PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Secara umum, berkaitan dengan jenis pekerjaan, lebih dari sepertiga penduduk
Indonesia bekerja di sektor pertanian menjadikan Indonesia sebagai negara agraris. Sektor
pertanian berkontribusi sebesar 8% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional. Angka
ini merupakan angka yang relatif kecil bila dibandingkan dengan banyaknya porsi tenaga kerja
yang terserap ke sektor pertanian. Dapat diartikan produktivitas pertanian di Indonesia masih
sangat rendah.
Total luas sawah di Indonesia merupakan salah satu yang terbesar di ASEAN, dengan
total 8 juta hektar sawah dimana 42% nya berada di Pulau Jawa dan Bali. Pengelolaan
pertanian, khususnya sawah menjadi penting untuk diperhatikan sebagai sarana meningkatkan
produktivitas. Salah satu cara pengelolaan sawah adalah melalui sistem irigasi. Irigasi
merupakan upaya yang dilakukan manusia untuk mengairi lahan pertanian. Dalam dunia
modern, saat ini sudah banyak model irigasi yang dapat dilakukan manusia. Pada zaman
dahulu, jika persediaan air melimpah karena tempat yang dekat dengan sungai atau sumber
mata air, maka irigasi dilakukan dengan mengalirkan air tersebut ke lahan pertanian. Namun,
irigasi juga biasa dilakukan dengan membawa air dengan menggunakan wadah kemudian
menuangkan pada tanaman satu per satu.
Pengoptimalan penggunaan air dapat didukung oleh desain irigasi yang efektif dan
efisien sehingga kebutuhan tanaman dapat tetap terpenuhi. Untuk itu, dibutuhkan suatu ilmu
rekayasa yang dapat meningkatkan efisiensi penggunaan air. Ilmu tersebut adalah teknik
pengolahan sumber daya air terutama dalam bidang irigasi. Pada tugas besar ini, akan
dilakukan proses pendesainan irigasi yang sesuai dengan standar dan dapat memenuhi
kebutuhan air dalam bidang agrikultur.
1. Melakukan perhitungan kebutuhan air untuk pertanian di daerah DAS Kali Sukareja
2. Melakukan perhitungan desain saluran irigasi untuk pertanian di daerah DAS Kali
Sukareja
1.3 Lingkup Pembahasan
Ruang lingkup dalam penyusunan laporan ini adalah perencanaan saluran sistem irigasi
dan merencanakan petak sawah sehingga daerah studi berpotensi untuk pertanian. Derah yang
dimaksud yaitu Daerah Irigasi Sukareja yang terletak di Brebes, Jawa Tengah. Asumsi yang
digunakan pada laporan ini adalah bahwa semua tanah yang berada di peta daerah irigasi
Sukareja dianggap subur. Teori-teori yang berkaitan dengan hal ini adalah sebagai berikut.
1) Teori Hidrologi
Teori-teori hidrologi digunakan dalam melakukan analisis data hidrologi dan
klimatologi wilayah studi, sehingga akan didapakan debit yang ada di suatu DAS, aliran
air maksimum yang mengalir di sungai tersebut, dan hal lainnya yang berhubungan dengan
ketersediaan air sungai
2) Teori Irigasi
Teori irigasi digunakan dalam penentuan sistem irigasi secara keseluruhan pada
wilayah studi. Teori ini akan mendapatkan pola tanam yang tepat dan nilai luas maksimum
sawah, nilai kebutuhan air, desain dimensi bangunan dan saluran beri maupun buang, serta
hal lainnya yang berhubungan dengan daerah irigasi tersebut. Selain itu, debit sungai yang
digunakan dalam perhitungan adalah debit sungai yang diperoleh dari tugas besar
Rekayasa Hidrologi.
6) Evaluasi
Pada bagian ini kesuluruhan metode yang telah digunakan beserta hasilnya akan
dievaluasi. Evaluasi didasarkan pada tujuan laporan dan hubungannya dengan hasil
analisis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sistem Irigasi
Irigasi merupakan sebuah suatu sistem untuk mengairi suatu lahan dengan cara
membendung sumber air. Atau dalam pengertian lain irigasi adalah usaha penyediaan,
pengaturan, dan pembuangan air irigasi untuk menunjang pertanian yang jenisnya meliputi
irigasi permukaan, irigasi bawah permukaan, irigasi dengan pancaran, irigasi lokal, irigasi
rawa, irigasi pompa, dan irigasi tambak, irigasi timba, irigasi tetes.
Irigasi merupakan upaya yang dilakukan manusia untuk mengairi lahan pertanian.
Dalam dunia modern, saat ini sudah banyak model irigasi yang dapat dilakukan manusia. Pada
zaman dahulu, jika persediaan air melimpah karena tempat yang dekat dengan sungai atau
sumber mata air, maka irigasi dilakukan dengan mengalirkan air tersebut ke lahan pertanian.
Namun, irigasi juga biasa dilakukan dengan membawa air dengan menggunakan wadah
kemudian menuangkan pada tanaman satu per satu. Untuk irigasi dengan model seperti ini di
Indonesia biasa disebut menyiram.
Irigasi gravitasi merupakan sistem irigasi yang telah lama dikenal dan diterapkan dalam
kegiatan usaha tani. Dalam sistem irigasi ini, sumber air diambil dari air yang ada di permukaan
burni yaitu dari sungai, waduk dan danau di dataran tinggi. Pengaturan dan pembagian air
irigasi menuju ke petak-petak yang membutuhkan, dilakukan secara gravitatif.
Irigasi bawah permukaan menerapkan sistem pengairan bawah pada lapisan tanah
untuk meresapkan air ke dalam tanah di bawah daerah akar menggunakan pipa bawah tanah
atau saluran terbuka. Digerakkan oleh gaya kapiler, lengas tanah berpindah menuju daerah akar
sehingga dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Dengan demikian, irigasi jenis ini menyasar bagian
akar dengan memberinya asupan nutrisi sehingga dapat disalurkan ke bagian lain tumbuhan
dan dapat memaksimalkan fungsi akar menopang tumbuhan.
Irigasi tetes menjalankan tugas distribusi air ke lahan pertanian menggunakan selang
atau pipa yang berlubang dan diatur dengan tekanan tertentu. Dengan pengaturan yang
demikian, air akan muncul dari pipa berbentuk tetesan dan langsung pada bagian akar tanaman.
Teknik yang demikian dimaksudkan agar air langsung menuju ke akar sehingga tidak perlu
membasahi lahan dan mencegah terbuangnya air karena penguapan yang berlebih. Kelebihan
irigasi jenis ini di antaranya adalah efisiensi dan penghematan air, menghindari akibat
penguapan dan inflitrasi serta sangat cocok untuk tanaman di masa-masa awal pertumbuhannya
karena dapat memaksimalkan fungsi hara bagi tanaman. Selain itu, jenis ini juga mempercepat
proses penyesuaian bibit dengan tanah sehingga dapat menyuburkan tanaman dan menunjang
keberhasilan proses penanamannya.
Irigasi siraman ada!ah sistem irigasi dimana air diberikan kepada tanaman dengan
menyemprotkan air keatas sehingga menyerupai hujan ketika air jatuh ketanah. Suatu
keuntungan yang paling utama dalam penggunaan sistem ini ialah : dapat digunakan untuk
kondisi dimana irigasi permukaan/genangan tidak dapat diterapkan atau tidak effisien.
Kebutuhan air irigasi diperkirakan untuk menentukan skala final proyek yaitu dnegan
jalan mekakukan analisis sumber air untuk keperluan irigasi. Untuk menentukan sistem irigasi
yang baik, perlu direncanakan terlebih dahulu mengenai desain dan tata letaknya sebelum di
bangun di lapangan. Hal-hal yang perlu dilakukan perencanaan dalam sistem irigasi
diantaranya adalah petak, saluran, dan bangunan air.
Petak irigasi merupakan daerah yang diairi oleh suatu sumber air, baik yang berasal
dari waduk maupun satu atau beberapa sungai melalui suatu bangunan pengambilan yang
berupa bendungan, rumah pompa, ataupun pengambilan bebas. Petak irigasi terdiri dari
empat jenis yaitu petak primer, sekunder, tersier, dan kuarter. Petak tersier adalah petak
dasar di suatu jaringan irigasi.
Petak tersier merupakan petak yang menerima air irigasi yang dialirkan dan diukur
pada bangunan sadap tersier. Ciri-ciri petak tersier adalah sebagai berikut.
a. Luas 50 100 ha
b. Mempunyai batas yang jelas
c. Berbentuk bujur sangkar atau empat persegi panjang, untuk mempermudah tata
letak bangunan
d. Harus terletak langsung berbatasan dengan saluran sekunder
e. Panjang saluran tersier < 1,5 km, saluran kuarter < 500m
f. Tiap petak tersier sedapat mungkin dibagi menjadi petak kuarter dengan ukuran
8-15 ha.
Petak Tersier dibagi-bagi lagi menjadi petak-petak kuarter. Sebuah petak tersier
merupakan bagian dari petak tersier yang menerima air dan saluran kuarter. Jaringan
tersier adalah jaringan saluran yang melayani areal di dalam petak tersier. Jaringan tersier
terdiri dari:
a. Saluran dan bangunan tersier : saluran dan bangunan yang membawa dan
membagi air dari bangunan sadap tersier ke petak-petak kuarter.
b. Saluran dan bangunan kuarter : saluran dan bangunan yang membawa air dari
jaringan bagi ke petak-petak sawah.
c. Saluran pembuang : saluran dan bangunan yang membuang kelebihan air dari
petak-petak sawah ke jaringan pembuang utama.
Perencanaan petak tersier yang sesungguhnya dimulai dengan pengumpulan data-
data yang diperlukan. Pengumpulan data mencakup kegiatan-kegiatan berikut:
inventarisasi keadaan topografi dengan cara mengadakan pengukuran
topografi
inventarisasi fasilitas-fasilitas yang sudah ada, air yang tersedia serta
terjadinya genangan
inventarisasi praktek-praktek irigasi dan cara-cara pembagian air yang ada
sekarang
pengumpulan data hidrometereologi untuk menentukan kebutuhan air irigasi
dan pembuangan.
Langkah selanjutnya adalah membuat layout bangunan berdasarkan data yang telah
diperoleh sebelumnya. Bila secara umum layout dapat diterima, maka trase saluran yang
direncana bisa mulai diukur, potongan-potongan memanjang dan/atau melintang diukur
dan muka air direncana.
Jika dalam tata letak timbul kesulitan-kesulitan yang berhubungn dengan elevasi
ketinggian yang dapat dipecahkan dengan cara memilih tata letak lainnya, maka hal ini
sebaiknya dicek di lapangan bersama-sama dengan para wakil petani.
Jika kedua belah pihak telah sepakat, hasilnya dapat dibicarakan dalam suatu rapat
dengan para petani yang diadakan oleh staf pembinaan. Atas dasar persetujuan umum
secara tertulis serta persetujuan dan Kepala Desa yang bersangkutan, layout akan dibuat
final
Berdasarkan layout akhir dan hasil-hasil pengukuran detail; dimensi maupun
elevasi saluran dan bangunan dapat direncana dan digambar. Semua bangunan akan
disesuaikan dengan standar yang ada.
Perencanaan detail akan disajikan dalam sebuah buku perencaan. Buku ini memuat
penjelasan mengenai perencanaan, perhitungan perencanaan dan gambar-gambar, serta
petunjuk operasi dan pemeliharaan, perkiraan biaya pengembangan, kesepakatan
pembagian pembiayaan antara pemerintah dan petani. Dengan diserahkannya buku
perencanaan kepada P3A, maka selesailah sudah kegiatan perencanaan yang sebenarnya.
Keterlibatan perencana Selama tahap pelaksanaan masih dibutuhkan, karena mungkin
masih akan timbul masalah yang memerlukan dibuatnya penyesuaian-penyesuaian
perencanaan.
Setelah penyerahan buku perencanaan kepada P3A, mungkin masih perlu waktu
cukup lama sebelum pelaksanaan dapat dimulai. Sebelum pelaksanaan dimulai,
perencanaan harus diperiksa dahulu. Jika kondisi. lapangan telah berubah, mungkin
diperlukan penyesuaian penyesuaian perencanaan. Untuk membuat penyesuaian-
penyesuaian harus diikuti prosedur yang sama seperti selama tahap perencanaan.
Setelah pelaksanaan pekerjaan fisik selesai, debit rencana semua bangunan dan
saluran akan dites. Mungkin terdapat kekurangan-kekurangan sehubungan dengan
elevasi dan kapasitas bangunan dan saluran. Sebelum jaringan diserahterimakan kepada
P3A, kekurangan-kekurangan ini haru diperbaiki terlebih dahulu.
Karena pengembangan tersier akan dibiayai dari dua sumber dana, yaitu
pemerintah dan petani, maka harus disinkronkan (serasi) dengan kesiapan pembiayaan
kedua belah pihak pada tahun fiskal yang sama.
Pada jaringan irigasi, terdapat dua jenis saluran yaitu saluran pembawa dan
pembuang. Saluran pembawa terdiri dari beberapa jenis, yaitu sebagai berikut.
1) Saluran primer berfungsi untuk membawa air dari bangunan sadap menuju saluran
sekunder dan ke petak-petak tersier yang diairi. Batas ujung saluran primer adalah pada
bangunan bagi yang terakhir.
2) Saluran sekunder digunakan untuk membawa air dari bangunan yang menyadap dari
saluran primer menuju petak-petak tersier yang dilayani oleh saluran sekunder tersebut.
batas akhir dari saluran sekunder adalah bangunan sadap terakhir
3) Saluran tersier digunakan untuk membawa air dari bangunan yang menyadap dari saluran
sekunder menuju petak-petak kuarter yang dilayani oleh saluran sekunder tersebut. batas
akhir dari saluran sekunder adalah bangunan boks tersier terkahir
4) Saluran kuarter berfungsi untuk mernbawa air dari bangunan yang menyadap dari boks
tersier menuju petak-petak sawah yang dilayani oleh saluran sekunder tersebut. batas
akhir dari saluran sekunder adalah bangunan boks kuarter terkahir
Sedangkan saluran pembuang berfungsi untuk membuang air berlebihan dari petak-
petak sawah ke sungai. Air berlebihan tersebut bisa dibuang kembali ke Sungai atau bisa juga
ke sungai lain yang dekat dari kawasan tersebut.
Tahap pertama perencanaan adalah pengumpulan data lapangan yang terdiri dari data
topografi, geoteknik, dan data sedimen.
Data topografi yang diperlukan berupa peta topografi dengan garis-garis ketinggian dan
tata letak jaringan irigasi, peta situasi trase, peta memanjang, potongan melintang, dan peta
lokasi titik tetap/benchmark. Setelah diperoleh data topografi, dilakukan perhitungan
kapasitas rencana yang terdiri dari penghitungan debit rencana, kebutuhan air di sawah,
efisiensi saluran, dan rotasi teknis.
Data lain yang diperlukan adalah data geoteknik yang mencakup stabilitas tanggul.
Data sedimen juga terkadang diperlukan terutama untuk perencanaan jaringan pengambilan di
sungai, kantong lumpur dan bangunan penggelontorsedimen pada lokasi persilangan saluran
dengan sungai.
Setelah data diatas terkumpul, maka mulailah masuk ke perhitungan dimensi saluran
dengan memperhatikan kapasitas saluran dan lingkungan dimana saluran dibangun.
Perhitungan saluran mencakup kriteria hidrolis, potongan melintang saluran, potongan
memanjang, dan sipatan penampang saluran tanah.
Perhitungan ketersediaan air dimulai dengan rata-rata curah hujan. Nilai curah hujan
diperoleh dari laboratorium mekanika fluida dan bila masih terdapat data hujan yang kosong,
harus diisi dengan metode kebalikan kuadrat jarak dengan rumus sebagai berikut :
1 1
+
( ) 2 ( )2
=
1 1
2 +
( ) ( )2
Keterangan:
RA = data curah hujan stasiun A yang hilang (mm)
RB = data curah hujan stasiun B (mm)
RC = data curah hujan stasiun C (mm)
(dA dB) = jarak antar stasiun A dengan stasiun B (m)
(dA dC) = jarak antar stasiun A dengan stasiun C (m)
Setelah perhitungan curah hujan, dilanjutkan dengan perhitungan debit metode FJ
Mock. Dalam perhtiungan ini diperlukan data klimatologi, data banyaknya hari hujan dalam
1 tahun, serta curah hujan 1 tahun dengan data yang sudah konsisten. Perhitungan debit
dengan metode FJ Mock menggunakan spreadsheet dengan urutan perhitungan seperti yang
akan dilakukan di bagian analisis nanti.
Langkah selanjutnya adalah perhitungan debit andalan berdasarkan nilai debit yang
diperoleh dari metode FJ Mock pada subbab sebelumnya. Debit andalan adalah debit
minimum sungai untuk kemungkinan terpenuhi yang sudah ditentukan yang dapat dipakai
untuk irigasi. Kemungkinan terpenuhi ditetapkan 80% (kemungkinan bahwa debit sungai
lebih rendah dari debit andalan adalah 20%). Debit andalan ditentukan untuk periode tengah
bulanan. Perhitungan debit andalan menggunakan metode Weibull dengan prosedur; urutkan
data curah hujan dari terbesar hingga terkecil pada tiap bulannya, kemudian menghitung
probabilitas tiap urutan data dengan rumus :
=
+1
Ambil nilai curah hujan untuk tiap bulan yang memiliki probabilitas 50% (untuk
palawija) dan 80% (untuk padi).
Neraca air (water balance) merupakan neraca masukan dan keluaran air disuatu tempat
pada periode tertentu, sehingga dapat untuk mengetahui jumlah air tersebut kelebihan (surplus)
ataupun kekurangan (defisit). Kegunaan mengetahui kondisi air pada surplus dan defisit dapat
mengantisipasi bencana yang kemungkinan terjadi, serta dapat pula untuk mendayagunakan air
sebaik-baiknya.
Kesetimbangan air dalam suatu sistem tanah-tanaman dapat digambarkan melalui sejumlah
proses aliran air yang kejadiannya berlangsung dalam satuan waktu yang berbeda-beda.
Beberapa proses aliran air dan kisaran waktu kejadiannya yang dinilai penting adalah:
Hujan atau irigasi (mungkin dengan tambahan aliran permukaan yang masuk ke petak
atau run-on) dan pembagiannya menjadi infiltrasi dan limpasan permukaan (dan/atau genangan
di permukaan) dalam skala waktu detik sampai menit.Infiltrasi kedalam tanah dan drainasi
(pematusan) dari dalam tanah melalui lapisan- lapisan dalam tanah dan/atau lewat jalan pintas
seperti retakan yang dinamakan by-pass flow dalam skala waktu menit sampai jam.Drainasi
lanjutan dan aliran bertahap untuk menuju kepada kesetimbangan hidrostatik dalam skala
Pengaliran larutan tanah antara lapisan-lapisan tanah melalui aliran massa (mass flow)
. Penguapan atau evaporasi dari permukaan tanah dalam skala waktu jam sampai hari.
Penyerapan air oleh tanaman dalam skala waktu jam hingga hari, tetapi sebagian besar terjadi
pada siang hari ketika stomata terbuka. Kesetimbangan hidrostatik melalui sistem perakaran
dalam skala waktu jam hingga hari, tetapi hampir semua terjadi pada malam hari pada saat
transpirasi nyaris tidak terjadi. Pengendali hormonal terhadap transpirasi (memberi tanda
terjadinya kekurangan air) dalam skala waktu jam hingga minggu.
Perubahan volume ruangan pori makro (dan hal lain yang berkaitan) akibat penutupan
dan pembukaan rekahan (retakan) tanah yang mengembang dan mengerut serta pembentukan
dan penghancuran pori makro oleh hewan makro dan akar. Peristiwa ini terjadi dalam skala
waktu hari hingga minggu. Pengaruh utama kejadian adalah terhadap aliran air melalui jalan
pintas (by-pass flow) dan penghambatan proses pencucian unsur hara.
2.7 Nomenclature
Pembuatan skema jaringan irigasi dilakukan untuk menjelaskan bagan jaringan layanan
yang direncanakan dalam lingkup D.I. Sidey. Pembagian daerah layanan dalam skema jaringan
utama irigasi dilakukan hingga pada tingkat blok tersier yang akan dilayani secara langsung
oleh jaringan saluran utama dan sekunder.
Pada perencanaan ini, skema jaringan irigasi dibuat menjadi satu bagian. Penamaan
petak tersier dilakukan berdasarkan jaringan saluran layanan dengan nomor urut dimulai dari
arah hulu ke hilir. Di samping itu, nomenklatur petak tersier juga dilengkapi dengan posisi
petak tersier, yang berada di sisi kiri maupun kanan saluran.
Pengukuran curah hujan Kali Sukareja didapat dari pengukuran dari 3 stasiun curah
hujan, yakni Bantar Kawung, Kertasari, dan Rengaspendawa dalam periode 2002-2011
Data pertama adalah berupa curah hujan 10 tahun yang telah dikoreksi dan dilakukan
pengisian curah hujan yang kosong dengan metode kebalikan kuadrat jarak. Berikut adalah
hasil tabel data curah hujan 10 tahun untuk masing-masing stasiun curah hujan.
Tabel 3. 1 Curah Hujan 10 tahun
Selain data curah hujan, data yang diperlukan adalah data klimatologi yang diperoleh
dari Laboratorium Mekanika Fluida. Dari data-data klimatologi yang diperoleh selama 10
tahun, dihitung nilai rata-rata dari masing-masing faktor setiap bulannya sehingga diperoleh
satu nilai pada tiap bulan yang akan digunakan untuk perhitungan evapotranspirasi. Data
klimatologi yang diperoleh adalah sebagai berikut :
Data klimatologi yang diambil antara tahun 2003 sampai 2012 sebagai berikut :
1. Temperatur
2. Kelembapan
3. Kecepatan Angin
4. Lama Penyinaran
Setelah diperoleh data curah hujan dan klimatologi diatas, dilakukan perhitungan
evapotranspirasi yang melibatkan banyak variabel yang saling berkaitan satu sama lain. Kaitan
variable yang satu dengan yang lain ini biasanya sudah dinyatakan dalam nilai tertentu.
Berikut ini adalah tabel hasil perhitungan nilai evapotranspirasi (ETo) dari bulan
Januari hingga Desember selama 10 tahun.
Kemudian, perlu diketahui juga data limpasan yang telah dihitung di dalam pekerjaan hidrologi
sebelumnya. Berikut ini adalah data limpasan tersebut.
DEBIT SINTESIS
Berikut ini adalah data debit sintesis dari DAS yang dimaksud. Data ini diperoleh setelah
melakukan perhitungan observasi dan korelasi.
Dari data di atas yang telah diurutkan dan dikenakan prinsip weibull, dicari debit
dengan probabilitas terjadinya adalah 80%. Debit tersebut merupakan debit andalan atau
biasa disebut Q80. Untuk menentukan Q80, dilakukan interpolasi terhadap nilai p, yaitu
sebagai berikut.
1 1
=
2 1 2 1
1
= (2 1 ) + 1
2 1
Dengan melakukan perhitungan yang sama untuk Q80 dan Q90 diperoleh data berikut: