokin
meliputi keluarga besar dan beragam regulator polipeptida yang diproduksi secara
luas diseluruh tubuh oleh beragam sel embriologis. IL6 adalah salah satu tipe
2.2.2 IL-6
biologis, diproduksi oleh baik limfoid dan non-limfoid sel dan mengatur
IL-6 pada awalnya dikenal dengan berbagai nama, seperti Interferon-b2 (IFNb2),
IFNb2, 26-kDa protein dan BSF-2 dilakukan penelitian dan terungkap bahwa
semua molekul adalah identik. Kemudian hal tersebut diusulkan pada akhir 1988
bahwa molekul ini disebut IL-6. Dalam bagian berikutnya , struktur dan fungsi IL-
36
6 dan reseptor pada mekanisme ketuban pecah dini preterm akan dijelaskan
(Kishimoto, 2003).
berhubungan dengan respon inflamasi, infeksi intra uterin yang dimediasi dengan
seperti Interleukin (IL): IL-1b, IL-6, IL-8, IL-10 dan Tumor Necrotic Factor -
al., 2001).
aktif dalam patofisiologi normal dan abnormal pada masa kehamilan dan masa
Tumor Necrotic Factor (TNF) terlibat pada inisiasi nifas dalam pengaturan
infeksi pada intra uterin. Penelitian menyatakan bahwa IL-l dan TNF telah
terdeteksi pada cairan amniotik pada wanita yang hamil dengan ketuban pecah
dini preterm. Sitokin tersebut diproduksi oleh desidua dalam menanggapi adanya
paparan endotoksin. Dan kedua sitokin tersebut dapat merangsang amnion dan
untuk menyelidiki partisipasi IL-6. IL-6 dikenal seperti sitokin lainnya sebagai
mediator utama dalam menanggapi infeksi dan jaringan yang cedera. IL-6
dihasilkan oleh sel-sel jaringan stroma endometrium untuk merespon adanya IL-l
dan Interferon- (IFN-). IL-6 juga dihasilkan oleh desidual dalam merespon
adanya endotoksin. Selain itu, pada penelitian sebelumnya melaporkan IL-6 akan
meningkat pada wanita yang hamil dengan ketuban pecah dini preterm. (Romero,
et al., 1991).
IL
-6
IL
-6
MMP
-9
2.2.4 PGE2
selaput janin) (Kniss,et al., 1993). Mekanisme PGE2 dalam inisiasi persalinan
telah menjadi salah satu paradigma utama dalam proses kelahiran manusia.
cukup bulan, ada data mengenai peran mereka dalam persalinan prematur.
39
pada saat proses persalinan dimulai. Sebuah perbedaan yang signifikan untuk
plasenta juga merupakan sumber penting bagi PGE2 dalam sirkulasi janin selama
tahap awal proses persalinan. Hal ini dapat diketahui dari penelitian yang ada,
yaitu terjadi peningkatan dalam cairan ketuban dan serum plasma ibu dan urin.
PGE2 dan PGF2 dikenal sebagai stimulator kuat kontraktilitas miometrium dan
karena faktor janin, plasenta dan ibu. PGE2 yang terlibat dalam onset dan
(COX) dalam jaringan intrauterin (plasenta dan selaput janin) merupakan faktor
yang berperan penting dalam memicu terjadinya proses ketuban pecah dini.
Membran selaput ketuban utuh serta sel-sel diisolasi dari amnion, korion dan
40
dengan persalinan prematur yang dapat terjadi sebagai akibat dari infeksi
intrauterin. Ada bukti bahwa sel-sel dari membran amnion merupakan sumber
Ada bukti bahwa EGF berasal dari janin setidaknya bertanggung jawab
amnion dan baris sel amnion mengandung reseptor afinitas tinggi untuk
merangsang PGE2 yang di biosintesis oleh sel amnion. Dalam kasus persalinan
prematur. Salah satu penyebab yang mungkin untuk ini adalah produksi sinyal
tambahan dari ibu. Aktivasi dari sistem kekebalan tubuh ibu yang menjadi pemicu
yang mengarah kepada terjadinya aktivitas dini pada uterus dan dilatasi pada
MMP-1 dan MMP-3. Peningkatan MMP akan berakibat pada mudahnya terjadi
ruptur pada membran selaput ketuban. (Mc.Laren, 2000). Selain itu, PGE2 juga