Anda di halaman 1dari 15

REFERAT

GEJALA KLINIS DAN TATALAKSANA RUBELLA

Oleh:

Harry Nugraha

030.12.121

Pembimbing:

dr. H. Didi Sukandi, Sp.A

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


PERIODE 12 JUNI 25 AGUSTUS 2017

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARAWANG


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI JAKARTA
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas Anugerah Keselamatan dan
Belas Kasih-Nya yang telah memampukan penulis sehingga dapat menyelesaikan
tugas makalah Referat dengan judul Gejala Klinis Dan Tatalaksana Rubella. Referat
ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas dalam Kepaniteraan Klinik di Stase Ilmu
Kesehatan Anak di Rumah Sakit Umum Daerah Karawang.

Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak
sangatlah sulit untuk menyelesaikan Referat ini. Oleh karena itu, penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. H. Didi Sukandi, Sp.A
selaku pembimbing yang telah membantu dan memberikan bimbingan dalam
penyusunan Referat ini, dan kepada semua pihak yang turut serta membantu
penyusunan Referat ini.

Penulis sangat terbuka dalam menerima kritik dan saran karena penyusunan
Referat ini masih jauh dari kata sempurna. Semoga ini bisa bermanfaat bagi setiap
orang yang membacanya.

Karawang,..2017

Penulis

ii
LEMBAR PENGESAHAN

Referat dengan Judul

Gejala Klinis Dan Tatalaksana Rubella

Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing, sebagai syarat untuk menyelesaikan
kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Anak di RSUD Karawang

Periode 12 juni 25 agustus 2017

Karawang,.2017

(dr. H. Didi Sukandi, Sp. A)

iii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................... ii

LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................................. iii

DAFTAR ISI..........................................................................................................................iv

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................................... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................................

BAB III KESIMPULAN..........................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................................

iv
BAB I
PENDAHULUAN
Rubella atau (German measles) menjadi terkenal karena sifat teratogeniknya.
Rubella merupakan suatu penyakit virus yang umum pada anak dan dewasa muda,
yang ditandai oleh suatu masa prodromal yang pendek, pembesaran kelenjar getah
bening servikal, suboksipital dan postaurikular, disertai erupsi yang berlangsung 2 - 3
hari.

Rubella disebabkan oleh suatu RNA virus, genus Rubivirus, famili


Togaviridae. Virus dapat diisolasi dari biakan jaringan penderita. Secara
fisikokimiawi virus ini sama dengan anggota virus lain dari famili tersebut, tetapi
virus rubella secara serologik berbeda. Pada waktu terdapat gejala klinis virus
ditemukan pada sekret nasofaring, darah, feses dan urin. Virus rubella hanya
menjangkiti manusia saja.

Pada anak yang lebih besar dan orang dewasa dapat terjadi infeksi berat
disertai kelainan sendi dan purpura. Kelainan prenatal akibat rubella pada kehamilan
muda dilaporkan pertama kali oleh Gregg di Australia pada tahun 1941. Rubella pada
kehamilan muda dapat mengakibatkan abortus, bayi lahir mati, dan menimbulkan
kelainan kongenital yang berat pada janin. Sindrom rubella kongenital merupakan
penyakit yang sangat menular, mengenai banyak organ dalam tubuh dengan gejala
klinis yang luas. Hingga saat ini penyakit rubella masih merupakan masalah dan terus
diusahakan eliminasinya.

1.Kliegman, R. M, Marcdante, K. J, Jenson, H. B., Behrman, R. E. 2013. Nelson Essentials of Pediatrics,


Edisi ke-6, Elsevier Publications, p-122

2. Sumarmo S. Poorwo Soedarmo, Herry Garna, Sri Rezeki S. Hadinegoro, Hindra Irawan Satari, et al.
Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis. Edisi kedua. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2008.

Infeksi rubella tetap menjadi salah satu penyebab utama cacat lahir kongenital
yang dapat dicegah. Pada Desember 2010, 131 dari 194 Negara Anggota WHO
memasukkan vaksin yang mengandung rubella (RCVs) dalam program imunisasi
rutin mereka, dalam bentuk MR atau MMR.
3. World Health Organization. Controlling rubella and preventing congenital rubella syndrome global progress,
2009. Weekly Epidemiological Record, 2010, 85(42):413417.

v
Apabila penyakit ini menyerang anak yang lebih tua dan dewasa, terutama
wanita dewasa, infeksi kadang-kadang dapat berat, dengan manifestasi
keterlibatan sendi dan purpura. Dan bila bila penyakit ini menyerang ibu yang
sedang mengandung dalam tiga bulan pertama, bisa menyebabkan cacat bayi
waktu dilahirkan. Rubella pada awal kehamilan dapat menyebabkan anomali
kongenital berat. Sindrom rubella kongenital adalah penyakit menular aktif
dengan keterlibatan multisistem, spektrum ekspresi klinis luas, dan periode
infeksi aktif pascalahir dengan pelepasan virus yang lama.
- James, C. 2000. Rubella. Dalam: Kandun, I.N (Editor). Manual Pemberantasan Penyakit Menular
(hal. 453 456). Balai Penerbit FKUI, Jakarta, Indonesia.
- Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Ilmu Kesehatan Anak Jilid 2. Jakarta.2005.

Di negara-negara yang belum mengenalkan vaksin rubella, kebanyakan anak


sudah menerima dua dosis vaksin campak melalui kombinasi imunisasi rutin dan SIA
(supplementary immunization activity) sebagai bagian dari pengurangan risiko
campak atau upaya eliminasi regional. Beralih dari vaksin M ke MR (measles-rubella)
atau MMR di negara-negara ini merupakan peluang yang tidak boleh dilewatkan
untuk mencegah rubella dan CRS. Selain itu, pada bulan November 2011, GAVI
membuka jendela pendanaan untuk mendukung pengenalan RCV dengan
menggunakan strategi yang direkomendasikan oleh SAGE (Strategic Advisory Group
of Experts on immunization) pada tahun 2011.

World Health Organization. Rubella vaccines. WHO Position Paper. Weekly


Epidemiological Record, 2011, 86:301316.

Strategi ini terdiri dari melakukan kampanye vaksinasi dini tingkat awal, dikombinasikan
dengan memperkenalkan vaksin MR dalam program imunisasi rutin anak-anak, menggunakan
vaksin MR di semua kampanye tindak lanjut berikutnya, dan memperkenalkan kegiatan
pemantauan rubela dan CRS.

Global measles and rubella strategic plan : 2012-2020. Publications of the World Health
Organization are available on the WHO web site (www.who.int)

vi
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Nama rubella berasal dari istilah Latin yang berarti "merah kecil." Rubella
umumnya merupakan penyakit exanthematous jinak. Hal ini disebabkan oleh virus
rubella, yang merupakan anggota genus Rubivirus dari keluarga Togaviridae. Hampir
satu setengah dari individu yang terinfeksi virus ini tidak menunjukkan gejala.
Manifestasi klinis dan tingkat keparahan penyakit bervariasi seiring bertambahnya
usia. Misalnya, infeksi pada anak yang lebih muda ditandai dengan gejala
konstitusional ringan, ruam, dan adenopati subokcipital; Sebaliknya, pada anak yang
lebih tua, remaja, dan orang dewasa, rubella mungkin dipersulit oleh arthralgia,
arthritis, dan purpura trombositopenik.
Ezike E, MD. Pediatric Rubella. 2017.http://emedicine.medscape.com/article/968523-overview. (accesed july 16,
2017).

B. EPIDEMIOLOGI

Anak laki-laki dan wanita sama-sama terkena. Pada populasi yang rapat
seperti institusi dan Asrama tentara, hampir 100% dari individu yang rentan dapat
terinfeksi. Pada kelompok keluarga penyebaran virus kurang: 50-60% anggota
keluarga yang rentan mendapat penyakit. Rubella biasanya terjadi selama musim
semi.1 Penyakit ini terdistribusi secara luas didunia. Epidemi terjadi dengan
interval 5-7 tahun (6- 9 tahun), paling sering timbul pada musim semi dan
terutama mengenai anak serta dewasa muda. Pada manusia virus ditularkan
secara oral droplet dan melalui plasenta pada infeksi kongenital. Sebelum ada
vaksinasi, angka kejadian tertinggi terdapat pada anak usia 5-14 tahun. Dewasa
ini kebanyakan kasus terjadi pada remaja dan dewasa muda. Kelainan pada fetus
mencapai 30% akibat infeksi rubella pada ibu hamil selama 1 minggu pertama
kehamilan. Risiko kelainan pada fetus tertinggi (50-60%) terjadi pada bulan :
pertama dan menurun menjadi 4-5% pada bulan keempat kehamilan ibu. Survei
di Inggris (1970-1974)menunjukan insidens infeksi fetus sebesar 53% dengan
rubella klinis dan hanya 19% yang subklinis. Sekitar 85% bayi yang terinfeksi
rubella kongenital mengalami defek. 2
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan bahwa kematian terkait
Kasus rubella yang dilaporkan menurun dari sekitar 670.800 pada tahun 2000

vi
i
menjadi sekitar 33.100 pada tahun 2014, meskipun data surveilans rubella tidak
konsisten.
CDC. Global progress toward rubella and congenital rubella syndrome control and elimination, 20002014
Available at []. MMWR Morb Mortal Wkly Rep 2015;64:10525.
https://www.cdc.gov/mmwr/preview/mmwrhtml/mm6437a5. htm.

Eliminasi rubella, congenital rubella sindrom (CRS) ataupun campak adalah


tujuan dari Rencana Aksi Vaksin Global (Global Vaccine Action Plan / GVAP)
yang disahkan oleh World Health Assembly pada tahun 2012. Semua WHO
sekarang telah menetapkan tujuan untuk menghilangkan campak (dan di beberapa
daerah juga rubella) pada tahun 2020.
Datta SS et al. Progress and challenges in measles and rubella elimination in the WHO European Region.
Vaccine (2017), http://dx.doi.org/10.1016/j.vaccine.2017.06.042

Di Wilayah Eropa, semua 53 Negara Anggota telah berkomitmen untuk


menghapus rubella dan campak. Pada pertemuan Komite WHO European
Regional September 2010, Negara-negara Anggota memperbarui komitmen
mereka untuk menghilangkan campak dan rubella dan mencegah CRS pada tahun
2015 oleh, (1) meningkatnya permintaan dan pengiriman vaksinasi untuk
mencapai dan mempertahankan cakupan 95% dengan dua dosis Vaksin yang
mengandung campak pada rentang usia yang luas, (2) menerapkan tindakan
pengendalian wabah yang efektif, dan (3) memperkuat surveilans lebih lanjut
untuk mengidentifikasi kasus dan kasus segera, dan untuk memvalidasi eliminasi
[8]. Pada bulan September 2014, semua Negara Anggota menegaskan kembali
komitmen mereka terhadap tujuan eliminasi campak dan rubella sebagai bagian
dari dukungan Rencana Aksi Vaksin Eropa 2015-2020 (EVAP) oleh Komite
Regional Eropa WHO [9]. Sementara sejumlah negara di Kawasan ini masih
endemik campak dan rubella, semakin banyak negara telah mengganggu
transmisi endemik penyakit ini. Laporan ini merangkum kemajuan yang dibuat
terhadap eliminasi campak dan rubella di Wilayah Eropa WHO.
Datta SS et al. Progress and challenges in measles and rubella elimination in the WHO European Region.
Vaccine (2017), http://dx.doi.org/10.1016/j.vaccine.2017.06.042

C. ETIOLOGI

vi
ii
Virus rubella diasingkan pertamakali pada tahun 1962 oleh Parkman dan Weller.

Anonim. Rubella. http://www.cdc.gov/nip/publications/pink/ rubella.pdf. (accesed july 17,


2017).

Rubella merupakan virus RNA yang termasuk dalam genus Rubivirus, famili
Togaviridae, dengan jenis antigen tunggal yang tidak dapat bereaksi silang dengan
sejumlah grup Togavirus lainnya. Virus rubella memiliki 3 protein struktural utama
yaitu 2 glycoprotein envelope, E1 dan E2 dan 1 protein nukleokapsid. Secara
morfologi, virus rubella berbentuk bulat (sferis) dengan diameter 6070 mm dan
memiliki inti (core) nukleoprotein padat, dikelilingi oleh dua lapis lipid yang
mengandung glycoprotein E1 dan E2. Virus rubella dapat dihancurkan oleh
proteinase, pelarut lemak, formalin, sinar ultraviolet, PH rendah, panas dan
amantadine tetapi nisbi (relatif) rentan terhadap pembekuan, pencairan atau sonikasi.
Department of Health and Human Services. Center for Disease Control and prevention. Epidemiology and
Prevention of Vaccine Preventable Disease. 2005. http://www.cdc.gov. (accesed july 20, 2017).

Anonim. Rubella. http://www.cdc.gov/nip/publications/pink/ rubella.pdf. (accesed july 20, 2017).

Handojo I. Imunoasai Untuk Penyakit Infeksi Virus. Dalam: Imunoasai Terapan Pada Beberapa Penyakit
Infeksi. Surabaya, Airlangga University Press. 2004; 17688.

Gambar 1.

Virus Rubella terdiri dari lapisan glycoprotein, lemak dan inti dengan RNA
University of South Carolina School of Medicine. Microbiology and immunology. 2016.
http://www.microbiologybook.org/mhunt/rubella.htm (accesed july 21, 2017).

Virus Rubella(VR) terdiri atas dua subunit struktur besar, satu berkaitan dengan
envelope virus dan yang lainnya berkaitan dengan nucleoprotein core.
Indonesian Journal Of Clinical Pathology And Medical Laboratory. 2007;13(2):64

ix
D. PATOGENESIS

Penularan terjadi melalui oral droplet, dari nasofaring, atau rute pernafasan.
Selanjutnya virus rubella memasuki aliran darah. Namun terjadinya erupsi di kulit
belum diketahui patogenesisnya. Virernia mencapai puncaknya tepat sebelum tirnbul
erupsi di kulit. Di nasofaring virus tetap ada sampai 6 hari setelah timbulnya erupsi
dan kadang-kadang lebih lama. Selain dari darah dan sekret nasofaring, virus rubella
telah diisolasi dari kelenjar getah bening, urin, cairan serebrospinal, ASI, cairan
sinovial dan paru. 2

Rubela ditularkan melalui kontak langsung atau tetesan dari sekresi nasofaring dan
memiliki masa inkubasi rata-rata 17 hari (kisaran: 12-23 hari). Orang dengan rubella
paling banyak menular saat ruam meletus atau pecah, tapi bisa juga menularkan virus
7 hari sebelum hingga 7 hari setelah timbul ruam.
Huong McLean, PhD, MPHet al. VPD Surveillance Manual, 5th Edition, 2012 Rubella: Chapter 14-2

Pathophysiology antenatal

Portal masuknya virus rubella yang biasa adalah epitel pernafasan nasofaring.
Virus ditularkan melalui partikel aerosol dari sekresi saluran pernafasan individu yang
terinfeksi. Virus menempel dan menyerang epitel pernafasan. Kemudian menyebar
hematogen (viremia primer) ke limfatik regional dan jauh dan bereplikasi dalam
sistem retikuloendotelial. Hal ini diikuti oleh viremia sekunder yang terjadi 6-20 hari
setelah infeksi. Selama fase viremik ini, virus rubella dapat ditemukan dari berbagai
tempat tubuh termasuk kelenjar getah bening, urin, cairan serebrospinal (CSF),
kantung konjungtiva, air susu ibu, cairan sinovial, dan paru-paru. Viremia menguncak
sesaat sebelum onset ruam dan menghilang tak lama kemudian. Orang yang terinfeksi
mulai menumpahkan virus dari nasofaring 3-8 hari setelah terpapar selama 6-14 hari
setelah onset ruam.
Ezike E, MD. Pediatric Rubella. 2017.http://emedicine.medscape.com/article/968523-overview. (accesed july 16,
2017).

Pathophysiology Congenital rubella syndrome

Infeksi janin terjadi secara transplasenta selama fase viremik ibu, namun
mekanisme dimana virus rubella menyebabkan kerusakan janin kurang dipahami.
Cacat janin yang diamati pada sindrom rubella kongenital kemungkinan sekunder
akibat vaskulitis yang mengakibatkan nekrosis jaringan tanpa pembengkakan.
Mekanisme lain yang mungkin adalah kerusakan virus langsung dari sel yang
terinfeksi. Studi telah menunjukkan bahwa sel yang terinfeksi rubella pada awal
periode janin telah mengurangi aktivitas mitosis. Ini mungkin akibat kerusakan
kromosom atau karena produksi protein yang menghambat mitosis. Terlepas dari

x
mekanismenya, setiap luka yang mempengaruhi janin pada trimester pertama (selama
fase organogenesis) menyebabkan cacat organ bawaan.
Ezike E, MD. Pediatric Rubella. 2017.http://emedicine.medscape.com/article/968523-overview. (accesed july 16,
2017).

D. MANIFESTASI KLINIS

Masa lnkubasi

Masa inkubasi berkisar antara 14 - 21 hari. Dalam beberapa laporan lain waktu
inkubasi minimum 12 hari dan maksimum 17 sampai 21 hari.
Huong McLean, PhD, MPHet al. VPD Surveillance Manual, 5th Edition, 2012 Rubella: Chapter 14-2

Masa Prodromal

Pada anak biasanya erupsi timbul tanpa keluhan sebelumnya; jarang disertai gejala
dan tanda pada masa prodromal. Namun pada remaja dan dewasa muda masa
prodromal berlangsung 1-5 hari dan terdiri dari demam ringan, sakit kepala, nyeri
tenggorok, kemerahan pada konjunghva, rinitis, batuk dan lirnfadenopati. Gejala ini
segera menghilang pada waktu erupsi timbul. Gejala dan tanda prodromal biasanya
mendahului erupsi di kulit 1-5 hari sebelumnya. Pada beberapa penderita dewasa
gejala dan tanda tersebut dapat menetap lebih lama dan bersifat lebih berat. Pada 20%
penderita selama masa prodromal atau hari pertama erupsi, timbul suatu enantema,
Forschheimer spot, yaitu makula atau petekia pada palatum molle, bisa saling
merengkuh sampai seluruh permukaan faucia. Pembesaran kelenjar limfe bisa timbul
5 - 7 hari sebelum timbul eksantema, khas mengenai kelenjar suboksipital,
postaurikular dan servikal, dan disertai nyeri tekan.

Masa Eksantema

Seperti pada rubeola, eksantema mulai retroaurikular atau pada muka dan dengan
cepat meluas secara kraniokaudal ke bagian lain dari tubuh. Mula-mula berupa
makula yang berbatas tegas dan kadang-kadang dengan cepat meluas dan menyatu,
memberikan bentuk morbillifom. Pada hari kedua eksantema di muka menghilang,
diikuti hari ke-3 di tubuh dan hari ke-4 di anggota gerak. Pada 40% kasus infeksi
rubella terjadi tanpa eksantema. Meskipun sangat jarang, dapat terjadi deskuamasi
post eksantematik. Limfadenopati merupakan suatu gejala klinis yang penting pada
rubella. Biasanya pembengkakan kelenjar getah bening itu berlangsung selama 5-8
hari. Pada penyakit rubella yang tidak mengalami penyulit sebagian besar penderita
sudah dapat bekerja seperti biasa pada hari ke-3. Sebagian kecil penderita masih
terganggu dengan nyeri kepala, sakit mata, rasa gatal selama 7-10 hari.

xi
E. Diagnosis

Diagnosis klinis seringkali sukar dibuat untuk seorang penderita oleh karena
tidak ada tanda atau gejala yang patognomik untuk rubella. Seperti dengan penyakit
eksantema lainnya, diagnosis dapat dibuat dengan anamnesis yang cermat. Rubella
merupakan penyakit yang epidemi sehingga bila diselidiki dengan cermat, dapat
ditemukan kasus kontak atau kasus ain di dalam lingkungan penderita. Sifat demam
dapat membantu dalam menegakkan diagnosis, oleh karena demam pada rubella
jarang sekali di atas 38,5 C.

Pada infeksi yang tipikal, makula merah muda yang menyatu menjadi eritema
difus pada muka dan badan serta artralgia pada tangan penderita dewasa merupakan
petunjuk diagnosis rubella.

Perubahan hematologik hanya sedikit membantu penegakan diagnosis.


Peningkatan sel plasma 5-20% merupakan tanda yang khas. Kadang-kadang terdapat
leukopenia pada awal penyakit yang dengan segera diikuti limfositosis relatif. Sering
terjadi penurunan ringan jurnlah trombosit.

Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan serologi yaitu: adanya


peningkatan titer antibodi 4 kali pada haemaglutination inhibition test (HAIR) atau
ditemukannya antibodi IgM yang spesifik untuk rubella. Titer antibodi mulai
meningkat 24-48 jam setelah permulaan erupsi dan mencapai puncaknya pada hari ke
6-12. Selain pada infeksi primer, antibodi IgM spesifik rubella dapat ditemukan pula
pada reinfeksi. Dalam hal ini adanya antibodi IgM spesifik rubella harus di
interpretasi dengan hati-hati. Suatu penelitian telah menunjukkan bahwa telah terjadi
reaktivitas spesifik terhadap rubella dari sera yang dikoleksi, setelah terinfeksi virus
lain.

Pada kehamilan, 1-2 rninggu setelah timbulnya rash dapat dilakukan


pemeriksaan serologi IgM-immunoassay (dengan sampel berasal dari tenggorok atau
urin) sebanyak dua kali dengan selang 1-2 rninggu. Bila didapatkan kenaikan titer
sebanyak 4 kali, dapat dipertimbangkan terminasi kehamilan.

Istilah kasus untuk rubella yang telah disetujui oleh Council of State and
Territorial Epidemiologists (CSTE) pada tahun 2012.

Suspek: Setiap penyakit ruam umum dari onset akut yang tidak memenuhi kriteria
kemungkinan (probable) rubella atau terkonfirmasi atau penyakit lainnya.

Kemungkinan: Dengan tidak adanya diagnosis yang lebih mungkin, penyakit yang
ditandai oleh semua hal berikut:

onset akut ruam makulopapular umum; dan

suhu lebih besar dari 99,0 F atau 37,2 C, jika diukur; dan

xi
i
artralgia, artritis, limfadenopati, atau konjungtivitis; dan

kurangnya hubungan epidemiologi dengan kasus rubella yang dikonfirmasi


laboratorium; dan

pengujian non-kosmopolitan atau tidak serologis atau virologi.

Terkonfirmasi: Kasus dengan atau tanpa gejala yang memiliki bukti laboratorium
tentang infeksi rubella yang dikonfirmasi oleh satu atau beberapa hal berikut:

Isolasi virus rubella; atau

Deteksi asam nukleat spesifik virus rubella dengan reaksi berantai polimerase; atau

Kenaikan yang signifikan antara titer fase akut dan convalescent pada tingkat
antibodi serum rubella immunoglobulin G dengan uji serologis standar; atau

Tes serologis positif untuk antibodi imunoglobulin M (IgM) rubella, ATAU

Penyakit yang ditandai dengan semua hal berikut:

Onset akut ruam makulopapular umum; dan

Suhu lebih besar dari 99,0 F atau 37,2 C; dan

artralgia, artritis, limfadenopati, atau konjungtivitis; dan

Keterkaitan epidemiologi dengan kasus rubela yang dikonfirmasi laboratorium.

Huong McLean, PhD, MPHet al. VPD Surveillance Manual, 5th Edition, 2012 Rubella:
Chapter 14-2

BAB III
KESIMPULAN

xi
ii
Rubella atau Campak Jerman merupakan penyakit anak menular yang lazim
biasanya ditandai dengan gejala-gejala utama yang ringan, ruam serupa dengan
campak ringan atau demam skarlet, dan pembesaran serta nyeri limfonodi
pascaoksipital, retroaurikuler, dan servikalis posterior. Rubella disebabkan oleh virus
yang mengandung-RNA pleomorfik, yang sekarang didaftar pada famili Togaviridae,
genus Rubivirus. Mekanisme penularan melalui droplet dari sekret nasofaring
penderita. Proses infeksi berlangsung selama 11-14 hari, dengan masa penularan sejak
5 hari sebelum hingga 6 hari sesudah timbulnya ruam. Untuk mendiagnosa pasti suatu
rubella, dapat dilakukan dengan isolasi virus. Tes yang biasa dilakukan adalah tes
ELISA untuk antibodi IgG dan IgM. Antibodi hemaglutinasi-inhibisi (HI) merupakan
metode penentuan imunitas biasa terhadap rubella. Pengobatan rubella merupakan
pengobatan simptomatis.

DAFTAR PUSTAKA

xi
v
xv

Anda mungkin juga menyukai