Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Secara umum, berkaitan dengan jenis pekerjaan, lebih dari sepertiga penduduk
Indonesia bekerja di sektor pertanian menjadikan Indonesia sebagai negara agraris. Sektor
pertanian berkontribusi sebesar 8% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional. Angka
ini merupakan angka yang relatif kecil bila dibandingkan dengan banyaknya porsi tenaga kerja
yang terserap ke sektor pertanian. Dapat diartikan produktivitas pertanian di Indonesia masih
sangat rendah.

Total luas sawah di Indonesia merupakan salah satu yang terbesar di ASEAN, dengan
total 8 juta hektar sawah dimana 42% nya berada di Pulau Jawa dan Bali. Pengelolaan
pertanian, khususnya sawah menjadi penting untuk diperhatikan sebagai sarana meningkatkan
produktivitas. Salah satu cara pengelolaan sawah adalah melalui sistem irigasi. Irigasi
merupakan upaya yang dilakukan manusia untuk mengairi lahan pertanian. Dalam dunia
modern, saat ini sudah banyak model irigasi yang dapat dilakukan manusia. Pada zaman
dahulu, jika persediaan air melimpah karena tempat yang dekat dengan sungai atau sumber
mata air, maka irigasi dilakukan dengan mengalirkan air tersebut ke lahan pertanian. Namun,
irigasi juga biasa dilakukan dengan membawa air dengan menggunakan wadah kemudian
menuangkan pada tanaman satu per satu.

Pengoptimalan penggunaan air dapat didukung oleh desain irigasi yang efektif dan
efisien sehingga kebutuhan tanaman dapat tetap terpenuhi. Untuk itu, dibutuhkan suatu ilmu
rekayasa yang dapat meningkatkan efisiensi penggunaan air. Ilmu tersebut adalah teknik
pengolahan sumber daya air terutama dalam bidang irigasi. Pada tugas besar ini, akan
dilakukan proses pendesainan irigasi yang sesuai dengan standar dan dapat memenuhi
kebutuhan air dalam bidang agrikultur.

1.2 Maksud dan Tujuan

Tujuan pembuatan tugas besar ini adalah sebagai berikut :

1. Melakukan perhitungan kebutuhan air untuk pertanian di daerah DAS Kali Sukareja
2. Melakukan perhitungan desain saluran irigasi untuk pertanian di daerah DAS Kali
Sukareja
1.3 Lingkup Pembahasan

Ruang lingkup dalam penyusunan laporan ini adalah perencanaan saluran sistem irigasi
dan merencanakan petak sawah sehingga daerah studi berpotensi untuk pertanian. Derah yang
dimaksud yaitu Daerah Irigasi Sukareja yang terletak di Brebes, Jawa Tengah. Asumsi yang
digunakan pada laporan ini adalah bahwa semua tanah yang berada di peta daerah irigasi
Sukareja dianggap subur. Teori-teori yang berkaitan dengan hal ini adalah sebagai berikut.

1) Teori Hidrologi
Teori-teori hidrologi digunakan dalam melakukan analisis data hidrologi dan
klimatologi wilayah studi, sehingga akan didapakan debit yang ada di suatu DAS, aliran
air maksimum yang mengalir di sungai tersebut, dan hal lainnya yang berhubungan dengan
ketersediaan air sungai
2) Teori Irigasi
Teori irigasi digunakan dalam penentuan sistem irigasi secara keseluruhan pada
wilayah studi. Teori ini akan mendapatkan pola tanam yang tepat dan nilai luas maksimum
sawah, nilai kebutuhan air, desain dimensi bangunan dan saluran beri maupun buang, serta
hal lainnya yang berhubungan dengan daerah irigasi tersebut. Selain itu, debit sungai yang
digunakan dalam perhitungan adalah debit sungai yang diperoleh dari tugas besar
Rekayasa Hidrologi.

1.4 Metodologi Penelitian


Pada pengerjaan tugas besar ini, metodologi yang digunakan adalah sebagai berikut.

1) Melakukan Studi Literatur


Studi yang dilakukan didasarkan pada konsep-konsep Pengembangan Sumber Daya Air
yang merupakan bagian dari Jurusan Teknik Sipil. Konsep utama yang digunakan adalah
konsep Hidrologi, Irigasi, dan Drainase.

2) Mengumpulkan Data Wilayah, Hidrologi, dan Klimatologi


Data-data yang digunakan untuk melakukan analisis antara lain:
a) Data curah hujan untuk menghitung curah hujan efektif regional
b) Peta topografi daerah irigasi Sukareja
c) Peta DAS Kali Sukareja
d) Data klimatologi yang mencakup kecepatan angin rata-rata, penyinaran matahari rata-
rata, kelembapan rata-rata, dan temperatur udara rata-rata.
3) Analisis Irigasi dan klimatologi
Analisis ini merupakan tahap pengolahan data untuk menentukan kebutuhan air pada
derah irigasi Sukareja dan digunakan untuk menentukan seluruh bagian dari sistem irigasi
pada daerah pertanian wilayah studi.

4) Analisis Hidrologi dan Klimatologi


Hasil analisis hidrologi dan klimatologi selanjutnya digunakan untuk melakukan
analisis irigasi dan bangunan air. Analisis ini merupakan tahap pengolahan data. Data yang
sudah dikumpulkan kemudian dianalisis menggunakan konsep hidrologi dan klimatologi
untuk mengetahui ketersedian air.

5) Desain Saluran dan Bangunan Air


Pada bagian ini kesuluruhan analisis akan digunakan dalam melakukan desai saluran
beri, bangunan air, dan saluran buang air.

6) Evaluasi
Pada bagian ini kesuluruhan metode yang telah digunakan beserta hasilnya akan
dievaluasi. Evaluasi didasarkan pada tujuan laporan dan hubungannya dengan hasil
analisis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sistem Irigasi

Irigasi merupakan sebuah suatu sistem untuk mengairi suatu lahan dengan cara
membendung sumber air. Atau dalam pengertian lain irigasi adalah usaha penyediaan,
pengaturan, dan pembuangan air irigasi untuk menunjang pertanian yang jenisnya meliputi
irigasi permukaan, irigasi bawah permukaan, irigasi dengan pancaran, irigasi lokal, irigasi
rawa, irigasi pompa, dan irigasi tambak, irigasi timba, irigasi tetes.

Irigasi merupakan upaya yang dilakukan manusia untuk mengairi lahan pertanian.
Dalam dunia modern, saat ini sudah banyak model irigasi yang dapat dilakukan manusia. Pada
zaman dahulu, jika persediaan air melimpah karena tempat yang dekat dengan sungai atau
sumber mata air, maka irigasi dilakukan dengan mengalirkan air tersebut ke lahan pertanian.
Namun, irigasi juga biasa dilakukan dengan membawa air dengan menggunakan wadah
kemudian menuangkan pada tanaman satu per satu. Untuk irigasi dengan model seperti ini di
Indonesia biasa disebut menyiram.

Irigasi gravitasi merupakan sistem irigasi yang telah lama dikenal dan diterapkan dalam
kegiatan usaha tani. Dalam sistem irigasi ini, sumber air diambil dari air yang ada di permukaan
burni yaitu dari sungai, waduk dan danau di dataran tinggi. Pengaturan dan pembagian air
irigasi menuju ke petak-petak yang membutuhkan, dilakukan secara gravitatif.

Irigasi bawah permukaan menerapkan sistem pengairan bawah pada lapisan tanah
untuk meresapkan air ke dalam tanah di bawah daerah akar menggunakan pipa bawah tanah
atau saluran terbuka. Digerakkan oleh gaya kapiler, lengas tanah berpindah menuju daerah akar
sehingga dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Dengan demikian, irigasi jenis ini menyasar bagian
akar dengan memberinya asupan nutrisi sehingga dapat disalurkan ke bagian lain tumbuhan
dan dapat memaksimalkan fungsi akar menopang tumbuhan.

Irigasi tetes menjalankan tugas distribusi air ke lahan pertanian menggunakan selang
atau pipa yang berlubang dan diatur dengan tekanan tertentu. Dengan pengaturan yang
demikian, air akan muncul dari pipa berbentuk tetesan dan langsung pada bagian akar tanaman.
Teknik yang demikian dimaksudkan agar air langsung menuju ke akar sehingga tidak perlu
membasahi lahan dan mencegah terbuangnya air karena penguapan yang berlebih. Kelebihan
irigasi jenis ini di antaranya adalah efisiensi dan penghematan air, menghindari akibat
penguapan dan inflitrasi serta sangat cocok untuk tanaman di masa-masa awal pertumbuhannya
karena dapat memaksimalkan fungsi hara bagi tanaman. Selain itu, jenis ini juga mempercepat
proses penyesuaian bibit dengan tanah sehingga dapat menyuburkan tanaman dan menunjang
keberhasilan proses penanamannya.

Irigasi siraman ada!ah sistem irigasi dimana air diberikan kepada tanaman dengan
menyemprotkan air keatas sehingga menyerupai hujan ketika air jatuh ketanah. Suatu
keuntungan yang paling utama dalam penggunaan sistem ini ialah : dapat digunakan untuk
kondisi dimana irigasi permukaan/genangan tidak dapat diterapkan atau tidak effisien.

2.2 Klasifikasi Jaringan Irigasi

Berdasarkan cara pengaturan, pengukuran, serta kelengkapan fasilitasnya, jaringan


irigasi dapat dikelompokkan menjadi 3 jenis, yaitu:

1. Jaringan Irigasi Sederhana


Jaringan irigasi sederhana umumnya diusahakan secaramandiri oleh suatu
kelompok petani pemakai air, sehingga kelengkapan maupun kemampuan dalam
mengukur dan mengatur masih sangat terbatas. Ketersediaan air biasanya melimpah
dan mempunyai kemiringan yang sedang hingga curam, sehingga mudah untuk
mengalirkan dan membagi air. Jaringan irigasi sederhana mudah diorganisasikan
karena menyangkut pemakai air dari latar belakang social yang sama. Namun jaringan
ini masih memiliki kelemahan, seperti terjadinya pemborosan air karena banyaknya air
yang terbuang, air yang terbuang tidak selalu mencapai lahan di sebelah bawah yang
subur, dan bangunan penyadap bersifat sementara, sehingga tidak mampu bertahan.
2. Jaringan Irigasi Semi Teknis
Jaringan irigasi semi teknis memiliki bangunan sadap yang permanen maupun
semi permanan. Bangunan sadap pada umumnya sudah dilengkai dnegan bangunan
pngambil dan pengukur. Jaringan saluran sudah terdapat beberapa bangunan permanen,
namun sistem pembagiannya belum sepenuhnya dapat mengatur dan mengukur. Karena
belum mampu mengatur dan mengukur dengan baik, sistem pengorganisasiannya
biasanya lebih rumit. Dalam sasistem jaringan ini, anatra saluran pembawa dengan
saluran pembuang tidak sepenuhnya terpisah.
3. Jaringan Teknis
Jaringan irigasi teknis adalah haringan irigasi yang konstruksi bangunan-
bangunannya dibuat permanen, dilengkapi dengan pintu-pintu pengatur dan alat
pengukur debit air, sehingga yang dialirkan ke petak-petak sawah dapat diatur dan
diukur dengan baik. Pada sistem jaringan ini, antara saluran pembawa dengan saluran
pembuang terpisah secara jelas.

2.3 Teori Perencanaan Petak, Saluran, dan Bangunan Air

Kebutuhan air irigasi diperkirakan untuk menentukan skala final proyek yaitu dnegan
jalan mekakukan analisis sumber air untuk keperluan irigasi. Untuk menentukan sistem irigasi
yang baik, perlu direncanakan terlebih dahulu mengenai desain dan tata letaknya sebelum di
bangun di lapangan. Hal-hal yang perlu dilakukan perencanaan dalam sistem irigasi
diantaranya adalah petak, saluran, dan bangunan air.

2.3.1. Teori Perencanaan Petak Tersier

Petak irigasi merupakan daerah yang diairi oleh suatu sumber air, baik yang berasal
dari waduk maupun satu atau beberapa sungai melalui suatu bangunan pengambilan yang
berupa bendungan, rumah pompa, ataupun pengambilan bebas. Petak irigasi terdiri dari
empat jenis yaitu petak primer, sekunder, tersier, dan kuarter. Petak tersier adalah petak
dasar di suatu jaringan irigasi.
Petak tersier merupakan petak yang menerima air irigasi yang dialirkan dan diukur
pada bangunan sadap tersier. Ciri-ciri petak tersier adalah sebagai berikut.
a. Luas 50 100 ha
b. Mempunyai batas yang jelas
c. Berbentuk bujur sangkar atau empat persegi panjang, untuk mempermudah tata
letak bangunan
d. Harus terletak langsung berbatasan dengan saluran sekunder
e. Panjang saluran tersier < 1,5 km, saluran kuarter < 500m
f. Tiap petak tersier sedapat mungkin dibagi menjadi petak kuarter dengan ukuran
8-15 ha.
Petak Tersier dibagi-bagi lagi menjadi petak-petak kuarter. Sebuah petak tersier
merupakan bagian dari petak tersier yang menerima air dan saluran kuarter. Jaringan
tersier adalah jaringan saluran yang melayani areal di dalam petak tersier. Jaringan tersier
terdiri dari:
a. Saluran dan bangunan tersier : saluran dan bangunan yang membawa dan
membagi air dari bangunan sadap tersier ke petak-petak kuarter.
b. Saluran dan bangunan kuarter : saluran dan bangunan yang membawa air dari
jaringan bagi ke petak-petak sawah.
c. Saluran pembuang : saluran dan bangunan yang membuang kelebihan air dari
petak-petak sawah ke jaringan pembuang utama.
Perencanaan petak tersier yang sesungguhnya dimulai dengan pengumpulan data-
data yang diperlukan. Pengumpulan data mencakup kegiatan-kegiatan berikut:
inventarisasi keadaan topografi dengan cara mengadakan pengukuran
topografi
inventarisasi fasilitas-fasilitas yang sudah ada, air yang tersedia serta
terjadinya genangan
inventarisasi praktek-praktek irigasi dan cara-cara pembagian air yang ada
sekarang
pengumpulan data hidrometereologi untuk menentukan kebutuhan air irigasi
dan pembuangan.
Langkah selanjutnya adalah membuat layout bangunan berdasarkan data yang telah
diperoleh sebelumnya. Bila secara umum layout dapat diterima, maka trase saluran yang
direncana bisa mulai diukur, potongan-potongan memanjang dan/atau melintang diukur
dan muka air direncana.
Jika dalam tata letak timbul kesulitan-kesulitan yang berhubungn dengan elevasi
ketinggian yang dapat dipecahkan dengan cara memilih tata letak lainnya, maka hal ini
sebaiknya dicek di lapangan bersama-sama dengan para wakil petani.
Jika kedua belah pihak telah sepakat, hasilnya dapat dibicarakan dalam suatu rapat
dengan para petani yang diadakan oleh staf pembinaan. Atas dasar persetujuan umum
secara tertulis serta persetujuan dan Kepala Desa yang bersangkutan, layout akan dibuat
final
Berdasarkan layout akhir dan hasil-hasil pengukuran detail; dimensi maupun
elevasi saluran dan bangunan dapat direncana dan digambar. Semua bangunan akan
disesuaikan dengan standar yang ada.
Perencanaan detail akan disajikan dalam sebuah buku perencaan. Buku ini memuat
penjelasan mengenai perencanaan, perhitungan perencanaan dan gambar-gambar, serta
petunjuk operasi dan pemeliharaan, perkiraan biaya pengembangan, kesepakatan
pembagian pembiayaan antara pemerintah dan petani. Dengan diserahkannya buku
perencanaan kepada P3A, maka selesailah sudah kegiatan perencanaan yang sebenarnya.
Keterlibatan perencana Selama tahap pelaksanaan masih dibutuhkan, karena mungkin
masih akan timbul masalah yang memerlukan dibuatnya penyesuaian-penyesuaian
perencanaan.
Setelah penyerahan buku perencanaan kepada P3A, mungkin masih perlu waktu
cukup lama sebelum pelaksanaan dapat dimulai. Sebelum pelaksanaan dimulai,
perencanaan harus diperiksa dahulu. Jika kondisi. lapangan telah berubah, mungkin
diperlukan penyesuaian penyesuaian perencanaan. Untuk membuat penyesuaian-
penyesuaian harus diikuti prosedur yang sama seperti selama tahap perencanaan.
Setelah pelaksanaan pekerjaan fisik selesai, debit rencana semua bangunan dan
saluran akan dites. Mungkin terdapat kekurangan-kekurangan sehubungan dengan
elevasi dan kapasitas bangunan dan saluran. Sebelum jaringan diserahterimakan kepada
P3A, kekurangan-kekurangan ini haru diperbaiki terlebih dahulu.
Karena pengembangan tersier akan dibiayai dari dua sumber dana, yaitu
pemerintah dan petani, maka harus disinkronkan (serasi) dengan kesiapan pembiayaan
kedua belah pihak pada tahun fiskal yang sama.

2.3.2. Teori Perencanaan Saluran

Pada jaringan irigasi, terdapat dua jenis saluran yaitu saluran pembawa dan
pembuang. Saluran pembawa terdiri dari beberapa jenis, yaitu sebagai berikut.

1) Saluran primer berfungsi untuk membawa air dari bangunan sadap menuju saluran
sekunder dan ke petak-petak tersier yang diairi. Batas ujung saluran primer adalah pada
bangunan bagi yang terakhir.
2) Saluran sekunder digunakan untuk membawa air dari bangunan yang menyadap dari
saluran primer menuju petak-petak tersier yang dilayani oleh saluran sekunder tersebut.
batas akhir dari saluran sekunder adalah bangunan sadap terakhir
3) Saluran tersier digunakan untuk membawa air dari bangunan yang menyadap dari saluran
sekunder menuju petak-petak kuarter yang dilayani oleh saluran sekunder tersebut. batas
akhir dari saluran sekunder adalah bangunan boks tersier terkahir
4) Saluran kuarter berfungsi untuk mernbawa air dari bangunan yang menyadap dari boks
tersier menuju petak-petak sawah yang dilayani oleh saluran sekunder tersebut. batas
akhir dari saluran sekunder adalah bangunan boks kuarter terkahir
Sedangkan saluran pembuang berfungsi untuk membuang air berlebihan dari petak-
petak sawah ke sungai. Air berlebihan tersebut bisa dibuang kembali ke Sungai atau bisa juga
ke sungai lain yang dekat dari kawasan tersebut.
Tahap pertama perencanaan adalah pengumpulan data lapangan yang terdiri dari data
topografi, geoteknik, dan data sedimen.
Data topografi yang diperlukan berupa peta topografi dengan garis-garis ketinggian dan
tata letak jaringan irigasi, peta situasi trase, peta memanjang, potongan melintang, dan peta
lokasi titik tetap/benchmark. Setelah diperoleh data topografi, dilakukan perhitungan
kapasitas rencana yang terdiri dari penghitungan debit rencana, kebutuhan air di sawah,
efisiensi saluran, dan rotasi teknis.
Data lain yang diperlukan adalah data geoteknik yang mencakup stabilitas tanggul.
Data sedimen juga terkadang diperlukan terutama untuk perencanaan jaringan pengambilan di
sungai, kantong lumpur dan bangunan penggelontorsedimen pada lokasi persilangan saluran
dengan sungai.

Setelah data diatas terkumpul, maka mulailah masuk ke perhitungan dimensi saluran
dengan memperhatikan kapasitas saluran dan lingkungan dimana saluran dibangun.
Perhitungan saluran mencakup kriteria hidrolis, potongan melintang saluran, potongan
memanjang, dan sipatan penampang saluran tanah.

2.3.3. Teori Perencanaan Bangunan Air

Keberadaan bangunan ingasi diperlukan untuk menunjang pengambilan dan pengaturan


air irigasi. Beberapa jenis bangunan irigasi yang sering dijurnpai dalam praktik irigasi antara
lain bangunan utama, bangunan pembawa, bangunan bagi, bangunan sadap, bangunan pengatur
muka air, bangunan pernbuang dan penguras, serta bangunan pelengkap.
1) Bangunan Utama
Bangunan utama dimaksudkan sebagai penyadap dari suatu sumber air untuk dialirkan
ke seluruh daerah irigasi yang dilayani. Berdasarkan sumber airnya, bangunan utama
dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kategori yaitu:
a. Bendung
Bendung adalah adalah bangunan air dengan kelengkapannya yang dibangun
melintang sungai atau sudetan yang sengaja dibuat dengan maksud untuk
meninggikan elevasi muka air sungai. Apabila muka air di bending mencapai
elevasi tertentu yang dibutuhkan, maka air sungai dapat disadap dan dialirkan
secara gravitasi ke tempat-ternpat yang memerlukannya.
b. Pengambilan bebas
Pengambilan bebas adalah bangunan yang dibuat ditepi sungai menyadap air
sungai untuk dialirkan ke daerah irigasi yang dilayani. Perbedaan dengan
bendung adalah pada bangunan pengambilan bebas tidak dilakukan pengaturan
tinggi muka air di sungai. Untuk dapat mengalirkan air secara, gravitasi muka air
di sungai harus lebih tinggi dari daerah irigasi yang dilayani.
c. Pengambilan dari waduk
Salah satu fungsi waduk adalah menampung air pada saat terjadi kelebihan
air dan mengalirkannya pada saat diperlukan. Dilihat dari kegunaannya, waduk
dapat bersifat eka guna dan multi guna. Pada umumnya waduk dibangun memiliki
banyak kegunaan seperti untuk irigasi, pembangkit listrik, peredam banjir,
pariwisata, dan perikanan.
d. Stasiun Pompa
Bangunan pengambilan air dengan pompa menjadi pilihan apabila upaya-
upaya penyadapan air secara gravitasi tidak memungkinkan untuk dilakukan, baik
dari segi teknik maupun ekonomis. Salah satu karakteristik pengambilan irigasi
dengan pompa adalah investasi awal yang tidak begitu besar namun biaya operasi
dan eksploitasi yang sangat besar.
2) Bangunan Pembawa
Bangunan pembawa mempunyai fungsi membawa / mengalirkan air dari
sumbemya menuju petak irigasi. Bangunan pembawa meliputi saluran primer, saluran
sekunder, saluran tersier dan saluran kwarter. Termasuk dalam bangunan pembawa
adalah talang, gorong-gorong, siphon, tedunan dan got miring.
3) Bangunan Bagi dan sadap
Bangunan bagi merupakan bangunan yang terletak pada saluran primer,
sekunder dan tersier yang berfungsi untuk membagi air yang dibawa oleh saluran yang
bersangkutan. Khusus untuk saluran tersier dan kuarter bangunan bagi ini masing-
masing disebut boks tersier dan boks kuarter. Bangunan sadap tersier mengalirkan air
dari saluran primer atau sekunder menuju saluran tersier penerima. Dalam rangka
penghematan bangunan bagi dan sadap dapat digabung menjadi satu rangkaian
bangunan.
Bangunan bagi pada saluran-saluran besar pada umumnya mempunyai 3 (tiga)
bagian utama, yaku.
a. Alat pembendung, bermaksud untuk mengatur elevasi muka air sesuai dengan
tinggi pelayanan yang direncanakan
b. Perlengkapan jalan air melintasi tanggul, jalan atau bangunan lain menuju
saluran cabang. Konstruksinya dapat berupa saluran terbuka ataupun gorong-
gorong. Bangunan ini dilengkapi dengan pintu pengatur agar debit yang masuk
saluran dapat diatur.
c. Bangunan ukur debit, yaitu suatu bangunan yang dimaksudkan untuk mengukur
besarnya debit yang mengalir.
4) Bangunan pengatur dan pengukur
Agar pemberian air irigasi sesuai dengan yang direncanakan, perlu dilakukan
pengaturan dan pengukuran aliran di bangunan sadap (awal saluran primer), cabang
saluran jaringan primer serta bangunan sadap primer dan sekunder. Bangunan pengatur
muka air dimaksudkan untuk dapat mengatur muka air sampai batas-batas yang
diperlukan untuk dapat memberikan debit yang konstan dan sesuai dengan yang
dibutuhkan. Sedangkan bangunan pengukur dimaksudkan untuk dapat memberi
informasi mengenai besar aliran yang dialirkan. Kadangkala, bangunan pengukur dapat
juga berfungsi sebagai bangunan pangatur.
5) Bangunan Drainase
Bangunan drainase dimaksudkan untuk membuang kelebihan air di petak sawah
maupun saluran. Kelebihan air di petak sawah dibuang melalui saluran pembuang,
sedangkan kelebihan air disaluran dibuang melalui bengunan pelimpah. Terdapat
beberapa jenis saluran pembuang, yaitu saluran pembuang kuerter, saluran pembuang
tersier, saluran pembuang sekunder dan saluran pembuang primer. Jaringan pembuang
tersier dimaksudkan untuk mengeringkan sawah, membuang kelebihan air hujan,
membuang kelebihan air irigasi. Saluran pembuang kuarter menampung air langsung
dari sawah di daerah atasnya atau dari saluran pembuang di daerah bawah. Saluran
pembuang tersier menampung air buangan dari saluran pembuang kuarter. Saluran
pembuang primer menampung dari saluran pembuang tersier dan membawanya untuk
dialirkan kembali ke sungai.
6) Bangunan Pelengkap
Bangunan pelengkap berfungsi sebagai pelengkap bangunan-bangunan irigasi
yang telah disebutkan sebelumnya. Bangunan pelengkap berfungsi sebagai untuk
memperlancar para petugas dalam eksploitasi dan pemeliharaan. Bangunan pelengkap
dapat juga dimanfaatkan untuk pelayanan umum. Jenis-jenis bangunan pelengkap
antara lain jalan inspeksi, tanggul, jembatan penyebrangan, tangga mandi manusia,
sarana mandi hewan, serta bangunan lainnya.
Perencanaan bangunan air dimulai dari pengumpulan data yang terdiri dari data
kebutuhan air multisektor, data topografi, data hidrologi, data morfologi, dan data geologi
teknik.

Setelah data terkumpul, barulah perencanaan bangunan air dapat dilakukan.


Perencanaan bangunan air dapat dibagi menjadi beberapa bagian, diantaranya bahan pondasi,
analisis stabilitas, kebutuhan stabilitas, dan detail bangunan dengan output berupa dimensi
saluran.

2.4 Teori Perhitungan Ketersediaan Air

Perhitungan ketersediaan air dimulai dengan rata-rata curah hujan. Nilai curah hujan
diperoleh dari laboratorium mekanika fluida dan bila masih terdapat data hujan yang kosong,
harus diisi dengan metode kebalikan kuadrat jarak dengan rumus sebagai berikut :

1 1
+
( ) 2 ( )2
=
1 1
2 +
( ) ( )2
Keterangan:
RA = data curah hujan stasiun A yang hilang (mm)
RB = data curah hujan stasiun B (mm)
RC = data curah hujan stasiun C (mm)
(dA dB) = jarak antar stasiun A dengan stasiun B (m)
(dA dC) = jarak antar stasiun A dengan stasiun C (m)
Setelah perhitungan curah hujan, dilanjutkan dengan perhitungan debit metode FJ
Mock. Dalam perhtiungan ini diperlukan data klimatologi, data banyaknya hari hujan dalam
1 tahun, serta curah hujan 1 tahun dengan data yang sudah konsisten. Perhitungan debit
dengan metode FJ Mock menggunakan spreadsheet dengan urutan perhitungan seperti yang
akan dilakukan di bagian analisis nanti.

Langkah selanjutnya adalah perhitungan debit andalan berdasarkan nilai debit yang
diperoleh dari metode FJ Mock pada subbab sebelumnya. Debit andalan adalah debit
minimum sungai untuk kemungkinan terpenuhi yang sudah ditentukan yang dapat dipakai
untuk irigasi. Kemungkinan terpenuhi ditetapkan 80% (kemungkinan bahwa debit sungai
lebih rendah dari debit andalan adalah 20%). Debit andalan ditentukan untuk periode tengah
bulanan. Perhitungan debit andalan menggunakan metode Weibull dengan prosedur; urutkan
data curah hujan dari terbesar hingga terkecil pada tiap bulannya, kemudian menghitung
probabilitas tiap urutan data dengan rumus :


=
+1

Ambil nilai curah hujan untuk tiap bulan yang memiliki probabilitas 50% (untuk
palawija) dan 80% (untuk padi).

Perhitungan selanjutnya adalah penentuan ketersediaan air. Langkah pertama adalah


perhitungan luas lahan yang bisa diairi oleh jaringan irigasi. Luas layanan dari jaringan irigasi
dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut dengan asumsi debit andalan per setengah
bulan adalah sama.
80 (3 ) 1000
=
(/)

2.5 Teori Perhitungan Kebutuhan Air


Kebutuhan air irigasi di sawah adalah besarnya satuan kebutuhan air yang harus
disediakan untuk tanaman agar dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Besarnya
satuan kebutuhan air di sawah biasanya dihitung dengan satuan kebutuhan air setiap
satuan luas.
Kebutuhan air irigasi merupakan sejumlah air irigasi yang diperlukan untuk
mencukupi keperluan bercocok tanam pada petak sawah ditambah dengan kehilangan
air pada jaringan irigasi. Perhitungan kebutuhan air irigasi menurut rencana pola tata
tanam dipengaruhi oleh beberapa faktor yang perlu diperhatikan, yaitu:
1. Pola tanam yang direncanakan.
Pola tanam yang digunakan biasanya diambil dari kebiasaan petani menanami
areal persawahan. Luasnya areal persawahan yang setiap petaknya samasama
memerlukan air untuk pertumbuhan tanaman mengharuskan pendistribusian air
diatur secara bijak dan merata. Dalam hal ini diatur oleh Balai PSDA WS
Bengawan Solo.
2. Luas areal yang akan ditanami
Luas areal yang ditanami merupakan wilayah yang berada dalam jangkauan
jaringan irigasi dan menggunakan air dari jaringan irigasi tersebut.
3. Kebutuhan air pada petak sawah.
Kebutuhan air di sawah (crop water requirement) ialah kebutuhan air yang
diperlukan pada petak sawah, (KP 01) terdiri dari:
a. Kebutuhan air untuk pengolahan lahan,
b. Kebutuhan air untuk pertumbuhan tanaman (consumptive use),
c. Kebutuhan air untuk mengganti kehilangan air pada petak-petak sawah
Faktor yang mempengaruhi kebutuhan air di sawah lebih detail dijabarkan dalam
penjelasan berikut ini:
1. Kebutuhan air untuk pengolahan lahan.
Air yang dibutuhkan selama masa penyiapan lahan untuk menggenangi sawah hingga
mengalami kejenuhan sebelum transplantasi dan pembibitan. Besarnya kebutuhan
air untuk penyiapan lahan tergantung dari besarnya penjenuhan tanah, lama pengolahan
tanah (periode pengolahan tanah), dan besarnya evaporasi dan perkolasi yang terjadi.
a) Pengolahan lahan untuk tanaman padi.
Angka penjenuhan tanah yang digunakan sebesar 200 mm, sedangkan untuk
sawah yang sudah mengalami bero lebih dari 2,5 bulan dipakai 250 mm.
Lama periode pengolahan tanah 30 hari.
Angka pengolahan tanah dapat diketahui dari besarnya perkolasi dan
evapotranspirasi dengan menggunakan Tabel
b) Pengolahan lahan untuk tanaman palawija
2. Kebutuhan air tanaman
Kebutuhan air tanaman adalah sejumlah air yang dibutuhkan untuk mengganti
air yang hilang akibat penguapan. Besarnya kebutuhan air tanaman
(consumptive use) dihitung berdasarkan rumus berikut:
=
dengan:
ETc = evapotranspirasi tanaman, mm/hari,
Eo = evapotranspirasi tanaman acuan, mm/hari,
Kc = koefisien tanaman.

2.6 Teori Kesetimbangan Air

Neraca air (water balance) merupakan neraca masukan dan keluaran air disuatu tempat
pada periode tertentu, sehingga dapat untuk mengetahui jumlah air tersebut kelebihan (surplus)
ataupun kekurangan (defisit). Kegunaan mengetahui kondisi air pada surplus dan defisit dapat
mengantisipasi bencana yang kemungkinan terjadi, serta dapat pula untuk mendayagunakan air
sebaik-baiknya.
Kesetimbangan air dalam suatu sistem tanah-tanaman dapat digambarkan melalui sejumlah
proses aliran air yang kejadiannya berlangsung dalam satuan waktu yang berbeda-beda.
Beberapa proses aliran air dan kisaran waktu kejadiannya yang dinilai penting adalah:

Hujan atau irigasi (mungkin dengan tambahan aliran permukaan yang masuk ke petak
atau run-on) dan pembagiannya menjadi infiltrasi dan limpasan permukaan (dan/atau genangan
di permukaan) dalam skala waktu detik sampai menit.Infiltrasi kedalam tanah dan drainasi
(pematusan) dari dalam tanah melalui lapisan- lapisan dalam tanah dan/atau lewat jalan pintas
seperti retakan yang dinamakan by-pass flow dalam skala waktu menit sampai jam.Drainasi
lanjutan dan aliran bertahap untuk menuju kepada kesetimbangan hidrostatik dalam skala

Pengaliran larutan tanah antara lapisan-lapisan tanah melalui aliran massa (mass flow)
. Penguapan atau evaporasi dari permukaan tanah dalam skala waktu jam sampai hari.
Penyerapan air oleh tanaman dalam skala waktu jam hingga hari, tetapi sebagian besar terjadi
pada siang hari ketika stomata terbuka. Kesetimbangan hidrostatik melalui sistem perakaran
dalam skala waktu jam hingga hari, tetapi hampir semua terjadi pada malam hari pada saat
transpirasi nyaris tidak terjadi. Pengendali hormonal terhadap transpirasi (memberi tanda
terjadinya kekurangan air) dalam skala waktu jam hingga minggu.

Perubahan volume ruangan pori makro (dan hal lain yang berkaitan) akibat penutupan
dan pembukaan rekahan (retakan) tanah yang mengembang dan mengerut serta pembentukan
dan penghancuran pori makro oleh hewan makro dan akar. Peristiwa ini terjadi dalam skala
waktu hari hingga minggu. Pengaruh utama kejadian adalah terhadap aliran air melalui jalan
pintas (by-pass flow) dan penghambatan proses pencucian unsur hara.

2.7 Nomenclature

Pembuatan skema jaringan irigasi dilakukan untuk menjelaskan bagan jaringan layanan
yang direncanakan dalam lingkup D.I. Sidey. Pembagian daerah layanan dalam skema jaringan
utama irigasi dilakukan hingga pada tingkat blok tersier yang akan dilayani secara langsung
oleh jaringan saluran utama dan sekunder.

Pada perencanaan ini, skema jaringan irigasi dibuat menjadi satu bagian. Penamaan
petak tersier dilakukan berdasarkan jaringan saluran layanan dengan nomor urut dimulai dari
arah hulu ke hilir. Di samping itu, nomenklatur petak tersier juga dilengkapi dengan posisi
petak tersier, yang berada di sisi kiri maupun kanan saluran.

Manfaat dari nomenklatur antara lain adalah sebagai berikut:


1. Untuk memudahkan penyelenggaraan irigasi, penulisan laporan tentang obyek irigasi
2. Memudahan pembedaan antara daerah irigasi yang satu dengan lainnya.
3. Selain itu dalam satu daerah irigasi sering ditemui bangunan maupun saluran yang
sejenis dalam jumlah yang lebih dari satu.

Penamaan singkatan dapat mengikuti aturan berikut :

1. Singkatan satu huruf, ditambah angka.


2. Dimungkinkan menambah tanpa merubah singkatan dari sistem yang ada.
3. Dapat menyatakan perbedaan fungsi jenis saluran atau bangunan.
4. Dapat menyatakan jenis dan letak petak. Petak-petak diberi nama kanan atau kiri sesuai
arah aliran air irigasi.
5. Sebutan dalam satu daerah irigasi tidak boleh sama.
BAB III
KONDISI DAS KALI SUKAREJA

3.1 Lokasi DAS Kali Sukareja


Dalam pengerjaan tugas besar mata kuliah SI-3131 Irigasi dan Drainase ini, digunakan
data-data yang berada pada suatu tempat tertentu untuk menentukan DAS (Daerah Aliran
Sungai). Lokasi yang digunakan untuk penelitian adalah wilayah Kali Sukareja yang berada di
daerah Brebes, Jawa Tengah.

3.2 Stasiun Pengukuran Curah Hujan Kali Sukareja

Pada klimatologi, terdapat empat faktor yang mempengaruhi evapotranspirasi, antara


lain temperatur, kelembaban udara, kecepatan angin, dan rasio penyinaran matahari. Pada
perhitungan untuk DAS Kali Sukareja, data-data klimatologi diperoleh dari Stasiun debit
Magelang, dipilih karena merupakan stasiun terdekat dari stasiun debit.
3.3 Stasiun Pengukuran Curah Hujan Kali Sukareja

Pengukuran curah hujan Kali Sukareja didapat dari pengukuran dari 3 stasiun curah
hujan, yakni Bantar Kawung, Kertasari, dan Rengaspendawa dalam periode 2002-2011

3.4 Data Pengukuran Hidrometeorologi DAS Kali Sukareja

Data Hidrometeorologi digunakan untuk perhitungan dengan output berupa debit


andalan. Debit andalan kemudian akan digunakan untuk perhitungan dimensi saluran. Data
hidrometeorologi diperoleh dari pengerjaan tugas besar SI-2231 Rekayasa Hidrologi yang
antara lain terdiri dari data curah hujan bulanan 10 tahun, curah hujan rata-rata dengan Metode
Poligon Thiessen dan Metode Aritmatik, Evapotranspirasi, pemeriksaan konsistensi data,
pengolahan hujan limpasan, debit sintesis 10 tahun,dan debit andalan. Berikut adalah hasil
perhitungan yang didapat dari tugas besar Rekayasa Hidrologi,

Data pertama adalah berupa curah hujan 10 tahun yang telah dikoreksi dan dilakukan
pengisian curah hujan yang kosong dengan metode kebalikan kuadrat jarak. Berikut adalah
hasil tabel data curah hujan 10 tahun untuk masing-masing stasiun curah hujan.
Tabel 3. 1 Curah Hujan 10 tahun

Perhitungan selanjutnya adalah menghitung curah hujan rata-rata dengan metode


Thiessen dan Aritmetik. Metode yang dipilih adalah metode yang memberikan error terkecil.
Berikut adalah hasil perhitungan curah hujan dengan metode thiessen dan aritmetik.
Pada akhir perhitungan, dicari mean error untuk mengetahui rata-rata error dari
masing-masing metode dalam suatu tahun tertentu. Selain itu, error dari masing-masing
metode selama 10 tahun dijumlahkan untuk mengetahui metode manakah yang memberikan
error terkecil. Metode dengan nilai error yang kecil menunjukkan keakuratan yang lebih
tinggi dan metode inilah yang akan kita gunakan. Dari perhitungan diatas, jumlah mean
error total dalam 10 tahun untuk metode rataan Thiessen adalah 0.3109 dan 0.0653 untuk
metode aritmatik. Oleh karena itu, metode rataan thiessen memberikan hasil yang lebih baik.

Selain data curah hujan, data yang diperlukan adalah data klimatologi yang diperoleh
dari Laboratorium Mekanika Fluida. Dari data-data klimatologi yang diperoleh selama 10
tahun, dihitung nilai rata-rata dari masing-masing faktor setiap bulannya sehingga diperoleh
satu nilai pada tiap bulan yang akan digunakan untuk perhitungan evapotranspirasi. Data
klimatologi yang diperoleh adalah sebagai berikut :
Data klimatologi yang diambil antara tahun 2003 sampai 2012 sebagai berikut :
1. Temperatur

2. Kelembapan

3. Kecepatan Angin

4. Lama Penyinaran
Setelah diperoleh data curah hujan dan klimatologi diatas, dilakukan perhitungan
evapotranspirasi yang melibatkan banyak variabel yang saling berkaitan satu sama lain. Kaitan
variable yang satu dengan yang lain ini biasanya sudah dinyatakan dalam nilai tertentu.

Berikut ini adalah tabel hasil perhitungan nilai evapotranspirasi (ETo) dari bulan
Januari hingga Desember selama 10 tahun.

Kemudian, perlu diketahui juga data limpasan yang telah dihitung di dalam pekerjaan hidrologi
sebelumnya. Berikut ini adalah data limpasan tersebut.
DEBIT SINTESIS
Berikut ini adalah data debit sintesis dari DAS yang dimaksud. Data ini diperoleh setelah
melakukan perhitungan observasi dan korelasi.

Dari data di atas yang telah diurutkan dan dikenakan prinsip weibull, dicari debit
dengan probabilitas terjadinya adalah 80%. Debit tersebut merupakan debit andalan atau
biasa disebut Q80. Untuk menentukan Q80, dilakukan interpolasi terhadap nilai p, yaitu
sebagai berikut.

1 1
=
2 1 2 1
1
= (2 1 ) + 1
2 1
Dengan melakukan perhitungan yang sama untuk Q80 dan Q90 diperoleh data berikut:

Anda mungkin juga menyukai