PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Yoghurt adalah produk yang dibuat dari susu melalui proses fermentasi
bakteri asam laktat, Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus.
Yoghurt sangat baik untuk kesehatan, terutama untuk menjaga keasaman
lambung dan dapat menekan pertumbuhan bakteri patogen di usus. Selain itu,
yoghurt juga mengandung protein dengan kadar yang tinggi, bahkan lebih
tinggi daripada protein susu. Hal ini disebabkan penambahan protein dari
sintesa mikroba dan kandungan protein dari mikroba tersebut.
Produk yoghurt pada umumnya diproduksi dari susu sapi. Selain susu sapi,
produk yoghurt juga dapat diproduksi dari bahan nabati seperti, susu kedelai
sebagai sumber protein nabati dapat menjadi alternatif untuk pembuatan
yoghurt. Selain susu kedelai yang sudah biasa dimanfaatkan sebagai bahan
untuk pembuatan yoghurt ada bahan pangan nabati yang bisa juga
dimanfaatkan untuk membuat yoghurt yaitu ubi jalar (Ipomoea batatas L).
Sampai saat ini paradigma masyarakat Indonesia mengenai masih
menganggap bahwa ubi jalar merupakan makanan bagi masyarakat desa. Hal
ini sangat disayangkan, karena dapat mempengaruhi harga jual ubi jalar
sendiri. Di pedesaan banyak petani yang membudidayakan ubi jalar terlebih
ketika musim kemarau datang kerana ubi jalar ini tahan terhadap kekeringan.
Akan tetapi apa yang didapat ketika pemanenan sangat berbanding terbalik
dengan biaya budidaya 1 karung ubi jalar 50 kg hanya dihargai Rp 50.000
Rp 70.000.
Ubi jalar merupakan salah satu bahan pangan sumber karbohidrat nonbiji.
Sebenarnya, Indonesia memiliki potensi besar dalam memproduksi ubi jalar,
namun belum optimal dalam menyumbang total kebutuhan kalori, yaitu
sebesar 6 persen. Sementara itu, beras selema ini mennyumbang 64,2 persen
dari total kebutuhan kalori. Untuk itu, perlu dilakukan serangkaian upaya
untuk meningkatkan pangan nasional.
Di Indonesia sendiri produtivitas ubi jalar pada tahun 2014 mencapai
152.00 ku/Ha (Badan Pusat Statistik). Apabila dimanfaatkan dengan baik, ubi
jalar dapat menjadi salah satu andalan Indonesia untuk mencapai upaya
ketahanan pangan yang dicanangkan permerintah. Dilihat dari kandungan gizi,
ubi jalar merupakan salah satu komoditi pertanian yang banyak mengandung
nutrisi penting bagi kesehatan. Kandungan utama nutrisi dalam ubi jalar
seperti vitamin A, C dan E, beta karoten, magnesium, kalium dan juga kaya
antioksidan. Ubi jalar sangat baik jika dikonsumsi penderita diabetes karena
tidak menaikan kadar gula dalam darah.
1
2
Kelemahan dari ubi jalar adalah masa simpan yang pendek sehingga cepat
busuk. Saat ini pembuatan tepung ubi jalar sudah dapat dilakukan. Akan tetapi
hasil pengolahan lebih lanjut dari tepung ini masih terbatas yaitu hanya
sebatas pembuatan roti tawar dan aneka kue. Salah satu upaya tersebut adalah
mengolah ubi jalar menjadi minuman probiotik atau yang biasa dikenal
dengan yoghurt.
Alasan pemilahan ubi jalar dalam pembuatan yoghurt nabati adalah karena
pada ubi jalar mengandung vitamin A, B1, C, karoten, phospor dan zat besi
juga serat. Selain itu ubi jalar juga mengandung komponen oligosakarida
seperti statiosa, pravinosa, dan verbaskosa. Oligosakarida dalam ubi jalar
merupakan komponen non gizi yang tidak dapat dicerna tapi bermanfaat bagi
pertumbuhan bakteri probiotk atau disebut juga komponen prebiotik.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut perlu dilakukan suatu penelitian
mengenai keefektifan ubi jalar sebagi bahan pokok dalam pembuatan yoghurt
nabati. Keefektifan yoghurt dapat dilihat dari jumlah starter yang ditambahkan
dan lama proses fermentasi sehingga menghasilkan yoghurt yang sesuai
dengan kriteria yang telah ditetapkan dalam Badan Standar Nasional
Indonesia karena itu perlu dilakukan penelitain mengenai proses lama
fermentasi dan jumlah starter yang diperlukan dalam pembuatan yoghurt
nabati.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka perumusan masalah yang
diteliti dalam penelitian ini adalah :
1. Berapa persenkah jumlah starter inokulum yang efektif pada pembuatan
yoghurt nabati berbahan dasar ubi jalar?
2. Berapa lamakah waktu fermentasi yang efektif dalam pembuatan yoghurt
nabati bebrbahan dasar ubi jalar?
3. Apakah produk yoghurt ubi jalar dapat memenuhi standar mutu yang
ditentukan oleh Badan Standardisasi Nasional Indonesia?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk mendapatkan waktu fermentasi yang optimal dalam pembuatan
yoghurt berbahan dasar ubi jalar.
2. Untuk mengetahui jumlah inokulum yang tepat dalam pembuatan yoghurt
berbahan dasar ubi jalar.
3. Menghasilkan produk yoghurt yang sesuai dengan standard yang telah
ditentukan oleh Badan Standardisasi Nasional
3
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :
1. Diharapkan memperoleh informasi mengenai waktu fermentasi yang
efektif serta jumlah inokulum yang tepat dalam pembuatan yoghurt nabati
berbahan ubi jalar agar mendapatkan hasil yang terbaik.
2. Dapat memanfaatkan ubi jalar menjadi produk komersil dan memiliki nilai
jual yang lebih baik serta menambah keanekaragaman produk dari ubi
jalar.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Ubi Jalar
Ubi jalar (Ipomoea batatas L.) merupakan tanaman yang berasal dari
daerah tropis Amerika. Ubi jalar dapat tumbuh baik di dataran rendah maupun
di pegunungan dengan suhu 27oC dan lama penyinaran 11-12 jam perhari
(Soemartono, 1984). Pada tahun 1960, ubi jalar sudah tersebar ke hampir
setiap daerah Indonesia seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Papua
dan Sumatra. Namun sampai saat ini hanya Papua saja yang memanfaatkan
ubi jalar sebagai makanan pokok, walaupun belum menyamai padi dan jagung
(Suprapti, 2003)
Menurut Suprapti (2003), tanaman ubi jalar memiliki ciri-ciri sebagai
berikut:
1. Susunan tubuh utama terdiri atas batang, daun, bunga, buah, biji, dan umbi
2. Batang tanaman berbentuk bulat, tidak berkayu, dan berbuku-buku
3. Tipe pertumbuhan tegak dan merambat atau menjalar
4. Panjang batang tipe tegak: 1 m 2 m, sedangkan tipe merambat: 2 m- 3m
Kedudukan taksonomi tanaman ubi jalar menurut Heyne (1987) adalah
sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Subdivisio : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Convolvulus
Familia : Convolvulacea
Genus : Ipomoea
Species : Ipomoea batatas L.
4
5
2. Ubi jalar kuning, yakni jenis ubi jalar yang memiliki daging umbi
berwarna kuning, kuning muda, atau kekuning-kuningan
3. Ubi jalar orange, yakni ubi jalar dengan warna daging berwarna orange
4. Ubi jalar ungu, yakni jenis ubi jalar yang memiliki daging berwarna ungu
hingga ungu muda
B. Komposisi Kimia dan Nilai Gizi Ubi Jalar
Komposisi ubi jalar sangat tergantung pada varietas dan tingkat kematangan
serta lama penyimpanan. Karbohidrat dalam ubi jalar terdiri dari monosakarida,
oligosakarida, dan polisakarida. Ubi jalar mengandung sekitar 16-40 % bahan
kering dan sekitar 70-90% dari bahan kering ini adalah karbohidratyang terdiri
dari pati, gula, selulosa, hemiselulosa, dan pektin (Meyer, 1982).
Tabel 1. Kandungan Karbohidrat Ubi Jalar.
Komponen Besaran
Pati 46,2
Gula 22,4
Hemiselulosa 3,6
Selulosa 2,7
Pektin 0,47
Sumber : Meyer (1982)
Ubi jalar ungu memiliki jumlah kalori yang tinggi dan nilai gizi lain yang
tidak jauh berbeda dengan jenis ubi jalar lain.
C. Oligosakarida
Silalahi dan Hutagalung (2002) menjelaskan bahwa oligosakarida adalah
karbohidrat sederhana, banyak dikonsumsi dalam bentuk minuman ringan,
biskuit, gula-gula/bonbon, dan produk susu. Oligosakarida tidak dapat dicerna
oleh enzim-enzim pada pemcernaan manusia. Dengan demikian, oligosakarida
disebut sebagai prebiotik (Tomomatsu, 1994)
Oligosakarida kemudian dianggap berguna bagi tubuh karena dapat
mencegah timbulnya bakteri yang merugikan dalam usus. Itulah sebabnya
Oligosakarida sering ditambahkan kedalam makanan ringan seperti biskuit,
permen dan berbagai produk olahan susu. Bahkan menurut Silalahi dan
Hutagalung (2000), oligosakarida merupakan komponen makanan fungsional
yang paling populer di Jepang.
Peningkatan jumlah bifidobakteria sesudah mengkonsumsi oligosakarida
akan terjadi. Selanjutnya, akan mencegah pertumbuhan bakteri saluran
pencernaan yang merugikan karena konsumsi oligosakarida akan
memproduksi asam lemak rantai pendek (terutama asan asetat dan asam laktat
dengan perbandingan 3:2) dan kemampuan untuk menghasilkan zat yang
bersifat sebagai antibiotik. Hampir semua zat yang diproduksioleh bakteri
bersifat asam sebagai hasil fermentasi karbohidrat oligosakarida(Tomomatsu,
1994).Salah satu jenis oligosakarida yang dapat digunakan sebagai prebiotik
adalah rafinosa. Rafinosa merupakan oligosakarida yang diambil dari
beberapa tanaman, umumnya diekstrak dari bit putih (Salminen et al., 1998).
Rafinosa dapat dicerna dengan baik oleh bakteri Bifidobacterium spp dan
Bacteriodes spp sebagai mikroflora yang mendominasi usus. Konsumsi
rafinosa oleh bakteri dalam usus dapat meningkatkan jumlah bakteri tersebut.
D. Probiotik
Probiotik didefinisikan sebagai bakteri hidup yang mempunyai
kemampuan terapeutik pada manusia dan hewan yang bekerja dengan cara
memperbaiki keseimbangan bakteri dalam saluran pencernaan dan probiotik
dapat merangsang fungsi antibiotik dalam sistem kekebalan tubuh serta
meningkatkan daya tahan tubuh itu sendiri (Fuller, 1989). Salah satu
kelompok bakteri yang telah banyak digunakan sebagai probiotik adalah
bakteri asam laktat. Banyak spesies bakteri yang digunakan dalam industri
fermentasi susu, tidak semua bakteri tersebut dapat bersifat sebagai probiotik.
Syarat yang harus dipenuhi antara lain :
1. Mempunyai viabilitas yang tinggi sehingga tetap hidup, tumbuh dan aktif
dalam sistem pencernaan.
2. Berasal dari genus bakteri yang aman untuk di konsumsi.
3. Tahan terhadap asam dan kondisi anaerob.
4. Mampu tumbuh dengan cepat dan menempel pada dinding saluran
7
pencernaan.
5. Mampu menghambat bakteri patogen (Ouwehand et al., 1989).
Seiring dengan perkembangan teknologi pangan, sekarang ini banyak
produk-produk baru diciptakan dengan menggunakan prebiotik dengan
memanfaatkan tanaman seperti buah, sayuran dan umbi-umbian yang banyak
mengandung serat baik untuk pencernaan.
E. Prebiotik
Prebiotik adalah karbohidrat kompleks yang tidak dapat dicerna oleh
saluran pencernaan dan dapat menstimulasi pertumbuhan bakteri
menguntungkan dalam usus manusia. Penambahan prebiotik dapat membantu
bakteri probiotik dengan cara meningkatkan viabilitas atau kemampuan hidup
dalam sistem pencernaan (Inggrid, 2002).
Menurut Fooks dkk. (1999), beberapa kriteria yang harus dipenuhi oleh
bahan pangan supaya memenuhi syarat sebagai prebiotik diantaranya adalah :
1. Tidak mengalami hidrolisis atau terabsorbsi pada bagian atas sistem
pencernaan manusia (lambung dan usus kecil).
2. Hanya mampu difermentasi secara selektif oleh probiotik dalam usus
besar.
3. Mampu memacu pertumbuhan dan dominasi probiotik dalam usus besar
F. Fermentasi pada Bahan Pangan
Menurut Jay dkk. (2005), fermentasi adalah proses perubahan kimiawi,
dari senyawa kompleks menjadi lebih sederhana dengan bantuan enzim yang
dihasilkan oleh mikrobia. Proses fermentasi akan menyebabkan terjadinya
penguraian senyawa-senyawa organik untuk menghasilkan energi serta terjadi
pengubahan substratmenjadi produk baru oleh mikrobia (Bourgaize dkk.,
1999; Madigan dkk., 2011).
Fermentasi dilakukan terhadap suatu bahan makanan untuk mendapatkan
produk makanan baru yang dapat memperpanjang daya simpan (Farnworth,
2008). Aktifitas mikrobia pada fermentasi akan menyebabkan perubahan
kadar pH dan terbentuk senyawa penghambat seperti alkohol dan bakteriosin
yang dapat menghambat pertumbuhan mikrobia pembusuk (Waites dkk.,
2001). Menurut Antara (2010), fermentasi susu merupakan salah satu cara
untuk memperpanjang umur siman produk susu. Produk fermentasi susu dapat
dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu (i) fermentasi laktat, (ii) fermentasi yeast-
laktat, (iii) fermentasi kapang-laktat. Menurut Legowo (2005), penggunaan
mikrobia Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus pada
fermentasi susu dapat menghasilkan produk yoghurt. Beberapa aplikasi
produk fermentasi susu lainnya seperti yakult, kefir, susu asidofilus, dadih,
dahi, koumiss, dan calpis.
G. Deskripsi dan Kualitas Yoghurt
Produk fermentasi dengan bahan dasar susu adalah yoghurt. Yoghurt
dapat diartikan sebagai produk koagulasi susu yang dihasilkan melalui proses
fermentasi oleh BAL, Lactobacilus bulgaricus dan Streptococcus
8
Gambar 2. Perubahan laktosa menjadi asam laktat (Tamime dan Robinson, 1985)
2. Akumulasi asam laktat menyebabkan keasaman pada susu meningkat yang
mengakibatkan kompleks kalsium-kasein-fosfat dalam susu menjadi tidak
stabil. Keasaman susu yang semakin tinggi sampai akhirnya pH turun
mencapai 4,6-4,7 menyebabkan terbentuknya koagulum atau curd pada
susu.
3. Selama proses fermentasi juga terjadi pembentukan kompleks flavor
seperti asetaldehid, aseton, asetonin, dan diasetil.
Secara umum produk yoghurt yang memiliki kualitas baik harus
memenuhi kriteria Badan Standardisasi Nasional (2009) tentang yoghurt,
9
2. Bahan
Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah ubi jalar
kuning yang diperoleh dari penjual ubi jalar, Sleman, Yogyakarta. Sebagai
bahan pembantu meliputi susu skim, starter yoghurt komersil (bio kul
plain), air, dan gula.
Bahan kimia yang digunakan dalam analisis kimia yoghurt ubi jalar
adalah aquades, indikator PP, Buffer pH 4, NaOH 0,1 N, reagensia
arsenomolibdat, Cu2O, reagensia Nelson, Pb-asetat.
Bahan bahan yang digunakan untuk analisis mikrobiologi adalah
MRS Broth. Bahan bahan diperoleh dari Laboraturium Fakultas
Teknologi Pertanian Instiper dan Chemix Pratama.
16
17
C. Rancangan Percobaan
Penelitian ini dilaksanakan dengan rancangan blok lengkap (RBL) dua
faktor, Faktor ke-1 adalah jumlah inokulum dalam pembutan yoghurt ubi jalar
S1 = 5 %
S2 = 10 %
S3 = 15 %
Faktor ke-2 adalah lama waktu fermentasi yang digunakan dalam
pembutan yoghurt ubi jalar
T1 = 13 Jam
T2 = 14 Jam
T3 = 15 Jam
Percobaan diulangi 2 kali sehingga 3 x 3 x 2 = 18 satuan eksperimental.
data pengamatan yang diperoleh akan diuji ANAKA dan jika terdapat
perbedaan nyata maka dilanjutkan uji Duncan beda nyata 5%.
Blok I Blok II
S1T1 S1T2 S1T3 S1T3 S1T2 S1T1
S2T1 S2T2 S2T3 S2T3 S2T2 S2T1
S3T1 S3T2 S3T3 S3T3 S3T2 S3T1
Keterangan
I dan II : Blok / ulangan
1,2,3 : Urutan experimental
A dan B : Perlakuan
D. Prosedur Pelaksanaan
Penelitian mengikuti cara berikut :
Pembuatan Ekstrak Ubi Jalar
Ubi jalar sebanyak 7 kg dikupas, kemudian dicuci. Ubi jalar yang telah
dikupas dipotong-potong dan dimasukan ke dalam blender setalah itu
ditambahkan air sebanyak berat ubi jalar 1:1 kemudian diblender. Campuran
dipanaskan pada suhu 70C selama 30 menit. Campuran kemudian
didinginkan dan disaring. Sarinya atau filtratnya diendapkan selama
semalam untuk memisahkan pati yang terikut dalam sari. Sari ubi jalar yang
diperoleh adalah bagian yang mengandung prebiotik. Dari 7 Kg ubi jalar
dapat menghasilkan 14000 ml (14 liter). Perkilo ubi jalar dapat
menghasilkan ekstrak ubi jalar sebanyak 2000 ml (2 liter)
18
Ubi Jalar
Pendinginan
Penyaringan
Filtrat
Pengendapan, 1 malam
Pendinginan
Ditambahkan inokulum
yoghurt komersil
S1 : 5 % S2 : 10 % S3 : 15 %
T1 : 14 Jam
T1 : 13 Jam T2 : 15 Jam
Analisis
Adnan, M., 1984. Kimia Dan Teknologi Pengolahan Air Susu, Andi Offset,
Yogyakarta.
Ali, F. S., O. A. O. Saad, Salwa, and A. G Hussein. 2009. Probiotic stability of
yoghurts during refrigerated storage. J. Biolog. Sci. 5(2): 9-19
Badan Standardisasi Nasional. 2009. Syarat Mutu Yoghurt (SNI 2981:2009).
Departemen Perindustrian, Jakarta.
Bodyfelt, F.W., J. Tobias, and G.M. Trout. 1988. The sensory evaluation of diary
product, An AVI Book, Van Nostrand Reinhold, New York.
Breeds, R. S., Murray, E. G. D., dan Smith, N. R. 1957. Bergeys Manual of
Determinative Bacteriology, seventh edition. The Williams and Wilkins
company, Baltimore
Brewer, J. L., Blake, A., Rankin, S., dan Douglas, C. W. 1999. Theory of
Reasoned Action Predict Milk Consumtion In Women, dalam
Ishwaanhanik, 2001, Pengaruh Penambahan Madu Terhadap Umur
Simpan Susu Skim dan Susu Penuh Pasteurisasi, Skripsi Jurusan
Teknologi Pangan dan Gizi Fakultas Teknologi Pertanian IPB, Bogor.
Buchanan, R. E., dan Gibbson, N. E. 1979. Bergeys Manual of Determinative
Bacteriology, eight edition. The Williams and Wilkins company,
Baltimore.
Clesceri, L. S., A.E. Greenberg, and A.D. Eaten. 1998. Standard Methods for The
Estimation of Water & Wastewater. 20th edition. APHA AWWA WEF
Maryland. USA
Collins, C.H., P.M. Lyne, J.M. Grange. 1992. Microbial Methods sixth edition.
UK: Butterworth-Heinemann
Dave, R. I., dan Shah, N. P. 1997. Viability of Yoghurt and Probiotics Bacteria in
Yoghurts Made from Commercial Starter Cultures. Int. Dairy Journal. 7:
31-41.
Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Gilliland, S. E., 1985. Bacterial Starter Cultures for Foods. CRC-Press, Inc. Boca
Raton, Florida.
Hartoyo, M. 2004. Variasi Kombinasi Inokulum Lactobacillus bulgaricus dan
Streptococcus thermophillus Pada Pembuatan Yogurt Dari Susu Sapi
Segar, Skripsi, Fakultas Teknobiologi Universitas Atma Jaya, Yogyakarta.
Helferich, W., and Westhoff, D. C. 1980. All About Yogurt. Pretince Hall, New
York.
Hertzler, S. R. dan Claney, S. M. 2003. Kefir Improves Lactose Digestion and
Tolerance in Adults With Lactose Maldigestion, J. Am. Diet, Assoc, 103
(5): 582-587
21
Heyne, K.1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Jilid 2. Sarana Wana Jaya. Jakarta.
Hirano, R., M. Hirano, M. Oooka, S. Dosako, I. Nakajima danK. Igoshi.
1998. Lactoperoxidase Effects on Rheological Properties of Yogurt.
Journal of Food Science 63(1): 35-38.
Jacobs, M. B. 1958. The Chemical Analysis of Food and Food Products. vol I. 3rd
ed. D. Van. Nostrand Co. Inc. New York.
Juanda, D. dan B. Cahyono. 2009. Ubi Jalar Budi Daya dan Analisis Usaha Tani.
Yogyakarta : Kanisius. 82 hal
Jutono, Dasar-dasar Mikrobiologi untuk Perguruan Tinggi (Yogyakarta:
Universitas Gajah Mada,1973
Meyer, L.H. 1982. Food Chemistry. The AVI Publishing Company Inc. Westport.
University of California.
Nur Ismawati, Nurwantoro, Yoyok Budi Pramono,. 2016. Nilai pH, Total Padatan
Terlarut, dan Sifat Sensoris Yoghurt dengan Penambahan Ekstrak Bit
(Beta vulgaris L.) Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan 5 (3) 2016
22
Yosia Adi Susetyo, Sri Hartini, Margareta Novian Cahyanti,. 2016. Optimasi
Kandungan Gizi Tepung Ubi jalar (Ipomoea batatas L.) Terfermentasi
Ditinjau dari Dosis Penambahan Inokulum Angkak Serta Aplikasinya
dalam Pembuatan Mie Basah. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan 5 (2)
2016
23
24