Anda di halaman 1dari 3

Qadarullah, anak kedua saya bule.

Bukan karena rambutnya pirang atau matanya biru, tapi


karena dia bukanlah pemakan nasi seperti manusia indonesia pada umumnya. Dari mulai awal
MPASI, kalo di kasih nasi, dalam bentuk apapun (bubur, apalagi normal) langsung di lepeh atau
dimuntahkan. Uniknya anak ini tau bangeett itu nasi, mau di umpetin kayak apa juga, gak
ngaruh. Nah karena nggak makan nasi ini, asupan makanan lainnya jadi sgt berkurang jauh.
Seperti biasa.. kalau menemukan anak Indonesia yang tidak mau makan nasi, sekeluarga besar
langsung panic gak karuan. Whats wrong???? Kok kakaknya pemakan segala (baca: nasi
dengan semangkuk tumis kangkung aja hepi), adiknya kok bisa bule beginih? Apa karena
kulitnya agak putihan dikit, lantas selera lidahnya menyesuaikan diri? Nggak mungkin kan.
Secara emaknya aja putih.. tetep makan nasi kok.. (#eaaa)
Neneknya, karena nggak pernah punya cucu bule sebelumnya, dan punya hobi masak yang luar
biasa, mulai memutar otaknya dan membuat makanan dari yang umum sampai yang sy nggak
pernah dengar di telinga: bola-bola nasi abon goreng tabur mesis. Maklum, namanya juga orang
panik. Cucunya? gak mau juga. boro2 abis dua, masuk segigit juga nggak..
Setelah neneknya kehilangan ide untuk memasak makanan yang mengandung nasi dengan
harapan cucu bule ini akan finally makan nasi, mulai deh emaknya di dorong2 untuk ke dokter.
Karena anaknya tidak normal spt manusia Indonesia lainnya, maka dia di anggap sakit. Dan
orang sakit, kudu ke dokter dong. Karena masalahnya di seputar makanan.. jadi kita ke dokter
dengan subspesialisasi terdekat dengan makanan pencernaan.
Saya menyambangi 2 dokter anak spesialis pencernaan paling terkemuka di 2 rumah sakit besar
yang berbeda di Jakarta. Dokter 1 kasih some kind of puyer yang magical, walaupun nggak bisa
membuat kaizan makan nasi, tapi ya lumayan, nambah selera makannya. Dokternya bilang kalau
sudah habis, balik, di ksh puyer sesi 2. Dan puyer sesi 2 gagal. Kaizan balik ke nggak mau
makan dan tetep nggak mau makan nasi. Memperpendek cerita, prosesi dokter 2 persis sama
dengan dokter 1. Persis.. sissis. Mana kalau dokter sekaliber itu nunggu antriannyaaa. Udh
kyk di padang mahsyar rasanya #soktau. Diagnosa akhirnya sama: anak ibu bule. Kebetulan
saja ibunya bukan. Tmn saya nggak makan nasi sampe sekarang, idup juga, jadi dokter juga. Jadi
dont worry
Lantas apakah neneknya merasa itu jawaban yang cukup? Tentu tidak. Kita akhirnya
menyepakati ke SATU dokter lg, untuk nyari THIRD opinion. Akhirnya saya ke dokter favorit
sy. Dokter ini sy temui kalau all else fails. Ketika saya bawa kaizan ke dokter ini, dia tanya..
mau imunisasi bu? Sy blg nggak. Dia cek lg medical recordnya, berat badannya mungkin relative
kurus tapi nggak lah tinggal tulang, tinggi badan oke, suhu normal. "Jadi anak ibu kenapa", tanya
nya?
Saya bilang, dia nggak mau makan nasi dok. Sama skali. Dan kalau makan sedikit banget.
Kenapa ya dok. Saya takut anak saya kurang gizi.
Dokter itu melihat saya dengan pandangan seriously?? (jika di translate ke bahasa alay jadi
Ciyus lo?) .Setelah dia diam beberapa saat, dia mulai paragraph panjang yang sampai sekarang
tidak akan saya lupakan (tentunya penjelasan di bawah nggak akan plek2 perkata, karena selain
kejadiannya udah lama bgt, itu dokter lulusan luar kayaknya, jadi bahasanya setengah ng-inggris
gitu, jadi kalau translationnya beda2 dikit, maklumi saja lah ya..):
Bu., anak tidak mau makan disebabkan oleh DUA hal.
1. Dia emang bukan pemakan. Ada orang yang hidup untuk makan. Ada yang makan untuk
hidup. Tipe pertama akan menghabiskan banyak waktu, uang dan tenaga untuk memanjakan
lidah dan perut mereka. Karena mereka SUKA makan. Tipe kedua tau kalau mereka nggak
makan, mereka mati. Jadi ya terpaksa makan. Ibu umurnya berapa? Katakan 30. Emang
semuaaaa orang yang usianya 30 seperti ibu? memiliki selera makan seperti ibu? Memiliki badan
sebesar ibu? Nggak kan. Ada yang lbh kurus dan ada yang lbh gemuk. kenapa anak ibu harus
sama dengan semua anak 2th lainnya? Mungkin hes simply not an eater aja.
(dlm hati sy.. eh.. ini ayahnya kaizan banget. Kalau saya mah hidup untuk makan.. tapi ayahnya
makan murni untuk hidup doang. Makanya kyknya badan kami kayaknya sesuai ukuran lambung
masing2. Huks.)
Alasan ke:
2. Adalah karena IBUNYA MAKSAIN DIA MAKAN MULU!!!. Setiap jam di tawarin makan.
Kadang setiap setengah jam, panik nggak karuan. Belum susunya seabrek2. Trus cemilan.
dibikinin A nggak mau. Trs bikin B deh, tawarin lagi. Di sogok, di rayu, di paksa. Bayangin deh
bu nggak enaknya. Coba ibu digituin, di tawarin untuk makaaaaaaaaaannn mulu. Kadang udah
nggak 3x sehari lg.. hampir setiap waktu! Lagian sy nggak ngerti kenapa harus 3x sehari. Orang
jam lapernya kan beda2. Saya laper sekarang masa saya paksa ibu untuk laper sekarang juga?
gak masuk akal
(dalam hati saya.. eh.. ini mah guwe banget. Maksa2 ga karuan. maapin mama ya Kai)
Ibu tau kenapa para ibu begitu ke anaknya? lanjut dokternya
Karena mindset nya mindset kuno! mereka membesarkan anak mereka dengan cara mereka di
besarkan: Harus 4 sehat 5 sempurna . padahal kita sudah nggak pake itu lagi. Dan alasan yang
paling besar kenapa para ibu suka maksa anaknya makan adalah PARA IBU DI TEKAN OLEH
SEKELILINGNYA, ya ibunya (nenek si anak itu), iparnya, tetangga, suami, untuk memastikan
anaknya sehat, lucu dan gendut. Padahal gendut itu justru nggak sehat. Anaknya sedikit susah
makan, neneknya mulai deh nyindir, belum tantenya yang endlessly ngebandingin sama anaknya
yang seusia, ugghh..
Jadi anak ibu Sehat. Cukup. Ibu tau nggak anak segini kalau seharian cuma makan bbrp sendok
alpukat saja itu gak papa. Ibu tau, di alpukat itu ada banyak sekali gizi yang memadai untuk
energy anak sehari. So dont be too worry lah.
(dalam hati saya rasanya pengen punya buraq dan seketika bawa mama saya ke ruang dokter
itu biar beliau dengar sendiri)
Hari itu saya pulang dengan amunisi dan penjelasan menyenangkan yang bisa di terima logika
saya.. dan untuk sekitar saya pula yang.. suka sekali menawarkan anak saya untuk makan.. setiap
waktu.
Anak di bawah 7 nggak akan mogok makan berhari-hari. Dia PASTI makan. Kalau dia bisa
nggak makan SAMA SEKALI selama 12 jam, sudah bisa ikut puasa ramadhan dong. Jadi
mereka pasti makan. Masalahnya terletak di DIA MAKAN HAL2 YANG IBU TIDAK
ANGGAP ITU MAKANAN. karena emaknya org endonesah, jd kl anaknya blm makan nasi
ama lauk di hitungnya belum makan mulu kalo cuma makan bolu, donat, roti, susu dan cuil2
tempe. Padahal di bolu itu sudah ada tepung (karbo), telur (protein). Betul, bentuknya tidak
seperti nasi yang ibu konsumsi, tapi kalau ibu bukan bule, masa anaknya nggak blh jadi bule
juga? Kalau anak kita idungnya nggak mirip kita. Atau matanya.. apa kita paksa? Nah, sama aja.
Kalau selera makannya berbeda, kenapa juga kudu di paksa sama?
Jadi si bule saya sekarang saya biarkan jadi bule. Pagi makan pukis, sereal atau roti. Siang
kadang jagung pake susu dan keju atau tahu bakso, tempe, ayam, jamur or whatever yang ada
dikulkas dan di atas meja. Malam kentang goreng, keripik singkong, martabak keju, roti canai
pake dan mentega. Karena agak susah masuk sayurnya, jadi dia ganti sama buah. Dia super
frutarian. Semua buah dia lahap dengan cepat dan sukacita. 1 melon kadang gak sampe 2 hari
bisa bertahan di rumah. Kebayang kan budget saya untuk buah2an sebulannya, untung neneknya
sekarang, setelah memahami bahwa cucunya satu ini bule, hobi sedekah buah utk kita.
Hahahaha..
Selama dia cerdas, tumbuh, dan berat badannya .. yaa.. cukuplah, untuk saya kebahagiaan yang
dia rasa untuk makan apa yang dia suka dan tidak membahayakan dirinya lebih penting dari apa
yang masuk setiap saatnya. Toh kalau dia lapar, dia akan cari makan. Kalau makanan yang dia
makan krg bergizi, itu murni salah saya memfasilitasi. Karena kalau barangnya nggak ada, nggak
mungkin kan dia bisa konsumsi.
So saya menularkan ilmu dokter tersebut ke semua ibu yang stress berat di tekan dari segala
penjuru hanya karena anaknya kurang makan. Selama anak ibu sehat, ceria, aktif dan tumbuh
sesuai porsinya, kurang2 dikit dari KMS, dont worry too much lah. Kan kata hadistnya
Tidaklah anak cucu Adam mengisi wadah yang lebih buruk dari perutnya. Sebenarnya beberapa
suap saja sudah cukup untuk menegakkan tulang rusuknya. Kalau toh dia harus mengisinya,
maka sepertiga untuk makanan, sepertiga untuk minuman, dan sepertiga lagi untuk bernapas.
(H.R. Turmudzi, Ibnu Majah, dan Muslim). dan sunnatullah, gk pernah salah kan ya?
Jadi berhentilah. Berhenti menawarkan, merayu apalagi menyuapi. Berhenti membiarkan diri di
tekan oleh orang2 yang bahkan tidak melahirkan anak ibu. Dan jika anda adalah suami, nenek,
tante dari anak yang berbadan kurus.. berhenti juga. Berhenti menekan ibu anak itu untuk terus
menyuapi anaknya. Kasian. Kasian ibunya.. apalagi anaknya. Tanpa anda tekan, ibu itu sudah
cukup khawatir sama kekurusan dan selera makan anaknya. Tanpa anda tekan, dia sudah
berjuang sepenuh jiwa raga agar anak itu tetap makan, sehat dan bahagia. Apa anda pikir ibu itu
tidak berusaha semaksimal mungkin untuk memberikan yang terbaik untuk anaknya? Tanpa
anda tekan, ibu itu pasti kasih makan anaknya, dan anaknya pasti akan minta makan ketika lapar.
Wong bayi baru lahir saja sudah tau harus menangis jika perut terasa harus diisi. Apalagi bayi2
yang sudah lebih gedean lagi. so dont worry. Mereka akan makaneventually.
Makan itu adalah aktifitas yang akan harus dia lakukan seumur hidupnya sampai dia mati. Jadi
pengalaman yang berhubungan dengan makan harus menyenangkan hati. Kalau mereka makan
yang mnrt ibu bukan makanan untuk umumnya orang Indonesia, biarkan sajalah. Berarti
mungkin ibu juga punya anak bule, seperti saya.
#sarrarisman
*jika dirasa manfaat, tidak perlu izin utk membagikan artikel ini

Anda mungkin juga menyukai