CHP10 Evaluasi-Kinerja
CHP10 Evaluasi-Kinerja
Daya tarik industri adalah yang terpenting. Daya tarik ini sangat berhubungan dengan
struktur dari industri tertentu dan arah kompetisi industri yang telah beroperasi.
Pemain dalam segmen industri akan melawan dalam kompetisi dan di waktu yang
sama akan mencari keadaan keseimbangan. Secara tradisional, ukuran industri dan
tingkat pertumbuhannya adalah dua faktor yang penting dalam menentukan daya tarik
tersebut. Daya tarik industri dapat diukur secara kuantitatif menggunakan 10 kriteria
seperti pada Tabel berikut.
Setiap kinerja diberikan nilai peringkat, dengan angka antara 1 hingga 10, oleh suatu
panel. Panel ini minimal beranggotakan 10 stakeholder yang meliputi lima unit bisnis
strategik perusahaan, tiga perwakilan dari pelanggan perusahaan dan tiga perwakilan
pemasok. Dengan pandangan beragam yang berasal dari dalam maupun luar
perusahaan diharapkan diperoleh pandangan yang objektif tentang daya tarik industri
yang digarap oleh perusahaan. Penggunaan bobot yang berbeda untuk tiap kriteria
sebaiknya ditentukan secara bersama oleh anggota tim.
Skema penilaian di atas akan menghasilkan nilai peringkat total mengenai daya tarik
industri. Bila indeks gabungan berada di bawah 3.5, berarti bahwa industri memiliki
daya tarik rendah. Bila indeks gabungan berada diantara 3.5 dan 7.0, industri
memiliki daya tarik menengah. Bila indeks melebihi 7.0, maka daya tarik industri
tinggi.
Apabila dimungkinkan, analisis yang sama dapat diterapkan untuk semua produk yang
dihasilkan oleh perusahaan agar didapatkan gambaran daya tarik segmen industri yang
berbeda. Bila teknik ini telah dikuasai dengan baik, tim perencanaan strategi yang
berpengalaman dapat memodifikasi kriteria maupun bobot untuk memasukkan
dinamika perubahan suatu indutri.
B. Analisis Profitabilitas
Rasio yang biasa digunakan untuk mengukur dan membandingkan kinerja profitabilitas
adalah ROE (Return on Equity) dan ROA (Return on Assets). Dalam pembahasan
mengenai analisis profitabilitas ini sekaligus akan dilakukan dengan cara menghitung
komponen-komponen rasio yang membentuk perhitungan ROE.
Net Income
ROE =
Total Equity
Net Income
ROA =
Total Assets
Untuk mendapatkan ROE juga dapat dilakukan dengan menghubungjan ROA dengan
Equity Multiplier (EM) dengan rumus sebagai berikut:
ROE = ROA X EM
Karena EM memiliki efek pengganda terhadap ROE maka misalnya kedua perusahaan
memiliki ROA sebesar 1%, akan didapatkan ROE perusahaan pertama sebesar
10%,sedangkan ROE perusahaan kedua sebesar 20%. Selama earning assets yang
diperoleh masih menunjukkan nilai positif, maka akan lebih menguntungkan bagi
perusahaan dengan EM yang tinggi seperti perusahaan kedua yang mendapatkan
return dua kali lebih besar daripada perusahaan pertama. Sebaliknya jika kedua
perusahaan mempunyai ROA sebesar -1%, maka ROE perusahaan kedua akan sama -
20% atau mengalami kerugian dua kali lebih besar daripada kerugian yang diderita
oleh perusahaan pertama.
EM juga menggambarkan ukuran risiko, karena bisa menjadi petunjuk bagi manajemen
perusahaan mengenai seberapa besar kerugian yang timbul sebagai akibat kegagalan
pengelolaan asernya. Dari contoh diatas, perhatikan rasio total equity terhadap total
assets, atau 1/ EM. Akan didapatkan rasio sebesar 10% untuk perusahaan pertama dan
5% untuk perusahaan kedua. Walaupun kedua perusahaan memiliki aset yang sama
besarnya, tetapi perusahaan pertama memiliki risiko yang lebih rendah daripada
perusahaan kedua karena perusahaan pertama memiliki equity yang lebih besar.
Untuk diingat kembali bahwa perusahaan yang memiliki modal yang besar akan
mempunyai kemampuan yang lebih baik dalam menyerap risiko kerugian yang mungkin
timbul akibat kegagalan dalam pengelolaan usahanya.
Singkatnya, EM yang tinggi akan meningkatkan ROE ketika net income positif, tetapi
sebaliknya juga mengindikasikan timbulnya capital risk.
Pada Dasarnya ROA terdiri atas dua komponen rasio yaitu income dan expense control
(termasuk pajak). Mengingat bahwa net income adalah:
Dengan membagi kedua sisi dari persamaan diatas dengan average total assets, akan
didapatkan komponen-komponen penyusun ROA sebagai berikut:
( ) =
Dari sisi ROA terbagi dalam Assets Utilization (AU), Expense Ratio (ER), dan Tax Ratio
(TAX).
ROA = AU ER TAX
Dimana,
Semakin besar AU dan semakin kecil ER dan TAX, maka semakin tinggi ROA. Mengingat
bahwa ROA terdiri dari komponen Income dan Expense, maka untuk lebih jelasnya
akan diuraikan mengenai masing-masing komponen tersebut.
Penjumlahan dari ketiga rasio ini akan menghasilkan Expense Ratio (ER). Semakin
kecil rasio ini menunjukkan perusahaan memperoleh keuntungan yang lebih besar.
Interest expense dan noninterest expense masing masng perusahaan menunjukkan
jumlah yang berbeda-beda tergantung dari pengaruh tingkat suku bunga, pengaruh
komposisi, dan pengaruh volume.
Komponen Pemanfaatan Aset
Total Revenue (TR), atau total operating income dapat dipisahkan menjadi tiga
komponen:
( ) =
Bearning Liability/ TA
Salaries and
Employement Benefits/
Expense Ratio TA
Occupancy
Expense/ TA
Other Expenses/ TA
Return on Assets
Trading Revenue/ TA
Other Noninterest
Income/ TA
Dalam melakukan penilaian terhadap tingkat kesehatan Bank, Bank sentral biasanya
menggunakan kriteria CAMELS, yaitu Capital Adequancy, Assets quality, Manajemen
Quality, Earning, Liquidity, Sensitivity to market risk. Kriteria terakhir dipergunakan
di Amerika sejak 1997. Berbagai lembaga dan analisis telah menerapkan metode
CAMEL dengan definisi yang berbeda. Ternyata masing-masing lembaga dan analisis
tersebut menerapkan kriteria dan indikator yang berbeda meskipun sama-sama
menggunakan metode CAMEL.
Di Indonesia, CAMEL diperkenalkan sejak 1991. CAMEL pada dasarnya merupakan
metode kesehatan bank yang meliputi 5 kriteria:
Metodologi yang digunakan berupa matriks arah strategik atau dalam target angka
kuantitatif, yang disebut Define, Measure, Analyze, Improve, Control (DMAIC). DMAIC
meliputi tahapan, sebagai berikut (Pearce & Robinson, 2003).
Define
- Definisi Proyek
- Project Charter
- Mengumpulkan suara konsumen
- Mengubah keinginan konsumen menjadi keperluan yang spesifik
Measure
- Membuat peta proses
- Perlengkapan data
- Analisis sistem ukuran
- Menaksir kemampuan pengulangan kembali dan kemampuan reproduksi
- Mengukur kemampuan proses
- Menghitung proses level
- Memperlihatkan pelaksanaan garis dasar sigma secara visual
Analyse
- Memunculkan data visual (histogram, run chart, scatter diagram, pareto chart)
- Analisis value added
- Analisis sebab dan akibat (Fishbone,Isikawa)
- Verifikasi root cause
- Menentukan kesempatan (kerusakan dan keuangan) untuk perbaikan
- Meninjau dan merevisi project charter
Improve
- Brainstorming
- Penyebaran fungsi kualitas (Home of Quality)
- Failure Modes and Effects Analysis (FMEA)
- Piloting your solution
- Rencana implementasi
- Rencana modifikasi budaya untuk organisasi anda
Control
- Peninjauan Statistical Process Control (SPC)
- Mengembangkan rencana proses pengawasan
- Mendokumentasikan proses tersebut
Total Quality Management (TQM) adalah sebuah program peningkatan kualitas yang
telah diimplementasikan dalam dunia bisnis secara global selama kurang lebih dua
belas dekade. TQM pertama kali diimplementasikan pada beberapa perusahaan besar
Amerika untuk bias menanggulangi kesuksesan pesaing mereka dari Jepang dan
Jerman. Perusahaan Jepang menggunakan metode yang diperkenalkan oleh Edward
Deming dan J. M Juran pada perang dunia kedua. Pada pertengahan tahun 70, produk
perusahaan Jepang mampu memberikan reputasi baik dalam kualitas.
TQM sebenarnya merupakan budaya organisasional dan cara berpikir. TQM dibangun
dengan berfokus pada kepuasan pelanggan, pada pengukuran yang akurat terhadap
variable kritis dalam operasi bisnis, dalam kemajuan yang terus menerus suatu
produk, jasa dan proses, dan dalam hubungan kerja yang didasarkan kepercayaan dan
kerja tim. Suatu penjelasan mengenai kualitas menyajikan 10 elemen penting untuk
mengimplementasikan TQM.
Biasanya disebut juga sebagai TQM baru, six-sigma merupakan pendekatan yang
sangat teliti dan analitis dalam kualitas dan perbaikan terus-menerus dengan tujuan
untuk meningkatkan keuntungan lewat pengurangan kerusakan, peningkatkan
pendapatan, meningktakan kepuasan pelanggan dan memiliki kinerja paling baik di
kelasnya.
- Mengenal konsumen dan produk atau jasa yang ditawarkan dengan sangat baik
- Menekankan pada ilmu statistik dan pengukuran
- Mengembangkan pelatihan yang terstruktur dan sangat teliti
- Metodologi yang ketat dan berfokus pada proyek
- Menekankan pada Jurans doctrines seperti dukungan manajemen puncak dan
pendidikan yang berkelanjutan
Six-sigma didasarkan pada beberapa konsep kunci, yaitu (1) cacat (defect); (2) variasi
(variation); (3) kritis terhadap kualitas (critical to quality); (4) kemampuan proses (
process capability); (5) desain untuk sig-sigma (design for six-sigma). Manajemen sig-
sigma mengaitkan perbaikan kualitas secara langsung dengan hasil-hasil finansial.
Tujuan six-sigma adalah menghubungkan proses-proses internal dan manajemen
system dengan tuntutan konsumen. Six-sigma merupakan pendekatan ilmiah pada
manajemen, yang didasarkan pada data.
Program six-sigma mempromosikan suatu orientasi yang tidak kenal kompromi dalam
seluruh kegiatan bisnis yang berfokus pada pelanggan. Langkah pertama adalah selalu
dengan mendapatkan pemahaman ekpektasi pelanggan sehingga alat tepat bisa
digunakan untuk meningkatkan proses intenal maupun ekternal. Program ini tidak
dapat berjalan murah dan cepat, tetapi dibutuhkan sebuah komitmen dari
manajemen danpelatihan bagi karyawan perusahaan mengenai metodologi six-sigma
ini.
Perusahaan seperti General Elektrik (GE, 1995), Motorola (1987), Polaroid (1998) dan
Texas Instrument (1988) telah mengadopsi six sigma sebagai inisiatif bisnis yang
utama. Kebanyakan dari perusahaan ini melakukan investasi pada model ini untuk bias
menciptakan produk dan jasa yang memiliki kualitas lebih tinggi dari para pesaingnya
dan untuk meningkatkan hubungan dengan pelanggannya.
Six-sigma bukan program latihan. Six-sigma adalah stategis bisnis yang membantu
perkembangan kultur pada semua level. Dengan menembus dan meresap ke setiap
departemen, grup fungsional, dan semua level manajemen, six sigma mengubah
pandangan dan kebiasaan setiap orang dalam organisasi.
G. Metodologi BSC
Metologi Balance Scorecard (BSC) mengadaptasi ide TQM mengenai kualitas yang
didefiniskan oleh pelanggan, perbaikan terus-menerus, empowerment karyawan, dan
pengukuran yang didasarkan pada manajemen/ umpan balik dalam metodologi
perluasan yang termasuk di dalamnya data keuangan transisional dan hasil. BSC
menggabungkan umpan balik output proses bisnis internal seperti TQM tetapi juga
umpan balik hasil dari strategi bisnis. Hal ini menciptakanumpan balik dalam BSC.
Untuk melakukaannya, BSC menghubungkan dua area yang berfokus pada eksekusi
strategi operasi kualitas dan hasil keuangan yang terpisan tetapi sebenarnya
berhubungan erat dengan strategi yang ingin diterapkan perusahaan.
BSC berusaha mencari suatu keseimbangan antara tujuan pemegang saham dan tujuan
kinerja operasional perusahaan. BSC menyarankan untuk melihat organisasi dari
empat perspektif serta mengembangkan ukuran, mengumpulkan data dan
menganalisis perspektif tersebut:
BSC diperkenalkan pada tahun 1992. BSC mengukur kinerja organisasi dengan
menggunakan pengukuran keuangan dan nonkeuangan pada empat perspektif:
keuangan, pelanggan, proses internal dan pembelajaran serta pertumbuhuna.
Pendekatan ini secara cepat berevolusi menjadi sebuah sistwm baru untuk
menjelaskan dan mengatur strategi.
Norton dan Kaplan menempatkan BSC sebagai alat bagi organisasi (termasuk yang
berasal dari sektor publik dan non-profit) untuk mengelola kebutuhan pemegang
saham relevannya. Lebih jauh mereka menyarankan BSC sebagai alat untuk
memperbaiki aliran informasi dan komunikasi antara top eksekutif dan manajemen
menengah dalam perusahaan. BSC ingin memperbaiki sistem konvensional
pengontrolan dan akuntansi dengan memperkenalkan fakta lebih kualitatif dan non-
finansial.
Norton dan Kaplan (1997, h.184) merekomendasikan integrasi sistematis BSC kedalam
sistem manajemen perusahaan yang telah ada. Untuk hal ini mereka mendiskusikan
terutama fase-fase penataan (set-up) dan implementasi strategi. BSC menjadi alat
mentransformasikan strategi kedalam aksi pelaksanaan, Norton dan Kaplan
menekankan pentingnya pelatihan teratur dan tambahan dan komunikasi strategi
internal (seperti dengan leaflet, majalah, intranet, dst) dan pengukuran-pengukuran
sasaran-sasaran terdefinisi diseluruh perusahaan. Melalui penataan sasaran lebih
ambisius, menetapkan definisi pengukuran-pengukuran strategis, dan integrasi
strategi terkait jangka panjang kedalam proses penganggaran tahunan, BSC akan
memperbaiki sistem manajemen perusahaan yang ada saat ini.
Asumsi dasar dalam penerapan BSC adalah pada dasarnya organisasi adalah institusi
pencipta kekayaan, karena itu semua kegiatannya harus dapat menghasilkan
tambahan kekayaan, baik secara langsung maupun tidak langsung.
2. Konsep Umum
Balanced Scorecard terdiri dari 2 suku kata yaitu kartu nilai (scorecard) dan balanced
(berimbang). Maksudnya adalah kartu nilai untuk mengukur kinerja personil yang
dibandingkan dengan kinerja yang direncanakan, serta dapat digunakan sebagai
evaluasi. Serta berimbang (balanced) artinya kinerja personil diukur secara berimbang
dari dua aspek: keuangan dan non-keuangan, jangka pendek dan jangka panjang,
intern dan ekstern. Karena itu jika kartu skor personil digunakan untuk merencanakan
skor yang hendak diwujudkan di masa depan, personil tersebut harus
memperhitungkan keseimbangan antara pencapaian kinerja keuangan dan non-
keuangan, kinerja jangka pendek dan jangka panjang, serta antara kinerja bersifat
internal dan kinerja eksternal (fokus komprehensif).
BSC menerjemahkan visi dan strategi perusahaan kedalam tujuan konkrit terorganisasi
disepanjang jalur 4 perspektif yang berbeda: finansial, pelanggan, proses internal,
dan pembelajaran dan pertumbuhan. Prinsip dasar BSC adalah memfokuskan pada
pelanggan, proses internal, dan pembelajaran dan pertumbuhan sekarang, perusahaan
akan mengamankan posisi finansial masa depannya. Mengenali keseimbangan antara
pengukuran jangka pendek dan menengah ini penting bagi perusahaan yang ingin
cenderung menginginkan kesuksesan finansial jangka pendek yang seringkali juga
diinginkan oleh para pemegang saham.
Terwujudnya pelayanan yang memuaskan (first class service) untuk bisnis PT X, yang
bergerak dalam bidang jasa informasi, sangat ditentukan oleh: ketersediaan data,
mutu data, dan dukungan dari teknologi informasi. Penciptaan produk baru tidak
hanya membutuhkan investasi yang memadai saja, tetapi yang paling penting adalah
bagaimana perkembangan teknologi dapat diikuti dan diadopsi oleh perusahaan.
Untuk mendukung program efektifitas maka perusahaan dituntut untuk menjalankan
operasi secara efektif. Garis kebijakan ini harus melandasi proses operasi perusahaan.
Dalam rangka hal-hal tersebut di muka maka ukuran yang dipilih untuk perspektif
internal adalah: Data Accuracy, Number of Data Entry, Number of Fulfilled
DataRequisition, On Time Service Delivery Percentage, Solved Complaint dan Number
of New Product.
Perspektif terakhir dalam scorecard PT X adalah perspektif employee yang
menyediakan dasar-dasar yang memungkinkan bagi ukuran-ukuran di ketiga perspektif
sebelumnya dapat tercapai. Syarat penting untuk mencapai target dari seluruh ukuran
tersebut adalah peningkatan produktivitas para pekerja. Tanpa adanya hal ini, maka
adalah sangat sulit mencapai target-target perusahaan. Untuk mengukur produktivitas
ini PT X menggunakan ukuran-ukuran sebagai berikut: Number of Skilled Employee,
Number of Training Days, Number of Trained People, Training Investment, Number of
idea, Number of Warning Letter, Employee Satisfaction Index, Employee Turn Over,
dan Revenue per Employee.
Tabel Perbandingan anatara manajemen traditional dan manajemen kontemporer
2. Fungsi pemantauan.
Keluaran yang dihasilkan adalah laporan perkembangan kinerja perusahaan pada
periode tertentu. Manajemen dapat mengetahui sampai tingkat mana pencapaian
kinerja perusahaan untuk periode yang diinginkan setiap saat. Umpan balik dari fungsi
ini adalah timbulnya perhatian manajemen untuk peningkatan kinerja secara
berkesinambungan.
Pengelolaan data Balanced Scorecard dilakukan oleh bagian QAD dengan rincian
pekerjaan sebagai berikut:
Ada beberapa prosedur tanggapan yang dilakukan oleh pihak manajemen dalam
menindaklanjuti laporan kinerja yang ditampilkan ini, yaitu:
1) Melakukan koreksi dengan cara membuat catatan berdasarkan grafik dan diagram
yang ditampilkan pada masing-masing KPI Balanced Scorecard untuk melihat
perkembangan terhadap pelaksanaan kerja dari masing-masing bagiannya apakah
pelaksanaan kerja tersebut dapat mencapai rencana kerja yang telah ditentukan
atau tidak.
2) Mencari penyebab sehingga pelaksanaan kerja yang dilakukan tidak dapat mencapai
rencana kerja yang telah ditentukan sebagai upaya untuk meningkatkan
pelaksanaan kerja periode yang akan datang.
3) Mencari cara agar pelaksanaan kerja yang dilakukan pada periode yang akan datang
dapat mencapai rencana kerja yang ditentukan.
1. Standarisasi ISO
Prinsip penting dalam ISO yang sangat kritikal dalam fungsi pengendalian adalah:
Tulislah apa yang Anda kerjakan, dan kerjakanlah apa yang Anda tulis.
2. Semangat Kaizen
Sistem ini mendorong organisasi ke arah perbaikan yang terus-menerus (continuous
improvement). Respon yang cepat atas perubahan/ketidakberesan merupakan inti
dari sistem manajemen ini.
3. Kader 5 R
Lima R merupakan singkatan dari Ringkas, Resik, Rapih, Rawat, dan Rajin. Ini
merupakan model dasar sikap kerja yang dicanangkan oleh perusahaan.
4. Sistem Pengelolaan Kinerja
Merupakan rekapitulasi penilaian kinerja selama satu tahun untuk masing-masing
karyawan di lingkungan PT. Y. Penilaian karyawan berdasar atas pengamatan
terhadap kompetensi dan pencapaian target kerja.
Pembahasan
Dari uraian Bagian 3 dapat disimpulkan bahwa penerapan Balanced Scorecard yang
telah dijalani PT. X baru merupakan tahap awal dari proses penerapan Balanced
Scorecard yang seutuhnya. Ini dapat dilihat pada penekanan tujuan akhir dari
penerapan Balanced Scorecard pada PT. X yakni semata-mata untuk mengukur
kinerja. Kondisi ini bukanlah merupakan sesuatu yang diharapkan dengan penerapan
BalancedScorecard. Ketika manajemen berfikir bahwa Balanced Scorecard hanyalah
merupakan sekumpulan ukuran baru yang dapat memberikan gambaran kinerja secara
lebih baik daripada ukuran kinerja yang hanya berdasarkan aspek keuangan maka
perusahaan hanya akan mendapatkan sedikit dari banyak keuntungan dengan
penerapan sistem ini. Dengan sudut pandang seperti ini maka PT. X baru mendapatkan
pengukuran kinerja yang lebih berimbang daripada pengukuran kinerja berbasis
anggaran sebagaimana yang telah dilakukan sebelum penerapan Balanced Scorecard
ini.
Titik berikut yang juga harus mendapat perhatian adalah mengenai alasan PT. X
menerapkan Balanced Scorecard. Kejelasan mengenai alasan penerapan Balanced
Scorecard mutlak diperlukan untuk menentukan arah pengembangan Balanced
Scorecard.
Seperti yang telah disebutkan dalam Bagian 2, ada berbagai alasan perusahaan
menerapkan Balanced Scorecard untuk menjalankan bisnisnya, antara lain untuk
mendapatkan kejelasan dan konsensus tentang strategi, mencapai fokus,
pengembangan kepemimpinan, intervensi strategis, mendidik perusahaan,
menetapkan target strategis, menyelaraskan program dengan investasi, serta
membangun sistem umpan balik. Dapat disimpulkan bahwa tidak satupun alasan yang
semata-mata hanya berkaitan dengan peningkatan sistem pengukuran. Setiap alasan
merupakan bagian dari tujuan yang lebih luas yaitu untuk memobilisasi perusahaan ke
arah strategi yang baru. Jadi alasan penerapan Balanced Scorecard pada PT. X
hendaknya tidak hanya untuk mengukur kinerja dengan cara yang lebih baik, tetapi
lebih luas seperti perusahaan yang lain yang telah sukses menerapkan Balanced
Scorecard.
Cara pandang pihak manajemen PT. X harus diubah ke arah yang lebih strategis.
Balanced Scorecard tidak akan banyak memberikan arti manakala masih dianggap
sebagai sistem pengukuran finansial dan nonfinansial saja.
Berikut evaluasi atas penerapan Balanced Scorecard pada PT. X yang terbagi dalam 3
(tiga) bagian sebagai berikut: