Anda di halaman 1dari 49

LAPORAN KASUS

Kista Endometriosis
Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani
Kepaniteraan Klinik Senior Pada Bagian/SMF Obgyn
Fakultas Kedokteran Universitas Malikussaleh
Rumah Sakit Umum Cut Meutia Aceh Utara

Oleh :

Hedya Nadhrati Surura, S.Ked


120611034

Preseptor :
Dr. Hj. Cut Elfina Zuhra, Sp.OG (K)

BAGIAN ILMU OBGYN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
RSUD CUT MEUTIA
ACEH UTARA
2016

1
2

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas segala rahmat yang telah

dikaruniakan kepada penulis, sehingga laporan kasus ini dapat diselesaikan.

Shalawat dan salam penulis panjatkan kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa

sallam yang senantiasa telah memberikan penerangan kepada seluruh umatnya

dalam menuntut ilmu pengetahuan.

Laporan kasus yang berjudul Kista Endometriosis sebagai tugas salah

satu syarat untuk menyelesaikan stase Obstetric dan Ginecologyc (Obgyn) di RSU

Cut Meutia Aceh Utara pada pendidikan profesi dokter umum Fakultas

Kedokteran Universitas Malikussaleh. Penulis menyadari laporan kasus ini dapat

terselesaikan dengan baik berkat bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu

dengan penuh kesungguhan dan kerendahan hati penulis mengucapkan terima

kasih kepada

1. Kedua orang tua dan keluarga penulis yang telah banyak

memberikan dukungan materil dan motivasi kepada penulis.

2. Dr. Hj. Cut Elfina Zuhra, Sp.OG (K) selaku presptor penulis yang

telah banyak memberikan bimbingan selama di stase Obgyn

3. Seluruh rekan sejawat yang telah membantu dalam penyelesaian

laporan kasus ini.

Semoga Allah SWT memberi rahmat, hidayah dan balasan atas segala

bantuan yang telah diberikan kepada penulis. Penulis menyadari bahwa laporan

kasus ini masih jauh dari kesempurnaan, namun demikian penulis berharap

laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi orang lain.


2

Lhokseumawe, 22 Oktober 2016

Penulis
2

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................... i


DAFTAR ISI .................................................................................................. ii

BAB 1 PENDAHULUAN .............................................................................. 1


1.1 Latar belakang ............................................................................... 1

BAB 2 LAPORAN KASUS .......................................................................... 3


2.1 Identitas .......................................................................................... 3
2.2 Anamnesis ...................................................................................... 3
2.3 Pemeriksaan fisik ........................................................................... 5
2.4 Status generalisata .......................................................................... 5
2.5 Status ginekologis .......................................................................... 8
2.6 Pemeriksaan Penunjang.................................................................. 8
2.7 Diagnosis ........................................................................................ 11
2.8 Rencana Pemeriksaan ..................................................................... 8
2.9 Tatalaksana ..................................................................................... 11
2.10 Prognosis ...................................................................................... 12
2.11 Follow up...................................................................................... 12

BAB 3 TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 14


3.1 Definisi .......................................................................................... 14
3.2 Etiologi ......................................................................................... 15
3.3 Epidemiologi. ................................................................................ 21
3.4 Histogenesis. ................................................................................. 21
3.5 Patologi. ........................................................................................ 23
3.6 Klasifikasi ..................................................................................... 25
3.7 Gejala Klinis.................................................................................. 29
3.8 Diagnosis. ...................................................................................... 31
3.9 Diagnosis Banding. ....................................................................... 32
3.10Penatalaksanaan. ........................................................................... 33
3.11Prognosis. ...................................................................................... 39

BAB 4 KESIMPULAN. ................................................................................. 40

DAFTAR PUSTAKA. .................................................................................... 42


2

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Endometriosis merupakan kelainan ginekologik jinak yang sering diderita

oleh perempuan usia reproduksi yang ditandai dengan adanya glandula dan stroma

endometrium di luar letaknya yang normal. Penyakit ini menimbulkan keluhan

nyeri haid, nyeri saat senggama, pembesaran ovarium, dan infertilitas. Di negara

Amerika Serikat, 25-30 % penyebab infertilitas primer pada perempuan adalah

endometriosis.

Endometriosis pertama kali diidentifikasi pada pertengahan abad 19.

Endometriosis sering didapatkan pada peritoneum perlvis tetapi juga didapatkan

di ovarium, septum retrovaginalis, ureter, tetapi jarang pada vesika urinaria,

perikardium, dan pleura. Endometriosis merupakan penyakit yang

pertumbuhannya tergantung pada hormon estrogen.

Jaringan endometriosis memiliki gambaran bercak kecil, datar, gelembung

atau flek-flek yang tumbuh di permukaan organ-organ di rongga pelvis. Flek-flek

ini bisa berwarna bening, putih, coklat, merah, hitam, atau biru. Jaringan

endometriosis dapat tumbuh di permukaan rongga pelvis, peritoneum, dan organ-

organ di rongga pelvis, yang kesemuanya dapat berkembang membentuk nodul-

nodul. Endometriosis yang tumbuh di permukaan ovarium atau menyerang bagian

dalam ovarium dan membentuk kista berisi darah disebut sebagai kista

endometriosis atau kista coklat. Kista ini disebut kista coklat karena terdapat

penumpukan darah berwarna merah coklat hingga gelap. Kista ini bisa berukuran
2

kecil seukuran kacang dan bisa tumbuh lebih besar dari buah anggur.

Endometriosis dapat mengiritasi jaringan di sekitarnya dan dapat menyebabkan

perlekatan (adhesi) akibat jaringan parut yang ditimbulkannya.

Endometriosis terjadi pada 10-14% wanita usia reproduksi dan mengenai

40-60% wanita dengan dismenorhea dan 20-30% wanita subfertil. Saudara

perempuan dan anak perempuan dari wanita yang menderita endometriosis

berisiko 6-9 kali lebih besar untuk berkembang menjadi endometriosis.

Endometriosis menyebabkan nyeri panggul kronis berkisar 70%. Risiko untuk

menjadi tumor ovarium adalah 15-20%, angka kejadian infertilitas berkisar 30-

40%, dan risiko berubah menjadi ganas 0,7-1%. Endometriosis yang sudah

mendapat pengobatan yang optimum memiliki angka kekambuhan sesudah

pengobatan berkisar 30%.

Penanganan endometriosis baik secara medikamentosa maupun operatif

tidak memberikan hasil yang memuaskan disebabkan patogenesis penyakit

tersebut belum terungkap secara tuntas. Keberhasilan penanganan endometriosis

hanya dapat dievaluasi saat ini dengan mempergunakan laparoskopi. Laparoskopi

merupakan tindakan yang minimal invasif tetapi memerlukan keterampilan

operator, biaya tinggi dan kemungkinan dapat terjadi komplikasi dari yang ringan

sampai berat. Alasan yang dikemukakan tadi menyebabkan banyak penderita

endometriosis yang tidak mau dilakukan pemeriksaan laparoskopi untuk

mengetahui apakah endometriosis sudah berhasil diobati atau tidak.2


2

BAB II
STATUS PASIEN

2.1 Identitas Pasien


Nama : Ny. N

No. RM : 39.52.76

Umur : 37 tahun

Alamat : Blang Pria Samudra, Aceh Utara

Agama : Islam

Status Perkawinan : Menikah

Suku : Jawa

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Tanggal masuk : 4 Oktober 2016

Tanggal pemeriksaan : 5 Oktober 2016

Suami

Nama : Hadi Mapriatin R.

Umur : 40 Tahun

Pekerjaan : Guru

2.2 Anamnesis

1. Keluhan Utama : Tidak lancar ketika menstruasi 6 bulan yang lalu

2. Keluhan Tambahan : Ketika menstruasi darah banyak dan bergumpal-

gumpal disertai nyeri pinggang

3. Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien masuk dari Igd Rumah Sakit Umum Cut Meutia pada

tanggal 28 September 2016 pukul 20.00 Wib dengan keluhan tidak lancar
2

ketika menstruasi lebih kurang 6 bulan yang lalu. Os juga mengeluhkan

ketika menstruasi, darah yang keluar banyak dan bergumpal-gumpal. Os

juga mengeluhkan nyeri pinggang sejak tidak teraturnya siklus menstruasi.

Os mengaku sebelum masuk rumah sakit sudah datang ke praktik dokter

spesialis obgyn dan didiagnosis kista ovarium.

4. Riwayat penyakit dahulu :

Pasien menyangkal keluhan serupa

Riwayat HT (-), DM (-), Asma (-), Alergi debu (+)

5. Riwayat penyakit keluarga :

Tidak diketahui

6. Riwayat pemakaian obat : pasien menyangkal penggunaan obat-

Obatan (-)

7. Riwayat menstruasi :

Menarche : 12 tahun

Lama : 7 Hari

Siklus : 28 Hari

Banyak : 3-4x ganti pembalut dalam sehari,


menggumpal
Dismenore : (+)
Flour albus : disangkal
Hari pertama haid terakhir :-
Taksiran persalinan :-

8. Riwayat Kontrasepsi : suntik KB 3 bulan

9. Riwayat seksual :
2

Pasien mengaku melakukan hubungan seksual dengan suaminya

10. Riwayat Antenatal care :-

11. Riwayat obstetrik

P1A0H1

Pada tahun 2004 pasien melahirkan anak pertama berjenis kelamin

laki-laki, aterm, bidan kampung, berat badan 3200 gram, di tempat

bidan kampung

2.3 Pemeriksaan Fisik

A. Status Present

Keadaan umum : Baik

Kesadaran : Compos Mentis

Tekanan darah : 120/80 mmHg

Frekuensi nadi : 82x/menit, reguler

Frekuensi nafas : 20 x/menit

Temperatur : 36,0C

2.4 Status Generalisata

a. Kulit

Warna : Kuning langsat

Turgor : Cepat Kembali

Sianosis : (-)

Ikterus : (-)
2

Oedema : (-)

Anemia : (-)

b. Kepala

Bentuk : Normal

Rambut : Hitam, Sukar dicabut, tipis

Wajah : Tidak ditemukan kelainan, simetris

Mata : Konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), reflex cahaya

langsung (+/+), reflex cahaya tidak langsung (+/+), pupil

simetris isokor 2 mm, produksi air mata cukup, kornea

jernih/jernih

Telinga : Simetris, Sekret (-/-), otorhea(-/-), nyeri (-/-)

Hidung : Normal, Sekret (-/-), Rhinorea (-/-), hiperemis (-/-)

Mulut : Simetris, mukosa bibir basah, pembengkakan tidak ada,

berdarah tidak ada, gigi-geligi normal

Lidah : Bentuk normal, tidak pucat, tidak tremor, tidak kotor,

warna kemerahan

Faring : Tidak hiperemis, tidak edema, membran/pseudomembran

(-)

Tonsil : warna kemerahan, tidak ada pembesaran (T1/T1)

c. Leher

Inspeksi : Simetris, tidak terlihat benjolan

Palpasi : Pembesaran KGB (-), distensi vena jugularis (-), massa (-)
2

d. Thorax

Paru

Inspeksi : Pergerakan dada simetris kanan dan kiri, retraksi(-),

bentuk dada normal

Palpasi :fremitus taktil normal

Perkusi :Sonor

Aukultasi :Vesikuler (+/+), Ronkhi (-/-), Wheezing (-/-)

Jantung

Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi :Ictus cordis tidak teraba

Perkusi : Batas atas jantung di ICS II LPSD,

Kanan di ICS IV LPSD,

kiri di ICS V LMCS

Auskultasi : BJ I/II normal, bising jantung (-), Gallop (-)

Abdomen

Inspeksi :Simetris, perut datar

Palpasi :Defans muscular (-)

Hepar : Tidak teraba

Lien : Tidak teraba

Ginjal : Ballotement (-)

Perkusi : Timpani, Shifting dullness (-)

Auskultasi :Peristaltik usus normal


2

f. Anogenetalia : Tidak dilakukan pemeriksaan

g. Kelenjar limfe : Pemeriksaan KGB (-)

h. Ekstremitas : Akral dingin

Superior Inferior

kanan kiri kanan kiri

Sianosis - - - -

Oedema - - - -

Fraktur - - - -

2.5 Status Ginekologis

Inspeksi : sikatrik (-), tanda radang (-), dinding perut datar,

linea nigra (-) striae gravidarum (-) perdarahan (-)

Palpasi :fundus uteri : tidak teraba; massa tumor : tidak

teraba; nyeri tekan (+).

Inspekulo :-

Pemeriksaan dalam: -

2.6 Pemeriksaan Penunjang

a. Laboratorium

5-10-2016

Darah Rutin

Pemeriksaan Hasil Nilai Normal

Hb 14,4 12-16

LED - <20
2

Eritrosit 4,9 3,8-5,8

Leukosit 8,3 4-11

Hematokrit 43,3 37-47

MCV 87 76-96

MCH 28,9 27-32

MCHC 33,3 31-35

RDW 11,7 11,5-50

Trombosit 385 150-450

KGDS 126 110-200

Analisa Urine

Makroskopis

Kekeruhan Jernih Jernih

Warna Kuning Muda Kuning Muda

Berat Jenis 1,030 1,010-1,035

pH 35 mg /dl (+) Negatif

Protein - Negatif

Glukosa (Reduksi) - Negatif

Bilirubim - Negatif

Uronilinogen - Negatif

Keton - Negatif

Nitrit - Negatif

Blood dan Hemoglobin 25 mL +2 Negatif


2

Sediment (Mikroskopis)

Eritrosit 10-25 0-3 / LPB

Leukosit 2-5 0-5 / LPK

Epitel 2-5 0-5 / LPK

Bakteri - Negatif

Jamur/ Yeast - Negatif

Kristal - 0-2 / LPK

Tabel 1 : Hasil Pemeriksaan Laboratorium

Hasil Pemeriksaan Laboratorium

Tanggal Pemeriksaan Hasil Nilai Normal


6/10/2016 Hb 14,4 12-16

Eritrosit 4,9 3,8-5,8

Hematokrit 43,3 37-47

Trombosit 385 150-450

KGDS 126 110-200

7/10/2016 Hb 12,3 12-16

8/10/2016 Hb 12,3 12-16

c. USG

Hasil usg tanggal 2/10/2016: Kista Ovarium sinistra (USG dari

praktik dokter sebelum masuk rumah sakit)


2

2.7 Diagnosis
1. Kista Endometriosis Sinistra

2.8 Rencana Pemeriksaan


Laboratorium
USG

2.9 Terapi

Non Operatif

Infus : IVFD RL 20 gtt/i

Injeksi :Ranitidin 1 Amp/ 12 jam

Operatif (Laparotomi Kistektomi Sinistra)

Pre OP

- Informed consent
- Konsultasi spesialis anestesi dan spesialis penyakit dalam
- Cek laboratorium kimia darah dan urin lengkap
- Puasa minimal 6 jam sebelum tindakan
- Pasang intravena line

Laporan operasi

1. Pasien terlentang dalam posisi telentang dan dilakukan spinal anestesi


2. Asepsis dan antisepsis daerah lapangan operasi dan sekitarnya dengan
kassa bethadine
3. Pasang doek steril di seluruh tubuh kecuali wajah dan lapangan operasi
4. Tindakan Operasi: Laparotomi Kistektomi Sinistra
5. Ditemukan massa kistik ukuran 8x8 cm di ovarium sinintra melekat pada
uterus dengan tuba fallopii melekat di bawahnya. Saat dipecahkan, kista
pecah mengeluarkan cairan berwarna cokelat
6. Perdarahan 100 cc
2

2.10 Prognosis
Quo Ad vitam : Dubia ad bonam
Quo Ad fungsionam : Dubia ad bonam
Quo Ad sanctionam : Dubia ad bonam

2.11 Follow Up
Tanggal SOAP Terapi
5-10- S/ Perdarahan pervaginam (Flek) (+) -IVFD RL 20 gtt/i
2016 Nyeri bekas OP (+)
- Injeksi :
(H +1) Nyeri kepala (-) Flatus (-)
Mual (-) muntah (-) Cefotaxime Inj 1 Amp/12 jam
BAK (+) BAB (-) Nyeri di pinggang
Drip Tramadol 1 Amp/8 jam
Kiri (+)
Ranitidine Inj 1 Amp/12 Jam
0/ TD= 100/60; HR= 64x/menit;
Ketorolac Inj 1 Amp/8 jam
RR=20x/menit; T:36,6C

A/ Kista Ovarium Sinistra


P/ Darah rutin:
Hb: 14,4; Eritrosit: 4,9; Hematokrit:
43,3; Trombosit: 385; KGDS:126
6-10- S/ Perdarahan pervaginam (Flek) (-) -IVFD RL 20 gtt/i
2016 Nyeri bekas OP (+)
- Injeksi :
(H+2) Nyeri kepala (-) Flatus (+)
Mual (-) muntah (-) Cefotaxime Inj 1 Amp/12 jam
BAK (+) BAB (-) Nyeri di pinggang
Drip Tramadol 1 Amp/8 jam
Kiri (+)
Ranitidine Inj 1 Amp/12 Jam
0/TD= 110/70; HR= 79x/menit;
Ketorolac Inj 1 Amp/8 jam
RR=21x/menit; T:37,4C

A/ Kista Endometriosis Sinistra

P/ Hb = 12,3

7-10- S/ Perdarahan pervaginam (Flek) (-) --IVFD RL 20 gtt/i


2016 Nyeri bekas OP (+)
- Injeksi :
(H+3) Nyeri kepala (-) Flatus (+)
Mual (-) muntah (-) Cefotaxime Inj 1 Amp/12 jam
BAK (+) BAB (-) Nyeri di pinggang
Drip Tramadol 1 Amp/8 jam
Kiri (+)
Ranitidine Inj 1 Amp/12 Jam
0/TD= 110/70; HR= 79x/menit;
Ketorolac Inj 1 Amp/8 jam
RR=20x/menit T:37,4C

A/ Kista Endometriosis Sinistra


2

P/ kgds: 113 mg/dl


-

8-10- S/ Perdarahan pervaginam (sedikit) -IVFD RL 20 gtt/i


2016 Nyeri suprapubis (berkurang)
- Injeksi :
(H+4) Nyeri kepala (berkurang)
Nyeri perut (+) Cefotaxime Inj 1 Amp/12 jam
Mual (-) muntah (-)
Drip Tramadol 1 Amp/8 jam
BAK (+) BAB (+)
Ranitidine Inj 1 Amp/12 Jam
0/TD= 120/80; HR= 78x/menit;
Ketorolac Inj 1 Amp/8 jam
RR=20x/menit ; T:37,4C

A/ Kista Endometriosis Sinistra


P/ -
-

PBJ
Tabel 2. Follow Up Pasien
2

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi

Endometriosis adalah suatu keadaan dimana jaringan endometrium yang

masih berfungsi terdapat di luar kavum uteri. Jaringan ini terdiri atas kelenjar-

kelenjar dan stroma.4 Kista endometriosis adalah suatu jenis kista yang berasal

dari jaringan endometrium. Ukuran kista bisa bervariasi antara 0.4-4 inchi. Jika

kista mengalami ruptur, isi dari kista akan mengisi ovarium dan rongga pelvis.5

Endometriosis adalah jaringan ektopik (tidak pada permukaan dalam

uterus) yang memiliki susunan histologik/kelenjar, stroma endometrium, atau

kedua-duanya dengan atau tanpa makrofag yang termuati hemosiderin dan

fungsinya mirip dengan endometrium karena berhubungan dengan haid dan

bersifat jinak, tetapi dapat menyebar ke organ-organ dan susunan lainnya.2

(American Society)
2

3.2 Etiologi

Teori tentang terjadinya endometriosis adalah sebagai berikut:

a. Teori retrograde menstruasi

Teori pertama yaitu teori retrograde menstruasi, juga dikenal sebagai teori

implantasi jaringan endometrium yang viable (hidup) dari Sampson.

Teori ini didasari atas 3 asumsi:

1. Terdapat darah haid berbalik melewati tuba falopii

2. Sel-sel endometrium yang mengalami refluks tersebut hidup dalam

rongga peritoneum

3. Sel-sel endometrium yang mengalami refluks tersebut dapat

menempel ke peritoneum dengan melakukan invasi, implantasi dan

proliferasi.6,7

Teori ini mengemukakan bahwa regurgitasi darah dan partikel

endometrium melalui tuba pada saat haid dapat berimplantasi dan tumbuh di mana

saja. Teori ini disokong oleh adanya regurgitasi darah haid melalui tuba,

percobaan kemampuan endometrium untuk tumbuh, dan seringnya endometriosis

didapat pada wanita dengan bendungan darah haid pada kelainan alat genital.

Teori ini tidak dapat menerangkan kejadian endometriosis diluar pelvik, misalnya

endometriosis di paru, umbilikus, pleura, dan tempat lain. teori ini pernah

dibantah oleh Rosenfeld dan Lecher dengan alasan mereka pernah menemukan

adnaya endometriosis pada para penderita yang mengidap sindroma Rokitansky-

Kuster-Hauster. Greenbalt dan Dipahioglu (1976) pernah pula mencatat adanya


2

berbagai perubahan yang menyerupai desidua pada serosa apendiks wanita hamil,

dan pada permukaan ovarium setelah pemberian gonadtropin.

Teori diatas berdasarkan penemuan:

Penelitian terkini dengan memakai laparoskopi saat pasien sedang

haid, ditemukan darah haid berbalik dalam cairan peritoneum pada 75-

90% wanita dengan tuba falopii paten.

Sel-sel endometrium dari darah haid berbalik tersebut diambil dari

cairan peritoneum dan dilakukan kultur sel ternyata ditemukan hidup

dan dapat melekat serta menembus permukaan mesotelial dari

peritoneum.

Endometriosis lebih sering timbul pada wanita dengan sumbatan

kelainan mulerian dari pada perempuan dengan malformasi yang tidak

menyumbat saluran keluar dari darah haid.

Insiden endometriosis meningkat pada wanita dengan permulaan

menars, siklus haid yang pendek atau menoragia.6,7

b. Teori metaplasia soelomik

Teori ini pertama kali diperkenalkan pada abad ke-20 oleh Meyer. Teori ini

menyatakan bahwa endometriosis berasal dari perubahan metaplasia spontan

dalam sel-sel mesotelial yang berasal dari epitel soelom (terletak dalam

peritoneum dan pleura). Perubahan metaplasia ini dirangsang sebelumnya oleh

beberapa faktor seperti infeksi, hormonal dan rangsangan induksi lainnya. Teori

ini dapat menerangkan endometriosis yang ditemukan pada laki-laki, sebelum

pubertas dan gadis remaja, pada wanita yang tidak pernah menstruasi, serta yang
2

terdapat di tempat yang tidak biasanya seperti di pelvik, rongga toraks, saluran

kencing dan saluran pencernaan, kanalis inguinalis, umbilikus, dimana faktor lain

juga berperan seperti transpor vaskular dan limfatik dari sel endometrium.6,7

c. Teori genetik dan imun

Semua teori diatas tidak dapat menjawab kenapa tidak semua wanita yang

mengalami haid menderita endometriosis, kenapa pada wanita tertentu

penyakitnya berat, wanita lain tidak, dan juga tidak dapat menerangkan beberapa

tampilan dari lesi. Penelitian tentang genetik dan fungsi imun wanita dengan

endometriosis dan lingkungannya dapat menjawab pertanyaan diatas.6,7

Endometriosis 6-7 kali lebih sering ditemukan pada hubungan keluarga ibu

dan anak dibandingkan populasi umum, karena endometriosis mempunyai suatu

dasar genetik. Matriks metaloproteinase (MMP) merupakan enzim yang

menghancurkan matriks ekstraseluler dan membantu lepasnya endometrium

normal dan pertumbuhan endometrium baru yang dirangsang oleh estrogen.

Tampilan MMP meningkat pada awal siklus haid dan biasanya ditekan oleh

progesteron selama fase sekresi. Tampilan abnormal dari MMP dikaitkan dengan

penyakit-penyakit invasif dan destruktif. Pada wanita yang menderita

endometriosis, MMP yang disekresi oleh endometrium luar biasa resisten (kebal)

terhadap penekanan progesteron. Tampilan MMP yang menetap didalam sel-sel

endometrium yang terkelupas dapat mengakibatkan suatu potensi invasif terhadap

endometrium yang berbalik arah sehingga menyebabkan invasi dari permukaan

peritoneum dan selanjutnya terjadi proliferasi sel.6,7


2

Pada penderita endometriosis terdapat gangguan respon imun yang

menyebabkan pembuangan debris pada darah haid yang membalik tidak efektif.

Makrofag merupakan bahan kunci untuk respon imun alami, bagian sistem imun

yang tidak antigen-spesifik dan tidak mencakup memori imunologik. Makrofag

mempertahankan tuan rumah melalui pengenalan, fagositosis, dan penghancuran

mikroorganisme yang jahat dan juga bertindak sebagai pemakan, membantu untuk

membersihkan sel apoptosis dan sel-sel debris. Makrofag mensekresi berbagai

macam sitokin, faktor pertumbuhan, enzim dan prostaglandin dan membantu

fungsi-fungsi faktor diatas disamping merangsang pertumbuhan dan proliferasi

tipe sel yang lain. Makrofag terdapat dalam cairan peritoneum normal dan jumlah

serta aktifitasnya meningkat pada wanita dengan endometriosis. Pada penderita

endometriosis, makrofag yang terdapat di peritoneum dan monosit yang beredar

teraktivasi sehingga penyakitnya berkembang melalui sekresi faktor pertumbuhan

dan sitokin yang merangsang proliferasi dari endometrium ektopik dan

menghambat fungsi pemakannya. Natural killer juga merupakan komponen lain

yang penting dalam proses terjadinya endometriosis, aktifitas sitotoksik menurun

dan lebih jelas terlihat pada wanita dengan stadium endometriosis yang lanjut.6,7

d. Teori transplantasi langsung

Transplantasi langsung jaringan endometrium pada saat tindakan yang kurang

hati-hati seperti saat seksio sesaria, operasi bedah lain, atau perbaikan episiotomi,

dapat mengakibatkan timbulnya jaringan endometriosis pada bekas parut operasi

dan pada perineum bekas perbaikan episiotomi tersebut.5

e. Faktor endokrin
2

Perkembangan dan pertumbuhan endometriosis tergantung kepada estrogen

(estrogen-dependent disorder). Penyimpangan sintesa dan metabolisme estrogen

telah diimplikasikan dalam patogenesa endometriosis. Aromatase, suatu enzim

yang merubah androgen, androstenedion dan testosteron menjadi estron dan

estradiol. Aromatase ini ditemukan dalam banyak sel manusia seperti sel

granulosa ovarium, sinsisiotrofoblas di plasenta, sel lemak dan fibroblas kulit.6,7

Biosintesa estrogen wanita usia reproduksi


2

Kista endometriosis dan susunan endometriosis diluar ovarium

menampilkan kadar aromatase yang tinggi sehingga dihasilkan estrogen yang

tinggi pula. Dengan kata lain, wanita dengan endometriosis mempunyai

kelainan genetik dan membantu perkembangan produksi estrogen

endometrium lokal. Disamping itu, estrogen juga dapat merangsang aktifitas

siklooksigenase tipe-2 lokal (COX-2) yang membuat prostaglandin (PG)E2,

suatu perangsang poten terhadap aromatase dalam sel stroma yang berasal dari

endometriosis, sehingga produksi estrogen berlangsung terus secara lokal. 6,7

Sintesis estrogen pada susukan endometriosis

Estron dan estradiol saling dirubah oleh kerja 17-hidroksisteroid

dehidrogenase (17HSD), yang terdiri dari 2 tipe: tipe-1 merubah estron menjadi

estradiol (bentuk estrogen yang lebih poten) dan tipe-2 merubah estradiol menjadi

estron. Dalam endometrium eutopik normal, progesteron merangsang aktifitas


2

tipe-2 dalam kelenjar epitelium, enzim tipe-2 ini sangat banyak ditemukan pada

kelenjar endometrium fase sekresi. Dalam jaringan endometriotik, tipe-1

ditemukan secara normal, tetapi tipe-2 secara bersamaan tidak ditemukan.

Progesteron tidak merangsang aktiftas tipe-2 dalam susukan endometriotik karena

tampilan reseptor progesteron juga abnormal. Reseptor progesteron terdiri dari 2

tipe: PR-A dan PR-B, keduanya ini ditemukan pada endometrium eutopik normal,

sedangkan pada jaringan endometriotik hanya PR-A saja yang ditemukan.6,7

3.3 Epidemiologi

Endometriosis terjadi pada 10-14% wanita usia reproduksi dan mengenai 40-

60% wanita dengan dismenorhea dan 20-30% wanita subfertil. Saudara

perempuan dan anak perempuan dari wanita yang menderita endometriosis

berisiko 6-9 kali lebih besar untuk berkembang menjadi endometriosis.

Endometriosis menyebabkan nyeri panggul kronis berkisar 70%. Risiko untuk

menjadi tumor ovarium adalah 15-20%, angka kejadian infertilitas berkisar 30-

40%, dan risiko berubah menjadi ganas 0,7-1%. Endometriosis yang sudah

mendapat pengobatan yang optimum memiliki angka kekambuhan sesudah

pengobatan berkisar 30%.

Kasus Endometriosis di negara Amerika Serikat, 25-30 % penyebab

infertilitas primer pada perempuan, namun kasusnya tidak ditemukan jumlah

kasus pastinya. Prevalensi kasus Endometriosis di Indonesia juga masih belum

diketahui dengan pasti.


2

3.4 Histogenesis

Teori histogenesis dari endometriosis yang paling banyak dianut adalah teori

dari Sampson. Menurut teori ini, endometriosis terjadi karena darah haid mengalir

kembali (regurgitasi) melalui tuba ke dalam rongga pelvis. Sudah dibuktikan

bahwa dalam darah haid didapati sel-sel endometrium yang masih hidup. Sel-sel

endometrium yang masih hidup ini kemudian dapat mengadakan implantasi di

pelvis. 4

Teori lain dikemukakan oleh Robert Meyer bahwa endometriosis terjadi karena

rangsangan pada sel-sel epitel berasal dari selom yang dapat mempertahankan

hidupnya di daerah pelvis. Rangsangan ini akan menyebabkan metaplasia dari sel-

sel epitel itu sehingga terbentuk jaringan endometrium. 4

Teori hormonal bermula dari kenyataan bahwa kehamilan dapat

menyembuhkan endometriosis. Rendahnya kadar FSH, LH dan E2 dapat

menghilangkan endometriosis. Pemberian steroid seks dapat menekan sekresi

FSH, LH dan E2. Pendapat yang sudah lama dianut ini mengemukakan bahwa

pertumbuhan endometriosis sangat tergantung dari kadar estrogen dalam tubuh.

Pendapat ini mulai diragukan karena pada tahun 1989 Baziad dan Jacoeb

menemukan kadar E2 yang cukup tinggi pada kasus-kasus endometriosis. Jacoeb

pada tahun 1990 pun menemukan kadar E2 serum pada setiap kelompok derajat

endometriosis hampir semuanya tinggi. Keadaan ini juga tidak bergantung pada

beratnya derajat endometriosis. Jika benar dianggap perkembangan endometriosis

bergantung pada kadar estrogen dalam tubuh, seharusnya terdapat hubungan


2

bermakna antara beratnya derajat endometriosis dengan kadar E2 di lain pihak,

apabila kadar E2 dalam tubuh maka senyawa ini akan diubah kembali menjadi

androgen melalui proses aromatisasi. Akibatnya, kadar testosterone pun akan

meninggi. Tetapi kenyataannya pada penelitian ini, kadar T tidak berubah secara
11
bermakna menurut beratnya penyakit. Sedangkan teori terakhir, endometriosis

dikaitkan dengan aktivitas imun.

Teori imunologis menerangkan bahwa secara embriologis, sel epitel yang

membungkus peritoneum parietal dan permukaan ovarium memiliki asal yang

sama, oleh karena itu sel-sel endometriosis akan sejenis dengan mesotel. Telah

diketahui bahwa CA-125 merupakan suatu antigen permukaan sel yang semula

diduga khas untuk ovarium. Karena endometriosis merupakan proses proliferasi

sel yang bersifat destruktif, maka lesi ini tentu akan meningkatkan kadar CA-125.

Banyak yang berpendapat bahwa endometriosis adalah suatu penyakit autoimun

karena memiliki kriteria yang cenderung lebih banyak pada wanita, bersifat

familiar, menimbulkan gejala klinik, melibatkan multiorgan dan menunjukkan

aktivitas sel B-poliklonal.11

3.5 Patologi

Gambaran mikroskopik dari endometrium sangat variabel. Lokasi yang sering

terdapat ialah pada ovarium dan biasanya bilateral. Pada ovarium tampak kista-

kista biru kecil sampai besar berisi darah tua menyerupai coklat. Darah tua dapat

keluar sedikit-sedikit karena luka pada dinding kista dan dapat menyebabkan

perlekatan antara permukaan ovarium dengan uterus, sigmoid dan dinding pelvis.
2

Kista coklat kadang-kadang dapat mengalir dalam jumlah banyak ke dalam

rongga peritoneum karena robekan dinding kista dan menyebabkan akut abdomen.

Tuba pada endometriosis biasanya normal.4

Pada pemeriksaan mikroskopik ditemukan ciri-ciri khas bagi endometriosis

yakni kelenjar-kelenjar dan stroma endometrium dan perdarahan bekas dan baru

berupa eritrosit, pigmen hemosiderin dan sel-sel makrofag berisi hemosiderin.

Disekitarnya tampak sel-sel radang dan jaringan ikat sebagai reaksi dari jaringan

normal disekelilingnya. Jaringan endometriosis seperti juga jaringan endometrium

di dalam uterus dapat dipengaruhi oleh estrogen dan progesteron. Sebagai akibat

dari pengaruh hormon-hormon tersebut, sebagian besar sarang endometriosis

berdarah secara periodik yang menyebabkan reaksi jaringan sekelilingnya berupa

radang dan perlekatan.4

Pada kehamilan dapat ditemukan reaksi desidual jaringan endometriosis.

Apabila kehamilannya berakhir, reaksi desidual menghilang disertai dengan

regresi sarang endometriosis. Pengaruh baik dari kehamilan kini menjadi dasar

pengobatan endometriosis dengan hormon untuk mengadakan apa yang

dinamakan kehamilan semu (pseudopregnancy).4


2

3.6 Klasifikasi

Menurut topografinya endometriosis dapat digolongkan, yaitu sebagai berikut

a. Endometriosis Interna

Endometriosis didalam miometrium (uterus) Letaknya di dalam

uterus dan disebut adenomiosis

Letaknya didalam tuba seperti adenomiosis ismika nodosa,

hematosalping.

b. Endometriosis Eksterna
2

Endometriosis di luar uterus, lazim disebut dengan true

endometriosis, letaknya di dinding belakang uterus, dibagian luar tuba

dan di ovarium (di pelvio-peritonium dan di cavum Douglasi, rekto-

sigmoid, kandung kencing, umbilikus sampai pada kulit dan paru paru-

paru).

Endometriosis dapat dikelompokkan menjadi 3 kategori berdasarkan

lokasi dan tipe lesi,yaitu:8

1. Ovarian Endometrial Cysts (Endometrioma)

Ovarian endometrioma diduga terbentuk akibat invaginasi dari korteks

ovarium setelah penimbunan debris menstruasi dari perdarahan

jaringan endometriosis. Kista endometrium bisa besar (>3cm) dan

multilokus, dan bisa tampak seperti kista coklat karena penimbunan

darah dan debris ke dalam rongga kista.

2. Deep Nodular Endometriosis

Pada endometriosis jenis ini, jaringan ektopik menginfiltrasi septum

rektovaginal atau struktur fibromuskuler pelvis seperti uterosakral dan

ligamentum utero-ovarium. Nodul-nodul dibentuk oleh hiperplasia otot

polos dan jaringan fibrosis di sekitar jaringan yang menginfiltrasi.

Jaringan endometriosis akan tertutup sebagai nodul, dan tidak ada

perdarahan secara klinis yang berhubungan dengan endomeriosis

nodular dalam.

3. Peritoneal endometriosis
2

Pada awalnya lesi di peritoneum akan banyak tumbuh vaskularisasi

sehingga menimbulkan perdarahan saat menstruasi. Lesi yang aktif

akan menyebabkan timbulnya perdarahan kronik rekuren dan reaksi

inflamasi sehingga tumbuh jaringan fibrosis dan sembuh. Lesi

berwarna merah dapat berubah menjadi lesi hitam tipikal dan setelah

itu lesi akan berubah menjadi lesi putih yang miskin vaskularisasi dan

ditemukan debris glandular.

Ada banyak klasifikasi stadium yang digunakan untuk

mengelompokkan endometriosis dari ringan hingga berat, dan yang paling

sering digunakan adalah sistem American Fertility Society (AFS) yang telah

direvisi (Tabel 1). Klasifikasi ini menjelaskan tentang lokasi dan kedalaman

penyakit berikut jenis dan perluasan adhesi yang dibuat dalam sistem skor.

Berikut adalah skor yang digunakan untuk mengklasifikasikan stadium:9

- Skor 1-5: Stadium I (penyakit minimal)

- Skor 6-15: Stadium II (penyakit sedang)


2

- Skor 16-40: Stadium III (penyakit berat)

- Skor >40: Stadium IV (penyakit sangat berat)

(Derajat endometriosis berdasarkan skoring dari Revisi AFS)

Endometriosis <1 cm 1-3 cm >3 cm

Permukaan 1 2 4
Peritoneum

2 4 6
Dalam

Kanan Permukaan 1 2 4

4 16 20
Dalam

Kiri Permukaan 1 2 4
Ovarium

Dalam 4 16 20

Perlekatan kavum Douglasi


Sebagian Komplit

4 40

<1/3 1/3-2/3 >2/3


Perlekatan

1 2 4
Tipis

Kanan 4 8 16
Tebal

1 2 4
Tipis
Ovarium

Kiri Kiri 4 8 16
Tebal
2

1 2 4
Kanan Tipis

4 8 16
Tebal

1 2 4
Tipis

Kir Kiri 4 8 16
Tuba

Tebal

Martin pada tahun 2006 mengusulkan sistem kalsifikasi stadium untuk

mengetahui tingkat kepercayaan dari tindakan laparaskopi diagnostik terhadap

endometriosis. Tingkat kepercayaan laparaskopi terdiri atas 4 tingkatan:10

Tingkat 1 : Mungkin endometriosis Vesikel peritoneal, polip merah, polip

kuning, hipervaskularisasi, jaringan parut, adhesi

Tingkat 2 : Diduga endometriosis Kista coklat dengan aliran bebas dari

cairan coklat.

Tingkat 3 : Pasti endometriosis Lesi jaringan parut gelap, lesi merah dengan

latar belakang jaringan ikat sebagai jaringan parut, kista coklat

dengan area mottle merah dan gelap dengan latar belakang putih.
2

Tingkat 4: Endometriosis Lesi gelap dan jaringan parut pada pembedahan

pertama.

3.7 Gejala Klinis

Gejala-gejala yang sering ditemukan pada kista endometriosis adalah:1,4

a. Nyeri perut bawah yang progresif dan dekat paha yang terjadi pada dan

selama haid (dismenore). Sebab dari dismenore ini tidak diketahui tetapi

mungkin ada hubungannya dengan vaskularisasi dan perdarahan dalam

sarang endometriosis pada waktu sebelum dan semasa haid. Nyeri tidak

selalu didapatkan pada endometriosis walaupun kelainan sudah luas

sebaliknya kelainan ringan dapat menimbulkan gejala nyeri yang hebat.

Nyeri yang hebat dapat menyebabkan mual, mntah, dan diare. Dismenore

primer terjadi selama tahun-tahun awal mestruasi, dan semakin meningkat

dengan usia saat melahirkan anak, dan biasanya hal ini tidak berhubungan

dengan endometriosis. Dismenore sekunder terjadi lebih lambat dan akan

semakin meningkat dengan pertambahan usia. Hal ini bisa menjadi tanda

peringatan akan terjadinya endometriosis, walaupun beberapa wanita

dengan endometriosis tidak terlalu merasakannya.

b. Dispareunia merupakan gejala yang sering dijumpai disebabkan oleh

karena adanya endometriosis di kavum Douglasi.

c. Nyeri waktu defekasi, terjadi karena adanya endometriosis pada dinding

rekstosigmoid. Kadang-kadang bisa terjadi stenosis dari lumen usus besar

tersebut.
2

d. Poli dan hipermenorea, dapat terjadi pada endometriosis apabila kelainan

pada ovarium sangat luas sehingga fungsi ovarium terganggu.

e. Infertilitas, hal ini disebabkan apabila motilitas tuba terganggu karena

fibrosis dan perlekatan jaringan disekitarnya. Sekitar 30-40% wanita

dengan endometriosis menderita infertilitas.

Endometriosis dapat menyebabkan infertilitas melalui beberapa

mekanisme, yaitu :

Produksi prostaglandin sehingga mempengaruhi motilitas tuba atau

folikulogenesis dan fungsi korpus luteum. Pada pasien dengan

endometriosis didapatkan peningkatan cairan peritonium dan peningkatan

konsentrasi tromboxan B2 dan 6-keto-prostaglandin, N-keto-13, 14-

dihydroprostaglandin.

Melalui makrofag peritonium, ditemukan peningkatan aktifitas makrofag

yang akan memfagosist sperma. Disamping itu makrofag memproduksi

interleukin-1 yang bersifat toksik terhadap embrio tikus. Selain itu

makrofag menyebabkan reaksi radang.

Endometriosis sebagai salahsatu faktor yang menyebabkan kelainan

petumbuhan foliker, disfungsi ovarium dan kegagalan perkembangan

embrio Luteinized unruptured follicle syndrome adalah keadaan dimana

oosit tidak dapat dilepaskan pada saat folikel pecah yang menyebabkan

infertilitas.
2

3.8 Diagnosis

Perlu dilakukan anamnesis yang cermat. Yang paling khas adalah pasien

mengeluh nyerihaid, yaitu menjelang haid dan puncaknya pada hari pertama dan

ke dua siklus haid, kadang-kadang disertai perdarahan abnormal, mual dan

muntah. Pada umumnya pasien sampai menggunakan obat penghilang rasa sakit.

Pasien yang sudah menikah ti-dak jarang mengeluh nyeri saat sanggama. Pada

pasangan suami istri yang sulit mendapatkan anak (infertilitas) perlu dipikirkan

adanya endometriosis. Pada 50 % pasutri infer-til ditemukan endometriosis dan

pada 70-80% perempuan dengan infertilitas tidak terjelaskan, ditemukan

endometriosis.1,8,11

Tidak ada pemeriksaan yang sederhana untuk mendiagnosis endometriosis.

Dalam kenyataannya, satu-satunya cara untuk mendiagnosis pasti endometriosis

adalah dengan melakukan laparoskopi dan melakukan biopsi jaringan.

Pemeriksaan ini merupakan standar emas dalam mendiagnosis endometriosis.12

Endometriosis dicurigai bila ditemukan adanya gejala nyeri di daerah pelvis

dan adanya penemuan-penemuan yang bermakna selama pemeriksaan fisik.

Melalui pemeriksaan rektovaginal (satu jari di dalam vagina dan satu jari lagi di

dalam rectum) akan teraba nodul (jaringan endometrium) di belakang uterus dan

di sepanjang ligamentum yang menyerang dinding pelvis. Suatu saat bisa saja

nodul tidak teraba, tetapi pemeriksaan ini sendiri dapat menyebabkan rasa nyeri

dan tidak nyaman.13


2

3.9 Diagnosis Banding

Adenomiosis uteri, radang pelvik, dengan tumor adneksa dapat menimbulkan

kesukaran dalam diagnosis. Pada kelainan di luar endometriosis jarang terdapat

perubahan-perubahan berupa benjolan kecil di kavum Douglasi dan ligamentum

sakrouterina. Kombinasi adenomiosis uteri atau mioma uteri dengan

endometriosis dapat pula ditemukan. Endometriosis ovarii dapat menimbulkan

kesukaran diagnosis dengan kista ovarium. Sedangkan endometriosis yang

berasal dari rektosigmoid perlu dibedakan dari karsinoma.4

3.10 Penatalaksanaan

Pengobatan pada endometriosis pada dasarnya hanyalah untuk mengurangi

atau menghilangkan dampak klinik yang ada, hanya secara simptomatis. Pada

dasarnya ada tiga macam pengobatan endometriosis. Pembedahan yang bertujuan

menghilangkan atau mengurangi jaringan endometriosis yang tampak/

terdiagnosis. Kedua adalah medikamentosa dengan obat anti estrogen, karena


2

diyakini bahwa pertumbuhan jaringan endomertriosis ini dipacu oleh hormon

estrogen. Pada umumnya pengobatan mediksamentosa ini tidak bisa berdiri

sendiri. Ketiga adalah kombinasi dari keduanaya, pembedahan dan

medikamentosa; pengobatan kombinasi ini merupoakan pengobatan yang paling

sering dilakukan.1,2

Endometriosis bisa diterapi dengan medikamentosa dan/atau pembedahan.

Pengobatan endometriosis juga bertujuan untuk menghilangkan nyeri dan/atau

memperbaiki fertilitas.6,13,14

1. Terapi konservatif

Pada orang yang mengalami Endometriosis dan subfertilitas pengobatan bisa

dilakukan adalah:

Adhesi peritubal and periovarian dapat menginterferensi dengan

transportasi ovum secara mekanik dan berperan dalam menyebabkan

subfertilitas. Endometriosis peritoneal telah terbukti berperan dalam

menyebabkan subfertilitas dengan cara berinterferensi dengan motilitas

tuba, follikulogenesis, dan fungsi korpus luteum. Aromatase dipercaya

dapat meningkatkan kadar prostaglandin E melalui peningkatan ekspresi

COX-2. Endometriosis juga dapat menyebabkan subfertilitas melalui

peningkatan jumlah sperma yang terikat ke epitel ampulla sehingga

mempengaruhi interaksi sperm-endosalpingeal.


2

Pemberian medikamentosa pada endometriosis minimal atau sedang tidak

terbukti meningkatkan angka kehamilan. Endometriosis sedang sampai

berat harus dioperasi.

Pilihan lainnya untuk mendapatkan kehamilan ialah inseminasi intrauterin,

superovulasi, dan fertilisasi invitro. Pada suatu penelitian case-contol, rata-

rata kehamilan dengan injeksi sperma intrasitoplasmik tidak dipengaruih

oleh kehadiran endometriosis. Lebih jauh, analisi lainnya menunjukkan

peningkatan kejadian kehamilan akibat fertilisasi in vitro dengan preterapi

endometriosis tingkat 3 dan 4 dengan agonis gonadotropin-releasing

hormone (GnRH).

2. Terapi interval

Beberapa peneliti percaya bahwa endometriosis dapat ditekan dengan

pemberian profilaksis berupa kontrasepsi oral kombinasi

berkesinambungan, analog GnRH, medroksiprogesteron, atau danazol

sebagai upaya untuk meregresi penyakit yang asimtomastik dan mengatasi

fertilitas subsekuen.

Ablasi melalui pembedahan untk endometriosis simptomatik juga dapat

meningkatkan kesuburan dalam 3 tahun setelah follow-up.

Tidak ada hubungan antara endometriosis dengan abortus rekuren dan

tidak ada penelitian yang menunjukkan bahwa terapi medikamentosa atau

pembedahan dapat mengurangi angka kejadian abortus.


2

Terapi medis: pil kontrasepsi oral kombinasi, danazol, agen progestational,

dan analog GnRH. Semua obat ini memiliki efek yang sama dalam

mengurangi nyeri dan durasinya.

Pil kontrasepsi oral kombinasi berperan dalam supresi ovarium dan

memperpanjang efek progestin.

Semua agen progesteron berperan dalam desidualisasi dan atrofi

endometrium.

Medroksiprogesteron asetat berperan dalam mengurangi nyeri.

Megestrol asetat juga memiliki efek yang sama

The levonorgestrel intrauterine system (LNG-IUS) berguna dalam

mengurangi nyeri akibat endometriosis.

Analog GnRH berguna untuk menurunkan gejala nyeri, namun tidak

berefek dalam meningkatkan angka fertilitas. Terapi dengan GnRH

menurunkan gejala nyeri pada 85-100% wanita dengan endometriosis.

Danazol berperan untuk menghambat siklus follicle-stimulating hormone

(FSH) and luteinizing hormone (LH) dan mencegah steroidogenesis di

korpus luteum.

3. Terapi Bedah
2

Terapi bedah bisa diklasifikasikan menjadi terapi bedah konservatif jika fungsi

reproduksi berusaha dipertahankan, semikonservatif jika kemampuan reproduksi

dikurangi tetapi fungsi ovarium masih ada, dan radikal jika uterus dan ovarium

diangkat secara keseluruhan. Usia, keinginan untuk memperoleh anak lagi,

perubahan kualitas hidup, adalah hal-hal yang menajdi pertimbangan ketika

memutuskan suatu jenis tindakan operasi.6, 13,14

a. Pembedahan konservatif

Tujuannya adalah merusak jaringan endometriosis dan melepaskan

perlengketan perituba dan periovarian yang menjadi sebab timbulnya

gejala nyeri dan mengganggu transportasi ovum. Pendekatan

laparoskopi adalah metode pilihan untuk mengobati endometriosis

secara konservatif. Ablasi bisa dilakukan dengan dengan laser atau

elektrodiatermi. Secara keseluruhan, angka rekurensi adalah 19%.

Pembedahan ablasi laparoskopi dengan diatermi bipolar atau laser

efktif dalam menghilangkan gejala nyeri pada 87%. Kista

endometriosis dapat diterapi dengan drainase atau kistektomi.

Kistektomi laparoskopi mengobati keluhan nyeri lebih baik daripada

tindakan drainase. Terapi medis dengan agonis GnRH mengurangi

ukuran kista tetapi tidak berhubungan dengan hilangnya gejala nyeri.

Flushing tuba dengan media larut minyak dapat meningkatkan angka

kehamilan pada kasus infertilitas yang berhubungan dengan

endometriosis.
2

Untuk dismenorhea yang hebat dapat dilakukan neurektomi presakral.

Bundel saraf yang dilakukan transeksi adalah pada vertebra sakral III,

dan bagian distalnya diligasi.

Laparoscopic Uterine Nerve Ablation (LUNA) berguna untuk

mengurangi gejala dispareunia dan nyeri punggung bawah.

Untuk pasien dengan endometriosis sedang, pengobatan hormonal

adjuvant postoperative efektif untuk mengurangi nyeri tetapi tidak ada

berefek pada fertilitas. Analog GnRH, danazol, dan

medroksiprogesteron berguna untuk hal ini.

b. Pembedahan semikonservatif

Indikasi pembedahan jenis ini adalah wanita yang telah melahirkan

anak dengan lengkap, dan terlalu muda untuk menjalani pembedahan

radikal, dan merasa terganggu oleh gejala-gejala endometriosis.

Pembedahan yang dimaksud adalah histerektomi dan sitoreduksi dari

jaringan endometriosis pelvis. Kista endometriosis bisa diangkat

karena sepersepuluh dari jaringan ovarium yang berfungsi diperlukan

untuk memproduksi hormon. Pasien yang dilakukan histerektomi

dengan tetap mempertahankan ovarium memiliki risiko enam kali lipat

lebih besar untuk mengalami rekurensi dibandingkan dengan wanita

yang dilakukan histerektomi dan ooforektomi.

Terapi medis pada wanita yang telah memiliki cukup anak yang juga

memiliki efek dalam mereduksi gejala.


2

c. Pembedahan radikal

Histerektomi total dengan ooforektomi bilateral dan sitoreduksi dari

endometrium yang terlihat. Adhesiolisis ditujukan untuk

memungkinkan mobilitas dan menormalkan kembali hubungan antara

organ-organ di dalam rongga pelvis.

Obstruksi ureter memerlukan tindakan bedah untuk mengeksisi begian

yang mengalami kerusakan. Pada endometriosis dengan obstruksi usus

dilakukan reseksi anastomosis jika obstruksi berada di rektosigmoid

anterior.

Algoritma Penatalaksanaan Endometriosis


2

(Bedah Laparoskopi)

3.11 Prognosis

Endometriosis dapat mengalami rekurensi kecuali telah dilakukan dengan

histerektomi dan ooforektomi bilateral. Angka kejadian rekurensi endometriosis

setelah dilakukan terapi pembedahan adalah 20% dalam waktu 5 tahun. Ablasi

komplit dari endometriosis efektif dalam menurunkan gejala nyeri sebanyak 90%

kasus. Beberapa ahli mengatakan eksisi lesi adalah metode yang baik untuk

menurunkan angka kejadian rekurensi dari gejala-gejala endometriosis. 8

Pada kasus infertilitas, keberhasilan tindakan bedah berhubungan dengan

tingkat berat ringannya penyakit. Pasien dengan endometriasis sedang memiliki

peluang untuk hamil sebanyak 60%, sedangkan pada kasus-kasus endometriosis

yang berat keberhasilannya hanya 35%.8


2

BAB IV
KESIMPULAN

Endometriosis merupakan kelainan ginekologik jinak yang sering diderita

oleh perempuan usia reproduksi yang ditandai dengan adanya glandula dan stroma

endometrium di luar letaknya yang normal. Penyakit ini menimbulkan keluhan

nyeri haid, nyeri saat senggama, pembesaran ovarium, dan infertilitas. Di negara

Amerika Serikat, 25-30 % penyebab infertilitas primer pada perempuan adalah

endometriosis.

Jaringan endometriosis memiliki gambaran bercak kecil, datar, gelembung

atau flek-flek yang tumbuh di permukaan organ-organ di rongga pelvis. Flek-flek

ini bisa berwarna bening, putih, coklat, merah, hitam, atau biru. Jaringan

endometriosis dapat tumbuh di permukaan rongga pelvis, peritoneum, dan organ-

organ di rongga pelvis, yang kesemuanya dapat berkembang membentuk nodul-

nodul.

Endometriosis yang tumbuh di permukaan ovarium atau menyerang

bagian dalam ovarium dan membentuk kista berisi darah disebut sebagai kista

endometriosis atau kista coklat. Kista ini disebut kista coklat karena terdapat

penumpukan darah berwarna merah coklat hingga gelap. Kista ini bisa berukuran

kecil seukuran kacang dan bisa tumbuh lebih besar dari buah anggur.

Endometriosis dapat mengiritasi jaringan di sekitarnya dan dapat menyebabkan

perlekatan (adhesi) akibat jaringan parut yang ditimbulkannya. Endometriosis

menyebabkan nyeri panggul kronis berkisar 70%. Risiko untuk menjadi tumor

ovarium adalah 15-20%, angka kejadian infertilitas berkisar 30-40%, dan risiko
2

berubah menjadi ganas 0,7-1%. Endometriosis yang sudah mendapat pengobatan

yang optimum memiliki angka kekambuhan sesudah pengobatan berkisar 30%.


2

DAFTAR PUSTAKA

1. Badziad Ali., 2003. Endometriosis; Endokrinologi Ginekologi, edisi

kedua, hal: 1-25, Media Aesculapius, FK UI, Jakarta.

2. American Society. Endometriosis a guide for patient

http://www.asrm.org/Patients/patientbooklets/endometriosis.pdf [diakses 7

Juni 2009]

3. Oepomo TD. Concentration of TNF- in the peritoneal fluid and serum of

endometrioticpatients. http://www.unsjournals.com/DD0703D070302.pdf

[diakses 7 Juni 2009]

4. NHS Evidence, Annual Evidence Update on Endometriosis

Epidemiology and aetiology.

http://www.library.nhs.uk/womenshealth/ViewResource.aspx?resID=2589

81&tabID=290&catID=11472 [diakses 7 Juni 2009]

5. Prawirohardjo S. Ilmu Kandungan. Jakarta: YBP-SP, 2002. p.314-36

6. Lee BM, The Endometriosis cyst. http://ezinearticles.com/?Cyst-

Endometriosis---Cyst-in-the-Walls-of-the-Womb&id=1794678 [diakses 7

Juni 2009]

7. Wellbery C. Diagnosis and Treatment of Endometriosis 1999;

http://www.aafp.org/afp/991015ap/contentshtml [diakses 7 Juni 2009]

8. Overton C, Davis C, McMillanL, Shaw R. An Atlas Of Endometriosis, 3rd

ed. London: Informa Healthcare, 2007. p.2-3, 36


2

9. Sud S, Tulandi T. Endometriosis

http://www.obgyn.net/medical.asp?page=/english/pubs/features/mcgill-

student-projects/endometriosis. london.1999 [diakses 18 Oktober 2016]

10. Kandeel M, Endometriosis: An update

http://www.gfmer.ch/GFMER_members/pdf/Endometriosis_Kandeel_200

8.pdf [diakses 18 Oktober 2016]

11. Martin DC. Endometriosis staging.

http://www.memfert.com/endostage.htm [diakses 18 Oktober 2016]

12. Farid. Endometriosis di Sekitar Kita. http://www.majalah-

farmacia.com/rubrik/one_news.asp?IDNews=201 [diakses 18 Oktober

2016]

13. Endometriosis Research Foundation. Diagnosing endometriosis,.

http://www.endometriosis.org/endometriosis.html [diakses 18 Oktober

2016]

14. Stoppler MC, Endometriosis

http://www.medicinenet.com/endometriosis/page3.htm#tocg [diakses 18

Oktober 2016]

15. Kapoor D, Davila. Endometriosis: Treatment & Medication.

http//www.emedicine.com [diakses 18 Oktober 2016]

16. Prawirohardjo S. Ilmu Kandungan. Jakarta: YBP-SP, 2008. p.314-36


2

Anda mungkin juga menyukai