Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ketika berbicara hukum, orang cenderung mengupas beberapa aturan yang ada
selain melihat hukum yang hidup dalam masyarakat. Namun saat ini aturan tertulis
(hukum positif) sering dilirik karena dianggap lebih mencerminkan kepastian hukum.
Begitu pula dalam berbicara tentang korupsi, orang akan cenderung menengok pada
aturan yang ada, meskipun aturan tersebut jauh dari kesempurnaan.,Selain itu dalam
penanganan kasus korupsi yang dibutuhkan adalah keberanian aparat penegak hukum
untuk benar-benar menerapkan aturan yang ada 10 Perangkat hukum (peraturan
perundang-undangan) yang ada hanya menjadi salah satu (bagian kecil) dari penegakan
hukum termasuk dalam hal pemberantasan korupsi. Dengan perangkat itulah aparat
penegak hukum sudah seharusnya bergerak dan melakukan langkah-langkah progresif
untuk melaksanakan komitmen memberantas korupsi. Undang-Undang berusaha dibuat
untuk mengatur masyarakat sehingga apabila terjadi pelanggaran akan dapat dikenakan
hukuman tertentu yang setimpal. Berbagai definisi yang menjelaskan dan menjabarkan
makna korupsi dapat kita temui. Dengan penekanan pada studi masing-masing individu
maka korupsi menjadi bermakna luas dan tidak hanya dari satu perspektif saja. Setiap
orang bebas memaknai korupsi. Namun satu kata kunci yang bisa menyatukan berbagai
macam definisi itu adalah bahwa korupsi adalah perbuatan tercela dan harus diberantas.
Asal kata korupsi berasal dari kata corrumpere.
1.2 Tujuan
Untuk menambah wawasan tentang korupsi.
Untuk mengetahui pandangan hukum di Indonesia yang berkaitan dengan korupsi.
Untuk mengetahui tanggapan pemerintah dan warga Indonesia tentang kasus korupsi.

1.3 Manfaat
Manfaat dari penulisan makalah ini adalah agar pembaca dapat mengetahui tentang
korupsi di Indonesia, serta melihat pandangan hukum yang berlaku pada pelaku korupsi
dan bagaimana pendapat pemerintah melihat kasus korupsi. Sehingga dalam
pelaksanaannya tidak terjadi kesalahan.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Korupsi

Korupsi adalah suatu tindak pidana yang memperkaya diri yang secara langsung
merugikan keungan atau perekonomian Negara.
Korupsi (bahasa Latin: Corruptio dari kata kerja Corrumpere yang bermakna
busuku, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok). Secara harfiah, korupsi
adalah perilaku pejabat publik, baik politikus|politisi maupun pegawai negeri, yang
secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat
dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada
mereka.

A. Pengertian korupsi menurt beberapa ahli


Menurut kartini kartono
Korupsi yaitu tingkah laku individu yang menggunakan wewenang dan
jabatan guna mengeduk keuntungan pribadi, merugikan kepentingan umum
dan Negara.
Menurut Robert Klitgaard yang mengupas korupsi dari perspektif
administrasi negara, mendefinisikan korupsi sebagai Tingkah laku yang
menyimpang dari tugas-tugas resmi sebuah jabatan negara karena keuntungan
status atau uang yang menyangkut pribadi (perorangan, keluarga dekat,
kelompok sendiri); atau melanggar aturan-aturan pelaksanaan menyangkut
tingkah laku pribadi.
Berbagai definisi yang menjelaskan dan menjabarkan makna korupsi dapat kita temui.
Dengan penekanan pada studi masing-masing individu maka korupsi menjadi bermakna luas
dan tidak hanya dari satu perspektif saja. Setiap orang bebas memaknai korupsi. Namun satu
kata kunci yang bisa menyatukan berbagai macam definisi itu adalah bahwa korupsi adalah
perbuatan tercela dan harus diberantas.
Dalam arti yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan resmi
untuk keuntungan pribadi. Semua bentuk pemerintahan rentan korupsi dalam prakteknya.
Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk penggunaan pengaruh
dan dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai dengan korupsi berat yang
diresmikan, dan sebagainya. Titik ujung korupsi adalah kleptokrasi, yang arti
harafiahnya pemerintahan oleh para pencuri, dimana pura-pura bertindak jujur pun tidak ada
sama sekali.
Korupsi yang muncul di bidang politik dan birokrasi bisa berbentuk sepele atau berat,
terorganisasi atau tidak. Walau korupsi sering memudahkan kegiatan kriminal seperti
penjualan narkotika, pencucian uang, dan prostitusi, korupsi itu sendiri tidak terbatas dalam
hal-hal ini saja. Untuk mempelajari masalah ini dan membuat solusinya, sangat penting untuk
membedakan antara korupsi dan kriminalitas atau kejahatan.

2.1.1 Unsur-Unsur Korupsi


Beberapa unsur untuk mengidentifikasikan korupsi dalam Undang-Undang tersebut:
1) Melawan Hukum
2) Memperkaya diri sendiri atau orang lain, atau korporasi
3) Dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara
4) bertujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi
5) menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya
karena Jabatan atau kedudukannya.

2.1.2 Korupsi Dalam Pandangan Hukum Di Indonesia

Dalam Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 pasal 2 ayat (1) UU TPK


menyatakan bahwa Tindak Pidana Korupsi adalah setiap orang yang melawan hukum
melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang
dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, tujuan dari praktek-
praktek diatas tercantum dalam pasal 3 yang menyatakan bahwa setiap orang dengan
tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi,
menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena
jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian
Negara.
Adapun sifat dari korupsi itu dibagi dua bagian, yaitu;
A. Korupsi Dibidang Public
Korupsi dalam bidang publik, yaitu praktrk korupsi, legislative maupun
yudikatif. Korupsi dibidang publik ini dapat berupa:
- Nepotisme
Yaitu memasukkan pegawai ke dalam instansi public baik di bidang
eksekutif, legislative, maupun yudikatif tanpa memandang kemampuannya,
tetapi didasarkan kepada kepentingan golongan tertentu, keluarga atau suku.
- Fraus
Yaitu kecenderungan paara peminpin untnuk memperkuat kedudukan yang
kini dimiliki.
- Bribery
Yaitu korupsi yang dilakukan oleh pejabat, berupa penyuapan yang diberikan
oleh seorang swasta dengan maksud mempengaruhi agar member perhatian
istimewa kepada kepentingan-kepentingan si pemberi.
- Birokrasi
Yaitu suatu sistem pemerintahan yang dapat menghilangkan keaslian,
iinisiatif dan menelorkan menusia penjilat. Bahkan tukang sapu, penjaga
pintu, tukang ketik juga ikut pula terlibat dalam korupsi karena dengan uang
rokok (back shish system); uang suapan dapat menjadi pelumas untuk
mempercepat mekanisme administrasi.
B. Korupsi Di Bidang Private
Terutama dalam bidang perdagangan dimana timbul persaingan yang tidak sehat
antara sesame pengusaha, adanya etiket buruk untuk tidak melaksanakan prestasi
ataupun memusnahkan barang jaminan. Di lembaga perguruan tinggi misalnya adanya
pengangkatan tenaga administratif maupun edukatif yang berlebih-lebihan dan kurang
mampu adalah sangat merugikan para mahasiswa dan lain sebagainya.
Landasan perundang-undangan Negara tentang korupsi adalah sebagai berikut:
TAP MPR-RI No. XI/MPR/1998 tanggal 13 November 1998 tentang
penyelenggaraan Negara yang bersih, bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme; terdiri
4 pasal yang berbunyi sebagai berikut:

Pasal 1
Majelis Permusyawaratan Rakyat Republic Indonesia berketetapan untuk
memfungsikan secara proporsional dan benar lembaga tertinggi Negara, lembaga
kepresidenan, lembaga tinggi Negara lainnya, sehingga penyelenggara Negara
brlangsung sesuai dengan undang-undang dasar 1945.
Pasal 2
1. Penyelenggara pada lembaga-lembaga eksekutif, legislatif, dan
yudikatif harus melaksanakan fungsi dan tugasnya dengan baik dan
bertanggung jawab kepada masyarakat, bangsa dan Negara.i prakte.
2. Untuk menjalankan fungsi dan tugasnya tersebut, penyelenggaraan Negara
harus jujur, adil, tebuka dan terpercaya serta mampu membebaskan diri dan
nepotisme.

Pasal 3
1. Untuk menghindari praktek-praktek korupsi, kolusi dan nepotisme, harus
bersumpah sesuai dengan agamanya harus mengumumkan dan bersedia
diperiksa kekayaan sebelum dan sudah menjabat.
2. Pemeriksaan atas kekayaan sebagaimana dimaksud kepada ayat 1 di atas
dilakukan oleh suatu lembaga yang debentuk oleh kepala Negara yang
keanggotaannya terdiri dari pemerintah dan masyrakat.
3. Upaya pemberantasan tindak pidana korupsi dilakukan secara tegas dengan
melaksanakan secara konsisten undang-undang tindak pidana korupsi.

Pasal 4
Upaya pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme harus dilakukan secara tegas
siapapun juga, keluarga dan kroninya maupun pihak swasta / konglomerat
termasuk presiden Soeharto dengan tetap memperhatikan prinsip praduga tak
berrsalah dan hak-hak asasi manusia.

2.1.3 Faktor-Faktor Terjadinya Korupsi


Ketiadaan atau kelemahan kepemimpinan dalam posisi-posisi kunci yang mampu
memberikan ilham dan mempengaruhi tingkah laku yang menjinakkan korupsi.
Kelemahan pengajaran-pengajaran agama dan etika.
Kolonialisme.
Kurangnya pendidikan.
Kemiskinan.
Tiadanya hukuman yang keras.
Kelangkaan lingkungan yang subur untuk perilaku anti korupsi.
Struktur pemerintahan.
Perubahan radikal.
Keadaan masyarakat

2.1.4 Tanggapan Pemerintah dan Rakyat Terhadap Korupsi


Di Indonesia, korupsi berkembang subur di segala bidang pemerintahan dan
nsektor kehidupan (1983). Rakyat kecil yang tidak memiliki alat pemukul guna
melakukan koreksi dan memberikan sanksi, pada umumnya bersikap acuh tak acuh.
Di satu pihak mereka merasa hormat dan takjub akan kemewahan dan cara hidup
golongan jet-set dan para koruptor. Namun di balik itu juga merasa dongkol terhadap
tigkah laku mereka yang berlebih-lebihan. Selanjutnya sikap rakyat menjadi semakin
apatis dengan semakin meluasnya praktik-praktik korupsi oleh beberapa pejabat lokal,
regional maupun nasional.
Sebliknya mahasiswa menanggapi korupsi dengan emosi yng meluap-luap dan
protes-protes terbuka. Mereka sangat sensitif terhadap perbuatan korup mengutuk
perbuatan yang merugikan Negara dan bangsa. Oleh aspirasi soaialnya yang sehat dan
tidak memiliki vested interest, tidak henti-hentinya mereka melontarkan kritik. Lalu
memberikan sugesrti-sugesti kepada pemerintah untuk melakukan tindakan korektif
tegas terhadap perbuatan korupsi.
Tanggapan pemerintah terhadap korupsi juga cukup serius. Sejak tahun 60-an
dilancarkan tim-tim Pemberantasan Korupsi, Undang-undang Korupsi, Komisi Empat
dan OPATIB (Operasi Tertib) Pusat dan Daerah. Secara marathon OPSTIB
memeriksa peristiwa-peristiwa korupsi, baik yang berlangsung di daerah maupun di
pusat pemerintah.
Perkembangan sumber-sumber kekayaan dan kekuasaan yang baru itu
memang memberikan banyak celah untuk berlangsungnya tindak korup, terutama
korupsi meteriil dari kelas-kelas sosial menengah dan tinggi. Namun jelas bagi kita,
bahwa korupsi itu menjadi tanda pengukur bagi:
Tidak adanya perlembagaan politik yang efektif
Tidak adanya partisipasi politik dari sebagian besar rakyat Indonesia, khususnya
rakyat miskin dan masyarakat di daerah pedesaan;
Tidak adanya badan hukum dan sanksi yang mempunyai kekuatan riil.
Berikut ini lima Negara terkorup di asia berdasarkan CPI (Corruption Perception
Index) 2005.

Peringkat Negara Skor


130 Papua nugini 2,3
137 Indonesia 2,2
144 Pakistan 2,1
155 Myanmar 1,8
158 Bangladesh 1,7

2.1.5 Saran-saran untuk penanggulangan korupsi


1. Adanya kesadaran rakyat untuk memikul tanggungg jawab guna melakukan
partisipasi politik dan kontrol sosial, dan tidak bersikap apatis acuh tak acuh,.
Kontrol sosial baru bias efektif, apabila bisa dilaksanakan oleh dewan-dewan
perwakilan yang benar-benar representatif dan otonom, pada taraf desa sampai
taraf pusat/ nasional.
2. Menanamkan aspirasi nasional yang positif. Yaitu mengutamakan kepentingan
nasioanal, kejujuran serta pengabdian pada bangsa dan Negara, melalui sistem
pendidikan formal, non formal, dan pendidikan agama.
3. Para peminpin dan pejabat memberikan teladan, baik dengan mematuhi pola
hidup sederhana dan memiliki rasa tanggung jawab susila.
4. Adanya sanksi dan kekuatan (force) untuk menindak, memberantas dan
menghukum tindak korupsi. Tanpa kekuatan riil dan beranii bertinndak tegas,
semua undang-undang, tim komisi dan operasi menjadi mubazir, menjadi
penakut burung belaka.
5. Reorganisasi dan rasionalisai dari organisasi pemerintahan, melalui
penyederhanaan jumlah departemen beeserta jawatan-jawatan sebawahannya.
Adanya koordinasi antardepartemen yang lebih baik, disertai sistem kontrol yang
teratur terhadap administrasi pemerintah, baik di pusat mauppun di daerah.
6. Adanya sistem penerimaan pegawai berdasarka prinsip achievement atau
keterampilan teknis. Dan bukan berdasarkan norma ascription, sehingga
memberikan keleluasaan bagi berkembangnya nepotisme. Hendaknya dilakukan
pemecatan terhadap pegawai-pegawai yang jelas melakukan korupsi, dan bukan
hanya memindahkan atau mempromosikan mereka ke tempat lain.
7. Adanya kebutuhan pada pegawai-pegawai negeri yang non-politik, demi
kelancaran administrasi pemerintah. Di tunjang oleh gaji yang memadai bagi
pegawai dan ada jaminan masa tua, sehingga berkuranglah kecenderungan untuk
melakukan korupsi.
8. Menciptakan aparatur pemerintahan yang jujur. Kompleksitas hierarki
administratif harus disertai dsisiplin kerja yang tinggi sedang jabatan dan
kekuasaan didistribusikan melalui norma-norma teknis.
9. Sistem budget dikelola oleh pejabat-pejabat yang mempunyai tanggung jawab
etis tinggi dibarengi sisem kontrol yang efisien. Menyelenggarakan sistem
pemungutan pajak dan bea cukai yang efektif dan ada supervisi yang ketat, baik
di pusat maupun di daerah.
10. Herregistraasi (pencatatan ulang) terhadap kekayaan perorangan yang
menyolok, dengan pengenaan pajak yang tinggi. Kekayaan yang statusnya tidak
jelas dan diduga menjadi hasil korupsi, disita oleh Negara.

2.1.6 Contoh Kasus Korupsi Di Indonesia


Kasus Bank Century saat ini belum mencampai titik terang hal ini menjadi
gempar bersamaan dengan hasil audit investigasi Badan Pemeriksa Keuangan
(BPK) yang dilakukan pertama kali, tahun 2008. Hingga di penghujung tahun
2011, kasus ini terus menjadi isu panas dalam penegakan hukum yang
dilakukan. Lembaga hukum adhoc, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) para
pimpinannya sudah berganti. Pimpinan yang baru dibawah komando Abraham
Samad, DPR menaruh harapan besar agar kasus ini tuntas, memproses hukum
mereka yang dinyatakan bersalah dalam skandal menghebohkan selama
pemerintahan SBY-Boediono mulai berdiri. Dalam laporan BPK ketika itu
menunjukkan beberapa pelanggaran yang dilakukan Bank Century sebelum
diambil alih. BPK mengungkap sembilan temuan pelanggaran yang terjadi.
Bank Indonesia (BI) saat itu dipimpin oleh Boedionosekarang wapres
dianggap tidak tegas pada pelanggaran Bank Century yang terjadi dalam kurun
waktu 2005-2008. BI, diduga mengubah persyaratan CAR. Dengan maksud,
Bank Century bisa mendapatkan Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP).
Kemudian, soal keputusan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KKSK)saat itu
diketuai Menkeu Sri Mulyanidalam menangani Bank Century, tidak didasari
data yang lengkap. Pada saat penyerahan Bank Century, 21 November 2008,
belum dibentuk berdasar UU. Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) juga diduga
melakukan rekayasa peraturan agar Bank Century mendapat tambahan dana.
Beberapa hal kemudian terungkap pula, saat Bank Century dalam pengawasan
khusus, ada penarikan dana sebesar Rp 938 miliar yang tentu saja, menurut
BPK, melanggar peraturan BI. Pendek kata, terungkap beberapa praktik
perbankan yang tidak sehat. Atas dasar laporan investigasi awal BPK inilah tak
lama begitu DPR periode yang baru terbentuk periode 2009-2014, bergulir Hak
Angket Skandal Bailout Bank Century Rp 6,7 triliun. Hiruk-pikuk kemudian
terjadi. Saat itu, seluruh fraksi, termasuk fraksi Demokrat mendukung penuh
Hak Angket Century. Pansus Angket Century itu sendiri, terbentuk setelah
disetujui Paripurna DPR, pada 4 September 2009. Satu persatu mereka yang
dianggap relevan, baik keterangan para ahli, sampai mereka yang dituding
terlibat dalam skandal bailout ini, dipanggil DPR. Mantan Wakil Presiden Jusuf
Kalla, di depan Pansus Angket Century, kemudian secara tegas mengatakan,
bahwa pemberian suntikan dana ke Bank Century, adalah sebuah perampokan.
Jusuf Kalla tegas mengatakan, Bank Century tidak berdampak sistemik terhadap
bank-bank lain, jika ditutup. Setahun kemudian, pada 3 Maret 2010, 6 fraksi
(Golkar, PDI-P, Gerindra, Hanura, PKS, dan PPP) mendukung Opsi C yang
setuju adanya pelanggaran peraturan perundang-undangan dalam mem-bailout
Bank Century. Terjadi penyalahgunaan wewenang baik tindak pidana
perbankan, tindak pidana umum, pencucian uang, sampai tindak pidana korupsi.
Jelang penghujung tahun, KPK sudah memeriksa sekitar 70 an saksi terkait
kasus Bank Century ini. Mantan Menkeu Sri Mulyani, sampai Wakil Presiden
Boediono, juga sudah diperiksa oleh KPK. Alhasil, Tim pengawas Kasus
Century DPR yang terbentuk pasca keputusan kemenangan Opsi C, kecewa.
BPK, kemudian diminta untuk melakukan audit forensik untuk mendalami atas
hasil audit investigasi yang dilakukan sebelumnya. Hasilnya, sudah diserahkan
secara resmi oleh BPK kepada pimpinan DPR, pada 23 Desember lalu. Fraksi-
fraksi pendukung Opsi C tetap kecewa berat. Bahkan, memunculkan usulan agar
audit forensik dilakukan oleh auditor independen. Muncul juga gagasan lain
yang membuat kubu pemerintah sedikit was-was. Kasus Bank Century ini, lebih
tepat diselesaikan secara politik melalui Hak Menyatakan Pendapat (HMP) oleh
DPR. Jelang pergantian tahun, kasus ini masih terus panas menjadi
pergunjingan para politisi di DPR mengiringi penantian aksi para pimpinan
KPK yang baru, menuntaskan kasus skandal ini. Fraksi-fraksi yang mendukung
opsi C, samar-samar menyatakan dukungan bila HMP dilakukan. Kubu menolak
opsi C, tentu bersikap sebaliknya. Tahun berganti, kasus hukum ini akan tetap
menjadi bola liar, dan diyakini akan tetap heboh sampai kasus ini benar-benar
tuntas. Tuntas diselesaikan secara hukum, mereka yang terlibat, kata politisi
Partai Golkar, Bambang Soesatyo, anggota timwas Century yang juga
penggagas hak angket skandal perbankan ini.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran

Anda mungkin juga menyukai