Anda di halaman 1dari 24

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Yoghurt adalah produk yang dibuat dari susu melalui proses fermentasi
bakteri asam laktat, Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus.
Yoghurt sangat baik untuk kesehatan, terutama untuk menjaga keasaman
lambung dan dapat menekan pertumbuhan bakteri patogen di usus. Selain itu,
yoghurt juga mengandung protein dengan kadar yang tinggi, bahkan lebih
tinggi daripada protein susu. Hal ini disebabkan penambahan protein dari
sintesa mikroba dan kandungan protein dari mikroba tersebut.
Produk yoghurt pada umumnya diproduksi dari susu sapi. Selain susu sapi,
produk yoghurt juga dapat diproduksi dari bahan nabati seperti, susu kedelai
sebagai sumber protein nabati dapat menjadi alternatif untuk pembuatan
yoghurt. Selain susu kedelai yang sudah biasa dimanfaatkan sebagai bahan
untuk pembuatan yoghurt ada bahan pangan nabati yang bisa juga
dimanfaatkan untuk membuat yoghurt yaitu ubi jalar (Ipomoea batatas L).
Sampai saat ini paradigma masyarakat Indonesia mengenai masih
menganggap bahwa ubi jalar merupakan makanan bagi masyarakat desa. Hal
ini sangat disayangkan, karena dapat mempengaruhi harga jual ubi jalar
sendiri. Di pedesaan banyak petani yang membudidayakan ubi jalar terlebih
ketika musim kemarau datang kerana ubi jalar ini tahan terhadap kekeringan.
Akan tetapi apa yang didapat ketika pemanenan sangat berbanding terbalik
dengan biaya budidaya 1 karung ubi jalar 50 kg hanya dihargai Rp 50.000
Rp 70.000.
Ubi jalar merupakan salah satu bahan pangan sumber karbohidrat nonbiji.
Sebenarnya, Indonesia memiliki potensi besar dalam memproduksi ubi jalar,
namun belum optimal dalam menyumbang total kebutuhan kalori, yaitu
sebesar 6 persen. Sementara itu, beras selema ini mennyumbang 64,2 persen
dari total kebutuhan kalori. Untuk itu, perlu dilakukan serangkaian upaya
untuk meningkatkan pangan nasional.
Di Indonesia sendiri produtivitas ubi jalar pada tahun 2014 mencapai
152.00 ku/Ha (Badan Pusat Statistik). Apabila dimanfaatkan dengan baik, ubi
jalar dapat menjadi salah satu andalan Indonesia untuk mencapai upaya
ketahanan pangan yang dicanangkan permerintah. Dilihat dari kandungan gizi,
ubi jalar merupakan salah satu komoditi pertanian yang banyak mengandung
nutrisi penting bagi kesehatan. Kandungan utama nutrisi dalam ubi jalar
seperti vitamin A, C dan E, beta karoten, magnesium, kalium dan juga kaya
antioksidan. Ubi jalar sangat baik jika dikonsumsi penderita diabetes karena
tidak menaikan kadar gula dalam darah.

1
2

Kelemahan dari ubi jalar adalah masa simpan yang pendek sehingga cepat
busuk. Saat ini pembuatan tepung ubi jalar sudah dapat dilakukan. Akan tetapi
hasil pengolahan lebih lanjut dari tepung ini masih terbatas yaitu hanya
sebatas pembuatan roti tawar dan aneka kue. Salah satu upaya tersebut adalah
mengolah ubi jalar menjadi minuman probiotik atau yang biasa dikenal
dengan yoghurt.
Alasan pemilahan ubi jalar dalam pembuatan yoghurt nabati adalah karena
pada ubi jalar mengandung vitamin A, B1, C, karoten, phospor dan zat besi
juga serat. Selain itu ubi jalar juga mengandung komponen oligosakarida
seperti statiosa, pravinosa, dan verbaskosa. Oligosakarida dalam ubi jalar
merupakan komponen non gizi yang tidak dapat dicerna tapi bermanfaat bagi
pertumbuhan bakteri probiotk atau disebut juga komponen prebiotik.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut perlu dilakukan suatu penelitian
mengenai keefektifan ubi jalar sebagi bahan pokok dalam pembuatan yoghurt
nabati. Keefektifan yoghurt dapat dilihat dari jumlah starter yang ditambahkan
dan lama proses fermentasi sehingga menghasilkan yoghurt yang sesuai
dengan kriteria yang telah ditetapkan dalam Badan Standar Nasional
Indonesia karena itu perlu dilakukan penelitain mengenai proses lama
fermentasi dan jumlah starter yang diperlukan dalam pembuatan yoghurt
nabati.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka perumusan masalah yang
diteliti dalam penelitian ini adalah :
1. Berapa persenkah jumlah starter inokulum yang efektif pada pembuatan
yoghurt nabati berbahan dasar ubi jalar?
2. Berapa lamakah waktu fermentasi yang efektif dalam pembuatan yoghurt
nabati bebrbahan dasar ubi jalar?
3. Apakah produk yoghurt ubi jalar dapat memenuhi standar mutu yang
ditentukan oleh Badan Standardisasi Nasional Indonesia?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk mendapatkan waktu fermentasi yang optimal dalam pembuatan
yoghurt berbahan dasar ubi jalar.
2. Untuk mengetahui jumlah inokulum yang tepat dalam pembuatan yoghurt
berbahan dasar ubi jalar.
3. Menghasilkan produk yoghurt yang sesuai dengan standard yang telah
ditentukan oleh Badan Standardisasi Nasional
3

D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :
1. Diharapkan memperoleh informasi mengenai waktu fermentasi yang
efektif serta jumlah inokulum yang tepat dalam pembuatan yoghurt nabati
berbahan ubi jalar agar mendapatkan hasil yang terbaik.
2. Dapat memanfaatkan ubi jalar menjadi produk komersil dan memiliki nilai
jual yang lebih baik serta menambah keanekaragaman produk dari ubi
jalar.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Ubi Jalar
Ubi jalar (Ipomoea batatas L.) merupakan tanaman yang berasal dari
daerah tropis Amerika. Ubi jalar dapat tumbuh baik di dataran rendah maupun
di pegunungan dengan suhu 27oC dan lama penyinaran 11-12 jam perhari
(Soemartono, 1984). Pada tahun 1960, ubi jalar sudah tersebar ke hampir
setiap daerah Indonesia seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Papua
dan Sumatra. Namun sampai saat ini hanya Papua saja yang memanfaatkan
ubi jalar sebagai makanan pokok, walaupun belum menyamai padi dan jagung
(Suprapti, 2003)
Menurut Suprapti (2003), tanaman ubi jalar memiliki ciri-ciri sebagai
berikut:
1. Susunan tubuh utama terdiri atas batang, daun, bunga, buah, biji, dan umbi
2. Batang tanaman berbentuk bulat, tidak berkayu, dan berbuku-buku
3. Tipe pertumbuhan tegak dan merambat atau menjalar
4. Panjang batang tipe tegak: 1 m 2 m, sedangkan tipe merambat: 2 m- 3m
Kedudukan taksonomi tanaman ubi jalar menurut Heyne (1987) adalah
sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Subdivisio : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Convolvulus
Familia : Convolvulacea
Genus : Ipomoea
Species : Ipomoea batatas L.

Gambar 1. Ubi Jalar ( Ipomoea batatas L)

Menurut Juanda dan Cahyono (2009), berdasarkan warna ubi jalar


dibedakan menjadi beberapa golongan sebagai berikut:
1. Ubi jalar putih, yakni jenis ubi jalar yang dagingnya berwarna putih

4
5

2. Ubi jalar kuning, yakni jenis ubi jalar yang memiliki daging umbi
berwarna kuning, kuning muda, atau kekuning-kuningan
3. Ubi jalar orange, yakni ubi jalar dengan warna daging berwarna orange
4. Ubi jalar ungu, yakni jenis ubi jalar yang memiliki daging berwarna ungu
hingga ungu muda
B. Komposisi Kimia dan Nilai Gizi Ubi Jalar
Komposisi ubi jalar sangat tergantung pada varietas dan tingkat kematangan
serta lama penyimpanan. Karbohidrat dalam ubi jalar terdiri dari monosakarida,
oligosakarida, dan polisakarida. Ubi jalar mengandung sekitar 16-40 % bahan
kering dan sekitar 70-90% dari bahan kering ini adalah karbohidratyang terdiri
dari pati, gula, selulosa, hemiselulosa, dan pektin (Meyer, 1982).
Tabel 1. Kandungan Karbohidrat Ubi Jalar.
Komponen Besaran
Pati 46,2
Gula 22,4
Hemiselulosa 3,6
Selulosa 2,7
Pektin 0,47
Sumber : Meyer (1982)

Tabel 2. Kandungan Gizi Ubi Jalar Dalam 100 Gram Bahan


No Kandungan gizi Besaran
1 Kalori (kal) 123,00
2 Protein (g) 1,80
3 Lemak (g) 0,70
4 Karbohidrat (g) 27,90
5 Kalsium (mg) 30,00
6 Fosfor (mg) 49,00
7 Zat besi (mg) 0,70
8 Natrium (mg) -
9 Kalsium (mg) -
10 Niacin (mg) -
11 Vitamin A (SI) 7.700,00
12 Vitamin B1 (mg) 0,90
13 Vitamin B2 (mg) -
14 Vitamin C (mg) 22,00
15 Air (g) 68,50
16 Bagian daging (%) 86,00
Sumber : Suprapti (2003)
6

Ubi jalar ungu memiliki jumlah kalori yang tinggi dan nilai gizi lain yang
tidak jauh berbeda dengan jenis ubi jalar lain.
C. Oligosakarida
Silalahi dan Hutagalung (2002) menjelaskan bahwa oligosakarida adalah
karbohidrat sederhana, banyak dikonsumsi dalam bentuk minuman ringan,
biskuit, gula-gula/bonbon, dan produk susu. Oligosakarida tidak dapat dicerna
oleh enzim-enzim pada pemcernaan manusia. Dengan demikian, oligosakarida
disebut sebagai prebiotik (Tomomatsu, 1994)
Oligosakarida kemudian dianggap berguna bagi tubuh karena dapat
mencegah timbulnya bakteri yang merugikan dalam usus. Itulah sebabnya
Oligosakarida sering ditambahkan kedalam makanan ringan seperti biskuit,
permen dan berbagai produk olahan susu. Bahkan menurut Silalahi dan
Hutagalung (2000), oligosakarida merupakan komponen makanan fungsional
yang paling populer di Jepang.
Peningkatan jumlah bifidobakteria sesudah mengkonsumsi oligosakarida
akan terjadi. Selanjutnya, akan mencegah pertumbuhan bakteri saluran
pencernaan yang merugikan karena konsumsi oligosakarida akan
memproduksi asam lemak rantai pendek (terutama asan asetat dan asam laktat
dengan perbandingan 3:2) dan kemampuan untuk menghasilkan zat yang
bersifat sebagai antibiotik. Hampir semua zat yang diproduksioleh bakteri
bersifat asam sebagai hasil fermentasi karbohidrat oligosakarida(Tomomatsu,
1994).Salah satu jenis oligosakarida yang dapat digunakan sebagai prebiotik
adalah rafinosa. Rafinosa merupakan oligosakarida yang diambil dari
beberapa tanaman, umumnya diekstrak dari bit putih (Salminen et al., 1998).
Rafinosa dapat dicerna dengan baik oleh bakteri Bifidobacterium spp dan
Bacteriodes spp sebagai mikroflora yang mendominasi usus. Konsumsi
rafinosa oleh bakteri dalam usus dapat meningkatkan jumlah bakteri tersebut.
D. Probiotik
Probiotik didefinisikan sebagai bakteri hidup yang mempunyai
kemampuan terapeutik pada manusia dan hewan yang bekerja dengan cara
memperbaiki keseimbangan bakteri dalam saluran pencernaan dan probiotik
dapat merangsang fungsi antibiotik dalam sistem kekebalan tubuh serta
meningkatkan daya tahan tubuh itu sendiri (Fuller, 1989). Salah satu
kelompok bakteri yang telah banyak digunakan sebagai probiotik adalah
bakteri asam laktat. Banyak spesies bakteri yang digunakan dalam industri
fermentasi susu, tidak semua bakteri tersebut dapat bersifat sebagai probiotik.
Syarat yang harus dipenuhi antara lain :
1. Mempunyai viabilitas yang tinggi sehingga tetap hidup, tumbuh dan aktif
dalam sistem pencernaan.
2. Berasal dari genus bakteri yang aman untuk di konsumsi.
3. Tahan terhadap asam dan kondisi anaerob.
4. Mampu tumbuh dengan cepat dan menempel pada dinding saluran
7

pencernaan.
5. Mampu menghambat bakteri patogen (Ouwehand et al., 1989).
Seiring dengan perkembangan teknologi pangan, sekarang ini banyak
produk-produk baru diciptakan dengan menggunakan prebiotik dengan
memanfaatkan tanaman seperti buah, sayuran dan umbi-umbian yang banyak
mengandung serat baik untuk pencernaan.
E. Prebiotik
Prebiotik adalah karbohidrat kompleks yang tidak dapat dicerna oleh
saluran pencernaan dan dapat menstimulasi pertumbuhan bakteri
menguntungkan dalam usus manusia. Penambahan prebiotik dapat membantu
bakteri probiotik dengan cara meningkatkan viabilitas atau kemampuan hidup
dalam sistem pencernaan (Inggrid, 2002).
Menurut Fooks dkk. (1999), beberapa kriteria yang harus dipenuhi oleh
bahan pangan supaya memenuhi syarat sebagai prebiotik diantaranya adalah :
1. Tidak mengalami hidrolisis atau terabsorbsi pada bagian atas sistem
pencernaan manusia (lambung dan usus kecil).
2. Hanya mampu difermentasi secara selektif oleh probiotik dalam usus
besar.
3. Mampu memacu pertumbuhan dan dominasi probiotik dalam usus besar
F. Fermentasi pada Bahan Pangan
Menurut Jay dkk. (2005), fermentasi adalah proses perubahan kimiawi,
dari senyawa kompleks menjadi lebih sederhana dengan bantuan enzim yang
dihasilkan oleh mikrobia. Proses fermentasi akan menyebabkan terjadinya
penguraian senyawa-senyawa organik untuk menghasilkan energi serta terjadi
pengubahan substratmenjadi produk baru oleh mikrobia (Bourgaize dkk.,
1999; Madigan dkk., 2011).
Fermentasi dilakukan terhadap suatu bahan makanan untuk mendapatkan
produk makanan baru yang dapat memperpanjang daya simpan (Farnworth,
2008). Aktifitas mikrobia pada fermentasi akan menyebabkan perubahan
kadar pH dan terbentuk senyawa penghambat seperti alkohol dan bakteriosin
yang dapat menghambat pertumbuhan mikrobia pembusuk (Waites dkk.,
2001). Menurut Antara (2010), fermentasi susu merupakan salah satu cara
untuk memperpanjang umur siman produk susu. Produk fermentasi susu dapat
dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu (i) fermentasi laktat, (ii) fermentasi yeast-
laktat, (iii) fermentasi kapang-laktat. Menurut Legowo (2005), penggunaan
mikrobia Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus pada
fermentasi susu dapat menghasilkan produk yoghurt. Beberapa aplikasi
produk fermentasi susu lainnya seperti yakult, kefir, susu asidofilus, dadih,
dahi, koumiss, dan calpis.
G. Deskripsi dan Kualitas Yoghurt
Produk fermentasi dengan bahan dasar susu adalah yoghurt. Yoghurt
dapat diartikan sebagai produk koagulasi susu yang dihasilkan melalui proses
fermentasi oleh BAL, Lactobacilus bulgaricus dan Streptococcus
8

thermophilus, dengan penambahan bahan lain yang diizinkan, atau dengan


kata lain yoghurt adalah produk susu yang diasamkan (Winarno dan
Fernandez, 2007). Secara garis besar proses pembuatan yoghurt terdiri dari 4
langkah dasar yaitu: (1) pemanasan (pasteurisasi) susu, (2) inokulasi kultur
starter, (3) inkubasi dan (4) pendinginan. Pemanasan bertujuan untuk
menghancurkan dan menginaktivasi organisme yang tidak diinginkan yang
dapat berkompetisi dengan BAL seperti Escherichia coli dan Salmonella sp.
Selain itu, pemanasan juga memengaruhi protein dalam susu untuk mengikat
air sehingga diperoleh curd yang lebih kompak dan suhu pemanasan yang
tinggi dapat membebaskan oksigen sehingga menciptakan kondisi anaerob
selama fermentasi (Helferich dan Westhoff, 1980). Inokulasi kultur starter
biasanya dilakukan sesuai suhu optimum kultur starter yang digunakan dalam
pembuatan yoghurt. Kultur bakteri yang biasa dipergunakan dalam produksi
yoghurt adalah Streptococcus thermophillus dan Lactobacilus bulgaricus.
Kedua bakteri tersebut mempunyai suhu optimum 42-45 (Tamime dan
Deeth, 1980). Susu yang diinokulasi kultur starter kemudian diinkubasi
sampai diperoleh keasaman yang diinginkan, kurang lebih selama 6-8 jam
(Tamime dan Robinson, 1985). Dalam jurnal penelitian Zainuddin, 2014
mengatakan waktu fermentasi pada produk yoghurt berkisar 12-15 jam dan
jumlah inokulum berkisar 2,5% - 7,5% starter. Selama proses inkubasi
berlangsung, terdapat tiga hal penting yang terjadi yaitu:
1. Kultur memanfaatkan laktosa sebagai sumber energi. Mula-mula laktosa
dihidrolisis oleh enzim D-galaktosidase dalam sel bakteri menjadi glukosa
dan galaktosa. Glukosa ini dimetabolisme oleh sel bakteri membentuk
asam piruvat, lalu diubah menjadi asam laktat. Secara sederhana, reaksi
perubahan laktosa menjadi asam laktat dapat dilihat pada Gambar 1.

Laktosa + Air Asam laktat


C12H22O11 H2O 4C3H6O3

Gambar 2. Perubahan laktosa menjadi asam laktat (Tamime dan Robinson, 1985)
2. Akumulasi asam laktat menyebabkan keasaman pada susu meningkat yang
mengakibatkan kompleks kalsium-kasein-fosfat dalam susu menjadi tidak
stabil. Keasaman susu yang semakin tinggi sampai akhirnya pH turun
mencapai 4,6-4,7 menyebabkan terbentuknya koagulum atau curd pada
susu.
3. Selama proses fermentasi juga terjadi pembentukan kompleks flavor
seperti asetaldehid, aseton, asetonin, dan diasetil.
Secara umum produk yoghurt yang memiliki kualitas baik harus
memenuhi kriteria Badan Standardisasi Nasional (2009) tentang yoghurt,
9

dapat dilihat pada Lampiran 1. Menurut Antara (2010), berdasarkan


penerimaan panelis, kriteria ditentukan dari tekstur atau viskositas, derajat
keasaman (pH atau total asam) dan kandungan senyawa flavor. Parameter
mutu tersebut sangat berpengaruh terhadap mutu sensoris yoghurt. Flavor dan
tekstur/viskositas merupakan faktor yang sangat nyata memengaruhi mutu dan
penerimaan yoghurt oleh konsumen. Menurut Antara (2010), kultur starter
yang digunakan merupakan penanggung jawab utama dalam proses
pembentukan senyawa flavor yang menyumbang pada aroma yoghurt.
Senyawa-senyawa tersebut dibagi ke dalam empat kelompok utama, yaitu:
1. Asam non-volatil (asam laktat, piruvat atau suksinat)
2. Asam volatil (asam format, asetat, propionate atau butirat)
3. Senyawa karbonil (asetaldehida, aseton, asetoin atau diasetil)
4. Senyawa lainnya (asam-asam amino dan senyawa yang terbentuk hasil
degradasi termal dari protein, lemak atau laktosa).
Menurut Antara (2010), berdasarkan kelompok senyawa flavor
tersebut, aroma dan flavor yoghurt secara mendasar disebabkan oleh
terbentuknya senyawasenyawa asam non-volatil, asam volatil, dan karbonil.
Banyak peneliti menyatakan bahwa keberadaan asetaldehida dan diasetil
(kelompok senyawa karbonil) merupakan senyawa yang paling dominan
menentukan aroma yoghurt Menurut Antara (2010), secara organoleptik
kandungan asetaldehida dan diasetil dengan rasio 1:1 memberikan aroma
yoghurt yang disukai. Kandungan asetaldehida yang tinggi tidak memberikan
rasa yoghurt yang baik. Hasil uji organoleptik memperlihatkan bahwa rasa
terbaik oleh panelis diberikan untuk yoghurt dengan kandungan asetaldehida
yang rendah dan kemungkinan kandungan senyawa karbonil lainnya
memberikan pengaruh terhadap flavor dan/atau aroma yoghurt. Aroma dan
flavor khas yoghurt (natural atau plain yoghurt) sangat erat kaitannya dengan
kandungan senyawa karbonil, terutama asetaldehida. Selama proses produksi
yoghurt Antara (2010) menjelaskan bahwa produksi asetaldehida terjadi pada
tingkat keasaman tertentu (mulai pH 5,0) dan maksimum produksi terjadi pada
saat yoghurt mencapai pH 4,2 yang selanjutnya kandungan asetaldehida mulai
stabil. Penambahan bubuk susu (skim atau whey powder) dan perlakuan
pemanasan terhadap bahan baku susu dapat meningkatkan kandungan
asetaldehida secara signifikan. Kandungan asetaldehida dan senyawa karbonil
lainnya akan mengalami penurunan selama penyimpanan produk yoghurt.
Antara (2010) menyatakan bahwa tekstur/kekentalan yoghurt tergantung pada
jenis yoghurt yang diproduksi. Drinking yoghurt akan diproduksi dengan hasil
yoghurt viskositas rendah (wujud cair). Hal ini akan berbeda apabila
diproduksi curd atau set yoghurt yang menghendaki produk yoghurt kental
dalam wujud gel. Parameter kualitas lainnya, secara khusus untuk yoghurt
10

dengan bakteri probiotik adalah kemampuan viabilitas dari bakteri. Menurut


Harmayani dkk., (2001), hal-hal yang memengaruhi viabilitas adalah strain
mikrobia, kondisi pertumbuhan, umur kultur, medium pensuspensi, dan
kondisi proses. Menurut Codex (2003), persyaratan jumlah sel hidup probiotik
dalam kultur starter susu fermentasi minimal 107 CFU/g. Namun syarat
jumlah bakteri hidup yang sampai di saluran pencernaan harus lebih dari 106
CFU/g atau 106CFU/ml (Usmiati dan Utami, 2008).
H. Yoghurt
Yogurt merupakan produk makanan yang berasal dari susu yang telah
mengalami proses fermentasi yang melibatkan bakteri. Bakteri yang terlibat
dalam proses fermentasi yogurt yang umum digunakan adalah Lactobacillus
bulgaricus dan Streptococcus thermophilus, untuk yogurt yang berasal dari
bahan dasar susu segar. Dari penelitian yang telah dilakukan mengenai proses
pembuatan yogurt, selain kedua bakteri di atas, Lactobacillus acidophilus juga
diketahui sebagai bakteri yang dapat memfermentasi bahan makanan menjadi
yogurt (Tamime dan Deeth, 1980).
Yogurt dalam perkembangannya tidak hanya dibuat dari bahan dasar yang
berupa susu segar tetapi juga telah dikombinasikan dengan berbagai bahan
dasar, contohnya kacang kedelai, kacang hijau, ekstrak buah-buahan, telur,
dan masih banyak lagi. Pengganti bahan dasar yogurt tersebut bertujuan untuk
mendapatkan yogurt dengan kualitas dan flavour yang bervariasi (Hartoyo
2004).
I. Fungsi Perlakuan Selama Proses Pembuatan Yoghurt
Proses pembuatan yogurt melalui beberapa perlakuan. Urutan perlakuan
tersebut meliputi homogenisasi, pasteurisasi, inokulasi dan proses inkubasi.
Homogenisasi yang dilakukan bertujuan untuk memecahkan globula-globula
lemak pada permukaan yogurt dan meratakan campuran susu dengan bahan yang
digunakan sebagai bahan utama yogurt, serta menaikkan viskositas yogurt
(Adnan,1984). Sedangkan tahap pasteurisasi bertujuan untuk membunuh bakteri
patogen yang terdapat dalam bahan dan juga berfungsi untuk mengaktifkan enzim
(Tamine & Deeth, 1989).
Inokulasi adalah proses penanaman bakteri asam laktat pada bahan yang
akan digunakan sebagai produk. Proses inokulasi dalam penelitian ini dilakukan
pada saat penambahan bakteri ke dalam sari ubi yang akan digunakan sebagai
starter dan pada saat penambahan starter ke dalam bahan baru yang akan
membentuk yogurt yang di inginkan. Inkubasi dilakukan untuk memberikan
tenggang waktu bagi pertumbuhan bakteri pada bahan.
J. Komposisi Yoghurt
Komposisi yogurt umumnya berupa susu segar (sebagai bahan dasar dapat diganti
dengan bahan dasar lain misalnya kacang kedelai, kacang hijau, ekstrak buah dan
lain-lain), susu skim dan starter yogurt (dapat dibuat dari biakan bakteri
11

Streptococcus thermophilus, Lactobacillus acidophilus dan Lactobacillus


bulgaricus).
a. Starter Yoghurt
Starter merupakan sumber biakan yang sudah dikondisikan sama dengan
medium produksi. Starter yang digunakan dalam pembuatan yogurt ini terdiri
dari campuran susu skim dan biakan murni Streptococcus thermophilus dan
Lactobacillus acidophilus (Dave san Shah, 1997).
Starter Yogurt berfungsi untuk mempercepat fase adaptasi bakteri pada
media yang digunakan, menyeragamkan umur bakteri, mencegah kematian
bakteri karena shok lingkungan, dan mencegah kematian bakteri karena
keracunan terhadap medium produksi (Fardiaz, 1992).
Menurut Fardiaz (1992) dalam pembuatan starter yoghurt, hanya
menggunakan susu skim karena susu skim memiliki kandungan unsur gizi
yang tinggi dengan kandungan lemak yang sangat rendah sehingga dapat
mendukung pertumbuhan bakteri. Syarat starter yang baik dalam pembuatan
yogurt adalah sebagai berikut:
1. Jumlahnya cukup antara 106-107 sel/ g atau ml
2. Tidak terkontaminasi
3. Mampu menghasilkan dan memproduksi asam laktat
4. Tidak bersifat patogen
b. Susu Skim
Menurut Brewer et al., (1999), susu skim adalah susu yang telah
mengalami pengurangan kandungan lemak dengan alat yang disebut
separator, sehingga susu ini memiliki kandungan lemak yang sangat rendah.
Dalam pembuatan yogurt, susu skim berperan dalam pembuatan starter yogurt
dan dalam meningkatkan kestabilan, viskositas, dan bentuk yogurt yang
dihasilkan serta dapat meningkatkan nilai gizi dari yogurt tersebut. Susu skim
memiliki kelebihan bila dibandingkan dengan susu full cream yaitu, susu
skim merupakan susu dengan padatan terlarut yang tinggi sehingga dapat
membantu pembentukan yogurt supaya semi solid dan memiliki kandungan
protein yang lebih tinggi dari pada susu full cream.
K. Bakteri Yoghurt
Bakteri utama dalam proses pembuatan yogurt adalah kelompok bakteri
yang mampu memproduksi dan menghasilkan asam laktat. Bakteri asam laktat
diantaranya adalah Lactobacillus bulgaricus, Streptococcus thermophilus dan
Lactobacillus acidophilus. Dalam pembuatan yogurt susu, bakteri yang
digunakan adalah Lactobacillus bulgaricus, Streptococcus thermophilus
(Hartoyo, 2004)
Secara umum ciri-ciri bakteri asam laktat adalah sebagai berikut :
berbentuk batang, berantai atau tunggal, bersifat motil atau non motil, Gram
positif, sedikit memproduksi pigmen (warna), membutuhkan karbohidrat
12

sebagai substrat untuk fermentasi asam lakat dan produk-produk samping


seperti asam volatil, alkohol, dan CO2, tidak membentuk nitrit, mikroaerofilik
hingga anaerobik, dan biasanya terdapat dalam mulut, saluran pencernaan
manusia dan hewan (Sneath et al, 1986).
1. Streptococcus thermophilus
Streptococcus thermophilus adalah bakteri anaerob fakultatif gram
positif. Bakteri ini tidak membentuk spora dan homofermentatif. S.
thermophilus ditemukan di susu dan produk susu. Berikut klasifikasinya :
Kingdom : Bacteria
Divisi : Fimicutes
Kelas : Bacilli
Order : Lactobacillales
Family : Streptococcaceae
Genus : Streptococcus
Spesies : S. salivarius
Subspesies : S. salivarius subsp. Thermophilus

Gambar 3. Streptococcus thermophilus


Streptococcus dikenal sebagai salah satu bakteri asam laktat yang
cukup penting. Saat ini, banyak sekali produk olahan susu yang
bergantung pada Streptococcus dan probiotik lain dalam pembuatannya
(Fardiaz, 1992).
Bakteri ini ditambahkan pada susu dan menghasilkan asam laktat
yang juga membantu mengawetkan susu. Bakteri ini memecah laktosa
sehingga sangat membantu untuk penderita intoleransi laktosa.Selama
fermentasi, bakteri ini menghasilkan asetaldehid yang membentuk aroma
pada yoghurt (Ali, 2009).
13

Untuk memperoleh hasil yang baik, starter harus terdapat dalam


biakan dengan perbandingan jumlah yang sama. Starter setiap kali harus
diperbarui karena penggunaan berulang-ulang berakibat pada ketidak
seimbangan jumlah bakteri. Apabila tidak diperbarui L. bulgaricus akan
menjadi lebih dominan (Gilliland, 1985).
Bakteri S. thermophilus dan L. bulgaricus hidup bersama secara
simbiosis. Dalam beberapa kasus, Lactobactilus jugurtisi dapat digunakan
untuk menggantikan Lactobactilus bulgaricus. Bakteri tersebut terdapat
dalam gumpalan susu didaerah tropis atau dapat pula diisolasi dari perut
anak sapi. (Suriawiria,1983).
2. Lactobacillus bulgaricus

Klasifikasi bakteri Lactobacillus bulgaricus adalah sebagai berikut :


Kingdom : Prokariotik
Divisio : Schizophyta
Kelas : Eubacteriales
Familia : Lactobacillaceae
Genus : Lactobacillus 9
Spesies : Lactobacillus bulgaricus

Gambar 3. Lactobacillus bulgaricus

Lactobacillus bulgaricus merupakan bakteri yang pertama kali


diidentifikasikan oleh seorang dokter asal Bulgaria bernama Stamen Grigorov,
pada tahun 1905. Bakteri ini hidup dari memakan laktosa (gula susu) dan
mengeluarkan asam laktat. Asam ini sekaligus mengawetkan susu dan
mendegradasi laktosa (gula susu) sehingga orang yang tidak toleran terhadap
14

susu murni dapat mengonsumsi yogurt tanpa mendapat masalah kesehatan


(Fardiaz, 2000).
Bakteri Lactobacillus bulgaricus bermanfaat untuk kesehatan manusia,
manfaatnya adalah sebagai berikut :
1. Meningkatkan kemampuan usus besar menyerap zat beracun dan mencegah
kanker.
2. Meningkatkan kekebalan tubuh dengan kandungan zat antitumor.
3. Alternatif untuk diet sehat karena memiliki kandungan gizi sangat tinggi,
sedangkan kandungan lemaknya justru rendah.
4. Mencegah osteoporosis.
Lactobacillus bulgaricus termasuk dalam golongan asam laktat. Bakteri asam
laktat sebagai mikroorganisme yang berperan besar dalam kehidupan manusia
memiliki tiga keunggulan di antaranya:
1. Bakteri asam laktat memiliki efisiensi yang tinggi karena mampu beradaptasi
dengan berbagai kondisi lingkungan.
2. Bakteri asam laktat keberadaannya sangat melimpah, karena mampu diperoleh
dari berbagai sumber yang ada di muka bumi, seperti makanan, minuman,
sayur, maupun buah.
3. Ketersediaan yang sangat mencukupi dan pengolahaannya yang mudah,
membuat bakteri asam laktat memiliki potensi besar untuk dikembangkan baik
dalam skala kecil, menengah maupun besar. (Fardiaz, 1996).
L. Kualitas Yoghurt
Kualitas yogurt ditentukan oleh beberapa kriteria, seperti cita rasa,
keasaman, komposisi dan nilai gizi, kenampakan dan kandungan bakterinya
(Rahayu, 1989). Yogurt dapat membantu penderita lactosa intolerance yang
dalam sistem pencernaannya memiliki laktase dalam jumlah yang sangat
sedikit, sehingga tidak mampu mengkonversi laktosa, dan bila mengkonsumsi
susu segar akan menimbulkan rasa mual, muntah, perut kembung, bahkan
diare. Lactosa intolerance sendiri merupakan akibat dari lactose maldigestion
yaitu ketidak mampuan untuk mencerna laktosa secara sempurna (Hertzler &
Claney, 2003).
Kualitas yogurt selain ditentukan oleh kandungan senyawa gizi, sifat fisik
maupun kenampakannya, juga dipengaruhi oleh sifat mikrobiologisnya. Kualitas
yogurt dipengaruhi oleh adanya bakteri dalam yogurt, baik bakteri yang
dikehendaki maupun tidak. Jumlah bakteri yang tidak dikehendaki (kontaminan)
dalam yogurt dapat menggambarkan kualitas yogurt tersebut apakah masih layak
untuk dikonsumsi atau tidak (Helferich dan Westhoff, 1980).
Yogurt dikonsumsi karena kesegaran, aroma, dan teksturnya yang khas.
Flavor yogurt tersebut dipengaruhi oleh suhu inkubasi, jumlah presentase
inokulum yang ditambahkan, periode inkubasi, sumber kultur, perlakuan
pemanasan, bahan dasar susu dan pH produk akhir (Bodyfelt et al., 1988).
Tekstur yogurt merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi penerimaan
15

yogurt oleh konsumen. Beberapa faktor yang mempengaruhi terbentuknya


yogurt antara lain padatan, komposisi bahan homogenisasi, tipe kultur, keasaman
dan perlakuan panas pada bahan (Hirano et al., 1998).

Mutu yogurt menurut Anonim (2009), dapat ditentukan oleh kandungan


protein, lemak, asam dan bakteri pencemar. Adapun mutu yogurt menurut SNI
2981:2009 dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Syarat Mutu Yoghurt menurut SNI

Sumber : SNI 2981 (2009)


III. METODE PENELITIAN

A. Alat dan Bahan


1. Alat
Peralatan yang digunakan untuk pembuatan yoghurt ubi jalar kuning
ini meliputi panci, kompor gas, baskom, timbangan, pisau, pengaduk,
lemari es (refrigrator), blender, incubator, kain mori/kain saring, loyang
plastik, cup plastik.
Alat-alat yang digunakan untuk analisis mikrobiologi adalah laminar
air flow UV, mikropipiet socorex, tip mikropipet (blue tip), lampu bunsen,
vortex, inkubator, stopwatch, autoclave, tabung reaksi, erlenmeyer 250 ml,
petridish (cawan petri), spatula pasteur, aluminium foil, karet gelang dan
kapas.
Alat alat yang digunakan untuk analisis kimia adalah buret, pH
meter, quebec colony counter, viskostester, oven, desikator, neraca
analitik, cawan porselin, penangas air. Selain itu juga digunakan peralatan
gelas lainnya seperti Erlenmeyer, labu takar, gelas ukur, gelas beker, pipet
volume, pipet tetes, tabung reaksi, rak tabung reaksi, ball pipet dan lain
sebagainya.

2. Bahan
Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah ubi jalar
kuning yang diperoleh dari penjual ubi jalar, Sleman, Yogyakarta. Sebagai
bahan pembantu meliputi susu skim, starter yoghurt komersil (bio kul
plain), air, dan gula.
Bahan kimia yang digunakan dalam analisis kimia yoghurt ubi jalar
adalah aquades, indikator PP, Buffer pH 4, NaOH 0,1 N, reagensia
arsenomolibdat, Cu2O, reagensia Nelson, Pb-asetat.
Bahan bahan yang digunakan untuk analisis mikrobiologi adalah
MRS Broth. Bahan bahan diperoleh dari Laboraturium Fakultas
Teknologi Pertanian Instiper dan Chemix Pratama.

B. Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian STIPER Jogjakarta meliputi persiaan bahan, pembuatan
produk, analisis kimia, analisis mikrobiologi dan uji organoleptik. Penelitian
ini akan dilakukan selama 4 bulan.

16
17

C. Rancangan Percobaan
Penelitian ini dilaksanakan dengan rancangan blok lengkap (RBL) dua
faktor, Faktor ke-1 adalah jumlah inokulum dalam pembutan yoghurt ubi jalar
S1 = 5 %
S2 = 10 %
S3 = 15 %
Faktor ke-2 adalah lama waktu fermentasi yang digunakan dalam
pembutan yoghurt ubi jalar
T1 = 13 Jam
T2 = 14 Jam
T3 = 15 Jam
Percobaan diulangi 2 kali sehingga 3 x 3 x 2 = 18 satuan eksperimental.
data pengamatan yang diperoleh akan diuji ANAKA dan jika terdapat
perbedaan nyata maka dilanjutkan uji Duncan beda nyata 5%.
Blok I Blok II
S1T1 S1T2 S1T3 S1T3 S1T2 S1T1
S2T1 S2T2 S2T3 S2T3 S2T2 S2T1
S3T1 S3T2 S3T3 S3T3 S3T2 S3T1

Keterangan
I dan II : Blok / ulangan
1,2,3 : Urutan experimental
A dan B : Perlakuan

D. Prosedur Pelaksanaan
Penelitian mengikuti cara berikut :
Pembuatan Ekstrak Ubi Jalar
Ubi jalar sebanyak 7 kg dikupas, kemudian dicuci. Ubi jalar yang telah
dikupas dipotong-potong dan dimasukan ke dalam blender setalah itu
ditambahkan air sebanyak berat ubi jalar 1:1 kemudian diblender. Campuran
dipanaskan pada suhu 70C selama 30 menit. Campuran kemudian
didinginkan dan disaring. Sarinya atau filtratnya diendapkan selama
semalam untuk memisahkan pati yang terikut dalam sari. Sari ubi jalar yang
diperoleh adalah bagian yang mengandung prebiotik. Dari 7 Kg ubi jalar
dapat menghasilkan 14000 ml (14 liter). Perkilo ubi jalar dapat
menghasilkan ekstrak ubi jalar sebanyak 2000 ml (2 liter)
18

Pembuatan Yoghurt Ubi Jalar dengan Ekstral Ubi Jalar


Pembuatan yoghurt ubi jalar menggunakan hasil ekstrak dari ubi jalar
kuning, untuk pembuatan sampel yoghurt ubi jalar S1T1 meliputi, ekstrak ubi
jalar yang telah dihasilkan diambil sebanyak 800 ml kemudian ekstrak ubi
jalar ditambah susu skim sebanyak 4% selanjutnya ditambahkan glukosa
sebanyak 5%, setelah susu skim dan glukosa dicampurkan tahap selanjutnya
dilakukan proses pasteurisasi, dengan tujuan untuk membunuh bakteri yang
tidak diinginkan tumbuh pada yoghurt. Pasteurisasi ekstrak ubi jalar
dilakukan pada suhu 80-85C selama 30 menit. Setalah proses pasteurisasi
selesai, selanjutnya ekstrak diinokulasi dengan bakteri asam laktat yang
diambil dari produk yoghurt komersil (biokul plant) sebanyak : Perlakuan
yang dilakukan pada sampel S1T1 adalah 15 % inokulum dan lama
fermentasi 13 jam dengan suhu 45C. Setelah produk yoghurt selesai maka
dilakukan analisis meliputi analisis pH, analisis asam total, analisis total
padatan terlarut, analisis kadar gula reduksi cara spektofotometri, analisis
penentuan viskositas, analisis jumlah bakteri asam laktat dan uji
organoleptik.
Untuk pembuatan sampel sesuai dengan urutan TLUE , maka cara-caranya
mengikuti cara pembuatan sempel pertama.
E. Evaluasi Hasil Penelitian
Untuk mengevaluasi hail penelelitian dilakukan beberapa analisis. Adapun
analisis yang dilakukan pada penelitian ini adalah :
a. Analisis Kimia
1. Analisis pH dengan metode pH meter (Sudarmadji dkk, 1984)
2. Analisis Asam Total (Ranggana, 1977)
3. Analisis total padatan terlarut metode gravimetri (Clesceri, 1998)
4. Analisis kadar gula reduksi cara spektofotometri, metode Nelson-
Somogyi) (Sudarmadji dkk. 1984)
5. Analisis penentuan viskositas (menggunakan viskosimeter) (Jacobs,
1958)
b. Analisis Mikorobiologi
Analisis jumlah bakteri asam laktat (BAL) yaitu Streptococcus
thermophillus dan Lactobacillus bulgaricus dengan metode plate count
(Jutono, 1973)
c. Uji Organoleptik
Menggunakan metode hedonic scale scoring different test yang
meliputi warna, aroma, tekstur dan rasa (Kartika dkk, 1988)
19

Ubi Jalar

Dikupas, dicuci & dipotong


Air : Ubi
1:1
Penggilingan (bubur)

Perebusan, 70C, 30 menit

Pendinginan

Penyaringan

Fase padat Fase cair

Filtrat

Pengendapan, 1 malam

Sari ubi jalar

Pemanasan 10 Menit (mendidih)

Pendinginan

Gambar 5. Diagram alir proses pembuatan ekstrak ubi jalar


20

Ekstrak ubi jalar

Ditambah susu skim sebanyak 4%

Ditambah gula pasir 5%

Dipasteurisasi pada suhu 80-85oC selama 30 menit

Ditambahkan inokulum
yoghurt komersil

S1 : 5 % S2 : 10 % S3 : 15 %

Difermentasi pada suhu 45oC

T1 : 14 Jam
T1 : 13 Jam T2 : 15 Jam

Yoghurt Ubi jalar

Analisis

Kimia Fisika Mikrobiologi Uji Organoloptik


1. pH 1. Viskositas 1. Total Bakteri
2. Total Asam 2. Total Padatan Asama Laktat
3. Gula Reduksi

Gambar 6. Diagram alir proses pembuatan yoghurt ubi jalar


DAFTAR PUSTAKA

Adnan, M., 1984. Kimia Dan Teknologi Pengolahan Air Susu, Andi Offset,
Yogyakarta.
Ali, F. S., O. A. O. Saad, Salwa, and A. G Hussein. 2009. Probiotic stability of
yoghurts during refrigerated storage. J. Biolog. Sci. 5(2): 9-19
Badan Standardisasi Nasional. 2009. Syarat Mutu Yoghurt (SNI 2981:2009).
Departemen Perindustrian, Jakarta.
Bodyfelt, F.W., J. Tobias, and G.M. Trout. 1988. The sensory evaluation of diary
product, An AVI Book, Van Nostrand Reinhold, New York.
Breeds, R. S., Murray, E. G. D., dan Smith, N. R. 1957. Bergeys Manual of
Determinative Bacteriology, seventh edition. The Williams and Wilkins
company, Baltimore
Brewer, J. L., Blake, A., Rankin, S., dan Douglas, C. W. 1999. Theory of
Reasoned Action Predict Milk Consumtion In Women, dalam
Ishwaanhanik, 2001, Pengaruh Penambahan Madu Terhadap Umur
Simpan Susu Skim dan Susu Penuh Pasteurisasi, Skripsi Jurusan
Teknologi Pangan dan Gizi Fakultas Teknologi Pertanian IPB, Bogor.
Buchanan, R. E., dan Gibbson, N. E. 1979. Bergeys Manual of Determinative
Bacteriology, eight edition. The Williams and Wilkins company,
Baltimore.
Clesceri, L. S., A.E. Greenberg, and A.D. Eaten. 1998. Standard Methods for The
Estimation of Water & Wastewater. 20th edition. APHA AWWA WEF
Maryland. USA
Collins, C.H., P.M. Lyne, J.M. Grange. 1992. Microbial Methods sixth edition.
UK: Butterworth-Heinemann
Dave, R. I., dan Shah, N. P. 1997. Viability of Yoghurt and Probiotics Bacteria in
Yoghurts Made from Commercial Starter Cultures. Int. Dairy Journal. 7:
31-41.
Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Gilliland, S. E., 1985. Bacterial Starter Cultures for Foods. CRC-Press, Inc. Boca
Raton, Florida.
Hartoyo, M. 2004. Variasi Kombinasi Inokulum Lactobacillus bulgaricus dan
Streptococcus thermophillus Pada Pembuatan Yogurt Dari Susu Sapi
Segar, Skripsi, Fakultas Teknobiologi Universitas Atma Jaya, Yogyakarta.
Helferich, W., and Westhoff, D. C. 1980. All About Yogurt. Pretince Hall, New
York.
Hertzler, S. R. dan Claney, S. M. 2003. Kefir Improves Lactose Digestion and
Tolerance in Adults With Lactose Maldigestion, J. Am. Diet, Assoc, 103
(5): 582-587

21
Heyne, K.1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Jilid 2. Sarana Wana Jaya. Jakarta.
Hirano, R., M. Hirano, M. Oooka, S. Dosako, I. Nakajima danK. Igoshi.
1998. Lactoperoxidase Effects on Rheological Properties of Yogurt.
Journal of Food Science 63(1): 35-38.
Jacobs, M. B. 1958. The Chemical Analysis of Food and Food Products. vol I. 3rd
ed. D. Van. Nostrand Co. Inc. New York.
Juanda, D. dan B. Cahyono. 2009. Ubi Jalar Budi Daya dan Analisis Usaha Tani.
Yogyakarta : Kanisius. 82 hal
Jutono, Dasar-dasar Mikrobiologi untuk Perguruan Tinggi (Yogyakarta:
Universitas Gajah Mada,1973
Meyer, L.H. 1982. Food Chemistry. The AVI Publishing Company Inc. Westport.
University of California.
Nur Ismawati, Nurwantoro, Yoyok Budi Pramono,. 2016. Nilai pH, Total Padatan
Terlarut, dan Sifat Sensoris Yoghurt dengan Penambahan Ekstrak Bit
(Beta vulgaris L.) Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan 5 (3) 2016

Prastyaharasti M, Zubaidah Elok., 2014. Evaluasi Pertumbuhan Lactobacillus


cesei Dalam Media Susu Skim Yang Disubstitusi. Jurnal Pangan dan
Agroindustri Vol, 2 No 4 p.285-296.
Rahayu, K. 1989. Mikrobiologi Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan
GiziUniversitas Gadjah Mada. Yogyakarta
Ranggana, S., 1977. Manual of Analysis of Fruit and Vegetable Product. Mc. Gaw
Hill Publishing Co Ltd., New Delhi
Sneath, P. H. A., Mair, N. S., Sharpe, M. E., Holt, J. G. 1986. Bergeys Manual of
Determinative Bacteriology, Volume 2. William and Wilkins, London.
Soemartono. 1984. Ubi Jalar. CV Yasaguna, Jakarta. Hal: 44.
Sudarmadji, S., 1984. Prosedur Analisa Untuk Bahan Makanan dan Pertanian.
Edisi Ketiga. Yogyakarta: Liberty
Suprapti, M. L. 2003. Tepung Ubi Jalar Pembuatan dan Pemanfaatannya. Penerbit
Kanisius, Yogyakarta.
Suriawiria, Unus., 1983, Mikrobiologi Masa Depan Penuh Kecerahan Di Dalam
Pembangunan, Kumpulan Beberapa Tulisan dari Unus Suriawiria, Jurusan
Biologi, ITB, Bandung, Hlm. 67-68.
Tamime, A. Y., Deeth, H. C. 1980, Yogurt: Technology and Biochemistry. Food
Protections, 43: 939-977.
Vela, G. Y. 1997. Applied Food Microbiology. Star. CA.
Winarno, F.G, Wida Winaryo A., dan WeniWidjajanto. 2003.
Flora Usus dan Yoghurt .Cetakan satu. M-BRIO Press : Bogor

22
Yosia Adi Susetyo, Sri Hartini, Margareta Novian Cahyanti,. 2016. Optimasi
Kandungan Gizi Tepung Ubi jalar (Ipomoea batatas L.) Terfermentasi
Ditinjau dari Dosis Penambahan Inokulum Angkak Serta Aplikasinya
dalam Pembuatan Mie Basah. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan 5 (2)
2016

23
24

Anda mungkin juga menyukai